Anda di halaman 1dari 36

Page:of 40

Automatic Zoom

P
PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN
RUMAH SAKIT HARAPAN KELUARGA
PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN
RUMAH SAKIT HARAPAN KELUARGA
MATARAM
2017
SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT HARAPAN KELUARGA
NOMOR:
615
/SK
/
AKR
-
PMKP
/DIR
-
INT
/
V/2017
TENTANG
PROGRAM PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN
DI RUMAH SAKIT HARAPAN KELUARGA
DIREKTUR RUMAH SAKIT HARAPAN KELUARGA
Menimbang
:
a.
Bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan medis Rumah
Sakit Harapan Keluarga, maka diperlukan
Kebijakan Peningkatan
Mutu Pelayanan Dan Keselamatan Pasien di Rumah Sakit Harapan
Keluarga;
b.
Bahwa agar pelayanan di Rumah Sakit Harapan Keluarga dapat
terlak
sana dengan baik, perlu adanya Peraturan Direktur tentang
Program Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien
;
c.
Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
point a &
b, perlu ditetapkan dengan keputusan Direktur
Rumah Sakit Harapan Keluarga.
Mengingat
:
1.
Undang
-
Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang
kesehatan;
2.
Undang
-
undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun
2009 tentang
Rumah Sakit;
3.
Undang
-
undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2009 tentang
praktek kedokteran;
4.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:
1438/Menkes/Per/IX/2010 tentang standar pelayanan kedokteran;
5.
Peraturan Menteri Kesehatan Rep
ublik Indonesia Nomor:
129/Menkes/SK/II/2008 tentang standar pelayanan minimal Rumah
sakit;
6.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
741/Menkes/Per/XII/2008 tentang standar pelayanan minimal bidang
kesehatan di kabupaten/Kota;
7.
Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor:
02.02/148/Menkes/SK/I/2010 tentang izin dan penyelenggaraan
praktek perawat;
8.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 11 Tahun
2017 tentang keselamatan pasien;
9.
Pedoman upaya peningkatan mutu pelayanan rumah
sakit,
Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 1994;
10.
Pedoman teknis sarana dan prasarana Rumah Sakit kelas C,
Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 2007;
11.
Panduan nasional keselamatan pasien rumah sakit (
patient safety),
Departemen Kesehatan
Republik Indonesia tahun 2008;
12.
Keputusan Direktur Utama PT. Mataram Sentra Medika, Nomor
009/SK/DIR/PT.MSM/VI/2014 tertanggal 25 Juni 2014, tentang
Struktur Organisasi Rumah Sakit Harapan Keluarga.
13.
Keputusan Direktur Utama PT. Mataram Sentra Medika, Nomor
002/SK/DIR/PT MSM/III/2017 tertanggal 31 Maret 2017, tentang
pengangkatan Dr. H. Slamet Tjahjono, Sp.P sebagat Direktur Rumah
Sakit Harapan Keluarga.
MEMUTUSKAN
Menetapkan
:
Kesatu
:
Direktur Rumah Sakit Harapan Keluarga Tentang
Program
Peningkatan
Mutu dan Keselamatan Pasien
Di Rumah Sakit Harapan Keluarga
sebagaimana tercantum dalam lampiran keputusan ini.
Kedua
Pembinaan dan pengawasan tentang
Program Peningkatan Mutu dan
Keselamatan Pasien
di
Rumah Sakit Harapan Keluarga dilaksanakan oleh
Direktur.
Ketiga
Peraturan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dan apabila dikemudian
hari ternyata terdapat kekeliruan dalam penetapan ini, akan diadakan
perbaikan sebagaimana mestinya.
Ditetapkan di
: Mataram,
Pada tanggal
:
13 Januari 2017
RUMAH SAKIT HARAPAN KELUARGA
Dr. H. Slamet Tjahjono, Sp.P
Direktur
Pedoman Pelayanan Mutu dan Keselamatan
Pasien
Rumah Sakit Harapan Keluarga
2017
Kata Pengantar
Mutu dan
keselamatan pasien telah tertanam dalam kegiatan pekerjaan sehari

hari
dari tenaga kesehatan profesional dan tenaga lainnya. Keselamatan pasien
rumah sakit adalah
suatu sistem dimana rumah sakit minimalkan timbulnya membuat asuhan pasien
lebih aman
melip
uti asesmen resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan
resiko
pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan
tindak lanbjutnya
serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah
terj
adinya
cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan
yang seharusnya
diambil. Oleh karena itu perlu disusun suatu pedoman Upaya Peningkatan mutu
Rumah Sakit
dalam bentuk Buku Pedoman Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan Rumah Sakit
H
arapan
Keluarga yang menjadi acuan bagi semua pelaksana peningkatan mutu Rumah
Sakit dan unit
yang terkait
.
I.
Kepemimpinan dan Perencanaan
1.
Direktur rumah sakit berpartisipasi dalam:
a.
Menyusun rencana peningkatan mutu dan keselamatan pasien.
b.
Menetapkan
keseluruhan proses atau mekanisme dari program peningkatan mutu
dan keselamatan pasien.
c.
Melaporkan program peningkatan mutu dan keselamatan pasien kepada
pemilik
rumah sakit.
d.
Program peningkatan mutu dan keselamatan pasien dilaporkan oleh
Direktur
rumah sa
kit kepada pengelola
(governance)
/ PT Mataram Sentra Medika.
2.
Direktur rumah sakit mempunyai peranan kunci untuk memastikan rencana mutu
dan
keselamatan membentuk budaya organisasi rumah sakit dan memberi dampak
pada
setiap aspek kegiatan. Rencanan ini
membutuhkan kolaborasi dan komitmen melalui
pendekatan multi disiplin. Direktur memastikan dan berpartisipasi dalam
program
peningkatan mutu dan keselamatan pasien yang meliputi:
a.
Program menangani sistem dari organisasi, peranan rancangan sistem,
rancang
u
lang dari peningkatan mutu dan keselamatan pasien
b.
P
endekatan multidisiplin dengan semua bagian/departemen dan unit kerja
pelayanan di rumah
sakit dimasukkan dalam program
c.
Koordinasi antara berbagai unit kerja rumah sakit terkait dengan mutu dan
keselamatan
, seperti pengendalian mutu di laboratorium klinis, program
manajemen risiko, program
manajemen risiko fasilitas, kantor keselamatan pasien
atau kantor dan program lainnya. Program inklusif tentang perbaikan hasil
dari
pasien, dibutuhkan karena pasien
mene
rima asuhan dari banyak
bagian/departemen, dan pelayanan dan / atau satuan kerja pelayanan dan
berbagai kategori staf klinis;
d.
Pendekatan sistemik dalam hal aplikasi proses dan pengetahuan yang
seragam
dalam melaksanakan semua kegiatan peningkatan dan kesel
amatan pasien.
3.
Direktur
rumah sakit
m
enetapkan prioritas:
a.
Pemilihan prioritas, meliputi: proses utama yang kritikal, risiko tinggi,
cenderung
bermasalah yang langsung terkait dengan mutu asuhan dan keamanan
lingkungan, Direktur menggunakan data dan informasi yang tersedia untuk
melakukan identfikasi area priorita
s.
Enam sasaran keselamatan pasien adalah
sebagai berikut:
1)
Ketepatan identifikasi pasien
,
2)
Peningkatan komunikasi yang efekt
if,
3)
Peningkatan keamanan
obat yang perlu diwasp
adai
(
high
-
alert
medications
),
4)
Kepastian tepat
-
lokasi, tepat
-
p
rosedur, tepat
-
pasien
operasi,
5)
Pengurangan risiko infeks
i terkait pelayanan kesehatan,
6)
Pengurangan risiko pasien jatuh.
b.
Dalam menetapkan prioritas kegiatan peningkatan dan keselamatan
pasien,
direktur
menetapkan salah satu prioritas
dari enam sasaran keselamatan
pasien.
4.
Direktur
rumah sakit memahami sistem manajemen data
teknologi dan unsur
bantuan lain yang dibutuhkan untuk menelusuri dan membandingkan hasil
dari
evaluasi
serta
menyediakan teknologi dan dukungan sesuai dengan sumber daya
yang ada.
5.
Informa
si te
ntang program peningkatan mutu dan keselamatan pasien di
sampaikan
kepada staf
yang
dilakukan secara reguler melalui saluran yang efektif
, seperti
buletin, papan pengumuman, rapat staf dan melalui kegiatan unit kerja SDM.
6.
Komunik
asi dilakukan termasuk kemaj
uan
dalam hal mematuhi sasaran keselamatan
pasien
.
7.
Diadakan pe
latihan bagi staf sesuai dengan
peranan m
ereka dalam program
peningkatan
mutu dan keselamatan pasien
yang diberikan oleh
individu yang
berpengetahuan luas
dan berkualifikasi (direktur rumah saki
t, para manajer, ketua
peningkatan mutu dan keselamatan pasien dan penanggung jawab
pengumpul data
yang telah mengikuti diklat).
8.
Staf berpart
isipasi dalam pelatihan sebagai
bagian dari pekerjaan rutin mereka
.
II.
Rancangan Proses Klinik Dan Manajemen
1.
Rumah
sakit
membuat rancangan baru dan melakukan modifikasi dari system dan
proses sesuai prinsip peningkatan mutu, seperti:
a.
Konsisten dengan misi dan rencana organisasi
b.
Memenuhi kebutuhan pasien, masyarakat, staf dan lainnya
c.
Menggunakan pedoman praktek terkini
, standar pelayanan medik, kepustakaan
ilmiah dan lain informasi berdasarkan rancangan prkatek klinik
d.
Sesuai dengan praktek business yang sehat
e.
Relevan dengan informasi dari manajemen risiko
f.
Berdasarkan pengetahuan dan keter
ampilan yang ada di rumah sakit
g.
Berdasarkan praktek klinik yang baik/lebih baik/sangat baik dari rumah sakit lain
h.
Menggunakan informasi dari kegiatan peningkatan mutu terkait
i.
Mengintegrasikan dan menggabungkan berbagai proses dan sistem
2.
Pedoman praktek klinik dan
clinical pathway
dan ata
u protokol klinis yang digunakan
untuk pedoman dalam memberikan asuhan klinik, sasaran dari rumah sakit
adalah:
a.
Standarisasi dari proses asuhan klinik
b.
Mengurangi risiko didalam proses asuhan klinik, terutama hal
-
hal yang terkait
dengan tahap pengambilan ke
putusan
c.
Memberikan asuhan klinik tepat waktu, efektif dengan menggunakan
sumber
daya secara efisien
d.
Secara konsisten menghasilkan mutu pelayanan tinggi melalui cara
-
cara

evidence
-
based
’”
3.
Pedoman praktek klinik,
clinical care pathways
dan protokol klinik a
dalah relevan
dengan populasi
dari pasien dan misinya adalah
:
a.
Dipilih dari yang dianggap cocok dengan pelayanan dalam organisasi dan pasien
(termasuk dalam proses ini adalah bila saat ini ada pedoman nasional yang
wajib)
b.
Dipilh berdasarkan ilmu dan
penerapannya
c.
Disesuaikan jika perlu dengan teknologi, obat, sumber daya lain di
organisasi
atau dari norma profesional secara nasional
d.
Disetujui secara formal dan resmi
e.
Diterapkan dan di monitor agar digunakan secara konsisten dan efektif
f.
Didukung oleh sta
f terlatih melaksanakan pedoman atau pathways, dan
g.
Diperbaharui secara berkala berdasarkan bukti dan hasil evaluasi dari proses
dan
hasil (
outcomes
)
4.
Direktur rumah sakit setiap tahunnya menentukan paling sedikit 5 area
prioritas
dengan fokus penggunaan pedoman klinis dan
clinical pathways.
5.
Rumah sakit melaksanakan pedoman praktek klinis dan
clinical pathways
di setiap
area prioritas yang ditetapkan, ke
mudian dapat menunjukkan penggunaan pedoman
klinis dan
clinical pathways
dan atau protokol klinis tersebut dapat mengurangi
adanya variasi dari proses dan hasil (
outcomes
).
III.
Pemilihan Indikator Dan Pengumpulan Data
1.
Direktur
rumah sakit menetapkan
indikator
kunci/area sasaran untuk:
a.
Monitor struktur, proses dan hasil/penilaian (outcomes) dari
rencana/program
peningkatan mutu pelayanan dan keselamatan pasien.
b.
Menilai setiap dari struktur, proses dan hasil setiap upaya klinik
c.
Menilai setiap dari struktur, pro
ses dan outcomes manajemen.
d.
Menilai setiap dari sasaran keselamatan pasien internasional.
2.
Direktur rumah sakit bertanggung jawab menentukan pilihan terakhir dari
indikator
kunci pada area klinik yang digunakan dalam kegiatan peningkatan mutu,
meliputi:
a.
Asesmen terhadap area klinik
b.
Pelayanan laboratorium
c.
Pelayanan radiologi dan diagnostic imaging
d.
Prosedur bedah
e.
Penggunaan antibiotika dan obat lainnya
f.
Kesalahan medis (
medication error
) dan Kejadian Nyaris Cedera (KNC)
g.
Anestesi dan penggunaan sedasi
h.
Penggunaan darah dan produk darah
i.
Ketersediaan, isi dan penggunaan catatan medik
j.
Pencegahan dan kontrol infeksi, surveilans dan pelaporan
k.
Riset klinik
Dari 11 indikator area klinis diatas,
Direktur Rumah Sak
it menentukan paling sedikit 5
indikator area
klinis yang digunakan dalam kegiatan peningkatan mutu.
3.
Direktur Rumah Sakit menetapkan indikator terkait dengan upaya
manajemen,
meliputi:
a.
Pengadaan rutin peralatan kesehatan dan obat untuk memenuhi kebutuhan
pasien
b.
Pelaporan yang diwajibkan oleh perundang
-
undangan
c.
Manajemen resiko
d.
Manajemen penggunaan sumber daya
e.
Harapan dan kepuasan pasien dan keluarga
f.
Harapan dan kepuasan staff
g.
Demografi pasien dan diagnosis klinik
h.
Manajemen keuangan
i.
Pencegahan dan pengendalian dari kejadian yang dapat menimbulkan
masalah
bagi keselamatan pasien, keluarga pasien dan staff
Dari setiap indikator area manajemen tersebut diatas, pilih minimal satu
indikator
untuk setiap area manajerial. Masing
-
masing indikator tersebut dibuatkan kamus
indikator.
4.
Direktur rumah sakit ber
tanggung jawab memilih target dari kegiatan yang akan
dinilai
dari indikator klinis dan area manajerial tersebut diatas serta menetapkan:
a.
Proses, prosedur dan hasil (
outcome
)
dari indikator
yang akan dinilai
b.
Ketersediaan dari ”ilmu pengetahuan” (
science
) d
an “bukti” (
evidence
) untuk
mendukung penilaian
c.
Cara penilaian
indikator
yang dilakukan
kemudian
diserasikan dengan rencana
menye
luruh dari peningkatan mutu dan
keselamatan pasien
d.
Cakupan, metodologi, j
ad
wal
dan frekuensi dari penilaian
indikator
e.
Data peni
laian klinis dikumpulkan dan digunakan untuk melakukan evaluasi
terhadap efektivitas dari upaya peningkatan mutu
5.
Direktur Rumah Sakit menetapkan area sasaran untuk penilaian yang
merupakan
bagian dari program peningkatan mutu dan keselamatan pasien. Hasil
penilaian
disampaikan kepada pihak terkait dalam mekanisme pengawasan dan secara
berkala
kepada Direktur dan Pemilik Rumah Sakit sesuai struktur Rumah Sakit yang
berlaku.
IV.
VALIDASI DAN ANALISIS DARI INDIKATOR PENILAIAN
1.
Staf rumah sakit yang memiliki
pengalaman klinis atau managerial, pengetahuan dan
keterampilan cukup melakukan pengumpulan data, analisis data serta
mengubah
menjadi informasi dengan menggunakan metode dan teknik

teknik statistik yang
sesuai kemudian melakukan pelaporan kepada direktu
r rumah sakit serta kordinator
unit yang bertanggung jawab dan dilakukan tindak lanjut.
2.
Frekuensi analisis data disesuaikan dengan proses yang sedang dikaji
sesuai dengan
ketentuan rumah sakit.
3.
Analisis dilakukan dengan membuat perbandingan secara internal
dari waktu ke waktu
kemudian membandingkan dengan rumah sakit lain yang sejenis/setara sesuai
standar
yang baik dan benar.
4.
Rumah Sakit melaksanakan pengintegrasian kegiatan validasi data secara
internal
paling sedikit lima dari sebelas indikator klinis ke
dalam proses managemen dan
peningkatan mutu yang harus mencakup beberapa elemen penting yang
terpercaya,
meliputi :
a.
Mengumpulkan data kembali oleh orang kedua yang tidak terlibat
dalam
pengumpulan data sebelumnya.
b.
Mengumpulkan sampel statistik sahih dari
catatan, kasus dan data lain. Sampel
100% hanya dibutuhkan jika jumlah pencatatan, kasus atau data lainnya
sangat
kecil jumlahnya.
c.
Membandingkan data asli dengan data yang dikumpulkan kembali.
d.
Kalkusi akurasi dengan membagi jumlah elemen data yang ditemuka
n dengan total
jumlah data elemen dikalikan dengan 100. Untuk benchmark yang baik
akurasi
levelnya 90%.
e.
Jika data yang diketemukan ternyata tidak
sama, tidak diketahui sebabnya
(seper
ti
data tidak jelas definisinya
)dan tidak dilakukan koreksi.
f.
Koleksi samp
el baru setelah semua tindakan koreksi dilakukan untuk memastikan
tindakan menghasilkan tingkat yang diharapkan.
5.
Direktur rumah sakit bertanggung jawab atas data yang disampaikan ke
publik dari
segi mutu dan hasil
(outcome)
upaya klinik, keselamatan pasien
atau tentang hal
-
hal
lainnya, serta dapat memastikan data yang disampaikan dapat
dipertanggung
jawabkan,telah dievaluasi dari segi validitas dan reliabilitasnya.
6.
Rumah Sakit menetapkan definisi kejadian sentinel yang meliputi :
a.
Kematian yang tidak diduga
dan tidak terkait dengan perjalanan penyakit pasien
atau kondisi yang mendasari penyakitnya.
b.
Kehilangan fungsi yang tidak terkait dengan perjalanan penyakit pasien
atau
kondisi yang mendasari penyakitnya.
c.
Salah tempat, salah prosedur, salah pasien bedah d
an
d.
Bayi yang diculik atau bayi yang diserahkan kepada orang yang bukan
orang
tuanya.
7.
Direktur rumah sakit menetapkan
batas waktu 2x24 jam dalam
melakukan analisis
akar masalah
“RCA”
(Root Cause Analysis)
serta mengambil tindakan terhadap semua
kejadian sen
tinel yang terjadi berdasarkan hasil
“RCA” (Root Cause Analysis).
8.
Rumah sakit melakukan analisis secara intesif terhadap data bila terjadi
penyimpangan
tingkatan, pola atau kecendrungan dari Kejadian Tidak Diharapkan (KTD).
9.
Rumah sakit melakukan analisis t
erhadap hal

hal berikut :
a.
Semua reaksi tranfusi yang terjadi di rumah sakit.
b.
Semua kejadian kesalahan obat, jika terjadi sesuai definisi yang ditetapkan
rumah sakit.
c.
Semua kesalahan medis (
medical error
) yang signifikan jika terjadi sesuai
dengan
definisi rumah sakit.
d.
Kejadian tidak diharapkan (KTD) atau pola kejadian yang tidak diharapkan dalam
keadaan sedasi atau selama dilakukan anestesi.
e.
Semua ketidakcocokan (
discrepancy
) antara diagnose pra dan pasca operasi.
f.
Kejadian lain, seperti ledakan inf
eksi mendadak (
infection outbreak
).
PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN RUMAH SAKIT HARAPAN KELUARGA

PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN RUMAH SAKIT HARAPAN KELUARGA


MATARAM 2017

SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT HARAPAN KELUARGA NOMOR: 615/SK/AKR-


PMKP/DIR-INT/V/2017 TENTANG PROGRAM PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN
PASIEN DI RUMAH SAKIT HARAPAN KELUARGA DIREKTUR RUMAH SAKIT HARAPAN
KELUARGA Menimbang

Mengingat

: a. Bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan medis Rumah Sakit Harapan Keluarga, maka
diperlukan Kebijakan Peningkatan Mutu Pelayanan Dan Keselamatan Pasien di Rumah Sakit
Harapan Keluarga; b. Bahwa agar pelayanan di Rumah Sakit Harapan Keluarga dapat terlaksana
dengan baik, perlu adanya Peraturan Direktur tentang Program Peningkatan Mutu dan Keselamatan
Pasien; c. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam point a & b, perlu
ditetapkan dengan keputusan Direktur Rumah Sakit Harapan Keluarga. : 1. Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan; 2. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 44
tahun 2009 tentang Rumah Sakit; 3. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2009
tentang praktek kedokteran; 4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:
1438/Menkes/Per/IX/2010 tentang standar pelayanan kedokteran; 5. Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor: 129/Menkes/SK/II/2008 tentang standar pelayanan minimal Rumah sakit;
6. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 741/Menkes/Per/XII/2008 tentang
standar pelayanan minimal bidang kesehatan di kabupaten/Kota; 7. Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor: 02.02/148/Menkes/SK/I/2010 tentang izin dan penyelenggaraan praktek
perawat; 8. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 11 Tahun 2017 tentang
keselamatan pasien; 9. Pedoman upaya peningkatan mutu pelayanan rumah sakit, Departemen
Kesehatan Republik Indonesia tahun 1994; 10. Pedoman teknis sarana dan prasarana Rumah Sakit
kelas C, Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 2007;

11. Panduan nasional keselamatan pasien rumah sakit (patient safety), Departemen Kesehatan
Republik Indonesia tahun 2008; 12. Keputusan Direktur Utama PT. Mataram Sentra Medika, Nomor
009/SK/DIR/PT.MSM/VI/2014 tertanggal 25 Juni 2014, tentang Struktur Organisasi Rumah Sakit
Harapan Keluarga. 13. Keputusan Direktur Utama PT. Mataram Sentra Medika, Nomor
002/SK/DIR/PT MSM/III/2017 tertanggal 31 Maret 2017, tentang pengangkatan Dr. H. Slamet
Tjahjono, Sp.P sebagat Direktur Rumah Sakit Harapan Keluarga. MEMUTUSKAN Menetapkan
Kesatu

Kedua

Ketiga

: : Direktur Rumah Sakit Harapan Keluarga Tentang Program Peningkatan Mutu dan Keselamatan
Pasien Di Rumah Sakit Harapan Keluarga sebagaimana tercantum dalam lampiran keputusan ini.
Pembinaan dan pengawasan tentang Program Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien di Rumah
Sakit Harapan Keluarga dilaksanakan oleh Direktur. Peraturan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan,
dan apabila dikemudian hari ternyata terdapat kekeliruan dalam penetapan ini, akan diadakan
perbaikan sebagaimana mestinya. Ditetapkan di : Mataram, Pada tanggal : 13 Januari 2017 RUMAH
SAKIT HARAPAN KELUARGA

Dr. H. Slamet Tjahjono, Sp.P Direktur

Pedoman Pelayanan Mutu dan Keselamatan Pasien Rumah Sakit Harapan Keluarga

2017

Kata Pengantar

Mutu dan keselamatan pasien telah tertanam dalam kegiatan pekerjaan sehari – hari dari tenaga
kesehatan profesional dan tenaga lainnya. Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem
dimana rumah sakit minimalkan timbulnya membuat asuhan pasien lebih aman meliputi asesmen
resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan
analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanbjutnya serta implementasi solusi
untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh
kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan yang seharusnya diambil. Oleh karena itu perlu
disusun suatu pedoman Upaya Peningkatan mutu Rumah Sakit dalam bentuk Buku Pedoman Upaya
Peningkatan Mutu Pelayanan Rumah Sakit Harapan Keluarga yang menjadi acuan bagi semua
pelaksana peningkatan mutu Rumah Sakit dan unit yang terkait.

I.

Kepemimpinan dan Perencanaan 1. Direktur rumah sakit berpartisipasi dalam: a. Menyusun rencana
peningkatan mutu dan keselamatan pasien. b. Menetapkan keseluruhan proses atau mekanisme dari
program peningkatan mutu dan keselamatan pasien. c. Melaporkan program peningkatan mutu dan
keselamatan pasien kepada pemilik rumah sakit. d. Program peningkatan mutu dan keselamatan
pasien dilaporkan oleh Direktur rumah sakit kepada pengelola (governance) / PT Mataram Sentra
Medika. 2. Direktur rumah sakit mempunyai peranan kunci untuk memastikan rencana mutu dan
keselamatan membentuk budaya organisasi rumah sakit dan memberi dampak pada setiap aspek
kegiatan. Rencanan ini membutuhkan kolaborasi dan komitmen melalui pendekatan multi disiplin.
Direktur memastikan dan berpartisipasi dalam program peningkatan mutu dan keselamatan pasien
yang meliputi: a. Program menangani sistem dari organisasi, peranan rancangan sistem, rancang
ulang dari peningkatan mutu dan keselamatan pasien b. Pendekatan multidisiplin dengan semua
bagian/departemen dan unit kerja pelayanan di rumah sakit dimasukkan dalam program c. Koordinasi
antara berbagai unit kerja rumah sakit terkait dengan mutu dan keselamatan, seperti pengendalian
mutu di laboratorium klinis, program manajemen risiko, program manajemen risiko fasilitas, kantor
keselamatan pasien atau kantor dan program lainnya. Program inklusif tentang perbaikan hasil dari
pasien, dibutuhkan karena pasien menerima asuhan dari banyak bagian/departemen, dan pelayanan
dan / atau satuan kerja pelayanan dan berbagai kategori staf klinis; d. Pendekatan sistemik dalam hal
aplikasi proses dan pengetahuan yang seragam dalam melaksanakan semua kegiatan peningkatan
dan keselamatan pasien. 3. Direktur rumah sakit menetapkan prioritas: a. Pemilihan prioritas,
meliputi: proses utama yang kritikal, risiko tinggi, cenderung bermasalah yang langsung terkait
dengan mutu asuhan dan keamanan lingkungan, Direktur menggunakan data dan informasi yang
tersedia untuk melakukan identfikasi area prioritas. Enam sasaran keselamatan pasien adalah
sebagai berikut: 1) Ketepatan identifikasi pasien, 2) Peningkatan komunikasi yang efektif, 3)
Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai (high-alert medications), 4) Kepastian tepat-
lokasi, tepat-prosedur, tepat-pasien operasi, 5) Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan
kesehatan, 6) Pengurangan risiko pasien jatuh. b. Dalam menetapkan prioritas kegiatan peningkatan
dan keselamatan pasien, direktur menetapkan salah satu prioritas dari enam sasaran keselamatan
pasien.

4.

5.

6. 7.

8. II.

Direktur rumah sakit memahami sistem manajemen data teknologi dan unsur bantuan lain yang
dibutuhkan untuk menelusuri dan membandingkan hasil dari evaluasi serta menyediakan teknologi
dan dukungan sesuai dengan sumber daya yang ada. Informasi tentang program peningkatan mutu
dan keselamatan pasien disampaikan kepada staf yang dilakukan secara reguler melalui saluran
yang efektif, seperti buletin, papan pengumuman, rapat staf dan melalui kegiatan unit kerja SDM.
Komunikasi dilakukan termasuk kemajuan dalam hal mematuhi sasaran keselamatan pasien.
Diadakan pelatihan bagi staf sesuai dengan peranan mereka dalam program peningkatan mutu dan
keselamatan pasien yang diberikan oleh individu yang berpengetahuan luas dan berkualifikasi
(direktur rumah sakit, para manajer, ketua peningkatan mutu dan keselamatan pasien dan
penanggung jawab pengumpul data yang telah mengikuti diklat). Staf berpartisipasi dalam pelatihan
sebagai bagian dari pekerjaan rutin mereka.

Rancangan Proses Klinik Dan Manajemen 1. Rumah sakit membuat rancangan baru dan melakukan
modifikasi dari system dan proses sesuai prinsip peningkatan mutu, seperti: a. Konsisten dengan misi
dan rencana organisasi b. Memenuhi kebutuhan pasien, masyarakat, staf dan lainnya c.
Menggunakan pedoman praktek terkini, standar pelayanan medik, kepustakaan ilmiah dan lain
informasi berdasarkan rancangan prkatek klinik d. Sesuai dengan praktek business yang sehat e.
Relevan dengan informasi dari manajemen risiko f. Berdasarkan pengetahuan dan keterampilan yang
ada di rumah sakit g. Berdasarkan praktek klinik yang baik/lebih baik/sangat baik dari rumah sakit lain
h. Menggunakan informasi dari kegiatan peningkatan mutu terkait i. Mengintegrasikan dan
menggabungkan berbagai proses dan sistem 2. Pedoman praktek klinik dan clinical pathway dan
atau protokol klinis yang digunakan untuk pedoman dalam memberikan asuhan klinik, sasaran dari
rumah sakit adalah: a. Standarisasi dari proses asuhan klinik b. Mengurangi risiko didalam proses
asuhan klinik, terutama hal-hal yang terkait dengan tahap pengambilan keputusan c. Memberikan
asuhan klinik tepat waktu, efektif dengan menggunakan sumber daya secara efisien d. Secara
konsisten menghasilkan mutu pelayanan tinggi melalui cara-cara “evidence-based’” 3. Pedoman
praktek klinik, clinical care pathways dan protokol klinik adalah relevan dengan populasi dari pasien
dan misinya adalah: a. Dipilih dari yang dianggap cocok dengan pelayanan dalam organisasi dan
pasien (termasuk dalam proses ini adalah bila saat ini ada pedoman nasional yang wajib)

4. 5.

b. Dipilh berdasarkan ilmu dan penerapannya c. Disesuaikan jika perlu dengan teknologi, obat,
sumber daya lain di organisasi atau dari norma profesional secara nasional d. Disetujui secara formal
dan resmi e. Diterapkan dan di monitor agar digunakan secara konsisten dan efektif f. Didukung oleh
staf terlatih melaksanakan pedoman atau pathways, dan g. Diperbaharui secara berkala berdasarkan
bukti dan hasil evaluasi dari proses dan hasil (outcomes) Direktur rumah sakit setiap tahunnya
menentukan paling sedikit 5 area prioritas dengan fokus penggunaan pedoman klinis dan clinical
pathways. Rumah sakit melaksanakan pedoman praktek klinis dan clinical pathways di setiap area
prioritas yang ditetapkan, kemudian dapat menunjukkan penggunaan pedoman klinis dan clinical
pathways dan atau protokol klinis tersebut dapat mengurangi adanya variasi dari proses dan hasil
(outcomes).

III. Pemilihan Indikator Dan Pengumpulan Data 1. Direktur rumah sakit menetapkan indikator
kunci/area sasaran untuk: a. Monitor struktur, proses dan hasil/penilaian (outcomes) dari
rencana/program peningkatan mutu pelayanan dan keselamatan pasien. b. Menilai setiap dari
struktur, proses dan hasil setiap upaya klinik c. Menilai setiap dari struktur, proses dan outcomes
manajemen. d. Menilai setiap dari sasaran keselamatan pasien internasional. 2. Direktur rumah sakit
bertanggung jawab menentukan pilihan terakhir dari indikator kunci pada area klinik yang digunakan
dalam kegiatan peningkatan mutu, meliputi: a. Asesmen terhadap area klinik b. Pelayanan
laboratorium c. Pelayanan radiologi dan diagnostic imaging d. Prosedur bedah e. Penggunaan
antibiotika dan obat lainnya f. Kesalahan medis (medication error) dan Kejadian Nyaris Cedera (KNC)
g. Anestesi dan penggunaan sedasi h. Penggunaan darah dan produk darah i. Ketersediaan, isi dan
penggunaan catatan medik j. Pencegahan dan kontrol infeksi, surveilans dan pelaporan k. Riset klinik
Dari 11 indikator area klinis diatas, Direktur Rumah Sakit menentukan paling sedikit 5 indikator area
klinis yang digunakan dalam kegiatan peningkatan mutu. 3. Direktur Rumah Sakit menetapkan
indikator terkait dengan upaya manajemen, meliputi: a. Pengadaan rutin peralatan kesehatan dan
obat untuk memenuhi kebutuhan pasien b. Pelaporan yang diwajibkan oleh perundang-undangan c.
Manajemen resiko

d. e. f. g. h. i.

Manajemen penggunaan sumber daya Harapan dan kepuasan pasien dan keluarga Harapan dan
kepuasan staff Demografi pasien dan diagnosis klinik Manajemen keuangan Pencegahan dan
pengendalian dari kejadian yang dapat menimbulkan masalah bagi keselamatan pasien, keluarga
pasien dan staff Dari setiap indikator area manajemen tersebut diatas, pilih minimal satu indikator
untuk setiap area manajerial. Masing-masing indikator tersebut dibuatkan kamus indikator. 4.

5.

Direktur rumah sakit bertanggung jawab memilih target dari kegiatan yang akan dinilai dari indikator
klinis dan area manajerial tersebut diatas serta menetapkan: a. Proses, prosedur dan hasil (outcome)
dari indikator yang akan dinilai b. Ketersediaan dari ”ilmu pengetahuan” (science) dan “bukti”
(evidence) untuk mendukung penilaian c. Cara penilaian indikator yang dilakukan kemudian
diserasikan dengan rencana menyeluruh dari peningkatan mutu dan keselamatan pasien d. Cakupan,
metodologi, jadwal dan frekuensi dari penilaian indikator e. Data penilaian klinis dikumpulkan dan
digunakan untuk melakukan evaluasi terhadap efektivitas dari upaya peningkatan mutu Direktur
Rumah Sakit menetapkan area sasaran untuk penilaian yang merupakan bagian dari program
peningkatan mutu dan keselamatan pasien. Hasil penilaian disampaikan kepada pihak terkait dalam
mekanisme pengawasan dan secara berkala kepada Direktur dan Pemilik Rumah Sakit sesuai
struktur Rumah Sakit yang berlaku.

IV. VALIDASI DAN ANALISIS DARI INDIKATOR PENILAIAN 1. Staf rumah sakit yang memiliki
pengalaman klinis atau managerial, pengetahuan dan keterampilan cukup melakukan pengumpulan
data, analisis data serta mengubah menjadi informasi dengan menggunakan metode dan teknik –
teknik statistik yang sesuai kemudian melakukan pelaporan kepada direktur rumah sakit serta
kordinator unit yang bertanggung jawab dan dilakukan tindak lanjut. 2. Frekuensi analisis data
disesuaikan dengan proses yang sedang dikaji sesuai dengan ketentuan rumah sakit. 3. Analisis
dilakukan dengan membuat perbandingan secara internal dari waktu ke waktu kemudian
membandingkan dengan rumah sakit lain yang sejenis/setara sesuai standar yang baik dan benar. 4.
Rumah Sakit melaksanakan pengintegrasian kegiatan validasi data secara internal paling sedikit lima
dari sebelas indikator klinis ke dalam proses managemen dan peningkatan mutu yang harus
mencakup beberapa elemen penting yang terpercaya, meliputi :

5.

6.

7.

8. 9.

a. Mengumpulkan data kembali oleh orang kedua yang tidak terlibat dalam pengumpulan data
sebelumnya. b. Mengumpulkan sampel statistik sahih dari catatan, kasus dan data lain. Sampel
100% hanya dibutuhkan jika jumlah pencatatan, kasus atau data lainnya sangat kecil jumlahnya. c.
Membandingkan data asli dengan data yang dikumpulkan kembali. d. Kalkusi akurasi dengan
membagi jumlah elemen data yang ditemukan dengan total jumlah data elemen dikalikan dengan
100. Untuk benchmark yang baik akurasi levelnya 90%. e. Jika data yang diketemukan ternyata tidak
sama, tidak diketahui sebabnya (seperti data tidak jelas definisinya)dan tidak dilakukan koreksi. f.
Koleksi sampel baru setelah semua tindakan koreksi dilakukan untuk memastikan tindakan
menghasilkan tingkat yang diharapkan. Direktur rumah sakit bertanggung jawab atas data yang
disampaikan ke publik dari segi mutu dan hasil (outcome) upaya klinik, keselamatan pasien atau
tentang hal-hal lainnya, serta dapat memastikan data yang disampaikan dapat dipertanggung
jawabkan,telah dievaluasi dari segi validitas dan reliabilitasnya. Rumah Sakit menetapkan definisi
kejadian sentinel yang meliputi : a. Kematian yang tidak diduga dan tidak terkait dengan perjalanan
penyakit pasien atau kondisi yang mendasari penyakitnya. b. Kehilangan fungsi yang tidak terkait
dengan perjalanan penyakit pasien atau kondisi yang mendasari penyakitnya. c. Salah tempat, salah
prosedur, salah pasien bedah dan d. Bayi yang diculik atau bayi yang diserahkan kepada orang yang
bukan orang tuanya. Direktur rumah sakit menetapkan batas waktu 2x24 jam dalam melakukan
analisis akar masalah “RCA” (Root Cause Analysis) serta mengambil tindakan terhadap semua
kejadian sentinel yang terjadi berdasarkan hasil “RCA” (Root Cause Analysis). Rumah sakit
melakukan analisis secara intesif terhadap data bila terjadi penyimpangan tingkatan, pola atau
kecendrungan dari Kejadian Tidak Diharapkan (KTD). Rumah sakit melakukan analisis terhadap hal –
hal berikut : a. Semua reaksi tranfusi yang terjadi di rumah sakit. b. Semua kejadian kesalahan obat,
jika terjadi sesuai definisi yang ditetapkan rumah sakit. c. Semua kesalahan medis (medical error)
yang signifikan jika terjadi sesuai dengan definisi rumah sakit. d. Kejadian tidak diharapkan (KTD)
atau pola kejadian yang tidak diharapkan dalam keadaan sedasi atau selama dilakukan anestesi. e.
Semua ketidakcocokan (discrepancy) antara diagnose pra dan pasca operasi. f. Kejadian lain, seperti
ledakan infeksi mendadak (infection outbreak).

10. Kejadian Nyaris Cedera (KNC) adalah insiden yang belum sampai terpapar ke pasien, serta jenis
kejadian yang harus dilaporkan sebagai Kejadian Nyaris Cidera (KNC) termasuk medication
error/kesalahan obat. 11. Rumah sakit Harapan Keluarga menetapkan proses yang dilakukan untuk
pelaporan Kejadian Nyaris Cidera (KNC) serta melakukan analisis data dan tindakan yang harus
diambil untuk mengurangi Kejadian Nyaris Cidera (KNC). 12. Rumah sakit membuat rencana atau
program guna melaksanakan proses yang konsisten untuk identifikasi area prioritas,
mendokumentasikan peningkatan,perbaikan mutu dan keselamatan pasien yang dicapai serta
mempertahankannya sebagaimana yang ditetapkan direktur rumah sakit. 13. Direktur rumah sakit
menetapkan prioritas perbaikan mutu dan keselamatan pasien di area perbaikan. Serta menyediakan
sumber daya manusia atau lainnya pada setiap area klinis yang dibutuhkan untuk melaksanakan
kegiatan peningkatan mutu dan keselamatan pasien. V.

MENCAPAI DAN MEMPERTAHANKAN PENINGKATAN 1. Rumah sakit membuat rencana atau


program guna melaksanakan proses yang konsisten untuk identifikasi area prioritas,
mendokumentasikan peningkatan,perbaikan mutu dan keselamatan pasien yang dicapai serta
mempertahankannya sebagaimana yang ditetapkan direktur rumah sakit. 2. Direktur rumah sakit
menetapkan prioritas perbaikan mutu dan keselamatan pasien di area perbaikan. Serta menyediakan
sumber daya manusia atau lainnya pada setiap area klinis yang dibutuhkan untuk melaksanakan
kegiatan peningkatan mutu dan keselamatan pasien. 3. Rumah sakit membuat perencanaan dan
pengujian serta melakukan perubahan yang dapat menghasilkan peningkatan mutu dan keselamatan
pasien sehingga data yang didapat menunjukkan bahwa peningkatan tercapai secara efektif
danlanggeng. 4. Rumah sakit membuat perubahan kebijakan yang diperlukan untuk merencanakan,
melaksanakan perubahan yang berhasil dicapai serta mempertahankannya kemudian
mendokumentasikan perubahan yang berhasil dilakukan tersebut. 5. Direktur rumah sakit
menetapkan kerangka acuan program tentang managemen resiko yang meliputi komponen : a.
Identifikasi dari risiko b. Menetapkan prioritas risiko c. Pelaporan tentang risiko d. Manajemen risiko e.
Penyelidikan KTD (Kejadian Tidak Diharapkan) dan f. Manajemen dari hal yang terkait. 6. Rumah
Sakit paling sedikit satu kali dalam setahun melaksanakan dan mendokumentasikan penggunaan alat
pengurangan pro aktif terhadap resiko dalam salah satu prioritas proses resiko. 7. Direktur rumah
sakit menetapkan rancangan ulang berdasarkan hasil analisis dari proses yang mengandung resiko
tinggi.

BAB I Pendahuluan

A. Latar Belakang Mutu pelayanan kesehatan adalah topik sentral dalam pengelolaan rumah sakit
terutama semenjak meningkatnya perhatian global terhadap keselamatan pasien. Rumah Sakit
merupakan fasilitas pelayanan kesehatan dengan resiko terhadap keselamatan pasien. Peningkatan
mutu dan keselamatan pasien harus dilakukan berdasarkan data. Penggunaan data secara efektif
dapat dilakukan bila praktek klinik dan praktek manajemen telah dijalankan berdasarkan evidence
based. Mutu tidak boleh dipisahkan dari standar karena kinerja diukur berdasarkan standar.
Beberapa penelitian, salah satunya adverse event (KTD) yang dilaksanakan oleh Havard

Medical Practice menemukan bahwa sekitar 4% pasien mengalami KTD selama dirawat di Rumah
Sakit. Sebesar 70% berakhir dengan kecacatan, 14% berakhir dengan kematian. Beberapa studi di
Amerika, melalui data IOM (Institute of Medicine) diperkirakan 44.000 98.000 pasien meninggal setiap
tahun akibat tindakan medik di rumah sakit. Sementara itu Departemen Kesehatan Inggris pada
tahun 2000 melaporkan data KTD sebesar 10% dari kunjungan rumah sakit atau 850.000 KTD setiap
tahun.

Medical Error tidak hanya menimbulkan risiko kematian, tetapi menimbulkan dampak ekonomi yang
besar, termasuk hilangnya penghasilan akibat kecacatan, biaya medik tambahan dan perawatan
pasca KTD. Hal tersebut dapat mengakibatkan menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap
pelayanan kesehatan. Di Indonesia, pendokumentasian permasalahan kesehatan tidak tertata,
sehingga permasalahan baru terdeteksi apabila melibatkan proses hukum atau dipublikasikan di
media massa. Jumlah kasus tersebut jauh lebih kecil dibandingkan dengan keseluruhan kasus di
rumah sakit. Keseluruhan menunjukkan trend yang meningkat seiring dengan meningkatnya
kesadaran dan tuntutan keterbukaan masyarakat. Dengan pertimbangan berbagai kelemahan di

Indonesia, dari sisi standar pelayanan, sistem keamanan pasien, lisensi, monitoring, audit, kesadaran
masyarakat dan penegakkan hukum, maka diasumsikan permasalahan serupa juga sering muncul di
Indonesia, bahkan mungkin lebih berat daripada negara maju. Jumlah tersebut seperti fenomena
gunung es. Studi di Pusat Manajemen Pelayanan Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas
Gadjah Mada tahun 2012 pada 15 rumah sakit dan 12 puskesmas di Jawa Tengah menunjukkan
bahwa secara umum prevalensi KTD tinggi dengan variasi 1,82% - 88,8%. Nilai prevalensi error
1,82% adalah kesalahan diagnosis, sedangkan 80,84% adalah kesalahan penggunaan antibiotik
yang tidak tepat dalam penanganan ISPA di rumah sakit atau di puskesmas. Kesalahan diagnosis
berjenis error of commission. 40% pasien yang dirawat di Intensive Care Unit dan Intensive

Cardiac Care Unit mengalami dekubitus rerata pada hari perawatan ketujuh. Tindakan yang
komprehensif dan responsif terhadap kejadian tidak diinginkan di fasilitas pelayanan kesehatan
diperlukan dalam meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. Sesuai dengan peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 1691 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit, kebutuhan pelayanan kesehatan
perlu disempurnakan. Keselamatan Pasien adalah sistem yang meliputi : assesment risiko,
identifikasi dan pengelolaan pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden
selanjutnya, serta mengimplementasikan solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah
terjadinya cedera akibat dari suatu tindakan yang tidak diinginkan. Pada tahun 1820-1910 Florence
Nighttingale,

seorang perawat dari Inggris

menekankan should do the patient no harm, rumah sakit jangan sampai merugikan atau
mencelakakan pasien. Pada tahun 1918 The American College of Surgeons menyusun suatu
Hospital Standardization Programme. Program standarisasi adalah upaya pertama yang terorganisasi
dengan tujuan meningkatkan mutu pelayanan. Di Amerika Serikat, upaya peningkatan mutu
pelayanan medik dimulai oleh ahli bedah Dr. E.A.Codman dari Boston dalam tahun 1917. Dr.E.A
Codman dan beberapa ahli bedah lain kecewa dengan hasil operasi yang seringkali buruk, karena
seringnya terjadi penyulit. Mereka berkesimpulan bahwa penyulit itu terjadi karena kondisi yang tidak
memenuhi syarat di Rumah Sakit. Untuk itu perlu ada penilaian dan penyempurnaan tentang segala
sesuatu yang terkait

dengan pembedahan. Ini adalah upaya pertama yang berusaha mengidentifikasikan masalah klinis,
dan kemudian mencari jalan keluarnya. Kelanjutan dari upaya ini pada tahun 1918 The American
College of Surgeons (ACS) menyusun suatu Hospital Standardization Programme. Program
standarisasi adalah upaya pertama yang terorganisasi dengan tujuan meningkatkan mutu pelayanan.
Program ini ternyata sangat berhasil meningkatkan mutu pelayanan sehingga banyak Rumah Sakit
tertarik untuk ikut serta.

Dengan berkembangnya ilmu dan teknologi maka spesialisasi ilmu kedokteran diluar

bedah cepat berkembang. Oleh karena itu program standarisasi perlu diperluas agar dapat mencakup
disiplin lain secara umum. Pada tahun 1951 American College of Surgeon, American College of
Physicians, American Hospital Association bekerjasama membentuk suatu Joint Commision on
Accreditation of Hospital (JCAH) suatu badan gabungan untuk menilai dan mengakreditasi Rumah
Sakit . Pada akhir tahun 1960 JCAH tidak lagi hanya menentukan syarat minimal dan essensial untuk
mengatasi kelemahan-kelemahan yang ada di Rumah Sakit, namun telah memacu Rumah Sakit agar
memberikan mutu pelayanan yang setinggi-tingginya sesuai dengan sumber daya yang ada. Untuk
memenuhi tuntutan yang baru ini antara tahun 1953-1965 standar akreditasi direvisi enam kali,
selanjutnya beberapa tahun sekali diadakan revisi. Atas keberhasilan JCAH dalam meningkatkan
mutu pelayanan, Pemerintah Federal memberi pengakuan tertinggi dalam mengundangkan
“Medicare Act”. Undang-undang ini mengabsahkan akreditasi Rumah Sakit menurut standar yang
ditentukan oleh JCAH. Sejak saat itu Rumah Sakit yang tidak diakreditasi oleh JCAH tidak dapat ikut
program asuransi kesehatan pemerintah federal (medicare), padahal asuransi di Amerika sangat
menentukan utilisasi Rumah Sakit karena hanya 9,3% biaya Rumah Sakit berasal dari pembayaran
langsung oleh pasien. Sejak tahun 1979 JCAH membuat standar tambahan, yaitu agar dapat lulus
akreditasi suatu Rumah Sakit harus juga mempunyai program pengendalian mutu yang dilaksanakan
dengan baik. Di Australia, Australian Council on Hospital Standards (ACHS) didirikan dengan susah
payah pada tahun 1971, namun sampai tahun 1981 badan ini baru berhasil beroperasi dalam 3
Negara bagian. Tetapi lambat laun ACHS dapat diterima kehadirannya dan diakui manfaatnya dalam
upaya peningkatan mutu pelayanan sehingga sekarang kegiatan ACHS telah mencakup semua
negara bagian. Pelaksanaan peningkatan mutu di Australia pada dasarnya hampir sama dengan di
Amerika.

Di Eropa Barat perhatian terhadap peningkatan mutu pelayanan sangat tinggi, namun masalah itu
tetap merupakan hal baru dengan konsepsi yang masih agak kabur bagi kebanyakan tenaga profesi
kesehatan. Sedangkan pendekatan secara Amerika sukar diterapkan karena perbedaan sistem
kesehatan di masing-masing negara di Eropa. Karena itu kantor Regional WHO untuk Eropa pada
awal tahun 1980-an mengambil inisiatif untuk membantu negara-negara Eropa mengembangkan
pendekatan peningkatan mutu pelayanan disesuaikan dengan sistem pelayanan kesehatan masing-
masing. Pada tahun 1982 kantor regional tersebut telah menerbitkan buku tentang upaya
meningkatkan mutu dan penyelenggaraan simposium di Utrecht, negeri Belanda tentang metodologi
peningkatan mutu pelayanan. Dalam bulan Mei 1983 di Barcelona, Spanyol suatu kelompok kerja
yang dibentuk oleh WHO telah mengadakan pertemuan untuk mempelajari peningkatan mutu khusus
untuk Eropa. Walaupun secara regional WHO telah melakukan berbagai upaya, namun pada
simposium peningkatan mutu pada bulan Mei 1989 terdapat kesan bahwa secara nasional upaya
peningkatan mutu di berbagai negara Eropa Barat masih pada perkembangan awal. Di Asia, negara
pertama yang sudah mempunyai program peningkatan mutu dan akreditasi Rumah Sakit secara
nasional adalah Taiwan. Negara ini banyak menerapkan metodologi dari Amerika. Sedangkan
Malaysia mengembangkan peningkatan mutu pelayanan dengan bantuan konsultan ahli dari Negeri
Belanda. Di Indonesia langkah awal yang sangat mendasar dan terarah yang telah dilakukan
Departemen Kesehatan dalam rangka upaya peningkatan mutu yaitu penetapan kelas Rumah Sakit
pemerintah melalui Surat Keputusan Menteri Kesehatan No.033/Birhup/1972. Secara umum telah
ditetapkan beberapa kriteria untuk tiap kelas Rumah Sakit A,B,C,D. Kriteria ini kemudian berkembang
menjadi standar-standar. Kemudian dari tahun ke tahun disusun berbagai standar baik menyangkut
pelayanan, ketenagaan, sarana dan prasarana untuk masing-masing kelas Rumah Sakit.

Disamping

standar, Departemen Kesehatan juga mengeluarkan berbagai panduan dalam rangka meningkatkan
penampilan pelayanan Rumah Sakit. Sejak tahun 1984 Departemen Kesehatan telah
mengembangkan berbagai indikator untuk mengukur dan mengevaluasi penampilan (performance)
Rumah Sakit pemerintah kelas C dan Rumah Sakit swasta setara yaitu dalam rangka Hari Kesehatan
Nasional. Indikator ini setiap dua tahun ditinjau kembali dan disempurnakan. Evaluasi penampilan
untuk tahun 1991 telah dilengkapi dengan indikator kebersihan dan ketertiban Rumah Sakit dan yang
dievaluasi selain

kelas C juga kelas D dan kelas B serta Rumah Sakit swasta

setara. Sedangkan evaluasi

penampilan tahun 1992 telah dilengkapi pula dengan instrumen mengukur kemampuan pelayanan.
Evaluasi penampilan Rumah Sakit ini merupakan langkah awal dari Konsep Continuous Quality
Improvement (CQI). Berbeda dengan konsep QA tradisional dimana dalam monitor dan evaluasi
dititik beratkan kepada pencapaian standar, maka pada CQI fokus lebih diarahkan kepada
penampilan organisasi melalui penilaian pemilik, manajemen, klinik dan pelayanan penunjang.
Perbedaan yang sangat mendasar yaitu keterlibatan seluruh karyawan. Selain itu secara sendiri-
sendiri beberapa Rumah Sakit telah mengadakan monitoring dan evaluasi mutu pelayanan Rumah
Sakitnya.

Pada tahun 1981 RS Gatot Subroto telah


melakukan kegiatan penilaian mutu yang berdasarkan atas derajat kepuasan pasien. Kemudian
Rumah Sakit Husada pada tahun 1984 melakukan kegiatan yang sama.

Rumah Sakit Adi

Husada di Surabaya membuat penilaian mutu atas dasar penilaian perilaku dan penampilan kerja
perawat. Rumah Sakit Dr. Soetomo Surabaya menilai mutu melalui penilaian infeksi nosokomial
sebagai salah satu indikator mutu pelayanan. Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo menggunakan
upaya penggunaan obat secara rasional.

Rumah Sakit Islam Jakarta pernah

menggunakan pengendalian mutu terpadu (TQC) dan Gugus Kendali Mutu (Quality Control Circle =
QCC). Beberapa Rumah Sakit lainnya juga telah mencoba menerapkan Gugus Kendali Mutu,
walaupun hasilnya belum ada yang dilaporkan.

Sejalan dengan hal di atas maka

Departemen Kesehatan telah mengadakan Pelatihan Peningkatan Mutu Pelayanan Rumah Sakit
pada beberapa Rumah Sakit. Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa kesadaran untuk
meningkatkan mutu sudah cukup meluas walaupun dalam penerapannya sering ada perbedaan. Dari
data tersebut maka pedoman dan program pelayanan mutu dan keselamatan pasien menjadi penting
untuk mengurangi kejadian yang tidak diinginkan. Melalui pedoman ini diharapkan mampu
mengurangi kejadian tidak diinginkan dan dapat mencegah terjadinya KTD.

B. Tujuan Pedoman Pelayanan Mutu dan Keselamatan Pasien 1.

Tujuan Umum Meningkatkan mutu secara keseluruhan dengan terus menerus mengurangi risiko
terhadap pasien & staf baik dalam proses klinis maupun lingkungan fisik. 2.

Tujuan Khusus a. Melakukan evaluasi efektifitas 1) Efektifitas pengumpulan dan analisa data dalam
program PMKP 2) Efektifitas pelaksanaan rencana program PMKP 3) Efektifitas proses peningkatan
mutu pelayanan dan keselamatan pasien b. Untuk mengetahui proses pengelolaan data di rumah
sakit 1) Pengumpulan 2) Validasi 3) Analisis 4) Penggunaan data untuk proses peningkatan
pelayanan dan keselamatan pasien 5) Penggunaan data untuk peningkatan secara terus menerus

C. Batasan Operasional dari Pedoman Pelayanan Mutu dan Keselamatan Pasien di Rumah Sakit
Harapan Keluarga Mataram. 1. Keselamatan Pasien adalah suatu sistem yang membuat asuhan
pasien lebih aman, meliputi asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan risiko pasien, pelaporan dan
analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya, kemampuan belajar dari
insiden dan tindak lanjutnya, serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan
mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan
atau tidak mengambil tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil. 2. Insiden
Keselamatan Pasien adalah setiap kejadian yang tidak disengaja dan kondisi yang mengakibatkan
atau berpotensi mengakibatkan cedera yang dapat dicegah pada pasien. 3. Kondisi Potensial Cedera
(KPC) adalah kondisi yang sangat berpotensi untuk menimbulkan cedera, tetapi belum terjadi insiden.
4. Kejadian Nyaris Cedera (KNC) adalah terjadinya insiden yang belum sampai terpapar ke pasien. 5.
Kejadian Tidak Cedera (KTC) adalah insiden yang sudah terpapar ke pasien, tetapi tidak timbul
cedera. 6. Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) adalah Insiden yang mengakbatkan cedera pada pasien.
7. Kejadian sentinel adalah suatu Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) yang mengakibatkan kematian,
cedera permanen, atau cedera berat yang teporer dan membtuhkan intervensi untuk
mempertahankan kehidupan, baik fisik maupun psikis, yang tidak terkait dengan perjalanan penyakit
atau keadaan pasien. 8. Validasi adalah suatu tindakan pembuktian. 9. Analisa data adalah kegiatan
mengubah data hasil peneltian/ survei menjadi informasi yang dapat digunakan untuk mengambil
kesimpulan dan keputusan. 10. Risiko adalah potensi terjadinya kerugian dan dapat timbul dari
proses/kegiatan saat sekarang. 11. Risiko klinis adalah semua isu yang berdampak terhadap
pencapaian pelayanan pasien yang bemutu, aman dan efektif 12. Risiko Non klinis adalah semua isu
yang dapat berdampak terhadap tercapainya tugas poko dan kewajiban hukum dari RS sebagai
korporasi. 13. Manajemen risiko adalah Pendekatan Proaktif yang betujuan untuk mengidentifikasi,
menilai dan menyusun Prioritas Risiko untuk menghilangkan atau meminimalkan dampaknya. 14.
Asesmen Risiko adalah prose untuk membantu organisasi yang bertujuan menilai tentang luasnya
risiko yang dihadapi, kemampuan mengkontrol frekuensi dan dampak risiko.

15. Risiko Register adalah bagian dari proses dari merekam bagaimana manajemen dari risiko pada
suatu area kerja atau organisasi. 16. Keselamatan Pasien adalah penurunan risiko dari harm yang
berhubungan dengan petugas kesehatan dengan dampak sekecil mungkin. 17. Formulir Laporan
Internal Insiden Keselamatan Pasien adalah formulir laporan yang dilaporkan ke Tim KP di RS dalam
waktu maksimal 2 x 24 jam/ akhir jam kerja/ shift. 18. Formulir Laporan Eksternal Insiden
Keselamatan Pasien adalah Formulir Laporan yang dilaporkan ke KKPRS setelah dilakukan analisis
dan investigasi. 19. Penyebab Insiden immediate/ direct cause adalah penyebab yang bersifat
langsung berhubungan dengan insiden/dampak terhadap pasien. 20. Akar masalah (root cause)
adalah penyebab yang melatar belakangi penyebab langsung. 21. Faktor konstributor adalah faktor
yang melatar belakangi terjadinya insiden. 22. Metode Telusur adalah metode evaluasi untuk
menelusuri sistem pelayanan RS secara efektif dengan mencari bukti - bukti implementasi mutu
pelayanan dan keselamatan pada pelayanan pasien yang dirawat di rumah sakit. 23. SBAR adalah
suatu standar dari komunikasi, penting dalam keselamatan pasien karena membantu komunikasi
individu satu dengan lainnya dengan berbagai sudut pandang. SBAR, yaitu : Situation (situasi),
Backround (Latar Belakang) Assessment, Recommendasi (Rekomendasi). 24. Standarisasi dosis
adalah elemen penting dari penggunaan yang aman. 25. Obat High Alert adalah obat yang memiliki
resiko tinggi yang menyebabkan bahaya yang bermakna bila digunakan dengan cara yang salah. 26.
Area klinis adalah 27. Manajerial adalah 28. IAK (Indikator Area Klinis) adalah 29. IAM (Indikator Area
Manajemen) adalah

D. Landasan Hukum dari Pedoman Rumah Sakit Harapan Keluarga adalah : a. Peraturan Kementrian
Kesehatan Nomor 11 Tahun 2017 Tentang Keselamatan Pasien b. Pedoman Upaya Peningkatan
Mutu tahun 1994 c. Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit tahun 2007 d. Panduan Nasional
Keselamatan Pasien edisi 3 tahun 2015 e. Pedoman Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien edisi 2
Tahun 2008 f. Undang - undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. g. Undang - undang
Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan h. Undang - undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran i. Peraturan Menteri Kesehatan No.1691/MENKES/PER/VII/2011 Tentang Keselamatan
Pasien Rumah Sakit j. Peraturan Menteri Kesehatan No.251/MENKES/SKVII/2012 Tentang Komite
Keselamatan Pasien Rumah Sakit k. International Prinsiples for Healthcare Standards, A Framework
of requirement for standards, 3rd Edition December 2007, International Society for Quality in Health
Care/ISQua. l. Joint Commission International Accreditation Standards for Hospitals 4rd Edition,
2011. m. Instrumen Akreditasi Rumah Sakit/ KARS. n. Peraturan Kementrian Kesehatan No. 56 tahun
2014. o. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan. p. Keputusan
Menteri Kesehatan Nomor 129/MENKES/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah
Sakit. q. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 290/MENKES/PER/III/2008 tentang Persetujuan
Tindakan Kedokteran.

E. Tata Laksana Pelayanan Mutu dan Keselamatan Pasien Rumah Sakit Harapan Keluarga : 1.
Upaya peningkatan mutu : a. Penetapan prioritas kegiatan yang akan dievaluasi b. Diklat PMKP c.
Standarisasi proses asuhan klinis : Memilih area prioritas yang akan di standarisasi (high volume,
high risk, high cost. 1) Penyusun panduan penyusunan PPK dan Clinical pathway 2) penyusunan
PPK dan Clinical pathway 3) Audit pra implementasi untuk base line data 4) Sosialisasi PPK dan
clinical pathway ke staff klinis terkait 5) Uji coba implementasi 6) Finalisasi PPK dan clinical pathway
7) Implementasi PPK dan cninical pathway 8) Audit pasca implementasi d. Pengukuran mutu melalui
pemilihan, penetapan, pengumpulan, dan analisa untuk : 1) Indikator area klinis (11 indikator) 2)
Indikator Internasional library (5 indikator) 3) Indikator area managerial 4) Indikator sasaran
keselamatan pasien 5) Pengukuran mutu unit kerja dan pelayanan 6) Penilaian kinerja staff klinis
(dokter, perawat/bidan dan staff klinis lainnya) beserta staff non klinis lainnya e. Melakukan koordinasi
semua komponen dari kegiatan pengukuran dan pengendalian (koordinasi dengan kegiatan PPI,
dengan pengendalian mutu di laboratorium klinis dan dengan manajemen risiko klinis. 2. Manajemen
risiko klinis a. Menerapkan manajemen risiko klinis b. Melaporkan dan analisis data insiden
keselamatan pasien c. Melaksanakan dan mendokumentasikan FMEA dan rancang ulang d.
Koordinasi kegiatan dengan tim PMKP

3. Langkah-langkah yang dilakukan oleh Rumah Sakit setelah prioritas dipilih dan ditetapkan : a.
Susun ketentuan penyusunan PPk dan Clinical Pathway sehingga ada keseragaman format b. Susun
PPK dan Clinical Pathway sesuai prioritas yang dipilih c. Lakukan audit pra implementasi untuk PPK
dan Clinical Pathway untuk base line data d. Lakukan uji coba e. Lakukan finalisasi PPK dan Clinical
Pathway f. Tetapkan PPK dan Clinical Pathway yang akan di implementasikan g. Lakukan
implementasi untuk pengisian template di Rekam Medis h. Lakukan audit paska implementasi 4.
kebijakan validasi data sebagai berikut : a. Indikator baru diterapkan khususnya, indikator klinis yang
dimaksudkan untuk membantu rumah sakit melakukan evaluasi dan meningkatkan proses atau hasil
klinis yang penting. b. Supaya diketahui publik, data dimuat di website rumah sakit atau dengan cara
lain. c. Suatu perubahan telah dilakukan terhadap indikator yang ada, seperti cara pengumpulan data
diubah atau proses abstraksi data, atau abstraktor diganti. d. Data yang berasal dari indikator yang
ada telah diubah tanpa ada penjelasan. e. Sumber data telah diubah, seperti kalau sebagian dari
rekam medis pasien digantikan dengan format elektronik sehingga sumber data sekarang berupa
kertas maupun elektronik. f. Subyek dari pengumpulan data telah diubah, seperti perubahan umur
rata-rata pasien, komorbiditas, perubahan protokol riset, penerapan pedoman praktek yang baru,
atau teknologi baru dan metodologi baru pengobatan diperkenalkan atau dilaksanakan

a. b.

c. d.

e.

Materi Standar Prosedur Operasional validasi data sebagai berikut : Mengumpulkan ulang data oleh
orang kedua yang tidak terlibat dalam pengumpulan data sebelumnya. Menggunakan sample statistik
sahih dari catatan, kasus dan data lain. Sample 100% dibutuhkan hanya jika jumlah
pencatatan,kasus atau data lainnya sangat kecil jumlahnya. Membandingkan data asli dengan data
yang dikumpulkan ulang. Kalkulasi akurasi dengan membagi jumlah elemen data yang ditemukan
dengan total jumlah data elemen dikalikan dikalikan dengan 100. Tingkat akurasi 90% adalah
patokan yang baik. Jika elemen data yang diketemukan ternyata tidak sama, dengan alasannya
misalmya data tidak jelas definisinya dan dilakukan tindakan koreksi.

f.

Koleksi sample baru setelah semua tindakan koreksi dilakukan untuk memastikan
tindakanmenghasilkan tingkat akurasi yang diharapkan (lihat juga KPS.11, EP 4) Rumah Sakit
supaya menetapkan data yang harus divalidasi

5. Tata Laksana Pengumpulan Data Pelayanan Mutu dan Keselamatan Pasien Rumah Sakit Harapan
Keluarga: a. Tentukan sampel/populasi untuk mengumpulkan data. b. Validasi data untuk keakuratan
dan kelengkapan. c. Lakukan perbaikan sesegera mungkin dengan membuat rencana tindak lanjut. 
Langkah - langkah pengumpulan Data: 1. Penanggung jawab mengumpulkan data, mencatat data ke
dalam formulir sensus harian atau input data ke dalam sistem Informasi dan Teknologi

(bila RS sudah mempunyai sistem Informasi dan Teknologi

untuk data indikator). 2. Data direkapitulasi dan dianalisa dalam bentuk grafik melalui sistem
Informasi dan Teknologi. 3. Interpretasi data. 4. Lakukan perbaikan untuk peningkatan mutu. 5. Buat
laporan dari unit kepemimpinan/ komite Pelayanan Mutu dan Keselamatan Pasien sesuai dengan
Standar Prosedur Operasional di Rumah Sakit Harapan Keluarga.

7. Kegiatan Pokok: 1.

Upaya peningkatan mutu layanan Pengukuran mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit sudah
diawali dengan persiapan akreditasi rumah sakit yang mengukur dan memecahkan masalah pada
tingkat input dan proses. Rumah sakit dipacu untuk dapat menilai diri (self assessment) dan
memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Penilaian kinerja
/Performance Appraisal dari masing-masing staf sesuai profesi pada saat bertugas, dilakukan oleh
atasannya atau pejabat yang berwenang dengan menggunakan Pedoman Penilaian Kinerja. Indikator
mutu (kunci indikator area klinis, area manajemen dan sasaran keselamatan pasien).

2.

Standarisasi Proses Pelayanan Clinical Pathway adalah suatu konsep perencanaan pelayanan
terpadu yang merangkum setiap langkah yang diberikan kepada pasien berdasarkan standar
pelayanan medis dan asuhan keperawatan yang berbasis bukti dengan hasil yang terukur dan dalam
jangkauan waktu tertentu selama di rumah sakit. Penetapan paling sedikit 5 area prioritas oleh
pimpinan RS dengan fokus penggunaan pedoman praktik klinis, clinical pathway dan/atau protokol
klinis. Tentukan dulu lima area prioritas untuk clinical pathway. Dalam memilih area prioritas yang
akan distandarisasi berdasarkan

high volume, high risk, high cost. 3.

A.

Keselamatan Pasien Keselamatan pasien adalah hak setiap pasien yang mempercayakan asuhan
mereka kepada lembaga pelayanan kesehatan dimana asuhan yang aman tersebut adalah suatu
keharusan. Indikator Keselamatan Pasien adalah suatu variabel yang digunakan untuk menilai
perubahan dalam keselamatan pasien. Sasaran keselamatan pasien merupakan salah satu indikator
mutu kunci.

Rincian Kegiatan Secara rinci Kegiatan Upaya Peningkatan Mutu dan Keselamatan di Rumah Sakit
Harapan Keluarga dapat dijabarkan sebagai berikut : 1. Upaya peningkatan mutu pelayanan a.
Direktur rumah sakit menetapkan indikator kunci/area sasaran untuk: 1) Monitor struktur, proses dan
hasil/penilaian (outcomes) dari rencana/program peningkatan mutu pelayanan dan keselamatan
pasien. 2) Menilai setiap dari struktur, proses dan hasil setiap upaya klinik 3) Menilai setiap dari
struktur, proses dan outcomes manajemen. 4) Menilai setiap dari sasaran keselamatan pasien
internasional. b. Direktur rumah sakit bertanggung jawab menentukan pilihan terakhir dari indikator
kunci pada area klinik yang digunakan dalam kegiatan peningkatan mutu, meliputi: 1) Asesmen
terhadap area klinik 2) Pelayanan laboratorium 3) Pelayanan radiologi dan diagnostic imaging 4)
Prosedur bedah 5) Penggunaan antibiotika dan obat lainnya 6) Kesalahan medis (medication error)
dan Kejadian Nyaris Cedera (KNC) 7) Anestesi dan penggunaan sedasi 8) Penggunaan darah dan
produk darah 9) Ketersediaan, isi dan penggunaan catatan medik 10) Pencegahan dan kontrol
infeksi, surveilans dan pelaporan 11) Riset klinik

c.

d.

e.

f.

Dari 11 indikator area klinis diatas, Direktur Rumah Sakit menentukan paling sedikit 5 indikator area
klinis yang digunakan dalam kegiatan peningkatan mutu. Direktur Rumah Sakit menetapkan indikator
terkait dengan upaya manajemen, meliputi: 1) Pengadaan rutin peralatan kesehatan dan obat untuk
memenuhi kebutuhan pasien 2) Pelaporan yang diwajibkan oleh perundang-undangan 3) Manajemen
resiko 4) Manajemen penggunaan sumber daya 5) Harapan dan kepuasan pasien dan keluarga 6)
Harapan dan kepuasan staff 7) Demografi pasien dan diagnosis klinik 8) Manajemen keuangan 9)
Pencegahan dan pengendalian dari kejadian yang dapat menimbulkan masalah bagi keselamatan
pasien, keluarga pasien dan staff Dari setiap indikator manajemen tersebut diatas, pilih minimal satu
indikator untuk setiap area manajerial. Masing-masing indikator tersebut dibuatkan kamus indikator.
Direktur rumah sakit bertanggung jawab memilih target dari kegiatan yang akan dinilai dari indikator
klinis dan area manajerial tersebut diatas serta menetapkan: 1) Proses, prosedur dan hasil (outcome)
dari indikator yang akan dinilai 2) Ketersediaan dari ”ilmu pengetahuan” (science) dan “bukti”
(evidence) untuk mendukung penilaian 3) Cara penilaian indikator yang dilakukan kemudian
diserasikan dengan rencana menyeluruh dari peningkatan mutu dan keselamatan pasien 4) Cakupan,
metodologi, jadwal dan frekuensi dari penilaian indikator 5) Data penilaian klinis dikumpulkan dan
digunakan untuk melakukan evaluasi terhadap efektivitas dari upaya peningkatan mutu Direktur
Rumah Sakit menetapkan area sasaran untuk penilaian yang merupakan bagian dari program
peningkatan mutu dan keselamatan pasien. Hasil penilaian disampaikan kepada pihak terkait dalam
mekanisme pengawasan dan secara berkala kepada Direktur dan Pemilik Rumah Sakit sesuai
struktur Rumah Sakit yang berlaku. Diklat Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien Diadakan
pelatihan bagi staf sesuai dengan peranan mereka dalam program peningkatan mutu dan
keselamatan pasien yang diberikan oleh individu yang berpengetahuan luas dan berkualifikasi
(direktur rumah sakit, para manajer, ketua peningkatan mutu dan keselamatan pasien dan
penanggung jawab pengumpul data yang telah mengikuti diklat).

2. Standarisasi proses pelayanan 1) Memilih area prioritas yang akan di standarisasi (high volume,
high risk, high cost), 2) Penyusun panduan penyusunan PPK dan CP 3) Penyusunan PPK dan CP 4)
Audit pra implementasi untuk base line data Standarisasi Proses Pelayanan 5) Sosialisasi PPK dan
CP ke staf klinis terkait 6) Uji coba implementasi 7) Finalisasi PPK dan CP 8) Implementasi PPK dan
CP Audit paska implementasi 3. Keselamatan Pasien a. Indkator Mutu 1) Pemilihan prioritas, meliputi:
proses utama yang kritikal, risiko tinggi, cenderung bermasalah yang langsung terkait dengan mutu
asuhan dan keamanan lingkungan, Direktur menggunakan data dan informasi yang tersedia untuk
melakukan identfikasi area prioritas. Enam sasaran keselamatan pasien adalah sebagai berikut: a)
Ketepatan identifikasi pasien, b) Peningkatan komunikasi yang efektif, c) Peningkatan keamanan obat
yang perlu diwaspadai (high-alert medications), d) Kepastian tepat-lokasi, tepat-prosedur, tepat-
pasien operasi, e) Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan, f) Pengurangan risiko
pasien jatuh. 2) Dalam menetapkan prioritas kegiatan peningkatan dan keselamatan pasien, direktur
menetapkan salah satu prioritas dari enam sasaran keselamatan pasien. b. Staf rumah sakit yang
memiliki pengalaman klinis atau managerial, pengetahuan dan keterampilan cukup melakukan
pengumpulan data, analisis data serta mengubah menjadi informasi dengan menggunakan metode
dan teknik – teknik statistik yang sesuai kemudian melakukan pelaporan kepada direktur rumah sakit
serta kordinator unit yang bertanggung jawab dan dilakukan tindak lanjut. c. Frekuensi analisis data
disesuaikan dengan proses yang sedang dikaji sesuai dengan ketentuan rumah sakit. d. Analisis
dilakukan dengan membuat perbandingan secara internal dari waktu ke waktu kemudian
membandingkan dengan rumah sakit lain yang sejenis/setara sesuai standar yang baik dan benar. e.
Direktur rumah sakit bertanggung jawab atas data yang disampaikan ke publik dari segi mutu dan
hasil (outcome) upaya klinik, keselamatan pasien atau tentang hal-

hal lainnya, serta dapat memastikan data yang disampaikan dapat dipertanggung jawabkan,telah
dievaluasi dari segi validitas dan reliabilitasnya. f. Rumah Sakit menetapkan definisi kejadian sentinel.
g. Direktur rumah sakit menetapkan batas waktu 2x24 jam dalam melakukan analisis akar masalah
“RCA” (Root Cause Analysis) serta mengambil tindakan terhadap semua kejadian sentinel yang
terjadi berdasarkan hasil “RCA” (Root Cause

Analysis). h. Rumah sakit melakukan analisis secara intesif terhadap data bila terjadi penyimpangan
tingkatan, pola atau kecendrungan dari Kejadian Tidak Diharapkan (KTD). i. Rumah sakit melakukan
analisis terhadap hal – hal berikut : 1) Semua reaksi tranfusi yang terjadi di rumah sakit. 2) Semua
kejadian kesalahan obat, jika terjadi sesuai definisi yang ditetapkan rumah sakit. 3) Semua kesalahan
medis (medical error) yang signifikan jika terjadi sesuai dengan definisi rumah sakit. 4) Kejadian tidak
diharapkan (KTD) atau pola kejadian yang tidak diharapkan dalam keadaan sedasi atau selama
dilakukan anestesi. 5) Semua ketidakcocokan (discrepancy) antara diagnose pra dan pasca operasi.
6) Kejadian lain, seperti ledakan infeksi mendadak (infection outbreak). j. Rumah sakit Harapan
Keluarga menetapkan proses yang dilakukan untuk pelaporan Kejadian Nyaris Cidera (KNC) serta
melakukan analisis data dan tindakan yang harus diambil untuk mengurangi Kejadian Nyaris Cidera
(KNC). k. Rumah sakit membuat rencana atau program guna melaksanakan proses yang konsisten
untuk identifikasi area prioritas, mendokumentasikan peningkatan,perbaikan mutu dan keselamatan
pasien yang dicapai serta mempertahankannya sebagaimana yang ditetapkan direktur rumah sakit. l.
Direktur rumah sakit menetapkan prioritas perbaikan mutu dan keselamatan pasien di area
perbaikan. Serta menyediakan sumber daya manusia atau lainnya pada setiap area klinis yang
dibutuhkan untuk melaksanakan kegiatan peningkatan mutu dan keselamatan pasien. Untuk
melaksanakan kegiatan pokok dan rincian kegiatan diatas menggunakan metode sebagai berikut: 1.
Edukasi staf PJ/ PIC pengumpul data Diadakan pelatihan bagi staf baik eksternal maupun internal
sesuai dengan peranan mereka sebagai PJ/ PIC pengumpul data dalam program peningkatan mutu
dan keselamatan pasien. 2. Pelaksanaan pengumpulan data Standar/ indikator yang sudah
disepakati disetiap unit pelayanan akan diimplementasikan dalam semua lini pelayanan termasuk
pimpinan, pemberi pelayanan langsung maupun pemberi pelayanan penunjang. Pencatatan harian
data indikator mutu melalui dashboard

3.

4.

5.

6.

7.

8.

disetiap unit kemudian di rekapitulasi bulanan. Data dikumpulkan dari tiap unit kepada manager
terkait dan oleh tim mutu Rumah Sakit Harapan Keluarga dilakukan evaluasi berkesinambungan
setiap bulan. Validasi data indikator mutu area klinis Rumah sakit mengintegrasikan kegiatan validasi
data kedalam proses manajemen mutu dan proses peningkatan mutu, sehingga data yang
disampaikan ke publik dapat di pertanggung jawabkan dari segi mutu dan hasilnya (outcome).
Analisa data indikator Analisa data dilakukan setiap bulan. Metoda dan tehnik-tehnik statistik
digunakan dalam melakukan analisis dari proses, bila diperlukan. Penyusunan laporan mutu ke
Direktur Laporan mutu dikirimkan ke Direktur setiap bulan. Data penilaian indikator klinis digunakan
untuk mengevaluasi mutu kinerja klinis. Data penilaian indikator manajerial dikumpulkan dan
digunakan untuk mengevaluasi efektivitas dari peningkatan mutu manajerial. Sedangkan penilaian
indikator keselamatan pasien digunakan untuk mengevaluasi sasaran keselamatan pasien. Feedback
hasil mutu ke unit kerja Hasil analisa penilaian kinerja unit/ bidang oleh tim mutu akan disampaikan ke
bagian/unit terkait untuk dilakukan tindak lanjut dan perbaikan berkesinambungan. Pertemuan
berkala dengan Komite PPI untuk membahas hasil surveilance/indikator area klinis. Proses
pengendalian dan pencegahan infeksi diintegrasikan dengan keseluruhan program rumah sakit dalam
peningkatan mutu dan keselamatan pasien. Pertemuan berkala dengan Tim KPRS untuk membahas
hasil indikator area keselamatan pasien. Proses kegiatan keselamatan pasien diintegrasikan dengan
keseluruhan program rumah sakit dalam peningkatan mutu dan keselamatan pasien.

EVALUASI PELAKSANAAN KEGIATAN DAN PELAPORAN 1.

2.

3.

Program Manajemen Risiko di Tim Manjemen Risiko Perlu disusun pedoman, program, panduan dan
spo kemudian disosialisasikan ke seluruh unit kerja Program Peningkatan Mutu dn Keselamatan
Pasien (PMKP) di Unit Kerja a. Perlu peningkatan motivasi unit kerja untuk melaksanakan
pengumpulan data dan pelaporan indikator mutu unit kerja b. PDSA terhadap indikator mutu unit yang
belum mencapai target belum dilaksanakan c. Melaksanakan koordinasi dengan UPM setiap bulanan
dengan tim SPM untuk membahas indikator unit Pemantauan Health care Assosiated Infections
(HAIs) di Komite PPI a. IPCN telah dilaksanakan tugasnya purna waktu

4.

5. 6. 7. 8.

b. Hasil pematauan HAIs : Morning Report di Komite Medik a. Sudah dilaksanakan secara regular
sesuai jadwal namun masih tindak lanjut dengan menghadirkan dokter konsultan b. Monev
pelaksanaan morning report sudah dilakukan oleh komite medik c. Evaluasi dan tindak lanjut
dilakukan dengan membuat laporan kepada Direktur Rumah Sakit Harapan Keluarga. Audik Medik di
Komite Medik Audit Medik dilakukan oleh komite medik setiap 6 bulan Audit Keperawatan di Komite
Keperawatan Audit Keperawatan dilakukan oleh Komite Keperawatan 6 bulan sekali Pelaksanaan
kerjasama dan perjanjian lainnya di Tim Pelaksana Kerjasama Belum dibuat laporan dan tindak lanjut
secara berkala Penilaian Kinerja yang Dilaksanakan di Tim Penilaian Kinerja a. Sudah dibentuk Tim
penilaian kinerja di level RS b. Panduan pelaksanaan penilaian kinerja individu meliputi professional
kesehatan, Direksi, dan rumah sakit c. Pelaksanaan penilaian kinerja tahun 2014 sudah berjalan d.
Perlu dilakukan revisi panduan kinerja e. Untuk tenaga kontrak menggunakan penilaian kinerja sesuai
panduan

PENCATATAN, PELAPORAN DAN EVALUASI KEGIATAN 1.

2.
Dilakukan evaluasi pelaksanaan kegiatan secara berkala. a. Harian (laporan dari Rawat Inap). b.
Mingguan (laporan manajer) c. Bulanan (laporan Kepala Unit Kerja & laporan Komite) d. Tribulan
(laporan ke PT & laporan Komite) e. Semester (laporan ke PT) f. Tahunan (laporan Kepala Unit Kerja
& laporan ke PT) Sarana yang dipergunakan dalam monitoring dan evaluasi adalah : a. Laporan
langsung ke Tim PMKP / Direktur ( secara teratur dan insidentil ). b. Rapat kerja unit. c. Rapat kerja
manajer. d. Rapat kerja bulanan. e. Rapat kerja direksi. f. Rapat kerja wakil direksi. g. Rapat komite –
komite. h. Rapat koordinasi. i. Rapat PT Rumah Sakit.

F. LOGISTIK 1. Software/program untuk melakukan analisa data 2. Komputer 3. Dokumen Data


Indikator Mutu 4. Dokumen Hasil Root Cause Analysis mengenai adanya Insiden Keselamatan
Pasien 5. Printer 6. Alat – alat tulis 7. Kertas

G. Keselamatan Pasien Rumah Sakit Harapan Keluarga : Keselamatan Pasien adalah suatu sistem
yang membuat asuhan pasien lebih aman, meliputi asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan risiko
pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya, serta
implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cedera yang
disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang
seharusnya diambil. Insiden Keselamatan Pasien adalah setiap kejadian yang tidak disengaja dan
kondisi yang mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera
yang dapat dicegah pada pasien. Dalam rangka meningkatkan mutu dan keselamatan pasien di
fasilitas pelayanan kesehatan, Menteri membentuk Komite Nasional Keselamatan Pasien untuk
meningkatkan keselamatan pasien di fasilitas pelayanan kesehatan. (2) Komite Nasional
Keselamatan Pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan organisasi fungsional
dibawah koordinasi Direktorat Jenderal, serta bertanggung jawab kepada Menteri.

(3) Keanggotaan Komite Nasional

Keselamatan Pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Menteri
atas usulan Direktur Jenderal. (4) Keanggotaan Komite Nasional Keselamatan Pasien sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) yang terdiri dari unsur Kementerian Kesehatan, kementerian/lembaga terkait,
asosiasi fasilitas pelayanan kesehatan, dan organisasi profesi terkait. Dalam melaksanakan tugas
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Komite Nasional Keselamatan Pasien menyelenggarakan
fungsi: a. penyusunan standar dan pedoman Keselamatan Pasien;

b. penyusunan dan pelaksanaan program Keselamatan Pasien;

c.

pengembangan dan pengelolaan sistem pelaporan Insiden, analisis, dan penyusunan rekomendasi
Keselamatan Pasien; d. kerja sama dengan berbagai institusi terkait baik dalam maupun luar negeri;
dan e. monitoring dan evaluasi pelaksanaan program Keselamatan Pasien. Penyelenggaraan
Keselamatan Pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui pembentukan sistem
pelayanan yang menerapkan: a. standar Keselamatan Pasien; b. sasaran Keselamatan Pasien; dan
c. tujuh langkah menuju Keselamatan Pasien.

Standar Keselamatan Pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a meliputi standar: a. hak
pasien;

b. pendidikan bagi pasien dan keluarga;

kesinambungan pelayanan;
c. Keselamatan Pasien dalam

d. penggunaan metode peningkatan kinerja untuk melakukan

evaluasi dan peningkatan Keselamatan Pasien; e. peran kepemimpinan dalam meningkatkan


Keselamatan Pasien; f. pendidikan bagi staf tentang Keselamatan Pasien; dan g. komunikasi
merupakan kunci bagi staf untuk mencapai Keselamatan Pasien. Organisasi terkait Keselamatan
Pasien adalah sebagai berikut : Sesuai standar RS, Standar Profesi, Good Profesional Practice, EB
Practice, Good Corporate Governance, Komite Etik RS, Good Clinical Governance, Komite Medis,
Komite Etik, Medical Audit, Clinical Indicator, Credentialing, EBM, Konsep & Evaluasi Mutu: QA,
TQM, PDCA, Akreditasi, ISO, Sistem Rekam Medis, Informed consent Pada Keselamatan Pasien
harus mengandung unsur: Just Culture, Reporting Culture,

Learning culture, Informed Culture, Flexible Culture dan Generative Culture. Strategi Keselamatan
Pasien: Macro Level mencakup Pembangunan Kapasitas Nasional, Meso Level mencakup
Pembangunan Kapasitas Institusional dan Micro Level mencakup Pembangunan Kapasitas
Profesional. Tiga Tingkat Determinan Keselamatan Pasien: Prilaku manusia (Manajemen dan Klinisi)
sebagai determinan keselamatan pasien, Governance (Corporate &

Clinical) : determinan dalam perilaku manusia. Governing Board: determinan dalam menciptakan
"good" governance (corporate & clinical). Terdapat 7 standar dalam Keselamatan Pasien Rumah
Sakit Harapan Keluarga: Hak Pasien, Memberikan pengetahuan kepada pasien dan keluarga pasien
seputar penyakit pasien, Mengutamakan Keselamatan pasien dan asuhan yang berkesinambungan,
Penggunaan metoda peningkatan kerja untuk mengevaluasi dan meningkatkan Keselamatan Pasien,
Peran kepemimpinan dalam meningkatkan Keselamatan Pasien, Memberikan bimbingan staf tentang
Keselamatan Pasien, dan Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan
pasien. Sasaran Keselamatan Pasien adalah Ketetapan identifikasi pasien, Peningkatan Komunikasi
yang efektif, Peningkatan Keamanan Obat yang perlu diwaspadai, Kepastian tepat lokasi, tepat
prosedur, tepat pasien operasi, Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan dan
Pengurangan risiko jatuh. Pelayanan yang dapat dikendalikan dalam

keselamatan pasien adalah : Pengendalian Infeksi Nosokomial, Safe Blood transfusion, Farmasi
Rumah Sakit, Penggunaan obat rasional, Laboratorium, Radiologi, dan Penunjang Medis. Untuk
mengendalikan Keselamatan Pasien di Rumah Sakit Harapan Keluarga, menerapkan tujuh langkah
menuju keselamatan pasien rumah sakit: Bangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien, Berikan
pendampingan staff, Integrasikan aktivitas risiko, Kembangkan sistem pelaporan, Libatkan dan
berkomunikasi dengan pasien, Belajar dan berbagi pengalaman tentang Keselamatan Pasien, dan
Cegah cedera melalui implementasi sistem Keselamatan Pasien.

H. Keselamatan Kerja : Keselamatan kerja adalah upaya yang dilakukan untuk mengurangi terjadinya
kecelakaan, kerusakan dan segala bentuk kerugian baik terhadap manusia, maupun yang
berhubungan dengan peralatan, obyek kerja, tempat bekerja, dan lingkungan kerja secara langsung.
Pelaksanaan keselamatan kerja adalah salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja
yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas
dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan
produktivitas kerja. Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi
bagi pekerja dan pengusaha, tetapi juga dapat mengganggu proses produksi secara menyeluruh,
merusak lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak pada masyarakat luas. Keselamatan kerja
dapat diartika sebagai keadaan terhindar dari bahaya selama melakukan pekerjaan. Dengan kata lain
keselamatan kerja merupakan salah satu faktor yang harus dilakukan selama bekerja. Unsur – unsur
penunjang keselamatan kerja adalah sebagai berikut : a. Adanya unsur-unsur keamanan dan
kesehatan kerja b. Adanya kesadaran dalam menjaga keamanan dan kesehatan kerja c. Teliti dalam
bekerja d. Melaksanakan prosedur kerja dengan memperhatikan keamanan dan kesehatan kerja

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa keselamatan kerja adalah upaya perlindungan bagi
tenaga kerja agar selalu dalam keadaan sehat dan selamat selama bekerja di tempat kerja.
Pemeriksaan kesehatan untuk keselamatan kerja dilakukan bagi Sumber Daya Manusia di rumah
sakit, meliputi : a. pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja, b. pemeriksaan kesehatan berkala, c.
pemeriksaan kesehatan khusus dan pemeriksaan kesehatan pasca bekerja. Jenis pemeriksaan
kesehatan sebagaimana dimaksud disesuaikan berdasarkan resiko pekerjaan. Pengelolaan Bahan
Berbahaya dan Beracu (B3) bertujuan untuk melindungi sumber daya manusia di rumah sakit
melindungi pasien dan pendamping pasien, melindungi pengunjung maupun lingkungan rumah sakit
dari pajanan dan limbah bahan berbahaya dan beracun. Sarana keselamatan bahan berbahaya dan
beracun meliputi : a. lemari bahan berbahaya dan beracun, b. penyiram badan, c. pencuci mata, d.
alat pelindung diri, e. rambu dan symbol bahan berbahaya dan beracun, f. spill kit.

I. Pengendalian Mutu : Pengertian Mutu Pengertian mutu beraneka ragam dan di bawah ini ada
beberapa pengertian yang secara sederhana melukiskan apa hakekat mutu. a. Mutu adalah tingkat
kesempurnaan suatu produk atau jasa. b. Mutu adalah expertise, atau keahlian dan keterikatan
(commitment) yang selalu dicurahkan pada pekerjaan. c. Mutu adalah kegiatan tanpa salah dalam
melakukan pekerjaan. Mutu pelayanan Rumah Harapan Keluarga adalah derajat kesempurnaan
pelayanan Rumah Sakit Harapan Keluarga untuk memenuhi kebutuhan masyarakat konsumen akan
pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar profesi dan standar pelayanan dengan
menggunakan potensi sumber daya yang tersedia di Rumah Sakit Harapan Keluargasecara wajar,
efisien dan efektif serta diberikan secara aman dan memuaskan sesuai dengan norma, etika, hukum
dan sosio budaya dengan memperhatikan keterbatasan dan kemampuan Rumah Sakit Harapan
Keluargadan masyarakat konsumen. Pihak Yang Berkepentingan Dengan Mutu Banyak pihak yang
berkepentingan dengan mutu, yaitu : a. Konsumen b. Pembayar/perusahaan/asuransi c. Manajemen
Rumah Sakit d. Karyawan Rumah Sakit e. Masyarakat f. Pemerintah g. Ikatan profesi Setiap
kepentingan yang disebut di atas berbeda sudut pandang dan kepentingannya terhadap mutu.
Karena itu mutu adalah multi dimensional. Dimensi Mutu Dimensi atau aspeknya adalah : a.
Keprofesian b. Efisiensi c. Keamanan Pasien d. Kepuasan Pasien e. Aspek Sosial Budaya Mutu
Terkait Dengan Input, Proses, Output Dan Outcome Pengukuran mutu pelayanan kesehatan dapat
diukur dengan menggunakan 3 variabel, yaitu : a. Input, adalah segala sumber daya yang diperlukan
untuk melakukan pelayanan kesehatan, seperti tenaga, dana, obat, fasilitas, peralatan, bahan,
teknologi, organisasi, informasi, dan lain-lain. Pelayanan kesehatan yang bermutu memerlukan
dukungan

input yang bermutu pula. Hubungan struktur dengan mutu pelayanan kesehatan adalah dalam
perencanaan dan penggerakan pelaksanaan pelayanan kesehatan. b. Proses, merupakan aktivitas
dalam bekerja, adalah merupakan interaksi profesional antara pemberi pelayanan dengan konsumen
(pasien/masyarakat). Proses ini merupakan variabel penilaian mutu yang penting. c. Output, ialah
jumlah pelayanan yang dilakukan oleh unit kerja/rumah sakit. d. Outcome, ialah hasil pelayanan
kesehatan, merupakan perubahan yang terjadi pada konsumen (pasien/masyarakat), termasuk
kepuasan dari konsumen tersebut. Pengendalian Mutu adalah semua fungsi atau kegiatan yang
harus dilakukan untuk mencapai sasaran perusahan dalam hal mutu barang atau jasa yang
diproduksi. Pengertian mutu meliputi desain, mutu dari segi kesesuaianya dengan spesifikasi dan
mutu atas penampilan produk. Pengendalian mutu meliputi fungsi - fungsi berikut : mendesain produk
sesuai dengan keinginan konsumen, menetapkan standar untuk pengukuran, memilih proses
produksi yang cocok serta peralatan yang diperlukan, memeriksa produk untuk melihat apakah sudah
sesuai dengan spesifikasi standar, mencari umpan balik dari konsumen, melakukan koresi atas
desain produk. Standar mutu suatu produk disesuaikan dengan selera konsumen. Keputusan untuk
membeli atau tidak membeli pada suatu harga tertentu didasarkan atas rasa puas pada produk atau
jasa yang bersangkutan. Manajemen harus memutuskan karakteristik produk atau jasa yang
dihasilkan dan kemudian mendesain serta memproduksinya. Berdasarkan peraturan menteri
kesehatan no. 64 tahun 2015 pasal 799 bidang akreditasi dan pengendalian mutu mempunya tugas
melaksanakan penyusunan kebijakn teknis dan pelaksanaan di bidang fasilitas akreditasi dan
pengendalian mutu pendidikan sumber daya manusia kesehatan. Dalam melaksanakan tugas
sebagimana dimaksud dalam pasal 799 bidang fasilitas akreditasi dan pengendalian mutu
menyelenggarakan fungsi : a. penyiapan penyusunan kebijakan teknis di bidang fasilitas akreditasi
dan pengendalian mutu sumber daya manusia kesehatan, b. penyiapan pelaksanaan dibidang
fasilitas akreditasi dan pengendalian mutu pendidikan sumber daya manusia kesehatan.

Konsep Manajemen Mutu Terpadu adalah pendekatan manajemen untuk memadukan upaya-upaya
pengembangan mutu, pemeliharaan mutu, dan peningkatan mutu dari berbagai kelompok dalam
organisasi untuk menghasilkan produk-produk yang paling ekonomis serta terpenuhinya kepuasan
dari konsumen. Konsep manajemen mutu terpadu ada 3 : 1. Terpadu adalah mutu sebagai integral
dari setiap fase dalam organisasi dengan tumbuhnya saling berkaitan dan ketergantungan satu sama
lain, 2. Mutu didasarkan pada kebutuhan pelanggan bukan atas dasar ukuran atau parameter dari
suatu produk atau jasa, 3. Manajemen merupakan bagian yang penting dari suatu konsep. Prinsip
pengendalian mutu : 1. Memusatkan perhatian pada upaya untuk memuaskan pelanggan, 2.
Melakukan perbaikan secara berkelanjutan dalam jangka panjang dan dalam seluruh proses dan
output organisasi, 3. Mengambil langkah-langkah untuk meibatkan seluruh karyawan dalam upaya
memperbaiki mutu. Mutu pelayanan rumah sakit dipengaruhi oleh kualitas fisik, jenis tenaga yang
tersedia, obat, alat kesehatan, serta proses pemberian pelayanan. Sesuai dengan pengertian mutu
pelayanan kesehatan (Azrul Azwar) dapat disimpulkan mutu pelayan merupakan

kesesuaian

pelayanan

kesehatan

dengan

standar

profesi

dengan

memanfaatkan sumber daya secara baik sehingga semua kebutuhan pelanggan dan tujuan untuk
mencapai derajat kesehatan yang optimal dapat tercapai. Pelayanan kesehatan yang bermutu
adalahbila pelayanan tersebut sesuai dengan standar yang ada. Standar harus valid adalah standar
yang ada kaitan kuat antara standar dengan hasil yang diinginkan. Bila stabdar dipatuhi maka hasil
yang diinginkan dapat tercapai. Standar harus ditulis dengan jelas sehingga petugas tidak salah
menterjemahkan ke dalam pelayanan. Peran standar dalam penjaminan mutu pelayan kesehatan
sangat penting karena untuk dapat melakukan pendekatan penjaminan mutu dalam pelayan
kesehatan perlu memahami apa yang dimaksud dengan standar. Standar pelayanan kesehatan
adalah rumusan penampilan atau nilai yang diinginkan yang mampu dicapai, berkaitan dengan
parameter yang telah ditetapkan (Slee, 1974). Standar pelayanan kesehatan adalah kisaran variasi
yang dapat diterima yang dirancang secara professional berdasarkan kriteria yang sudah ditetapkan
(Donabedian,1981). Standar pelayanan kesehatan adalah keadaan ideal atau tingkat pencapaian
tertinggi dan sempurna yang digunakan sebagai batas penerimaan minimal.

Standar pelayanan kesehatan adalah pernyataan tertulis yang berisi spesifikasi atau rincian tentang
sesuatu hal khusus yang memperlihatkan tujuan, cita-cita, keinginan, kriteria, ukuran, patokan, dan
pedoman (Elly Erawati, 2010). Pengendalian mutu pelayanan kesehatan harus memenuhi unsur-
unsur : A (Audience) adalah subjek yang harus melakukan sesuatu atau pihak yang harus
melaksanakan dan mencapai isi standar, B (Behavior) adalah apa yang harus dilakukan, diukur,
dicapai, atau dibuktikan, C (Competence) adalah kompetensi / kemampuan/ spesifikasi/ target atau
kriteria yang harus dicapai, D (Degree) adalah tingkat/ periode/ frekuensi atau waktu yang
dibutuhkan. Upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan dapat diartikan keseluruhan upaya dan
kegiatan secara komprehensif dan integratif memantau dan menilai mutu pelayanan Rumah Sakit
Harapan Keluarga, memecahkan masalah-masalah yang ada dan mencari jalan keluarnya, sehingga
mutu pelayanan Rumah Sakit Harapan Keluargaakan menjadi lebih baik. Di Rumah Sakit Harapan
Keluargaupaya peningkatan mutu pelayanan adalah kegiatan yang bertujuan memberikan asuhan
atau pelayanan sebaik-baiknya kepada pasien. Upaya peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit
Harapan Keluargaakan sangat berarti dan efektif bilamana upaya peningkatan mutu menjadi tujuan
sehari-hari dari setiap unsur di Rumah Sakit Harapan Keluargatermasuk pimpinan, pelaksana
pelayanan langsung dan staf penunjang. Upaya peningkatan mutu termasuk kegiatan yang
melibatkan mutu asuhan atau pelayanan dengan penggunaan sumber daya secara tepat dan efisien.
Walaupun disadari bahwa mutu memerlukan biaya, tetapi tidak berarti mutu yang lebih baik selalu
memerlukan biaya lebih banyak atau mutu rendah biayanya lebih sedikit.

Berdasarkan hal di atas maka disusunlah

definisi dan tujuan dari upaya peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit Harapan Keluarga. Definisi
Upaya

Peningkatan Mutu Pelayanan Rumah Sakit Harapan Keluarga

Upaya peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit Harapan Keluarga adalah keseluruhan upaya dan
kegiatan yang komprehensif dan integratif yang menyangkut input, proses dan output secara objektif,
sistematik dan berlanjut memantau dan menilai mutu dan kewajaran pelayanan terhadap pasien, dan
memecahkan masalah-masalah yang

terungkapkan

sehingga

pelayanan

yang

diberikan

di

Rumah

Sakit

Harapan

Keluargaberdaya guna dan berhasil guna. Strategi Untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan
Rumah Sakit Tk. III Baladhika Husada maka disusunlah strategi, sebagai berikut : a. Setiap petugas
harus memahami dan menghayati konsep dasar dan prinsip mutu pelayanan Rumah Sakit Tk. III
Baladhika Husada sehingga dapat menerapkan langkahlangkah upaya peningkatan mutu di masing-
masing unit kerjanya. b. Memberi prioritas kepada peningkatan kompetensi sumber daya manusia di
Rumah Sakit Tk. III Baladhika Husada, serta upaya meningkatkan kesejahteraan karyawan. c.
Menciptakan budaya mutu di. Rumah Sakit Tk. III Baladhika Husada, termasuk di dalamnya
menyusun program mutu Rumah Sakit Tk. III Baladhika Husada dengan pendekatan PDCA cycle.

5. Pendekatan Pemecahan Masalah Pendekatan pemecahan masalah merupakan suatu proses


siklus (daur) yang berkesinambungan. Langkah pertama dalam proses siklus ini adalah identifikasi
masalah. Identifikasi masalah merupakan bagian sangat penting dari seluruh proses siklus (daur),
karena akan menentukan kegiatan-kegiatan selanjutnya dari pendekatan pemecahan masalah ini.
Masalah akan timbul apabila, diantaranya : a. Hasil yang dicapai dibandingkan dengan standar yang
ada terdapat penyimpangan. b. Merasa tidak puas akan penyimpangan tersebut. c. Merasa
bertanggung jawab atas penyimpangan tersebut. Dengan telah jelasnya cara memecahkan masalah
maka bisa dilakukan tindakan perbaikan. Namun agar pemecahan masalah bisa tuntas, setelah
diadakan tindakan perbaikan perlu dinilai kembali apakah masih ada yang tertinggal. Dari penilaian
kembali maka akan didapatkan masalah yang telah terpecahkan dan masalah yang masih tetap
merupakan masalah sehingga proses siklus akan berulang mulai tahap pertama.

J. Penutup : Melalui pedoman PMKP yang telah dibuat dan disetujui oleh Rumah Sakit diharapkan
program dan SPO yang terkait dengan Penjaminan mutu dan keselamatan pasien menjadi lebih
terarah dan jelas serta berstandar, sesuai dengan tujuan dari PMKP yaitu : meningkatkan mutu
secara keseluruhan dengan terus menerus mengurangi resiko terhadap pasien dan staf baik dalam
proses klinis maupun lingkungan fisik. Kegiatan peningkatan mutu diharapkan berjalan secara
berkesinambungan dan berkelanjutan untuk menunjang pelayanan rumah sakit yang aman dan
bermutu. Buku Pedoman Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan akan di review secara berkala, paling
lambat 3 tahun sekali. Sehingga diharapkan melalui pedoman yang telah disetujui, mampu
memfasilitasi dalam meningkatkan pejaminan mutu dan keselamatan pasien di Rumah Sakit Harapan
Keluarga.

Anda mungkin juga menyukai