Anda di halaman 1dari 52

A.

HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN


Hipertensi adalah tekanan darah sekurang-kurangnya 140 mmHg
sistolik atau 90 mmHg diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 4-6
jam pada wanita yang sebelumnya normotensi. Bila ditemukan tekanan
darah tinggi (≥140/90 mmHg) pada ibu hamil, lakukan pemeriksaan kadar
protein urin dengan tes celup urin atau protein urin 24 jam dan tentukan
diagnosis.
1. Hipertensi Kronik
Definisi
Hipertensi tanpa proteinuria yang timbul dari sebelum kehamilan dan
menetap setelah persalinan
Diagnosisnya adalah :
a. Tekanan darah ≥140/90 mmHg
b. Sudah ada riwayat hipertensi sebelum hamil, atau diketahui adanya
hipertensi pada usia kehamilan <20 minggu.
c. Tidak ada proteinuria (diperiksa dengan tes celup urin)
d. Dapat disertai keterlibatan organ lain, seperti mata, jantung, dan
ginjal

Tatalaksana :

1) Anjurkan istirahat lebih banyak.


2) Pada hipertensi kronik, penurunan tekanan darah ibu akan
mengganggu perfusi serta tidak ada bukti-bukti bahwa tekanan
darah yang normal akan memperbaiki keadaan janin dan ibu.
3) Jika pasien sebelum hamil sudah mendapat obat antihipertensi, dan
terkontrol dengan baik, lanjutkan pengobatan tersebut
4) Jika tekanan diastolik >110 mmHg atau tekanan sistolik >160
mmHg, berikan antihipertensi
5) Jika terdapat proteinuria atau tanda-tanda dan gejala lain, pikirkan
superimposed preeklampsia dan tangani seperti preeklampsia
6) Berikan suplementasi kalsium1,5-2 g/hari dan aspirin 75 mg/hari
mulai dari usia kehamilan 20 minggu
7) Pantau pertumbuhan dan kondisi janin.

1
8) Jika tidak ada komplikasi, tunggu sampai aterm.
9) Jika denyut jantung janin <100 kali/menit atau >180 kali/menit,
tangani seperti gawat janin.
10) Jika terdapat pertumbuhan janin terhambat, pertimbangkan
terminasi kehamilan.
2. Hipertensi Gestasional
Definisi
Hipertensi tanpa proteinuria yang timbul setelah kehamilan 20 minggu
dan menghilang setelah persalinan.
Diagnosis :
a. Tekanan darah ≥140/90 mmHg
b. Tidak ada riwayat hipertensi sebelum hamil, tekanan darah normal
di usia kehamilan <12 minggu
c. Tidak ada proteinuria (diperiksa dengan tes celup urin)
d. Dapat disertai tanda dan gejala preeklampsia, seperti nyeri ulu hati
dan trombositopenia
e. Diagnosis pasti ditegakkan pascapersalinan

Tatalaksana :

1) Pantau tekanan darah, urin (untuk proteinuria), dan kondisi janin


setiap minggu.
2) Jika tekanan darah meningkat, tangani sebagai preeklampsia
ringan.
3) Jika kondisi janin memburuk atau terjadi pertumbuhan janin
terhambat, rawat untuk penilaian kesehatan janin.
4) Beri tahu pasien dan keluarga tanda bahaya dan gejala
preeklampsia dan eklampsia.
5) Jika tekanan darah stabil, janin dapat dilahirkan secara normal.
3. Superimposed Preeclampsia
Superimposed preeclampsia adalah gejala dan tanda-tanda preeklamsia
muncul sesudah kehamilan 20 minggu pada wanita yang sebelumnya
menderita hipertensi kronis.

2
B. PRE EKLAMPSIA
Pre-eklampsia adalah sindrom spesifik kehamilan berupa berkurangnya
perkusi organ akibat vasopasme dan aktifasi endotel. Pre eklampsi di bagi
menjadi 2 :
1. Pre eklampsia ringan
a. Pengertian
Adalah timbulnya hipertens idisertai protein uria dan edema pada
umur kehamilan 20 minggu atau lebih atau pada masa nifas. Gejala
ini dapat di timbulkan sebelum umur kehamilan 20 minggu pada
penykit trovoblas
b. Patofisiologi
Penyebab pre eklampsia ringan belum diketahui secara jelas.
Penyakit ini dianggap sebagai “maladaptation syndrome” akibat
vasospasme general dengan segalaakibat
c. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan rawat jalan pasien pre eklampsia ringan :
1) Banyak istirahat (berbaring tidur atau miring)
2) Diet :cukup protein, rendah karbohidrat, lemakdangaram.
3) Sedativa ringan :tablet phenobarbital 3x 30mg atau diazepam
3x 2mg per oral selama 7 hari
4) Pemeriksaan laboratorium : hemoglobin, hematokrit, trombosit,
urine lengkap, asam urat darah, fungsi hati dan fungsi ginjal
Bila setelah 1 minggu perawatan diatas tidak ada perawatan diatas
tidak ada perbaikan maka pre eklampsia ringan dianggap sebagai
pre eklampsia berat.
2. Pre eklamsia berat
a. Pengertian
Pre eklamsia berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang
ditandai dengan timbulnya hipertensi 160/110 mmHg atau lebih
disertai proteinuria danatau edema pada kehamilan 20 minggu atau
lebih.

3
b. Komplikasi
Dalam buku Penuntun kepaniteraan klinik obstetric dangin ekologi
yang ditulis oleh Manuaba (2003:105) Pre-Eklamsi berat dapat
menimbulkan komplikasi-komplikasi pada pasien, yaitu sebagai
berikut:
1) Solusio plasenta
2) Payah ginjal
3) Payah jantung
4) Payah paru yang disebabkan edema
5) Lever karena nekosis
6) Perdarahan otak
7) Help sindroma
8) Hemolisis
9) Eleved lever enzyms
c. Penatalaksanaan
Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala pre
eklamsia berat selama perawatan maka perawatan dibagi menjadi :
1) Perawatan aktif yaitu kehamilan segara di akhiriatau di
terminasi ditambah pengobatan medisinal
2) Perawatan konservatif yaitu kehamilan tetap dipertahankan
ditamabah pengobatan medisinal
d. Penanganan Pre-Eklamsi berdasarkan tingkatannya menurut
Yulaikhah (2008:101) yaitu:
1) Pre-Eklamsi ringan
a) Beri diet rendahgaram
b) Beri obat penenang (valium, fenobarbital)
c) Hindari pemberian diuretic dan antihipertensi
d) Pantau keadaan janin
e) Persalinan dapat dilakukan spontan bila perlu
memperpendek kala II dengan vakum atau forceps.
f) Jika ada indikasi, lakukan seksio cesarea (SC).

4
2) Pre-Eklamsiaberat
a) Beri diet rendah garam dan tinggi protein.
b) Pasang infus RL atau asering.
c) Pemantauan tanda-tanda vital.
d) Beri antikonvulsan :obatpilihan MgSO4 (magnesium sulfat),
alternatif diazepam.
e) Beri obat antihipertensi: obat pilihan hidralazin;
alternatiflabetolo, nifedipin, metildopa.
f) Hindari pemberian diuretik, kecualipada edema umum,
edema paru, gagal jantung kongestif.
g) Persingkat kala II dengan vakumatau forceps.
h) Jika partus pervaginam, dalam 24 jam bayi harus lahir.
i) Hindari pemberian metergin pasca partum, kecuali ada
perdarahan hebat.
j) Jika ada indikasi, lakukan seksio cesarea (SC).
e. Pengobatan medisinal
1) Obat anti kejang
MgSO4 (magnesium sulfat)
Pada kasus Pre-Eklamsi yang berat, magnesium sulfat yang
diberikan secara parenteral adalah obat antikejang yang efektif
tanpa menimbulkan depresi susunan saraf pusat baik pada ibu
maupun janinnya. Obat ini dapat diberikan secara intravena
melalui infus kontinu atau intramuscular dengan injeksi
intermiten. Persalinan dan pelahiran merupakan saat
kemungkinan besar terjadinya kejang, wanita dengan Pre-
Eklamsi berat biasanya diberi magnesium sulfat selama
persalinan dan selama 24 jam post partum (Cunningham,
2005:660).
Cara pemberian magnesium sulfat pada pasien Pre-Eklamsi
berat menurut Cunningham (2005:660) yaitu:

5
a) Infus intravena Kontinu
 Berikandosis bolus 4 sampai 6 gram magnesium sulfat
yang diencerkan dalam 100 ml cairan intravena dan
diberikan dalam 15-20 menit.
 Mulai infus rumatan dengan dosis 2 gram/jam dalam
100 ml cairan intravena.
 Magnesium sulfat dihentikan 24 jam setelah bayi lahir.
b) Injeksi intramuscular intermiten
 Berikan 4 gram magnesium sulfat sebagai larutan 20%
secara intravena dengan kecepatan tidak melebihi 1
gram/menit.
 Lanjutkan segera dengan 10 gram larutan magnesium
sulfat 50%, separuhnya (5 gram) disuntikkan dalam-
dalam di kuadran lateral atas bokong (penambahan 1 ml
lidokain 2 % dapat mengurangi nyeri).
 Setiap 4 jam sesudahnya berikan 5 gram larutan
magnesium sulfat 50% yang disuntikkan dalam-dalam
ke kuadran lateral atas bokong bergantian kiri-kanan,
tetapi hanya setelah dipastikan bahwa reflek patela
masih baik, tidak terdapat depresi pernapasan,
pengeluaran urin selama 4 jam sebelumnya melebihi
100 ml.
 Magnesium sulfat dihentikan 24 jam setelah pelahiran.
f. Cara pemberian Magnesium sulfat (MgSO4) menurut Achadiat
dalam bukunya yang berjudul Prosedur Tetap Obstetri dan
Ginekologi (2004:13) yaitu:
1) Dosisawal (loading dose) 4-6 gram intravena dengan kecepatan
pemberian tidak lebih dari 1 gram/menit.
2) Diikuti dengan pemberian secara infus (drip) dengan dosis 1,5-
2 gram/jam, agar dicapai kadar serum 4,8-8,4 mg/dL (4-7
mEq/L).

6
3) Bila masih terjadi kejang dengan pemberian di atas, dapat
diberikan diazepam 5-10 mg intravena atau amobarbital 250
mg intravena
4) Penggunaan MgSO4 biasanya sampai 24 jam setelah bayi lahir,
atau setelah produksi urine normal kembali.
g. Syarat-syaratpemberian MgSO4 menurut Sastrawinata (2004 :75)
yaitu:
1) Harus tersedia antidotum, yaitu kalsium glukonas 10% (1 gram
dalam 10 cc).
2) Frekuensi pernapasan ≥16 kali per menit.
3) Produksiurin ≥30 cc per jam (≥0,5 cc/kg BB/jam).
4) Reflek patella positif
h. MgSO4 dihentikan pemberiannya apabila:
1) Ada tanda-tanda intoksikasi.
2) Setelah 24 jam pasca persalinan.
3) Dalam 6 jam pasca persalinan, sudah terjadi perbaikan
(normotensif).
i. Diazepam, Diazepam hanya dipakai jika MgSO4 tidak tersedia.
Cara pemberian diazepam menurut Sastrawinata (2004:75) yaitu:
1) Pemberian melalui intravena
a) Dosis awal: Diazepam 10 mg intravena pelan-pelan
selama 2 menit
b) Dosis pemeliharaan: Diazepam 40 mg dalam 500 ml
larutan ringer laktat per infuse, Depresi pernapasan ibu
mungkin akan terjadi jika dosis >30 mg/jam, Jangan
berikan >100 mg/24 jam.
j. Obat antihipertensi
Obat hipertensi yang diberikan pada pasien Pre-Eklamsi menurut
Sastrawinata (2004:75) yaitu:
1) Obat pilihan hidralazin: 5 mg intravena pelan-pelantiap 5
menit, jika perlu diulang tiap jam atau 12,5 mg/2 jam.
2) Alternatif: labetolol, nifedipin, metildopa.

7
a) Labetolol 10 mg intravena, jika tidak ada respon 20 mg
intravena, dosis dapat dinaikkan sampai 40 hingga 80 mg.
b) Nifedipin 30 mg/hari per oral.
c) Metildopa 3x250-500 mg/hari.

C. EKLAMSIA
1. Pengertian
Eklamsiaa dalah kelainan akut pada wanita hamil, pada usia
kehamilan 20 minggu atau lebih atau pada masa nifas yang ditandai
dengan adanya kejang dan atau koma, sebelumnya didahului oleh
tanda-tanda pre eklamsia.
2. Patofisiologi
Sama dengan pre eklampsia dengan akibat yang lebih serius pada
organ-organ hati, ginjal, otak, paru-paru dan jantung yakni terjadi
nekrosis dan perdarahan pada organ-organ tersebut.
3. Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan :
a. Untuk menghentikan dan mencegah kejang
b. Mencegah dan mengatasi penyulit, khususnya krisis hipertensi
c. Sebagai penunjang untuk mencapai stabilisasi keadaan ibu
seoptimal mungkin
d. Mengakhiri kehamilan dengan trauma ibu seminimal mungkin
Penangannya :
a. Terapi mendik amentosa sama seperti pengobatan pre eklamsia
berat kecuali bila timbul kejang-kejang lagi maka dapat diberikan
MgSo4 2 gram intravenous selama 2 menit minimal 20 menit
setelah pemberian terakhir. Dosis tambahan 2 gram hanya di
berikan 1 kali saja. Bila setelah di beri dosis tambahan masih
tetap kejang maka diberikan amobarbital atau thiopental 3-5
mg/kg BB/IV perlahan-lahan
b. Perawatan bersama: konsul bagian saraf , penyakit dalam /
jantung, mata, anestesi dan anak.

8
c. Perawatan pada serangan kejang: di kamar isolasi yang cukup
terang/ICU
Pengobatan Obstetrik
a. Apa bila pada pemeriksaan, syarat-syarat untuk mengakhiri
persalinan pervaginam dipenuhi maka persalinan tindakan dengan
trauma yang minimal
b. Apa bila penderita sudah inpartu pada fase aktif, langsung
dilakukan amniotomi lalu diikuti partograf bila ada kema cetan
dilakukan seksio sesar.
c. Tindakan seksio sesar dilakukan pada keadaan:
1) Penderita belum inpartu
2) Fase Laten
3) Gawat Janin

D. POSTMATUR
1. Definisi
WHO mendefinisikan kehamilan lewat waktu atau postmatur
sebagai kehamilan usia lebih dari 42 minggu penuh (294 hari)
terhitung sejak hari pertama haid terakhir. Namun penelitian terkini
menganjurkan tatalaksana lebih awal
Menurut Ida Bagus Gede Manuaba kehamilan lewat waktu adalah
kehamilan yang melebihi waktu 42 minggu belum terjadi persalinan.
Menurut standar internasional dari American College of
Obstetricians and Gynocologist (1997), kehamilan jangka panjang atau
prolonged pregnancy ialah kehamilan yang terjadi dalam jangka waktu
lengkap 42 minggu (294 hari) atau lebih, yang dihitung dari hari
pertama haid terakhir. Yang dimaksud lengkap 42 minggu ialah 41
minggu 7 hari, jika 41 minggu 6 hari belum bisa dikatakan lengkap 42
minggu. Kehamilan yang terjadi dalam jangka waktu >40 minggu
sampai dengan 42 minggu disebut kehamilan lewat tanggal atau
postdate pregnancy.

9
2. Penyebab
Penyebab pasti kehamilan lewat waktu sampai saat ini belum kita
ketahui. Diduga penyebabnya adalah siklus haid yang tidak diketahui
pasti, kelainan pada janin (anencefal, kelenjar adrenal janin yang
fungsinya kurang baik, kelainan pertumbuhan tulang
janin/osteogenesis imperfecta; atau kekurangan enzim sulfatase
plasenta).
Beberapa teori yang diajukan pada umumnya menyatakan bahwa
terjadinya postmatur sebagai akibat gangguan terhadap timbulnya
persalinan. Beberapa teori diajukan antara lain sebagai berikut.
a. Pengaruh progesterone
Penurunan hormon progesteron dalam kehamilan dipercaya
merupakan kejadian perubahan endokrin yang penting dalam
memacu proses biomolekular pada persalinan dan meningkatkan
sensitivitas uterus terhadap oksitosin sehingga beberapa penulis
menduga bahwa terajdinya postmatur adalah keadaan karena masih
berlangsungnya pengaruh progesteron.
b. Teori oksitosin
Pemakaian oksitosin untuk induksi persalinan pada postmatur
memberi kesan atau dipercaya bahwa oksitosin secara fisiologis
memegang peranan penting dalam menimbulkan persalinan dan
pelepasan oksitosin dari neurohipofisis wanita hamil yang pada
kehamilan lanjut diduga sebagai salah satu faktor penyebab
postmatur.
c. Teori kortisol/ACTH janin
Dalam teori ini diajukan bahwa sebagai “pemberi tanda” untuk
dimulainya persalinan adalah janin, diduga akibat peningkatan
tiba-tiba kadar kortisol plasma janin. Kortisol janin akan
memngaruhi plasenta sehingga produksi progesteron berkurang
dan memperbesar sekresi estrogen, selanjutnya berpengaruh
terhadap meningkatnya produksi prostaglandin. Pada cacat bawaan
janin seperti anensefalus, hipoplasia adrenal janin, dan tidak

10
adanya kelenjar hipofisis pada janin akan menyebabkan kortisol
janin tidak diproduksi dengan baik sehingga kehamilan dapat
berlangsung lewat bulan.
d. Syaraf uterus
Tekanan pada ganglion servikalis dari pleksus Frankenhauser akan
membangkitkan kontraksi uterus. Pada keadaan dimana tidak ada
tekanan pada pleksus ini, seperti pada kelainan letak, tali pusat
pendek dan bagian bawah masih tinggi, semua hal tersebut diduga
sebagai penyebab terjadinya postmatur.
e. Herediter
Beberapa penulis menyatakan bahwa seorang ibu yang mengalami
kehamilan postmatur, mempunyai kecenderungan untuk
melahirkan lewat bulan pada kehamilan selanjutnya. Mogren
(1999) seperti dikutip Cunningham, menyatakan bahwa bilamana
seorang ibu mengalami kehamilan postmatur saat melahirkan anak
perempuan, maka besar kemungkinan anak perempuannya akan
mengalami kehamilan postmatur.

Kehamilan dapat dinyatakan sebagai kehamilan postmatur bila didapat


3 atau lebih dari 4 kriteria hasil pemeriksaan sbb :

a. Telah lewat 36 minggu sejak tes kehamilan positif


b. Telah lewat 32 minggu sejak DJJ pertama terdengar dengan
doppler
c. Telah lewat 24 minggu sejak dirasakan gerak janin pertama kali
d. Telah lewat 22 minggu sejak terdengarnya DJJ pertama kali
dengan stetoskop Leanec
3. Diagnosa
a. USG di trimester 1 (usia kehamilan diantara 11 – 14 minggu)
sebaiknya ditawarkan kepada semua ibu hamil untuk menentukan
usia kehamilan dengan tepat.
b. Bila terdapat perbedaan usia kehamilan lebih dari 5 hari
berdasarkan perhitungan hari pertama haid terakhir dan USG,

11
trimester 1, waktu tafsiran kelahiran harus disesuaikan berdasarkan
hasil USG.
c. Bila terdapat perbedaan usia kehamilan dari 10 hari berdasarkan
perhitungan hari pertama haid terakhir dan USG, trimester 2,
waktu tafsiran persalinan harus sesuai berdasarkan hasil USG.
d. Ketika terdapat hasil USG trimester 1 dan 2, usia kehamilan
ditentukan berdasarkan hasil USG yang paling awal.
e. Jika tidak ada USG, lakukan anamnesis yang baik untuk
menentukan hari pertama haid terakhir, waktu DJJ pertama
terdeteksi, dan waktu gerakan janin pertama dirasakan.

4. Faktor Predisposisi : Riwayat kehamilan lewat waktu sebelumnya

5. Pengaruh pada kehamilan,persalinan dan nifas


a. Terhadap Ibu
Persalinan postmatur dapat menyebabkan distosis karena aksi
uterus tidak terkoordinir, Janin besar, Moulding kepala kurang.
Maka akan sering dijumpai : partus lama, kesalahan letak, inersia
uteri, distosia bahu dan perdarahan postpartum. Hal ini akan
menaikan angka mordibitas dan mortalitas.
b. Terhadap janin
Jumlah kematian janin/ bayi pada kehamilan 43 minggu tiga kali
lebih besar dari kehamilan 40 minggu karena postmaturitas akan
menambah bahaya pada janin. Pengaruh postmaturitas pada janin
bervariasi: berat badan janin dapat bertambah besar, tetap dan ada
yang berkurang, sesudah kehamilan 42 minggu. Ada pula yang
bisa terjadi kematian janin dalam kandungan.
c. Tatalaksana
1) Segera mungkin rujuk pasien ke rumah sakit
2) Apabila memungkinkan, tawarkan pilihan membrane sweeping
antara usia kehamilan 38 – 41 minggu setelah berdiskusi
mengenai risiko dan keuntungannya.

12
3) Tawaran induksi persalinan mulai dari usia kehamilan 41
minggu
4) Pemeriksaan antenatal untuk mengawasi kehamilan usia 41
minggu sampai 42 minggu sebaiknya meliputi non-stres test
dan pemeriksaan volume cairan amnion.
5) Bila usia kehamilan mencapai 42 minggu lahirkan bayi.

E. PREMATUR
1. Pengertian
Bayi yang lahir dengan usia kehamilan 28-36 minggu dengan berat
badan kurang dari 2500 gr. Ciri – ciri aktivitas bayi dengan berat
badan lahir rendah berbeda – beda sehingga perlu di perhatikan
gambaran umum kehamilan .
a. Ingat hari pertama menstruasi
b. Denyut jantung terdengar pada minggu 18 sampai 22
c. Fetal qurcning minggu 16 sampai 18
d. Pemeriksaan tinggi fundus uteri
e. Penilaian secara klinik : berat badan lahir, panjang badan,
lingkar dada, lingkar kepala.
2. Faktor – faktor yang menyebabkan terjadinya prematur
a. Faktor ibu
Umur ibu kurang dari 20 tahun atau di atas 35 tahun
1) Gizi saat hamil yang kurang
2) Jarak hamil dan bersalin terlalu dekat
3) Penyakit menahun ibu : hipertensis, jantung, perokok
4) Faktor bekerja terlalu keras
b. Faktor kehamilan
1) Hamil dengan hidramnion
2) Hamil ganda
3) Pendarahn antepartum
4) Komplikasi hamil : pre-Eklamsia/ eklamsia ketuban pecah
dini

13
c. Faktor janin
1) Cacat bawaan
2) Infeksi dalam Rahim
3. Gambaran Bayi Prematur
Karakteristik bayi berat badan lahir :
a. Berat badan kurang dari 2500 gram
b. Panjang kurang dari 45 cm
c. Lingkaran dada kurang dari 30 cm
d. Lingkaran kepala kurang dari 33 cm
e. Umur kehamilan kurang dari 37 minggu
f. Kepala relatif lebih besar
g. Kulit, tipis, transpran, rambut lanodu banyak, lemak kulit kurang
h. Otot hipotonik lemah
i. Pernafasan tidak teratur dapat terjadi apnea
j. Kepala tidak mampu tegak
k. Pernafasan sekitar 45 sampai 50 kali perdetik
l. Frekuensi nadi 100 sampai 140 kali per detik.
4. Perawatan bayi premature
a. Posisi kepala dibawah ( pada sudut 30 derajat) dipertahankan
untuk memudahkan drainage tractus respiratorius. Jika
perdarahan intracranial di curigai, bayi harus dibaringkan dalam
posisi horizontal
b. Sekret diaspirasi dari dalam tengggorokan dan hidung secara
hati-hati dengan alat penghisap lender
c. Inkubator sangat, menolong karena suhu, kelembaban dan
oksigen bisa dikontrol. Atmosfer yang paling balik adalah
atmosfer yang hangat. Untuk mencegah terjadinya retrolenta
fibroplasias. Kadar oksigen harus dibawah 40
d. Bayi yang apneu harus diberi oksigen selama 1 sampai 2 menit
dari kelahirannya. Diperlukan pernapasan buatan yang memadai.
Kami mendapatkan bahwa teknik pernapasan dengan balon dan

14
masker ( bag and mask technique) merupakan teknik yang efisien
dan aman.
e. Tindakan resusitasi harus hati-hati dan tidak kasar. Pemukulan
dan pemijatan tidak dianjurkan. Yang paling baik adalah
penanganan yang sedikit mungkin
f. Kadang-kadang diperlukan laryngoskop untuk mengeluarkan
debris dari dalam tractus respiratorius dan untuk melakukan
intubasi guna memasukkan oksigen
g. Respirasi yang sukar dan menetap dapat menunjukkan adanya
penumothorax atau hernia diafragmatika
h. Kalau bayinya terbius oleh obat-obatan yang digunakan ibu,
maka pengaruh obat-obat depresan ini dapat dilawan dengan
pemberian Nalline kepada bayi tersebut. Takarannya adalah 0.2
mg yang diberikan ke dalam vena umbilicalis. Jika berat bayi
kurang dari 1000 gr, takarannya adalah 0.1 mg. Obat-obat
perangsang tidak boleh digunakan.
i. Sekalipun tidak ada kesepakatan apakah tali pusat harus dijepit
secara dini ataukah bayi harus diangkat lebih tinggi daripada
plasenta sampai denyut tali pusat berhenti, namun terdapat
kesepakatan bahwa tali pusat tidak boleh diurut keaarah bayi
karena darah tambahan yang masuk mendadak ke dalam sirkulasi
darah bayi dapat menimbulkan overloading dan memberikan
beban kepada jantung.
j. Karena prematuritas umumnya disertai malformasi congenital,
bayi harus diperiksa dengan cermat
k. Kalau mungkin kelahiran harus dihadiri oleh dokter spesialis
anak.
l. Bangsal perawat premature yang terpisah dengan staf yang
terlatih khusus merupakan fasilitas yang amat berharga.

15
5. Ballard Skor
Penilaian Maturitas Neuromuskular
a. Postur
Tonus otot tubuh tercermin dalam postur tubuh bayi saat istirahat
dan adanya tahanan saat otot diregangkan Ketika pematangan
berlangsung, berangsur-angsur janin mengalami peningkatan
tonus fleksor pasif dengan arah sentripetal, dimana ekstremitas
bawah sedikit lebih awal dari ekstremitas atas. Pada awal
kehamilan hanya pergelangan kaki yang fleksi. Lutut mulai fleksi
bersamaan dengan pergelangan tangan. Pinggul mulai fleksi,
kemudian diikuti dengan abduksi siku, lalu fleksi bahu. Pada bayi
prematur tonus pasif ekstensor tidak mendapat perlawanan,
sedangkan pada bayi yang mendekati matur menunjukkan
perlawanan tonus fleksi pasif yang progresif. Untuk mengamati
postur, bayi ditempatkan terlentang dan pemeriksa menunggu
sampai bayi menjadi tenang pada posisi nyamannya. Jika bayi
ditemukan terlentang,dapat dilakukan manipulasi ringan dari
ekstremitas dengan memfleksikan jika ekstensi atau sebaliknya.
Hal ini akan memungkinkan bayi menemukan posisi dasar
kenyamanannya. Fleksi panggul tanpa abduksi memberikan
gambaran seperti posisi kaki kodok.
b. Square Window
Fleksibilitas pergelangan tangan dan atau tahanan terhadap
peregangan ekstensor memberikan hasil sudut fleksi pada
pergelangan tangan. Pemeriksa meluruskan jarijari bayi dan
menekan punggung tangan dekat dengan jari-jari dengan lembut.
Hasil sudut antara telapak tangan dan lengan bawah bayi dari
preterm hingga posterm diperkirakan berturut-turut > 90 °, 90 °,
60 °, 45 °, 30°, dan 0 °
c. Arm Recoil
Manuver ini berfokus pada fleksor pasif dari tonus otot biseps
dengan mengukur sudut mundur singkat setelah sendi siku

16
difleksi dan ekstensikan. Arm recoil dilakukan dengan cara
evaluasi saat bayi terlentang. Pegang kedua tangan bayi,
fleksikan lengan bagian bawah sejauh mungkin dalam 5 detik,
lalu rentangkan kedua lengan dan lepaskan.Amati reaksi bayi
saat lengan dilepaskan. Skor 0: tangan tetap terentang/ gerakan
acak, Skor 1: fleksi parsial 140-180 °, Skor 2: fleksi parsial 110-
140 °, Skor 3: fleksi parsial 90-100 °, dan Skor 4: kembali ke
fleksi penuh
d. Popliteal Angle
Manuver ini menilai pematangan tonus fleksor pasif sendi lutut
dengan menguji esistensi ekstremitas bawah terhadap ekstensi.
Dengan bayi berbaring telentang, dan tanpa popok, paha
ditempatkan lembut di perut bayi dengan lutut tertekuk penuh.
Setelah bayi rileks dalam posisi ini, pemeriksa memegang kaki
satu sisi dengan lembut dengan satu tangan sementara
mendukung sisi paha dengan tangan yang lain. Jangan
memberikan tekanan pada paha belakang, karena hal ini dapat
mengganggu interpretasi. Kaki diekstensikan sampai terdapat
resistensi pasti terhadap ekstensi. Ukur sudut yang terbentuk
antara paha dan betis di daerah popliteal. Perlu diingat bahwa
pemeriksa harus menunggu sampai bayi berhenti menendang
secara aktif sebelum melakukan ekstensi kaki. Posisi Frank
Breech pralahir akan mengganggu maneuver ini untuk 24 hingga
48 jam pertama usia karena bayi mengalami kelelahan fleksor
berkepanjangan intrauterine. Tes harus diulang setelah pemulihan
telah terjadi.
e. Scarf Sign
Manuver ini menguji tonus pasif fleksor gelang bahu. Dengan
bayi berbaring telentang, pemeriksa mengarahkan kepala bayi ke
garis tengah tubuh dan mendorong tangan bayi melalui dada
bagian atas dengan satu tangan dan ibu jari dari tangan sisi lain
pemeriksa diletakkan pada siku bayi. Siku mungkin perlu

17
diangkat melewati badan, namun kedua bahu harus tetap
menempel di permukaan meja dan kepala tetap lurus dan amati
posisi siku pada dada bayi dan bandingkan dengan angka pada
lembar kerja, yakni, penuh pada tingkat leher (-1); garis aksila
kontralateral (0); kontralateral baris puting (1); prosesus xyphoid
(2); garis puting ipsilateral (3); dan garis aksila ipsilateral (4)
f. Heel to Ear
Manuver ini menilai tonus pasif otot fleksor pada gelang panggul
dengan memberikan fleksi pasif atau tahanan terhadap otot-otot
posterior fleksor pinggul. Dengan posisi bayi terlentang lalu
pegang kaki bayi dengan ibu jari dan telunjuk, tarik sedekat
mungkin dengan kepala tanpa memaksa, pertahankan panggul
pada permukaan meja periksa dan amati jarak antara kaki dan
kepala serta tingkat ekstensi lutut ( bandingkan dengan angka
pada lembar kerja). Penguji mencatat lokasi dimana resistensi
s
i
g
n
i
f
i
k
a
n
dirasakan. Hasil dicatat sebagai resistensi tumit ketika berada
pada atau dekat: telinga (-1); hidung (0); dagu (1); puting baris
(2); daerah pusar (3); dan lipatan femoralis (4)

18
F. KPSW
1. Definisi
KPSW adalah ketuban yang dinyatakan pecah dini apabila
terjadi sebelum proses persalinan berlangsung. KPSW disebabkan
oleh karena berkurangnya kekuatan membran atau meningkatnya
tekanan intra uterin atau oleh kedua faktor tersebut. Berkurangnya
kekuatan membran disebabkan oleh adanya infeksi yang dapat
berasal dari vagina serviks ( Sarwono Prawiroharjo, 2002 ).
Normalnya selaput ketuban pecah pada akhir kala I atau
kala II persalinan.Bisa juga belum pecah sampai saat mengedan,
sehingga perlu diperlukan pemecahan atau amniotomi. Bila periode
laten terlalu panjang dan ketuban sudah pecah, maka dapat terjadi
infeksi yang dapat meningkatkan angka kematian ibu dan anak.
2. Gejala
a. Air ketuban mengalir keluar, sehingga Rahim mengecil tidak
sesuai dengan umur kehamilannya dan konsistensinya lebih
keras.
b. Biasanya terjadi persalinan.
c. Cairan hydroohoea amniotica
3. Etiologi
Etiologi terjadinya KPSW tidak jelas, tetapi berbagai jenis
faktor yang menimbulkan terjadinya KPSW yaitu : infeksi vagina
dan serviks, fisiologi selaput ketuban yang abnormal, inkompetensi
serviks dan defisiensi gizi dari tembaga atau asam askorbat (
vitamin c). (manuaba, Ida Bagus Gde. 2007)
Faktor yang berhubungan dengan meningkatnya insiden
KPSW antara lain :
a. Fisiologi selaput amnion/ketuban yang abnormal
b. Inkompetensi serviks
c. Infeksi vagina atau serviks
d. Kehamilan ganda
e. Polihidramnion

19
f. Trauma
g. Dinstensi uteri
h. Stress maternal dan vetal
i. Serviks yang pendek
4. Faktor resiko ketuban pecah sebelum waktunya antara lain :
a. Kehamilan multiple atau gemeli
b. Riwayat persalinan preterm
c. Bakteri uria
d. PH vagian diatas 4,5
e. Serviks tipis atau kurang dari 39 mm
5. Patofisiologi
KPSW biasanya terjadi karena berkurangnya kekuatan
membran atau penambahan tekanan intra uterin ataupun sebaiknya.
Kemungkinan tekanan intra uterin yang kuat adalah penyebab
independen dari KPSW dan selaput ketubn yang tidak kuat akibat
kurangnya jaringan ikat dan vaskularisasi akan mudah pecah
dengan mengeluarkan air ketuban.
Menurut Tailor, dkk terjadinya KPSW ternyata ada
hubungannya dengan hal – hal berikut :
a. Adanya hipermortilitas Rahim yang sudah lama terjadi sebelum
ketuban pecah. Selaput ketuban selalu tipis (kelainan ketuban)
b. Infeksi ( amnionitis / korioamnionitis)
c. Faktor yang lain merupakan predisposisi, disproporsi, serviks
inkompeten, dll.
d. KPSW artifisial (amniotomi) dimana ketuban dipecahkan
terlalu dini
e. Hidramnion
f. Hamil ganda
g. Letak lintang
h. Letak sungsang
i. Vitamin c rendah

20
6. Diagnosa
Secara klinik diagnose ketuban pecah dini tidak sukar
dibuat anamneses pada klien dengan keluarnya air seperti kencing
dengan tanda – tanda yang khas sudah dapat menilai itu ketuban
pecah dini. Untuk menentukan betul atau tidaknya ketuban pecah
dini bisa dilakukan dengan cara :
a. Adanya cairan yang berisi meconium ( kotoran janin), verniks
kaseosa (lemak putih), rambut lanugo (bulu – bulu halus) bila
telah terinfeksi bau.
b. Pemeriksaan inspekulo, lihat dan perhatikan apakah memang
air ketuban keluar dari kanalais servikalis pada bagian yang
sudah pecah, atau terdapat cairan ketuban pada forniks
posterior.
1) USG : volume cairan amnion berkurang atau
oligohidramnion
2) Terdapat infeksi genital (sistemik)
3) Gejala chorioamnionitis
7. Tanda dan Gejala
Keluar air ketuban warna putih keruh, jernih, kuning, hijau atau
kecoklatan sedikit-sedikit atau sekaligus banyak.Dapat disertai
demam bila sudah ada infeksi.
Janin mudah diraba
Pada pemeriksaan dalam, selaput ketuban tidak ada, air ketuban
kering, inspekulo tanpa air ketuban mengalir atau selaput ketuban
tidak ada dan air ketuban sudah kering.
8. Komplikasi atau Prognosis
Infeksi intra partum (korioamnionitis) ascendens dari vagina ke
inta uteri.Pada ketuban pecah 6 jam, resiko infeksi meningkat satu
kali.Ketuban pecah 24 jam, resiko infeksi meningkat sampai dua
kali lipat. Persalinan preterem jika terjadi pada usia kehamilan
preterem. Prolapses tali pusat, bisa sampai gawat janin dan
kematian janin akibat hipoksia (sering terjadi pada presentasi

21
bokong atau letak lintang).Oligohidramnion bahkan sering partus
kering karena air ketuban habis.
Adapun pengaruh ketuban pecah dini terhadap ibu dan janin
adalah:
a. Infeksi intra partal atau dalam persalinan jika terjadi infeksi
dan kontraksi, ketuban pecah maka bisa menyebabkan sepsis
yang selanjutnya dapat mengakibatkan meningkatnya
morbiditas dan mortalitas.
b. Infeksi Puerperalis atau masa nifas
c. Dry labour atau partus lama
d. Perdarahan post partum
e. Meningkatkan tindakan operatif obstetric (khususnya SC)
f. Morbiditas dan mortalitas maternal

Prognosis janin

a. Prematuritas
Masalah yang dapat terjadi pada persalinan premature
diantaranya adalah respiratory distress syndrome, hypothermia,
neonatal feeding problem, retinophaty of premturity,
intraventricular hemorrhage, necritizing enterocolitis, brain
disorder (and risk of cerebral palsy), hyperbilirubinemia,
anemia, sepsis.
b. Prolapse funiculli atau penurunan tali pusat
c. Hipoksia dan asfiksia sekunder
d. Syndrome deformitas janin
e. Morbiditas dan mortalitas perinatal

9. Penanganan
Ketuban pecah sebelum waktunya pada usia kehamilan <36
minggu, dilakukan tindakan konservatif. Tindakan konservatif
adalah istirahat berbaring, pemberian antibiotic, pematangan paru

22
dan penilaian tanda-tanda infeksi secara klinik maupun
laboraturium.
Manuaba, Ida Bagus Gede (2007) dalam tindakan pada ketuban
pecah sebelum watunya dapat dilakukan tiga tindakan:
a. Konservatif:
1) Tirah baring untuk mengurangi keluarnya air ketuban
sehingga masa kehamilan dapat diperpanjang.
2) Tirah baring dapat dikombinasikan dengan pemberian
antibiotic sehingga dapat menghindari infeksi.
3) Antibiotik yang dianjurkan adalah: ampisilin dosis tinggi
untuk infeksi streptokokus beta, eritromisin dosis tinggi
untuk clamidia Trachomatis dan ureoplasma dan lainnya,
bahaya menunggu terlalu lama adalah kemungkinan infeksi
semakin meningkat sehingga terpaksa harus dilakukan
terminasi
b. Tatalaksana Aktif :
1) Dilakukan untuk memperpanjang usia kehamilan dengan
memberi kombinasi antara lain : kortikosteroid untuk
mematangkan paru, takolitik untuk mengurangi atau
menghambat kontraksi uterus, antibiotic untuk mengurangi
peranan infeksi sebgai pemicu terjadinya proses persalinan
2) Tindakan tatalaksana aktif tidak terlalu banyak dapat
meningkatkan maturitas janin dan paru dalam keadaan
terpaksa harus dilakukan terminasi untuk menyelamatkan
bayi atau meternal
3) Dalam upaya menunda proses persalinan dikemukaan 5
kriteria sikap :
a) Usia kehamilan kurang dari 26 minggu
Sulit mempertahankan kehamilan sampai aterm atau
sampai usia kehamilan sekitar 34 minggu, bahaya
infeksi atau keadaan oligohidramnion akan
menimbulkan masalah pada janin, bayi dengan usia

23
kehamilan kurang dari 26 minggu sulit untukhidup dan
beradaptasi diluar kandungan.
b) Usia kehamilan 26 sampai 31 minggu
Persoalan tentang sikap dan komplikasi persalinan
masih sama seperti pada usia kehamilan kurang dari 26
minggu, pada rumah sakit yang sudah maju mungkin
terdapat unit perawatan intensif neonates untuk
perawatan janin, pertolonan persalinan dengan BB janin
kurang dari 2000 gr dianjurkan dengan SC.
c) Usia kehamilan 31 minggu sampai 33 minggu
Dianjurkan untuk melakukan amniosintesis untuk
menentukan maturitas paru, perhatikan tanda infeksi
intrauterine, umumnya berat badan janin sudah sekitar
2000 gr sehingga sudah sangat mungkin tertolong.
d) Usia kehamilan 34 sampai 36 minggu
BB janin sudah cukup baik, sehingga langsung dapat
dilakukan therapy induksi atau SC.
e) Usia kehamilan diatas 36 minggu
Sudah dianggap aterm sehingga seharusnya dapat hidup
diluar kandungan dan selamat.

Manuaba, Ida Bagus Gde (2007) dalam menghadapi ketuban


pecah sebelum waktunya harus mempertimbangkan hal-hal sebagai
berikut :

a. Fase laten
1) Lamanya waktu sejak ketuban pecah sampai terjadinya proses
persalinan
2) Semakin panjang fase laten semakin besar kemungkinan terjadinya
infeksi
3) Mata rantai infeksi merupakan asendens infeksi, antara lain :
a) Khorioamnionitis
(1) Abdomen terasa tegang

24
(2) Pemeriksaan laboratrium, terjadi leokositosis
(3) Protein C reaktif meningkat
(4) Kultur cairan amnion positif
b) Desituitis : infeksi yang terjadi pada lapisan desidua
b. Perkiraan berat badan janin dapat ditentukan dengan
pemeriksaan USG yang mempunyai program untuk mengukur
berat badan janin.semakin kecil berat badan janin, semakin
besar kemungkinan kematian dan kesakitan sehingga tindakan
terminasi memrlukan pertimbangan keluarga.
c. Presentasi janin intrauterine, presentasi janin merupakan
petunjuk untuk melakukan terminasi kehamilan. Pada letak
lintang atau bokong harus dilakukan dengan SC.
d. Tatalaksana agresif
Tindakan agresif dilakukan jika ada indikasi vital, sehingga
tidak dapat ditunda karena mengancam kehidupan janin atau
maternal. Indikasi vital yang dimaksud yaitu:
1) Infeksi intrauterine
2) Solusio plasenta
3) Gawat janin
4) Prolapse tali pusat
5) Evaluasi DJJ, menunjukan gawat janin
6) BB janin cukup viable untuk dapat beradaptasi diluar
kandungan

G. OLIGOHIDRAMNION
1. Definisi
Oligohidramnion adalah suatu keadaan dimana jumlah air
ketuban kurang dari normal yaitu 800 cc (Manuaba, 2010).

25
2. Etiologi
Sebab yang pasti tidak begitu diketahui.Primer mungkin karena
amnion kurang baik tumbuhnya dan sekunder misalnya karena
ketuban pecah dini.(Mochtar, 2002).
Menurut sarwono (2009) beberapa keadaan yang dapat
menyebabkan oligohidramnion adalah kelainan konginetal,
pertumbuhan janin terhambat, ketuban pechm kehamilan postterm,
insufisiensi plasenta, dan obat-obatan (misalnya dari golongan
antiprostaglandin). Kelainan konginetal yang paling sering
menimbulkan oligohidramnion adalah kelainan sistem saluran
kemih(kelainan ginjal bilateral dan obstruksi uretra), dan kelainan
kromosom (triploidi, trisomi 18 dan 13). Trisomi 21 jarang
memberikan kelainan pada saluran kemih sehingga tidak
menimbulkan oligohidramnion.Insufisensi plasenta oleh sebab
apapun dapat menyebabkan hipoksia janin. Hipoksia janin yang
berlangsung kronis akan memicu mekanisme retribusi darah. Salah
satu dampaknya adalah terjadi penurunan aliran darah ke
ginjal.Produksi urine berkurang dan terjadi oligohidramnion.

3. Patofisiologi
Sindroma Potter dan fenotif potter adalah suatu keadaan
kompleks yang berhubungan dengan gagal ginjal bawaan dan
berhubungan dengan oligohidramnion.
Fenotip potter digambarkan sebagai suatu keadaan khas
pada bayi baru lahir dimana ketubannya sangat sedikit atau tidak
ada, sehingga menyebabkan bayi tidak memiliki bantalan pada
dinding rahim. Tekanan pada dinding rahim menyebabkan
gambaran yang khas pada wajah (wajah potter).Selain itu karena
ruang yang sempit pada rahim menyebabkan ruang gerak menjadi
abnormal atau mengalami kontraktur dan terpaku pada posisi
abnormal.

26
Oligohidramnion juga menyebabkan terhentinya perkembangan
paru (paru-paru hipoplasti) sehingga pada saat lahir paru-paru tidak
berfungsi sebagaimana mestinya.
Oligohidramnion mempengaruhi umbilikus sehingga
menimbulkan gangguan aliran darah menuju janin serta
menimbulkan asfiksia intrauterin.air ketuban yang kental akan
diaspirasi sehingga menambah kejadian asfiksia asfiksia
neonatorum.
Oligohidramnion dapat menjadi tanda ada kelainan pada
saluran pengeluaran atau saluran kemih janin.Jika saluran kemih
janin tidak berfungsi baik, kemungkinan besar air ketuban
jumlahnya sedikit.Keringnya ketuban berarti janin tidak
mengeluarkan air ketuban yang ditelan sebagai urin.

4. Klasifikasi
a. Oligohidramnion Dini, Yaitu suatu keadaan berkurangnya
cairan amnion yang terjadi pada trimester 2.
b. Oligohidramnion tingkat lanjut, Yaitu suatu keadaan dimana
volume cairan ketuban secara normal berkurang setelah umur
kehamilan 35 minggu dengan menggunakan index cairan
amnion kurang dari 5 cm.
5. Manifestasi Klinis (Mochtar, 2002)
a. Uterus tampak lebih kecil dari usia kehamilan dan tidak ada
ballottement
b. Ibu merasa nyeri perut setiap pergerakan janin
c. Sering berakhir dengan partus prematurus
d. Bunyi jantung janin sudah terdengar jelas padda bulan kelima
e. Persalinan lebih lama dari biasanya
f. Janin dapat diraba dengan mudah
g. Sewaktu his akan terasa sakit sekali
h. Bila ketuban peccah, air ketubannya akan sedikit sekali bahkan
tidak ada

27
6. Komplikasi (Sarwono, 2009)
Oligohidramnion yang terjadi oleh sebab apapun akan berpengaruh
buruk pada janin. Komplikasi yang sering terjadi adalah:
a. Cacat bawaan
b. Hipoplasia paru
c. Kompresi tali pusat
d. Deformitas pada wajah dan skelet
e. Aspirasi mekonium pada intrapartum
f. Amniotic band syndrome
g. IUGR (intra uterine grow reterdation)
h. Volume darah janin berkurang
i. Kematian janin
7. Pemeriksaan dan Diaggnosis
Penilaian jumlah amnion melalui pemeriksaan USG dapat
dilakukan secara subjektif atau semi kuantitatif :
a. Penilaian Subjektif
Pada keadaan oligohidramnion, cairan amnion disebut
berkurang jika kantong amnion hanya terlihat pada daerah
tungkai bawah dan disebut habis apabila tidak terlihat lagi
kantong amnion
b. Penilaian semikuantitatif
Dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu pengukuran
diameter terbesar pada salah satu kantong amnion dan
pengukuran indeks cairan amnion (ICA) / amnion fluid index
(AFI). Oligohidramnion dicurigai jika terdapat kantong
amnion kurang dari 2x2 cm, atau index cairan pada kuadran 4
kurang dari 5 cm.Penilaian secara klinis dapat dilakukan
dengan mengukur tinggi rahim dari luar serta bagian janin yang
mudah diraba dari luar. Namun hal ini hanya merupakan
asumsi tetapi harus dikonfirmasi dengan USG.

28
8. Penatalaksanaan
Tindakan konservatif
a. Tirah baring
b. Hidrasi
c. Perbaikan nutrisi
d. Pemantauan kesejahteraan janin
e. Pemeriksaan USG yang umum dari volume cairan amnion
f. Amnion infusion
g. Induksi dan kelahiran

Penatalaksanaan tergantung pada usia kehamilan, pada


kehamilan preterm ; mengevaluasi dan memonitor maternal agar
tetap dalam kondisi optimal.

9. Kondisi Yang Beresiko Tinggi


Kondisi yang beresiko tinggi menyebabkan oligohidramnion :
a. Anomali kongenital (misalnya : agenosis ginjal, sindrom
patter).
b. Retardasi pertumbuhan intra uterin.
c. Ketuban pecah dini (24-26 minggu).
d. Sindrom paska maturitas.
e. Penyakit virus
f. Insufiensi uteroplacenta
g. Meresponi indosin sebagai suatu tokolitik
h. Hipoksia janin
i. Aspirasi mekonium dan cairan yang bercampur meconium
j. Sindrom premature

10. Gejala Oligohidramnion


a. Uterus tampak lebih kecil dari usia kehamilan dan tidak ada
ballotemen.
b. Ibu merasa nyeri di perut pada setiap pergerakan anak.
c. Sering berakhir dengan partus prematurus.

29
d. Bunyi jantung anak sudah terdengar mulai bulan kelima dan
terdengar lebih jelas.
e. Persalinan lebih lama dari biasanya.
f. Molding : uterus mengelilingi janin
g. Janin dapat diraba dengan mudah
h. Tidak ada efek pantul pada janin
i. Sewaktu his akan sakit sekali.

Bila ketuban pecah, air ketuban sedikit sekali bahkan hamper


tidak ada yang keluar. Gejala dan tanda tersebut di dasarkan pada
fakta bahwa cairan amnion yang ditemukan berada di bawah
jumlah yang normal untuk usia kehamilan tertentu. Pada kehamilan
normal, cairan amnion wanita bervariasi dan dapat mengalami
fluktuasi.Umumnya cairan amnion meningkat hingga mencapai
1000 ml pada trimester 3 kehamilan. Menginjak usia kehamilan 34
minggu jumlah tersebut mulai berkurang secara bertahap dan
menyisakan sekitar 800ml pada usia cukup bulan. Pengukuran
volume cairan amnion dilakukan dengan cara ultrasonografi dan ini
merupakan komponen standar pada pemeriksaan ultrasonografi
lengkap dengan profil biofisik.

H. HIDRAMNION
1. Definisi
Terdapatnya cairan amnion dalam jumlah berlebihan.Hidramnion
berhubungan dengan peningkatan mortalitas dan morbiditas
perinatal, serta komplikasi maternal seperti abrupsio plasenta,
disfungsi uterus, dan perdarahan pascasalin.
2. Diagnosis
a. Diagnosis hidramnion ditegakkan bila jumlah cairan amnion
lebih dari 2000 ml. Temuan klinis yang utama pada hidramnion
adalah ukuran uterus yang besar dan tegang disertai dengan
kesulitan meraba bagian janin atau mendengarkan denyut jantung

30
janin. Pada keadaan berat, ibu dapat mengalami kesulitan
bernapas, pembengkakan tungkai, dan oliguria.
b. Diagnosis pasti dilakukan dengan pemeriksaan USG.

3. Faktor Predisposisi
a. Ibu dengan diabetes mellitus
b. Riwayat hidramnion dalam keluarga

4. Klasifikasi
Berdasarkan onset hidramnion dibagi menjadi :
a. Akut : Onset tiba-tiba, dimana penambahan cairan ketuban terjadi
mendadak dan uterus akan mengalami distensi yang nyata dalam
beberapa hari. Biasanya terjadi pada trimester II dan kehamilan
sering berakhir pada usia 28 minggu.
b. Kronik : Onset perlahan-lahan dan terjadi pada trimester III.
c. Berdasarkan Maksimum Vertical Pocket (MVP), hidramnion
dibagi menjadi :
1) Hidramnion ringan : Ukuran vertikal kantong cairan amnion 8
– 11 cm.
2) Hidramnion sedang : Ukuran vertikal kantong cairan amnion
12 – 15 cm.
3) Hidramnion berat : Ukuran vertikal kantong cairan amnion >
16cm. Dan ditemukan fetus yang bebas mengapung
d. Berdasarkan Indeks Cairan Amnion (ICA), hidramnion dibagi
menjadi :
1) Meningkat (>24 cm)
2) Normal (10-24cm)
3) Rendah normal (5,1-9,9 cm)
4) Menurun (<5 cm)

31
5. Gejala Klinik
Gejala klinik pada hidramnion terjadi karena faktor mekanik
sebagai akibat penekanan uterus yang besar terhadap organ-organ
sekitarnya. Keluhan sesak akan dirasakan karena penekanan diafragma
akibat uterus yang terlalu besar. Penekanan vena-vena yang besar
menyebabkan edema terutama di kedua tungkai dan abdomen.
Kadangkala, oliguri berat dapat terjadi akibat obstruksi ureter oleh
uterus yang besar.Pada hidramnion akut, distensi tersebut dapat
menimbulkan gangguan yang cukup serius sehingga mengancam
keselamatan ibu. Tanpa adanya penanganan, rasa nyeri akan menjadi
begitu intensif dan gejala dispnoe menjadi begitu berat sehingga pada
kasus-kasus ekstrim ibu hanya bisa bernafas dalam keadaan tegak. Ibu
dapat menjadi sangat gelisah akibat desakan tekanan uterus yang sangat
tegang pada organ-organ yang berdekatan.Pada hidramnion kronis,
penumpukan cairan berlangsung secara bertahap dan pasien dapat
mentoleransi distensi abdomen yang berlebihan dan hanya merasa
sedikit tidak nyaman.

6. Tatalaksana
Tatalaksana Umum, untuk Pasien dengan kecurigaan hidramnion
dirujuk ke RS untuk mendapatkan tatalaksana yang
memadai.Tatalaksana dapat meliputi amnioreduksi, amniotomi, atau
pemberianindometasin (konsultasikan kepada dokter spesialis obstetri
danginekologi).

I. SOLUSIO PLACENTA
Solusio placenta adalah pemisahan premature pada plasenta yang
berimplasi secara normal, dan menimbulkan komplikasi 0,5 – 1,5 %
dalam semua kehamilan. (Esensial Obstetri dan Ginikologi Edisi 2, Hlm
175)

32
Atau bisa juga Solusio Placenta adalah terlepasnya plasenta dari
tempat implasinya sebelum janin lahir (Obstetri William Edisi 21 Vol
1, Hlm 688)
Beberapa jenis perdarahan yang diakibatkan oleh Solusio
Plasenta biasanya merembes diantara selaput ketuban dan uterus, lalu
kemudian lolos keluar melalui serviks, menyebabkan perdarahan
eksternal.
Yang lebih jarang darah hasil perdarahan tidak keluar dari tubuh,
tetapi tertahan diantara plasenta yang terlepas dari uterus, sehinga
menyebakan perdarahan tersembunyi. Ini jauh lebih berbahaya karena
jumlah darah yang keluar sulit diperkirakan.
1. Faktor Predisposisiatau yang berhubungan dengan meningkatnya
insidensi solusio plasenta :
a. Hipertensi
b. Penggunaan kokain/tembakau
c. Ketuban pecah pada kehamilan kurangbulan
d. Tali pusat yang pendek
2. Diagnosis
Jika pasien mengalami perdarahan vagina yang berkaitan dengan
nyeri tekan rahim dan hiveraktifitas.
3. Resiko
a. Pada Ibu :
1) Syok Hivolemik
2) Gangguan pembekuan darah
3) Yang lebih parah adalah kerusakan organ yang meluas
b. Padabayi :
1) Hipoksia atau penurunan konsentrasi oksigen dalam darah
(akibat pemisahan plasenta)
2) Kelahiran prematur
c. Penanganan
Penanganannya mencakup pemantauan hemodinamik ibu
secara cermat, serangkaian evaluasi pemantauan janin padah

33
ematokrit dan uji pembekuan darah, atau bisaditangani dengan
kelahiran.

J. PLACENTA PREVIA
Plasenta previa adalah tertanamnya bagian plasenta dalam
segmenbawah uterus. (Kapita Selekta Kedaruratan Obstetri dan
Ginekologi, Hlm 337)
Atau perdarahan yang disebabkan oleh robeknya sebagian
plasenta yang melekat di dekat kanalis serviks. ((Obstetri William
Edisi 21 Vol 1, Hlm 698)
1. Indensi : 1 dari 200 kelahiran (ObstetridanGinekologi At a Glance
Edisi 2, Hlm.113)
2. Jenis-jenis Placenta Previa :
a. Plasenta Previa Marginalis (sebagaian dari plasenta menutupi
segmen bawah uterus dan meluas ke setiap bagia nosteum uteri
internum/ pembukaan servikba giandalam, tetapi tidak
menutupinya)
b. Plasenta Previa Parsialis (Bagian dari plasenta menutupi
sebagian osteum uteri internum)
c. Plasenta Previa Totalis (Setiap bagian plasenta secara total
menutupiosteum uteri internum/ pembukaan servik bagian
dalam).

3. Faktor yang mempengaruhi Placenta Previa


a. Multiparitas (wanita yang melahirkan bayi mati hidup atau mati
beberapa kali sehingga rahim nyamengendur)
b. Umur ibu yang semakintua
c. Plasenta Previase belumnya (memilikiresiko 4 – 8 % resiko PV
yang sama pada kehamilan selanj utnya)
d. Kehamilan kembar
4. Diagnosis
Gejala :

34
a. Perdarahan pervaginam yang tidak nyeri pada kehamilan yang
normal sebelumnya
b. Pasien PV Totalis mengeluarkan daerah lebih awal dan lebih
berat dari pada PV Marginalis.
c. Pendarah anter jadi karena gangguan pada perlekatan plasenta
akibat perkembangan dan penipisan pada segmen bawah uterus
dalam trimester III.
d. Hampir semata-mata di diagnosis dengan USG
5. Penanganan :
a. Kondisi pasien harus tetap stabil
b. Diberi pemantauan janin
c. Darahnya dikirim untuk pemeriksaan

K. ABORTUS
1. Definisi
Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat
hidup diluar kandungan yang dimana berat janin kurang dari 500
gram dengan umur kehamilan kurang dari 20 minggu. (Marmi,
2012).
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum
janin dapat hidup diluar kandungan, batasannya ialah kurang dari 20
minggu dan berat janin kurang dari 500 gram. (Prawirohrdjo, 2010).
2. Etiologi
a. Faktor pertumbuhan hasil konsepsi
Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi dapat menimbulkan
kematian janin dan cacat bawaan yang menyebabkan hasil
konsepsi dikeluarkan. Gangguan hasil pertumbuhan konsepsi dapat
terjadi karena :
1) Faktor kromosom
a) Gangguan terjadi sejak semula pertemuan kromosom,
termasuk pertemuan kromosom seks.

35
2) Faktor lingkungan endometrium
a) Endometrium yang belum siap menerima implantasi hasil
konsepsi.
b) Gizi ibu kurang karena anemia atau terlalu pendek jarak
kehamilan.
3) Pengaruh luar
a) Infeksi endometrium, endometrium tidak siap menerima
hasil konsepsi.
b) Hasil konsepsi terpengaruh oleh obat dan radiasi
menyebabkan pertumbuhan hasil konsepsi terganggu.
b. Kelainan pada plasenta
1) Infeksi pada plasenta dengan berbagai sebab, sehingga plasenta
tidak dapat berfungsi
2) Gangguan pembuluh darah plasenta, diantaranya pada diabetes
melitus.
3) Hipertensi menyebabkan gangguan peredaran darah plasenta
sehingga menimbulkan keguguran.
c. Penyakit ibu
Penyakit ibu dapat langsung mempengaruhi pertumbuhan janin
dalam kandungan melalui plasenta.
1) Penyakit infeksi seperti pneumonia, tifus abdominalis, malaria
dan sifilis.
2) Anemia ibu, melalui gangguan nutrisi dan peredaran O2
menuju sirkulasi retroplasenta.
3) Penyakit menahun ibu seperti hipertensi, penyakit ginjal,
penyakit hati, penyakit DM.
d. Kelainan yang terdapat dalam rahim
Rahim merupakan tempat tumbuh kembangnya janin, keadaan
abnormal seperti mioma uteri, uterus arkuatus, uterus septus,
retrofleksia uteri, serviks inkompeten, bekas operasi pada serviks
(konisasi, amputasi pada serviks), robekan serviks postpartum
dapat mengakibatkan abortus. (Manuaba, 2010)

36
3. Patogenesis
Pada awal abortus terjadi perdarahan dalam desidua basalis
kemudian diikuti oleh nekrosis jaringan disekitarnya. Hal tersebut
menyebabkan hasil konsepsi terlepas sebagian atau seluruhnya,
sehingga merupakan benda asing dalam uterus. Keadaan ini
menyebabkan uterus berkontraksi untuk mengeluarkan isinya. Pada
kehamilan yang kurang dari 8 minggu hasil konsepsi biasanya
dikeluarkan seluruhnya karena villi koriales belum menembus desidua
lebih dalam, sehingga hasil konsepsi mudah dilepaskan.
Pada kehamilan 8 sampai 14 minggu villi koriales menembus
desidua lebih dalam sehingga umumnya plasenta tidak dilepaskan
secara sempurna yang dapat menyebabkan banyak perdarahan. Pada
kehamilan 14 minggu keatas umunya yang dikeluarkan setelah ketuban
pecah adalah janin disusul dengan plasenta. Perdarahan jumlahnya
tidak akan banyak jika plasenta segera terlepas dengan lengkap
(Khumaira, 2012).

4. Klasifikasi Abortus Berdasarkan Jenis Tindakan


a. Abortus spontan (keguguran) yaitu abortus yang berlangsung tanpa
tindakan.
b. Abortus provokatus yaitu pengakhiran kehamilan sebelum 20
minggu akibat suatu tindakan. Abortus provokatus dibagi lagi
menjadi dua, yaitu :
1) Abortus provokatus terapeutik
Merupakan terminasi kehamilan secara medis atau bedah
sebelum janin mampu hidup. Beberapa indikasi untuk abortus
terapeutik diantaranya adalah penyakit jantung persisten
dengan riwayat dekompensasi kordis, penyakit vaskuler
hipertensi tahap lanjut, karsinoma serviks invasif, dan lain-lain.
2) Abotus provokatus kriminalis

37
Merupakan terminasi kehamilan sebelum janin mampu
hidup, atas permintaan wanita bersangkutan, tetapi bukan
karena alasan penyakit janin atau gangguan kesehatan ibu
(Khumaira, 2012).

5. Jenis dan Derajat Abortus , Diagnosis, Tanda Gejala, dan


Penatalaksanaan
a. Abortus imminens
Peristiwa perdarahan uterus pada kehamilan sebelum usia 20
minggu, dimana hasil konsepsi masih di dalam uterus dan tanpa
dilatasi serviks. Pada kondisi seperti ini, kehamilan masih mungkin
berlanjut atau dipertahankan.
1) Tanda dan Gejala
a) Perdarahan sedikit atau bercak
b) Kadang disertai rasa mulas (kontraksi)
c) Periksa dalam belum ada pembukaan
d) Palpasi : tinggi fundus uteri sesuai usia kehamilan
e) Hasil tes kehamilan (+)/positif
2) Diagnosis
Anamnesis
a) Perdarahan sedikit dari jalan lahir
b) Nyeri perut tidak ada atau ringan.

Pemeriksaan dalam

a) Fluksus (ada sedikit)


b) Ostium uteri tertutup

Pemeriksaan penunjang

a) USG dapat menunjukan buah kehamilan masih utuh, ada


tanda kehidupan janin atau buah kehamilan tidak baik, janin
mati.

38
Penatalaksanaan

a) Tidak diperlukan pengobatan medik yang khusus atau tirah


baring total.
b) Anjurkan untuk tidak melakukan aktivitas fisik secara
berlebihan atau melakukan hubungan seksual.
c) Bila perdarahan :
Berhenti : lakukan asuhan antenatal terjadwal dan penilaian
ulang bila terjadi perdarahan lagi.
Terus berlangsung : nilai kondisi janin (uji kehamilan/USG).
Lakukan konfirmasi kemungkinan adanya penyebab lain
(hamil ektopik atau mola).
Pada fasilitas kesehatan dengan sarana terbatas, pemantauan
hanya dilakukan melalui gejala klinik dan hasil pemeriksaan
ginekologik.
b. Abortus insipiens
Peristiwa perdarahan uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu
dengan adanya dilatasi serviks uterus yang meningkat, tetapi hasil
konsepsi masih dalam uterus. Kondisi ini menunjukan proses
abortus sedang berlangsung dan akan berlanjut menjadi abortus
komplit atau inkomplit.
1) Tanda dan gejala
a) Perdarahan banyak disertai bekuan
b) Mules hebat (kontraksi makin lama makin kuat makin
sering)
c) Ostium uteri eksternum mulai terbuka (serviks terbuka)
d) Pada palpasi : TFU sesuai usia kehamilan.
2) Diagnosis
Anamnesis
a) Perdarahan dari jalan lahir
b) Nyeri akibat kontraksi rahim

Pemeriksaan Dalam

39
a) Ostium terbuka
b) Buah kehamilan masih dalam rahim dan ketuban utuh
(mungkin menonjol)

Penatalaksanaan

a) Lakukan prosedur evakuasi hasil konsepsi


1) Bila usia gestasi ≤ 16 minggu, evakuasi dilakukan
dengan peralatan AspirasiVakum Manual (AVM)
2) Bila usia gestasi ≥ 16 minggu, evakuasi dilakukan
dengan prosedur dilatasi dan kuratase (D&K).
3) Bila prosedur evakuasi tidak dapat segera dilaksanakan
atau usia gestasi lebih besar dari 16 minggu, lakukan
tindakan pendahuluan dengan :
c. Abortus inkomplit
Pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20
minggu dengan masih ada sisa yang tertinggal dalam uterus.
1) Tanda dan gejala
a) Perdarahan bisa sedikit atau banyak dan bisa terdapat
bekuan darah
b) Rasa mulas (kontraksi) tambah hebat
c) Ostium uteri eksternum atau serviks terbuka
d) Pada pemeriksaan vaginal, jaringan dapat diraba dalam
kavum uteri atau kadang-kadang sudah menonjol dari
ostium uteri eksernum atau sebagian jaringan keluar.
e) Perdarahan banyak akan mengakibatkan syok dan
perdarahan tidak akan berhenti sebelum sisa janin
dikeluarkan.
2) Diagnosis
Anamnesis
a) Perdarahan dari jalan lahir
b) Disertai rasa nyeri (kontraksi rahim)

Pemeriksaan Dalam

40
a) Ostium terbuka
b) Buah kehamilan masih dalam rahim dan ketuban utuh
(mungkin menonjol)

Penatalaksanaan

a) Tentukan besar uterus (taksir usia gestasi), kenali dan atasi


setiap komplikasi (perdarahan hebat, syok, infeksi/sepsis).
b) Hasil konsepsi yang terperangkap pada serviks yang
disertai perdarahan hingga ukuran sedang, dapat
dikeluarkan secara digital atau cunam ovum.
c) Setelah itu evaluasi perdarahan :
1) Bila perdarahan berhenti, beri ergometrin 0,2 mg IM
atau misoprostol 400 mg per oral.
2) Bila perdarahan terus berlangsung evakuasi sisa hasil
konsepsi dengan AVM atau D&K (pilihan tertgantung
dari usia gestasi pembukaan serviks dan keberadaan
bagian janin).
3) Bila tidak ada tanda-tanda infeksi, beri antibiotika
prrofilaksis (ampisillin 500 mg oral atau doksisiklin 100
mg).
d) Bila terjadi infeksi, beri ampisillin 1 g dan metronidazol
500 mg setiap 8 jam.
e) Bila terjadi perdarahan hebat dan usia gestasi dibawah 16
minggu, segera lakukan evakuasi dengan AVM.
f) Bila pasien tampak anemik, berikan sulfas ferosus 600 mg
perhari selama 2 minggu (anemia sedang) atau transfusi
darah (anemia berat).

d. Abortus komplit
Pengeluaran seluruh hasil konsepsi sebelum usia kehamilan 20
minggu.
1) Tanda dan Gejala

41
a) Perdarahan banyak
b) Mulas sedikit atau tidak ada
c) Ostium uteri telah menutup
d) Uterus sudah mengecil
e) Ada keluar jaringan, sehingga tidak ada sisa dalam uterus
f) Diagnosis komplit ditegakkan bila jaringan yang keluar
juga diperiksa kelengkapanya.
2) Diagnosis
Anamnesis
a) Perdarahan banyak dan disertai pengeluaran jaringan.
b) Kadang disertai mulas

Pemeriksaan Dalam

a) Ostium uteri telah menutup


b) Uterus sudah mengecil.
3) Pemeriksaan penunjang
a) USG, dengan USG kita dapat mengetahui apakah masih
ada bagian jaringan yang tertinggal dalam uterus atau tidak.
4) Penatalaksanaan
a) Apabila kondisi pasien baik, cukup diberi tablet
Ergometrinn 3x1 tablet/hari untuk 3 hari.
b) Bila pasien mengalami anemia sedang, berikan tablet Sulfas
Ferosus 600 mg/hari selama 2 minggu disertai dengan
anjuran mengkonsumsi makanan bergizi (susu, sayuran
segar, daging, ikan, susu). Untuk anemia berat berikan
transfusi darah.
c) Bila terdapat tanda-tanda infeksi, tidak perlu diberi
antibiotika, atau apabila khawatir akan infeksi dapat diberi
antibiotika profilaksis.

42
e. Missed abortion
Abortus yang ditandai dengan embrio atau fetius yang telah
meninggal dalam kandungan sebelum kehamilan 20 minggu dan
hasil konsepsi seluruhnya masih dalam kandungan.
1) Tanda dan gejala
a) Gejalanya seperti abortus imminens yang kemudian
menghilang secara spontan disertai kehamilan menghilang.
b) Denyut jantung janin tidak terdengar
c) Mules sedikit
d) Ada keluaran dari vagina
e) Uterus tidak membesar tapi mengecil
f) Mammae agak mengendor/payudara mengecil
g) Ammenorhea berlangsung terus
h) Tes kehamilan negatif
i) Dengan USG dapat diketahui apakah janin sudah mati dan
besarnya sesuai dengan usia
j) kehamilan.
k) Biasanya terjadi pembekuan darah
2) Diagnosis
Anamnesa
a) Perdarahan bisa ada/tidak
b) Mulas sedikit

Pemeriksaan Obstetri

a) TFU lebih kecil dari usia kehamilan dan DJJ tidak ada
b) Mamae agak mengendor/payudara mengecil.
3) Pemeriksaan penunjang
a) USG, Laboratorium (Hb, Trombosit, fibrinogen, waktu
perdarahan, waktu pembekuan, protombin)
4) Penatalaksanaan
a) Bila kada fibrinogen normal, segera keluarkan jaringan
konsepsi dengan cunam ovum lalu dengan kuret tajam.

43
b) Bila kadar fibrinogen rendah, berikan fibrinogen kering
atau segar sesaat sebelum atau ketika mengeluarkan
konsepsi.
c) Pada kehamilan kurang dari 12 minggu, lakukan
pembukaan serviks dengan gagang laminaria selama 12 jam
lalu dilakukan dilatasi seviks dengan dilatator Hegar.
Kemudian hasil konsepsi diambil dengan cunam oum lalu
dengan kuret tajam.
d) Pada kehamilan lebih dari 12 minggu, berikan
dietilstilbestrol 3x5 mg lalu infus oksitosin 10 IU dalam
dextrose 5% sebanyak 500 ml mulai 20 tetes per menit dan
naikkan dosis sampai ada kontraksi uterus. Oksitosin dapat
diberikan sampai 100 IU sampai 8 jam. Bila tidak berhasil,
ulang infus oksitosin setelah pasien istirahat satu hari.
e) Bila tinggi fundus uteri sampai 2 jari bawah pusat,
keluarkan hasil konsepsi dengan menyuntikan larutan
garam 20% dalam kavum uteri melalui dinding perut.
f. Abortus habitualis
Abortus yang terjadi sebanyak tiga kali berturut-turut atau lebih.
1) Pemeriksaan
a) Histerosalfingografi untuk mengetahui ada tidaknya mioma
uterus submukosa dan anomali kongenital.
b) BMR dam kadar iodium darah diukur untuk mengetahui
apakah ada atau tidak gangguan glandula thyroid
c) Psiko analisis
2) Therapy
a) Pengobatan pada kelainan endometrium pada abortus
habitualis lebih besar hasilnya jika dilakukan sebelum ada
konsepsi dari pada sesudahnya. Merokok dan minum
alkohol sebaiknya dikurangi atau dihentikan. Pada serviks
inkomperen therapinya adalah operatif : SHIRODKAR atau
MC DONALD (cervical cerclage).

44
g. Abortus infeksiosa, abortus septik
Abortus infeksiosa adalah abortus yang disertai infeksi pada
genitalia. Sedangkan abortus septik adalah abortus infeksiosa berat
yang disertai penyebaran kuman atau toksin kedalam peredaran
darah atau peritoneum (Khumaira, 2012).
1) Tanda dan gejala
a) Kanalis servikalis terbuka
b) Ada perdarahan
c) Demam
d) Takhikardia
e) Perdarahan berbau
f) Uterus membesar dan lembek
g) Nyeri tekan
h) Leukositosis
2) Diagnosis
a) Anamnesa : amenorhea, perdarahan, keluar jaringan yang
telah ditolong di luar rumah sakit.
b) Pemeriksaan dalam : kanalis servikalis terbuka, teraba
jaringan, perdarahan dan sebagainya.
c) Terdapat tanda-tanda infeksi genital : demam, nadi cepat,
perdarahan, berbau, uterus besar dan lembek, nyeri tekan,
lekositosis.
d) Pada abortus septik terdapat tanda-tanda : kelihatan sakit
berat, panas tinggi, menggigil, nadi kecil dan cepat, tekanan
darah turun sampai syok. Perlu diobservasi apakah ada
tanda pervorasi atau akut abdomen.
3) Penatalaksanaan
a) Bila perdarahan banyak, berikan transfusi darah dan cairan
yang cukup
b) Berikan antibiotika yang cukup dan tepat (buat
pemeriksaan pembiakan dan uji kepekaan obat).
1) Berikan suntikan penisillin 1 juta satuan tiap 6 jam

45
2) Berikan suntikan streptomisin 500 mg setiap 12 jam
3) Atau antibiotika spektrum luas lainya.
c) 24 sampai 48 jam setelah dilindungi dengan antibiotika atau
lebih cepat bila terjadi perdarahan banyak; lakukan dilatasi
dan kuratase untuk mengeluarkan hasil konsepsi.
d) Infus dan pemberian antibiotika diteruskan menurut
kebutuhan dan kemajuan penderita.
e) Pada abortus septik terapi sama saja, hanya dosis dan jenis
antibiotika ditinggikan dan dipilih jenis yang tepat sesuai
dengan hasil pembiakan dan uji kepekaan kuman.
f) Tindakan operatif, melihat jenis komplikasi dan banyaknya
perdarahan, dilakukan bila keadaan umum membaik dan
panas mereda.
6. Komplikasi abortus
a. Perdarahan
Pada abortus komplit, perdarahan akan terjadi banyak dan akan
mengakibatakan kematian. Sedangkan pada abortus inkomplit,
perdarahan akan terjadi secara terus menerus sehingga dapat
menyebabkan gangguan koagulasi yang akhirnya menyebabkan
anemia dan kematian.
b. Infeksi
Dampak pada perdarahan yang banyak mengakibatkan volume
darah berkurang, pasien (ibu) menjadi anemia dan daya tahan
tubuh menurun mengakibatkan kuman mudah masuk dan
berkembang. Kuman yang biasa menyebabkan infeksi pasca
abortus adalah Eschericia coli yang berasal dari rektum menjalar
kevagina. Organ yang terserang antara lain endometrium dan
peritoneum.
c. Perforasi akibat kuretase
Dampak dari kuretase menyebabkan perforasi pada dinding
uterusyang dapat mengakibatkan gangguan pada kehamilan
berikutnya.

46
d. Syok
Terjadi akibat syok hemorhagik, syok hipovolemik, dan infeksi
berat (Maryunani, 2009).
L. KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU (KET)
1. Definisi
Kehamilan ektopik ialah kehamilan yang tejadi bila sel telur yang
dibuahi berimplantasi dan tumbuh diluar endometrium kavum uteri
(Rukiyah, 2014).
Kehamilan ektopik ialah suatu kehamilan yang pertumbuhan sel
telur yang telah dibuahi tidak menempal pada dinding endometrium
kavum uteri (Prawirohardjo, 2010).

2. Etiologi
a. Riwayat kehamilan ektopik sebelumnya
Angka kekambuhan sebesar 15% setelah kehamilan ektopik
pertama dan meningkat sebanyak 30% setelah kehamilan ektopik
kedua.
b. Faktor penggunaan spiral dan pil yang mengandung Progesteron
Kehamilan ektopik meningkat apabila ketika hamil, masih
menggunakan kontrasepsi spiral. Pil yang mengandung hormon
progesteron juga meningkatkan kehamilan ektopik karena pil
progesterone dapat mengganggu pergerakan sel rambut sillia
disaluran tuba yang membawa sel telur yang sudah dibuahi untuk
berimplantasi dalam rahim.
c. Faktor tuba
Telur yang sudah dibuahi mengalami kesulitan melalui saluran
tersebut sehingga menyebabkan telur melekat di dalam saluran
tuba. Faktor yang menyebabkan gangguan saluran tuba :
1) Merokok
2) Penyakit radang panggul
3) Endometriosis tuba
4) Tindakan medis

47
5) Penyempitan lumen tuba karena infeksi endosalfing
6) Tuba sempit, panjang, dan berlakuk-lekuk.
7) Gangguan fungsi rambut getar tuba
8) Struktur tuba
9) Tumor lain yang dapat menekan tuba, dll. (Khumaira, 2012)
d. Faktor abnormalitas dari zigot
Apabila tumbuh dengan ukuran besar, maka zigot akan tersendat
dalam perjalanan pada saat melalui tuba, kemudian terhenti dan
tumbuh di saluran tuba (Prawirohardjo, 2010).
e. Faktor ovum
1) Migrasi eksterna dari ovum
2) Perlengkatan membrane granulosa
3) Rapid cell devision
4) Migrasi internal ovum
f. Faktor uterus
1) Tumor raahim
2) Uterus hipoplastis (Mochtar dan Lustan, 1998)

3. Patogenesis
Proses implantasi ovum di tuba pada dasarnya sama dengan yang
terjadi dikavum uteri. Telur dituba bernidasi secara kolumnar atau
interkolumnar. Nidasi secara kolumnar artinya telur bernidasi pada
ujung atau sisi jonjot endosalping. Perkembangan telur selanjutnya
dibatasi oleh kurangnya vaskularisasi dan biasanya telur mati secara
dini dan direabsorbsi. Pada nidasi interkolumnar, telur bernidasi antara
dua jonjot endosalping.
Setelah tempat nidasi tertutup maka ovum dipisahkan dari lumen
oleh lapisan jaringan yang menyerupai desidua dan dinamakan
pseudokapsularis. Karena pembentukan desidua di tuba malahan
kadang-kadan sulit dilihat villi khorealis menembus andosalping dan
masuk kedalam otot-otot tuba dengan merusak jaringan dan pembuluh
darah. Perkembangan janin selanjutnya tergantung dari beberapa faktor

48
yaitu, tempat implantasi, tebalnya dinding tuba, dan banyaknya
perdarahan yang terjadi oleh invasi trofoblas (Rukiyah dan Yulianti,
2014).
4. Prognosis
Kematian karena kehamilan ektopik terganggu cenderung turun
dengan diagnosis dini dan persediaan darah yang cukup terganggu
cenderungturun dengan diagnosis dini dan persediaan darah yang
cukup. Kehamilan ektopik terganggu pada umumnya bersifat bilateral.
Sebagian wanita menjadi steril setelah mengalami keadaan tersebut,
namun dapat juga mengalami kehmilan ektopik terganggu lagi pada
tuba yang lain. angka kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan
antara 0% sampai 14,6%. Untuk wanita dengan anak yang sudah
cukup, sebaiknya pada opersasi dilakukan salpingektomia bilateralis
(Rukiyan dan Yulianti, 2012).

5. Klasifikasi Kehamilan Ektopik Berdasarkan Lokasinya


a. Kehamilan tuba
Proses implantasi ovum yang dibuahi, yang terjadi di tuba pada
dasarnya sama dengan halnya dikavum uteri. Karena tuba bukan
tempat yang normal bagi kehamilan maka sebagian besar
kehamilan akan terganggu pada umur 6-10 minggu.

b. Kehamilan heterotipik
Kehamilan heterotipik ini sangat langka. Hingga satu dekade yang
lalu insidens kehamilan heterotipik adalah 1 dalm 30.000
kehamilan, namun dikatakan bahwa sekarang insidenya telah
meningkat menjadi 1 dalam 7000 bahkan 1 dalam 900 kehamilan.
c. Kehamilan ovarial
Kehamilan ovarial sangta jarang terjadi. Diagnosis kehamilan
harus ditegakkan atas dasar 4 kriterium dari spigelberg, yakni : a.
Tuba pada sisi kehamilan harus normal, b. kantong janin harus
berlokasi pada ovarium, c. ovarium dihubungkan dengan uterus

49
oleh ligamentum ovarii proprium, d. Histopatologis ditemukan
jaringan ovarium didalam kantung janin.

d. Kehamilan servikal
Kehamilan servikal pun sangat jarang terjadi. Bila ovum
berimplantasi dalam kanalis servikalis, maka akan terjadi
perdarahan tanpa nyeri pada kehamilan muda.

6. Kehamilan abdominal
Menurut kepustakaan, kehamilan abdominal sangat jarang tejadi
kira-kira 1 daintara 1500 kehamilan. Kehamilan abdominal terdiri dari
2 macam : a. kehamilan abdominal primer terjadi bila telur dari awal
mengadakan implantasi dalam rongga perut, b. Kahamilan abdominal
sekunder terjadi bila berasal dari kehamilan tuba dan setelah rupture
baru menjadi kehamilan abdominal (Rukiyah dan Yulianti, 2014).

7. Tanda dan Gejala


a. Amenorhea
b. Gejala kehamilan muda
c. Nyeri perut bagian bawah, pada ruptur tuba nyeri terjadi tiba-tiba
dan hebat, menyebabkan penderita pingsan sampai syok. Pada
abortus tuba nyeri mula-mula pada sattu sisi, menjalar ketempat
lain. bila darah sampai ke diafragma dapat myebabkan nyeri bahu.
Dan bila terjadi hematokel retrouterina terdapat nyeri defakasi.
d. Perdarahan pervaginam berwarna coklat tua.
e. Pada pemeriksaan vagina terdapat nyeri goyang bila serviks
digerakkan, nyeri pada perabaan, dan Kavum Douglasi menonjol
karena ada bekuan darah (Mansjoer dkk, 2000).

8. Diagnosis

50
a. Anamnesis : amenore, kadang terdapat tanda hamil muda, nyeri
perut bagian bawah, nyeri bahu, tenesmus, dan perdarahan
pervaginam.
b. Pemeriksaan umum : pasien tampak kesakitan dan pucat, pada
perdarahan dalam rongga perut dapat ditemukan tanda-tanda syok.
c. Pemeriksaan ginekologi : ditemukan tanda-tanda kehamilan muda,
rasa nyeri pada pergerakkan serviks, uterus dapat teraba agak
membesar dan kadang teraba tumor di samping uterus dwngan
batas yang sukar ditentukan; kavum Douglasi menonjol, berisi
darah dan nyeri bila diraba.
d. Pemeriksaan Lab : Hb menurun setelah 24 jam dan jumlah sel
darah merah dapat meningkat (Mansjoer dkk, 2000).

9. Penatalaksanaan
a. Penderita yang disangka KET harus dirawat inap di RS untuk
penanggulanganya.
b. Bila wanita dalam keadaan syok, perbaiki keadaan umumnya
dengan pemberian cairan yang cukup (dextrosa 5%, glukosa 5%,
garam fisiologis dan transfusi darah.
c. Setelah diagnosa jelas atau sangat disangka KET dan keadaan
umum baik dan lumayan, segera lakukan laparotomi untuk
menghilangkan sumber perdarahan: dicari diklem, dieksisi sebersih
mungkin (salpingektomi), kemudian diikat sebaik-baiknya.
d. Sisa-sisa darah dikeluarkan dan dibersihkan sedapat mungkin
supaya penyembuhan lebih cepat.
e. Berikan antibiotika yang cukup dan obat anti inflamasi (Mochtar
dan Lutan, 1998).

10. Komplikasi
a. Pada pengobatan konservatif, yaitu bila ruptur tuba telah lama
berlangsung (4-6 minggu), terjadi perdarahan ulang. Ini merupakan
indikasi operasi.

51
b. Infeksi
c. Sub illeus karena massa pelvis
d. Sterilitas

52

Anda mungkin juga menyukai