Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Remaja saat ini sedang mengalami kerentanan terhadap berbagai ancaman

risiko kesehatan terutama yang berkaitan dengan kesehatan seksual dan reproduksi.

Ancaman yang dapat dilihat hingga saat ini adalah seks pranikah, kehamilan dini,

aborsi, infeksi menular seksual, HIV dan AIDS serta kekerasan seksual. Rendahnya

pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi dan kuatnya dukungan sosial terhadap

hubungan seksual pranikah membuat remaja menjadi populasi yang berisiko.

Kesehatan reproduksi remaja merupakan faktor penting yang harus

mendapat perhatian untuk mewujudkan masyarakat sehat, sesuai visi Indonesia

Sehat 2015. Remaja sebagai kelompok umur terbanyak dalam struktur penduduk

Indonesia, merupakan fokus perhatian dan intervensi yang strategis bagi

pembagunan sumber daya manusia masa depan sebagai generasi penerus bangsa.

Kelompok remaja rentan usia 10-19 tahun, sesuai dengan proporsi remaja di dunia

diperkirakan 1,2 miliar atau sekitar 1/5 dari jumlah penduduk dunia (Depkes, 2010).

Menurut World Health Organization (WHO), tiap tahunnya ada 340 juta kasus baru

infeksi bakteri lewat hubungan seksual, seperti chlamydia dan gonorhea (penyakit

kencing nanah) terutama pada kelompok umur 15-49 tahun. Infeksi Human

Papiloma Virus (HPV) yang terjangkit lewat hubungan seksual kaitannya dengan

kanker kanker leher rahim dan sudah menyerang 490.000 wanita, dengan angka

kematian pertahunnya sebesar 240.000. Lebih jauh lagi, ada berjuta kasus infeksi

sehubungan dengan HIV, terjadi setiap tahunnya. Lebih dari 100 juta infeksi yang

1
dapat disembuhkan karena hubungan seksual setiap tahun dan sebagian besar dari

4,1 juta infeksi baru HIV menyerang remaja berusia 15-24 tahun. Bagi mereka yang

sering melakukan hubungan seksual (usia 10-19 tahun) (WHO, 2011).

Sekitar 16 juta remaja perempuan perempuan melahirkan setiap tahun,

sebagian besar di negara berpenghasilan rendah dan menengah. Diperkirakan 3 juta

perempuan berusia 15-19 menjalani aborsi yang tidak aman setiap tahun. Di negara

berpenghasilan rendah dan menengah, komplikasi dari kehamilan dan persalinan

merupakan penyebab utama kematian di kalangan perempuan berusia 15-19 tahun.

Kematian bayi baru lahir sebasar 50% lebih tinggi pada bayi yang memiliki ibu

berusia 20-29 tahun. Kurangnya pendidikan seksualitas di banyak negara menjadi

sebuah ukuran cakupan global terkait dengan pendidikan seksualitas, sehingga

diperkirakan 36% dari laki-laki muda dan 24% dari wanita muda berusia 15-24

tahun di negara berpenghasilan rendah dan menengah memiliki pengetahuan

komprehensif benar tentang bagaimana mencegah HIV (WHO, 2012).

Menurut United Nations Population Fund (UNFA), lebih dari separuh

populasi dunia dibawah usia 25 tahun. Jumlah orang berusia 10-19 tahun adalah 1,1

miliar pada tahun 2010 dan diperkirakan 1,3 miliar pada tahun 2020, peningkatan

yang terjadi 22%. Data menunjukkan 15 juta perempuan remaja melahirkan setiap

tahun, terutama di negara berkembang. Angka kematian bayi dari ibu remaja adalah

1,5 kali lebih tinggi daripada ibu yang berusia 20-29 tahun. Kasus aborsi terjadi 4,4

juta terjadi pada remaja perempuan setiap tahun. 1 dari 20 remaja terutal infeksi

menular sekual setiap tahun. Setengah dari kasus infeksi HIV pada orang dengan

usia dibawah 25 tahun (UNFPA, 2011)


Kesehatan reproduksi, pengetahuan dan perilaku remaja masih cukup

memprihatinkan yang dapat dilihat dari data Survei Kesehatan Reproduksi Remaja

Indonesia Tahun 2007 (SKRRI, 2007) yang menunjukkan pengetahuan remaja

umur 15-24 tahun tentang kesehatan reproduksi masih rendah, 21% remaja

perempuan tidak mengetahui sama sekali perubahan yang terjadi pada remaja laki-

laki saat pubertas. Pengetahuan remaja tentang masa subur relatif masih rendah.

Hanya 29% wanita dan 32% pria memberi jawaban yang benar bahwa seorang

perempuan mempunyai kesempatan besar menjadi hamil pada pertengahan siklus

periode haid. Remaja yang belum menikah umur 15-24 tahun yang mendengarkan

pesan dari media tentang penundaan usia kawin sebesar 12,9%, informasi tentang

HIV/AIDS sebesar 40,8%, informasi tentang kondom sebesar 29,6%, pencegahan

kehamilan sebesar 23,4%, dan Infeksi menular Seksual (IMS) sebesar 18,4%.

Pengetahuan remaja tentang cara penting untuk menghindari infeksi menular HIV

masih terbatas, hanya 14% wanita dan 15% pria menyebutkan pantang

berhubungan seks, 18% wanita dan 25% pria menyebutkan menggunakan kondom,

serta 11% wanita dan 8% pria menyebutkan membatasi jumlah pasangan seksual

sebagai cara menghindari HIV dan AIDS. Jumlah orang hidup dengan HIV dan

AIDS sampai dengan bulan Maret 2007 mencapai 20.564 kasus, 54,3% dari angka

tersebut adalah remaja. Selain itu, pendapat remaja tentang umur kawin ideal untuk

perempuan 23,1 tahun dan untuk pria 25,9 tahun, sedangkan rata-rata umur ideal

menikah bagi perempuan 22 tahun dan pria 25 tahun. Pendapat diantara remaja

yang tidak tamat SMA tentang umur ideal mempunyai anak pertama kali adalah
antara 20-24 tahun dan mempunyai 2 anak, yaitu masing-masing 63% remaja

perempuan dan 55% remaja laki-laki. (SKRRI, 2007).

Selanjutnya hasil survei Rencana Pembagunan Jangka Menegah Nasional

(RPJMN) 2010-2014 menunjukkkan remaja yang terpapar informasi PIK-R (Pusat

Informasi Konseling Remaja) mencapai 28%. Berarti hanya 28 dari 100 remaja

yang akses dengan kegiatan yang berkaitan dengan informasi kesehatan reproduksi.

Selain itu, target 2014 untuk menurunkan angka kematian ibu melahirkan yaitu 118

per 100.000 kelahiran hidup dari status awal tahun 2008 yaitu 228 per 100.000

kelahiran hidup (Badan Perencanaan Nasional, 2010).

Selain itu, tidak tersedianya informasi yang akurat dan benar tentang

kesehatan reproduksi memaksa remaja untuk berusaha sendiri mencari akses dan

melakukan eksplorasi sendiri. Media internet, televisi, majalah dan bentuk media

lain sering kali dijadikan sumber oleh para remaja untuk memenuhi tuntutan

keingintahuan tentang seksual. Penelitian Pradana (2008) menunjukkan dari remaja

usia 12-18 tahun, 16% mendapat informasi seputar seks dari teman, 35% dari film

porno, hanya 5% dari orang tua. Informasi yang tidak tepat mengarahkan remaja

merusak masa depannya.

Beberapa bentuk metode pendidikan kesehatan yang sering dilakukan

misalnya penyuluhan atau ceramah, namun kenyataannya metode ini belum

memberikan kontribusi pengetahuan yang memadai bagi siswa dan cenderung

membosankan. Oleh karena itu, perlu dilakukan metode lain seperti simulasi

permainan, hal ini cenderung dinilai lebih bermuatan, karena sifatnya tidak
monoton dan langsung berdasarkan analisis kasus, dan melibatkan objek secara

menyeluruh dan aktif.

Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti tentang Keefektifan metode

simulasi dan metode brain storming untuk meningkatkan pengetahuan kesehatan

reproduksi remaja dismk putra jaya/jabal rahmah Stabat tahun 2017, sehingga dapat

dilakukan langkah strategis dalam memberikan pendidikan kesehatan terhadap

siswa lainnya.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan dari latar belakang diatas dapat disimpulkan rumusan masalah

dalam penelitian ini yaitu “Keefektifan metode simulasi dan metode brain storming

untuk meningkatkan pengetahuan kesehatan reproduksi remaja dismk putra

jaya/jabal rahmah Stabat tahun 2017?”.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan umum

Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat

hubungan antara Keefektifan metode simulasi dan metode brain storming untuk

meningkatkan pengetahuan kesehatan reproduksi remaja dismk putra jaya/jabal

rahmah Stabat tahun 2017.

1.3.2 Tujuan khusus

1. Mengetahui gambaran keefektifan metode simulasi dan metode brain storming

dismk putra jaya/jabal rahmah Stabat tahun 2017.


2. Mengetahui gambaran meningkatkan pengetahuan kesehatan reproduksi

remaja dismk putra jaya/jabal rahmah Stabat tahun 2017.

3. Menganalisis hubungan antara keefektifan metode simulasi dan metode brain

storming untuk meningkatkan pengetahuan kesehatan reproduksi remaja dismk

putra jaya/jabal rahmah Stabat tahun 2017.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Peneliti

Menambah pengalaman peneliti dalam memberikan penyuluhan tentang

pentingnya mengetahui keefektifan metode simulasi dan metode brain storming

untuk meningkatkan pengetahuan kesehatan reproduksi remaja.

1.4.2 Bagi STIKes SUMUT

untuk menambah bahan bacaan diperpustakaan dan dapat menambah

wawasan dan ilmu pengetahuan pembaca keefektifan metode simulasi dan metode

brain storming untuk meningkatkan pengetahuan kesehatan reproduksi remaja.

1.4.3 Bagi Tempat Penelitian

Dapat menjadi tolak ukur agar nantinya para siswa lebih mengerti tentang

keefektifan metode simulasi dan metode brain storming untuk meningkatkan

pengetahuan kesehatan reproduksi remaja


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Remaja

Menurut Undang-Undang Kesejahteraan Anak (UU No. 4/1979), semua

orang usia di bawah 21 tahun dan belum menikah disebutkan sebagai anak-anak.

Oleh karena itu berhak mendapat perlakuan kemudahan-kemudahan yang

memperuntukkan bagi anak (misalnya pendidikan, perlindungan dari orang tua).

Dalam Undang-undang perkawinan (UU No. 1/1974 Pasal 7), mengenal

konsep remaja walaupun tidak secara terbuka. Usia minimal untuk suatu

perkawinan menurut Undang-undang tersebut adalah 16 tahun untuk wanita dan 19

tahun untuk pria. Jelas bahwa Undang-undang tersebut menganggap orang di atas

usia tersebut bukan lagi anak-anak sehingga mereka boleh menikah. Batas usia ini

dimaksudkan untuk mencegah perkawinan anak-anak. Walaupun begitu, selama

seseorang belum mencapai usia 21 tahun masih diperlukan izin orang tua untuk

menikahkan orang tersebut.

Batas usia 24 tahun merupakan batas maksimal, yaitu untuk memberi

peluang bagi mereka yang sampai batas usia tersebut masih menggantungkan diri

pada orangtua, belum mempunyai hak-hak penuh sebagai orang dewasa (secara

adat/tradisi), belum dapat memberikan pendapat sendiri. Dengan kata lain, orang-

orang yang sampai batas usia 24 tahun belum dapat memenuhi persyaratan

kedewasaan secara sosial maupun psikologi, masih dapat digolongkan remaja.

Golongan ini cukup banyak terdapat di Indonesia, terutama dari kalangan

masyarakat kelas menengah ke atas yang mempersyaratkan berbagai hal (terutama


pendidikan yang setinggi-tingginya). Untuk mencapai kedewasaan. Dalam

kenyataannya, cukup banyak orang yang mencapai kedewasaannya sebelum usia

tersebut.

Selanjutnya menurut Carballo (2008 : 250), dalam batasan di atas, ada 6

penyesuaian diri yang harus dilakukan remaja :

a. Menerima dan mengintegrasikan pertumbuhan badannya dalam

kepribadiannya.

b. Menentukan peran dan fungsi seksualnya yang adekuat dalam kebudayaan

tempatnya berada.

c. Mencapai kedewasaan dengan kemandirian, kepercayaan diri, dan kemampuan

untuk menghadapi kehidupan.

d. Mencapai posisi yang diterima oleh masyarakat.

e. Mengembangkan hati nurani, tanggung jawab, moralitas, dan nilai yang sesuai

dengan lingkungan dan kebudayaan.

f. Memecahkan problem-problem nyata dalam pengalaman sendiri dalam

kaitannya dengan lingkungan

Kondisi anomi ini tentu saja tidak hanya berlaku terhadap anggota

masyarakat dewasa, tetapi juga terhadap para remaja. Salah satu bukti tentang

adanya kondisi anomi di kalangan remaja adalah dalam segi kehidupan seksual

yang diungkapkan dalam sebuah penelitian di Muangthai. Sebanyak 11% dari

penduduk negara tersebut antara 15-19 tahun. Akan tetapi, dari survei ICARP tahun

1980 yang dilaksanakan terhadap mereka ternyata 45% tidak tahu-menahu tentang

proses terjadinya haid. Selain itu, 68% tidak dapat menyebutkan bagaimana caranya
untuk mengetahui adanya kehamilan. Keadaan serba tidak tahu seperti ini banyak

terjadi di negara-negara berkembang atau dalam masyarakat transisi. Hal itu cukup

membigungkan dan berbahaya bagi remaja yang bersangkutan. Hal itu karena

mereka tidak banyak tahu tentang keadaan dirinya sendiri. Di lain pihak, mereka

harus berhadapan dengan perubahan pola kehidupan seperti penundaan usia

perkawinan, pergaulan yang lebih bebas, dan sebagainya. Remaja jadinya tidak

mempunyai petunjuk atau pedoman yang jelas tentang bagaimana caranya untuk

bertindak secara benar dalam menghadapi masalah. Apalagi penelitian di

Muangthai tersebut juga membuktikan bahwa lebih besar dari seperempat dari

remaja termaksud sama sekali belum pernah diberitahu tentang perubahan-

perubahan fisik yang terjadi selama masa pubertas.

2.1.1 Remaja sebagai Anggota Keluarga

Kiranya tidak dapat diingkari lagi bahwa keluarga merupakan lingkungan

primer hampir setiap individu, sejak lahir sampai datang ia meninggalkan rumah

untuk membentuk keluarga sendiri. Sebagai lingkungan primer, hubungan antar

manusia yang paling intensif dan paling awal terjadi dalam keluarga. Sebelum

seorang anak mengenal lingkungan yang lebih luas, ia terlebih dahulu mengenal

keluarganya. Oleh karena itu, sebelum mengenal norma-norma dinilai dari

masyarakat umum, pertama kali ia menyerap norma-norma dan nilainilai yang

berlaku dalam keluarganya. Norma atau nilai itu dijadikan bagian dari

kepribadiannya. Maka, kita dapat menyaksikan tindaktanduk orang suku tertentu

yang berbeda dari suku lainnya dan di dalam suku tertentu itupun pola perilaku
orang yang berasal dari kelas sosial atas berbeda dari yang kelas sosial bawah.

Demikian pula agama dan pendidikan bisa mempengaruhi kelakuan seseorang.

Semua itu pada hakikatnya ditimbulkan oleh norma dan nilai yang berlaku dalam

keluarga, yang diturunkan melalui pendidikan dan pengasuhan orang tua terhadap

anak-anak mereka secara turuntemurun. Tidak mengherankan jika nilai-nilai yang

dianut oleh orang tua akhirnya juga dianut oleh remaja. Tidak mengherankan kalau

ada pendapat bahwa segala sifat negatif yang ada pada anak sebenarnya ada pula

pada orang tuanva. Hal itu bukan semata-mata karena faktor bawaan atau

keturunan, melainkan karena proses pendidikan, proses sosialisasi atau kalau

mengutip Sigmund Freud dalam proses identifikasi.

2.1.2 Remaja di Sekolah

Sekolah adalah lingkungan pendidikan sekunder. Bagi anak yang sudah

bersekolah, lingkungan yang setiap hari dimasukinya selain lingkungan rumah

adalah sekolahnya. Anak remaja yang sudah duduk di bangku SLTP atau SLTA

umumnya menghabiskan waktu sekitar tujuh jam sehari di sekolahnya. Ini berarti

bahwa hampir sepertiga dari waktunya setiap hari dilewatkan remaja di sekolah.

Tidak mengherankan kalau pengaruh sekolah terhadap perkembangan jiwa remaja

cukup besar. Pengaruh sekolah itu tentunya diharapkan positif terhadap

perkembangan jiwa remaja, karena sekolah adalah lembaga pendidikan.

Sebagai lembaga pendidikan, sebagaimana halnya dengan keluarga, sekolah

juga mengajarkan nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Di

samping itu, sekolah mengajarkan berbagai keterampilan dan kepandaian kepada


para siswanya. Akan tetapi, seperti halnya juga dengan keluarga, fungsi sekolah

sebagai pembentuk nilai dalam diri anak sekarang ini banyak menghadapi

tantangan. Khususnya, karena sekolah berikut segala kelengkapannya tidak lagi

merupakan satusatunya lingkungan setelah lingkungan keluarga, sebagaimana yang

pernah berlaku di masa lalu. Terutama di kota-kota besar, sekarang ini sangat terasa

adanya banyak lingkungan lain yang dapat dipilih remaja selain sekolahnya. Pasar

swalayan, pusat perbelanjaan, taman hiburan, atau bahkan sekadar warung di tepi

jalan di seberang sekolah atau rumah salah seorang teman yang kebetulan sedang

tidak ditunggui orang tuanya, mungkin saja merupakan alternatif yang lebih

menarik daripada sekolah itu sendiri. Apalagi, seringkali motivasi belajar murid

memang menurun akibat dari adanya berbagai hal di sekolah.

2.1.3 Karakteristik Remaja atau Siswa SMA

SMA merupakan salah satu jenjang pendidikan yang ditempuh pelajar setelah

lulus SMP. Usia pelajar SMA secara umum dalam kisaran antara 15 sampai 18

tahun. Hurlock (2013) membagi rentangan usia manusia dalam banyak tingkatan.

Usia remaja awal yaitu 13-17 tahun dan remaja akhir 17-21 tahun. Remaja SMA

termasuk ke dalam dua kategori tersebut. Pada usia tersebut siswa SMA sedang

mengalami masa pubertas. Masa pubertas ditandai dengan pertumbuhan dan

perkembangan biologis dan psikologis yang sangat

cepat.

Secara biologis, pertumbuhan anak dalam masa pubertas terlihat pada

perubahan bentuk fisik yang cepat disertai tanda-tanda yang khas yang

membedakan dengan jelas antara laki-laki dan perempuan. Pada diri laki-laki
mengalami perubahan bentuk seperti ukuran badan yang lebih, besar, kekar dan

berotot dari pada sebelumnya, tumbuh bulu rambut di sekitar alat kelamin, dan di

bagian-bagian lain seporti betis, dada, kumis, jambang dan lain-lain. Namun

pertanda utama masa pubertas laki-laki adalah mimpi basah. Pada diri perempuan,

pertanda utama yaitu berupa menstruasi.

2.1.4 Peran orang tua dan remaja dalam kesehatan Reproduksi

Orang tua merupakan penganggung jawab dari sebuah keluarga. Orang tua

terdiri ayah dan ibu yang mempunyai ikatan perkawinan yang sah. Pengertian

keluarga menurut Departemen Kesehatan (2009) adalah merupakan kelompok

orang-orang yang persatukan oleh ikatan-ikatan perkawinan, darah atau adopsi,

yang membentuk satu rumah tangga saling berinteraksi dan berkomunikasi satu

sama lain dengan melalui peran-perannya sendiri sebagai anggota keluarga dan

mempertahankan kebudayaan masyarakat yang begitu umum atau menciptakan

kebudayaan sendiri-sendiri. Dalam membahas keluarga, ada hal-hal yang penting

untuk diperhatikan anggota keluarga tersebut yang antara lain tentang keutuhan

dalam struktur keluarga. Disamping keutuhan keluarga, interaksi antara anggota

keluarga yaitu berupa hubungan yang harmonis memegang peranan penting dalam

perkembangan sosial anak. Demikian juga ketidak utuhan keluarga akan

mempengaruhi, menghambat perkembangan sosial dan perkembangan intelektual

anak. Dari ketiga unsur dalam keluarga tersebut masing-masing mempunyai peran

dan fungsi yang tidak bisa dipisahkan utnuk mencapai keutuhan keluarga.

Perkembangan sosial anak dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :


1) pendidikan,

2) komunikasi,

3) keutuhan keluarga

4) pengawasan keluarga.

Orang tua yang baik bagi anak remajanya adalah mempunyai kemampuan

dalam berkomunikasi dan diskusi dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1) orang tua tidak menggurui,

2) jangan beranggapan bahwa orang tua lebih mengetahui sesuatu dibandingkan

dengan anak remaja,

3) memberikan kesempatan kepada remaja untuk mengemukakan pandangan dan

pendapatnya,

4) memberikan argumen yang jelas dan masuk akal terhadap suatu persoalan,

5) memberikan dukungan pada anak apabila memang pantas diberi dukungan,

6) mengatakan salah kalau memang salah, dengn alasan yang masuk akal menurut

pemikiran mereka,

7) menjadikan anak remaja sebagai teman untuk berdiskusi, bukan sebagai

individu untuk diberitahu.

2.1.5 Hubungan antara anak dengan teman sebaya

Anak dan remaja sangat menghargai pertemanan, jalinan komunikasi dengan

teman sebaya lebih baik jika dibanding dengan orangtua. Alasannya dengan teman

cenderung dapat menyimpan rahasia, lebih terbuka dalam membicarakan teman

lawan jenis serta dapat memecahkan masalah yang dihadapinya dengan


orangtua/keluarga. Waktu yang efektif untuk berkumpul dengan teman adalah saat

istirahat sekolah, pulang sekolah, belajar bersama, mengikuti kegiatan ekstra

kurikuler, serta saat berkumpul dalam organisasi siswa.

Menurut Zimmer-Gembeck (2012) teman sebaya amat besar pengaruhnya

bagi kehidupan sosial dan perkembangan diri remaja. Pendapat dan pandangan

teman biasanya lebih diterima daripada pendapat orang tua. Informasi mengenai

kesehatan reproduksi dan bimbingan seksual yang diperoleh melalui teman sebaya

(peer) sedikit banyak telah memberikan dorongan untuk menentukan sikap seorang

remaja dalam melakukan interaksi dengan pasangannya. Lingkungan atau

dukungan teman sebaya (peer pressure) menjadi salah satu motivasi dan

pembentukan identitas diri seorang remaja dalam melakukan sosialisasi, terutama

ketika dia mulai menegakan hubungan asmara dengan lawan jenisnya.

Konflik atau perbedaan yang terjadi dalam keluarga menurut Zimmer-

Gembeck (2012), remaja cenderung lebih terbuka dalam menyelesaikan masalah

dengan kelompoknya. Dengan demikian peranan kelompok atau peer sangat besar

dalam mempengaruhi informasi mengenai segala problematika seksual di kalangan

remaja.

2.1.6 Media Massa Kesehatan Reproduksi

Menurut Kuswandi 2014, media massa secara garis besar terdiri dari media

elektronik dan media cetak. Media memiliki potensi besar dalam mengubah sikap

dan perilaku masyarakat, terutama anak-anak yang relatif masih mudah terpengaruh

dan dipengaruhi. Dibandingkan dengan media massa lainnya (radio, Surat kabar,
majalah, buku, dan lain sebagainya), televisi merupakan gabungan dari media

dengan gambar hidup (gerak live) yang bisa bersifat politis, informatif, hiburan,

pendidikan, atau bahkan gabungan dari ketiga unsur tersebut. Sebagai media

informasi, televisi memiliki kekuatan yang kuat (powerful) untuk menyampaikan

pesan.

Namun dalam akhir dekade ini, semua media yang ada tergusur dengan

hadirnya internet. Internet memang membuat kehidupan manusia lebih mudah.

Tanpa harus terjebak macet, tanpa banyak menghabiskan waktu dan tenaga, serta

tidak banyak mengeluarkan biaya. Penggunaan internet yang makin intensif,

mempengaruhi gaya hidup masyarakat. Dibalik kemudahan, kecanggihan dan

kepraktisan internet, ada banyak sisi negatif yang mengiringinya seperti terbukanya

kesempatan siswa SMA untuk membuka situs-situs porno baik berupa gambar

ataupun tulisan berupa cerita-cerita.

Quarniasasi, 2011 menyebutkan bahwa kecanduan akan internet juga akan

menimbulkan kejahatan baru bagi para pengaksesnya. Alasan ini didasarkan karena

banyak informasi yang negatif yang dapat menyebabkan kemerosotan moral dan

perilaku dari para pengaksesnya. Memang teknologi ini netral, yaitu tergantung

pada para pemakainya memilih dampak yang positif atau negatif. Informasi negatif

tanpa sensor tidak terbendung di internet saat ini salah satunya adalah layanan situs

yang menyuguhkan gambar-bambar dan adegan-adegan porno yang

biasa disebut cybersex).


Layanan situs porno ini semakin digemari oleh netter dan dapat diakses oleh

siapa saja tanpa batasan usia. Menurut laporan data monitor yang dikutip dari

Surabaya Pos, 1999 dalam 5 tahun mendatang

diperkirakan situs porno akan meningkat tiga kali lipat. Dan hal ini terbukti pada

tahun 2007 telah muncul piluhan situs-situs porno di internet, seperti Bokep.3gp dll.

Perkembangan dunia internet dalam segi positif telah membuat konsultasi

kesehatan antara dokter dengan masayarakat awam dalam hal ini pasien menjadi

semakin dekat. Ruang konsultasi dokter dalam dunia internet telah terwakilkan

dalam bentuk wadah diskusi berupa mailling list dan rubrik konsultasi pada

homepage. Terdapat 5 strategi yang telah digunakan oleh MLDI (Mailling List

Dokter Indonesia) untuk membuat masyarakat awam (pasien) dapat memperoleh

layanan konsultasi dengan cepat, murah dan dipercayai.

Konsultasi kesehatan yang diberikan oleh MLDI ini berupa mailing list

dengar, alamat dokter@itb.ac.id dan homepage dengan alamat

http://,www.mIdi.or.id. Melalui mailing list (milis) dokter-dokter dan anggota milis

lainnya akan memberikan komentar dan tanggapan mengenai suatu pertanyaan

dalam bentuk multi opinion. Sehingga umumnya setiap penanya akan memperoleh

pendapat dari beberapa orang dokter dengan cepat dan murah, hal ini sulit ditemui

di kehidupan sehari-hari.

2.1.7 Remaja dan permasalahannya

Perubahan yang sering terjadi sehubungan dengan masa awal reproduksi adalah

anak ingin mengetahui masalah sehubungan dengan reproduksi, khususnya masalah

seksual, bahkan tidak cukup mengetahui saja, melainkan ingin mencoba. Menurut
UNFPA (2016) remaja cenderung melanggar larangan atau norma yang berlaku di

masyarakat berhubungan dengan alat reproduksinya. Remaja tidak dapat sendiri,

dan belum siap untuk menghadapi berbagai tantangan dan tanggung jawab yang

berkaitan dengan proses reproduksi.

Masalah remaja kini adalah remaja yang mengalami usia pubertas dini,

sedangkan usia pernikahan mengalami kemunduran waktu lebih lama. Sehubungan

dengan situasi ini, remaja yang belum memperoleh informasi pendidikan seksual

kesehatan reproduksi secara benar, cenderung melakukan hubungan seksual

sebelum nikah. Hal yang demikian bertolak belakang dengan pengertian sehat

reproduksi, karena reproduksi sehat adalah seseorang memfungsikan alat

reproduksinya jika sudah melakukan pernikahan yang sah.

Akibat perilaku reproduksi yang tidak sehat adalah terjadi kehamilan yang tidak

diinginkan, kehamilan tidak direncanakan. Menurut Carvera (2013) perbedaan

pandangan antara orangtua dengan anaknya tentang kehamilan pranikah, seringkali

menyalahkan anak karena anak bermasalah dan anak bicara bahwa tekanan emosi

keluarga

mengakibatkan anak tidak diterima di keluarga. Anak remaja yang belum menikah

dan hamil, membuat aib di keluarga dan anak cenderung untuk melakukan aborsi

yang dapat mengakibatkan kematian pada ibu. Jika kehamilannya dilanjutkan,

maka dalam persalinanya cenderung mengalami gangguan baik pada ibu maupun

pada bayinya waktu persalinan dan nifas, berat badan bayi lahir rendah dan infeksi.

Selain gangguan tersebut juga dapat mengakibatkan kemandulan dan gangguan

jiwa. Disamping itu, remaja yang mengalami kehamilan pada masa sekolah
cenderung untuk meninggalkan kegiatan sekolah sehingga mengalami putus

sekolah. Akibatnya, remaja tidak mempunyai masa depan yang baik sebagaimana

pada remaja lainnya yang tidak

bermasalah.

Remaja perlu mengetahui kesehatan reproduksi, agar memilki informasi yang

benar mengenai proses reproduksi serta berbagai faktor yang ada di sekitarnya.

Dengan informasi yang benar, diharapkan remaja memilki sikap dan tingkah laku

yang bertanggung jawab mengenai proses reproduksi. Dengan demikian, perlu

memperoleh informasi kesehatan reproduksi antar laki-laki dan perempuan,

sehingga pertanggungjawaban tidak dibebankan kepada remaja perempuan.

Masalah pokok remaja yang berhubungan dengan kesehatan

reproduksi pada saat ini adalah :

a. Hamil dan persalinan pada usia muda dengan segala akibatnya

b. Hamil tidak dikehendaki dan tidak direncanakan yang menjurus aborsi yang

tidak aman dan komplikasinya

c. Penularan PMS, HIV dan AIDS yang terkait dengan obat terlarang serta

hubungan seksual bebas

d. Tindak kekerasan seksual perkosaan, pelecehan seksual, transaksi seksual

komersial.

Sedangkan karakteristik antara lain dilatarbelakangi oleh kenyataan sebagai

berikut:

1. Masa remaja merupakan masa yang penuh pencarian identitas dalam proses

menuju kedewasaan
2. Terjadi perubahan fisik, psikis yang sering membingungkan

3. Keinginan untuk diakui sebagai bagian dari kelompoknya

4. Lebih mudah berkomunikasi dengan sebayanya atau fihak yang dapat

memahami kebutuhan remaja

5. Pengetahuan kesehatan reproduksi remaja dan seksual Sangat

6. terbatas

7. Kematian dan kesakitan pada kelompok ramaja relatif rendah, Namun

kejadian KEK dan anemi relatif masih tinggi.

2.1.8 Pendidikan Seks Bagi Remaja

Seksualitas dan reproduksi remaja didefinisikan sebagai sejahtera fisik dan

psikis seorang remaja, termasuk keadaan terbebas dari kehamilan yang tak

dikehendaki, aborsi yang tidak aman, infeksi menular seksual (IMS) termasuk HIV

dan AIDS, serta semua bentuk kekerasan dan pemaksaan seksual.

Menurut Radjah 2011, yang dimaksud dengan pengertian perilaku kesehatan

reproduksi dalam istilah pendidikan kesehatan reproduksi adalah perilaku seks

istilah perilaku seksual meliputi perilaku yang memperlihatkan sifat-sifat yang

menunjukkan perbedaan antara wanita dan pria, atau jantan dan betina. Seks

diartikan sebagai sifat-sifat anatomis, fisiologis dan perilaku organisme yang

berkaitan dengan proses reproduksi seksual.

Pengertian seksual yang sering digunakan dalam diskusi kesehatan reproduksi

adalah pengertian yang biologis sentris yaitu hubungan alatalat seksual, sehingga

pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi mengarah pada lima macam


perilaku seksual, yaitu: 1) bersentuhan (touching), 2) berciuman (kissing), 3) deep

kissing, 4) petting, dan 5) hubungan kelamin26).

SIECUS (Sexuality Information and Education Council United States) menulis

tentang materi pokok yang harus terdapat dalam pendidikan seksual dan reproduksi:

1. Perkembangan manusia (anatomi dan fisiologi sistem reproduksi)

2. Hubungan antar manusia (baik dengan keluarga, teman sejawat dan pacaran

dengan pernikahan)

3. kemampuan personal (nilai, pengambilan keputusan, komunikasi dan

negoisasi)

4. Perilaku seksual (kontrasepsi, IMS dan pencegahan HIV dan AIDS serta aborsi

maupun kejahatan atau pelecehan seksual)

5. Budaya dan sosial (peran jender, agama dan seksualitas)

Adapun strategi program pendidikan seks yang komprehensif

memiliki 4 tujuan, yaitu :

a. Memberikan informasi yang akurat tentang aktivitas seksual manusia

b. Memberikan kesempatan bagi remaja untuk berkembang dan

c. mengetahui nilai-nilai, sikap dan kepercayaan tentang seksualitas

d. Membantu remaja mengembangkan ketrampilan membina hubungan

e. dan ketrampilan interpersonal.

f. Membantu remaja melatih merespon mengenai hubungan seks termasuk

pantangan seks, tekanan untuk terlibat seks masa remaja dan penggunaan

kontrasepsi serta alat ukur kesehatan seks lainnya.


Pada usia remaja, seorang anak belum dapat bertanggung jawab sepenuhnya.

Hal-hal yang mereka lakukan hanya merupakan kesenangan sesaat. Ketidak jelasan

pendidikan seks dari orang tuanya akan menimbulkan berbagai masalah yang

mengacu pada gangguan seksual ketika memasuki kehidupan seksual yang

sebenarnya dengan pasangannya. Oleh karena itu sangat dibutuhkan bimbingan dari

orangtua yang memang sudah seharusnya memilki kedekatan hubungan dengan si

anak. Orangtua harus mengerti dan memahami terlebih dahulu jika terjadi

perubahan dalam diri anaknya, sehingga anakpun merasa mendapatkan perhatian

dan kasih sayang dari orangtuanya. Dengan demikian, mereka tanpa segan dan malu

akan membicarakan semua persoalan yang

dihadapinya.

Memberikan pendidikan seks pada remaja, maksudnya membimbing dan

menjelaskan tentang perubahan fungsi organ seksual sebagai tahapan yang harus

dilalui dalam kehidupan manusia. Selain itu, harus memasukkan ajaran agama dan

norma-norma yang berlaku. Cara-cara yang dapat digunakan misalnya dengan

mengajak berdiskusi masalah seks yang ingin diketahui oleh si anak. Orangtua

harus memberikan informasi yang sejelas-jelasnya dan terbuka, kapan saja, sampai

si anak benar-benar mengerti apa yang dimaksud. Cara seperti itu akan

menghilangkan perasaan segan dalam dirinya. Lebih baik dari orangtuanya

pendidikan seks ini diketahui, daripada si anak mendapatkannya dari pendapat atau

khayalan sendiri, teman, buku-buku, ataupun film-film porno yang kini dijual

bebas. Dari khayalannya itu mereka dapat saja menyalahgunakan arti dan fungsi

organ seksualnya, sehingga akan terjadi hal yang tidak diinginkan seperti kehamilan
di luar nikah, aborsi, berbagai penyakit kelamin atau kelainan seksual. Apabila

orang tua merasa kesulitan untuk memulai mendiskusikan atau membicarakannya,

ada baiknya mereka memberikan buku pedoman yang membahas masalah seks usia

remaja pada anak-anaknya. Setelah itu mengajak mereka untuk mendiskusikan atau

membahas isi buku tersebut, yang bagi mereka mungkin masih sangat

membingungkan. Faktor lain yang perlu diperhatikan dalam mendiskusikan

masalah seksual ini adalah harus dilakukan dalam suasana santai dan

menyenangkan, tidak tegang, disertai humor ringan tetapi tetap dengan pandangan

dewasa, juga perlu penyesuaian bahasa yang digunakan dengan usia anak.

Pendidikan seks yang hanya berupa larangan atau kata-kata ”tidak boleh”

tanpa adanya penjelasan lebih lanjut adalah sangat tidak efiktif karena pendidikan

seperti itu tidak cukup untuk mempersiapkan remaja dalam menghadapi

kehidupannya yang semakain sulit. Pengaruh minuman keras, obat-obatan

terlarang, tekanan dari teman-teman, atau patah hati akibat hubungan cintanya akan

semakin menjerumuskan mereka pada aktivitas seksual lebih dini. Dengan menjalin

komunikasi yang terbuka antara orangtua dan anak, beban masalah yang dirasakan

anak semakin berkurang.

Pada akhirnya, semua cara yang digunakan dalam menyampaikan pendidikan

seks tersebut, berpulang pada setiap orang tua. Artinya, orang tua harus berusaha

mencari cara-cara yang khusus dan praktis tentang penyampaian pendidikan seks

sesuai dengan kemampuannya. Dengan demikian, remaja akan lebih menghargai

dan mengetahui hubungan seksual yang sebenarnya dengan seseorang yang

dicintainya bila tiba saatnya nanti.


Masa remaja merupakan masa yang aktif secara seksual dan perkembangan

fisik organ-organ reproduksi sudah mulai berfungsi sehingga mempunyai risiko

pada kesehatan reproduksinya. Organ reproduksi adalah semua organ yang

mendukung fungsi seksual

reproduksi.

2.2. Konsep Pengaruh

Menurut Dendy Sugiono (2008: 849) “ pengaruh merupakan daya yang ada

atau yang timbul dari sesuatu (baik benda ataupun manusia) yang ikut membentuk

watak, kepercayaan atau perbuatan seseorang. Sementara itu, Surakhmad (1982: 7)

menyatakan bahwa pengaruh merupakan kekuatan yang muncul dari suatu benda

atau manusia dan juga gejala dalam yang dapat memberikan perubahaan apa-apa

yang ada disekelilingnya. Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa

pengaruh merupakan suatu daya atau kekuatan yang timbul dari sesuatu, baik itu

benda maupun manusia serta segala sesuatu yang ada di alam sehingga

mempengaruhi apaapa yang ada disekelilingnya. Pada penelitian ini Metode

Pembelajaran Brainstorming dengan menggunakan media visual adalah daya yang

akan melihat pengaruh terhadap hasil belajar.

2.2.2 Konsep Metode Brainstorming

Metode Brainstorming biasa juga disebutkan dengan metode sumbang

saran. Metode Brainstorming ini merupakan teknik mengajar yang dilaksanakan

oleh guru dengan cara melontarkan suatu masalah kepada siswa di ruangan kelas,

kemudian siswa tersebut menanggapi masalah tersebut dan menyatakan


pendapatnya dari tiap-tiap siswa. Metode Brainstorming ini sangat memungkinkan

untuk mengembangkan masalah tersebut menjadi lebih luas, bahkan dapat menjadi

masalah baru. Oleh karena itu Metode Branstorming ini dapat diartikan sebagai

suatu cara untuk mendapatkan banyak ide dari sekelompok manusia dalam waktu

yang relatif singkat ( Roestiyah 2011: 73 ).

Metode Brainstorming ini pertama dipopulerkan oleh Alex F. Osborn yang

tertulis di dalam bukunya yang berjudul “Applied Imagination”. Beberapa ahli juga

mengatakan bahwa Metode Brainstorming merupakan bentuk metode diskusi guna

menghimpun gagasan-gagasan, informasi, pengetahuan, dan pengalaman dari tiap-

tiap peserta didik.

Perbedaan Metode Brainstorming dengan metode-metode diskusi biasanya

adalah dalam diskusi pendapat seseorang dapat ditanggapi, dikomentari, bahkan

dapat disalahkan. Berbeda dengan Metode Brainstorming pendapat atau gagasan-

gagasan yang sudah terlontarkan tidak dapat dikomentari, bahkan disalahkan oleh

siswa ataupun guru yang mengajarkan. Metode Brainstorming ini hanya

menghasilkan gagasan, sehingga mendorong munculnya banyak gagasan-gagasan.

Dalam Metode Brainstorming terdapat tahapan-tahapan yang dilalui, yaitu sebagai

berikut :

a. Pemberian informasi dan Motivasi

Pada tahap ini guru memberikan materi ajar dan latar belakangnya, lalu

mengajak siswa agar aktif dan memberikan tanggapanya.


b. Identifikasi

Siswa diajak memberikan sumbang saran dan gagasan sebanyakbanyaknya dan

ditampung tanpa dikritik secara langsung.

c. Klasifikasi

Mengklasifikasi berdasarkan kriteria yang disepakati oleh kelompok.

Klasifikasi juga bisa didasarkan faktor-faktor lain yang mendukung

d. Verifikasi

Meninjau kembali gagasan-gagasan yang telah di klasifikasikan. Setiap gagasan

diuji relevansinya dengan masalah yang dibahas. Apabila terdapat kesamaan

gagasan maka yang diambil yang relevan dengan pembahasan.

e. Konklusi

Guru memimpin para siswa untuk menyimpulkan butir-butir alternatif

pemecahan masalah yang disetujui atau disepakati bersama.

Brainstorming memiliki keunggulan yang lebih baik dibandingkan pada metode

pembelajaran lainnya dalam hal pengumpulan pendapat dan berfikir secara kritis,

walaupun begitu tidak menutup kemungkinan terdapat kelemahan pada metode

pembelajaran ini.

Roestiyah (2011:74-75), mengemukakan beberapa keunggulan dan

kelemahan Metode Brainstorming sebagai berikut.

Keunggulan Metode Brainstorming antara lain:

1. Siswa berfikir untuk menyatakan pendapat.

2. Melatih siswa berpikir dengan cepat dan tersusun logis.


3. Merangsang siswa untuk selalu siap berpendapat yang berhubungan dengan

masalah yang diberikan oleh guru.

4. Meningkatkan partisipasi siswa dalam menerima pelajaran.

5. Siswa yang kurang aktif mendapat bantuan dari temannya yang sudah pandai

atau dari guru.

6. Terjadi persaingan yang sehat.

7. Anak merasa bebas dan gembira.

8. Suasana demokratis dan disiplin dapat ditumbuhkan.

9. Meningkatkan motivasi belajar.

Hal-hal yang perlu diantisipsi dalam penggunaan Metode Brainstorming

(kelemahannya) yaitu:

1. Memerlukan waktu yang relatif lama.

2. Lebih didominasi oleh siswa yang pandai.

3. Siswa tidak segera tahu apakah pendapat yang dikemukakannya itu betul atau

salah.

Kelemahan di atas bisa diatasi jika guru atau pemimpin kelompok bisa

membaca situasi dan menguasai kelas dengan baik untuk mencari solusi. Guru

harus bisa menjadi penengah dan mengatur situasi dalam kelas sebaik mungkin

dengan cara benar-benar menguasai materi yang akan disampaikan dan

merencanakan kegiatan belajar dengan baik.


2.3 Kerangka Konsep

Variable bebas variable terikat

Keefektifan metode simulasi dan


pengetahuan kesehatan reproduksi
metode brain storming
remaja

Gambar 2.2 Kerangka Konsep

2.4 Hipotesis

Ha : Ada Hubungan Antara Keefektifan Metode Simulasi Dan Metode Brain

Storming Untuk Meningkatkan Pengetahuan Kesehatan Reproduksi Remaja Dismk

Putra Jaya/Jabal Rahmah Stabat Tahun 2017.

Ho : Tidak Ada Hubungan Antara Keefektifan Metode Simulasi Dan Metode Brain

Storming Untuk Meningkatkan Pengetahuan Kesehatan Reproduksi Remaja Dismk

Putra Jaya/Jabal Rahmah Stabat Tahun 2017.


BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Desain penelitian yang akan digunakan adalah Quasi experiment tanpa

menggunakan kelompok kontrol. Dimana penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui Hubungan Antara Keefektifan Metode Simulasi Dan Metode Brain

Storming Untuk Meningkatkan Pengetahuan Kesehatan Reproduksi Remaja Di

SMK Putra Jaya/Jabal Rahmah Stabat Tahun 2017.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1 Lokasi penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di SMK Putra Jaya/Jabal Rahmah Stabat

Tahun 2017. Lokasi penelitian dipilih karena merupakan salah satu Sekolah yang

memadai untuk mendapatkan sampel yang mencukupi sesuai dengan kriteria

sampel sehingga diperkirakan akan mudah didapatkan subjek penelitian dan dapat

dijangkau oleh peneliti.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Desember 2017.


3.3 Populasi dan Sampel Penelitian

3.3.1 Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa di SMK Putra Jaya/Jabal

Rahmah Stabat yang berjumlah 245 orang.

3.3.2 Sampel Penelitian

Jumlah sampel dalam penelitian ini dihitung berdasarkan rumus Slovin

dalam Notoadmotjo (2010). Berdasarkan data jumlah siswa di SMK Putra

Jaya/Jabal Rahmah Stabat yang berjumlah 245 orang. Karena jumlah populasi

yang cukup besar maka jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 30 orang

dengan kriteria inklusi. Kriteria inklusi adalah kriteria dimana subjek penelitian

dapat mewakili dalam sampel penelitian yang memenuhi syarat sebagai sampel

(Notoatmodjo, 2010).

3.4 Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini peneliti menjelaskan langkah – langkah yang

dilakukan saat penelitian yaitu :

a. Peneliti mengajukan permohonan surat izin penelitian dari institusi pendidikan

yaitu Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Sumatra Utara.

b. Pengumpulan data dilakukan setelah mendapatkan permohonan izin yang diperoleh

dari Kepala Sekolah SMK Putra Jaya/Jabal Rahmah Stabat

c. Peneliti kemudian ke ruangan calon responden dan menjelaskan tentang tujuan

penelitian yang akan dilaksanakan. Peneliti meminta kesediaan calon responden

untuk berpartisipasi dalam penelitian. Apabila calon responden bersedia, maka


calon responden diminta untuk menandatangani surat perjanjian (informed

Consent)

d. Selanjutnya peneliti membagikan lembar kuesioner untuk diisi dengan memilih

jawaban yang sudah tersedia. Peneliti membantu membacakan dan menjelaskan

satu persatu maksud pertanyaan kepada responden.

e. Pada tahap akhir peneliti memeriksa kembali apakah semua pertanyaan sudah diisi

oleh responden, apabila ada yang belum terisi maka peneliti meminta responden

untuk melengkapi jawabanya terlebih dahulu, setelah semua lembaran kuesioner

terkumpul, peneliti melakukan analisa data.

3.5 Instrumen Penelitian

Jenis instrumen penelitian yang dipergunakan pada penelitian ini dengan

menggunakan kuisioner. Pada penyusunan instrumen penelitian tahap awal perlu

dituliskan data-data tentang karakteristik responden. Dan setiap jawaban responden

yang benar diberi skor 1 dan jawaban yang salah diberi skor 0.

3.6 Etika Penelitian

Etika penelitian merupakan masalah yang sangat penting dalam penelitian,

mengingat penelitian berhubungan langsung dengan manusia maka segi etika

penelitian harus diperhatikan antara lain sebagai berikut:

a. Inform Consent

Merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan responden penelitian

dengan memberikan lembar persetujuan yang diberikan sebelum penelitian

dilakukan dengan memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden.

Tujuannya agar subjek mengerti maksud dan tujuan penelitian mengetahui


dampaknya. Jika responden bersedia, maka mereka harus menandatangani lembar

persetujuan.

b. Anonimity (tanpa nama)

Merupakan pemberian jaminan dalam penggunaan subyek penelitian

dengan cara tidak memberikan/ mencantumkan nama responden pada lembar alat

ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil

penelitian yang akan disajikan.

c. Confidentiality (kerahasiaan)

Merupakan etika dalam pemberian jaminan kerahasiaan hasil penelitian,

baik informasi masalah-masalah lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan

dijamin kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan

dilaporkan pada hasil riset.

3.7 Defenisi Operasional

1. Keefektifan metode simulasi dan metode brain storming


2. pengetahuan kesehatan reproduksi remaja

3.8 Aspek Pengukuran


Aspek pengukuran pengaruh Keefektifan metode simulasi dan metode brain
storming terhadap pengetahuan kesehatan reproduksi remaja dalam penelitian ini
berdasarkan pada kuisioner yang disediakan oleh peneliti dan dilakukan penilaian
oleh peneliti dan disesuaikan dengan skor yang ada. Dalam kuisioner terdapat 10
pengaruh Keefektifan metode simulasi dan metode brain storming terhadap
pengetahuan kesehatan reproduksi remaja, lalu peneliti akan memberikan skor
untuk setiap jawaban yang benar 1, dan salah 0.
Skor terendah yang dicapai adalah 0 dan yang tertinggi adalah 10. Semakin
tinggi skor, semakin tidak berpengaruh Keefektifan metode simulasi dan metode
brain storming terhadap pengetahuan kesehatan reproduksi remaja. Untuk
menghitung total skor dari tiap persepsi responden, menggunakan skala interval
sesuai dengan ketentuan:

p = Nilai Tertinggi – Nilai Terendah

Banyak kelas

p = 10 – 0 = 5

3.9 Pengolahan dan Teknik Analisa Data

3.9.1 Pengolahan data

Pengolahan dan analisa data bertujuan mengubah data menjadi informasi.

Kegiatan dalam mengolah data meliputi editing, coding, dan tabulasi (Wasis,

2008).

a. Editing

Data perlu diedit untuk mempermudahkan pengolahan data selanjutnya. Hal yang

perlu diperhatikan dalam mengedit adalah apakah pertanyaan telah terjawab dengan

lengkap, apakah catatan sudah jelas dan mudah dibaca, dan apakah coretan yang

ada sudah diperbaiki.


b. Coding

Setelah dlakukan editing, kemudian dilakukan pengkodean data dengan cara

memberi kode 1 untuk jawaban yang benar dan kode 0 untuk jawaban yang salah.

c. Data entry (memasukan data)

Mengisi kolom-kolom atau kotak-kotak lembar kode sesuai dengan jawaban

masing-masing pertanyaan.

d. Tabulating

Data yang sudah lengkap diberi tanda sesuai dengan variabelnya kemudian

dimasukkan dalam tabel menggunakan sistem komputer.

3.9.2 Analisa data

Hasil analisa data disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan

persentase. Adapun analisa data yang disajikan adalah sebagai berikut :

1. Analisa Univariat

Analisa univariat dilakukan terhadap setiap variabel yang diteliti dimana

masing-masing variabel akan dibuat gambaran distribusi dan persentase. Data

tersebut ditampilkan dalam bentuk tabel frekuensi.

2. Analisa Bivariat

Analisa bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel

independen dengan variabel dependen dengan menggunakan uji pired t-test pada

program SPSS. Uji pired t-test dengan derajat kemaknaan (α ) 0,05 dimana X2

hitung > X2 tabel, berarti Ho ditolak dan Ha diterima menunjukkan bahwa terdapat

hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen sementara jika X2


hitung < X2 tabel Ho di terima dan Ha ditolak menunjukkan bahwa tidak terdapat

hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Jika didapat nilai

p < 0,05 berarti ada hubungan yang signifikan antara kedua variabel yang diteliti,

sebaliknya jika p > 0,05 berarti tidak ada hubungan yang signifikan diantara kedua

variabel yang diteliti. Kemudian hasil penelitian dilanjutkan dalam bentuk tabel dan

dibahas dengan menggunakan teori dan kepustakaan yang ada.


LEMBAR KONSULTASI

NamaMahasiswa : Ade Era Suriani


NIM : 1602457
Dosen Pembimbing : Rina Wati S.Kep,Ns
Judul Skripsi :Keefektifan Metode Simulasi Dan Metode Brain
Storming Untuk Meningkatkan Pengetahuan Kesehatan
Reproduksi Remaja Dismk Putra Jaya/Jabal Rahmah
Stabat Tahun 2017

No Hari/Tanggal Materi Konsul Saran Paraf

Anda mungkin juga menyukai