PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tanah merupakan salah satu sumber daya alam yang ada di bumi. Tanah
sangat dibutuhkan manusia untuk menunjang hidup mereka. Manusia membuat
bangunan di atas tanah. Dengan demikian manusia bisa berlindung dari panas
teriknya matahari dan dinginnya hujan. Tanah yang dimiliki seseorang bisa
berasal dari adanya jual beli tanah maupun warisan dari keluarga. Ketentuan
mengenai hak kepemilikan tanah diatur dalam Undang-Undang No. 5 tahun 1960
tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria Pasal 21 yang isinya (1) Hanya
warga-negara Indonesia dapat mempunyai hak milik. (2) Oleh Pemerintah
ditetapkan badan-badan hukum yang dapat mempunyai hak milik dan syarat-
syaratnya. (3) Orang asing yang sesudah berlakunya Undang-undang ini
memperoleh hak milik karena pewarisan tanpa wasiat atau percampuran harta
karena perkawinan, demikian pula warga-negara Indonesia yang mempunyai hak
milik dan setelah berlakunya Undang-undang ini kehilangan kewarga-
negaraannya wajib melepaskan hak itu di dalam jangka waktu satu tahun sejak
diperolehnya hak tersebut atau hilangnya kewarga-negaraan itu. Jika sesudah
jangka waktu tersebut lampau hak milik itu dilepaskan, maka hak tersebut hapus
karena hukum dan tanahnya jatuh pada Negara, dengan ketentuan bahwa hak-hak
pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung. (4)Selama seseorang di
samping kewarga-negaraan Indonesianya mempunyai kewarga-negaraan asing
maka ia tidak dapat mempunyai tanah dengan hak milik dan baginya berlaku
ketentuan dalam ayat (3) pasal ini. 1
1
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria
haknya. Ketentuan hukum mengenai tanah perlu diatur agar tidak terjadi
kesewenang-wenangan pihak-pihak tertentu yang dapat merugikan pihak lain.
TINJAUAN PUSTAKA
Timbulnya sengketa hukum yang bermula dari pengaduan sesuatu pihak (orang
atau badan) yang berisi keberatan-keberatan dan tuntutan hak atas tanah, baik
terhadap status tanah, prioritas, maupun kepemilikannya dengan harapan dapat
memperoleh penyelesaian secara administrasi sesuai dengan ketentuan peraturan
yang berlaku.2
2
Rusmadi Murad. 1991. Penyelesaian Sengketa Hukum Atas Tanah. Jakarta : Alumni
3
Rachmad Syafa’at. 2006. Advokasi dan Pilihan Penyelesaian Sengketa. Malang : Agritek YPN
Malang. hal.33
BAB 3
PEMBAHASAN
4
Adrian Sutedi. 2012. Sertifikat Hak Atas Tanah. Jakarta : Sinar Grafika. Hal 229.
mahal, tidak responsif dan menimbulkan permusuhan diantara para pihak
yang bersengketa.5
3. Bagaimana analisis kasus tersebut dalam bidang hukum ?
Sebelumnya pengadilan memutuskan bahwa tindakan yang
dilakukan Juhri cs dalam menjual kembali tanah-tanah tersebut adalah
melawan hukum. Girik yang digunakan dalam transaksi jual beli adalah
palsu, karena girik yang asli telah diserahkan kepada PT Portanigra.
Transaksi jual beli tanah antara PT portanigra dengan Juhri cs yang tidak
atau belum dilanjutkan dengan pendaftaran tanah untuk mendapatkan
sertifikat tanah, membawa akibat hukum bahwa bukti kepemilikan PT
Portanigra atas tanah tersebut belum lengkap.
Definisi pendaftaran tanah dalam Peraturan Pemerintah No.24
tahun 1997 yaitu serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah
secara terus menerus , berkesinambungan dan teratur, meliputi
pengumpulan, pengolahan, pembukuan dan peyajian serta pemeliharaan
data fisik dan data yuridis dalam bentuk peta dan daftar mengenai bidang-
bidang tanah dan satuan-satuan tanah rumah susun, termasuk pemberian
surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya
dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang
membebaninya.6
Dalam perkara pidana, telah diketahui bahwa terdapat pemalsuan
dan penggelapan atas surat-surat jual beli yang dilakukan oleh Juhri cs.
Sebaiknya aparat birokrasi di BPN harus menggunakan fakta hukum
tersebut untuk tidak memproses pendaftaran tanah dan sertifikasi tanah.
Birokrasi atau BPN seharusnya dengan alasan tersebut tidak memproses
lanjut permohonan pendaftaran tanah dalam rangka sertifikasi tanah.
Pengangkatan sita jaminan yang dilakukan oleh Pengadilan Negeri dan
dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi tidak berarti bahwa tanah tersebut tidak
5
Anonim. Tinjauan Tentang Sengketa, diakses dari
http://eprints.uny.ac.id/22029/4/4.BAB%20II.pdf, pada tanggal 10 Juni 2017 pukul 20.40
6
Umar Said Sugiharto, Suratman, Noorhudha Muchsin. 2015. Hukum Pengadaan Tanah. Malang :
Setara Press. Hal 215
dalam sengketa. Apabila kita analisis kasus ini akibat dari lemahnya
koordinasi dan komunikasi antara instansi BPN dan Pengadilan.
4. Bagaimana agar kasus serupa tidak terulang kembali ?
Ada tida cara untuk mencegah kasus ini berulang:
1) Jika terjadi sengketa di pengadilan yang objeknya tanah belum
bersertifikat, secepatnya pengadilan memberitahukan pihak
kelurahan dan BPN setempat untuk memblokir transaksi atau
peralihan tanah tersebut.
2) Untuk setiap transaksi atau peralihan tanah dengan bukti
kepemilikan berupa girik sebaiknya saksi dalam transaksinya
adalah Lurah dan pegawai BPN.
3) Lebih baik apabila terjadi sengketa pertanahan di pengadilan paling
tidak satu hakim anggota majelis adalah yang berasal dari pakar
hukum tanah, misalnya hakim non karier(akademisi) agar
pertimbangan putusannya lebih berbobot.7
7
Adrian Sutedi. 2012. Sertifikat Hak Atas Tanah. Jakarta : Sinar Grafika. Hal 242.
BAB 4
KESIMPULAN
Adrian Sutedi. 2012. Sertifikat Hak Atas Tanah. Jakarta : Sinar Grafika.