CRS - Hernia Medialis Bilateral Reponible
CRS - Hernia Medialis Bilateral Reponible
HERNIA
MEDIALIS
BILATERAL
REPONIBEL
Oleh :
Teda Faadhila
1210312106
Preseptor :
dr. Arsil Hamzah, Sp. B
1
2017
2
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita ucapkan kepada Allah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga karya tulis ilmiah berupa Case
Report Session yang berjudul Hernia Medialis Bilateral Reponibel dapat penulis
selesaikan.
Terima Kasih penulis ucapakan kepada staf pengajar yang telah
membimbing penulis selama menjalani kepaniteraan klinik senior di bagian Ilmu
Bedah, serta dr. Arsil Hamzah, Sp.B sebagai pembimbing dalam penulisan karya
tulis ilmiah ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa karya tulis ilmiah ini masih jauh
dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan segala kritik
dan saran yang membangun demi perbaikan di masa yang akan datang.
Akhir kata penulis berharap semoga karya tulis ilmiah ini dapat memberi
manfaat bagi kita semua di masa mendatang.
Penulis
3
BAB 1
PENDAHULUAN
Hernia merupakan penonjolan isi rongga melalui defek atau bagian lemah
dari dinding rongga bersangkutan. Hernia terdiri atas cincin, kantong, dan isi
hernia. Berdasarkan terjadinya, hernia dibagi atas hernia bawaan atau kongenital
dan hernia dapatan atau akuisita. Berdasarkan letaknya, hernia diberi nama sesuai
dengan lokasi anatominya, seperti hernia diafragma, inguinal, umbilikalis,
femoralis, dll. Sekitar 80-90% ditemukan pada laki-laki dan 10% pada
perempuan.1 Hampir 75% dari hernia abdominalis merupakan hernia ingunalis. 2
Sebesar 60% hernia terjadi pada sisi kanan, sebesar 20-25% di sisi kiri, dan
sebesar 15% terjadi bilateral.3 Tahun 2004 di Indonesia, hernia inguinalis
menempati urutan ke-8 dengan jumlah 18.145 kasus.4 Menurut data dari Dinas
Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah, jumlah kasus hernia inguinalis yang dirawat
inap pada tahun 2010 - 2011 yaitu 410 kasus. Ini merupakan jumlah dari kasus
hernia inguinalis yang terjadi di 6 rumah sakit yang ada di Sulawesi Tengah.
Rumah Sakit Umum Anutapura Palu merupakan rumah sakit yang memiliki
jumlah kasus hernia inguinalis yang dirawat inap periode 2010 – 2011 terbanyak
yaitu 269 kasus.5
Pada hernia inguinalis medialis keluhan pada orang dewasa berupa
benjolan di lipat paha yang timbul pada waktu mengejan, batuk, atau mengangkat
beban berat dan menghilang waktu istirahat baring.6 Hernia inguinalis inkarserata
dan strangulata merupakan kasus akut abdomen yang harus segera ditangani oleh
karena dapat memengaruhi morbiditas (19-30%) dan juga mortalitas (1,4-13,4%).7
4
1.3 Batasan Masalah
Batasan penulisan case report ini membahas mengenai anatomi, definisi,
epidemiologi, etiologi dan patogenesis, manifestasi klinis, diagnosis, diagnosis
banding, penatalaksanaan, komplikasi, dan prognosis hernia inguinalis medialis.
1.4 Metode Penulisan
Penulisan case report ini menggunakan metode penulisan tinjauan
kepustakaan merujuk pada berbagai literatur.
5
BAB 2
PEMBAHASAN
6
Gambar 2. Lokasi terjadinya hernia
Secara umum, hernia merupakan penonjolan isi rongga melalui defek atau
bagian lemah dari dinding rongga bersangkutan. Semua hernia terjadi melalui
celah lemah atau kelemahan yang potensial pada dinding abdomen yang
dicetuskan oleh peningkatan tekanan intraabdomen yang berulang atau
berkelanjutan.10 Berdasarkan letaknya, hernia diberi nama sesuai lokasi
anatominya, seperti hernia inguinal, diafragma, umbilikalis, femoralis, dan lain-
lain. Meskipun hernia dapat terjadi di berbagai tempat dari tubuh kebanyakan
defek melibatkan dinding abdomen pada umumnya daerah inguinal.8, 11Hernia
inguinalis dibagi menjadi hernia ingunalis lateralis dan hernia ingunalis medialis.12
7
Tipe Deskripsi Hubungan Dibungkus Onset biasanya pada
dengan oleh fascia waktu
vasa spermatica
epigastrica interna
inferior
Hernia Penojolan melewati Lateral Ya Kongenital
ingunalis cincin inguinal dan dan bisa pada waktu
lateralis biasanya merupakan dewasa.
kegagalan penutupan
cincin ingunalis interna
pada waktu embrio
setelah penurunan testis
Hernia Keluarnya langsung Medial Tidak Dewasa
ingunalis menembus fascia dinding
medialis abdomen
Tabel 1. Perbandingan Antara HIL dan HIM
Hernia Inguinalis Lateralis disebut lateralis karena menonjol dari perut di
lateral pembuluh epigastrika inferior. Dikenal sebagai indirek karena keluar
melalui dua pintu dan saluran, yaitu annulus dan kanalis inguinalis. Pada
pemeriksaan hernia lateralis akan tampak tonjolan berbentuk lonjong.
8
Gambar 3 Hernia Inguinalis Lateralis
Hernia directa tidak begitu sering seperti hernia indirecta; kurang lebih 15
% dari seluruh hernia inguinalis dan biasanya bilateral. Biasanya terjadi pada laki-
laki berusia lebih dari 40 tahun, jarang terjadi pada wanita dan terjadi sebagai
9
akibat kelemahan otot-otot abdomen bagian depan, yang disertai peninggian
tekanan intraabdominal. Kantong hernia terdiri dari peritoneum dan fascia
transversalis.
Kantung hernia inguinalis direk berasal dari dasar kanalis inguinalis, yaitu
segitiga Hesselbach; menonjol secara langsung; dan kantung hernia ini tidak
mengandung aponeurosis otot obliqus ekstemus. Hanya pada keadaan yang
jarang, hernia ini sedemikian besarnya sehingga mendesak keluar melalui anulus
superfisialis dan turun ke dalam skrotum. Kandung kemih sering menjadi
komponen sliding dari kantung hernia direk.
10
Gambar 4 Hernia Inguinalis Medialis
2.3 Epidemiologi
Hernia lebih sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan dengan rasio
4-8:1. Tidak terdapat predileksi ras pada hernia inguinalis. 13 Hampir 75% dari
hernia abdominalis merupakan hernia ingunalis.2, 12
Sebesar 60% hernia terjadi
pada sisi kanan, sebesar 20-25% di sisi kiri, dan sebesar 15% terjadi bilateral.3
Tahun 2004 di Indonesia, hernia inguinalis menempati urutan ke-8 dengan jumlah
18.145 kasus.4
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di RSUP Prof. Dr. R. D.
Kandou Manado Periode Agustus 2012 – Juli 2014 didapatkan pasien hernia
inguinalis lateralis sebanyak 146 pasien dengan distribusi pada bulan Agustus-
11
Desember tahun 2012 sebanyak 35 pasien (24,0%), tahun 2013 sebanyak 59
pasien (40,4%) dan bulan Januari-Juli tahun 2014 sebanyak 52 pasien (35,6%).1
12
anulus internus yang cukup lebar, sehingga dapat dilalui oleh kantong dan isi
hernia. Selain itu, diperlukan pula faktor yang dapat mendorong isi hernia
melewati pintu yang sudah terbuka cukup lebar itu. Pada orang sehat, ada tiga
mekanisme yang dapat mencegah terjadinya hernia inguinalis antara lain, kanalis
inguinalis yang berjalan miring, struktur otot oblikus internus abdominis yang
menutup anulus inguinalis ketika berkontraksi, dan fasia transversa kuat yang
menutupi trigonum Hesselbach yang umumnya hampir tidak berotot. Gangguan
mekanisme ini menyebabkan terjadinya hernia. Faktor yang dipandang berperan
adalah peninggian tekanan di dalam rongga abdomen, adanya prosesus vaginalis
yang terbuka, dan kelemahan dinding abdomen karena usia.10,16
13
Hernia terdiri dari cincin, kantong dan isi hernia. Ukuran defek dapat
bervariasi, mungkin sangat kecil atau sangat luas. Defek kecil dengan dinding
yang kaku akan membuat isi hernia terperangkap, sehingga mencegah pergerakan
isi hernia keluar masuk secara bebas dan meningkatkan risiko komplikasi.
Gambar 5.
Bagian-bagian
dari hernia
Isi hernia bisa
berupa jaringan
dari rongga
ekstraperitoneal seperti vesika urinaria pada hernia ingunalis medial atau direk.
Jika hernia meluas maka peritoneum bisa juga tertarik ke dalam isi hernia bersama
struktur intraperitoneal seperti usus atau omentum, dikenal sebagai sliding type
hernia inguinal.
Pada umumnya ketika peritoneum berada dalam di bawah otot abdomen
yang lemah, tekanan memakasa peritoneum melewati defek dan masuk ke
jaringan subkutan membentuk kantong. Kantong ini akan membawa usus dan
omentum melalui defek. Pada kebanyakan kasus, organ intraperitoneal dapat
bergerak bebas keluar masuk hernia yang disebut hernia reducible/ reponible,
tetapi jika terbentuk adhesi atau defeknya kecil, usus dapat terperangkap dan tidak
dapat kembali ke rongga peritoneum, disebut hernia irreducibel/ irreponibel
dengan komplikasi yang tinggi.
Bagian tersempit dari kantong pada defek dinding abdomen disebut leher
kantong. Ketika jaringan terperangkap di dalam hernia, leher sempit ini bertindak
sebagai cincin kontraksi yang menghambat aliran balik vena dan meningkatkan
tekanan di dalam hernia, sehingga menyebabkan ketegangan dan memicu nyeri.
Jika hernia berisi usus maka akan menyebabkan obstruksi secara total atau parsial
dan menunjukan gejala ileus obstruksi. Jika tekanan meningkat, darah arteri tidak
14
dapat masuk ke hernia dan isi hernia menjadi iskemik bahkan infark, sehingga
dikatakan hernia telah mengalami strangulasi. Dinding usus akan perforasi,
melepaskan agen infeksius, meracuni usus ke dalam jaringan dan kembali ke
rongga peritoneal, sehingga menimbulkan nekrosis/ gangren. Risiko strangulasi
tinggi pada hernia yang memiliki leher kecil dan kaku. Istilah inkarserata tidak
didefinisikan secara jelas dan digunakan untuk menggambarkan hernia yang
irreducible/ irreponibel yang berkembang ke arah strangulasi.20
2.6 Diagnosis
15
manual ke dalam kavitas peritonealis, tetapi dengan berdiri atau terutama
dengan gerak badan, maka biasanya hernia muncul lagi.
Pada hernia reponibel, keluhan satu-satunya adalah adanya benjolan di
lipat paha yang muncul waktu berdiri, batuk, bersin atau mengedan dan
menghilang setelah berbaring. Keluhan nyeri jarang dijumpai, kalau ada
biasanya dirasakan di daerah epigastrium atau paraumbilikal berupa nyeri
viseral karena renggangan pada mesenterium sewaktu satu segmen usus
halus masuk kedalam kantong hernia. Nyeri yang disertai mual muntah
baru timbul kalau terjadi inkarserasi karena ileus atau strangulasi karena
nekrosis atau gangren.10
2.6.2 Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
Adanya benjolan pada kedua sisi lipat paha, skrotum atau labia dalam
posisi berdiri dan posisi berbaring. Pasien diminta mengedan atau batuk
sehingga benjolan dapat dilihat.10 Pembengkakan yang timbul mulai dari
regio inguinalis dan mencapai labium majus atau sampai dasar skrotum,
selalu merupakan hernia inguinalis lateralis. Kalau pembengkakan yang
terlihat kemudian berada di atas lipatan inguinal dan berjalan miring dan
lateral atas menuju ke medial bawah, maka pembengkakan tersebut adalah
hernia inguinalis lateralis. Tetapi kalau pembengkakan itu kelihatannya
langsung muncul ke depan, maka kita berhadapan dengan hernia inguinalis
medialis.19,17
b. Palpasi
Palpasi dilakukan dalam keadaan ada benjolan hernia, diraba
konsistensinya, dan dicoba mendorong apakah benjolan dapat direposisi.
Untuk menentukan jenis hernianya, ada beberapa pemeriksaan yang dapat
dilakukan, diantaranya:
Finger test
Gunakan tangan kanan untuk hernia sisi kanan, pakai tangan kiri untuk
hernia sisi kiri. Dengan jari kelingking kulit scrotum diinvaginasikan,
jari tersebut digeser sampai kuku berada diatas spermatic cord dan
permukaan volar jari menghadap ke dinding ventral scrotum. Dengan
menyusuri spermatic cord kearah proksimal maka akan terasa jari
tersebut masuk melalui annulus eksternus, dengan demikian dapat
16
dipastikan selanjutnya akan berada dalam kanalis inguinalis. Bila
terdapat hernia inguinalis lateralis, terasa impuls pada ujung jari, bila
hernia inguinalis medialis maka teraba dorongan pada bagian samping
jari.
17
Selanjutnya, dilakukan foto inguinal pada menit ke-5, 10, dan 45 secara
serial. Herniografi dapat dilakukan untuk memeriksa hidrokel, hernia
inguinalis kontralateral, dan membedakan antara hernia inguinalis dengan
hernia femoralis.22
2.7 Diagnosis Banding
Diagnosis banding hernia inguinalis adalah:23
1. Encysted hydrocele of the cord,
2. Spermatokel,
3. Hernia Femoralis,
4. Lipoma of the cord
5. Orkitis
2.8 Penatalaksanaan
a. Konservatif
b. Operatif
Pengobatan operatif merupakan satu-satunya pengobatan hernia inguinalis
yang rasional. Indikasi operasi sudah ada begitu diagnosis ditegakkan.10
Pada herniotomi, dilakukan pembebasan kantong hernia sampai ke
lehernya. Kantong dibuka, dan isi hernia dibebaskan kalau ada
perlengketan, kemudian direposisi. Kantong hernia dijahit-ikat setinggi
mungkin lalu dipotong.
Pada hernioplasti, dilakukan tindakan memperkecil anulus inguinalis
internus dan memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis. Hernioplasti
lebih penting dalam mencegah terjadinya residif dibandingkan dengan
18
herniotomi. Dikenal berbagai metode hernioplasti, seperti memperkecil
anulus inguinalis internus dengan jahitan terputus, menutup dan
memperkuat fasia transversa, dan menjahitkan pertemuan otot transversus
internus abdominis dan otot oblikus internus abdominis, yang dikenal
dengan nama conjoint tendon, ke ligamentum inguinale Pouparti menurut
metode Bassini, atau menjahitkan fasia transversa, otot transversus
abdominis, dan otot oblikus internus abdominis ke ligamentum Cooper
pada metode Lotheissen-Mc Vay.
Metode Bassini merupakan teknik herniorafi yang pertama diperkenalkan
tahun 1887. Setelah diseksi kanalis inguinalis, dilakukan rekonstruksi
dasar lipat paha dengan cara mendekatkan muskulus oblikus internus
abdominis, muskulus transversus abdominis, dan fasia transversalis ke
traktus iliopubik dan ligamentum inguinale. Teknik ini dapat diterapkan
baik pada hernia direk maupun indirek.
Kelemahan teknik Bassini dan teknik lain yang berupa variasi teknik
herniotomi Bassini adalah terdapatnya renggangan berlebihan pada otot-
otot yang dijahit.
Pada tahun 1980-an dikenalkan suatu teknik operasi bebas regangan, yaitu
teknik hernioplasti bebas renggangan menggunakan mesh, dan sekarang
teknik ini banyak dipakai. Pada teknik ini digunakan mesh prostesis untuk
memperkuat fasia transversalis yang membentuk dasar kanalis inguinalis
tanpa menjahitkan otot-otot ke ligamentum inguinale.10
2.9 Komplikasi
Komplikasi hernia tergantung pada keadaan yang dialami oleh isi hernia.
Isi hernia dapat tertahan dalam kantong hernia pada hernia irreponibel, ini dapat
terjadi kalau isi hernia terlalu besar atau terdiri dan omenturn, organ ekstra
peritoneal (hernia geser atau hernia akreta). Disini tidak timbul gejala klinik
kecuali berupa benjolan. Dapat pula terjadi isi hernia tercekik oleh cincin hernia
sehingga terjadi hernia strangulata yang menimbulkan gejala obstruksi usus yang
sederhana.
Sumbatan dapat terjadi total atau parsial seperti pada hernia richter. Jepitan
cincin hernia akan menyebabkan gangguan perfusi jaringan isi hernia. Pada
19
pemulaan terjadi bendungan vena sehingga terjadi udem organ atau struktur
didalam hernia dan transudasi kedalam kantong hernia. Timbulnya udem
menyebabkan jepitan pada cincin hernia makin bertambah sehingga akhirnya
peredaran darah jaringan terganggu. Isi hernia menjadi nekrosis dan kantong
hernia akan berisi transudat berupa serosanguinus. Kalau isi hernis terdiri dari
usus, dapat terjadi perforasi yang dapat menimbulkan abses lokal, fistel atau
peritonitis jika terjadi hubungan dengan rongga perut.10
2.10 Prognosis
Tergantung dari umur penderita, ukuran hernia serta kondisi dari isi
kantong hernia. Prognosis baik jika infeksi luka, obstruksi usus segera ditangani.
20
Penyulit pasca bedah seperti nyeri pasca herniorafi, atrofi testis, dan rekurensi
hernia umumnya dapat diatasi.25
21
BAB 3
ILUSTRASI KASUS
3.2 Anamnesa
Keluhan Utama
Benjolan pada lipatan paha kiri dan kanan sejak 3 bulan yang lalu.
Riwayat Penyakit Sekarang
- Benjolan pada lipatan paha kiri dan kanan sejak 3 bulan yang lalu, tidak
nyeri
- Benjolan timbul saat pasien berdiri, batuk dan mengedan dan hilang
jika pasien berbaring
- BAB ada, flatus (+)
- Mual (-), Muntah (-)
- Demam (-)
- BAK tak ada keluhan
22
Status Internus
- Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut
- Kulit dan kuku : Turgor kulit baik, tidak sianosis
- Kelenjer Getah Bening : Tidak ditemukan pembesaran
- Kepala : Tidak ditemukan kelainan
- Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
- Hidung : Tidak ditemukan kelainan
- Telinga : Tidak ditemukan kelainan
- Leher : JVP 5-2 cmH2O
- Paru :
Inspeksi : Simetris, kiri = kanan
Palpasi : Fremitus kiri = kanan
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-
- Jantung :
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba 1 jari medial línea mid clavicula
sinistra RIC V
Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : Bunyi jantung 1 dan 2 normal, murmur (-), Gallop (-)
- Regio Abdomen :
Inspeksi : Distensi (-), DC (-), DS (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Timpani
Palpasi : Nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), muscle rigid(-)
Status Lokalis
- Inspeksi : Massa di inguinal (+)
- Palpasi : Nyeri tekan (-), nyeri lepas (-)
- Perkusi : Tidak dilakukan
- Auskultasi : Bising (-)
RT :
- Ampula : Tenang
- Sfingter : Menjepit kuat
- Mukosa : Licin
- Ampula : Lapang
- feses (-), darah (-), lendir (-)
3.4 Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Hb : 14,3 gr%
23
Leukosit : 8.610 /mm3
Trombosit : 267.000
PT : 8,9
APTT : 35,2
Glukosa : 101 mg/dL
Urea : 26 mg/dL
Cholesterol : 270 mg/dL
Trigliserida : 206 mg/dL
HDL : 55,5 mg/dL
LDL : 173 mg/dL
3.5 Diagnosis kerja
Hernia inguinalis medialis bilateral reponibel.
3.6 Tatalaksana
- Cefixim 2x200 mg po
- Paracetamol 3x 500 mg po
- Vit B complex 2x1 tab po
- Vit C 2x1 tab po
- Pasien direncanakan dilakukan Hernioraphy +MESH.
24
Kondisi pasien 31 Januari 2017 (18.45 WIB)
Pasien dirawat di bangsak bedah post herniorafi + MESH .
Tekanan darah: 120/70 mmHg
Nadi : 84 x/menit
Nafas : 22 x/menit
Terapi : Mulai bergerak kiri-kanan kemudian duduk
25
BAB 4
DISKUSI
Pasien tidak ada keluhan buang air besar, flatus (+) mual (-), muntah (-)
demam (-), nyeri (-). Tidak buang air besar, tidak ada flatus, mual dan muntah
merupakan suatu pertanda adanya gangguan pasase. Secara klinis, istilah hernia
reponible dimaksudkan untuk kasus hernia yang tidak disertai dengan adanya
gangguan pasase. Sedangkan apabila secara klinis pasien mengeluhkan nyeri, ini
adalah sebuah tanda dari hernia strangulata.
Pada pemeriksaaan fisik, keadaan fisik umum dalam batas normal, status
internus dalam batas normal, pada regio abdomen didapatkan distensi (-), DC (-),
DS (-) dan pada palpasi tidak ditemukan muscle rigid, nyeri tekan dan nyeri
lepas. Pemeriksaan status lokalis di regio inguinalis didapatkan massa di inguinal
kiri dan kanan, tidak ada nyeri tekan, tidak ada nyeri lepas dan tidak terdengar
bising usus. Dari status lokalis didapatkan bahwa terdapat kelainan pada pasien
26
ini, yang mengindikasikan adanya sebuah benjolan di inguinal kiri dan kanan ,
yang disebut dengan hernia inguinalis medial bilateral reponibel.
27
DAFTAR PUSTAKA
1. Claudia G. Rawis, dkk. Pola Hernia Inguinalis Lateralis di RSUP Prof.
Dr. R. D. Kandou Manado Periode Agustus 2012 – Juli 2014; Jurnal e-
Clinic (eCl), Volume 3, Nomor 2, Mei-Agustus 2015.
2. Rasjad C. Hernia. In: Sjamsuhidayat R, Jong WD, editors. Buku Ajar
Ilmu Bedah (Edisi ke-3). Jakarta: EGC, 2010; p. 619-29.
3. Luthfi A, Thalut K. Dinding perut, hernia, retroperitoneum, dan
omentum. Dalam (Sjamsuhidajat R, Karnadiharja W, Prasetyono TOH,
et al, ed) Buku Ajar Ilmu Bedah edisi 3. Hal. 615-41. 2007. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
4. Mayasari I & Ahram A. Karakteristik Penderita Hernia Inguinalis yang
Dirawat Inap di Rumah Sakit Umum Anutapura Palu Tahun 2012.
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Tadulako. 2012
5. Rumah Sakit Umum Anutapura Palu. Profil Rumah Sakit Umum
Anutapura Palu. RSU. Palu: Anutapura. 2012
6. Aru W, Sudoyo. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III (Edisi V).
Jakarta: Interna Publishing. 2009.
7. Sherman V, Macho JR, Brunicardi FC. Inguinalis hernias. In:
Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR, Dunn DL, Hunter JG,
Matthews JB, et al, editors. Schwartz’s Principles of Surgery (9th ed.).
New York: McGraw-Hill Companies, 2010; p. 1305-42
8. Ellis H. The abdomen and pelvis. Dalam Clinical Anatomi: A revision
and applied anatomy for clinical students, 11th ed. Hal. 51-64. USA:
Blackwell Publishing Ltd.2006
9. Kingsnorth AN, Giorgobiani G, Bennett DH. Hernias, umbilicus, and
abdominal wall. Dalam (Williams NS, Bulstrode CJK, O’Connel PR,
ed.) Bailey and love’s: Short Practice of Surgery 25th ed. Hal. 968-90.
2008. London: Edward Arnold Ltd.
10. R. Sjamsuhidajat & Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi III.
Penerbit buku kedokteran EGC. Jakarta. 2011. Hal 619-628
11. Seibert A., MD. Understanding hernia – the basic on April 18, 2012.
(online journal diakses pada 18 Mei 2013
12. Townsend, Courtney M. Hernias. Sabiston Textbook of Surgery (17th
ed.). Philadelphia: Elsevier Saunders, 2004; p. 1199-217)
13. Hebra A. Pediatric hernias. Tersedia dari:
http://emedicine.medscape.com/article/ ᄃ 932680-overview#a6.
Diunduh pada 25 September 2016.
14. Rumah Sakit Umum Anutapura Palu. Profil Rumah Sakit Umum
Anutapura Palu. RSU. Palu: Anutapura. 2012.
15. Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah. Data Keadaan Morbiditas
Pasien Rawat Inap Rumah Sakit. Dinkes. Palu. 2012.
16. Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR. Schwartz’s Principle of
Surgery, Edisi ke-10. New York : Mc Graw Hill. 2010
17. A. Mansjoer, Suprohaita, W.K. Wardhani, W. Setiowulan. Kapita
Selekta Kedokteran. Edisi III, Jilid II. Penerbit Media Aesculapius,
28
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2000. Hal 313-
317
18. H G, Burhitt & O.R.G. Quick. Essential Surgery . Edisi III. 2003. Hal
348-356
19. C. Palanivelu. Operative Manual of Laparoscopic Hernia Surgery.
Edisi I. Penerbit GEM Foundation. 2004. Hal 39-58
20. Petroze RT, Groen RS, Niyonkuru F. Estimating operative disease
prevalence in low income country results of nationwide population
survey surgery. 2012.
21. American College of Surgeons. Pediatric hernia inguinal and femoral
repair. Tersedia dari: http://www.facs.com. Diunduh pada 25 September
2016.
22. Glick, P.L., & Boulanger, S.C. Inguinal Hernias and Hydroceles. In
A.G. Coran, N.S. Adzick, & T.M. Krummel, Pediatric Surgery .2012.
(pp. 985-1001). Philadelphia, USA: Elsevier Saunders.
23. Bailey and love’s: Short Practice of Surgery 25th ed. Hal. 968-90.
2008. London: Edward Arnold Ltd.
24. Sabiston and Lyerly, Text Book of Surgery The Biological Basis of
Modern Surgical Practice, 15nd ed, 1.219- 1.232, W. B, Saunders
Company, London.1997.
25. Cameron, J. L, Terapi Bedah Mutakhir, edisi IV, 709- 713, Binarupa
Aksara, Jakarta. 1997.
29