Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Permasalahan kesehatan yang dihadapi sampai saat ini cukup kompleks, karena upaya

kesehatan belum dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Berdasarkan data Riset

Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 diketahui penyebab kematian di Indonesia

untuk semua umur, telah terjadi pergeseran dari penyakit menular ke penyakit tidak

menular, yaitu penyebab kematian pada untuk usia > 5 tahun, penyebab kematian yang

terbanyak adalah stroke, baik di perkotaan maupun di pedesaan. Hasil Riskesdas 2007

juga menggambarkan hubungan penyakit degeneratif seperti sindroma metabolik, stroke,

hipertensi, obesitas dan penyakit jantung dengan status sosial ekonomi masyarakat

(pendidikan, kemiskinan, dan lain-lain). Prevalensi gizi buruk yang berada di atas rata-

rata nasional (5,4%) ditemukan pada 21 provinsi dan 216 kabupaten/kota. Sedangkan

berdasarkan gabungan hasil pengukuran gizi buruk dan gizi kurang Riskesdas 2007

menunjukkan bahwa sebanyak 19 provinsi mempunyai prevalensi gizi buruk dan gizi

kurang di atas prevalensi nasional sebesar 18,4%. Namun demikian, target rencana

pembangunan jangka menengah untuk pencapaian program perbaikan gizi yang

diproyeksikan sebesar 20%, dan target Millenium Development Goals sebesar 18,5%

pada 2015, telah dapat dicapai pada 2007 (Badan Lit-Bang Kes Kemenkes RI, 2007).

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 merupakan riset kedua yang

mengumpulkan data dasar dan indikator kesehatan setelah tahun 2007 yang

merepresentasikan gambaran wilayah nasional, provinsi, dan kabupaten/kota. Indikator

yang dihasilkan antara lain status kesehatan dan faktor penentu kesehatan yang bertumpu

pada konsep Henrik Blum. Riskesdas menghasilkan berbagai peta masalah kesehatan dan

kecenderungannya, dari bayi lahir sampai dewasa. Misalnya, prevalensi gizi kurang pada
balita (BB/U<-2SD) memberikan gambaran yang fluktuatif dari 18,4 persen (2007)

menurun menjadi 17,9 persen (2010) kemudian meningkat lagi menjadi 19,6 persen

(tahun 2013). Beberapa provinsi, seperti Bangka Belitung, Kalimantan Timur,

Kalimantan Tengah, Sulawesi Tengah menunjukkan kecenderungan menurun. Dua

provinsi yang prevalensinya sangat tinggi (>30%) adalah NTT diikuti Papua Barat, dan

dua provinsi yang prevalensinya <15 persen terjadi di Bali, dan DKI Jakarta. Masalah

stunting/pendek pada balita masih cukup serius, angka nasional 37,2 persen, bervariasi

dari yang terendah di Kepulauan Riau, DI Yogyakarta, DKI Jakarta, dan Kalimantan

Timur (<30%) sampai yang tertinggi (>50%) di Nusa Tenggara Timur. Tidak berubahnya

prevalensi status gizi, kemungkinan besar belum meratanya pemantauan pertumbuhan,

dan terlihat kecenderungan proporsi balita yang tidak pernah ditimbang enam bulan

terakhir semakin meningkat dari 25,5 persen (2007) menjadi 34,3 persen (2013) (Badan

Lit-Bang Kes Kemenkes RI, 2013).

Hasil pemetaan penyakit menular yang mencolok adalah penurunan angka period

prevalence diare dari 9,0 persen tahun 2007 menjadi 3,5 persen tahun 2013. Untuk

menjadi catatan penurunan prevalensi diasumsikan tahun 2007 pengumpulan data tidak

dilakukan secara serentak, sementara tahun 2013 pengumpulan data dilakukan bersamaan

di bulan Mei-Juni. Terjadi juga kecenderungan yang meningkat untuk period prevalence

pneumonia semua umur dari 2,1 persen (2007) menjadi 2,7 persen (2013). Prevalensi TB

–paru masih di posisi yang sama untuk tahun 2007 dan 2013 (0,4%). Terjadi peningkatan

prevalensi hepatitis semua umur dari 0,6 persen tahun 2007 menjadi 1,2 persen tahun

2013. Penyakit tidak menular, terutama hipertensi terjadi penurunan dari 31,7 persen

tahun 2007 menjadi 25,8 persen tahun 2013. Asumsi terjadi penurunan bisa bermacam-

macam mulai dari alat pengukur tensi yang berbeda sampai pada kemungkinan

masyarakat sudah mulai datang berobat ke fasilitas kesehatan. Terjadi peningkatan


prevalensi hipertensi berdasarkan wawancara (apakah pernah didiagnosis nakes dan

minum obat hipertensi) dari 7,6 persen tahun 2007 menjadi 9,5 persen tahun 2013. Hal

yang sama untuk stroke berdasarkan wawancara (berdasarkan jawaban responden yang

pernah didiagnosis nakes dan gejala) juga meningkat dari 8,3 per1000 (2007) menjadi

12,1 per1000 (2013). Demikian juga untuk Diabetes melitus yang berdasarkan wawancara

juga terjadi peningkatan dari 1,1 persen (2007) menjadi 2,1 persen (Ba Lit-Bang Kes

Kemenkes RI, 2013).

Perilaku merokok penduduk 15 tahun keatas masih belum terjadi penurunan dari

2007 ke 2013, cenderung meningkat dari 34,2 persen tahun 2007 menjadi 36,3 persen

tahun 2013. Sebanyak 64,9 persen laki-laki dan 2,1 persen perempuan masih menghisap

rokok tahun 2013. Ditemukan 1,4 persen perokok umur 10-14 tahun, 9,9 persen perokok

pada kelompok tidak bekerja, dan 32,3 persen pada kelompok kuintil indeks kepemilikan

terendah. Sedangkan rerata jumlah batang rokok yang dihisap adalah sekitar 12,3 batang,

bervariasi dari yang terendah 10 batang di DI Yogyakarta dan tertinggi di Bangka

Belitung (18,3 batang). Untuk kesehatan lingkungan, ada kecenderungan meningkat

untuk rumah tangga yang bisa akses ke sumber air minum ‘improved’ 62,0 persen tahun

2007 menjadi 66,8 persen tahun 2013, dan variasi antar provinsi yang sangat lebar dari

yang terendah di Kep. Riau (24,0%) dan yang tertinggi Bali dan DI Yogyakarta (>80%).

Demikian halnya untuk rumah tangga yang memiliki akses ke fasilitas sanitasi ‘improved’

juga meningkat dari 40,3 persen (2007) (Ba Lit-Bang Kes Kemenkes RI, 2013).

Hasil Riskesdas diatas menunjukkan bahwa ada beberapa masalah kesehatan

yang meningkat dibanding tahun 2007, antara lain : prevalensi gizi buruk, period

prevalence pneumonia, prevalensi hepatitis dan prevalensi diabetes mellitus. Terkait

dengan perilaku kesehatan diketahui bahwa perilaku merokok pada usia 15 tahun keatas

juga meningkat sehingga resiko paparan penyakit-penyakit akibat rokok juga akan
meningkat. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk mengendalikan

peningkatan indikator-indikator diatas, tetapi kenyataannya masih ada peningkatan dari

tahun ke tahun. Peran perawat yang utama meliputi pelaksanan layanan keperawatan

(care provider), pengelola (manager), pendidik (educator), dan peneliti (researcher).

Terkait dengan peran perawat sebagai pendidik, perawat dituntut mampu untuk

meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan melalui kegiatan

promosi kesehatan. Melalui promosi kesehatan perawat dapat memberikan edukasi pada

masyarakat secara luas terkait dengan masalah kesehatan

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mendeskripsikan peran-peran yang dapat dijalankan perawat dalam kegiatan

perawatan kesehatan masyarakat di Puskesmas.

2. Tujuan Khusus

a. Mendeskripsikan peran-peran perawat

b. Mendeskripsikan pelaksanaan kegiatan Perawatan Kesehatan Masyarakat di

Puskesmas

c. Mendeskripsikan pengintegrasian peran-peran perawat dalam Perawatan

Kesehatan Masyarakat di Puskesmas

C. Manfaat

1. Bagi Perawat Kesehatan Masyarakat

Dapat menjadi bahan masukan mengenai pelaksanaan kegiatan perkesmas sehingga

perawat mampu mengembangkan diri dan keilmuannya.

2. Bagi Kepala Puskesmas

Dapat menjadi bahan masukan mengenai pengembangan upaya kesehatan

masyarakat di Puskesmas
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Promosi Kesehatan

Promosi kesehatan adalah suatu kegiatan penyampaian informasi kesehatan dan ilmu

tentang kesehatan kepada individu, kelompok, keluarga dan komunitas dengan tujuan

dari tidak mampu menjadi mampu merubah kebiasaan yang sesuai dengan prinsip-

prinsip kesehatan dalam berbagai aspek kehidupannya secara mandiri dan menerapkan

sepanjang hidupnya. Menurut Notoatmodjo (2005) yang mengutip pendapat Lawrence

Green (1984) merumuskan definisi sebagai berikut: “Promosi Kesehatan adalah segala

bentuk kombinasi pendidikan kesehatan dan intervensi yang terkait dengan ekonomi,

politik dan organisasi, yang dirancang untuk memudahkan perubahan perilaku dan

lingkungan yang kondusif bagi kesehatan”. Sedangkan Harahap (2011) mengemukakan

bahwa Promosi kesehatan juga merupakan proses pendidikan yang tidak lepas dari

proses belajar. Seseorang dapat dikatakan belajar bila dalam dirinya terjadi perubahan,

dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak dapat mengerjakan sesuatu menjadi dapat

mengerjakan sesuatu.

Program-program kesehatan, terutama yang terkait dengan perilaku sehat perlu selalu

disosialisasikan secara terus menerus, hal ini dikarena perubahan tingkah laku kadang-

kadang hanya dapat terjadi dalam kurun waktu yang relative lama. Dari pengalaman

bertahun-tahun pelaksanaan promosi kesehatan masyarakat mengalami berbagai

hambatan dalam rangka mencapai tujuannya, yaitu mewujudkan perilaku hidup sehat

bagi masyarakat. Dari penelitian-penelitian yang ada terungkap meskipun kesadaran dan

pengetahuan masyarakat sudah tinggi tentang kesehatan, namun perilaku kesehatan

masyarakat masih rendah.

Dari berbagai aspek terkait dalam Promosi Kesehatan yang perlu mendapatkan

perhatian secara seksama adalah tentang metode dan alat peraga yang digunakan dalam
promosi kesehatan. Dengan metode yang benar dan penggunaan alat peraga yang tepat

sasaran, maka materi atau bahan isi yang perlu dikomunikasikan dalam promosi

kesehatan akan mudah diterima, dicerna dan diserap oleh sasaran, sehingga kesadaran

masyarakat akan kesehtan lebih mudah terwujud.

Menurut Giffary (2012) umumnya ada empat faktor yang dapat mempengaruhi

masyarakat agar merubah perilakunya, antara lain : (1) Fasilitasi, yaitu bila perilaku yang

baru membuat hidup masyarakat yang melakukannya menjadi lebih mudah, misalnya

adanya sumber air bersih yang lebih dekat; (2) Pengertian yaitu bila perilaku yang baru

masuk akal bagi masyarakat dalam konteks pengetahuan lokal, (3) Persetujuan, yaitu bila

tokoh panutan (seperti tokoh agama dan tokoh agama) setempat menyetujui dan

mempraktekkan perilaku yang di anjurkan dan (4) Kesanggupan untuk mengadakan

perubahan secara fisik misalnya kemampuan untuk membangun jamban dengan

teknologi murah namun tepat guna sesuai dengan potensi yang di miliki.

Program promosi menekankan aspek ”bersama masyarakat”. Maksudnya adalah (1)

bersama dengan masyarakat fasilitator mempelajari aspek-aspek penting dalam

kehidupan masyarakat untuk memahami apa yang mereka kerjakan, perlukan dan

inginkan, (2) bersama dengan masyarakat fasilitator menyediakan alternatif yang

menarik untuk perilaku yang beresiko misalnya jamban keluarga sehingga buang air

besar dapat di lakukan dengan aman dan nyaman serta (3) bersama dengan masyarakat

petugas merencanakan program promosi kesehatan dan memantau dampaknya secara

terus-menerus.

Metode-metode yang dapat dilaksanakan dalam melaksanakan upaya promosi

kesehatan dapat dibedakan sebagai berikut :

1. Berdasarkan teknik komunikasi

a. Pendekatan langsung : kunjungan rumah, FGD, pertemuan di Balai Desa


b. Pendekatan tak langsung : publikasi media massa, pertunjukan film

2. Berdasarkan jumlah sasaran yang dicapai

a. Pendekatan perorangan : kunjungan rumah, komunikais per telepon

b. Pendekatan kelompok : diskusi, pertemuan, demonstrasi

c. Pendekatan massal : pertemuan umum, pemutaran film, poster

3. Berdasarkan indera penerima

a. Metode melihat dan memperhatikan : poster, gambar, film, poto

b. Metode mendengar : pidato, ceramah, penyuluhan di radio

c. Metode kombinasi : simulasi, demonstrasi cara

B. Tujuan Promosi Kesehatan

Tujuan umum dari promosi kesehatan adalah meningkatnya kemampuan individu,

keluarga, kelompok dan masyarakat untuk hidup sehat dan mengembangkan upaya

kesehatan yang bersumber masyarakat, serta terciptanya lingkungan yang kondusif untuk

mendorong terbentuknya kemampuan tersebut.

Tujuan khususnya adalah :

1. Individu dan keluarga

a. Memperoleh informasi kesehatan melalui berbagai saluran baik langsung

maupun media massa

b. Mempunyai pengetahuan, kemauan dan kemampuan untuk memelihara,

meningkatkan dan melindungi kesehatannya.

c. Mempraktikkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), menuju keluarga

atau rumah tangga yang sehat

d. Mengupayakan paling sedikit salah seorang menjadi kader kesehatan bagi

keluarganya

e. Berperan aktif dalam upaya/ kegiatan kesehatan


2. Tatanan sarana kesehatan, institusi pendidikan, tempat kerja dan tempat umum

a. Masing-masing tatanan mengembangkan kader-kader kesehatan

b. Mewujudkan tatanan yang sehat menuju terwujudnya kawasan sehat

3. Organisasi kemasyarakatan/ organisasi profesi/ LSM dan media massa

a. Menggalang potensi untuk mengembangkan perilaku sehat masyarakat

b. Bergotong royong untuk mewujudkan lingkungan sehat

c. Menciptakan suasana yang kondisuf untuk mendukung perubahan perilaku

masyarakat

4. Program/ petugas kesehatan

a. Melakukan integrasi promosi kesehatan dalam program dan kegiatan

kesehatan

b. Mendukung tumbuhnya perilaku hidup bersih dan sehat di masyarakat,

khususnya melalui pemberdayaan individu, keluarga, dan atau kelompok yang

menjadi kliennya

c. Meningkatkan mutu pemberdayaan masyarakat dan pelayanan kesehatan yang

memberikan kepuasan kepada masyarakat

5. Lembaga Pemerintah/ politisi/ swasta

a. Peduli dan mendukung upaya kesehatan, minimal dalam mengembangkan

lingkungan dan perilaku sehat

b. Membuat kebijakan dan peraturan perundang-undangan dengan

memperhatikan dampak di bidang kesehatan (Kebijakan Nasional Promosi

Kesehatan , Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor :

1193/MENKES/SK/X/2004 - Jakarta, Departemen Kesehatan RI, 2005)


C. Manfaat Promosi Kesehatan

a. Mempererat kerjasama dengan berbagai pihak

b. Meningkatkan hubungan terhadap program kesehatan

c. Meningkatkan percaya diri terhadap kesehatan

d. Meningkatkan pembangunan lingkungan, sistem dan kebijakan kesehatan

D. Sasaran Promosi Kesehatan

Sasaran promosi kesehatan diarahkan pada individu/ keluarga; tatanan kesehatan ,

institusi pendidikan, tempat kerja, dan tempat umum; organisasi kemasyarakatan/

organisasi profesi/ LSM/ dan media massa; program/ petugas kesehatan; dan lembaga

pemerintah/ politisi/ swasta. Menurut Weiss program promosi dikembangkan pada tiga

daerah utama yaitu sekolah, tempat kerja dan kelompok/ masyarakat. Dalam pelaksanaan

program promosi kesehatan, telah terbukti bahwa promosi kesehatan di masyarakat,

sekolah dan tempat kerja cenderung paling efektif (Carleton). Kolbe menambahkan

sasaran lain dalam promosi kesehatan adalah pelayanan medis dan media.

Agar lebih spesifik sasaran promosi kesehatan dibagi menjadi sasaran primer,

sekunder, dan tersier. Sasaran primer adalah sasaran yang mempunyai masalah, yang

diharapkan mau berperilaku sesuai harapan dan memperoleh manfaat paling besar dari

perubahan perilaku tersebut. Sasaran sekunder adalah individu atau keompok yang

memiliki pengaruh oleh sasaran primer, dan diharapkan mampu mendukung pesan-pesan

yang disampaikan kepada sasaran primer. Sasaran tersier adalah para pengambil

kebijakan, penyandang dana, pihak-pihak yang berpengaruh di berbagai tingkatan (pusat,

propinsi, kabupaten, kecamatan dan kelurahan ).


E. Strategi Promosi Kesehatan

Penerapan promosi kesehatan dalam program kesehatan pada dasarnya merupakan

bentuk penerapan strategi global, yang dijabarkan dalam berbagai kegiatan. Berdasarkan

rumusan WHOstrategi promosi kesehatan secara global terdiri dari 3 hal yaitu :

1. Advokasi

Upaya pendekatan pada pimpinan atau pengambil keputusan supaya dapat

memberikan dukungan, kemudahan, pada upaya pembangunan kesehatan. Dukungan

tersebut dapat berupa kebijakan yang dikeluarkan dalam bentuk undang-undang,

peraturan pemerintah, surat keputusan, dan sebagainya. Kegiatannya bisa secara

formal dan informal. Secara formal misalnya presentasi atau seminar tentang issu atau

usulan program yang ingin dimintakan dukungan. Secara informal misalnya datang

kepada pejabat untuk minta dukungan dalam bentuk dana atau fasilitas lain.

2. Dukungan sosial

Suatu kegiatan untuk mencari dukungan sosial melalui tokoh-tokoh masyarakat

(toma) baik formal maupun infromal. Bentuk kegiatannya berupa pelatihan para toma,

bimbingan pada toma.

3. Pemberdayaan Masyarakat (empowerment)


Upaya memandirikan individu, kelompok dan masyarakat agar berkembang

kesadaran , kemauan, dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka sendiri.

Bentuk kegiatannya yaitu penyuluhan kesehatan, pelatihan.(Heri M, 2009)

Berdasarkan Kebijakan Nasional Promosi Kesehatan (2004), strategi

peningkatan promosi kesehatan adalah sebagai berikut :

1. Pengembangan Kebijakan Promosi Kesehatan daerah

2. Peningkatan Sumber daya Promosi Kesehatan

3. Pengembangan Organisasi Promosi Kesehatan


4. Integrasi dan Sinkronisasi Promosi Kesehatan

5. Pendayagunaan Data dan Pengembangan Sistem Informasi Promosi Kesehatan

6. Peningkatan kerjasama dan kemitraan

7. Pengembangan Metode, Teknik dan Media

8. Fasilitasi Peningkatan Promosi Kesehatan

F. Peran Perawat Dalam Promosi Kesehatan

Perawat adalah salah satu tenaga kesehatan yang memiliki peran aktif dalam

upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Hal ini sejalan dengan UU No. 36

Tahun 2009 Pasal 1 ayat 6 yang menyatakan bahwa “Tenaga kesehatan adalah setiap

orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan

dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu

memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan”.

Peran adalah seperangkat perilaku yang diharapkan oleh individu sesuai dengan

status sosialnya. Peran menggambarkan otoritas seseorang yang diatur dalam sebuah

aturan yang jelas. Sebagai tenaga kesehatan, perawat memiliki sejumlah peran di dalam

menjalankan tugasnya sesuai dengan hak dan kewenangannya. Peran utama dari perawat

adalah sebagai pelaksana, pengelola, pendidik dan peneliti :

1. Pelaksana layanan keperawatan (care provider). Perawat memberikan layanan berupa

asuhan keperawatan secara langsung kepada klien baik individu, keluarga maupun

komunitas sesuai dengan kewenangannya. Dalamperannya sebagai care provider,

perawat bertugas untuk :

a. Memberi kenyamanan dan rasa aman bagi klien

b. Melindungi hak dan kewajiban klien agar tetap terlaksana dengan seimbang

c. memfasilitasi klien dengan anggota tim kesehatan lainnya

d. berusaha mengembalikan kesehatan klien


2. Pengelola (Manager). Perawat mempunyai peran dan tanggung jawab dalam

mengelola layanan keperawatan disemua tatanan layanan kesehatan baik dirumah

sakit, puskesmas dan sebagainya maupun tatanan pendidikan yang berada dalam

tanggungjawabnya sesuai dengan konsep manajemen keperawatan. Dalam fungsi

perawat sebagai manager berarti perawat melakukan fungsi manajemen keperawtan

yaitu planning, organizing, actuating, staffing, directing dan controlling.

a. Perencana (planning).seorang manajer keperawatan harus mampu menetapkan

pekerjaan yang akan dilaksanaka untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Fungsi perencana meliputi, mengenali masalah, menetapkan dan

mengkhususkan tujuan jangka panjang dan jangka pendek, mengembangkan

tujuan dan terakhir menguraikan bagaimana tujuan dan sasaran tersebut dapat

dicapai.

b. Pengorganisasian (Organizing). Fungsi ini meliputi proses mengatur dan

mengalokasikan suatu pekerjaan, wewenang serta sumber daya keperawatan

sehingga tujuan keperawatan dapat tercapai

c. Gerak aksi (actuating) mencakup kegiatan yang dilakukan oleh seorang

manajer keperawatan untuk mengawali dan melanjutkan kegiatan yang telah

ditetapkan dalam unsur perencanaan dan pengorganisasian agar dapat

mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

d. Pengelolaan staf (staffing) mencakup memperoleh, menempatkan dan

mempertahankan anggota atau staf pada posisi yang dibutuhkan dalam

pekerjaan keperawatan

e. Pengarahan (directing) mencakup mampu memberikan arahan kepada staf

sehingga mereka menjadi perawat yang berpengetahuan dan mampu bekerja

secara efektif guna mencapai sasaran yang telah ditetapkan


f. Pengendali (controlling) mencakup kelanjutan tugas untuk melihat apakah

kegiatan yang dilaksanakan oleh staf telah berjalan dengan baik.

3. Pendidik dalam keperawatan (educator). Perawat berperan mendidik individu,

keluarga dan masyarakat serta tenaga keperawatan dan tenaga kesehatan lainnya.

Perawat bertugas untuk memberikan pendidikan kesehatan kepada klien sebagaiupaya

menciptakan perilaku individu atau masyarakat yang kondusif bagi kesehatan. Untuk

dapat melaksanakan perannya sebagaipendidik, ada beberapa kemampuan yang harus

dimiliki seorang perawat antara lain wawasan ilmu pengetahuan yang luas,

kemampuan berkomunikasi, pemahaman psikologis dan kemampuan menjadi model

atau contoh dalam perilaku profesional.

4. Peneliti (researcher) Mengidentifikasi masalah penelitian, menerapkan prinsip dan

metode penelitian, serta memanfaatkan hasil penelitian untuk meningkatkan mutu

asuhan atau pelayanan dan pendidikan keperawatan (Asmadi, 2008).


BAB III
PEMBAHASAN
A. Peran Perawat Dalam Tatanan Individu dan Keluarga (Masyarakat)
Peran perawat dalam promosi kesehatan kepada individu antara lain :

1. Edukator

Perawat memberikan pendidikan kesehatan melalui penyuluhan kesehatan.

Misalnya :

sebagai perawat komunitas akan secara berkala melakukan kunjungan rumah pada

individu atau keluarga yang mengalami penyakit TBC. Keluarga atau individu akan

diberikan pendidikan kesehatan mengenai rumah sehat, PMO dan cara penularan

2. Role Model

Perawat akan memberikan contoh tentang cara mempertahankan kesehatan. Peran ini

sejalan dengan peran sebagai edukator.

Misalnya :

Seorang perawat keluarga melakukan kunjungan rumah pada keluarga yang salah satu

anggota keluarganya mengalami TBC. Pada kunjungan tersebut perawat akan

memberikan penyuluhan sekaligus contoh misalnya tentang tata cara batuk efektif.

Dalam hal ini perawat akan memberikan demonstrasi mengenai cara batuk efektif.

3. Fasilitator

Perawat akan membantu memberikan jalan keluar dalam mengatasi masalah

kesehatan yang dihadapi individu atau keluarga.

Misalnya :

dalam kunjungan keluarga perawat menemukan masalah kesehatan pada anggota

keluarga tersebut. Perawat akan membantu keluarga memecahkan masalah tersebut

dengan melibatkan keikutsertaan keluarga merawat anggotakeluarga yang sakit


Peran perawat dalam promosi kesehatan pada individu atau keluarga pada dasarnya

bertujuan untuk meinngkatkan kemampuan, kemauan, dan pengetahuan individu atau

keluarga dalam upaya peningkatan derajat kesehatan.

B. Peran Perawat Dalam Tatanan Program/ Petugas Kesehatan (Puskesmas)

Kegiatan yang dilakukan terintegrasi sesuai fungsi manajemen meliputi

perencanaan, penggerakan pelaksanaan, pengawasan pengendalian dan penilaian, yang

dilakukan diberbagai tingkat administrasi baik dipusat, propinsi maupun kabupaten/ kota.

Kegiatan tersebut memuat stategi promosi kesehatan yaitu pemberdayaan masyarakat,

bina suasana dan advokasi.

a. Perencanaan

Pada tahap perencanaan dilakukan kegiatan sebagai berikut :

1. Pengkajian yang dimaksud untuk mendapatkan informasi tentang besaran

masalah dan penyebabnya, potensi yang dapat didayagunakan dalam

pemecahan masalah.

2. Menggalang komitmen dan dukungan dari lintas program dan sektor dalam

pelaksanaan integrasi melalui pertemuan lintas program dan sektor terkait

dalam promosi kesehatan.

3. Menyusun perencanaan integrasi promosi kesehatan dan program kesehatan

b. Penggerakan pelaksanaan

1. Melaksanakan integrasi promosi kesehatan dalam program kesehatan di

kabupaten/kota sesuai rencana yang telah disepakati bersama.

2. Melaksanakan pertemuan koordinasi lintas program dan sektor secara berkala

untuk menyelaraskan kegiatan.


c. Pengawasan, pengendalian dan penilaian

Pengawasan, pengendalian dan penilaian dilakukan disetiap tahap fungsi

manajemen.

1. Pengawasan untuk melihat apakah kegiatan dilaksanakan sesuai rencana yang

telah ditetapkan.

2. Pengendalian dilakukan agar kegiatan yang telah dilaksanakan sesuai dengan

arah dan tujuan, mengantisipasi masalah/ hambatan yang mungkin terjadi.

3. Penilaian dilakukan untuk melihat keberhasilan pelaksanaan integrasi `pada

akhir kegiatan.

4. Mendokumentasikan kegiatan integrasi, untuk bahan pembelajaran perbaikan

program integrasi mendatang.

5. Memberikan umpan balik kepada lintas program dan sektor terkait untuk

perbaika kegiatan integrasi selanjutnya.

Kegiatan integrasi promosi kesehatan

Kegiatan yang dilakukan dalam berbagai tatanan rumah tangga, bina suasana

dan advokasi yang meliputi :

a. Integrasi promosi kesehatan dengan program KIA dan Anak

b. Integrasi promosi kesehatan dengan program gizi masyarakat

c. Integrasi promosi kesehatan dengan program lingkungan sehat

d. Integrasi promosi kesehatan dengan program jaminan pemeliharaan kesehatan (

JPK ).

e. Integrasi promosi kesehatan dengan program pencegahan dan penanggulangan

penyakit tidak menular (P2PTM).

(Pusat promosi kesehatan departemen kesehatan RI, tahun 2006)

Anda mungkin juga menyukai