Anda di halaman 1dari 14

4

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Abdomen

Dinding abdomen terdiri daripada kulit, fascia superfiscialis, lemak, otot-


otot, fascia transversalis dan parietal peritoneum (Shaikh, 2014). Selain itu, posisi
abdomen ada diantara toraks dan pelvis (Moore, 2014)

Pada abdomen, terdapat empat kuadran yang dibahagi dari bagian midline
dan bagian transumbilical (Pansky, 2013)

Gambar 2.1 Kuadran empat bagian abdomen (Netter, 2014)

1) Bagian kanan atas: Hepar dan kantong empedu

2) Bagian kiri atas: Gastric dan limfa

3) Bagian kanan bawah: Cecum, ascending colon dan usus kecil

4) Bagian kiri bawah: Descending colon, sigmoid colon, dan usus kecil

Universitas Sumatera Utara


5

Menurut Singh (2014), bagian-bagian abdomen terbahagi kepada :

Gambar 2.2 Bagian-bagian abdomen (Pansky, 2013)

1) hypocondriaca dextra
2) epigastrica
3) hypocondriaca sinistra
4) lateralis dextra
5) umbilicalis
6) lateralis sinistra
7) inguinalis dextra
8) pubica
9) inguinalis sinistra

Menurut Singh (2014),tempat organ abdomen adalah pada:

1) Hypocondriaca dextra meliputi organ: lobus kanan hepar, kantung empedu,


sebagian duodenum fleksura hepatik kolon, sebagian ginjal kanan dan
kelenjar suprarenal kanan.
2) epigastrica meliputi organ: pilorus gaster, duodenum, pankreas dan
sebagian hepar.

Universitas Sumatera Utara


6

3) hypocondriaca sinistra meliputi organ: gaster, lien, bagian kaudal pankreas,


fleksura lienalis kolon, bagian proksimal ginjal kiri dan kelenjar suprarenal
kiri.
4) lateralis dextra meliputi organ: kolon ascenden, bagian distal ginjal kanan,
sebagian duodenum dan jejenum.
5) Umbilicalis meliputi organ: Omentum, mesenterium, bagian bawah
duodenum, jejenum dan ileum.
6) Lateralis sinistra meliputi organ: kolon ascenden, bagian distal ginjal kiri,
sebagian jejenum dan ileum.
7) Inguinalis dextra meliputi organ: sekum, apendiks, bagian distal ileum dan
ureter kanan.
8) Pubica meliputi organ: ileum, vesica urinaria dan uterus (pada kehamilan).
9) Inguinalis sinistra meliputi organ: kolon sigmoid, ureter kiri dan ovarium
kiri.

2.2. Trauma Abdomen

2.2.1. Definisi

Kata trauma ini berasal dari kata Yunani untuk luka sehingga definisi
sederhana adalah bahwa trauma adalah cedera yang dihasilkan dari kekuatan fisik
eksternal (Hamilton, 2013). Trauma abdomen didefinisikan sebagai trauma yang
melibatkan daerah antara diaphragma atas dan panggul bawah (Guilon, 2011).

2.2.2. Klasifikasi dan Etiologi

Menurut Smith et. al (2011) trauma abdomen diklasifikasikan menjadi dua


menjadi trauma tumpul dan trauma tajam.

Universitas Sumatera Utara


7

2.3. Trauma tumpul

2.3.1. Etiologi

Trauma tumpul paling banyak disebabkan oleh kecelakaan ataupun motor


vehicle collisions(MCVs). Daripada itu, kecelakaan antara kenderaan dengan
kenderaan dan kenderaan dengan pejalan kaki telah menyebabkan 50-70 %
daripada trauma ini. Penyebab trauma tumpul yang lain adalah kecelakaan di
tempat industri ataupun kecelakaan rekreasi. Antara penyebab trauma tumpul
yang jarang berlaku adalah iatrogenic trauma apabila melakukan cardiopulmonary
resusitasi dan melakukan Heimlich maneuver (Legome, 2014).

2.3.2. Mekanisme

Terdapat empat mekanisme untuk trauma tumpul :

1) Tenaga kompresi (hantaman)


Kompresi external dari arah lateral atau antero-posterior akan menggangu
organ yang terfiksasi pada bagian rongga perut. Organ- organ yang berada
pada peritoneal seperti hepar, limpa dan duodenojejunal (DJ) flexure
rentan terhadap trauma seperti ini karena ia berada pada bagian visera
retroperitoneal. Ruptur langsung juga bisa terjadi jika berlaku pendarahan.
2) Shearing
Pasokan pada abdomen dengan tenaga deselerasi dan akselerasi akan
menyebabkan organ bergerak dan dirobek dan ini akan menyebabkan
pendarahan yang signifikan banyak.
3) Bursting
Kompresi external ke rongga perut akan menghasilkan peningkatan pada
tekanan intra abdominal dan pada lumen organ yang berongga dan akan
menyebabkan efek bursting. Bagian yang paling rentan kepada bursting
adalah pada bagian oesophagogastric pada kasus ruptur diaphragma.

Universitas Sumatera Utara


8

4) Penetrasi
Cedera tumpul ke tulang panggul, tulang belakang lumbosakral, atau
tulang rusuk dapat menghasilkan spikula tulang yang menembus kedua
organ berongga dan padat. (Smith, et al., 2010).

Cedera khusus

A. Diafragma

Cedera ataupun robekan pada diafragma terjadi pada bagian-bagian


tertentu ataupun pada kedua-dua diafragma. Bagian yang paling sering
cedera adalah pada bagian kiri dan juga sering disebabkan oleh bursting.
Biasanya pada luka tusuk, bagian diafragma mempunyai potensi untuk
cedera. Cedera pada bagian ini disebabkan oleh trauma tumpul ataupun
trauma tembus. Selain itu, cedera diafragma dapat terjadi dalam arah yang
berlawanan dengan tempat terjadi tembusan dari bagian thorax kepada
bagian abdomen. Lebih dari setengah dari kasus trauma pada bagian
diafragma akan berkaitan dengan cedera pada hepar dan
haemopneumothoraks.

B. Hati

Walaupun dilindungi oleh iga kanan, hati merupakan organ yang paling
sering mengalami kecederaan dalam kasus trauma abdomen. Pada kasus
trauma tumpul, kompresi dan shearing merupakan faktor paling dominan
dalam mekanisme kecelakaan. Hati diselaputi oleh kapsul fibrosa dan
diikat pada dinding abdomen oleh ligamentum falciform. Apabila
mengalami tekanan ataupun kompresi, paling sering di iga bawah, hati
tidak dapat dilindungi sehingga menyebabkan terjadinya laserasi pada
parenkim.

Universitas Sumatera Utara


9

C. Limfa

Kebanyakan kecederaan pada limfa sama seperti kecederaan di hati.


Walaupun berada pada posisi yang dilindungi oleh iga, limfa sering
mengalami kecederaan disebabkan oleh trauma tumpul. Kecederaan pada
limfa paling sering disebabkan oleh motor vehicle crashes(MVCs), dan
kecelakaan olahraga dan ruptur secara langsung juga menjadi penyebab.

D. Ginjal

Ginjal selalunya dilindungi di bagian retroperitoneum dan hanya terjadi


kecederaan jika mengalami trauma yang berat (cedera pada bagian ginjal
hanya berlaku sebanyak kira-kira 10% dari kasus trauma abdomen).
Cedera daripada kompresi haruslah dengan kekuatan yang tinggi karena
perlindungan yang terdapat pada bagian tersebut adalah dari dinding
abdomen yang posterior tetapi rentan kepada cedera deselerasi. Kasus
yang menyebabkan kecederaan pada ureter atas juga jarang terjadi (Nerli
dan Patil dan Devaraju dan Hiremath, 2015).

E. Pankreas

Kebanyakan cedera pada pancreas umumnya disebabkan oleh trauma


tumpul, dan mekanismenya adalah melalui kompresi. Trauma ini
disebabkan oleh kompresi apabila pemandu kenderaan mengalami
hentaman pada bagian torso pada kemudi mobil, dan menghancurkan
pancreas (Smith et,al,2011)

F. Perut

Cedera pada bagian ini umumnya sering terjadi karena trauma tembus
daripada trauma tajam. Pada kasus trauma tumpul, kenaikan tekanan intra
abdominal akan menyebabkan bursting dan pada gastro-esophageal
junction terjadi shearing (Smith et at, 2011). Gastric rupture juga terjadi
tetapi jarang (Hermosa Jl, 2008).

Universitas Sumatera Utara


10

2.3.3. Gejala Klinis

Gejala klinis untuk trauma tumpul adalah nyeri abdomen, iritasi peritoneal,
dan sehingga terjadi shock hipovolemik (Schaider, 2012). Selain itu, bisa
kelihatan Cullen’s sign, dan Grey Turner’s sign pada abdomen dan pada bahu
terdapat Kehr’s sign (Queensland Ambulance Service, 2015).

2.3.4. Diagnosa

A. Anamnesis
Mekanisme cedera harus dieksplorasi seperti posis jatuh, asal ketinggian,
jenis alat yang melukai, kecepatan dan sebagainya.

B. Pemereriksaan Fisis:
1. Kadang-kadang dijumpai jejas di dinding abdomen
2. Tanda rangsangan peritoneum: nyeri tekan, nyeri ketok, nyeri lepas, dan
defans muscular.
3. Darah atau cairan yang cukup banyak dapat dikenali dengan shifting
dullness sedangkan udara bebasdapat deketahui dengan beranjaknya pekak
hati
4. Bising usus dapat melemah atau menghilang
5. Adanya lap-belt sign (kontusio dinding perut) dengan curiga trauma usus.

C. Pemeriksaan Penunjang
1. Darah perifer lengkap: tanda infeksi dan pendarahan
2. Urinalisis dapat dilakukan untuk menunjang kemungkinan diagnosis
cedera saluran kemih
3. Roentfen abdomen 3 posisi digunakan untuk mengetahui adanya udara
bebas
4. Sistogram dan IVP apabila dicurigau trauma saluran kemih

Universitas Sumatera Utara


11

5. Roentgen toraks: pneumoperitonium, isi abdomen(ruptur hemidiafragma)


atau fraktur iga bawah yang menandakan kemungkinan cedera limpa dan
hepar.
6. USG: melihat adanya cairan intraperitoenal bebas seperti pada region
spesifik kantong Morison, kuadran kiri atas dan pelvis.
7. CT scan digunakan untuk melihat cedera pada organ seperti ginjal, derajat
cedera hati dan limpa terutama pada pasien yang memiliki hemodinamik
stabil
8. Bilasan rongga perut(peritoneal lavage) diagnostic dapat dilakukan apabila
tidak terdapat indikasi laparotomi yang jelas, kondisi pasien hipotensi atau
syok. Bilasan dilakukan dengan memasukan cairan garam fisiologis
hingga 1000mL melalui kanul setelah sebelumnnya pada pengisipan tidak
ditemukan cairan. Kriteria standar hasil positif pada trauma tumpul adalah
aspirasi minimal 10 mL darah, cairan kemerahan, ditemukan
eritrosit >100.000/mm3, leukosit >500/mm3, amylase >175 IU/dL atau
terdapat bakteri, cairan empedu, serat makanan.
9. Ultrasound FAST akan memberikan cara yang cepat, noninvasive, akurat
dan murah untuk mendeteksi hemoperitoneum. Ini juga dapat dilakukan
sebagai bedside diagnostic di kamar resusitasi. Sesudah scan pertama
dilakukan, scan kedua dilakukan lagi idealnya atau scan control 30 menit
berikut. Scan kontrol ditujukan untuk melihat pertambahan
hemoperitoneum pada pasien dengan pendarahan yang berangsur-
angsur( Eastern Association for the Surgery of trauma, 2001)
Berikut adalah algoritme untuk mendiagnostik trauma tumpul abdomen:

Universitas Sumatera Utara


12

Gambar 2.3. Algoritme diagnosa trauma tumpul abdomen (Butt, Zacharias dan
Velmahos, 2009)

2.3.5. Penatalaksanaan

Menurut Adams, et al. (2005), pasien tidak stabil yang hipotensif atau
takikardi, haruslah memasang jalur infus intravena dan pasien juga harus
mendapat resusitasi cairan iaitu cristaloid. Nasogastric tube (NGT) atau orogastric
tube (OGT) juga haruslah dipasang pada pasien kasus ini. Selepas memastikan
tidak ada trauma pada ureter, Foley catheter haruslah dipasangkan. Jika resusitasi
cristaloid tidak dapat memperbaikan keadaan haemodinamik, pemberian darah
haruslah dilakukan secepat mungkin. Pasien dengan hemodinamiknya tidak stabil,
seperti trauma pada dinding usus dan eccymosis pada dinding abdomen, operasi
harus dilakukan secepat mungkin. Untuk pasien yang tidak stabil terutama pada
pasien trauma multisistem, DPL ataupun pemeriksaan FAST harus dilakukan.

Untuk pasien stabil dengan trauma tumpul, terdapat beberapa faktor untuk
menangani kasus tersebut. Pasien dengan trauma abdomen yang tumpul dan sadar
dapat dilakukan beberapa pemeriksaan pada departmen emergensi atau di hospital.
Pasien dengan trauma tumpul abdomen dan positif terjumpa trauma yang lain atau
cedera pada bagian retroperitoneal haruslah dilakukan CT abdomen. Pasien juga
haruslah diikuti dengan USG, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan hematokrit. Ct
dapat menentukan jika terdapat cedera yang harus ditataksana secara nonoperatif .

Universitas Sumatera Utara


13

CT pada pasien dengan tes negatif pada FAST dapat mengidentifikasi luka pada
bagian lain seperti trauma usus. Selain itu, CT dapat mengidentifikasi cedera pada
bagian retroperitoneum, pelvis, vertebra dan bagian bawah dada.

2.4. Trauma tajam

2.4.1. Definisi

Menurut Offner (2014), trauma tembus disebabkan oleh proyektil


kecepatan tinggi (64%), diikuti dengan luka tusuk (31%) dan luka tembak (5%).
Selain itu, luka tembus juga disebabkan oleh kekerasan di rumah tangga dan dari
perspektif global, kecelakaan daripada peperangan.

2.4.2. Mekanisme

Trauma tajam abdomen adalah suatu ruda paksa yang mengakibatkan luka
pada permukaan tubuh dengan penetrasi ke dalam rongga peritoneum yang
disebabkan oleh tusukan benda tajam (Yucel et al, 2014). Luka tusuk maupun
luka tembak akan mengakibatkan kerusakan jaringan karena laserasi ataupun
terpotong. Luka tembak dengan kecepatan tinggi akan menyebabkan transfer
energi kinetik yang lebih besar terhadap organ viscera, dengan adanya efek
tambahan berupa temporary cavitation, dan bisa pecah menjadi fragmen yang
mengakibatkan kerusakan lainnya. Kerusakan dapat berupa perdarahan bila
mengenai pembuluh darah atau organ yang padat. Bila mengenai organ yang
berongga, isinya akan keluar ke dalam rongga perut dan menimbulkan iritasi pada
peritoneum (Sjamsuhidajat, 2010).

2.4.3. Gejala Klinis

Trauma tajam akan menyebabkan hilangnya seluruh atau sebagian fungsi


organ, respon stres simpatis, pendarahan, dan nyeri tekan, nyeri ketok, nyeri lepas
dan kekakuan (rigidity) dinding perut (Smith, et al, 2010).

Universitas Sumatera Utara


14

2.4.4. Diagnosa

A. Anamnesis
Mekanisme trauma tembus perlu ditanyakan dengan keterangan selengkap
mungkin seperti senjata yang melukai, arah tusukan atau bagaimana terjadinya
kecelakaan (Wibisono dan Jeo, 2014 ). Juga ditanyakan untuk mengetahui organ
intra abdominal yang berpotensi mengalami trauma (Smith, et al, 2010).

B. Pemeriksaan Fisis:
1. Inspeksi abdomen: jejas di dinding perut
2. Tanda-tanda peritonitis, sepsis, syok, dan penurunan kesadaran.
- Perforasi di daerah atas(misalnya lambung): perangsangan segera
terjadi dan timbul peritonitis hebat
- Perforasi organ pencernaan yang lebih distal; perangsangan
peritoneum memerlukan waktu karena mikroorganisme butuh
waktu untuk berkembang biak.
3. Colok dubur apabila dicuragai cedera anorektal;
4. Adanya eviserasi pada usus omentum.

C. Pemeriksaan Penunjang :
1. Darah perifer lengkap: tanda anemia dan infeksi (leukositosis);
2. Ultrasonografi untuk menemukan adanya cedera organ cairan
intraperitoneal dan pendarahan.
3. CT-scan pada kasus yang lebih stabil untuk menunjang tata laksana
berikutnya (Wibisono, et al, 20).
4. Untuk pasien unstable, USG harus dilakukan secepat mungkin sebagain
primary survey(circulation). FAST yang positif menunjukkan bahwa
terdapat pendarahan intraabdominal dan ini menyebabkan hipotensi.
5. Untuk pasien stable, terdapat tiga cara untuk mendiagnosa:
- US: Screening awal boleh dilakukan untuk pasien hemodinamik
stabil.

Universitas Sumatera Utara


15

- Diagnostik peritoneal lavage (Schaider, et al, 2012).

2.4.5. Penatalaksanaan

Pasien trauma abdomen tajam yang harus dilakukan tatalaksana secara non
operatif haruslah berdasarkan dua faktor iaitu stabil secara haemodinamik dan
negatif peritonitis. Semua bagian yang cedera haruslah dieksplorasi terlebih
dahulu dan jika ia menembus peritoneum, tindakan lapratomi haruslah dilakukan
(Butt, et al, 2009). Menurut Gonzalez (2001), apabila ada prolaps visera,
peritonitis, syok, terdapat darah dalam lambung, lavase peritoneal yang positif
merupakan indikasi untuk melakukan laparotomi.

Gambar 2.4. Algoritme tatalaksana trauma tajam abdomen (Adam, et al 2010)

Universitas Sumatera Utara


16
1. Bagaimana patofisiologi mual ?
- Muntah dipicu oleh adanya
impuls afferent
yang menuju pusat muntah, yangterletak di medulla otak. Impuls tersebut diterima dari pusat sensori seperti
chemoreceptor trigger zone (CTZ),
korteks serebral, serta
visceral afferent
dari faringdan saluran cerna.Impuls afferent yang sudah terintegrasi dengan pusat muntah, akanmenghasilkan
impuls efferent
menuju pusat salivasi, pusat pernafasan, daerah salurancerna, faring, dan otot otot perut yang semuanya
bersinergi memicu proses muntah. Nah dari sini terlihat alasan ketika muntah terjadi nafas tidak beraturan,
terengah engah,keringat, kontraksi perut, ataupun keluar saliva/air liur.Penyebab dan proses terjadinya muntah
dapat dilihat pada gambar berikut:

CTZ merupakan daerah kemosensori utama pada proses emesis/muntah dansering dipicu oleh senyawa
senyawa kimia. Obat obat sitotoksik pun memicu emesismelalui mekanisme berinteraksi dengan
CTZ. Beberapa neurotransmiter dan reseptor terdapat di pusat muntah, CTZ, dan saluran cerna, meliputi
kolinergik, histaminik,dopaminergik, opiat, serotonergik, neurokinin, serta benzodiazepin. Nah dari sini
jugaterlihat bahwa adanya stimulasi pada satu ataupun beberapa reseptor ini akan memicumuntah. Itulah
sebabnya, mekanisme kerja obat antiemetik akan berkutat dalammenghambat ataupun mengantagonis reseptor
emetogenik tersebut seperti terlihat padagambar berikut
2. apa makna dari nyeri ulu hati 3 hari sebelum

1. Gastritis

Gastritis adalah radang yang terjadi pada lambung. Penyakit ini juga banyak dikenal dengan
sebutan sakit maag. Orang yang menderita gastritis biasanya akan mengalami berbagai
gejala. Salah satunya adalah sakit di bagian ulu hati. Hal ini dikarenakan peradangan yang
terjadi pada lapisan lambung berkontak dengan asam lambung, sehingga menyebabkan rasa
nyeri di bagian ulu hati yang biasanya disertai rasa mual.

2. Reflux Asam Lambung (GERD)

Gastroesophageal Reflux (GERD) atau juga dikenal dengan nama reflux asam lambung,
merupakan suatu kondisi naiknya asam lambung hingga ke kerongkongan (esofagus).
Reflux asam lambung ditandai dengan beberapa gejala seperti nyeri di bagian ulu hati, yang
disertai rasa mual, hingga rasa terbakar di belakang tulang dada.

3. Tukak Lambung

Penyakit ini disebabkan oleh adanya luka terbuka pada lapisan dinding lambung atau
sebagian usus kecil. Luka itu terjadi ketika zat asam dalam saluran pencernaan merusak

Universitas Sumatera Utara


17
permukaan dalam lambung atau usus kecil, hingga membuat luka terbuka yang cukup
menyakitkan.
Pengidap tukak lambung biasanya akan mengalami beberapa gejala seperti sakit di bagian
ulu hati yang bisa terasa hingga ke area pusar, dan akan terasa sangat parah ketika perut
kosong dan pada malam hari. Pada beberapa kasus, pengidap tukak lambung juga akan
mengalami muntah darah, hilang nafsu makan dan penurunan berat bedan yang drastis.

4. Sindrom Iritasi Usus (Irritable Bowel Syndrome)

Penyakit lainnya yang juga memiliki gejala sakit ulu hati adalah sindrom iritasi usus, yang
menyerang usus besar. Gejalanya tidak hanya sakit di bagian ulu hati, tapi juga disertai
kram, perut kembung dan perubahan frekuensi buang air besar.
Kondisi ini belum bisa dipastikan penyebabnya. Biasanya dialami oleh wanita yang berusia
di bawah 45 tahun, atau orang-orang yang memiliki anggota keluarga yang menderita
sindrom iritasi usus, dan gangguan kesehatan mental seperti depresi dan gangguan
kecemasan.

5. Penyakit Kantong Empedu

Kantong empedu merupakan kantong kecil yang letaknya berada di bawah hati. Kantong ini
berfungsi untuk menyimpan cairan yang membantu tubuh mencerna lemak, yang disebut
cairan empedu. Ketika kantong empedu bermasalah, seseorang dapat mengalami sakit perut
yang luar biasa, terutama di bagian ulu hati, yang disertai dengan demam, mual, muntah dan
nyeri dada. Beberapa penyakit kantong empedu yang perlu diwaspadai adalah batu empedu,
radang dan infeksi empedu, serta kanker empedu.

6. Preeklamsia

Preeklamsia ini biasanya terjadi pada ibu hamil. Janin yang terus membesar seiring masa
kehamilan akan menekan perut dan menimbulkan rasa sakit. Itulah mengapa ibu hamil
sangatlah rentan mengalami sakit di bagian ulu hati.
Namun jika nyeri ulu hati berlangsung terus menerus dan disertai beberapa gejala lain
seperti pembengkakan pada kaki dan tangan, sakit kepala yang parah, mual, muntah,
penglihatan kabur dan penurunan frekuensi buang air kecil, ibu hamil perlu segera
memeriksakan diri ke dokter. Karena kondisi ini dapat berakibat fatal bagi ibu dan janin.

3. Apa makna riwayat trauma di sangkal dan tidak ada riwayat muntah darah ?
4. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan spesifik ?
5. Apa makna terdapat cairan kehijauan pada NGT ?
6. Bagaimana interpretasi pemeriksaan tambahan ?

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai