Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN AVERTEBRATA AIR

PRAKTIKUM I
FILUM PORIFERA

OLEH :

NAMA : RENI RAHMAWATI


STAMBUK : I1A1 17 007
KELOMPOK : 4 (EMPAT)
ASISTEN PEMBIMBING : LISNA

JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2018
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Avertebrata air adalah hewan tidak bertulang belakang yang sebagian

atau seluruh siklus hidupnya di lingkungan perairan. Bentuk tubuh avertebrata air

sangat beragam, mulai dari bentuk tubuh yang sederhana hingga yang kompleks.

Avertebrata air terbagi menjadi beberapa filum yaitu porifera, cnidaria,

brachiopoda, mollusca, annelida, crustacea dan echinodermata.

Porifera merupakan hewan avertebrata air yang memiliki pori. Porifera

adalah kelompok hewan multiseluler, hidup menetap di dasar perairan pada

substrat tertentu. Porifera terbagi atas tiga kelas yaitu calcarae, hexactinellida dan

demospongae. Salah satu organisme dalam filum porifera adalah Spons.

Spons merupakan hewan laut dalam filum porifera yang struktur

tubuhnya tersusun atas tiga lapisan yaitu pinacocytes, choanocytes dan mesoshyl.

Spons merupakan hewan laut yang menghisap air dan bahan-bahan lain

disekelilingnya melalui pori-pori (ostium) kemudian air dialirkan melalui saluran

(canal) dan dikeluarkan melalui pori-pori yang terbuka (osculum).

Filum porifera penting untuk dipelajari karena manfaat dari

organisme-organisme dalam filum tersebut. Spons menghasilkan senyawa bioaktif

yang berpotensi sebagai anti jamur, anti biotik, obat kanker dan lain-lain. Selain

bermanfaat dibidang farmasi, Spons juga dapat dimanfaatkan sebagai alat mandi,

hiasan dan indikator biologi untuk mendeteksi pencemaran pada perairan.

Berdasarkan latar belakang diatas maka perlu dilakukan praktikum

mengenai filum porifera, agar potensi-potensinya dapat dimanfaatkan dan

dikembangkan lebih baik lagi.


B. Tujuan dan Manfaat

Tujuan praktikum ini untuk mengamati serta mengetahui struktur

morfologi dan anatomi pada organisme filum Porifera.

Manfaat praktikum ini sebagai penunjang pembelajaran untuk menambah

wawasan dan pengetahuan mengenai filum Porifera.


II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Klasifikasi

Menurut Rusyana (2011) Spons (Spongilla sp.) diklasifikasikan sebagai

berikut:

Kingdom : Animalia
Phyllum : Porifera
Class : Demospongia
Order : Dictioceratida
Family : Dictioceratidaceaer
Genus : Spongilla
Species: Spongilla sp.

Gambar 1. Morfologi Spons (Spongilla sp.)


(Sumber: Dok. Pribadi, 2018)

B. Morfologi dan Anatomi

Porifera merupakan hewan multiseluler atau metazoa dimana fungsi

organ dan jaringannya masih sangat sederhana. Oleh karena itu hewan ini

memiliki ciri dimana tubuhnya berpori seperti busa atau Spons sehingga porifera

disebut juga sebagai hewan Spons (Asro et al., 2013).


Secara umum Spons terdiri dari beberapa jenis sel yang menyusun

struktur tubuh dan biomassanya. Sel-sel tersebut memiliki fungsi yang berperan

dalam organisasi tubuh Spons. Dinding tubuh Spons terorganisasi secara

sederhana. Lapisan luar dinding tubuh disusun oleh sel-sel pipih yang disebut

pinacocytes. Pada dinding tubuh Spons juga terdapat pori-pori tempat masuknya

air ke dalam tubuh, yang dibentuk oleh porocyte. Sel-sel ini dapat membuka dan

menutup dengan adanya kontraksi. Pada bagian dalam pinacoderm terdapat

mesoshyl yang terdiri dari matriks protein bergelatin yang mengandung skeleton

dan sel-sel amoeboid. Lapisan ini berfungsi seperti jaringan ikat pada metazoa

lainnya. Skeleton Spons demospongia terbentuk dari spikula bersilika dan serat

protein spongin. Spikula Spons memiliki jenis yang beragam sehingga dijadikan

dasar untuk identifikasi Spons. Spikula berada di dalam mesoshyl namun sering

juga ditemukan pada lapisan pinacoderm (Samira dkk., 2011).

C. Fisiologi dan Reproduksi

Tubuh porifera bersel banyak, simetris radial, atau asimetris. Sel-sel

tersenut menyusun tubuh porifera dalam 2 lapis (diplobastik). Tubuhnya

mempunyai banyak pori, saluran-saluran dan rongga tempat air mengalir.

Sebagian atau seluruh permukaan dalam tubuhnya terdiri dari sel-sel yang

berleher dan berflagellum disebut kanosit. Porifera melakukan pencernaan di

dalam sel atau secara intrasel. Berkembang biak secara seksual dan aseksual.

Secara seksual dilakukan dengan sel telur dan sel spermatozoid, larvanya berbulu

getar dan dapat berenang. Sedangkan secara aseksual dengan bertunas

(Nurhadi & Yanti, 2018).


D. Habitat dan Penyebaran

Menurut Asro et al. (2013) Spons hidup menetap pada suatu habitat

pasir, batu-batuan atau juga pada karang-karang mati di laut. Spons dapat hidup

pada habitat air tawar maupun air laut serta tersebar mulai dari habitat iklim

dingin Antartika hingga iklim tropis (Suhita, 2010).

E. Makanan dan Kebiasaan Makan

Spons adalah hewan berpori yang termasuk filter feeder yaitu hewan

yang memiliki cara makan dengan menyaring air laut yang mengandung makanan

melalui pori-pori (ostium). Makanan porifera berupa mikroorganisme atau sisa

organisme yang telah mati yang berada di kolom air (Abubakar et al., 2011).

Spons mencari makanan dengan menyaring makanan yang tersuspensi

dalam air atau disebut filter feeder. Sebagai filter feeder, Spons mampu

mengurangi berbagai patogen yang banyak terdapat di air laut dengan

menghasilkan bahan bioaktif (Rifai et al., 2013).

F. Nilai Ekonomis

Spons merupakan salah satu biota laut yang sangat berpotensi sebagai

sumber bahan bioaktif baru. Hal ini telah dibuktikan dengan banyaknya penemuan

metabolit sekunder yang sangat bervariasi pada biota tersebut (Rifai et al., 2013).

Menurut Asro et al. (2013) Pengembangan budidaya yang di arahkan

untuk memperbanyak Spons dalam hal memenuhi permintaan pasar sebagai

hiasan dan persediaan bahan baku obat untuk kebutuhan farmasi maupun untuk

kebutuhan restocking pada kawasan terumbu karang yang rusak.


Spons dari Filum Porifera adalah salah satu hewan laut yang potensial

mengandung senyawa aktif. Dilihat dari banyaknya jenis senyawa bioaktif yang

diisolasi, Spons menjadi sumber produk alam yang utama sampai saat ini.

Senyawa bioaktif ini bermanfaat dalam bidang farmasi sebagai sitotoksik,

antitumor, antivirus, antiflamasi, antifungi, penghambat aktivitas enzim dan

sebagainya (Haris & Nabaing, 2016).


III. METODE PRAKTIKUM

A. Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilaksanakan pada hari Sabtu, 29 September 2018, Pukul

13.00 – 15.30 WITA yang bertempat di Laboratorium Oseanografi, GIS dan

Remote Sensing, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Halu Oleo,

Kendari.

B. Alat dan Bahan

Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum filum porifera

kali ini dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Alat dan Bahan yang Digunakan beserta Kegunaannya


No. Alat dan Bahan Satuan Kegunaan
1. Alat
- Cutter - Alat membedah objek
- Kaca pembesar - Alat melihat objek yang kecil
- Baki - Wadah menyimpan objek
- Kertas Laminating - Menyiapkan objek
- Alat tulis - Menulis hasil pengamatan
- Kertas HVS - Media tulis dan menggambar
- Lap kasar dan halus - Membersihkan
- Mistar cm Alat bantu untuk foto ilmiah
- Sunlight - Membersihkan
- Kamera - Mendokumentasi
Bahan
2. - Spons (Spongilla sp.) - Objek pengamatan
- Tisu - Mengeringkan objek
- Alkohol 70% - Membersihkan
C. Prosedur Kerja

Prosedur kerja yang dilakukan pada praktikum ini adalah sebagai berikut:

- Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.

- Meletakkan bahan (Spongilla sp.) dikertas laminating kemudian

mendokumentasikan struktur morfologinya.

- Mengamati dan menggambar bentuk morfologi organisme yang telah diamati

lalu memberikan keterangan pada gambar.

- Membedah bahan (Spongilla sp.) kemudian mengamati struktur anatominya.

- Mengamati dan menggambar struktur anatomi organisme yang telah diamati

lalu memberikan keterangan pada gambar.

- Membersihkan dan merapikan kembali alat-alat yang digunakan saat

praktikum.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Hasil pengamatan morfologi dan anatomi pada filum Porifera dapat

dilihat pada gambar berikut:

1. Morfologi dan Anatomi Spons (Spongilla sp.)

- Morfologi Spons (Spongilla sp.)

Keterangan :

1.) Epidermis
2.) Osculum
3.) Ostium

Gambar 2. Morfologi Spons (Spongilla sp.)

- Anatomi Spons (Spongilla sp.)

Keterangan :

1.) Spongocoel
2.) Mesoshyl
3.) Spicules
4.) Amoebocyte

Gambar 3. Anatomi Spons (Spongilla sp.)


B. Pembahasan

Avertebrata air adalah hewan tidak bertulang belakang yang sebagian

atau seluruh hidupnya di lingkungan perairan. Salah satu filum dari avertebrata air

adalah porifera. Porifera adalah hewan berpori, multiseluler dan merupakan

organisme sessil. Organisme paling dominan dalam filum porifera adalah Spons.

Spons merupakan hewan yang bersifat filter feeder dengan struktur tubuh tersusun

atas tiga lapisan.

Hasil pengamatan pada filum porifera mengenai struktur morfologi

Spons (Spongilla sp.) terlihat bahwa hewan ini memiliki banyak pori-pori

diseluruh tubuhnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Asro et al. (2013) yang

menyatakan bahwa, hewan ini memiliki ciri dimana tubuhnya berpori seperti busa

atau Spons sehingga porifera disebut juga sebagai hewan Spons. Spons juga

memiliki pori-pori tempat masuknya air yang disebut ostium dan tempat

keluarnya air yang disebut osculum. Hal ini sesuai dengan pernyataan

Asro et al. (2013) yang menyatakan bahwa, Porifera memiliki sistem saluran air,

mulai dari pori tubuh (ostia) dan berakhir pada lubang keluar yang disebut

osculum.

Hasil pengamatan pada filum porifera mengenai struktur anatomi

Spons (Spongilla sp.) terlihat rongga-rongga di dalam tubuh Spons, rongga

tersebut disebut spongocoel. Spongocoel berfungsi sebagai saluran air, dimana

tempat mengalirnya air yang masuk dari pori-pori dan keluar melalui osculum.

Selain spongocoel juga terdapat mesoshyl, spicules dan juga amoebocyte. Hal ini

sesuai dengan pernyataan Samira dkk, (2011) yang menyatakan bahwa, dalam

setiap individu khususnya Spons terdapat rongga yang disebut spongocoel atau
atrium yaitu rongga tempat masuknya air yang diserap pori-pori di permukaan

tubuh untuk akhirnya dikeluarkan melalui osculum. Pada bagian dalam Spons

terdapat mesoshyl yang terdiri dari matriks protein bergelatin yang mengandung

skeleton dan sel-sel amoeboid. Lapisan ini berfungsi seperti jaringan ikat pada

metazoa lainnya. Skeleton Spons demospongia terbentuk dari spikula bersilika

dan serat protein Spons.


V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Simpulan yang dapat ditarik berdasarkan hasil pengamatan morfologi

Spons (Spongilla sp.) pada epidermis terdapat pori-pori yang disebut ostium dan

berfungsi sebagai rongga masuknya air dan osculum yang berfungsi sebagai

rongga keluarnya air. Anatomi Spons (Spongilla sp.) terdapat spongocoel yang

merupakan rongga dalam tubuh Spons. Spongocoel berfungsi sebagai rongga

tempat mengalirnya air yang masuk dari ostium dan akan dikeluarkan melalui

osculum.

B. Saran

Saran saya untuk praktikan sebaiknya sebelum mulai praktek agar

mempersiapkan diri terlebih dahulu, mulai dari menyiapkan alat dan bahan hingga

menguasai materi praktikum.


DAFTAR PUSTAKA

Abubakar, H., Tri, A. W., Yuhana, M. 2011. Skrining Bakteri yang Berasosiasi
dengan Spons Jaspis sp. Sebagai Penghasil Senyawa Antimikroba. Ilmu
Kelautan. Vol. 16 (1): 35-40.
Asro, M., Yusnaini., Halili, 2013. Pertumbuhan Spons (Stylotella aurantium) yang
Ditransplantasi pada Berbagai Kedalaman. Jurnal Mina Laut Indonesia.
Vol. 1 (1): 133-144.
Haris, A., Nabaing, N. 2016. Bioaktivitas Antibakteri Ekstrak Spons (Porifera:
Demospongiae) dari Pulau Barrang Lompo dan Lae-Lae. SPERMONDE.
Vol. 2 (2): 1-5.
Nurhadi., Yanti, F. 2018. Buku Ajar Taksonomi Invertebrata. Yogyakarta:
Deepublish. 150 Hal.
Rifai, A., Ulsadrianty, I., Maslukah, L., Indrayanti, E., Sedjati S., dan Trianto, A.
2013. Skrining Beberapa Jenis Spons Sebagai Upaya Pencarian Bahan
Bioaktif Antijamur Aspergilus flavur dan Candida albicans.Buletin
Oseanografi Marina. Vol. 2 (4): 25-31.
Rusyana, A. 2011. Zoologi Invertebrata. Bandung: Afvabeta. 281 Hal.
Samira, M. I., Soedharma, D., Effendi, H. 2011. Morfologi dan Biomassa Sel
Spons Aaptos aaptos dan Petrosia sp.. Jurnal Ilmu dan Teknologi
Kelautan Tropis. Vol. 3 (2) : 153-161.
Suharyanto. 2008. Distribusi dan Presentase Tutupan Sponge (Porifera) pada
Kondisi Terumbu Karang dan Kedalaman yang Berbeda di Perairan Pulau
Barranglompo, Sulawesi Selata. BIODIVERSITAS. Vol. 9 (3): 209-212.
Suhita, A. D. 2010. Respon Stres pada Spons dan Potensi Aplikasinya sebagai
Biomonitor Polutan pada Ekosistem Terumbu Karang. Squalen.
Vol. 5 (3): 92-100.

Anda mungkin juga menyukai