Anda di halaman 1dari 18

4

TINJAUAN PUSTAKA

Obesitas
Obesitas (obesity) berasal dari bahasa latin yaitu “ob” yang berarti akibat
dari dan “esum” artinya makan, sehingga obesitas dapat didefinisikan sebagai
akibat dari pola makan yang berlebihan (Freitag 2010). Obesitas atau
kegemukan merupakan kelebihan berat badan karena terdapatnya timbunan
lemak berlebihan dalam tubuh. Perbandingan yang normal antara lemak tubuh
dengan berat badan adalah sekitar 25%-30% pada wanita dan 18%-23% pada
pria. Wanita dengan lemak tubuh lebih dari 30% dan pria dengan lemak tubuh
lebih dari 25% disebut mengalami obesitas (Mustofa 2010).
Kegemukan (obesitas) juga dapat diartikan sebagai refleksi
ketidakseimbangan asupan dan pengeluaran energi. Salah satu penyebabnya
adalah kegemaran makan secara berlebihan, terutama makanan tinggi kalori
tanpa diimbangi oleh aktivitas cukup. Hal itu mengakibatkan surplus energi hanya
disimpan sebagai lemak tubuh. Penyebab lainnya adalah adanya gangguan
metabolik dalam tubuh yang dapat menyebabkan hiperfagia atau nafsu makan
berlebihan (Anwar & Khomsan 2009).
Status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang atau
sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan dan
penggunaan zat gizi makanan (Riyadi 2006). Klasifikasi berat badan berdasarkan
IMT pada penduduk Asia dewasa dapat dilihat pada Tabel 1 dibawah ini.

Tabel 1. Klasifikasi Berat Badan pada Penduduk Asia


Klasifikasi IMT
Underweight <18.5
Normal 18.5-22.9
Overweight >23
Berisiko 23-24.9
Obes I 25-29.9
Obes II >30
Sumber:WHO (2002)
Indeks Massa Tubuh (IMT) merupakan indeks pengukuran sederhana
untuk kekurangan berat (underweight), kelebihan berat (overweight), dan
kegemukan atau obesitas dengan membandingkan berat badan dengan tinggi
badan kuadrat. Berdasarkan cut off point obesitas pada penduduk Asia Pasifik,
obesitas obesitas dibagi menjadi dua kategori, yaitu: obesitas tingkat I dengan
IMT 25.00-29.99 dan obesitas tingkat II dengan IMT > 30.00 (WHO 2000).
5

Seseorang dianggap mengalami obesitas apabila berat badannya 20%


lebih tinggi dari nilai tengah kisaran berat badan yang normal. Menurut kriteria ini,
obesitas digolongkan menjadi tiga kelompok (Mustofa 2010):
1. Obesitas ringan, yaitu kelebihan berat badan 20%-40%.
2. Obesitas sedang, yakni kelebihan berat badan 41%-100%.
3. Obesitas berat, yaitu kelebihan berat badan >100%.
Dewasa ini obesitas telah menjadi masalah kesehatan dan gizi
masyarakat dunia, baik di negara maju maupun di negara berkembang. Review
atas epidemik obesitas yang dilakukan Low et al. (2009) memperlihatkan bahwa
prevalensi kelebihan berat badan (overweight) di negara maju berkisar dari
23.2% di Jepang hingga 66.3% di Amerika Serikat, sedangkan di negara
berkembang berkisar dari 13.4% di Indonesia sampai 72.5% di Saudi Arabia.
Adapun prevalensi kegemukan (obesity) di negara maju berkisar dari 2.4% di
korea Selatan hingga 32.2% di Amerika Serikat, sedangkan di negara
berkembang berkisar dari 2.4% di Indonesia sampai 35.6% di Saudi Arabia.
Penelitian yang dilakukan oleh Himpunan Studi Obesitas Indonesia
(HISOBI) tahun 2004 mendapatkan angka prevalensi obesitas (IMT >30kg/m2)
yakni 9.16% pada pria dan 11.02% pada wanita (Mustofa 2010). Di Indonesia,
menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, prevalensi
nasional obesitas pada penduduk berusia lebih dari 15 tahun adalah 10.3% (laki-
laki 13.9% dan perempuan 23.8%). Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
tahun 2010 melaporkan bahwa prevalensi nasional obesitas pada penduduk
berumur lebih dari 18 tahun adalah 21.7% dan prevalensi obesitas pada
perempuan lebih tinggi (26.9%) dibanding laki-laki (16.3%).

Penyebab Obesitas
Obesitas merupakan penyakit yang berkembang dari interaksi genetik
dan lingkungan dalam waktu yang cukup lama sehingga obesitas tidak hanya
terjadi pada sekali waktu, tetapi merupakan konsekuensi dari apa yang dilakukan
oleh seseorang dalam hidupnya. Asupan energi yang berlebihan, pengeluaran
energi dalam bentuk aktivitas fisik yang rendah atau kombinasi dari kedua faktor
tersebut menyebabkan keseimbangan energi menuju ke arah positif. Balance
energi yang positif seringkali menuju ke arah peningkatan berat badan (Freitag
2010).
6

Penyebab utama masalah obesitas adalah lingkungan dan perubahan


perilaku. Peningkatan proporsi lemak dan peningkatan densitas energi dalam
diet, penurunan level aktivitas fisik dan peningkatan perilaku sedentary,
merupakan faktor utama yang dapat meningkatkan berat badan pada populasi
genetik, faktor biologi dan faktor individu lain seperti penghentian merokok, jenis
kelamin, dan umur saling berinteraksi mempengaruhi peningkatan berat badan
(WHO 2000). Penelitian juga menunjukkan ada hubungan yang bertolak
belakang antara IMT dan aktivitas fisik. Menurun dan rendahnya tingkat aktivitas
fisik dipercaya sebagai salah satu hal yang menyebabkan obesitas. Tren
kesehatan terkini juga menunjukkan prevalensi obesitas meningkat bersamaan
dengan meningkatnya perilaku sedentary dan berkurangnya aktivitas fisik (WHO
2000).
Menurut Indriati (2010), faktor utama terjadinya obesitas adalah intake zat
gizi yang lebih dari pemakaian energi aktivitas fisik. Selain aktivitas fisik yang
rendah sebagai faktor pemicu obesitas, juga metabolisme dasar yang menurun
secara fisiologis dengan bertambahnya umur. Sehingga perlu pengurangan
asupan diet pada umur sesudah periode pertumbuhan dan perkembangan
selesai di remaja akhir (umur 21 tahun) apalagi orang dewasa tidak lagi seaktif
masa kanak-kanak yang banyak berlarian dan bermain.
Sebagian besar peneliti sepakat bahwa kelebihan berat badan dan
obesitas disebabkan oleh beberapa faktor, namun ketidakseimbangan energi
dalam jangka waktu panjang antara asupan dan pengeluaran menjadi penyebab
utama (Tucker & Thomas 2009). Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
modern sudah mampu mengidentifikasi penyebab obesitas di segala umur. Dari
berbagai penyebab yang teridentifikasi, dapat dikatakan semuanya terkait
dengan makanan yang masuk ke dalam tubuh baik dari segi makanan, cara
memakan, hingga jumlah dan kemampuan tubuh untuk mengolah makanan
tersebut.
Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik adalah gerakan yang dilakukan oleh otot tubuh dan sistem
penunjangnya. Selama melakukan aktivitas fisik, otot membutuhkan energi diluar
metabolisme untuk bergerak, sedangkan jantung dan paru-paru memerlukan
tambahan energi untuk mengantarkan zat-zat gizi dan oksigen ke seluruh tubuh
dan untuk mengeluarkan sisa-sisa dari tubuh. Banyaknya energi yang dibutuhkan
7

bergantung pada berapa banyak otot yang bergerak, berapa lama dan berapa
berat pekerjaan yang dilakukan (Almatsier 2006).
Gaya hidup di era modern dengan aktivitas fisik ringan akan
memudahkan terjadinya penumpukan lemak tubuh. Proses timbulnya lemak di
sekeliling tubuh berlangsung perlahan, lama dan seringkali tidak disadari.
Fasilitas perkantoran dan belanja yang dilengkapi dengan lift/elevator
menyebabkan seseorang malas untuk berjalan dan menggerakkan anggota
tubuhnya. Sementara kesibukan di tempat kerja atau di rumah tidak menyisakan
waktu sedikitpun untuk berolahraga (Khomsan 2005).
Perubahan pola aktivitas ikut bertanggung jawab terhadap terjadinya
obesitas. Lingkungan, baik itu dari segi teknologi maupun kebudayaan, telah
memainkan peranannya dalam perubahan aktivitas fisik manusia sehingga
menjadi lebih rendah dibandingkan sebelumnya. Rendahnya aktivitas fisik ini
akan mendorong keseimbangan energi ke arah positif sehingga mengarah pada
penyimpanan energi dan penambahan berat badan (Freitag 2010).
Faktor aktivitas fisik yang kurang sangat kentara menjadi penyebab
kegemukan terutama pada anak masa kini. Orang-orang makmur yang tidak aktif
memerlukan lebih sedikit kalori. Seseorang yang cenderung mengonsumsi
makanan kaya lemak dan tidak melakukan aktivitas fisik yang seimbang, akan
mengalami obesitas. Kurangnya aktivitas gerak badan menjadi penyebab
kegemukan karena kurangnya pembakaran lemak dan sedikitnya energi yang
dipergunakan (Mustofa 2010).
Rissanen et al. (2003) menyatakan bahwa rendahnya aktivitas fisik
merupakan faktor yang paling bertanggung jawab terhadap terjadinya obesitas.
Sebagai contoh, obesitas tidak terjadi pada para atlet yang aktif, sedangkan para
atlet yang berhenti melakukan latihan olahraga lebih sering mengalami kenaikan
berat badan dan kegemukan. Dengan banyak berolahraga, jantung akan tetap
terlatih untuk bekerja dengan baik, sirkulasi darah menjadi lancar, otot tetap
lemas dan lentur, kondisi tubuh tetap fit serta terhindar dari kegemukan (Astawan
& Wahyuni 1988). Rendahnya aktivitas fisik berhubungan positif dengan obesitas
pada perempuan tetapi tidak pada laki-laki (Janghorbani et al. 2007).
Intervensi latihan (exercise) intensif tingkat moderat selama 12 bulan
secara nyata merubah berat tubuh. Exercise berperan pada penurunan lemak
tubuh khususnya lemak pada perut (Irwin et al. 2003). Latihan sedang sampai
berat selama 12 bulan menurunkan berat tubuh rata-rata pada perempuan 1.4 kg
8

dan kontrol 0.7 kg, pada laki-laki 1.8 kg dan 0.1 kg pada kontrol. Exercise dapat
menurunkan obesitas sentral dengan durasi 370 menit/minggu pada laki-laki dan
295 menit/minggu pada perempuan. Aktivitas fisik berat atau sedang minimal 60
menit/hari disarankan untuk menurunkan obesitas (McTiernan et al. 2007).
Aktivitas fisik menentukan kondisi kesehatan seseorang. Tabel 2
menunjukkan nilai PAR untuk setiap kegiatan. Nilai PAR diperlukan untuk
menentukan tingkat aktivitas fisik (PAL). Tingkat aktivitas fisik (Physical Activity
Level) diperoleh dengan mengalikan PAR (Physical Activity Ratio) dengan lama
melakukan sebuah aktivitas (FAO/WHO/UNU 2001). Secara sederhana, rumus
untuk menghitung nilai PAL adalah:

Physical Activity Level (PAL)= ∑ (Lama melakukan aktivitas x PAR)


24 jam

Tabel 2. Nilai Physical Activity Ratio (PAR) Setiap Kegiatan


Kegiatan PAR
Aktivitas Ringan (Sedentary/Light Activity Lifestyle)
Tidur 1
Perawatan Diri (mandi dan berpakaian) 2.3
Makan 1.5
Memasak 2.1
Kegiatan yang dilakukan dengan duduk 1.5
Pekerjaan Rumah Tangga 2.8
Mengendarai kendaraan 2.0
Berjalan 3.2
Kegiatan Ringan (menonton televisi) 1.4
Aktivitas Sedang (Active/Moderately Active Lifestyle)
Tidur 1
Perawatan Diri (mandi dan berpakaian) 2.3
Makan 1.5
Kegiatan yang dilakukan dengan berdiri 2.2
Transportasi bekerja dengan bus 1.2
Berjalan 3.2
Olahraga Ringan 4.2
Kegiatan Ringan (menonton televisi) 1.4
Aktivitas Berat (Vigorous/Vigorously Active Lifestyle)
Tidur 1
Perawatan Diri (mandi dan berpakaian) 2.3
Makan 1.4
Memasak 2.1
Kegiatan pertanian tanpa menggunakan alat 4.1
Mengambil air 4.4
Pekerjaan rumah tangga yang berat 2.3
Berjalan 3.2
Kegiatan Ringan 1.4
Sumber: FAO/WHO/UNU 2001
Keterangan: PAR= Physical Activity Ratio (faktor aktivitas)
Kategori ringkat aktivitas fisik (PAL /Physical Activity Level) dibedakan
menjadi tiga, yaitu aktivitas ringan, sedeang dan berat. Aktivitas fisik ringan
9

memiliki nilai PAL antara 1.40-1.69. Seseorang yang mempunyai aktivitas fisik
yang ringan menggunakan kendaraan untuk transportasi, umumnya tidak
berolahraga, dan cenderung meluangkan waktu hanya untuk kegiatan yang
dilakukan dengan duduk dan berdiri, dengan sedikit gerakan tubuh. Aktivitas fisik
sedang memiliki nilai PAL 1.70-1.99. Seseorang yang mempunyai tingkat
aktivitas fisik sedang tidak memerlukan energi yang besar, namun kebutuhan
energi pada kegiatan ini lebih tinggi dari kegiatan aktivitas yang ringan. Aktivitas
fisik berat memiliki PAL 2.00-2.39. Aktifitas fisik berat dilakukan oleh seseorang
yang melakukan kerja berat dalam waktu yang lama (FAO/WHO/UNU 2001).
Faktor Genetik
Kelebihan konsumsi energi bukan satu-satunya penyebab kegemukan.
Faktor genetik juga berperan penting terhadap munculnya kegemukan pada
seseorang. Jika kedua orangtua gemuk, risiko kegemukan pada anak-anaknya
mencapai 80%. Namun, jika hanya satu orangtua yang gemuk, peluang anak-
anaknya menjadi gemuk adalah sebesar 40% (Anwar & Khomsan 2009).
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa rata-rata faktor genetik
memberikan pengaruh sebesar 33% terhadap berat badan seseorang. Hal ini
merupakan faktor keturunan dari orang tua yang sulit dihindari. Bila ayah atau ibu
memiliki kelebihan berat badan, hal ini dapat diturunkan pada anak. Obesitas
yang disebabkan oleh lingkungan pada generasi sebelumnya dapat tertanam di
dalam gen generasi tersebut yang dapat diwariskan kepada generasi berikutnya.
Sering didapati, anak yang obesitas biasanya berasal dari keluarga yang
obesitas. Bila kedua orangtua obes, sekitar 80% anak-anak mereka akan obes.
Bila salah satu orang tua obes, menjadi 40% dan bila orangtuanya tidak obes
prevalensi obes untuk anak turun menjadi 14% (Mustofa 2010).
Para ilmuwan curiga bahwa gen-gen mungkin dapat menyebabkan
obesitas pada manusia karena berat seorang anak seringkali berhubungan
dengan berat badan orangtua. Di dalam penelitian terhadap anak-anak SMA,
hanya terdapat 8% dari pelajar dengan orangtua kurus menjadi obesitas. Jika
salah satu atau kedua orangtua mereka menderita obesitas, sekitar ¾ dari
mereka menjadi gemuk. Berat badan anak yang diadopsi tidak bergantung
kepada orangtua angkat mereka. Pada tahun 1994 ilmuwan mengumumkan
penemuan gen pertama yang dipercaya ada hubungannya dengan obesitas bagi
manusia. Sejak itu, para peneliti menemukan gen-gen yang lain yang terlihat
memainkan peranan bagi obesitas manusia (Mustofa 2010).
10

Di masyarakat sering ditemukan kasus dimana anak yang gemuk


biasanya salah satu atau kedua orangtuanya gemuk. Hingga saat ini belum
diketahui secara pasti apakah obesitas selalu diturunkan sebagai bawaan dari
orangtuanya atau karena kebiasaan makan yang berlebihan yaitu ditiru oleh
anaknya dan faktor lingkungan yang sama. Meskipun demikian, penyelidikan
kearah molekuler telah mendorong pada kesimpulan bahwa gen dalam tubuh
manusia memainkan peranan besar dalam membentuk kecenderungan
seseorang untuk menjadi lebih gemuk (Freitag 2010).
Sebagai contoh, perubahan pada gen akan mempengaruhi berat badan
individu sejak lahir hingga dewasa. Penelitian lain juga menunjukkan bahwa
individu dengan kondisi yang demikian memiliki berat badan lahir yang lebih
tinggi daripada individu biasa. Pada umur 7 hingga 20 tahun individu dengan
varian Ala akan memiliki penambahan berat badan yang tidak terlalu tinggi, tetapi
penambahan tersebut akan meningkat pada umur 20 hingga 41 tahun (Freitag
2010).
Fast food
Kegemukan adalah faktor risiko penyakit jantung koroner. Sebagian
masyarakat sudah sangat menyadari hal ini. Salah satu penyebab kegemukan
adalah kebiasaan makan kalori atau lemak berlebihan. Ketika makan banyak
kalori, maka tubuh dipaksa untuk menghasilkan insulin dalam jumlah extra untuk
mengubah karbohidrat menjadi gula darah. Kehadiran insulin yang terlalu banyak
memicu terjadinya persekongkolan dengan lemak yang kemudian merusak
pembuluh darah. Akhirnya pembuluh darah akan terisi oleh segala macam
kotoran termasuk kolesterol dan menyumbat aliran darah sehingga menimbulkan
penyakit jantung koroner (Khomsan 2005).
Beberapa penelitian mengklaim bahwa lebih dari 300.000 orang Amerika
meninggal karena obesitas setiap tahun dan jumlah itu meningkat setiap tahun.
Angka ini juga termasuk anak-anak. Banyak dokter mulai menyalahkan makanan
cepat saji sebagai nomor satu alasan karena beberapa orang dan keluarga yang
makan lebih banyak makanan cepat saji dan junk food setidaknya tiga kali
seminggu sebagai makanan utama mereka. Sebuah penelitian juga
menunjukkan bahwa orang kurang tergantung pada bahan makanan dan
konsumsi bahan makanan sehat. Banyak toko kelontong melaporkan bahwa
kebutuhan akan sayur-sayuran ini akan tenggelam dan tidak banyak orang telah
membeli mereka, khususnya sayuran dan salad sayuran lain seperti wortel dan
11

mentimun. Hal ini menunjukkan bahwa ketergantungan pada makanan cepat saji
telah meningkat selama periode waktu (Anonim 2007).
Menurut WHO (2000), perkembangan industri makanan yang salah
satunya berkembangnya makanan cepat saji, yaitu makanan yang tinggi lemak
tetapi rendah karbohidrat kompleks merupakan salah satu faktor risiko terjadinya
obesitas. Banyaknya jenis fast food yang dikonsumsi merupakan faktor risiko
terjadinya obesitas (OR=11.0). Ini berarti mengonsumsi fast food akan berisiko
11 kali mengalami obesitas jika dibandingkan yang tidak mengonsumsinya.
Fast food atau ready-to-eat-food jadi pilihan utama orangtua yang sibuk
atau konsumsi ketika menghabiskan waktu bersama keluarga pada masyarakat
modern. Hal ini disebabkan karena pengolahannya yang cenderung cepat karena
menggunakan tenaga mesin, terlihat bersih karena penjamahnya adalah mesin,
restoran yang mudah ditemukan serta karena pelayanannya yang selalu sedia
setiap saat, bagaimanapun cara pemesanannya (Worthington&William 2000).
Pada hakekatnya fast food (makanan siap saji) tidak sama dengan junk
food (makanan sampah yang hanya padat kalori). Bahan penyusun fast food
termasuk golongan pangan bergizi. Hal yang paling penting adalah pengaturan
frekuensi makannya agar tidak mengonsumsinya secara berlebihan (Khomsan
2005). Menurut Khomsan (2002), fast food dikatakan negatif karena ketidak
seimbangannya (dari segi porsi serta komposisi sayuran sehingga miskin akan
vitamin dan mineral), tinggi garam dan rendah serat (merupakan faktor pemicu
munculnya penyakit hipertensi), serta sumber lemak dan kolesterol
(mengandalkan pangan hewani ternak sebagai menu utama).
Ketidakseimbangan zat gizi dalam tubuh dapat terjadi jika fast food dijadikan
sebagai pola makan setiap hari.
Hasil penelitian Virgianto dan Purwaningsih (2006) mengatakan bahwa
variasi jenis makanan cepat saji bukanlah faktor risiko untuk terjadinya obesitas.
Setelah dilakukan uji korelasi, ternyata memang tidak didapatkan hubungan
antara variasi jenis makanan cepat saji dengan terjadinya obesitas. Jenis-jenis
makanan cepat saji yang banyak dikonsumsi adalah hamburger, fried chicken,
pizza dan donat.
Makanan cepat saji memberikan sumbangan kalori yang bervariasi
terhadap total konsumsi harian tergantung dari jenis makanan cepat saji tersebut.
Kandungan energi, lemak, kolesterol dan garam pada makanan cepat saji pada
umumnya tinggi, namun sangat miskin serat. Dalam 100 gram, burger
12

mengandung 261 kalori, french fries mengandung 342 kalori, fried chicken pada
bagian dada ayam atau sayapnya mengandung 303 kalori, pizza yang berisi keju
mengandung 268 kalori, dan hotdog mengandung 247 kalori. Kandungan serat
dalam berbagai macam makanan cepat saji relatif rendah. Oleh karena itu,
diperlukan konsumsi serat sebagai tambahan untuk mengimbangi tingginya
kolesterol dalam darah (Virgianto&Purwaningsih 2006). Satu buah fried chicken
mempunyai ukuran 116.51 gram dan mempunyai kandungan energi sebesar
287.85 kkal. Satu porsi burger mempunyai ukuran 127.96 gram dan mempunyai
kandungan energi sebesar 380.67 kkal. Satu porsi fried fries berukuran 100 gram
mempunyai kandungan energi sebesar 321.05 kkal (Anonim 2006)
Pengertian fast food lebih luas dari makanan yang dibuat dengan cepat
dan dapat dinikmati dalam waktu yang singkat. Jenis makanan ini memiliki ciri
khas yaitu porsi yang disajikan sangat besar, padat energi, sangat lezat, banyak
mengandung gandum terproses, banyak ditambahkan gula, tinggi lemak, tinggi
lemak jenuh dan lemak trans dan rendah serat (Feitag 2010). Dengan melihat ciri
khas makanan itu, sudah dapat dipastikan bahwa ujung dari fast food adalah
obesitas. Tidak hanya di Amerika dan Negara-negara barat lainnya, fast food
juga sudah merambah ke negara-negara Asia termasuk Indonesia (Feitag 2010).
Secara umum produk fast food dapat dibedakan menjadi dua, yaitu produk fast
food yang berasal dari Barat dan lokal. Fast food yang berasal dari Barat sering
juga disebut fast food modern seperti Mc. Donald, Kentucky Fried Chicken
(KFC), Pizza Hut dan sejenisnya. Makanan yang disajikan pada umumnya
berupa hamburger, pizza, dan sejenisnya. Sedangkan fast food lokal sering juga
disebut dengan istilah fast food tradisional seperti warung tegal, restoran
padang, warung sunda (Hayati 2000).
Sebuah penelitian di Amerika Serikat sebanyak 6212 anak dan remaja
yang berumur antara 4-19 tahun ikut serta dalam penelitian ini dan dari
keseluruhan sampel tersebut terdapat 30% lebih yang mengonsumsi makanan
fast food. Penelitian ini telah membuktikan bahwa orang yang sering
mengonsumsi fast food akan lebih banyak mendapatkan energi tapi tidak dengan
zat gizi lainnya (Feitag 2010). Di dalam makanan fast food terdapat kalori dalam
jumlah tinggi, lemak dan gula sederhana yang mampu meningkatkan risiko untuk
menjadi gemuk bahkan obesitas. Selain itu, kandungan vitamin yang seharusnya
ada didalam sayur dan buah menjadi lebih jarang dikonsumsi oleh penikmat fast
food (Freitag 2010).
13

Sosial Ekonomi

Jenis kelamin

Wanita yang asupan seratnya menurun sebenatnya cenderung


mengalami penambahan berat badan secara signifikan, sedangkan mereka yang
asupan seratnya meningkat dari waktu ke waktu cenderung mengalami
penurunan berat badan (Tucker & Thomas 2009). Setiap penambahan anak,
risiko obesitas meningkat 4% pada laki-laki dan 7% pada perempuan (Weng et.al
2004). Wanita yang asupan seratnya meningkat dari waktu ke waktu akan
cenderung mengonsumsi makanan lebih sehat, mengonsumsi lebih banyak
karbohidrat kompleks, serta mengonsumsi makanan rendah lemak dan rendah
energi (Tucker & Thomas 2009).

Tingkat Pendidikan

Menurut Suprijanto (2007), pendidikan dibedakan menjadi 9 jenis antara


lain: 1). Pendidikan Masal; 2) Pendidikan Masyarakat; 3) Pendidikan Dasar; 4)
penyuluhan; 5) Pengembangan Masyarakat; 6) Pendidikan Orang Dewasa; 7)
Masyarakat Seumur Hidup; 8) Masyarakat Belajar; 9) Pendidikan Formal,
nonformal dan informal.
Pendidikan mempunyai pengaruh yang besar terhadap perubahan sikap
dan perilaku hidup sehat seseorang. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan
memudahkan seseorang/masyarakat untuk menyerap informasi dan
mengimplikasikannya dalam perilaku dan gaya hidup sehari-hari, khususnya
dalam hal kesehatan dan gizi (Atmarita & Tatang 2004). Pendidikan akan
berpengaruh terhadap pola konsumsi pangan. Menurut Martianto & Ariani (2004),
seseorang yang mempunyai pendidikan formal dan pendapatan yang tinggi maka
makanan yang dikonsumsi akan lebih beragam dan memiliki kualitas dan
kuantitas yang baik.

Besar Keluarga

Menurut BKKBN tahun 1998, besar keluarga adalah keseluruhan jumlah


anggota keluarga yang terdiri dari suami, isteri, anak, dan anggota keluarga
lainnya yang tinggal bersama. Berdasarkan jumlah anggota keluarga, besar
keluarga dikelompokkan menjadi tiga, yaitu keluarga kecil, keluarga sedang, dan
keluarga besar. Keluarga kecil adalah keluarga dengan jumlah anggota keluarga
< dari 4 orang, keluarga sedang adalah keluarga dengan jumlah anggota 5-7
14

orang, sedangkan keluarga besar adalah keluarga dengan jumlah anggota


kurang dari 7 orang.
Bentuk keluarga berdasarkan jumlah anggotanya di Indonesia dibedakan
menjadi keluarga inti, extended family dan keluarga besar. Extented family
menurut Soediatama (2008) adalah keluarga yang terdiri atas sepasang suami
istri yang biasanya menanggung biaya keluarga dan semua orang yang
bernaung di bawah satu atap dan menjadi tanggungan suami istri tersebut,
sehingga dapat meliputi anak-anak, kemenakan, bibi dan paman, bahkan eyang.
Besar keluarga yang dimiliki akan mempengaruhi kesehatan seseorang atau
anggota keluarga yang terlibat di dalamnya. Selain itu pula, besar keluarga akan
mempengaruhi konsumsi zat gizi dalam suatu keluarga (Soediatama 2008).
Jumlah anggota keluarga tidak berhubungan dengan kegemukan.
Besarnya jumlah anggota keluarga akan mempengaruhi distribusi pangan yang
akan diterima masing-masing individu. Sebuah keluarga yang terdiri dari banyak
individu, selain dapat mengurangi distribusi pangan juga mengurangi
kenyamanan dalam hidup berkeluarga. Dengan banyaknya anggota keluarga,
akan memperkecil kemungkinan seseorang menjadi gemuk (Adiningrum 2008).

Pendapatan
Pendapatan merupakan faktor yang paling menentukan kuantitas dan
kualitas makanan. Menurut Madanijah (2004), perubahan pendapatan secara
langsung akan berpengaruh terhadap konsumsi pangan. Peningkatan
pendapatan berarti memperbesar peluang untuk membeli pangan dengan
kualitas dan kuantitas yang lebih baik. Sebaliknya penurunan pendapatan akan
menyebabkan penurunan dalam hal kualitas dan kuantitas pangan yang dibeli.
Selain pendapatan, faktor ekonomi yang berpengaruh terhadap konsumsi
pangan adalah harga pangan dan harga barang non pangan. Perubahan harga
dapat berpengaruh terhadap besarnya permintaan pangan. Harga pangan yang
tinggi menyebabkan berkurangnya daya beli masyarakat. Keadaan ini
menyebabkan daya beli masyarakat berkurang.

Konsumsi Pangan

Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia agar dapat


hidup sehat karena pangan meupakan sumber utama zat gizi yang dibutuhkan
tubuh. Zat gizi tersebut menyediakan tenaga bagi tubuh, mengatur proses
15

metabolisme dalam tubuh, memperbaiki jaringan tubuh serta pertumbuhan


(Harper et al. 1986).
Konsumsi pangan secara garis besar adalah kuantitas pangan yang
dikonsumsi oleh seseorang atau sekelompok orang dengan tujuan tertentu
dengan jenis tunggal atau beragam. Ada tiga hal yang mempengaruhi konsumsi
pangan yaitu kuantitas dan ragam pangan yang tersedia dan diproduksi,
pendapatan, dan tingkat pengetahuan gizi (Wulandari 2000). Sanjur (1989)
menyatakan bahwa konsumsi pangan seseorang dipengaruhi oleh pengetahuan
dan sikap terhadap makanan yang tergantung pada lingkungan baik masyarakat
maupun keluarga, sedangkan jumlah dan jenis makanan yang dikonsumsi
dipengaruhi oleh faktor sosial ekonomi individu atau keluarga.
Konsumsi makanan diartikan sebagai jumlah makanan yang dinyatakan
dalam bentuk energi dan zat gizi (karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan
mineral). Konsumsi makanan yang tidak memadai kebutuhan tubuh baik
kuantitas maupun kualitas akan menyebabkan masalah gizi. Konsumsi makanan
adalah faktor yang berpengaruh langsung terhadap keadaan gizi seseorang
(Soediaoetama 1996 dalam Dasuki 2002).
Survei konsumsi pangan bertujuan untuk mengetahui konsumsi pangan
seseorang atau kelompok orang baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif.
Survei konsumsi pangan secara kuantitatif dimaksudkan untuk mengetahui
jumlah pangan atau makanan yang dikonsumsi (Suhardjo et al. 1988). Metode
kuantitatif juga dapat menghitung konsumsi zat gizi dengan menggunakan Daftar
Komposisi Bahan Makanan (DKBM) atau daftar lain yang diperlukan seperti
daftar Ukuran Rumah Tangga (URT), Daftar Konversi Mentah Masak (DKMM)
dan Daftar Penyerapan Minyak (DPM). Metode pengukuran konsumsi makanan
bersifat kualitatif antara lain metode frekuensi makanan (food frequency), metode
dietary history, metode telepon, metode pendafataran makanan (food list)
(Supariasa et al. 2001).
Metode mengingat-ingat (recall method) merupakan salah satu penilaian
konsumsi pangan pada tingkat individu. Metode ini dilakukan dengan cara
mencatat jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi. Pengukuran konsumsi
pangan diawali dengan menanyakan jumlah pangan dalam Ukuran Rumah
Tangga (URT) setelah itu dikonversikan ke dalam satuan berat. Pada metode ini
subjek diminta untuk mengingat semua makanan yang telah dimakan dalam 24
16

jam atau sehari yang lalu. Metode ini dapat menaksir asupan gizi pada individu
(Gibson 2005).

Pengetahuan Gizi

Khomsan (2000) menyatakan bahwa pengetahuan gizi menjadi landasan


penting yang menentukan konsumsi pangan keluarga. Individu yang
berpengetahuan gizi baik akan mempunyai konsumsi pangan keluarga yang baik
pula. Individu yang berpengetahuan gizi baik akan mempunyai kemampuan
untuk menerapkan pengetahuan gizinya didalam pemilihan maupun pengolahan
pangan sehingga konsumsi pangan yang mencukupi dapat lebih terjamin.
Pengetahuan gizi merupakan aspek kognitif yang mencirikan seseorang
memahami tentang gizi, pangan dan kesehatan (Sukandar 2007).
Pengetahuan gizi mempunyai peranan penting dalam pembentukan
kebiasaan makan seseorang, sebab hal ini akan mempengaruhi seseorang
dalam memilih jenis dan jumlah makanan yan dikonsumsi (Harper et al. 1985).
Pengetahuan terbentuk setelah seseorang melakukan pengindraan
terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan dicakup dalam dominan kognitif dan
mempunyai enam tingkatan yaitu mengetahui, memahami, menggunakan,
melakukan analisa, melakukan sintesa, dan evaluasi. Pengetahuan diperoleh
seseorang melalui pengetahuan melalui media masa, pendidikan formal maupun
non formal (Notoatmodjo 1993).
Menurut Apriadji (1986) diacu dalam Madaniah (2002), seseorang yang
memiliki pendidikan rendah, belum tentu kurang mampu menyusun makan yang
memenuhi persyaratan gizi sebanding dengan orang yang berpendidikan lebih
tinggi. Hal ini disebabkan, orang yang memiliki rasa ingin tahu yang tinggi maka
akan rajin dalam mendengarkan informasi tentang gizi sehingga pengetahuan
gizinya akan baik.
Engel et al. (1994) mendefenisikan pengetahuan adalah informasi yang
disimpan dalam ingatan yang menjadi penentu utama perilaku seseorang.
Menurut harper et al. (1985), suatu hal yang menyakinkan tentang pentingnya
pengetahuan gizi didasarkan pada tiga kenyataan:
1. Status gizi yang cukup adalah penting bagi kesehatan dan kesejahteraan
2. Setiap orang hanya akan cukup gizi jika makanan yan dimakannya mampu
menyediakan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan tubuh yang
optimal, pemeliharaan dan energi
17

3. Ilmu gizi memberikan fakta-fakta yang perlu sehingga penduduk dapat belajar
menggunakan pangan dengan baik bagi kesejahteraan gizi.
Tingkat pengetahuan gizi seseorang berpengaruh terhadap sikap dan
perilaku makanan yang pada akhirnya akan berpengaruh pada keadaan gizi
individu yang bersangkutan. Semakin tinggi tingkat pengetahuan gizi seseorang
diharapkan semakin baik pula keadaan gizinya (Irawati et al. 1992).

Serat Pangan

Serat akhir-akhir ini banyak mendapat perhatian karena peranannya


dalam mencegah berbagai penyakit (Almatsier 2001). Hanya dalam beberapa
dasawarsa terakhir ini diungkapkan oleh para ilmuan, bahwa serat-serat yang
terdapat dalam bahan pangan yang tidak tercerna mempunyai pengaruh positif
bagi tubuh. Nama atau istilah yang digunakan untuk serat tersebut adalah serat
pangan (dietary fiber). serat kasar tidaklah identik dengan serat pangan (Winarno
1997). Skala (1975) diacu dalam Winarno (1997) menyatakan bahwa kira-kira
hanya sekitar seperlima sampai setengah dari seluruh serat kasar yang benar-
benar berfungsi sebagai serat pangan. Serat-serat tersebut banyak berasal dari
dinding sel berbagai sayuran dan buah-buahan. Berbagai jenis makanan nabati
pada umumnya banyak mengandung serat pangan.
Serat merupakan komponen dari jaringan tanaman yang tahan terhadap
proses hidrolisis oleh enzim dalam lambung dan usus kecil (Winarno 1997).
Menurut Linder (1992), serat adalah istilah/pemberian nama yang salah karena
materi tersebut tidak berserat, tidak panjang berupa benang dan sebenarnya
dapat larut. Pencernaan juga memerlukan definisi lebih lanjut, karena bakteri
flora saluran pencernaan dapat menyerang dan mendegadasi serat tersebut
terutama dalam kolon (enzim saluran pencernaan manusia sendiri tidak ada yang
dapat memecahkanya).
Serat dikategorikan ke dalam dua golongan yaitu serat tidak larut air dan
serat larut air. Serat yang tidak larut dalam air adalah selulosa, hemiselulosa, dan
liginin. Serat yang larut dalam air adalah pektin, gum, mukilase, glukan, dan algal
(Almatsier 2001). Serat yang tidak larut air (insoluble fibers) didefinisikan sebagai
serat yang tidak dapat dilarutkan dalam air dan tidak dapat dicerna oleh bakteri di
dalam usus besar. Serat yang larut di dalam air (soluble fibers) adalah serat yang
dapat dilarutkan dalam air dan dapat dicerna (difermentasi) oleh bakteri di dalam
usus besar (Wardlaw 1999).
18

Menurut Astawan & Wresdiyati (2004), serat pangan larut dalam air
merupakan komponen serat yang dapat larut di dalam air dan dalam saluran
pencernaan. Komponen serat ini dapat membentuk gel dengan cara menyerap
air. Kelompok serat pangan larut air adalah pektin, psilium, gum, musilase,
karagenan, asam alginat, dan agar-agar. Fungsi utama serat pangan larut air
adalah sebagai berikut ( Astawan & Wresdiyati 2004):
1. memperlambat kecepatan pencernaan dalam usus sehingga aliran energi
ke dalam tubuh menjadi stabil;
2. memberikan perasaan kenyang yang lebih lama;
3. memperlambat kemunculan gula darah (glukosa) sehingga insulin yang
dibutuhkan untuk mengubah glukosa menjadi energi semakin sedikit;
4. membantu mengendalikan berat badan dengan memperlambat
munculnya rasa lapar;
5. meningkatkan kesehatan saluran pencernaan dengan cara meningkatkan
motilitas (pergerakan) usus besar;
6. mengurangi risiko penyakit jantung;
7. mengikat asam empedu;
8. mengikat lemak dan kolesterol kemudian dikeluarkan melalui feses
(proses buang air besar).
Serat pangan tidak larut adalah serat yang tidak dapat larut, baik di dalam
air maupun didalam saluran pencernaan. Sifat yang menonjol dari komponen
serat ini adalah kemampuannya menyerap air serta meningkatkan tekstur dan
volume feses sehingga makanan dapat melewati usus besar dengan cepat dan
mudah. Kelompok serat pangan tidak larut air adalah selulosa, hemiselulosa, dan
lignin. Sebaiknya mengonsumsi kombinasi bermacam serat pangan dari beras
yang masih terdapat kulit arinya, biji-bijian, sayur-sayuran, dan buah-buahan,
agar dapat memenuhi kebutuhan serat pangan dan sekaligus memenuhi gizi
yang lengkap dan seimbang ( Astawan & Wresdiyati 2004).
Fungsi serat pangan tidak larut air adalah sebagai berikut ( Astawan &
Wresdiyati 2004):
1. mempercepat waktu transit makanan dalam usus dan meningkatkan berat
feses;
2. memperlancar proses buang air besar;
3. mengurangi risiko wasir, divertikulosis dan kanker usus besar.
19

Para peneliti masa kini menduga bahwa kandungan serat dalam


makanan yang dikonsumsi sebagian besar orang sangat kurang memadai. Di
Negara-negara industri, kebanyakan karbohidrat yang dikonsumsi adalah dalam
bentuk yang amat murni, seperti gula putih, tepung terigu dan roti tawar.
Dinergara inilah terjadi serangan penyakit saluran pencernaan seperti
divertikulosis (tonjolan-tonjolan kecil atau borok pada usus besar), kanker usus
besar dan hernia. Penyakit-penyakit ini berkaitan dengan sembelit dan lambatnya
makanan bergerak dalam saluran pencernaan. Diduga pula susunan makanan
yang mengandung banyak serat meperlambatkecepatan absorpsi glukosa dan
lemak dari usus halus sehingga mengurangi risiko diabetes dan penyakit-
penyakit pembuluh darah (Gaman & Sherrington 1992).
Hasil penelitian Puslitbang Gizi Bogor menunjukkan bahwa konsumsi
serat rata-rata penduduk Indonesia tahun 2001 adalah sekitar 10,5 gram per hari.
Angkakonsumsi tersebut tentu saja masih sangat jauh dari angka kecukuopan
yang dianjurkan. Dietary Guidelines for American menganjurkan untuk
mengonsumsi makanan yang mengandung pati dan serat dalam jumlah tepat
(20-35 gram/hari) (Depkes 2008). National Cancer Institute menganjurkan
konsumsi serat makanan untuk orang dewasa adalah sebanyak 20-30 gram/hari,
sementara America Diet Association (ADA) merekomendasikan 25-35 gram/hari
(Sulistijani 2005). Batas bawah konsumsi serat makanan menurut WHO adalah
27 gram serat/hari dan batas atasnya 40 gram serat/hari (Sizer & Whitney 2000).
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa konsumsi serat berkontribusi ke
sejumlah efek metabolisme terhadap perubahan berat badan, yang meliputi
perbaikan sensitivitas insulin, modulasi sekresi hormon usus tertentu, dan efek
pada penanda metabolisme dan berbagai inflamasi yang berkaitan dengan
sindrom metabolik (Pfeiffer & Weickert 2008). Kebutuhan akan serat dapat
terpenuhi pada buah, sayur, kacang-kacangan, dan padi-padian. Walaupun tidak
mengandung gizi, tetapi serat makanan memiliki khasiat kesehatan yang
tergantikan oleh zat gizi lain. Klasifikasi serat dapat dilihat pada Tabel 3 dibawah
ini.
20

Tabel 3. Klasifikasi Serat


Larut dalam air Tidak larut dalam air
Polisakarida Gum Selulosa
Hemiselulosa* Hemiselulosa*
Muciages
Paktin
Non Polisakarida - Lignin
Sumber Buah-buahan Sayuran
Oats Gandum
Barley Biji-bijian
Legum
Efek terhadap kesehatan Menurunkan kolesterol darah
Menurunkan penyerapan glukosa
Serat berfungsi mengontrol berat badan karena serat tidak
menyumbangkan banyak energi. Serat juga dapat mencegah atau meringankan
risiko diare dan konstipasi karena serat dapat menarik air ke dalam saluran cerna
dan melembutkan feses. Dengan mekanisme tersebut, serat dapat mencegah
konstipasi dan juga diare. Serat penting dalam mencegah kanker kolon karena
serat dapat mendorong percepatan lewatnya makanan melalui saluran cerna,
karena itu mempunyai transit time yang pendek sehingga mencegah terbukanya
jaringan yang menyebabkan kanker dalam makanan. Beberapa serat
menangkap cairan empedu dan membawanya keluar tubuh serta hal ini juga
menurunkan risiko kanker (Devi 2010).
Riset yang telah dibuat menunjukkan bahwa makanan yang mengandung
serat menolong untuk menghindarkan manusia dari masalah kanker usus dan
kanker dubur. Fungsinya dapat meningkatkan sekresi pankreas, memproduksi
asam lemak rantai pendek dan cairan empedu, membuat rasa cepat kenyang
karena volumenya yang besar, dan meningkatkan berat feses karena mampu
larut dan terikat dengan air. Selain itu, serat juga mampu menurunkan serum
lemak, mempercepat proses makanan dalam saluran pencernaan, dan
menguntungkan pertumbuhan mikroflora yang baik bagi pencernaan (Devi 2010).
Belum ada AKG untuk serat. Namun, untuk diet 2000 Kalori pada orang
dewasa, paling sedikit 1000-2000 Kalori harus berasal dari karbohidrat kompleks.
Diet serat yang dianjurkan adalah 20-35 gram per hari dan cukup untuk
pemeliharaan tanpa efek negatif terhadap kesehatan. Kekurangan konsumsi
serat memberikan efek negatif pada kesehatan, terutama sembelit atau buang air
besar. Adapun apabila asupan serat berlebih, tubuh akan mengalami dampaknya
karena serat tidak mengandung energi atau zat gizi lain sehingga menyebabkan
defisiensi zat gizi. Serat di fermentasi oleh bakteri dalam usus besar sehingga
menyebabkan kembung. Serat juga membatasi penyerapan mineral, seperti
21

kalsium, kalium, seng, dan besi sehingga dikhawatirkan tubuh akan kekurangan
mineral tersebut (Devi 2010).
Diet tinggi serat adalah modifikasi dari susunan makanan biasa dengan
menambahkan bahan pangan yang banyak mengandung serat pangan.
Banyaknya serat pangan yang diperoleh umumnya sekitar lima kali banyaknya
serat kasar (2-10 kali) yang terdapat dalam bahan pangan, bergantung pada
jenis bahannya. Menurut Astawan dan wresdiyati (2004), untuk memenuhi
kebutuhan serat 25-30 gram setiap hari, penyusunan menu pola seimbang
sehari-hari adalah 3 porsi nasi, 2 porsi lauk hewani (daging/ikan atau ayam/telur),
2 porsi lauk nabati (tempe/tahu atau kacang-kacangan lain), 1 porsi kudapan
(misalnya kacang hijau atau umbi-umbian), 3 porsi aneka sayuran, 2 porsi aneka
buah-buahan. Satu porsi setara dengan satu satuan penukar pada bahan
makanan.

Anda mungkin juga menyukai