Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) pertama kali diidentifikasi pada tahun


1981 setelah muncul kasus-kasus pneumonia Pneumocystis carinii dan sarcoma Kaposi pada
laki-laki muda homoseks di berbagai wilayah Amerika Serikat. Sebelumnya kasus tersebut
sangat jarang terjadi, apabila terjadi biasanya disertai penurunan kekebalan imunitas tubuh. Pada
tahun 1983 Luc Montagnier mengidentifikasi virus penyebab AIDS, yang telah diisolasi dari
pasien dengan limfadenopati dan pada waktu itu diberi nama LAV ( Lymphadenopathy virus ).
Sedangkan Robet Gallo menemukan virus penyebab AIDS pada tahun 1984 yang saat itu
dinamakan HTLV-III. (Djoerban Z dkk, 2006)

Kasus pertama di Indonesia dilaporkan secara resmi oleh Departemen Kesehatan pada
tahun 1987, yaitu pada seorang warga Negara Belanda yang sedang berlibur ke Bali. Sebenarnya
sebelum itu, yaitu pada tahun 1985 telah ditemukan kasus yang gejalanya sangat sesuai dengan
HIV/AIDS dan hasil tes ELISA tiga kali diulang dinyatakan positif. Tetapi tes Western Blot
hasilnya negative, sehinga tidak dilaporkan. Kasus kedua ditemukan pada bulan Maret 1986 di
RS Cipto Mangunkusumo, pada pasien hemofilia. (Djoerban Z dkk, 2006)

Masalah HIV/AIDS adalah masalah besar yang mengancam Indonesia dan banyak
Negara di seluruh dunia. Tidak ada satupun negara di dunia ini yang terbebas dari HIV
(Djoerban Z dkk, 2006).

Menurut UNAIDS di tahun 2009 jumlah odha mencapai 33,3 juta, dengan kasus baru
sebanyak 2,6 juta,dan per hari lebih dari 7000 orang telah terinfeksi HIV, 97 % dari Negara
berpenghasilan rendah dan menengah. Penderitanya sebagian besar adalah wanita sekitar 51 %,
usia produktif 41% ( 15-24 th) dan anak-anak ( WHO, 2010). HIV dan AIDS menyebabkan
krisis secara bersamaan, menyebabkan krisis kesehatan, krisis pembangunan Negara, krisis
ekonomi, pendidikan , dan juga krisis kemanusiaan. (Djoerban Z dkk, 2006).
Masalah HIV/AIDS adalah masalah besar yang mengancam Indonesia dan banyak
Negara di seluruh dunia. UNAIDS memperkirakan jumlah ODHA di seluruh dunia pada
Desember 2004 adalah 35,9 – 44,3 juta orng. Saat ini tidak ada Negara yang terbebas dari
HIV/AIDS. Kasus pertama AIDS di dunia dilaporkan pada tahun 1981. Meskipun demikian, dari
beberapa literature sebelumnya ditemukan kasus yang cocok dengan definisi surveilans AIDS
pada tahun 1950 dan 1960-an di Amerika Serikat. Kasus pertama AIDS di Indonesia dilaporkan
secara resmi oleh Departemen Kesehatan tahun 1987 yaitu pada seorang warga negara Belanda
di Bali. Dan kini, kasus HIV/AIDS ini kini semakin meluas dan menyerang berbagai lapisan dan
strata sosial.

Di Indonesia sendiri, jumlah odha terus meningkat. Data terakhir pada tahun 2008
menunjukkan bahwa jumlah odha di Indonesia telah mencapai 22.664 orang. (Depkes RI, 2008).
Menurut UNAIDS, Indonesia merupakan Negara dengan pertunbuhan epidemic tercepat di Asia.
Pada tahun 2007 menempati urutan ke-99 di dunia, namun karena pemahaman dari gejala
penyakit dan stigmata social masyarakat, hanya 5-10 % yang terdiagnosa dan dilakukan
pengobatan.(UNAIDS, 2010)

Pada era sebelumnya upaya penanggulangan HIV/AIDS diprioritaskan pada upaya


pencegahan. Dengan semakin meningkatnya pengidap HIV dan kasus AIDS yang memerlukan
terapi ARV, maka strstegi penanggulangan HIV/AIDS dilaksanakan dengan memadukan upaya
pencegahan dengan upaya perawatan, dukungan serta pengobatan. Dalam memberikan
kontribusi 3 by 5 initiative global yang direncanakan oleh WHO di UNAIDS, Indonesis secara
nasional telah memulai terapi antiretroviral (ART) pada tahun 2004. Hal ini dapat menurunkan
risiko infeksi oportunistik (IO) yang apabila berat dapat menimbulkan kematian pada odha. Pada
akhirnya, diharapkan kualitas hidup odha akan meningkat. . (Djauzi S dkk, 2002).

Penderita HIV di Kalimantan Tengah mencapai 593 jiwa dan penderita AIDS mencapai 214
jiwa, angka ini masih tercatat sampai maret 2017. Angka tersebut mengalami peningkatan dari
tahun ke tahun. Dari kondisi ini kasus HIV AIDS dan sifat sikap pencegahan HIV AIDS
terutama bagi ibu hamil maka pemeritah dalam hal ini kementrian kesehatan membuat program
skrining HIV pada ibu hamil, dimana pada kunjungan pertama ibu hamil ke fasilitas kesehatan
(puskesmas, klinik, rumah sakit) diwajibkan periksa HIV dengan pemeriksaan lainnya seperti
haemoglobin, golongan darah, HbsAg (Permentes 21 tahun 2013).

Sesuai dengan progream kementrian diatas puskesmas Arut Selatan telah


melaksanakannya.dimana pada saat kunjungan pertama dilaksanakan pemeriksaan HIV
haemoglobin, golongan darah, dan HbsAg. Pemeriksaan laboratorium dilakukan dengan rapid
test pemeriksaan ini digunakan untuk skrining HIV di puskesmas Arut Selatan khususnya.
Pemeriksaan ini menentukan adanya antibodi HIV didalam darah pasien penderita HIV.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana
skrining HIV pada ibu hamil di puskesmas Arut Selatan?

1.3 Batasan Masalah

Dalam penilitian ini peneliti hanya meneliti tentang skrining HIV pada ibu hamil
menggunakan metode Rapid Test di puskesmas Arut Selatan.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk menemukan adanya penderita HIV pada ibu hamil
di puskesmas Arut Selatan.

1.5 Manfaat

 Umum  Menemukan penderita HIV AIDS sedini mungkin.


 Khusus  *Menemukan penderita HIV pada ibu hamil.
*mengurangi penularan HIV dari ibu ke anak.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertiaan

2.1.1 HIV DAN AIDS

Apa itu HIV?

HIV atau ’Human Immunodeficiency Virus’,

HIV adalah virus yang menyerang dan merusak kekebalan tubuh pada manusia,
sehingga tubuh tidak bisa melawan infeksi-infeksi yang masuk ke tubuh.

gambar 1. Struktur Virus HIV

Acquired Immune Deficiency Syndrome atau yang lebih dikenal dengan


dengan AIDS adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus HIV yaitu: H = Human
(manusia), I = Immuno deficiency (berkurangnya kekebalan), V = Virus.

Maka dapat dikatakan HIV adalah virus yang menyerang dan merusak sel
kekebalan tubuh manusia sehingga tubuh kehilangan daya tahan dan mudah terserang
berbagai penyakit antara lain TBC, diare, sakit kulit, dll. Kumpulan gejala penyakit yang
menyerang tubuh kita itulah yang disebut AIDS, yaitu:

A = Acquired (didapat), I = Immune (kekebalan tubuh),D = Deficiency


(kekurangan), S = Syndrome (gejala). Maka, selama bertahun-tahun orang dapat
terinfeksi HIV sebelum akhirnya mengidap AIDS. Namun penyakit yang paling sering
ditemukan pada penderita AIDS adalah sejenis radang paru-paru yang langka, yang
dikenal dengan nama pneumocystis carinii pneumonia (PCP), dan sejenis kanker kulit
yang langka yaitu kaposi’s sarcoma (KS).

Jadi AIDS berarti kumpulan gejala akibat kekurangan atau kelemahan sistem
kekebalan tubuh yang dibentuk setelah kita lahir dan disebabkan oleh HIV atau Human
Immunodeficiency Virus. AIDS bukan penyakit turunan, oleh sebab itu dapat menulari
siapa saja. Virusnya sendiri bernama Human Immunodeficiency Virus (atau disingkat
HIV) yaitu virus yang memperlemah kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang terkena
virus ini akan menjadi rentan terhadap infeksi oportunistik ataupun mudah terkena tumor.
Meskipun penanganan yang telah ada dapat memperlambat laju perkembangan virus,
namun penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan.

2.1.2 Pengertian Ibu


Ibu menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah wanita yang telah melahirkan
seseorang, maka anak harus menyayangi ibu, sebutan untuk wanita yang sudah bersuami.
Panggilan yang takzim kepada wanita baik yang sudah bersuami maupun yang belum.

2.1.3 Pengertian Kehamilan

Kehamilan adalah masa dimulai dari saat konsepsi sampai lahirnya janin. Lamanya
hamil normal adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7 hari) dihitung dari hari pertama
haid terakhir, kehamilan dibagi dalam 3 triwulan/trimester, yaitu triwulan/trimester
pertama dimulai dari konsepsi sampai 3 bulan, trimester kedua dari bulan keempat
sampai 6 bulan, triwulan/trimester ketiga dari bulan ketujuh sampai bulan kesembilan.
Istilah-istilah yang terkait dengan kehamilan antara lain: primigravida untuk wanita yang
hamil pertama kali, multigravida untuk wanita yang hamil beberapa kali.

Kehamilan matur (cukup bulan) berlangsung kira kira 40 minggu (280 hari) dan tidak
lebih dari 43 minggu (300 hari). Kehamilan yang berlangsung 28 dan sampai 36 minggu
disebut kemahilan premature, sedangkan lebih dari 43 minggu disebut kehamilan
postmatur.

2.2 siklus HIV

Limfosit CD4+ (sel T helper atau Th) merupakan target utama infeksi HIV karena virus
mempunyai afinitas terhadap molekul permukaan CD4. Limfosit CD4+ berfungsi
mengkoordinasikan sejumlah fungsi imunologis yang penting sehingga bila terjadi kehilangan
fungsi tersebut maka dapat menyebabkan gangguan imun yang progresif. (Djoerban Z dkk,
2006)

Namun beberapa sel lainnya yang dapat terinfeksi yang ditemukan secara in vitro dan invivo
adalah megakariosit, epidermal langerhans, peripheral dendritik, folikular dendritik, mukosa
rectal, mukosa saluran cerna, sel serviks, mikrogilia, astrosit, sel trofoblast, limfosit CD8, sel
retina dan epitel ginjal. (Merati TP dkk, 2006)

Infeksi HIV terjadi melalui molekul CD4 yang merupakan reseptor utama HIV dengan
bantuan ko-reseptor kemokin pada sel T atau monosit, atau melalui kompleks molekul adhesi
pada sel dendrit. Kompleks molekul adhesi ini dikenal sebagai dendritic-cell specific
intercellular adhesion molecule-grabbing nonintegrin (DC-SIGN). Akhir-akhir ini diketahui
bahwa selain molekul CD4 dan ko-reseptor kemokin, terdapat integrin 4 7 sebagai reseptor
penting lainnya untuk HIV. Antigen gp120 yang berada pada permukaan HIV akan berikatan
dengan CD4 serta ko-reseptor kemokin CXCR4 dan CCR5, dan dengan mediasi antigen gp41
virus, akan terjadi fusi dan internalisasi HIV. Di dalam sel CD4, sampul HIV akan terbuka dan
RNA yang muncul akan membuat salinan DNA dengan bantuan enzim transkriptase reversi.
Selanjutnya salinan DNA ini akan berintegrasi dengan DNA pejamu dengan bantuan enzim
integrase. DNA virus yang terintegrasi ini disebut sebagai provirus. Setelah terjadi integrasi,
provirus ini akan melakukan transkripsi dengan bantuan enzim polimerasi sel host menjadi
mRNA untuk selanjutnya mengadakan transkripsi dengan protein-protein struktur sampai
terbentuk protein. mRNA akan memproduksi semua protein virus. Genomik RNA dan protein
virus ini akan membentuk partikel virus yang nantinya akan menempel pada bagian luar sel.
Melalui proses budding pada permukaan membran sel, virion akan dikeluarkan dari sel inang
dalam keadaan matang. Sebagian besar replikasi HIV terjadi di kelenjar getah bening, bukan di
peredaran darah tepi. (Djoerban Z dkk, 2006)

Siklus replikasi virus HIV digambarkan secara ringkas melalui gambar 2.

Gambar 2 : Visualisasi siklus HIV


Pada pemeriksaan laboratorium yang umum dilakukan untuk melihat defisiensi imun, akan
terlihat gambaran penurunan hitung sel CD4, inverse rasio CD4-CD8 dan
hipergammaglobulinemia. Respon imun humoral terhadap virus HIV dibentuk terhada berbagai
antigen HIV seperti antigen inti (p24) dan sampul virus (gp21, gp41). Antibodi muncul di
sirkulasi dalam beberapa minggu setelah infeksi. Secara umum dapat dideteksi pertama kali
sejak 2 minggu hingga 3 bulan setelah terinfeksi HIV. Masa tersebut disebut masa jendela.
Antigen gp120 dan bagian eksternal gp21 akan dikenal oleh sistem imun yang dapat membentuk
antibodi netralisasi terhadap HIV. Namun, aktivitas netralisasi antibodi tersebut tidak dapat
mematikan virus dan hanya berlangsung dalam masa yang pendek. Sedangkan respon imun
selular yang terjadi berupa reaksi cepat sel CTL (sel T sitolitik yang sebagian besar adalah sel T
CD8). Walaupun jumlah dan aktivitas sel T CD8 ini tinggi tapi ternyata tidak dapat menahan
terus laju replikasi HIV. (Djoerban Z dkk, 2006)

Perjalanan penyakit infeksi HIV disebabkan adanya gangguan fungsi dan kerusakan
progresif populasi sel T CD4. Hal ini meyebabkan terjadinya deplesi sel T CD4. Selain itu,
terjadi juga disregulasi repsons imun sel T CD4 dan proliferasi CD4 jarang terlihat pada pasien
HIV yang tidak mendapat pengobatan antiretrovirus. (Djoerban Z dkk, 2006).

2.3 MANIFESTASI KLINIS


Gejala infeksi HIV pada awalnya sulit dikenali karena seringkali mirip penyakit ringan
sehari-hari seperti flu dan diare sehingga penderita tampak sehat. Kadang-kadang dalam 6
minggu pertama setelah kontak penularan timbul gejala tidak khas berupa demam, rasa letih,
sakit sendi, sakit menelan dan pembengkakan kelenjar getah bening di bawah telinga, ketiak dan
selangkangan. Gejala ini biasanya sembuh sendiri dan sampai 4-5 tahun mungkin tidak muncul
gejala.

Pada tahun ke 5 atau 6 tergantung masing-masing penderita, mulai timbul diare berulang,
penurunan berat badan secara mendadak, sering sariawan di mulut dan pembengkakan di daerah
kelenjar getah bening. Kemudian tahap lebih lanjut akan terjadi penurunan berat badan secara
cepat (> 10%), diare terus-menerus lebih dari 1 bulan disertai panas badan yang hilang timbul
atau terus menerus.
Tanda-tanda seorang tertular HIV Sebenarnya tidak ada tanda-tanda khusus yang bisa
menandai apakah seseorang telah tertular HIV, karena keberadaan virus HIV sendiri
membutuhkan waktu yang cukup panjang (5 sampai 10 tahun hingga mencapai masa yang
disebut fullblown AIDS). Adanya HIV di dalam darah bisa terjadi tanpa seseorang menunjukan
gejala penyakit tertentu dan ini disebut masa HIV positif. Bila seseorang terinfeksi HIV untuk
pertama kali dan kemudian memeriksakan diri dengan menjalani tes darah, maka dalam tes
pertama tersebut belum tentu dapat dideteksi adanya virus HIV di dalam darah. Hal ini
disebabkan karena tubuh kita membutuhkan waktu sekitar 3 – 6 bulan untuk membentuk
antibodi yang nantinya akan dideteksi oleh tes darah tersebut. Masa ini disebut window period
(periode jendela) . Dalam masa ini , bila orang tersebut ternyata sudah mempunyai virus HIV di
dalam tubuhnya (walau pun belum bisa di deteksi melalui tes darah), ia sudah bisa menularkan
HIV melalui perilaku yang disebutkan di atas tadi.

Secara umum, tanda-tanda utama yang terlihat pada seseorang yang sudah sampai pada
tahapan AIDS adalah:
Berat badan menurun lebih dari 10% dalam waktu singkat

Demam tinggi berkepanjangan (lebih dari satu bulan)

Diare berkepanjangan (lebih dari satu bulan)

Sedangkan gejala-gejala tambahan berupa :


Batuk berkepanjagan (lebih dari satu bulan)

Kelainan kulit dan iritasi (gatal)

Infeksi jamur pada mulut dan kerongkongan

Pembengkakan kelenjar getah bening di seluruh tubuh, seperti di bawah telinga, leher,
ketiak dan lipatan paha.

2.4 Cara Penularan

Infeksi HIV terjadi melalui tiga jalur transmisi utama yakni transmisi melalui mukosa
genital (hubungan seksual) transmisi langsung ke peredaran darah melalui jarum suntik yang
terkontaminasi atau melalui komponen darah yang terkontaminasi, dan transmisi vertikal dari ibu
ke janin. CDC pernah melaporkan adanya penularan HIV pada petugas kesehatan.

Sebenarnya risiko penularan HIV melalui tusukan jarum maupun percikan cairan darah
sangat rendah. Risiko penularan melalui perlukaan kulit (misal akibat tusukan jarum atau luka
karena benda tajam yang tercemar HIV) hanya sekitar 0,3% sedangkan risiko penularan akibat
terpercik cairan tubuh yang tercemar HIV pada mukosa sebesar 0,09%. (Djauzi S dkk, 2002)

Penularan yang paling umum

a. Melalui donor darah yang terinfeksi HIV


cara ini sudah di minimalisir dengan adanya pemeriksaan IMLTD di PMI
b. Lewat hubungan seksual
segala aktifitas seksual dapat menularkan HIV jika di lakukan tanpa pengaman
(kondom ).Penggunaan kondom tidak dapat menghilangkan resiko penularan HIV di
karenakan masalah pada penyalahgunaan dan kerusakan kondom.Jadi penggunaan
kondom hanya berguna untuk menguranggi resiko penularan saja dan masih bisa
tertular kalau kondom tersebut dalam keadaan bocor.
c. Penularan dari ibu ke anak
Dalam hal ini ibu hamil yang menderita HIV dapat menularkan kepada bayi yang di
kandungnya selama kehamilan,persalinan dan melahirkan atau dengan cara menyusui
karena HIV dapat di tularkan juga melalui ASI.Selain itu,HIV juga dapat di tularkan
kepada bayi melalui makanan yangdi kunyahkan terlebih dahulu oleh ibu yang
terinfeksi HIV,meskipun resikonya sangat rendah.

Virus HIV tidak menular melalui ; keringat, air liur, makanan, flu/influenza, berpelukan,
makan dengan perabot yang sama, bersalaman, mandi bersama, digigit nyamuk, memakai toilet
bersama, berhubungan seks dengan menggunakan kondom yang baik, ciuman, senggolan,
pelukan dan kegiatan sehari-hari lainnya.
2.5 Pemeriksaan Penunjang

Untuk memastikan diagnosis terinfeksi HIV, dilakukan dengan pemeriksaan laboratorium


yang tepat. Pemeriksaan dapat dilakukan antara lain dengan pemeriksaan antibodi terhadap HIV,
deteksi virus atau komponen virus HIV (umumnya DNA atau RNA virus) di dalam tubuh yakni
melalui pemeriksaan PCR untuk menentukan viral load, dan tes hitung jumlah limfosit
Sedangkan untuk kepentingan surveilans, diagnosis HIV ditegakkan apabila terdapat infeksi
oportunistik atau limfosit CD4+ kurang dari 200 sel/mm3.

Tes penyaring standar anti-HIV menggunakan metode ELISA yang memiliki sensitivitas
tinggi (> 99%). Jika pemeriksaan penyaring ini menyatakan hasil yang reaktif, maka
pemeriksaan dapat dilanjutkan dengan pemeriksaan konfirmasi untuk memastikan adanya infeksi
oleh HIV. Uji konfirmasi yang sering dilakukan saat ini adalah dengan teknik Western Blot
(WB). Hasil tes positif palsu dapat disebabkan adanya otoantibodi, penerima vaksin HIV, dan
kesalahan teknik pemeriksaan. Hasil tes positif pada bayi yang lahir dari ibu HIV positif belum
tentu berarti tertular mengingat adanya IgG terhadap HIV yang berasal dari darah ibu. IgG ini
dapat bertahan selama 18 bulan sehingga pada kondisi ini, tes perlu diulang pada usia anak > 18
bulan.

Hasil tes dinyatakan positif bila tes penyaring dua kali positif ditambah dengan tes
konfirmasi dengan WB positif. Di negara-negara berkembang termasuk Indonesia, pemeriksaan
WB masih relatif mahal sehingga tidak mungkin dilakukan secara rutin. WHO menganjurkan
strategi pemeriksaan dengan kombinasi dari pemeriksaan penyaring yang tidak melibatkan
pemeriksaan WB sebagai konfirmasi. Di Indonesia, kombinasi yang digunakan adalah tiga kali
positif pemeriksaan penyaring dengan menggunakan strategi 3. Bila hasil tes tidak sama missal
hasil tes pertama reaktif, tes kedua reaktif, dan yang ketiga non-reaktif atau apabila hasil tes
pertama reaktif, kedua dan ketiga non-reaktif, maka keadaan ini disebut sebagai indeterminate
dengan catatan orang tersebut memiliki riwayat pajanan atau berisiko tinggi tertular HIV. Bila
orang tersebut tanpa riwayat pajanan atau tidak memiliki risiko tertular, maka hasil pemeriksaan
dilaporkan sebagai non-reaktif.
2.6 Diagnosa

Menurut permenkes 59 tahun 2013 bawa untuk mendukung percepatan penurunan angka
kematian ibu hamil,bersalin dan nifas di perlukan pemeriksaan laboratorium yang tepat dan
terarah untuk ibu hamil ,bersalin dan nifas yang di selenggarakan oleh laboratorium pada jenjang
fasilitas pelayanan kesehatan.

Mengingat angka kematian ibu (AKI) di Indonesia pada saat ini telah berhasi di turunkan
dari 307 per 100000 kelahiran hidup 2002 menjadi 102 per 100000 kelahiran pada tahun 2015.
Penyakit menular HIV/AIDS termasuk salah satu faktor yang berkontribusi terhadap kematian
ibu.Untuk mencegah terjadinya komplikasi yang lebih parah perlu dilakukan deteksi dini HIV
pada ibu hamil dengan pemeriksaan laboratorium yang tepat dan terarah pada setiap ibu hamil
agar dapat di lakukan intervensi lebih awal.

Hasil pemeriksaan laboratorium digunakan untuk penetapan diagnosa. Dengan demikian di


harapkan hasil pemeriksaan laboratorium yang benar dan akurat karena turut membantu
menurunkan angka kematian ibu hamil selama kehamilan.

2.7 penanganan HIV/AIDS

HIV/AIDS sampai saat ini memang belum dapat disembuhkan secara total. Namun data
selam 8 tahun terakhir menunjukkan bukti yang amat meyakinkan bahwa pegobatan dengan
menggunakan kombinasi beberapa obat anti HIV bermanfaat untuk menurunkan morbiditas dan
mortalitas dini akibat infeksi HIV.

Secara umum, penatalaksanaan odha terdiri atas beberapa jenis, yaitu:

a) Pengobatan untuk menekan replikasi virus HIV dengan obat antiretroviral (ARV).
b) Pengobatan untuk mengatasi berbagai penyakit infeksi dan kanker yang menyertai
infeksi HIV/AIDS, seperti jamur, tuberkulosis, hepatitis, toksoplasmosis, sarkoma
kaposi, limfoma, kanker serviks.
c) Pengobatan suportif, yaitu makanan yang mempunyai nilai gizi yang lebih baik dan
pengobatan pendukung lain seperti dukungan psikososial dan dukungan agama serta
juga tidur yang cukup dan perlu menjaga kebersihan. Dengan pengobatan yang
lengkap tersebut, angka kematian dapat ditekan, harapan hidup lebih baik dan
kejadian infeksi oportunistik amat berkurang.

2.8 Pencegahan

Sampai detik ini belum ada vaksin yang sanggup mencegah atau mengobati HIV/AIDS.
Namun bukanlah sesuatu yang mustahil untuk melakukan pencegahan HIV terhadap diri sendiri
dan orang lain. Oleh karena itu, pemahaman terhadap proses penularan merupakan kunci dari
pencegahannya. Disini saya sampaikan tindakan-tindakan untuk mencegah penularan HIV AIDS
jika anda belum terinfeksi HIV AIDS.

Tindakan-tindakan untuk mencegah penularan HIV AIDS jika anda belum terinfeksi HIV AIDS.
Yaitu :

 Pahami HIV AIDS dan ajarkan pada orang lain. Memahami HIV AIDS dan
bagaimana virus ini ditularkan merupakan dasar untuk melakukan tindakan pencegahan
 Ketahui status HIV AIDS patner seks anda. Berhubungan seks dengan sembarang
orang menjadikan pelaku seks bebas ini sangat riskan terinfeksi HIV, oleh karena itu
mengetahui status HIV AIDS patner seks sangatlah penting.
 Gunakan jarum suntik yang baru dan steril. Penyebaran paling cepat HIV AIDS
adalah melalui penggunaan jarum suntik secara bergantian dengan orang yang memiliki
status HIV positif, penularan melalui jarum suntik sering terjadi pada IDU ( injection
drug user).
 Gunakan Kondom Berkualitas. Selain membuat ejakulasi lebih lambat, penggunaan
kondom saat berhubungan seks cukup efektif mencegah penularan HIV AIDS melalui
seks.
 Lakukan sirkumsisi / khitan. Banyak penelitian pada tahun 2006 oleh National
Institutes of Health (NIH) menunjukkan bahwa pria yang melakukan khitan memiliki
resiko 53 % lebih kecil daripada mereka yang tidak melakukan sirkumsisi.
 Lakukan tes HIV secara berkala. Jika anda tergolong orang dengan resiko tinggi,
sebaiknya melakukan tes HIV secara teratur, minimal 1 tahun sekali
BAB III
PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian

Penelitian ini di lakukan dengan metode penelitian deskriftif. Penelitian deskriptif adalah
suatu metoda penelitian yang dilakukan denngan tujuan untuk mendeskriptifkan atau
menggambarkan fakta-fakta mengenai poulasi. Secara sistematis dan akurat.

Dalam penelitian ini, peneliti akan mengetahui tentang skrining HIV pada ibu hamil di
puskesmas ARSEL.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Waktu penelitian dimulai dari proposal dan penelitian.pengambilan data dilakukan di


laboratorium puskesmas arut selatan yang diambil dari januari – desember 2019 yang kebetulan
dikerjakan oleh peneliti sendiri bersama teman tim analis puskesmas Arut Selatan.

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi
Populasi adalah keseluruhan dari unit di dalam pengamatan yang akan di lakukan.
Populasi yang akan dilakukan oleh peneliti adalah pasien ibu hamil yang di periksa HIV
di puskesmas Arut Selatan.
3.3.2 Sampel
Sampel adalah sebagian dari populasi tang nilainya diukur, yang nantinya di pakai
oleh peneliti untuk menduga karakteristik dari populasinya.
Pengambilan sampel dilakukan dengan pengambilan sampel acak.

3.4 Definisi Operasional Variabel

Skrining HIV pada ibu hamil adalah pemeriksaan HIV pada ibu hamil yang berkunjung
pertama sekali ke fasilitas kesehatan dalam hal ini yang berkunjung ke puskesmas Arut Selatan.
3.5 Teknik Pengumpulan Data

3.5.1 Data

Data adalah fakta empirik yang di kumpulkan oleh peneliti untuk kepentingan
untuk menjawab pertanyaan penelitian. Data yang digunakan oleh peneliti adalah data
primer yang diambildari Januari – Desember 2019 di register laboratorium puskesmas
Arut Selatan.

3.5.2 Alat dan Bahan

 Alat
1. Tabung vakum tutup ungu
2. Srynge 3 cc
3. Tissue
4. Torniquet
5. Rapid test HIV

3.5.3 Prosedur penelitian

1. Metode: Rapid Test


2. Cara kerja

i) Cara pengambilan darah vena


(1) Salam pada pasien
(2) Jelaskan maksud dan tujuan tentang tindakan yang akna dilakukan
(3) Tanyakan nama, umur, dan alamat, sesuaikan dengan lembar permintaaan
(4) Minta pasien meluruskan lengannya, dan mengepal tangan
(5) Pasang torniquet kira kira 10 cm diatas lipatan
(6) Pilih bagian vena mediana cubili, lakukan perabaan memastikan posisi
vena
(7) Bersihkan kulit pada bagiann yang akan diambil dengan kapas alkohol
70% dan biarkan mengering
(8) Tusuk bagian vena dengan posisi lubang jarum menghadap ke atas dengan
sudut kemiringan andara jarum dan kulit adalah 15˚.
(9) Setelah darah masuk ke dalam spuit, minta pasien membuka kepalannya
(10) Setelah volume darah dianggap cukup, lepaskan torniquet, spuit dan kapas
di tempat suntikan, tekan kapas lalu plester.
ii) Penelitian HIV dengan rapid test
(1) Buka bungkus shipi dan letakkan strip pada tempat yang bersih dan kering
(2) Beri identitas pada stuip sesuai dengan identitas sampel yang akan di
periksa
(3) Ambil 20 µl serum teteskan pada well sampel strip test, tambahkam 1 tetes
dihents pada well yang sama
(4) Tunggu selama 15 menit, baca hasilnya

Interprestasi hasil

 Muncul garis 2. Berarti HIV reaktif


 Muncul daris 1. Berarti HIV non reaktif
 Tidak ada garis muncul berarti invalid, ulangi pemeriksaan

3.6 Pengolahan Data Dan Analisis Data

Dalam penelitian ini, peneliti memperoleh data di puskesmas arut selatan dari januari-
desember 2019 yang melakukan pemeriksaan HIV pada kunjungan pertama ibu hamil.

Anda mungkin juga menyukai