Anda di halaman 1dari 16

Kata pengantar

Segala puji bagi tuhan yang maha esa atas selesainya penyusunan karya ilmiah ini.Shalawat serta

salam kita haturkan pula kepada junjungan kita,Nabi Muhammad Saw., beserta para Keluarga dan

para Sahabat serta siapa saja yang mengikuti syariatnya dengan ihsan sampai dengan hari Akhir kelak.

Penyusunan karya ilmiah ini disusun untuk memenuhi tugas kimia tentang Metode Ilmiah. Selain

itu tujuan dari penyusunan karya ilmiah ini juga untuk menambah wawasan tentang masalah

pencemaran udara dan dampak yang ditimbulkannya terhadap lingkungan dan kesehatan.

Karya ilmiah ini merupakan sebuah ringkasan mengenai dampak dari pencemaran udara. Serta

berisi ajakan untuk menjaga kelestarian dan kehijauan bumi kita. Selain itu juga untuk memperluas

pengetahuan kita akan hal-hal yang menyebabkan pencemaran udara.

Karya ilmiah ini disusun sedemikian mungkin agar mudah dimengerti maksud dan tujuannya.

Dengan menggunakan komponen-komponen sebagai berikut:

1. Rumusan masalah

2. Penyusunan hipotesi

3. Pembahasan

4. Kesimpulan

5. Saran

Semoga karya ilmiah ini memberikan manfaat bagi saya sendiri dan orang-orang yang

membaca karya ilmiah ini.

Akhirnya, penulis menungucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada pihak yang

telah membantu dalam penyusunan karya ilmiah ini, khususnya kepada mis Yosi Puspita Sari

Saya sebagai penulis menyadari sepenuhnya bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari kata

sempurna.

Oleh karna itu kritik dan saran yang bersifat relevansi dengan penyampurnaan karya ini

sangat saya harapkan. kritik dan saran sekecil apapun akan saya perhatikan dan pertimbangkan guna

menyampurnakan hasil karya ilmiah saya untuk selanjutnya.

1
Daftar isi

Bab 1 Pendahuluan..................................................................................................................3

A. Latar belaka.........................................................................................................................3

B. Batasan masalah .................................................................................................................3

C. Tujuan penulisan.................................................................................................................3

D. Manfaat penulisan...............................................................................................................4

Bab 2 Pembahasan................................................................................................................................4

Bab 3 Penutup.....................................................................................................................................14

A. Kesimpulan ..............................................................................................................................14

B. Saran ................................................................................................................................15

Daftar pustaka ......................................................................................................................................16

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pariwisata merupakan salah satu sektor yang diandalkan pemerintah untuk memperoleh
devisa dari penghasilan non migas. Peranan pariwisata dalam pembangunan nasional, disamping
sebagai sumber perolehan devisa juga banyak memberikan sumbangan terhadap bidang-bidang
lainnya, diantaranya menciptakan dan memperluas lapangan usaha, meningkatkan pendapatan
masyarakat dan pemerintah, mendorong pelestarian lingkungan hidup dan budaya bangsa,
memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa. Indonesia mempunyai potensi besar untuk menjadi
kawasan tujuan wisata dunia, karena mempunyai tiga unsur pokok yang membedakan
Indonesia dengan negara lain. Hal tersebut merupakan daya tarik wisatawan untuk mengunjungi
Indonesia, karena rasa keingintahuannya, potensi pertama adalah masyarakat (people), masyarakat
Indonesia terkenal dengan keramahannya dan bisa bersahabat dengan bangsa manapun, potensi
kedua adalah alam (nature heritage), Indonesia mempunyai alam yang indah, yang tidak
dipunyai negara-negara lain, misalnya pegunungan yang ada di setiap pulau, pantai yang
indah, goa, serta hamparan sawah yang luas dan enak untuk dinikmati, potensi ketiga adalah
budaya (cultural heritage), Indonesia merupakan negara yang mempunyai kekayaan budaya yang
beragam. Setiap suku, Kota, dan pulau mempunyai ciri khas, baik dari segi logat, baju, bangunan
rumah, musik, maupun upacara-upacara adat dan transportasi tradisionalnya, semuanya menjadi
ciri khas bangsa Indonesia sebagai bangsa yang kaya budaya, ketiga unsur tersebut yang akan
mendukung pesatnya kemajuan pariwisata Indonesia. Indonesia dikenal mempunyai sejarah dan
budaya yang beraneka ragam, budaya juga meliputi sistem pengetahuan dan sistem ide
gagasan yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan
benda-benda yang bersifat nyata, seperti pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi
sosial, religi, seni dan lain-lain, yang semuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam
melangsungkan kehidupan bermasyarakat.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana sejarah terbentuknya Museum Purbakala Sangiran?
2. Bagaimana keadaan geo-stratigrafi dan pertanggalan manusia purba Homo erectus yang
ada di Sangiran?
3. Bagaimana pemeliharaan dan pelestarian benda-benda yang terdapat di museum sangiran
4. Bagaimana pengembangan situs sangiran?

3
C. TUJUAN PENULISAN
1. Bagaimana sejarah terbentuknya Museum Purbakala Sangiran?
2. Bagaimana keadaan geo-stratigrafi dan pertanggalan manusia purba Homo erectus yang
ada di Sangiran?
3. Bagaimana pemeliharaan dan pelestarian benda-benda yang terdapat di Museum Purbakala
Sangiran?
4. Bagaimana pengembangan Museum Purbakala Sangiran?

D. MANFAAT PENULISAN
1. Mengenali keadaan geologi umum daerah Sangiran dan membandingkannya dengan data
literatur.
2. Menambah pengetahuan tentang Museum Purbakala Sangiran
3. Menambah referensi tentang Museum Purbakala Sangiran

BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah terbentuknya Museum Purbakala Sangiran


Sangiran adalah sebuah situs arkeologi (Situs Manusia Purba) di Jawa, Indonesia. Sangiran
terletak di sebelah utara Kota Solo dan berjarak sekitar 15 km (tepatnya di desa krikilan, kec.
Kalijambe, Kab.Sragen). Gapura Situs Sangiran berada di jalur jalan raya Solo–Purwodadi dekat
perbatasan antara Gemolong dan Kalioso (Kabupaten Karanganyar). Gapura ini dapat dijadikan
penanda untuk menuju Situs Sangiran, Desa Krikilan. Jarak dari gapura situs Sangiran menuju Desa
Krikilan ± 5 km.

Situs Sangiran memunyai luas sekitar 59, 2 km² (SK Mendikbud 070/1997) secara
administratif termasuk kedalam dua wilayah pemerintahan, yaitu: Kabupaten Sragen (Kecamatan
Kalijambe, Kecamatan Gemolong, dan Kecamatan Plupuh) dan Kabupaten Karanganyar (Kecamatan
Gondangrejo), Provinsi Jawa Tengah (Widianto & Simanjuntak, 1995). Pada tahun 1977 Sangiran
ditetapkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia sebagai cagar budaya. Oleh
Karenanya Dalam sidangnya yang ke 20 Komisi Warisan Budaya Dunia di Kota Marida, Mexico
tanggal 5 Desember 1996, menetapkan Sangiran sebagai salah satu Warisan Budaya Dunia “World
Heritage List” Nomor : 593. Dengan demikian pada tahun tersebut situs ini terdaftar dalam Situs
Warisan Dunia UNESCO.
Pada awalnya Sangiran adalah sebuah kubah yang dinamakan Kubah Sangiran. Puncak kubah
ini kemudian melalui proses erosi sehingga membentuk depresi. Pada depresi itulah dapat ditemukan
lapisan tanah yang mengandung informasi tentang kehidupan di masa lampau. Museum Sangiran

4
beserta situs arkeologinya, selain menjadi obyek wisata yang menarik juga merupakan arena
penelitian tentang kehidupan pra sejarah terpenting dan terlengkap di Asia, bahkan dunia.
Di museum dan situs Sangiran dapat diperoleh informasi lengkap tentang pola kehidupan
manusia purba di Jawa yang menyumbang perkembangan ilmu pengetahuan seperti Antropologi,
Arkeologi, Geologi, Paleoanthropologi. Di lokasi situs Sangiran ini pula, untuk pertama kalinya
ditemukan fosil rahang bawah Pithecantropus erectus (salah satu spesies dalam taxon Homo erectus)
oleh arkeolog Jerman, Profesor Von Koenigswald. Di area situs Sangiran ini pula jejak tinggalan
berumur 2 juta tahun hingga 200.000 tahun masih dapat ditemukan hingga kini. Relatif utuh pula.
Sehingga para ahli dapat merangkai sebuah benang merah sebuah sejarah yang pernah terjadi di
Sangiran secara berurutan.
Bentang lahan situs tersebut meliputi areal seluas ± 48 km2 yang berbentuk seolah seperti
kubah (dome), sehingga situs tersebut dinamakan dengan Sangiran Dome. Situs Sangiran merupakan
salah satu situs manusia purba yang sangat berperan penting dalam perkembangan penelitian di
bidang palaeoanthropology di Indonesia. Pada tahun 1934 penelitian yang dilakukan oleh G.H.R. von
Koenigswald yang menemukan beberapa alat sepih yang terbuat dari batu kalsedon di atas bukit
Ngebung, arah Baratlaut Sangiran Dome.
Berdasarkan penelitian geologis, situs Sangiran merupakan kawasan yang tersingkap lapisan
tanahnya akibat proses orogenesa (pengangkatan dan penurunan permukaan tanah) dan kekuatan
getaran di bawah permukaan bumi (endogen) maupun di atas permukaan bumi (eksogen). Aliran
Sungai Cemoro yang melintasi wilayah tersebut juga mengakibatkan terkikisnya kubah Sangiran
menjadi lembah yang besar yang dikelilingi oleh tebing-tebing terjal dan pinggiran-pinggiran yang
landai. Beberapa aktifitas alam di atas mengakibatkan tersingkapnya lapisan tanah/formasi periode
pleistocen yang susunannya terbentuk pada tingkat-tingkat pleistocen bawah (lapisan Pucangan),
pleistocen tengah (lapisan Kabuh), dan pleistocen atas (lapisan Notopuro). Fosil-fosil manusia purba
yang ditemukan di laipsan-lapisan tersebut berasosiasi dengan fosil-fosil fauna yang setara dengan
lapisan Jetis, lapisan Trinil, dan lapisan Ngandong.
Diperkirakan situs Sangiran pada masa lampu merupakan kawasan subur tempat sumber
makanan bagi ekosistem kehidupan. Keberadaanya di wilayah katulistiwa, pada jaman fluktuasi
jaman glassial-interglassial menjadi tempat tujuan migrasi manusia purba untuk mendapatkan sumber
penghidupan. Dengan demikian kawasan sangiran pada kala pleistocen menjadi tempat hunian dan
ruang subsistensi bagi manusia pada masa itu.
Tempat-tempat terbuka seperti padang rumput, semak belukar, hutan kecil dekat sungai atau
danau menjadi pilihan sebagai tempat hunian manusia pada kala pleistocen. Mereka membuat
pangkalan (station) dalam aktifitas perburuan untuk m,endapatkan sumber kebutuhan hidupnya.
Pilihan situs Sangiran dome sebagai pangkalan aktifitas perburuan mengingatkan kita dengan living
floor (lantai hidup) atau old camp site di lembah Olduvai, Tanzania (Afrika). Indikasi suatu situs

5
sebagai tempat hunian dan ruang subsistensi adalah temuan fosil manusia purba, fauna, dan artefak
perkakas yang ditemukan saling berasosiasi.
Secara geo-stratigrafis, Situs Sangiran yang posisinya berada pada depresi Solo di kaki
Gunung Lawu ini dahulu merupakan suatu kubah (dome) yang tererosi di bagian puncaknya sehingga
menyebabkan terjadinya reverse (kenampakan terbalik). Kondisi deformasi geologis seperti ini
kemudian semakin diperjelas oleh aliran Kali Brangkal, Cemoro dan Pohjajar (anak-anak cabang
Bengawan Solo) yang mengikis situs ini mulai di bagian utara, tengah dan selatan. Akibat dari kikisan
aliran sungai tersebut maka menyebabkan lapisan-lapisan tanah tersingkap secara alamiah dan
memperlihatkan berbagai jejak fosil (manusia purba dan hewan vertebrata) (Widianto & Simanjuntak
1995).
Sejarah atau riwayat penelitian di Situs Sangiran bermula dari laporan GHR. Von
Koenigswald yang menemukan sejumlah alat serpih dari bahan batuan jaspis dan kalsedon di sekitar
bukit Ngebung pada tahun 1934 (Koenigswald, 1936). Temuan alat-alat serpih yang kemudian
terkenal dengan istilah ‘Sangiran Flakes-industry’ tersebut diperkirakan berasal dari lapisan (seri)
Kabuh Atas yang berusia Plestosen Tengah. Namun hasil pertanggalan tersebut banyak dikritik oleh
para ahli (de Terra, 1943; Heekeren, 1972) karena temuan tersebut dihubungkan dengan konteks
Fauna Trinil yang tidak autochton (Bartstra dan Basoeki, 1984: 1989) atau bukan dari hasil
pengendapan primer (Bemellen, 1949).
Penelitian di situs ini menjadi semakin menarik dan berkelanjutan ketika pada tahun 1936
ditemukan fragmen fosil rahang bawah (mandibula) manusia purba Homo erectus yang kemudian
disusul oleh temuan fosil-fosil lainnya. Setelah masa pasca Koenigswald atau pada sekitar tahun
1960-an, penelitian terhadap fosil-fosil hominid dan paleotologis di situs ini kemudian diambil alih
oleh para peneliti dari Indonesia (antara lain T. Jacob dan S. Sartono) serta terus berkelanjutan sampai
sekarang. Penelitian yang sangat ‘spektakuler’ terjadi ketika Puslit Arkenas melakukan kerjasama
penelitian dengan Museum National d’Histoire Naturelle (MNHN), Perancis melalui ekskavasi besar-
besaran selama 5 tahap (tahun 1989 – 1993) di bukit Ngebung yang menghasilkan sejumlah temuan
secara ‘insitu’ dan pertanggalan absolut yang sangat menarik. Penelitian Situs Sangiran semakin
berkembang pesat dalam dekade lima tahun belakangan ini setelah Balar Yogya ikut berpartisipasi
langsung dan melakukan program-program penelitian secara intensif dan terpadu (Widianto 1997;
Jatmiko 2001).

B. Keadaan geo-stratigrafi dan pertanggalan manusia purba Homo erectus


Sangiran adalah sebuah situs paleontologis yang terlengkap di Indonesia dan cukup
terkemuka di dunia. Keberadaan situs ini secara resmi telah diakui oleh UNESCO sebagai salah satu
situs warisan budaya dunia sejak bulan Desember 1996 (Widianto 2000). Dari sekitar 100 individu
temuan fragmen fosil manusia purba yang didapatkan di Indonesia, hampir 65% -nya berasal dari
Situs Sangiran dan mencakup sekitar 50 % dari populasi taxon Homo erectus di dunia. Pada

6
umumnya fosil-fosil tersebut ditemukan secara kebetulan (temuan penduduk) dan dalam bentuk
fragmenter; yaitu antara lain berupa tulang-tulang tengkorak, mandibula dan femur. Fosil-fosil
tersebut ditemukan pada beberapa tempat atau lokasi utama di Pulau Jawa; yaitu antara lain di Pati
Ayam, Sangiran, Ngandong dan Sambungmacan (Jawa Tengah) serta di daerah Trinil dan Perning
(Jawa Timur). Berdasarkan bentuk fisik dan lingkungan endapan asalnya, secara umum temuan fosil-
fosil manusia purba di Indonesia dikategorikan menjadi 3 kelompok utama (Widianto, 1996); yaitu
kelompok Pithecanthropus arkaik yang berasal dari Formasi Pucangan (Plestosen Bawah) yang
ditaksir mempunyai usia antara 1,7 – 0,7 tahun. Termasuk dalam kelompok ini adalah Meganthropus
palaeojavanicus dan Pithecanthropus mojokertensis. Kelompok kedua adalah jenis Pithecanthropus
klasik yang berasal dari Formasi Kabuh (Plestosen Tengah) yang mempunyai usia sekitar 800.000 –
400.000 tahun. Jenis kelompok ini (Homo erectus) yang paling banyak ditemukan di Sangiran.
Kelompok yang ketiga adalah Pithecanthropus progresif yang berasal dari Formasi Notopuro
(Plestosen Atas) dan mempunyai umur antara 400.000 – 100.000 tahun. Termasuk dalam kelompok
ini adalah temuan Homo soloensis dari Ngandong dan Trinil (Widianto 1996, Semah et.al. 1990).
Dome Sangiran merupakan daerah yang tersingkap. Berdasarkan hasil penelitian
terbentuknya Dome Sangiran merupakan peristiwa geologis yaitu diawali pada 2,4 juta tahun yang
lalu terjadi pengangkatan,gerakan lempeng bumi,letusan gunung berapi dan adanya masa glasial
sehingga terjadi penyusutan air laut yang akhirnya membuat wilayah Sangiran terangkat keatas, hal
ini dibuktikan dengan endapan yang bisa kita jumpai di sepanjang Sungai Puren yang tersingkap
lapisan lempeng biru dari Formasi Kalibeng yang merupakan endapan daerah lingkungan lautan dan
hingga sekarang ini banyak sekali dijumpai fosil-fosil moluska laut.
Dari pengamatan stratigrafi batuannya, ada beberapa formasi, diantaranya :
1. Formasi Kalibeng
Lempung biru yang membentuk apa yang disebut kalangan arkeolog sebagai Formasi Kalibeng di
bagian paling bawah adalah endapan paling tua. Endapan itu tercipta sejak 2,4 juta tahun lalu ketika
daerah ini masih merupakan lingkungan laut dalam. Di dalam lapisan lempung biru, selain
mengandung foraminifera dan jenis mollusca laut (turitella, arca, nasarius, dan lain-lain) juga
ditemukan fosil ikan, kepiting, dan gigi ikan hiu. Berumur 2,4 juta s/d 1.8 juta tahun lalu. Dengan
lapisan:
 Lapisan napal (Marl)
 Lapisan lempung abu-abu (biru) dari endapan laut dalam
 Lapisan foraminifera dari endapan laut dangkal
 Lapisan balanus batu gamping
 Lapisan lahar bawah dari endapan air payau

Formasi ini berada diatas lapisan atau formasi kalibeng. Sekitar 1.800.000 – 700.000 tahun yang
lalu formasi ini merupakan rawa pantai dan di dalam lapisan ini terbentuk endapan diatomit yang

7
mengandung cangkang diatomea laut. Formasi ini berupa lempung hitam dan mulai terbentuk dari
endapan lahar Gunung Merapi purba dan Gunung Lawu purba. Formasi Pucangan banyak
mengandung fosil manusia purba dan hewan mamalia, antara lain reptil (buaya dan kura-kura),
mamalia, rusa, bovidae, gajah, babi, monyet, domba, dan fosil kayu. Berumur 1.8 juta s/d 700 ribu
tahun lalu. Dengan lapisan:
 Lapisan lempung hitam (kuning) dari endapan air tawar
 Lapisan batuan kongkresi
 Lapisan lempung volkanik (Tuff) (ada 14 tuff)
 Lapisan batuan nodul
 Lapisan batuan diatome warna kehijauan
3. Formasi Grenzbank
Pada 700.000 tahun yang lalu formasi grenzbank terletak diatas formasi Pucangan. Terbentuknya
formasi ini terjadi erosi pecahan gamping pisoid dari pegunungan selatan yang terletak di selatan
Sangiran dan kerikil-kerikal vulkanik dari Pegunungan Kendeng di utaranya. Material erosi tersebut
menyatu di Sangiran sehingga membentuk suatu lapisan keras setebal 1-4 meter, yang disebut
grenzbank alias lapisan pembatas. Lapisan ini dipakai sebagai tanda batas antara Formasi pucangan
dan Formasi Kabuh. Pengendapan grenzbank menandai perubahan lingkungan rawa menjadi
lingkungan darat secara permanen di Sangiran. Pada Grenzbank banyak ditemukan hewan mamalia,
ditemukan pula fosil Homo Erectus.
4. Formasi Kabuh
Pada periode berikutnya terjadi letusan gunung yang hebat di sekitar Sangiran, berasal dari
Gunung Lawu, Merapi dan Merbabu purba. Letusan hebat telah memuntahkan jutaan kubik endapan
pasir vulkanik, kemudian diendapkan oleh aliran sungai yang ada di sekitarnya saat itu. Aktivitas
vulkanik tersebut tidak hanya terjadi dalam waktu yang singkat, tetapi susul-menyusul dalam periode
lebih dari 500.000 tahun. Aktivitas alam ini meninggalkan endapan pasir fluvio-volkanik setebal tidak
kurang dari 40 meter, dikenal sebagai Formasi Kabuh. Lapisan ini mengindikasikan daerah Sangiran
sebagai lingkungan sungai yang luas saat itu: ada sungai utama dan ada pula cabang-cabangnya dalam
suatu lingkungan vegetasi terbuka. Salah satu sungai purba yang masih bertahan adalah Kali Cemoro.
Berbagai manusia purba yang hidup di daerah Sangiran mulai 700.000 hingga 300.000 tahun
kemudian terpintal oleh aliran pasir ini. "Mereka" diendapkan pada sejumlah tempat di Sangiran.
Badak, antilop dan rusa yang ada di grenzbank masih tetap ada pada Formasi Kabuh. Stegodon sp
ditemani jenis lain, Elephas hysudrindicus dan Epileptobos groeneveldtii (banteng).
Saat itu mereka masih meneruskan tradisi pembuatan alat serpih bilah. Pada Kala Plestosen
Tengah inilah Sangiran menunjukkan lingkungan yang paling indah: hutan terbuka dengan berbagai
sungai yang mengalir, puncak dari kehidupan Homo erectus beserta lingkungan fauna dan budayanya.

8
Lapisan ini merupakan lapisan yang paling banyak menghasilkan fosil manusia dan binatang.
Berumur 700 ribu s/d 250 ribu tahun lalu. Dengan Lapisan:

 Lapisan konglomerat
 Lapisan batuan grenzbank sebagai pembatas
 Lapisan lempeng vulkanik (tuff) (ada 3 tuff)
 Lapisan pasir halus silang siur
 Lapisan pasir gravel.
5. Formasi Notopuro
Formasi Notopuro yang berada pada lapisan teratas di situs Sangiran ini sekitar 500.000 –
250.000 tahun yang lalu dengan litologi breksi laharik dan batu gamping tufaan yang diakibatkan oleh
banyaknya aktivitas vulkanik. Lahar vulkanik diendapkan kembali di daerah Sangiran, yang juga
mengangkut material batuan andesit berukuran kerikil hingga bongkah. Di dalam lapisan ini banyak
ditemukan artefak batu hasil budaya manusia yang berupa serpih-bilah (sehingga Sangiran dijuluki
industri serpih-bilah Sangiran), kapak perimbas, bola batu, kapak penetak, dan kapak persegi. Selain
itu, lapisan ini juga ditandai oleh endapan lahar, breksi, pasir dan juga banyak ditemukan alat serpih,
fosil kerbau dan kijang.
Setelah pembentukan Formasi Notopuro, terjadilah pelipatan morfologi secara umum di Sangiran,
yang mengakibatkan pengangkatan Sangiran ke dalam bentuk kubah raksasa. Erosi K. Cemoro
berlangsung terus-menerus di bagian puncak kubah sehingga menghasilkan cekungan besar yang saat
ini menjadi ciri khas dari morfologi situs Sangiran. Berumur 250 ribu s/d 15 ribu tahun lalu. Dengan
lapisan:
 Lapisan lahar atas
 Lapisan teras
 Lapisan batu pumice
6. Formasi Teras Solo (Kali Pasir)
Berumur 15 ribu s/d 1.5 ribu tahun lalu. Dimana hanya memiliki lapisan endapan sungai batu
kerikil dan kerakal.

C. Pemeliharaan dan pelestarian benda-benda yang terdapat di Museum Sangiran


Sebanyak 50 (lima puluh) individu fosil manusia Homo erectus telah ditemukan. Jumlah ini
mewakili 65 % dari fosil Homo erectus yang ditemukan di seluruh Indonesia atau sekitar 50 % dari
populasi Homo erectus di dunia .Keseluruhan fosil yang telah ditemukan sampai saat ini adalah
sebanyak 13.809 buah. Sebanyak 2.934 fosil disimpan di Ruang Pameran Museum Sangiran dan
10.875 fosil lainnya disimpan di dalam gudang penyimpanan. Dilihat dari hasil temuannya, Situs
Sangiran merupakan situs pra sejarah yang memiliki peran yang sangat penting dalam memahami

9
proses evolusi manusia dan merupakan situs purbakala yang paling lengkap di Asia bahkan di dunia.
Berdasarkan hal tersebut, Situs Sangiran ditetapkan sebagai Warisan Dunia nomor 593 oleh Komite
World Heritage pada saat peringatan ke-20 tahun di Merida, Meksiko.
Koleksi Museum Sangiran
1. Fosil manusia, antara lain Australopithecus africanus , Pithecanthropus mojokertensis
(Pithecantropus robustus ), Meganthropus palaeojavanicus , Pithecanthropus erectus, Homo
soloensis , Homo neanderthal Eropa, Homo neanderthal Asia, dan Homo sapiens .
2. Fosil binatang bertulang belakang, antara lain Elephas namadicus (gajah), Stegodon
trigonocephalus (gajah), Mastodon sp (gajah), Bubalus palaeokarabau (kerbau), Felis palaeojavanica
(harimau), Sus sp (babi), Rhinocerus sondaicus (badak), Bovidae (sapi, banteng), dan Cervus sp (rusa
dan domba).
3. Fosil binatang air, antara lain Crocodillus sp (buaya), ikan dan kepiting, gigi ikan hiu,
Hippopotamus sp (kuda nil), Mollusca (kelas Pelecypoda dan Gastropoda ), Chelonia sp (kura-kura),
dan foraminifera .
4. Batu-batuan , antara lain Meteorit/Taktit, Kalesdon, Diatome, Agate, Ametis
5. Alat-alat batu, antara lain serpih dan bilah, serut dan gurdi, kapak persegi, bola batu dan kapak
perimbas-penetak
6. Koleksi lainnya
a. Fosil kayu yang terdiri dari:
 Fosil kayu
Temuan dari Dukuh Jambu, Desa Dayu, Kecamatan Gondangrejo Kabupaten Karanganyar.
Ditemukan pada tahun 1995 pada lapisan tanah lempung warna abu-abu ditemukan pada formasi
pucangan
 Fosil batang pohon
Temuan dari Desa krikilan , Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen. Fosil ini ditemukan pada
tahun 1977 pada lapisan tanah lempung Warna abu-abu dari endapan ditemukan pada Formasi
pucangan
b. Tulang hasta (Ulna) Stegodon Trigonocephalus
Ditemukan di kawasan cagar sangiran pada tanggal 23 november 1975 di tanah lapisan lempung
warna abu –abu Formasi kabuh bawah.
c. Tulang paha
Ditemukan dari Desa Ngebung, Kecamatan kalijambe, Kabupaten Sragen pada tanggal 4 Februari
1989 pada lapisan tanah lempung warna abu – abu dari endapan ditemukan pada formasi pucangan
atas.

10
d. Tengkorak kerbau
Ditemukan oleh Tardi Pada tanggal 20 November 1992 di Dukuh Tanjung, Desa Dayu
Kecamatan Gondangrejo, Kabupaten Karanganyar pada lapisan tanah Warna coklat kekuning-
kunginan yang bercampur pasir ditemukan formasi kabuh berdasarkan penanggalan geologi berumur
700.000-500 tahun
e. Gigi Elephas Namadicus
Ditemukan di situs cagar budaya sangiran Pada tanggal 12 Desember 1975, Pada lapisan tanah
pasir bercampur kerikil berwarna cokelat ditemukan pada Formasi kabuh
 Fragmen gajah purba
Hidup di daerah cagar budaya sangiran. Jenisnya adalah:
 Mastodon
 Stegodon
 Elephas
f. Tulang rusuk (Casta) Stegodon Trigonocephalus
Ditemukan oleh Supardi pada tanggal 3 Desember 1991 di Dukuh Bukuran, Desa Bukuran
Kecamatan kalijambe Kabupaten Sragen pada lapisan lempung warna abu – abu dari endapan
pucangan atas.
g. Ruas tulang belakang (Vertebrae)
Ditemukan di situs cagar budaya sangiran pada tanggal 15 Desember 1975 di lapisan tanah pasir
berwarna abu – abu pada formasi kabuh bawah.
h. Tulang jari (Phalanx)
Ditemukan di situs sangiran pada tanggal 28 oktober 1975 pada lapisan tanah pasir kasar warna
cokelat kekuning-kuningan pada formasi kabuh.
i. Rahang atas Elephas Namadicus
Rahang ini dilengkapi sebagian gading ditemukan oleh Atmo di Dukuh Ngrejo, Desa
Samomorubuh Kecamatan Plupuh Kabupaten Sragen pada tanggal 24 April 1980 pada lapisan Grenz
bank antara formasi pucangan dan kabuh.
j. Tulang kaki depan bagian atas (Humerus)
Bagian fosil ditemukan oleh Warsito Desa Krikilan, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen
pada tanggal 28 Desember 1998 pada lapisan tanah lempung warna abu – abu dari formasi pucangan
atas kala pleistosen bawah
k. Tulang kering
Ditemukan oleh Warsito di Dukuh Bubak Desa Ngebung, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten
Sragen pada tanggal 4 januari 1993 lapisan tanah lempung warna abu – abu dari formasi pucangan
atas.

11
l. Fosil Molusca
a. Klas Pelecypoda
b. Klas Gastropoda
m. Binatang air
 Tengkorak buaya (Crocodilus Sp.) ditemukan pada tanggal 17 Desember 1994 oleh Sunardi di
Dukuh Blimbing, Desa Ngebung, Kecamatan kalijambe kabupaten Sragen pada formasi pucangan
 Kura – kura (Chlonia Sp.) ditemukan pada tanggal 1 Februari 1990 oleh hari Purnomo Dukuh
Pablengan, Desa krikilan , Kecamatan Kalijambe, kabupaten Sragen pada Formasi pucangan
 Ruas tulang belakang ikan ditemukan pada tanggal 20 November 1975 oleh Suwarno di Desa
Bukuran, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen pada formasi pucangan
Selain mendirikan museum situs prasejarah sangiran untuk menjaga kawasan sangiran,
pemerintah juga mengeluarkan Undang-undang tentang perlindungan cagar budaya sangiran, yaitu:
1) Mengeluarkan SK. Mendikbud No. 70 / 111 / 1977 dan menetapkan sangiran sebagai cagar
budaya. Semua fosil-fosil di wilayah sangiran dilindungi dan setiap temuan harus diserahkan kepada
pemerintah.
2) UU No. 5 Tahun 1992 tentang benda cagar budaya yang lebih keras yaitu, menetapkan
sangiran sebagai cagar budaya ( UNESCO )
Meskipun pemerintah telah membuat peraturan perundang-undangan tentang perlindungan cagar
budaya, tetapi pada kenyataannya masih mengalami beberapa masalah yaitu;
a. Daerah yang seluas 32 km² hanya diawasi oleh tenaga yang sangat terbatas. Daerah itu hanya
dijaga oleh 27 personil, termasuk 8 orang bertugas sebagai satpam.
b. Adanya tradisi memberi hadiah terhadap penemu fosil yang telah berlangsung sejak jaman
pendudukan Belanda.
c. Para pembeli asing menawarkan harga yang lebih tinggi dibandingkan dari pemerintah,
sehingga banyak penduduk setempat yang menjual fosil temuannya kepada pembeli asing.

D. Pengembangan Museum Purbakala Sangiran


Sejak dibangun pada 2005 silam, museum sangiran yang terletak di Kecamatan Kalijambe,
akhirnya diresmikan penggunaannya oleh Wakil Menteri pendidikan dan Kebudayaan Bidang
Kebudayaan yang juga sebagai pembuat Desain Engginering Plan Sangiran, Prof Dr. Windu Nuryati,
PHD. Dua puluh tahun silam tempat tersebut masih berupa joglo sederhana yang dijadikan tempat
pengumpulan fosil-fosil purba oleh kepala desa Krikilan, Toto Marsono. Kini, ditanah yang berusia
1,8 juta tahun itu telah berdiri megah sebuah bangunan museum bertaraf internasional. Berbagai
rangkaian acara digelar mengiringi peresmian museum, mulai dari seminar internasional yang
mendatangkan 100 pakar arkelologi di dunia hingga pelaksanaan penggailian di Sangiran bersama
ilmuwan dari Uni Eropa. Selain itu, pada acara tesebut diserahkan rekonstruksi rangka kuda air
berusia 1,2 juta tahun yang ditemukan di Bukuran oleh tim gabungan Indonesia – Perancis. Museum

12
Sangiran berdiri di dalam Cluster Krikilan yang merupakan Cluster pertama yang telah selesai
dibangun. Masih ada tiga Cluster lainnya yang akan mulai dibangun tahun depan, yaitu Cluster
Ngebung, Cluster Bukuran, keduanya terletak di wilayah Kab. Sragen, dan Cluster Ndayu yang
terletak di wilayah Kab. Karanganyar.
Tiap Cluster tersebut akan menjadi pusat-pusat penelitian zaman purba sesuai masing-masing
bagiannya. Misalnya Cluster Ndayu akan dijadikan pusat penelitian arkeologi mutakhir dan Cluster
Ngebung akan menjadi pusat sejarah temuan fosil. Pembangunan Cluster akan melibatkan Pemerintah
Pusat, Pemerintah Provinsi dan Kabupaten Sragen serta Kabupaten Karanganyar. Selain itu ada
beberapa upaya pemerintah yang dicanangkan untuk mengembangkan situs Manusia Purba Sangiran
antara lain :
 Melengkapi kompleks Museum Manusia Purba Sangiran dengan bangunan audio visual di
sisi timur museum. Dan Bupati Sragen mengubah interior ruang kantor dan ruang pertemuan menjadi
ruang pameran tambahan.
 Pemerintah merencanakan membuat museum yang lebih representative menggantikan
museum yang ada secara bertahap. Didirikan bangunan perkantoran tiga lantai yang terdiri dari ruang
basemen untuk gudang, lantai I untuk Laboratorium, dan lantai II untuk perkantoran. Program
selanjutnya adalah membuat ruang audio visual, ruang transit untuk penerimaan pengunjung, ruang
pameran bawah tanah, ruang pertemuan, perpustakaan, taman purbakala, dan lain-lain.
 Menghadirkan investor – investor guna memaksimalkan pengadaan pembangunan yang lebih
lanjut dengan didukung fasilitas – fasilitas yang memadai.
 Melakukan beberapa pengenalan – pengenalan mengenai Situs Purbakala Sangiran kepada
publik nasional.
Museum Sangiran yang mempunyai 14.000 an koleksi fosil ini menawarkan tiga titik wisata
purba yang menakjubkan. Di museum I, pengunjung dapat menyaksikan pameran fosil-fosil asli dan
peralatan manusia purbakala. Kemudian dimuseum II dihadirkan 12 langkah kemanusiaan, mulai dari
terciptanya alam, terbentuknya kepulauan Indonesia dan Jawa, kedatangan manusia pertama, proses
evolusi sekitar 1,5 juta tahun lalu dan perkembangannya hingga menjadi manusia modern. Sedang
museum III dipertunjukkan tentang zaman keemasan Homo Erectus Sangiran yang bterjadi sekitar
500.000 tahun .
Pengumpulan fosil – fosil Sangiran tidak terlepas dari peran serta Masyarakat Krikilan.
Peresmian pada tanggal 15 Desember 2011 bertepatan dengan peristiwa lima tahun silam 15
Desember 2006, waktu itu terjadi peristiwa penting di Meridian Mexico, dimana Pemerintah
Indonesia menerima tanda pengesahan Situs Sangiran ditetapkan sebagai warisan dunia. Bupati
Sragen mengharapkan Situs Sangiran yang sangat membanggakan namun kadang kurang dikenal oleh
masyarakat Sragen sendiri mengharapkan agar bisa dinikmati oleh semua kalangan tidak hanya
kalangan peneliti. Sragen telah menjadi City of Java Man yang memiliki situs yang mengungkap

13
rahasia sejarah manusia purba. Di situs kebanggaan ini memuat cerita tak terputus sejarah perjalanan
manusia purba hingga menjadi manusia modern. Dan di tanah yang telah berusia lebih dari 1,8 juta
tahun ini ternyata masih banyak menyimpan fosil-fosil purba yang bisa digali, peran serta masyarakat
sangat diperlukan untuk menemukan fosil-fosil ini dan menyerahkannya kepada pemerintah
Indonesia.

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
1. Sangiran adalah sebuah situs arkeologi (Situs Manusia Purba) di Jawa, Indonesia. Sangiran
terletak di sebelah utara Kota Solo dan berjarak sekitar 15 km (tepatnya di desa krikilan, kec.
Kalijambe, Kab.Sragen). Gapura Situs Sangiran berada di jalur jalan raya Solo–Purwodadi dekat
perbatasan antara Gemolong dan Kalioso (Kabupaten Karanganyar). Gapura ini dapat dijadikan
penanda untuk menuju Situs Sangiran, Desa Krikilan. Jarak dari gapura situs Sangiran menuju Desa
Krikilan ± 5 km.
2. Ditemukan lebih dari 13.685 fosil 2.931 fosil ada di Museum, sisanya disimpan di gudang
penyimpanan. Sebagai World Heritage List (Warisan Budaya Dunia). Museum ini memiliki fasilitas-
fasilitas diantaranya: ruang pameran (fosil manusia, binatang purba), laboratorium, gudang fosil,
ruang slide, menara pandang, wisma Sangiran dan kios-kios souvenir khas Sangiran.
3. Keadaan geo-stratigrafi Dari pengamatan stratigrafi batuannya, ada beberapa formasi,
diantaranya :
 Formasi Kalibeng
 Formasi Pucangan
 Formasi Grenzbank
 Formasi Kabuh
 Formasi Notopuro
 Formasi Teras Solo (Kali Pasir)
4. Upaya pemerintah yang dicanangkan untuk mengembangkan situs Manusia Purba Sangiran
antara lain :

14
 Melengkapi kompleks Museum Manusia Purba Sangiran dengan bangunan audio visual
di sisi timur museum. Dan Bupati Sragen mengubah interior ruang kantor dan ruang pertemuan
menjadi ruang pameran tambahan.
 Pemerintah merencanakan membuat museum yang lebih representative menggantikan
museum yang ada secara bertahap. Didirikan bangunan perkantoran tiga lantai yang terdiri dari ruang
basemen untuk gudang, lantai I untuk Laboratorium, dan lantai II untuk perkantoran. Program
selanjutnya adalah membuat ruang audio visual, ruang transit untuk penerimaan pengunjung, ruang
pameran bawah tanah, ruang pertemuan, perpustakaan, taman purbakala, dan lain-lain.
 Menghadirkan investor – investor guna memaksimalkan pengadaan pembangunan yang
lebih lanjut dengan didukung fasilitas – fasilitas yang memadai.
 Melakukan beberapa pengenalan – pengenalan mengenai Situs Purbakala Sangiran kepada
publik nasional.

B. SARAN
Sebagai warga negara yang baik dan khususnya kita sebagai mahasiswa harus bisa
melestarikan kekayaan budaya baik itu wisata maupun sejarah bangsa. Agar tidak punah oleh waktu.
Selain itu kita juga harus bisa menjaganya agar tetap lestari dan berkembang.

15
DAFTAR PUSTAKA

Santosa, Hery. 2000. Sejarah Kebudayaan Indonesia. Yogyakarta: Universitas SanataDharma.


Tjiptadi, Rusmulia. et al. 2004. Museum Situs Sangiran Sejarah Evolusi Manusia Purba
http://wisatadanbudaya.blogspot.com/ Sangiran- SItus- Manusia- Purba- di- Indonesia.html
http://history1978.wordpress.com/author/history1978/html

16

Anda mungkin juga menyukai