Anda di halaman 1dari 35

BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT LAPORAN

DAN KEDOKTERAN KOMUNITAS OKTOBER 2018


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO

SURVEILAINS EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TUBERKULOSIS DI


PUSKESMAS POASIA PERIODE JANUARI 2015 – AGUSTUS 2018

OLEH:
YULIANA PUTRI LESTARI (K1A1 12 101)
AMALIA NUR AZIZAH (K1A1 13 005)

PEMBIMBING
dr. ARIMASWATI, M.Sc

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN ILMU KEDOKTERAN OKUPASI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
2018

1
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertandatangan di bawah ini, menyatakan bahwa :


Nama : Yuliana Putri Lestari, S. Ked (K1A1 12 101)
Amalia Nur Azizah, S. Ked (K1A1 13 005)
Judul laporan : Surveilains Epidemiologi Penyakit Tuberkulosis Di Puskesmas
Poasia Periode Januari 2015 – Agustus 2018

Telah menyelesaikan tugas laporan dalam rangka kepaniteraan klinik pada


Bagian Ilmu Kedokteran Keluarga dan Komunitas Fakultas Kedokteran
Universitas Halu Oleo.

Kendari, Oktober 2018

Mengetahui

Pembimbing Kedokteran Okupasi

dr. Arimaswati, M.Sc


NIP.

dr. SatrioWicaksono, M.Sc

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit yang telah lama
dikenal dan sampai saat masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia
dan penyebab kematian di dunia, terutama di negara-negara berkembang
termasuk Indonesia. Prevalensi TB di Indonesia dan negara-negara sedang
berkembang lainnya cukup tinggi. Diperkirakan terdapat 9 juta penduduk dunia
terserang penyakit TB dengan kematian 3 juta jiwa. Menurut World Health
Organization (WHO), Indonesia merupakan negara dengan kasus TB terbesar
ketiga di dunia, setelah Cina dan India. WHO memperkirakan di Indonesia
setiap tahunnya terjadi 539.000 kasus baru TB (semua tipe) sedangkan TB Paru
sebesar 236.029 kasus dengan kematian karena TB sekitar 250 orang per
hari.1,2
Laporan WHO TB adalah penyakit kedua setelah HIV dan AIDS sebagai
pembunuh terbesar di seluruh dunia karena agen menular tunggal. Pada tahun
2006, kasus baru di Indonesia berjumlah >600.000 dan sebagian besar diderita
oleh masyarakat yang berada dalam usia produktif (15–55 tahun). Pada tahun
2007 bahwa Indonesia penderita TB Paru yaitu sekitar 528 ribu. Pada tahun
2009 terdapat sekitar 9,4 juta penderita kasus TB Paru secara global. Di lihat
secara prevalensinya TB Paru di dunia mencapai 14 juta kasus atau sama
dengan 200 kasus per 100.000 penduduk. Pada tahun 2011 terdapat 8,7 juta
orang jatuh sakit karena TB dan 1,4 juta meninggal karena TB. Lebih dari 95%
kematian akibat TB Paru terjadi di negara berpenghasilan rendah dan
menengah, sedangkan laporan WHO pada tahun 2009 dan 2010, mencatat
peringkat Indonesia menurun dibawah India, Cina, Afrika Selatan, dan
Nigeria.3
Angka kematian karena infeksi TB berjumlah sekitar 300 orang per hari
dan terjadi >100.000 kematian per tahun. Hal tersebut merupakan tantangan
bagi semua pihak untuk terus berupaya mengendalikan infeksi ini. Salah satu

3
upaya penting untuk menekan penularan TB di masyarakat adalah dengan
melakukan diagnosis dini yang definitif. Berbagai hal menjadi penyebab beban
masalah TB meningkat termasuk kemiskinan pada berbagai kelompok
masyarakat, beban determinan sosial yang masih berat, kegagalan program TB,
serta masalah kesehatan lain yang dapat mempengaruhi tingginya kejadian
TB.2
Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat diketahui penyakit TB
merupakan penyakit yang sangat berbahaya, dan untuk mendapatkan gambaran
epidemiologis penyakit TB serta informasi mengenai pelaksanaan program
surveilans di puskesmas maka dibuatlah laporan surveilans penyakit TB di
Puskesmas Poasia Kota Kendari.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Secara umum laporan ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran


epidemiologis penyakit tuberkulosis di Puskesmas Poasia selama tiga
setengah tahun terakhir serta informasi mengenai pelaksanaan program
surveilans di Puskesmas Poasia Kota Kendari.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui distribusi penyakit Tuberkulosis menurut waktu
(time), tempat (place), dan orang (person), di Puskesmas Poasia Kota
Kendari periode Januari 2015-Agustus 2018.
b. Untuk mengetahui gambaran proses pelaksanaan surveilans penyakit
tuberkulosis yaitu pengamatan, pencatatan, pengolahan dan analisis data
penyakit di Puskesmas Poasia Kota Kendari.
c. Untuk mengetahui gambaran atribut surveilans yaitu kesederhanaan
(simplicity), fleksibilitas (flexibility), dan ketepatan waktu (timeliness)
dalam sistem surveilans penyakit tuberkulosis di Puskesmas Poasia Kota
Kendari.

4
C. Manfaat

1. Praktis

Dapat memberikan informasi bagi pihak instansi Dinas Kesehatan


Kota Kendari dan puskesmas Poasia sebagai pedoman dalam memberikan
prioritas perencanaan program dan menentukan arah kebijakan dalam upaya
pencegahan dan penanggulangan penyakit tuberkulosis.

2. Ilmiah
Praktik ini diharapkan dapat menjadi sumbangan ilmiah dan
memperkaya khasanah ilmu pengetahuan serta merupakan bahan acuan bagi
penyusun selanjutnya.

3. Mahasiswa

Aplikasi ilmu dan pengalaman berharga serta dapat menambah


wawasan ilmiah dan pengetahuan penulis tentang penyakit tuberkulosis.
Menambah ilmu pengetahuan dan pengalaman khususnya dalam
mengadakan praktik surveilans yang selanjutnya mengaplikasikan teori
yang diperoleh dengan melihat keadaan yang sebenarnya di lapangan.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tuberkulosis
1. Definisi
Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi menular yang
disebabkan oleh bakteri jenis mycobacterium tuberculosis. Infeksi dapat
bersifat lokal dan sistemik, namun sebagian besar kasus infeksi
bermanifestasi sebagai tuberkulosis pada organ paru dan biasanya
merupakan lokasi infeksi primer.4
2. Etiologi
Penyebab TB adalah Mycobacterium tuberculosis yang merupakan
bakteri berbentuk batang lurus atau sedikit melengkung, tidak berspora,
tahan asam, anaerob dan tidak berkapsul. Bakteri berukuran lebar 0,3 – 0,6
mm dan panjang 1 – 4/ um.5,6
3. Cara Penularan
Cara penularan kuman TB sebagian besar melalui inhalasi basil yang
mengandung droplet nuclei yang khususnya didapat dari penderita paru
yang batuk berdahak atau batuk berdarah, bersin, berbicara dengan
memproduksi percikan yang sangat kecil pada BTA positif, sehingga
kepadatan penduduk dalam suatu wilayah sangat mempengaruhi penularan
dan mempermudah terjadinya penyebaran kuman secara cepat. Cara
penularan ini (inhalasi) mengakibatkan sebagian besar manifestasi klinis
infeksi TB terdapat pada organ paru, sedangkan penularan TB kulit dan
jaringan lunak dapat terjadi melalui inokulasi langsung. Faktor utama
dalam perjalanan infeksi adalah kedekatan dan durasi kontak serta derajat
infeksius penderita.7

6
4. Klasifikasi Tuberkulosis
TB paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak
termasuk pleura. Berdasar hasil pemeriksaan dahak (BTA), TB paru dibagi
atas tuberkulosis paru BTA (+) dan tuberkulosis paru BTA (-).
Berdasarkan tipe pasien, ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan
sebelumnya, yaitu kasus baru kasus kambuh (relaps), kasus defaulted atau
drop out, kasus gagal, kasus kronik / persisten.
5. Manifestasi Klinis
Gejala klinik tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu
gejala lokal dan gejala sistemik, bila organ yang terkena adalah paru maka
gejala lokal ialah gejala respiratorik (gejala lokal sesuai organ yang
terlibat). Gejala respiratorik ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada
gejala sampai gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi, berupa
batuk kering > 2 minggu, batuk dengan dahak atau darah, sesak napas,
serta nyari dada. Kadang pasien terdiagnosis pada saat medical check up.
Batuk terjadi karena iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan
untuk membuang dahak ke luar.
Gejala sistemik berupa demam, malaise, keringat malam, anoreksia
dan berat badan menurun. Gejala tuberkulosis ekstra paru : gejala
tergantung dari organ yang terlibat, misalnya pada limfadenitis tuberkulosa
akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak nyeri dari kelenjar getah
bening, pada meningitis tuberkulosa akan terlihat gejala meningitis,
sementara pada pleuritis tuberkulosa terdapat gejala sesak napas & kadang
nyeri dada pada sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan.
Pemeriksaan pertama terhadap keadaan umum pasien mungkin
ditemukan konjungtivitis, anemis, kulit pucat karena anemia, demam
subfebril, badan kurus atau berat badan menurun. Pada pemeriksaan fisik
dapat ditemukan antara lain suara napas bronkial, amforik, suara napas
melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma &
mediastinum.
a. Pemeriksaan Penunjang

7
1. Pemeriksaan Bakteriologik
Bahan untuk pemeriksaan bakteriologik dapat berasal dari
dahak, cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan
lambung, bronchoalveolar lavage/BAL, urin, faeces dan jaringan
biopsi. Cara pengambilan dahak 3 kali (SPS), yaitu sewaktu/spot
(dahak sewaktu saat kunjungan), pagi (keesokan harinya), sewaktu
/spot (pada saat mengantarkan dahak pagi) atau setiap pagi 3 hari
berturut-turut.
2. Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Namun dapat juga
dilakukan fotolateral, top-lordotik, oblik atau dengan menggunakan
CT-Scan, hal ini dikarenakan foto toraks tuberkulosis dapat
memberikan gambaran yang mirip dengan pneumonia, karsinoma
bronkus atau mungkin abses paru sehingga dikatakan tuberculosis
is the greatest imitator. Gambaran radiologik yang dicurigai
sebagai lesi TB aktif yaitu bayangan berawan / nodular di segmen
apikal dan posterior lobus atas paru dan segmen superior lobus
bawah, kavitas, bercak milier, serta efusi pleura. Gambaran
radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif yaitu fibrotik, kalsifikasi
dan schwarte atau penebalan pleura. Luluh paru (Destroyed Lung)
dapat terjadi dengan gambaran radiologik yang menunjukkan
kerusakan jaringan paru yang berat. Gambaran radiologik luluh
paru terdiri dari atelektasis, ektasis/multikavitas dan fibrosis
parenkim paru. Sulit untuk menilai aktivitas lesi atau penyakit
hanya berdasarkan gambaran radiologik tersebut.
3. Pemeriksaan Lain
- Analisis Cairan Pleura
- Pemeriksaan histopatologi jaringan
- Pemeriksaan darah
- Uji Tuberkulin
6. Dasar Rencana Penatalaksanaan

8
a. Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah Rifampisin (R),
INH (H), Pirazinamid (Z), Streptomisin (S) dan Etambutol (E). Jenis
obat tambahan lainnya (lini 2) yaitu Kanamisin, Amikasin dan
Kuinolon. Obat lain masih dalam penelitian ; makrolid, amoksilin +
asam klavulanat. Beberapa obat berikut ini belum tersedia di Indonesia
antara lain Kapreomisin, Sikloserino PAS (dulu tersedia), Derivat
rifampisin dan INH serta Thioamides.
b. Pengobatan Suportif / Simptomatik
Pada pengobatan pasien TB perlu diperhatikan keadaan klinisnya.
Bila keadaan klinis baik dan tidak ada indikasi rawat inap, pasien
dapat rawat jalan. Selain OAT kadang perlu pengobatan tambahan atau
suportif/simtomatik untuk meningkatkan daya tahan tubuh atau
mengatasi gejala/keluhan.
c. Terapi Bedah
Indikasi mutlak
- Semua pasien yang telah mendapat OAT adekuat tetetapi dahak
tetap positif
- Pasien batuk darah yang masif tidak dapat diatasi dengan cara
konservatif
- Pasien dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak dapat
diatasi secara konservatif
lndikasi relatif
- Pasien dengan dahak negatif dengan batuk darah berulang
- Kerusakan satu paru atau lobus dengan keluhan
- Sisa kavitas yang menetap.
d. Tindakan Invasif (Selain Pembedahan)
1) Bronkoskopi
2) Punksi pleura
3) Pemasangan WSD (Water Sealed Drainage)
7. Evaluasi Pasien TB9

9
Pasien TB yang telah dinyatakan sembuh tetap dievaluasi minimal
dalam 2 tahun pertama setelah sembuh, hal ini dimaksudkan untuk
mengetahui kekambuhan. Hal yang dievaluasi adalah mikroskopik BTA
dahak dan foto toraks. Mikroskopik BTA dahak 3, 6, 12 dan 24 bulan
(sesuai indikasi/bila ada gejala) setelah dinyatakan sembuh. Evaluasi foto
toraks 6, 12, 24 bulan setelah dinyatakan sembuh.
8. Pencegahan10
a. Meningkatkan daya tahan tubuh dengan cara:
b. Kebersihan Lingkungan
c. Case finding
d. Perawatan khusus penderita dan mengobati penderita.
e. Membuat stategi menyembuhkan penderita TB Paru yaitu pemberian
paduan obat efektif dengan konsep Directly Observed Treatment
Short-course (DOTS).
f. Penderita dengan initial drug resitance yang tinggi terhadap INH
diberi obat etambutol karena jarang initial resitance terhadap INH.
Streptomisin dapat dipakai pada populasi tertentu untuk meningkatkan
complance pengobatan.
g. Memberi pengobatan secara teratur dan supervisi yang ketat dalam
jangka waktu 9-12 bulan pada acquired resistance (penderita kambuh
setelah pengobatan).
9. Progresifitas dan Komplikasi11
Komplikasi penyakit TB dapat perupa pleuritis akibat meluasnya
infiltrat primer langsung ke pleura atau melalui penyebaran hematogen,
penyebaran miliar akibat penyebaran hematogen (penyebaran seperti ini
juga dapat terjadi pada Ginjal, Tulang, Sendi, Selaput otak atau meningen,
dsb), stenosis bronkus akibat atelektasis lobus atau segmen paru yang
bersangkutan sering menempati lobus kanan (sindroma lobus medius)
serta terjadinya kavitas akibat melunaknya sarang keju.

B. Surveilans

10
1. Pengertian Surveilans
Surveilans dapat didefinisikan sebagai rangkaian kegiatan yang
sistematis dan berkesinambungan dalam pengumpulan, analisis,
interpretasi data dan penyampaian informasi dalam upaya menguraikan
dan memantau suatu penyakit atau peristiwa kesehatan.12 Menurut World
Healthe Organisation surveilans adalah proses pengumpulan, pengolahan,
analisis dan interpretasi data secara sistematik dan terus menerus serta
penyebaran informasi kepada unit yang membutuhkan untuk dapat
mengambil tindakan. Menurut Depkes RI tahun 2011 surveilans adalah
proses pengamatan berbagai masalah yang berkaitan dengan suatu
program secara terus menerus melalui kegiatan pengumpulan, pengolahan,
analisis, dan interpretasi data secara sistematis serta penyebarluasan
informasi kepada unit terkait yang membutuhkan dalam rangka
pengambilan tindakan.13,14

Berdasarkan Permenkes RI No. 45 Tahun 2014 surveilans kesehatan


adalah kegiatan pengamatan yang sistematis dan terus menerus terhadap
data dan informasi tentang kejadian penyakit atau masalah kesehatan dan
kondisi yang mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan
penyakit atau masalah kesehatan untuk memperoleh dan memberikan
informasi guna mengarahkan tindakan pengendalian dan penanggulangan
secara efektif dan efisien.15
2. Tujuan Surveilans
Pelaksanaaan sistem surveilans epidemiologi memiliki beberapa tujuan
diantaranya sebagai berikut:3
a. Memprediksi dan mendeteksi secara dini terjadinya epidemi/wabah
(outbreak).
b. Memonitor, mengevaluasi, dan memperbaiki program pencegahan,
pengendalian penyakit, dan masalah kesehatan.

11
c. Menyediakan informasi untuk menentukan prioritas program
intervensi, pengambilan kebijakan, perencanaan, implementasi, dan
alokasi sumber daya kesehatan.
d. Menitoring kecenderungan (trend) penyakit endemis dan mengestimasi
dampak penyakit di masa datang.
e. Mengidentifikasi kebutuhan riset dan investigasi lebih lanjut.
3. Manfaat Surveilans
Mempelajari pola kejadian penyakit potensial pada populasi sehingga
dapat efektif dalam investigasi, controling dan pencegahan penyakit di
populasi.
a. Identifikasi dan perhitungan tren dan pola penyakit.
b. Identifikasi kelompok resiko tinggi menurut waktu, orang dan tempat.
c. Identifikasi faktor resiko dan penyebab lainnya.
d. Deteksi perubahan pelayanan kesehatan yang terjadi.
e. Dapat memonitoring kecenderungan penyakit endemis.
f. Mempelajari riwayat alamiah penyakit dan epidemiologisnya.
g. Memberikan informasi dan data dasar untuk proyeksi kebutuhan
pelayanan kesehatan.
h. Membantu menetapkan masalah kesehatan prioritas dan prioritas
sasaran program pada tahap perencanaan.
4. Sumber Data Surveilans
Macam-macam sumber data dalam surveilans epidemiologi menurut
(Kepmenkes RI No.1116/Menkes/SK/VIII/2003):
a. Data kesakitan yang dapat diperoleh dari unit pelayanan kesehatan dan
masyarakat.
b. Data kematian yang dapat diperoleh dari unit pelayanan kesehatan
serta laporan kantor pemerintah dan masyarakat.
c. Data demografi yang dapat diperoleh dari unit statistik kependudukan
dan masyarakat.
d. Data geografi yang dapat diperoleh dari unit unit meteorologi dan
geofisika.

12
e. Data laboratorium yang dapat diperoleh dari unit pelayanan kesehatan
dan masyarakat.
f. Data kondisi lingkungan.
g. Laporan wabah.
h. Laporan penyelidikan wabah/KLB.
i. Laporan hasil penyelidikan kasus perorangan
j. Studi epidemiologi dan hasil penelitian lainnya.
k. Data hewan dan vektor sumber penular penyakit yang dapat diperoleh
dari unit pelayanan kesehatan dan masyarakat.
l. Laporan kondisi pangan.16
5. Atribut Surveilans
a. Simplicity (kesederhanaan)
Kesederhanaan surveilans berarti struktur yang sederhana dan
mudah dioperasikan. Sistem surveilans sebaiknya sesederhana
mungkin, tetapi dapat mencapai objektif. Metode yang digunakan
dalam atribut simplicity adalah kerangka yang menggambarkan alur
informasi dan hubungannya dengan sistem surveilans dapat menolong
untuk menilai kesederhanaan atau kemajemukan suatu surveilans.
b. Fleksibility (fleksibilitas)
Suatu sistem surveilans yang fleksibel dapat menyesuaikan diri
dengan perubahan informasi yang dibutuhkan atau situasi pelaksanaan
tanpa disertai peningkatan yang berarti akan kebutuhan biaya, tenaga
dan waktu. Sistem yang fleksibel dapat menerima, misalnya penyakit
dan masalah kesehatan yang baru diidentifikasikan, perubahan definisi
kasus, dan variasi–variasi dari sumber pelaporan.
c. Acceptability (kemampuan untuk diterima)
Acceptability dimaksudkan dengan keinginan individu atau
organisasi untuk ikut serta dalam melaksanakan sistem surveilans.
Indikator kuantitatif acceptability meliputi:
1) Angka partisipasi subjek dan dinas;
2) Jika partisipasi tinggi, bagaimana agar cepat tercapai;

13
3) Angka kelengkapan interviewdan angka penolakan pertanyaan
(jika sistem melakukan interviewpada subjek);
4) Angka pelaporan dokter, laboratorium, atau rumah sakit/fasilitas
lainnya;
5) Ketepatan waktu pelaporan.
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhiaksepabilitas dari suatu
sistem adalah :
1) Pentingnya suatu masalah kesehatan.
2) Pengakuan dari sistem terhadap kontribusi individual
3) Tingkat responsif dari sistem terhadap saran–saran dan komentar.
4) Waktu yang diperlukan dibandingkan dengan waktu yang tersedia.
5) Keterbatasan yang diakibatkan oleh adanya peraturan–peraturan
baikdi tingkat pusat maupun daerah dalam hal pengumpulan data
danjaminan kerahasian data.
6) Kewajiban untuk melaporkan suatu peristiwa kesehatan
sesuaidengan peraturan di daerah maupun pusat.
d. Sensitivity (Sensitivitas)
Sensitivitas sistem surveilans dapat dinilai dari dua tingkat.
Pertama pada tingkat pelaporan kasus, kedua proporsi kasus atau
masalah kesehatan yang dideteksi oleh sistem surveilans. Sensitivitas
sistem surveilans dipengaruhi oleh kemungkinan kemungkinan seperti:
1) Orang-orang dengan penyakit tertentu atau masalah kesehatan yang
mencari pengobatan medis;
2) Penyakit atau keadaan yang akan didiagnosis, keterampilan
petugas kesehatan, dan sensitivitas tes diagnostik; dan
3) Kasus yang akan dilaporkan kepada sistem dan pemberian
diagnosisnya.
Ketiga keadaan ini dapat dikembangkan terhadap sistem surveilans
yang tidak sama dengan model petugas kesehatan tradisional.
Misalnya, sensitivitas sistem surveilans untuk morbiditi atau faktor
risiko berdasarkan telepon dipengaruhi oleh :

14
1) Banyak yang mempengaruhi telepon, berada di rumah ketika
ditelepon, dan setuju untuk ikut serta.
2) Kemampuan orang untuk mengerti pertanyaan dan menentukan
status mereka secara tepat;
3) Keinginan responden untuk melaporkan keadaan mereka.
e. Predictive value positive (positif prediktif value)
Nilai prediksi positif adalah proporsi dari populasi yang
diidentifikasikan sebagai kasus oleh suatu sistem surveilans dan
kenyataannya memang kasus. Nilai prediktif positif (NPP) sangat
penting karena nilai NPP yang rendah berarti :
1) Kasus yang telah dilacak sebenarnya bukan kasus.
2) Telah terjadi kesalahan dalam mengidentifikasikan KLB.
f. Representativeness (kerepresentatifan)
Sistem surveilans yang representative adalah dapat menguraikan
dengan tepat kejadian terhadap peristiwa kesehatan sepanjang waktu
dan distribusinya dalam populasi menrut tempat dan waktu.
Sistem yang representative akan menggambarkan secara akurat
kejadian peristiwa kesehatan dalam periode waktu tertentu dan
istribusi kejadian menurut tempat dan orang.
inilai dengan membandingkan karakteristik dari kejadian dengan
semua kejadian yang ada dalam hal: karakteristik populasi, riwayat,
upaya kesehatan yang tersedia dan sumber data yang ada.
g. Timeliness (ketepatan waktu)
Ketepatan waktu berarti kecepatan atau keterlambatan diantara
langkah-langkah dalam sistem surveilans. Aspek lain dari ketepatan
waktu adalah waktu yang diperlukan untuk mengidentifikasi trend,
KLB, atau hasil dari tindakan penanggulangan. Untuk penyakit akut
biasanya dipakai waktu timbulnya gejala. Ketepatan waktu hendaknya
dinilai dalam arti adanya informasi mengenai upaya penanggulangan
atau pencegahan penyakit, baik dalam hal tindakan penanggulangan
maupun rencanajangka panjang dari upaya yang direncanakan.

15
h. Data quality (kualitas data)
Kualitas data mencerminkan kelengkapan dan validitas data yang
tercatat dalam system surveilans kesehatan masyarakat. Kualitas data
dipengaruhi oleh kinerja tes skrining dan diagnostik yang berhubungan
dengan kesehatan dan kejelasan bentuk pengawasan pada pengelolaan
data.
i. Stability (stabilitas)
Stabilitas mengacu pada dua hal yaitu reliability atau kemampuan
untuk pengumpulan, manajemen dan menyediakan data secara benar
dan availability yaitu kemampuan untuk melaksanakan surveilans jika
dibutuhkan, dengan metode:
1) Jumlah kejadian tak terjadwal
2) Jumlah kejadian kerusakan sistem/computer
3) Biaya yang dikeluarkan untuk memperbaiki kerusakan sistem
(hardware, software, service dan waktu yang dibutuhkan)
4) Persentase waktu sistem dapat berjalan secara penuh
5) Waktu yang direncanakan dan waktu dibutuhkan dalam
mengumpulkan, menerima, manajemen (transfer, entry, editing,
penyimpanan & backup), dan mengeluarkan data.
6. Evaluasi Sistem Surveilans
Evaluasi adalah upaya yang dilakukan secara sistematis untuk
mengetahui efektifitas program. Garis besar kegiatan Evaluasi Sistem
Surveilans adalah sebagai berikut:
a. Uraian pentingnya suatu peristiwa kesehatan dilihat dari segi kesmas.
b. Uraian sistem yang akan dievaluasi.
c. Tingkat pemanfaatan data.
d. Evaluasi sistem menurut atribut.
e. Uraian kesimpulan dan saran atau rekomendasi.

16
Adapun tujuan evaluasi sistem surveilans adalah sebagai berikut:
a. Menjamin bahwa permasalahan kesehatan dan dipantau secara efektif
dan efisien.
b. Mengetahui kualitas informasi yang dihasilkan oleh sistem surveilans.
c. Mengetahui peran dan dampak surveilans dalam menunjang tujuan
program kesehatan dan pembuatan kebijakan.
d. Mengetahui kelebihan dan kekurangan sistem surveilans yang sedang
berjalan.
e. Mengetahui manfaat surveilans bagi stakeholder.
7. Alur Surveilans

Pemberian
Pelaporan
Feed Back
Analisis Data Data
Pengambilan Kompilasi
Data Data &
Interpretasi
Keputusan
Penemuan Tindak Investigasi
Lanjut

Gambar 2. Alur Surveilans14

17
BAB III
METODOLOGI

A. Teknik Pengumpulan Data


1. Jenis Pengamatan
Pengamatan yang dipakai dalam praktik surveilans ini adalah
deskriptif. Pengamatan deskriptif merupakan pengamatan yang bertujuan
untuk menggambarkan distribusi dan frekuensi kejadian penyakit menurut
waktu, tempat dan orang.
2. Metode Pengumpulan data
Data dikumpulkan melalui wawancara terhadap petugas surveilans
penyakit Tuberkulosis di Puskesmas Poasia kota Kendari periode Januari
2015-Agustus 2018 dan informasi dari profil Puskesmas yang selanjutnya
dikompilasi. Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan yaitu:
a. Pertama-tama, pengamat meminta buku register TB periode Januari
2015-Agustus 2018.
b. Kemudian, pengamat mencatat variabel nama pasien, alamat, umur,
jenis kelamin dan jenis kasus.
c. Setelah itu, pengamat menginput data yang telah dicatat pada program
Statistical Package for Social Science (SPSS).
d. Terakhir, pengamat melakukan wawancara dengan petugas surveilans
Puskesmas Pasia tentang kegiatan dan atribut surveilans epidemiologi
tuberkulosis untuk mengetahui gambaran pelaksananan surveilans di
Puskesmas Poasia dan evaluasi atribut sistem surveilans.
3. Jenis dan Sumber Data
a. Jenis Data
Data yang dikumpulkan untuk mengetahui pelaksanaan praktikum
sistem surveilans penyakit tuberkulosis:
1) Data Primer
Data yang dikumpulkan dan diolah sendiri, yang dapat
diperoleh dari wawancara terhadap petugas surveilans untuk

18
mendapatkan informasi mengenai pelaksanaan surveilans penyakit
tuberkulosis di Puskesmas Poasia.
2) Data Sekunder
Data sekunder, yakni sebagai data penunjang untuk mengetahui
gambaran distribusi penyakit TB menurut karakteristik waktu,
tempat dan orang yang diperoleh dari instansi terkait dengan obyek
penelitian yakni laporan STP, dan buku register TB (TB 03) pada
periode Januari 2015-Agustus 2018 yang bersumber dari
Puskesmas Poasia bagian unit pelaksanaan sistem surveilans.
Selain itu, data sekunder lainnya diperoleh dengan membaca
berbagai literatur dari media cetak dan internet yang berkaitan
dengan penelitian penyakit TB. Data-data yang diperoleh dari
puskesmas kemudian ditabulasi sehingga menjadi lebih informatif.
b. Sumber Data
Sumber data yang akan digunakan antara lain dari Sistem
Pencatatan dan Pelaporan Terpadu Puskesmas (SP2TP) mengenai
angka kejadian TB serta data yang berasal dari pencatatan khusus buku
register khusus TB (TB 03) dan laporan bulanan data kesakitan (LB1)
di Puskesmas Poasia.
4. Sampel & Informan
a. Sampel
Sampel pada kegiatan ini adalah seluruh data surveilans penyakit
Tuberkulosis di Puskesmas Poasia periode Januari 2015-Agustus 2018.
b. Informan
Informan responden dalam kegiatan penelitian ini adalah petugas
surveilans, dan petugas puskesmas yang diberi wewenang untuk
manangani penyakit TB di Puskesmas Poasia.

19
B. Pengolahan Data
Pengolahan data akan dilakukan secara komputerisasi dengan
menggunakan software SPSS (Statistical Package for Social Science). Hasil
pengolahan data akan disajikan dalam bentuk tabel, grafik dan narasi yang
menjelaskan kejadian penyakit TB yang dihubungkan dengan waktu, tempat,
dan orang melalui Microsoft Excel.
C. Analisis Data
Analisis data akan dilakukan dalam laporan ini adalah dengan analisis
statistik deskriptif (univariat) dengan menggunakan distribusi frekuensi dan
persentase pada variabel yang diteliti dalam penelitian seperti untuk
mengetahui gambaran karakteristik responden menurut waktu, tempat, dan
orang penyakit TB di Puskesmas Poasia periode Januari 2015-Agustus 2018.
D. Waktu dan Lokasi Pengamatan
1. Waktu
Pelaksanaan pengamatan praktik surveilans dilakukan selama tiga hari
dimulai pada tanggal 18– 20 September tahun 2018.
2. Lokasi pengamatan
Praktik survailans akan dilaksanakan di Puskesmas Poasia bagian unit
surveilans khususnya pada Sistem Pencatatan dan Pelaporan Terpadu
Puskesmas (SP2TP) dan pencatatan khusus lainnya.

20
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil dan Pembahasan


Praktik ini dilaksanakan untuk mendapatkan gambaran mengenai
distribusi dan pelaksanaan surveilans epidemiologi penyakit TB di Puskesmas
Poasia periode Januari 2015-Agustus 2018, dengan melihat gambaran
distribusi penyakit TB berdasarkan orang (umur dan jenis kelamin), tempat
(Kelurahan) dan waktu (bulan dan tahun). Selain itu, kita dapat melihat hasil
pengamatan, pencatatan, pelaporan, pengolahan, dan analisis data, evaluasi,
serta melihat atribut sistem surveilans di Puskesmas Poasia. Adapun hasil
yang diperoleh dari praktik surveilans ini adalah sebagai berikut:
1. Gambaran Umum Lokasi
a. Keadaan Geografi
Puskesmas Poasia terletak di Kecamatan Poasia Kota kendari,
sekitar 9 KM dari Ibukota Propinsi. Sebagian besar wilayah kerja
merupakan dataran rendah dan sebagian merupakan perbukitan
sehingga sangat ideal untuk pemukiman. Adapun batas-batas wilayah
kerja Puskesmas Poasia yaitu:
1) Sebelah Utara berbatasan dengan Teluk Kendari
2) Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Abeli
3) Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Moramo
4) Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Kambu.
Luas wilayah kerja Puskesmas Poasia sekitar 4.175Ha atau 44.75.
KM2 atau 15,12 % dari luas daratan Kota Kendari terdiri dari 4
Kelurahan definitif, yaitu Anduonohu luas 1.200 Ha, Rahandouna luas
1.275 Ha, Anggoeya luas 1.400 Ha dan Matabubu luas 300 Ha.
Dengan 82 RW/RK. Tingkat kepadatan penduduk 49 orang/m2, dengan
tingkat kepadatan hunian rumah rata-rata 5 orang/rumah.

0
b. Keadaan Demografi
Berdasarkan profil Puskesmas Poasia tahun 2017, jumlah
penduduk di wilayah kerja Puskesmas Poasia pada tahun 2017
sebanyak 32.528 jiwa yang tersebar di 5 wilayah kelurahan.
2. Gambaran Epidemiologi Penyakit Tuberkulosis
a. Distribusi Menurut Waktu
1) Menurut Bulan
Distribusi penderita tuberkulosis menurut waktu (bulan) di
Puskesmas Poasia dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 5. Distribusi Penyakit Tuberkulosis Berdasarkan Bulan
di Puskesmas Poasia periode Januari 2015-Agustus 2018
Tahun
Waktu
2015 2016 2017 2018
(Bulan)
n % n % n % n %
Januari 4 5,1 5 5,8 9 11,5 5 11,6
Februari 5 6,3 4 4,7 3 3,8 8 18,6
Maret 4 5,1 10 11,6 4 5,1 4 9,3
April 4 5,1 12 14,0 6 7,7 6 14,0
Mei 9 11,4 7 8,1 9 11,5 4 9,3
Juni 7 8,9 10 11,6 5 6,4 5 11,6
Juli 8 10,1 6 7,0 11 14,1 8 18,6
Agustus 10 12,7 6 7,0 8 10,3 11 25,6
September 5 6,3 3 3,5 6 7,7 - -
Oktober 6 7,6 5 5,8 3 3,8 - -
November 10 12,7 6 7,0 11 14,1 - -
Desember 7 8,9 12 14,0 3 3,8 - -
Total 79 100 86 100 78 100 51 100
Sumber: Data Sekunder Puskesmas Poasia, 2018
Tabel 5 menunjukkan bahwa pada tahun 2015 distribusi
penyakit TB dengan persentase terbesar terjadi pada bulan Agustus
dan November sebesar 12,7%, sedangkan persentase terendah pada
bulan Januari, Maret dan April sebesar 5,1% (4 kasus). Pada tahun
2016 persentase terbesar terjadi pada bulan April dan Desember
sebesar 14,0% (12 kasus), terendah terjadi pada bulan September
sebesar 3,5% (3 kasus). Pada tahun 2017 persentase terbesar terjadi

1
pada bulan Juli dan November sebesar 14,1% (11 kasus), terendah
pada bulan Februari dan Oktober dengan persentase 3,8% (3
kasus). Pada tahun 2018 data bulan September–Desember belum
tersedia, untuk sementara persentase terbesar terjadi pada bulan
Agustus sebesar 25,6% (11 kasus), sedangkan persentase terendah
pada bulan Maret dan Mei yaitu 9,3% (4 kasus).
Pengamat berasumsi bahwa dibulan-bulan tertentu di tahun
2015-2018 pada saat kasus TB sedang banyak terjadi adalah
musim penghujan karena musim sekarang ini tidak bisa lagi di
prediksi dan sangat sering berubah-ubah sehingga. Musim hujan
menyebabkan kelembaban dalam rumah yang tinggi dibandingkan
dengan musim kemarau. Asumsi ini sesuai dengan hasil penelitian
yang menyatakan bahwa aliran kecepatan angin yang kencang
dapat mempengaruhi suhu udara, kelembaban udara dan curah
hujan disekitar wilayah tersebut sehingga dapat menimbulkan
keadaan lingkungan fisik rumah menjadi berubah yaitu
kelembaban dan suhu udara ruangan akan menurun, dan ini dapat
mempengaruhi perkembangan dari kuman Mycobacterium
tuberculosis untuk bertumbuh.18
2) Menurut Tahun
Distribusi penderita tuberkulosis menurut waktu (tahun) di
Puskesmas Poasia dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 6. Distribusi Penyakit Tuberkulosis Berdasarkan Tahun di
Puskesmas Poasia periode Januari 2015-Agustus 2018
Jumlah Penderita
Tahun
N %
2015 79 26,9
2016 86 29,3
2017 78 26,5
2018 51 17,3
Jumlah 263 100
Sumber: Data Sekunder Puskesmas Poasia, 2018

2
Tabel 6 menunjukkan bahwa kejadian tuberkulosis
mengalami fluktuasi setiap tahunnya. Pada tahun 2015 terdapat 79
penderita (26,9%), kemudian pada tahun 2016 mengalami
peningkatan menjadi 86 penderita (29,3%). Namun pada tahun
2017 menurun menjadi 78 penderita (26,5%). Tahun 2018 sampai
bulan Agustus telah terjadi 51 kasus (17,3).
Berdasarkan data fluktuasi yang terjadi dari tahun ketahun
tidak terlalu jauh berbeda. Fluktuasi kasus tuberkulosis bisa saja
terjadi disetiap tahunnya dikarenakan beberapa faktor misalnya,
tingkat kesadaran masyarakat untuk memeriksakan dirinya ke
pelayanan kesehatan karena menggunakan Jaminan Kesehatan
Nasional serta kualitas sistem surveilans di Puskesmas.

b. Distribusi Menurut Tempat


Gambaran distribusi penyakit TB di Puskesmas Poasia berdasarkan
Kelurahan tempat tinggal dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tabel 7. Distribusi Frekuensi Penderita Tuberkulosis di Puskesmas
Poasia periode Januari 2015-Agustus 2018
Tahun
Kelurahan 2015 2016 2017 2018
N % N % N % N %
Anduonohu 41 51,9 39 45,3 42 53,8 20 39,2
Rahandauna 15 19,0 27 31,4 16 20,5 11 21,6
Wundumbatu 0 0 0 0 0 0 4 7,8
Anggoeya 16 20,3 11 12,8 8 10,3 8 15,7
Matabubu 1 1,3 1 1,2 3 3,8 0 0
Luar Wilayah
6 7,6 8 9,3 9 11,5 8 15,7
Kerja
Total 79 100 86 100 78 100 51 100
Sumber: Data Sekunder Puskesmas Poasia, 2018
Tabel 7 menunjukkan bahwa pada tahun 2015 persentase penderita
penyakit TB yang datang melakukan pemeriksaan di Puskesmas Poasia
dari tahun ke tahun kebanyakan oleh penderita yang bertempat tinggal
di Kelurahan Andounohu yaitu 41 orang (51,9%) pada tahun 2015, 39
orang (45,3%) pada tahun 2016, 42 orang (53,8%) tahun 2017 dan

3
sebesar 20 orang (39,2%) pada tahun 2018. Persentase yang paling
rendah dari tahun 2015 adalah pada penderita yang bertempat tinggal
di Kelurahan Wundumbatu yaitu 0 orang pada tahun 2015-2017 dan 4
orang (7,8%) pada tahun 2018.
Asumsi dari pengamat menyatakan bahwa kebanyakan penderita
berasal dari Kelurahan Andounohu karena letak distribusi penduduk
di Kelurahan Andounohu lebih banyak disbanding dengan kelurahan
lain. Kelurahan Wundumbatu merupakan pemekaran dari kelurahan
Rahandouna pertengahan tahun 2016, sehingga data masyarakat yang
berobat di Puskesmas Poasia kemungkinan masih menggunakan
alamat kelurahan sebelumnya.
c. Distribusi Menurut Orang
1) Menurut Umur
Gambaran distribusi penderita penyakit tuberkulosis di
Puskesmas Poasia berdasarkan kelompok umur ditampilkan pada
tabel di bawah ini:
Tabel 8. Distribusi Penyakit Tuberkulosis Berdasarkan Kelompok
Umur di Puskesmas Poasia periode Januari 2015-Agustus 2018
Kelompok Tahun
Umur 2015 2016 2017 2018
(Tahun) N % N % N % n %
0-14 0 0,0 2 2,3 2 2,6 1 2,0
15-24 17 21,5 20 23,3 25 32,1 18 35,3
25-34 19 24,1 16 18,6 19 24,4 7 13,7
35-44 15 19,0 20 23,3 6 7,7 8 15,7
45-54 22 27,8 17 19,8 12 15,4 9 17,6
55-64 4 5,1 8 9,3 4 5,1 5 9,8
65-74 1 1,3 2 2,3 8 10,3 3 5,9
≥75 1 1,3 1 1,2 2 2,6 0 0,0
Jumlah 79 100 86 100 78 100 51 100
Sumber: Data Sekunder Puskesmas Poasia,2018
Tabel 8 menunjukkan bahwa jumlah penderita TB pada tahun
2015 paling banyak terdapat pada kelompok umur 45-54 tahun
yaitu 22 orang (27,8%) dan paling sedikit pada kelompok umur 0-
14 tahun 0 oranng (0%). Pada tahun 2016 jumlah penderita TB

4
paling banyak terdapat pada kelompok umur 15-24 tahun dan 35-
44 tahun yaitu sebanyak 20 orang (23,3%) dan paling sedikit pada
kelompok umur ≥75 tahun yaitu sebanyak 1 orang (1,2%). Pada
tahun 2017 jumlah penderita tuberkulosis paling banyak terdapat
pada kelompok umur 15-24 tahun yaitu 25 orang (32,1%) dan
paling sedikit pada kelompok umur 0-14 dan ≥75 tahun yaitu 2
orang (2,6%). Pada tahun 2018 data sampai bulan agustus
menunjukkan jumlah penderita TB terbanyak yaitu kelompok umur
15-24 tahun yaitu 18 orang (35,3%), terendah umur ≥75 tahun 0
orang (0%).
Insiden tertinggi penyakit tuberkulosis adalah pada usia dewasa
muda di Indonesia diperkirakan 75% penderita tuberkulosis adalah pada
kelompok usia produktif. Hal ini dapat diasumsikan bahwa kelompok
usia 15-44 tahun mempunyai mobilitas yang tinggi sehingga
kemungkinan terpapar kuman TB pun meningkat. Tinggi infeksi di
kelompok usia 15-55 tahun ini juga bisa dikaitkan dengan
peningkatan kegiatan diluar ruangan, kepadatan penduduk di
sebagian besar pemukiman dan kurangnya higiene personal. 19
2) Menurut Jenis Kelamin
Gambaran distribusi penyakit tuberkulosis di Puskesmas
Pampang berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat dalam tabel
berikut:
Tabel 9. Distribusi Penyakit Tuberkulosis Berdasarkan Jenis
Kelamin di Puskesmas Poasia periode Januari 2015-Agustus 2018
Tahun
Jenis
2015 2016 2017 2018
Kelamin
N % N % N % N %
Laki-laki 45 57,0 45 52,3 39 50,0 31 60,8
Perempuan 34 43,0 41 47,7 39 50,0 20 39,2
Jumlah 79 100 86 100 78 100 51 100
Sumber: Data Sekunder Puskesmas Poasia, 2018

5
Tabel 9 menunjukkan bahwa distribusi penderita penyakit
tuberkulosis dari tahun 2015 paling banyak terjadi pada jenis
kelamin laki-laki yaitu sebanyak 45 orang (57,0%), tahun 2016, 45
orang (52,3%), tahun 2018 31 orang (60,8%) dan pada tahun 2017
jumlah laki-laki dan perempuan sama 39 orang (50%).
Banyaknya jumlah kejadian TB paru yang terjadi pada laki-laki
disebabkan karena laki-laki memiliki mobilitas yang tinggi
daripada perempuan sehingga kemungkinan untuk terpapar lebih
besar, selain itu kebiasaan seperti merokok dan mengkonsumsi
alkohol dapat memudahkan laki-laki terinfeksi TB paru.20
2. Gambaran Pelaksanaan Surveilans Epidemiologi di Puskesmas Poasia
a. Pengumpulan/ Pencatatan Data
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
45 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Surveilans Kesehatan.
Pengumpulan data dapat dilakukan dengan cara aktif dan pasif.
Pengumpulan data secara aktif dilakukan dengan cara mendapatkan
data secara langsung dari fasilitas pelayanan kesehatan, masyarakat
atau sumber data lainnya, melalui kegiatan penyelidikan epidemiologi,
surveilans aktif puskesmas/rumah sakit, survei khusus, dan kegiatan
lainnya. Pengumpulan data secara pasif dilakukan dengan cara
menerima data dari fasilitas pelayanan kesehatan, masyarakat atau
sumber data lainnya, dalam bentuk rekam medis, buku register pasien,
laporan data kesakitan/kematian, laporan kegiatan, laporan masyarakat
dan bentuk lainnya. Adapun variabel yang terdapat di dalam buku
register adalah nomor indeks, nama pasien, alamat, umur, jenis
kelamin, jenis kasus, kode ICD 8, dan hasil tensi.
Pengumpulan data di Puskesmas Poasia dilakukan secara aktif dan
pasif. Pengumpulan data secara aktif dilakukan dengan cara mencari
orang yang berisiko TB dan mencatat penderita tuberkulosis yang
ditemukan di lapangan, petugas yang melakukan pengumpulan data
saat turun di lapangan adalah petugas pemegang program TB di

6
puskesmas Poasia melalui pengumpulan data secara pasif dilakukan
dengan cara mencatat pasien penderita tuberkulosis yang datang
berkunjung ke Puskesmas Poasia melalui register rawat jalan.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa kegiatan pengumpulan data
penyakit tuberkulosis di Puskesmas Poasia telah dilakukan dengan
baik.
Data kejadian penyakit tuberkulosis di puskesmas Poasia
dicatat dalam buku register rawat jalan penyakit setelah dilakukan
pemeriksaan/diagnosa terlebih dahulu oleh dokter di ruang
pemeriksaan. Pencatatan dilakukan oleh petugas yang berada dalam
ruang pemeriksaan dan secara manual (tanpa komputerisasi). Dalam
pencatatan penderita penyakit tuberkulosis ini dicatat dalam form
khusus TB.
b. Pengolahan Data
Unit surveilans Puskesmas mengumpulkan dan mengolah data
STP-Pus (Surveilans Terpadu Penyakit Puskesmas) harian bersumber
dari register rawat jalan di Puskesmas, tidak termasuk data dari unit
pelayanan bukan puskesmas dan kader kesehatan. Pengumpulan dan
pengolahan data tersebut dimanfaatkan untuk bahan analisis dan
rekomendasi tindak lanjut serta distribusi data. Unit surveilans
Puskesmas melaksanakan analisis bulanan terhadap tuberkulosis di
daerahnya dalam bentuk tabel menurut kelurahan dan grafik
kecenderungan penyakit mingguan, jika sudah tiga kali kunjungan
dimasukkan kedalam kasus lama, kemudian menginformasikan
hasilnya kepada Kepala Puskesmas, sebagai pelaksanaan pemantauan
wilayah setempat (PWS) atau sistem kewaspadaan dini TB di
Puskesmas. Apabila ditemukan adanya kecenderungan peningkatan
jumlah penderita TB, maka Kepala Puskesmas melakukan
penyelidikan epidemiologi dan menginformasikan ke Dinas Kesehatan
Kabupaten/ Kota sebulan sekali.

7
Petugas Surveilans di Puskesmas Poasia tidak melakukan
pengolahan data karena mereka langsung menyetor data mentah ke
Dinas Kesehatan kota Kendari. Data yang dimiliki oleh petugas
puskesmas tidak diolah berdasarkan waktu, tempat dan orang,
sehingga dalam tahap pengolahan data, puskesmas belum mampu
menyajikan hasil pengolahan baik secara mingguan, bulanan maupun
secara rutin pertriwulannya. Hal ini menyebabkan tahap pengolahan
data di Puskesmas Poasia masih kurang baik.
c. Analisis dan Interpretasi Data
Unit surveilans Puskesmas seharusnya melaksanakan analisis
tahunan perkembangan TB dan menghubungkannya dengan faktor
risiko, perubahan lingkungan, serta perencanaan dan keberhasilan
program. Puskesmas memanfaatkan hasilnya sebagai bahan profil
tahunan, bahan perencanaan Puskesmas, informasi program dan sektor
terkait serta Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Petugas Surveilans dan
petugaspemegang program TB, Kegiatan analisis tidak dilakukan di
Puskesmas Pampang. Petugas pemegang program TB hanya menyetor
data mentah yang berupa buku Register TB 03. Kegiatan analisis
untuk penyakit tuberculosis dilakukan langsung oleh Dinas Kesehatan
Kota Kendari.
d. Penyebarluasan Data
Penyebarluasan data/diseminasi informasi dapat disampaikan
dalam bentuk buletin, surat edaran, laporan berkala, forum pertemuan,
termasuk publikasi ilmiah. Diseminasi informasi dilakukan dengan
memanfaatkan sarana teknologi informasi yang mudah diakses.
Diseminasi informasi dapat juga dilakukan apabila petugas surveilans
secara aktif terlibat dalam perencanaan, pelaksanaan dan monitoring
evaluasi program kesehatan, dengan menyampaikan hasil analisis.
Data penyakit tuberkulosis di Puskesmas Poasia dilaporkan
menggunakan form khusus buku register TB (TB 03). Pelaporan

8
dilakukan sebelum tanggal 5 setiap 3 bulan sekali dan diserahkan
kepada Dinas Kesehatan Kota Kendari.
e. Evaluasi
Evaluasi adalah upaya yang dilakukan secara sistematis untuk
mengetahui efektifitas program. Secara umum tujuannya untuk
menjelaskan kegunaan dari sumber kesehatn masyarakat (public health
resource) melalui pengembangan sistem surveilans yang efektif dan
efisien. Pedoman ini dapat dipakai sebagai pedoman perorangan dalam
melakukan evalaluasi dan sebagai bahan acuan untuk mereka yang
sudah biasa dengan proses evaluasi.
Evaluasi dilaksanakan untuk mengukur hasil dari Surveilans
Kesehatan yang telah dilaksanakan dalam perode waktu tertentu.
Disebabkan banyaknya aspek yang berpengaruh dalam pencapaian
suatu hasil, maka evaluasi objektif harus dapat digambarkan dalam
menilai suatu pencapaian program. Peran dan kontribusi Surveilans
Kesehatan terhadap suatu perubahan dan hasil program kesehatan
harus dapat dinilai dan digambarkan dalam proses evaluasi.
Kegiatan Evaluasi di Puskesmas Poasia tidak berjalan sebagaimana
mestinya, karena evaluasi yang dilakukan hanya sebatas untuk
mengetahui berapa jumlah kejadian tuberkulosis di wilayah kerja
puskesmas. Adapun kegiatan evaluasi yang lainnya mengenai penyakit
tuberkulosis dilakukan dalam bentuk kegiatan Mini lokakarya tiap
bulan.
3. Gambaran Evaluasi Atribut Sistem Surveilans
a. Kesederhanaan
Kesederhanaan surveilans berarti struktur yang sederhana dan
mudah dioperasikan. Sistem surveilans sebaiknya sesederhana
mungkin, tetapi dapat mencapai objektif. Instrumen/ formulir
pengumpulan data penyakit tuberkulosis di Puskesmas Poasia mudah
dipahami dalam pelaksanaannya dan jenis laporan yang digunakan
pada surveilans tuberkulosis adalah register 03 (TB 03) yang dilakukan

9
oleh petugas surveilans yang telah didiagnosis oleh dokter. Adapun
variabel yang terdapat dalam TB 03 ialah nama pasien, umur, jenis
kelamin, alamat, pemeriksaan contoh uji, hasil akhir pengobatan dan
kolaborasi kegiatan TB-HIV.
Instrumen/ formulir pengumpulan data penyakit tuberkulosis di
Puskesmas Poasia mudah dipahami dalam pelaksanaannya dan jenis
laporan yang digunakan pada surveilans tuberkulosis yaitu register TB
(TB 03) yang dilakukan oleh petugas surveilans yang telah di
diagnosis oleh dokter maupun pemeriksaan laboratorium.
Di Puskesmas Poasia formulir pengumpulan data penyakit
tuberkulosis mudah dipahami, hanya saja dalam hal pengisisan
formulir tersebut masih dilakukan secara manual, belum menggunakan
system komputerisasi. Secara teori memang sudah sederhana, namun
dalam pengaplikasiannya, kegiatan ini justru mempersulit petugas
dalam hal pengarsipan data maupun pelaporan kasus.
b. Fleksibilitas
Suatu sistem surveilans yang fleksibel dapat menyesuaikan diri
dengan perubahan informasi yang dibutuhkan atau situasi pelaksanaan
tanpa disertai peningkatan yang berarti akan kebutuhan biaya, tenaga
dan waktu. Sistem yang fleksibel dapat menerima, misalnya penyakit
dan masalah kesehatan yang baru diidentifikasikan, perubahan definisi
kasus, dan variasi–variasi dari sumber pelaporan. Fleksibilitas
ditentukan secara retrospektif dengan mengamati bagaimana suatu
sistem dapat memenuhi kebutuhan–kebutuhan baru.
Di Puskesmas Poasia tidak pernah ada perubahan format pelaporan
dalam sistem surveilans tuberkulosis karena Dinas Kesehatan telah
menetapkan format pelaporan Penyakit Menular (PM) termasuk
penyakit tuberkulosis, sehingga petugas surveilans telah menyesuaikan
diri dengan format pelaporan yang ada.

10
c. Ketepatan Waktu
Ketepatan waktu suatu sistem surveilans dipengaruhi oleh
kecepatan atau keterlambatan diantara langkah-langkah dalam suatu
sistem surveilans mulai dari proses pengumpulan data, pengolahan
analisis dan interpretasi data serta penyebarluasan informasi kepada
pihak-pihak yang berkepentingan.
Ketepatan pelaporan penyakit tuberkulosis di puskesmas ini sudah
cukup baik, karena laporan dilaporkan secara rutin setiap bulan sekali
pada saat Mini Lokakarya.

11
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan tujuan yang telah diuraikan di atas, maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
1. Distribusi penyakit tuberkulosis menurut waktu (time), tempat (place) dan
orang (person) di Puskesmas Poasia Kota Kendari Periode tahun Januari
2015-Agustus 2018.
a. Berdasarkan waktu, pada tahun 2015 distribusi penyakit TB dengan
persentase terbesar terjadi pada bulan Agustus dan November sebesar
12,7%, sedangkan persentase terendah pada bulan Januari, Maret dan
April sebesar 5,1% (4 kasus). Pada tahun 2016 persentase terbesar
terjadi pada bulan April dan Desember sebesar 14,0% (12 kasus),
terendah terjadi pada bulan September sebesar 3,5% (3 kasus). Pada
tahun 2017 persentase terbesar terjadi pada bulan Juli dan November
sebesar 14,1% (11 kasus), terendah pada bulan Februari dan Oktober
dengan persentase 3,8% (3 kasus). Pada tahun 2018 data bulan
September–Desember belum tersedia, untuk sementara persentase
terbesar terjadi pada bulan Agustus sebesar 25,6% (11 kasus),
sedangkan persentase terendah pada bulan Maret dan Mei yaitu 9,3%
(4 kasus).
b. Berdasarkan tempat, pada tahun 2015 persentase penderita penyakit
TB yang datang melakukan pemeriksaan di Puskesmas Poasia dari
tahun ke tahun kebanyakan oleh penderita yang bertempat tinggal di
Kelurahan Andounohu yaitu 41 orang (51,9%) pada tahun 2015, 39
orang (45,3%) pada tahun 2016, 42 orang (53,8%) tahun 2017 dan
sebesar 20 orang (39,2%) pada tahun 2018. Persentase yang paling
rendah dari tahun 2015 adalah pada penderita yang bertempat tinggal
di Kelurahan Wundumbatu yaitu 0 orang pada tahun 2015-2017 dan 4
orang (7,8%) pada tahun 2018.

12
c. Berdasarkan orang, jumlah penderita TB pada tahun 2015 paling
banyak terdapat pada kelompok umur 45-54 tahun yaitu 22 orang
(27,8%) dan paling sedikit pada kelompok umur 0-14 tahun 0 oranng
(0%). Pada tahun 2016 jumlah penderita TB paling banyak terdapat
pada kelompok umur 15-24 tahun dan 35-44 tahun yaitu sebanyak 20
orang (23,3%) dan paling sedikit pada kelompok umur ≥75 tahun
yaitu sebanyak 1 orang (1,2%). Pada tahun 2017 jumlah penderita
tuberkulosis paling banyak terdapat pada kelompok umur 15-24 tahun
yaitu 25 orang (32,1%) dan paling sedikit pada kelompok umur 0-14
dan ≥75 tahun yaitu 2 orang (2,6%). Pada tahun 2018 data sampai
bulan agustus menunjukkan jumlah penderita TB terbanyak yaitu
kelompok umur 15-24 tahun yaitu 18 orang (35,3%), terendah umur
≥75 tahun 0 orang (0%).
2. Pelaksanaan Surveilans tuberkulosis di Puskesmas Poasia periode Januari
2015-Agustus 2018 belum cukup baik karena ada yang seharusnya di
lakukan di Puskesmas namun tidak dilaksanakan.
3. Atribut sistem surveilans tuberkulosis di Puskesmas Poasia periode
Januari 2015-Agustus 2018 telah dilaksanakan dengan cukup baik mulai
dari kesederhananaan (simplicity), fleksibilitas (flexibility), dan ketepatan
waktu (timeliness).
B. Saran
1. Kepada petugas surveilans diharapkan agar melakukan pengamatan,
pencatatan dan pelaporan secara lengkap dan akurat agar data yang
dikumpulkan mengenai distribusi penyakit berdasarkan orang, tempat dan
waktu lebih baik. Selain itu, dalam pelaksanaan surveilans di Puskesmas
Poasia Kota Kendari, sebaiknya pihak Puskesmas menganalisis data
berdasarkan tempat secara rinci per Rukun Warga (RW) sehingga apabila
ada program pencegahan atau penanggulangan penyakit tuberkulosis
dapat tepat sasaran.
2. Penyelenggaraan Surveilans penyakit tuberkulosis diharapkan dapat
optimal, maka diperlukan peran serta semua sektor, terutama seluruh

13
fasilitas pelayanan kesehatan milik pemerintah ataupun masyarakat,
instansi kesehatan baik di daerah maupun di pusat.
3. Dalam pelaksanaan surveilans di Puskesmas Poasia diharapkan ada
penambahan jumlah fasilitas penginputan data (komputer) agar lebih
mempermudah dalam menganalisis data. Selain itu disarankan agar
mengikuti pelatihan penggunaan software bagi petugas surveilans untuk
peningkatan keterampilan dalam melakukan pengolahan data serta
penggunaan komputer dalam pencatatan dan pengolahan data.
4. Dokumen-dokumen hasil pencatatan penderita yang berkunjung di
Puskesmas Poasia hendaknya disimpan dengan baik agar mudah
didapatkan apabila dibutuhkan.
5. Distribusi epidemiologi berdasarkan waktu, tempat dan orang sangat perlu
dilakukan karena sangat penting dalam menentukan program dan
intervensi yang akan dilakukan selanjutnya. Misalnya distribusi
berdasarkan waktu, dapat dilihat dari peningkatan kasus pada musim hujan
atau musim dingin perlu dilakukan antisipasi dalam bentuk kegiatan
penyuluhan dalam menghadapi perubahan musim.

14

Anda mungkin juga menyukai