Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setelah berakhirnya masa Khulafa ‘al Rasyidin, di bawah kepemimpinan
Muawiyah bin Abi Sofyan, Islam dipimpin oleh Dinasti Umayyah. Pada saat itu,
Islam semakin berkembang dalam segala aspek hingga perluasan daerah kekuasaan.
Setelah pemerintahan Dinasti Umayyah berakhir, maka pemerintahan Islam
digantikan dengan pemerintahan Dinasti Abassiyah. Dinasti Abbasiyah merupakan
khilafah Islam pelanjut Dinasti Umayyah dan merupakan perwakilan dari
kekhilafahan Islam yang terbesar dan terpanjang dalam sejarah Islam klasik.
Kemajuan kebudayaan Islam pada masa Daulah Abbasiyah sering dianggap
sebagai sebuah nostalgia bagi umat Islam, yang tidak akan akan terwujud di zaman
sekarang. Sejarah mencatat bahwa pada masa Daulah Abbasiyah tersebut merupakan
puncak keemasan atau kejayaan Umat Islam. Pada masa inilah lahir berbagai ilmu
pengetahuan, agama, budaya serta beragam penerjemah-penerjemah ke dalam bahasa
lain.
Sejarah pemikiran ekonomi Islam masa permulaan Dinasti Abbasiyah
mengawali corak kehidupan ekonomi Islam sehingga umat dapat mengambil hikmah
dari kejadian-kejadian yang terjadi pada masa itu, sebagai ilmu untuk menambah
ketakwaan kepada Allah. Kisah-kisah yang terjadi pada masa tersebut dapat
diteladani sebagai bahan belajar pemikiran ekonomi untuk menginspirasi
pembangunan ekonomi Islam yang lebih baik lagi di masa mendatang. Lebih
jelasnya, dalam pembahasan penulisan ini dibahas sejarah perkembangan pemikiran
ekonomi Islam pada masa awal Dinasti Abbasiyah.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Sejarah Pemikir Ekonomi Islam pada dinasti Abbasiyyah?
2. Siapa saja khalifah dinasti Abbasiyyah yang paling Berjaya ?
3. Apa saja factor-faktor yang mempengaruhi berdirinya dinasti Abbasiyyah ?
4. Bagaimana sumber pemasukan negara dan pengeluaran Negara ?
5. Apa saja kemajuan pada masa dinasti Abbasiyyah ?
6. Apa saja yang mempengaruhi kemunduran dinasti Abbasiyyah?

C. Tujuan Masalah
1. Mengetahui Sejarah Pemikir Ekonomi Islam pada masa Abbasiyyah
2. Mengetahui siapa saja yang paling Berjaya di dinasti Abbasiyyah
3. Mengetahui factor yang menyebabkan berdirinya dinasti Abbasiyyah
4. Mengetahui sumber pemasukan dan pengeluaran Negara dinasti Abbasiyyah
5. Mengetahui kemajuan dinasti Abbasiyyah
6. Mengetahui factor yang mempengaruhi kemunduran dari dinasti Abbasiyyah
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Pemikir Ekonomi Islam Dinasti Abbasiyyah

Kholifah Abbasiyah merupakan kelanjutan dari Khalifah Umayyah, dimana


pendirinya keturunan al-Abbas, paman Nabi Muhammad, yaitu Abdullah as-Saffah
ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn al-Abbas. Di mana pola pmerintahannya
sangat berbeda. Kekuasaan dinasti Abbasiyah berlangsung sangat panjang dari tahun
132 H()750 M) sampai 656H (1258 M). Para sejarawan biasanya membagi masa
pemerintahan Bani Abbas menjadi lima periode:

 Periode pertama (132 H/750 M - 232 H/847 M), disebut periode pengaruh
Persia pertama.

 Periode kedua (232H/847M – 332H/945M), disebut periode pengaruh turki


pertama.

 Periode ketiga (334H/945M – 447H/1055M), masa kekuasaan dinasti Buwaih


(Periode pengaruh Persia kedua).

 Periode keempat (447H/1055M – 590H/1194M), masa kekuasaan Bani


Seljuk (pengaruh Turki kedua).

 Periode kelima (590H/1194M – 656H/1258M), masa pemerintah bebas dari


dinasti lain, tetapi kekuasaannya hanya efektif disekitar Bagdad.
Dinasti Abbasiyah periode pertama lebih pembinaan dan kebudayaan islam
dari pada perluasan wilayah. Seperti gerakan terjemah yang membawa kemajuan ilmu
pengetahuan. Imam madzhab yang sempat hidup pada masa ini adalah Imam Abu
Hanifa (700-767M), madzhab ini lebih banyak menggunkan rasio dari pada Hadits.
Karena madzhab ini dipengaruhi perkembangan kufah. Sedangkan Imam Malik (713-
795 M) banyak menggunakan Hadits dan tradisi masyarakat Madinah. Pendapat dua
tokoh ini ditengahi oleh Imam Syaf’I (767-820 M) dan Imam Ahmad ibn Hambal
(780-855 M). Awal kekuasaan Dinasti Abbasiah ditandai dengan pembangkangan
oleh dinasti umayah di Andalusia (spanyol) yaitu pembangkangan Abd al-Rahman al-
Dakhil terhadap bani abbas yang tidak tunduk kepada khalifah di Baghdad yang mirip
dengan Muawiyyah terhadap Ali Ibn Abi Thalib. Abu al-Abbas al-Safah (750-754M)
adalah pendiri Dinasti Abbas. Akan tetapi karena kekuasaannya sangat singkat. As-
Saffah meninggal pada tahun 754 M karena menderita penyakit cacar air disaat
usianya 30-an. Selanjutnya tampuk kekuasan diambil alih oleh saudaranya yang juga
yang bernama Abu Ja’far tahun 754 M-775 M dan mendapat gelar Al-Manshur, dia
adalah khalifah terbesar pada dinasti Abbasiyah, meskipun dia bukan seorang muslim
yang saleh. Namun sebenarnya dialah yang benar-benar membangun dinasti baru itu,
bukan As-Saffah. Abu Ja’far al-Manshur (754-775M) yang banyak berjasa
membangun Dinasti Abbasiyah . Ia digambarkan sebagai orang yang kuat dan tegas.
Pada masa pemerintahanya Baghdad sangat disegani oleh kekuasaan Byzantium.
Bani Abbas juga meraih tumpukan kekuasaan setelah menggulingkan Dinasti
Umayyah pada tahun 750H.1

1
Abdurahman “Sejarah Pemikiran Pemikiran Ekonomi Islam Setelah Masa Para Sahabat” diakses dari
https://www.academia.edu/5249062/Sejarah_Pemikiran_Pemikiran_Ekonomi_Islam_Setelah_Masa_
Para_Sahabat pada tanggal 3 April 2019 Pukul 20:25.
B. KHALIFAH-KHALIFAH DINASTI ABBASIYAH

Pada masa Dinasti Abasiyah berkali-kali terjadi pergantian khalifah dan para
khalifah bani Abbasiyah berjumlah 37 khalifah.2 Namun masa keemasan dinasti
Abbasiyah terletak pada 10 khalifah. Kesepuluh khalifah tersebut :

a. Abu al-Abbas Abdullah bin Muhammad as-Saffah


Abu al-Abbas adalah pendiri Dinasti Abbasiyah. Ia merupakan sosok
pemimpin yang tegas. Ia pula yang mematahkan kekuasaan Dinasti Umayyah yang
didirikan Muawiyah. Pada masanya (721-750), ia mengonsolidasikan berbagai
kekuatan untuk kejayaan Dinasti Abbasiyah

b. Abu Ja'far al-Manshur


Abu Ja'far al-Manshur memimpin Dinasti Abbasiyah selama 25 tahun (750-
775). Ia adalah saudara Abu al-Abbas. Selama pemerintahannya, ia mendirikan ibu
kota baru dengan istananya bernama Madinat as-Salam yang kemudian bernama
Baghdad. Selama masa pemerintahannya, ia berhasil memunculkan ghirah dunia
Muslim terhadap ilmu pengetahuan. Pada zamannya, telah tumbuh karya sastra.

c. Al-Mahdi
Setelah ayahnya Al-Mansur meninggal, al-Mahdi menggantikan posisi
khalifah Abbasiyah. Namanya Muhammad bin Mansur al-Mahdi yang berarti
“pemimpin yang baik atau penebus”, dan diangkat sebagai khalifah saat khalifah
diakhir hidupnya. Masa pemerintahannya damai melanjutkan kebijakan para
pendahulunya. Pendekatan dengan muslim syiah, keluarga Barmakid yang amat kuat

2
Samsul Munir Amin.”Sejarah Peradaban Islam”.Jakarta,2009, hlm. 141.
menasehati khalifah sejak masa al-Abbas sebagai wazir, memperoleh kekuatan besar
pada masa al-Mahdi dan bekerja dekat dengan khalifah untuk menjamin kemakmuran
daulah bani Abbasiyah.
Kota cosmopolitan Bagdad berkembang dan menarik pendatang dari seluruh
Arab, Irak, Suriah, Persia, dan sejauh India dan Spanyol masa al-Mahdi. Bagdad
merupakan tempat tinggal orang Kristen, Yahudi, Hindu, dan Zoroasterianosme, dan
bertambahnya penduduk muslim, hingga menjadi kota terbesar dunia di luar
Tiongkok.

d. Al-Hadi
Namanya Abu Muhammad Musa bin al- Mahdi al-Hadi, lahir di Rayy pada
tahun 147H/ 764M, dan meninggal 14 september786 ia adalah putra sulung al-Mahdi.
Pada masa pemerintahannya yang pendek timbul beberapa konflik militer,
diantaranya adalah:

 Pemberontakan Husain bin Ali dan Hasan pecah saat Husain menyatakan
dirinya sebagai khalifah di Madinah. Al-Hadi mematahkan pemberontakan
ini, dan membunuh Husain dan kebanyakan pendukungnya. Namun Hasan
melarikan diri ke Maroko dan ia mendirikan Negara
 Al-Hadi menghadapi pemberontakan Kharijite.
 Al-Hadi menghadapi pemberontakan Bizantium dan mendapatkan beberapa
daerah bizantium.

Al-hadi meninggala pada tahun 786M secara alami, namun beberapa


menyatakan dibunuh seseorang yang disuruh oleh ibunya sendiri. Ibnu Khaldun tidak
mempercayai pernyataan ini, kemudian al-Hadi digantikan oleh adiknya Harun al-
Rasyid.
e. Harun ar-Rasyid
Lahir pada tahun 766M di Rayy, dan wafat pada tanggal 24 Maret 809 di
Thus Khurasan. Ayahnya bernama Muhammad al-Mahdi, ibunya Jurasyiyah dan
dijuluki Khaizuran berasal dari Yaman. Beliau dikenal dekat dengan keluarga
Barmak dari Persia(Iran). Masa mudanya banya belajar dari Yahya ibn Khalid al-
Barmak.
Masa pemerintahan Harun dan al-Ma’mun terkenal dengan masa keemasan
Islam(the Golgen Age of Islam), saat itu Bagdad menjadi salah satu pusat
pengetahuan dunia. Diantara prestasi yang diukir oleh khalifah Harun al-Rasyid
adalah:

Mewujudkan keamanan, kedamaian serta kesejahteraan Rakyat.


Membangun kota Bagdad yang terletak diantara sungai eufrat dan tigris
dengan bangunan-bangunaan megah.
Membangun tempat-tempat peribadatan.
Membangun sarana pendidikan, kesehatan, perdagangan, dan kesenian.
Mendirikan Baitul Hikmah, sebagai lembaga penerjemah, perguruan tinggi,
perpustakaan, dan penelitian.
Membangun majlis al-Muzak1arah: lembaga pengkajian masalah-masalah
keagamaan yang diselenggarakan dirumah-rumah, masjid-masjid, dan istana.
Ia memiliki seorang Qadi(penasehat kerajaan) yang cerdas yaitu Abu Nawas.
Menurut cerita rakyat Irak ia suka menentang Abu Nawas dengan hal yang
aneh, seperti cerita bahwa ia pernah ia pernah disuruh memindahkan
istananya.

f. Al-Amin
Namanya adalah Muhammad bi Harun al-Amin(787-813M), berkuasa selama
4 tahun 8 bulan(809-813M)
g. Al-Ma'mun ar-Rasyid
Khalifah Al-Ma'mun adalah anak dari Harun ar-Rasyid. Ia memerintah
Dinasti Abbasiyah setelah saudaranya Al-Amin, dari tahun 813-833. Al-Ma'mun
merupakan khalifah yang ketujuh.

h. Al-Mu'tasim
Ia memerintah Bani Abbasiyah setelah Khalifah Al-Ma'mun. Selama
pemerintahannya, yakni 833-842, ia berhasil menumbuhkan minat para pelajar
Muslim dan Barat untuk mendalami ilmu pengetahuan di Kota Baghdad. Pada masa
inilah, lahir seorang ahli matematika Muslim terkenal, yakni Al-Kindi.
Sepeninggal al-Mu'tasim, secara perlahan-lahan, kejayaan Bani Abbasiyah
mulai menurun. Hal ini disebabkan oleh pergolakan politik. Tak heran bila kemudian
lahir Dinasti Buwaihi, Mamluk, dan Seljuk.

i. Al-Watsiq
Watsiq bin Mu’tashim adalah khalifah menunjukan ketertarikannya dalam
belajar hingga menjadi pelindung para sarjana seperti seniman. Ia termasyhur karena
musiknya sendiri dan dianggap telah menyusun 100 lagu.
Masa pemerintahannya, beberapa pergolakan berkobar, yang terbesar adalah
di Suriah dan Palestina. Perrgolakan ini karena jurang antara penduduk Arab dan
prajurit Turki yang dibentuk oleh al-Mu’tashim(ayah al-Watsiq). Pergolakan ini
dapat dipadamkan, namun antagonism kedua kelompok ini terus meluas dengan
angkatan Turki mendapatkan kekuasaan. Al-Watsiq meninggal karena demam tinggi
pada tahun 847, dan digantikan oleh saudaranya Al-Mutawakkil.

j. Al-Mutawakkil
Ja’far al-Mutawakkil putera al-Mu’tashim Billah dan seorang wanita Persia
lahir pada tahun 821. Ia menggantikan saudaranya al-Watsiq. Ia dikenal
menyelenggarakan “mihnah” percobaan seperti inkuisisi untuk menegakan suatu
versi Islam murni.
Selama masa pemerintahannya, pengaruh mu’tazilah berkurang dan
kemakhlukan al-Qur’an berakhir. Pada tahun-tahun pertama pemerintahannya al-
Mutawakkilmenunjukan rasa toleran terhadap Imam syiah yang mengajar dan berdoa
di Madinah. Namun setelah al-Mutawakkil meninggal, syi’ah mengalami penindasan,
makam Husain bin ali di Karbala dihancurkan.
Al-Mutawakkil terus mengandalkan pasukan budak dan negarawan Turki
untuk menghadapi kekuasaan asing seperti Bizantium yang wilayahnya diSisilia
direbut. Wazirnya al-Fath bin Khaqan seorang Turki adalah tokoh terkenal pada
masanya. Namun kepercayaan ini berbalik menghantuinya, ia memerintahkan
membunuh panglima tertingginya orang Turki. Hal ini menyebabkan pengaruhnya
merosot drastic, dan khalifah pun dibunuh oleh seorang prajurit Turki pada 11
Desember 861M. menurut cerita bahwa pembunuhannya adalah rencana puteranya al-
Muntashir yang menjadi jauh dari ayahnya. Pemerintahan al-Mutawakkil ingat akan
reformasi dan dipandang sebagai masa keemasan abbasiyah, ia juga merupakan
khalifah terbesar terakhir Abasiyah, dan setelah kematiannya khilafah menjadi
mundur.[3]

C. FAKTOR-FAKTOR BERDIRINYA DINASTI ABBASIYAH

Ada beberapa hal yang mendorong berdirinya dinasti Abbasiyah dan disertai
juga situasi-situasi yang membuat dinasti sebelumnya menjadi lemah yaitu:

a. Timbulnya perselisihan politik antara bani Muawiyah dengan pengikut setia Ali bin
Abi Thalib (golongan Syiah).

3
Milatihadi” Khalifah-Khalifah Dinasti Abbasiyah” diakses dari
https://duniamublog.wordpress.com/2017/10/17/khalifah-khalifah-dinasti-abbasiyah/ pada tanggal
3 April 2019 pukul 13:06.
b. Munculnya kalangan Khawarij, disebabkan rivalitas politik antara Muawiyah
dengan Syiah dan kebijakan-kebijakan land reform yang tidak adil.

c. Terbentuknya politik penyelesaian khilafah dan konflik dengan cara damai.

d. Adanya asas penafsiran bahwa dekrit politik harus berlandaskan pada Al-Quran
dan oleh golongan Khawarij orang Islam non-Arab.

e. Adanya konsep hijrah di mana setiap orang harus ikut bergabung dengan kelompok
Khawarij yang tidak ikut dianggapnya sebagai orang yang berada pada dar al-harb,
dan hanya golongan Khawarijiah yang berada pada dar al-Islam.

f. Bertambah gigih pemberontakan yang dilakukan pengikut Syiah terhadap Bani


Umayyah setelah terbunuhnya Husein bin Ali dalam pertempuran Karbala.

g. Timbulnya paham mawali, yaitu pemahaman masalah perbedaan antara orang


Islam Arab dengan non-Arab.[4]

D. SUMBER PEMASUKAN NEGARA

Sumber utama pendapatan negara Abbasiyah merupakan pemungutan pajak,


sebaliknya sumber pendapatan pemerintah lainnya ialah zakat yang diwajibkan pada
setiap umat Islam. Zakat hanya dibebankan pada pemilik tanah produktif, hewan-
hewan ternak, logam mulia seperti emas dan perak, barang-barang dagangan dan
harta benda lainnya yang bisa berkembang dan menghasilkan, baik itu secara alami
maupun dengan cara diusahakan. Para pemungut pajak resmi mengurusi pajak tanah,
hewan ternak dan sejenisnya, sedangkan pungutan pajak atas barang-barang pribadi,
termasuk logam mulia baik itu emas dan perak ditentukan oleh kebijakan dan
kesadaran masing-masing individu. Semua harta yang terkumpul dari umat Islam

4
Ajid Thohir.”Perkembangan Peradaban Di Kawasan Dunia Islam”, Jakarta,2009,Rajawali Pers.hlm.
45.
selanjutnya akan dibagikan oleh kantor perbendaharaan pemerintah untuk
kepentingan serta kesejahteraan umat Islam sendiri, yaitu di gunakan untuk orang
miskin, anak yatim, musafir, orang yang ikut dalam perang suci dan para budak
bahkan untuk tawanan yang harus ditebus dari musuh. Sumber lainnya pendapatan
utama perintahan adalah pajak atau upeti dari bangsa lain, uang tebusan, pajak untuk
perlindungan rakyat non-Muslim (jizyah), pajak tanah (kharaj) dan pajak yang
dikumpulkan dari barang dagangan orang non-Muslim yang masuk ke wilayah Islam.
Semua barang yang wajib pajak ini, pajak tanah adalah pajak yang terbesar dan
merupankan menjadi sumber utama pendapatan pemerintahan dari umat non-Muslim.
Seluruh pemasukan ini pada masa moderen disebut fay dan disalurkan oleh khalifah
untuk gaji tentara, memelihara Masjid, jalan dan jembatan, pembangunan
infrastruktur, serta untuk kepentingan umum masyarakat Islam.

E. ANGGARAN PENGELUARAN NEGARA

Pembiayaan pemerintahan yang mencakup berbagai sector bidang yang telah


dibentuk oleh pemerintahan Abbasiyah ditentukan oleh besarnya pendapatan
pemerintahan dimana beberapa divisi yang membutuhkan biaya pengeluaran yaitu
sebagai berikut :
a. Administratif pemerintahan dengan biro-bironya;
b. Sistem organisasi militer;
c. Administrasi wilayah pemerintahan;
d. Pertanian, perdagangan dan industri;
e. Islamisasi pemerintahan;
f. Kajian penelitian dalam bidang kedokteran, astronomi, matematika, geografi,
hitoriografi, filsafat Islam, teologi, hukum (fiqh) dan etika Islam, sastra, seni, dan
penerjemahan;
g. Pendidikan, kesenian, arsitektur meliputi pendidikan dasar, menengah, dan
perguruan tinggi, perpustakaan dan took buku, media tulis, seni rupa, seni musik,
dan arsitek.[5]

F. KEMAJUAN DINASTI ABBASIYAH

Dari perjalanan pemerintahan dan rentang sejarah, ternyata Bani Abbas dalam
sejarahnya lebih banyak berbuat dan membangun dari pada pemerintahan bani
Umayyah. Pergantian dinasti Umayyah kepada dinasti Abbasiyah tidak hanya sebagai
pergantian kepemimpinan semata, namun lebih dari itu telah merombak, menorehkan
wajah baru dunia Islam dalam refleksi kegiatan ilmiah dan pemerintahan.
Pengembangan dalam bidang ilmu pengetahuan pada masa Bani Abbas
merupakan iklim pengembangan wawasan dan disiplin keilmuan. Kontribusi ilmu
pengetahuan terlihat dengan jelas pada usaha keseriusan Harun Al-Rasyid dan
puteranya Al-Makmun ketika membangun sebuah akademi pendidikan pertama yang
sudah dilengkapi pusat peneropong bintang, perpustakaan terbesar serta dilengkapi
pula dengan lembaga untuk penerjemahan.

a. Lembaga dan Kegiatan Ilmu Pengetahuan


Sebelum berdirinya dinasti Abbasiyah, pusat kegiatan dunia Islam saat itu
selalu berbasis pada Masjid, Masjid sering dijadikan centre of uducation. Pada saat
tampuk kekuasaan dipegang dinasti Abbasiyah inilah mulai diadakannya
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang diarahkan ke dalam ma’had.
Lembaga ini dikenal dalam dua tingkatan yaitu:
1) Maktab/kuttab dan Masjid, ialah lembaga bidang pendidikan yang terendah,
dimana tempat anak-anak mengenal dan mempelajari dasar-dasar bacaan, menghitung
dan menulis serta anak remaja belajar dasar-dasar ilmu agama.

2) Tingkat pendalaman, para pelajar yang ingin memperdalam ilmunya, pergi keluar
daerah menuntut ilmu kepada seseorang atau beberapa orang ahli dalam bidangnya
masing-masing. Pada umumnya, ilmu yang dituntut adalah ilmu agama.

5
Boedi Abdullah.” Peradaban Pemikiran Ekonomi Islam”. Bandung, Pustaka Setia.hlm. 129-131
Pengajarannya berlangsung di Masjid-masjid atau di rumah-rumah ulama
bersangkutan. Bagi anak penguasa, pendidikan berlangsung di istana atau di rumah
penguasa tersebut dengan memanggil ulama ahli ke sana.[6]
Pada perkembangan selanjutnya mulailah pemerintahan dinasti Abbasiyah
membuka pendidikan madrasah-madrasah dengan dipelopori oleh Nizhamul Muluk
yang memerintah pada tahun 456 H-485 H. Lembaga inilah yang selanjutnya
berkembang pada masa dinasti Abbasiyah. Nizhamul Muluk merupakan pelopor
pertama yang membangun sekolah dalam bentuk lembaga seperti sekarang ini yang di
sebut dengan nama madrasah. Madrasah-madrasah ini dapat dijumpai di Bagdad,
Balkan, Naishabur, Hara, Isfahan, Basrah, Mausil dan kota-kota lainnya. Madrasah
yang dibangun ini mulai dari tingkat rendah, menengah, serta meliputi segala bidang
ilmu pengetahuan.

b. Corak Gerakan Keilmuan


Aktivitas keilmuan pada masa dinasti Abbasiyah lebih banyak bersifat
spesifik. Kajian ilmu yang ditekuni kegunaannya bersifat keduniaan banyak bertumpu
pada bidang ilmu kesehatan atau kedokteran, selain itu juga ada kajian yang bersifat
pada ilmu Al-Quran dan Al-Hadits, sedangkan ilmu astronomi, mantik dan sastra
baru mulai dikembangkan dengan menggunakan penerjemahan dari bangsa Yunani.

c. Perkembangan dalam Bidang Agama


Perkembang ilmu pengetahuan dan metode tafsir dimulai pada masa dinasti
Abbasiyah, terutama pada dua metode penafsiran, yaitu tafsir bi al-ma’tsur dan tafsir
bi al-ra’yi. Sedangkan dalam bidang ilmu hadits, pada zaman dinasti Abbasiyah
hanya bersifat penyempurnaan saja, serta pembukuan dari catatan dan hafalan para
sahabat. Pada zaman ini juga mulai diklasifikasikan secara terstruktur dan

6
Badri Yatim.” Sejarah Peradaban Islam. Jakarta ,2010,Raja Grafindo Persada, hlm 54.
pengelompokan. Pengklasifikasian itu secara ketat dikriteriakan sehingga dikenal
dengan klasifikasi hadits Shahih, Dhaif dan Maudhu’. Terlebih dikemukakan pula
kritik sanad dan matan, sehingga terlihat jarah dan takdil rawi yang meriwayatkan
hadits tersebut. Dalam bidang fiqih, pada masa itu lahir beberapa fuqaha legendaris
yang terkenal, seperti Imam Hanifah tahun 700 M-767 M, Imam Malik tahun 713 M-
795 M, Imam Syafi’i tahun 767 M-820 M dan Imam Ahmad ibnu Hambal tahun 780
M-855 M. Kemajuan juga pada Ilmu lughah tumbuh berkembang dengan sangat pesat
pula karena bahasa Arab yang semakin dibutuhkan karena penguasaan wilayah yang
sangat luas maka memerlukan suatu ilmu bahasa yang menyeluruh. Ilmu bahasa yang
dimaksud disini adalah nahwu, sharaf, ma’ani, bayan, badi, arudh dan insya. Sebagai
kelanjutan dari masa Amawiyah I di Damaskus.[7]

d. Perkembangan Ilmu Pengetahuan, Sains dan Teknologi


Kemajuan ilmu teknologi (sains) sebenarnya telah dilakukan oleh ilmuwan
Muslim. Kemajuan tersebut adalah meliputi sebagai berikut:
1) Astronomi, ilmu ini melalui karya India Sindhind kemudian yang diterjemahkan
oleh Muhammad ibnu Ibrahim Al-Farazi tahun 777 M. Dia adalah astronom Muslim
pertama yang membuat astrolabe, yaitu alat yang digunakan untuk mengukur
ketinggian sebuah bintang. Di samping itu juga, masih ada beberapa ilmuwan Islam
lainnya, seperti Ali ibnu Isa Al-Asturiabi, Al-Farghani, Al-Battani, Umar Al-
Khayyam dan Al-Tusi.

2) Bidang Kedokteran, masa itu dokter yang pertama kali terkenal adalah Ali ibnu
Rabban Al-Tabari. Pada tahun 850 dia mengarang buku Firdaus al-Hikmah. Beberapa
tokoh lainnya adalah Al-Razi, Al-Farabi dan Ibnu Sina.

7
Ajid Thohir.”Perkembangan Peradaban Di Kawasan Dunia Islam”, Jakarta,2009,Rajawali Pers.hlm.
51
3) Bidang Ilmu Kimia. Bapak ilmu kimia Islam adalah Jabir ibnu Hayyan tahun
721M-815 M. Sebenarnya masih banyak ahli kimia Islam ternama lainnya seperti Al-
Razi, Al-Tuqrai yang hidup pada abad ke-12 M.

4) Bidang sejarah dan geografi. Pada masa pemerintahan Abbasiyah sejarawan Islam
ternama abad ke-3 H adalah Ahmad bin Al-Yakubi, Abu Jafar Muhammad bin Jafar
bin Jarir Al-Tabari. Selanjutnya, ahli ilmu bumi yang termasyhur adalah ibnu
Khurdazabah tahun 820 M-913 M.[8]

e. Perkembangan Dibidang Politik, Ekonomi dan Administrasi


Dinasti Abbasiyah telah mengukir sejarah bahwa pada masa itu umat Islam
benar-benar mampuh berada di puncak kejayaan dan memimpin peradaban dunia.
Masa dimana pemerintahan ini merupakan golden age dalam perjalanan sejarah
peradaban umat Islam, terutama pada masa pemerintahan Khalifah Al-Makmun.
Dimana daulat Abbasiyah mampuh berkuasa kurang lebih selama lima abad tahun
750 M-1258 M. Pada pemerintahan yang panjang tersebut dibagi dalam dua periode.
Periode I adalah masa antara tahun 750 M-945 M, yaitu dimulainya pemerintahan
Abu Abbas sampai Al-Mustakfi. Periode II adalah masa antara tahun 945 M- 1258
M, yaitu masa pemerintahan Al-Mu’ti hingga pemerintahan AI-Mu’tasim. Pembagian
periodisasi pada pemerintahan ini diasumsikan bahwa pada periode pertama, dimana
perkembangan di dalam berbagai bidang masih menunjukkan grafik vertikal, stabil
dan dinamis. Selanjutnya pada periode II kejayaan dinasti Abbasiyah terus
mengalami kemerosotan hingga datangnya pasukan Tartar yang mampu
melumpuhkan dan menghancurkan dinasti Abbasiyah. Pada saat masa pemerintahan
Abbasiyah periode I, kebijakan kebijakan politik yang dikembangkan antara lain

8
Didin Saefuddin Buchori.” Sejarah Politik Islam”. Jakarta,2009 :Pustaka Intermasa.hlm. 101.
adalah:
1) Ibukota negara dipindahkan dari Damaskus ke Bagdad.
2) Menumpas semua keturunan Bani Umayyah yang membahayakan.
3) Dalam rangka politik, dinasti Abbasiyah memperkuat diri dengan merangkul
orang-orang Persia, Abbasiyah juga memberi peluang dan kesempatan yang besar
kepada kaum mawali.
4) Menumpas pemberontakan-pemberontakan dalam kekuasan pemerintahan.

5) Menghapus politik kasta yang membahayakan pemerintahan.

Selain kebijakan-kebijakan di atas, langkah-langkah lainnya yang dilakukan


dalam program politik adalah:

1) Para Khalifah tetap dari bangsa Arab, sedangkan para menteri, gubernur, panglima
perang serta pegawai lainnya banyak diangkat dari golongan Mawali.

2) Kota Bagdad ditetapkan sebagai ibukota negara dan juga menjadi pusat kegiatan
politik, ekonomi serta kebudayaan.

3) Kebebasan berpikir dan berpendapat mendapat bagian yang tinggi.

Pada waktu pemerintahan Abbasiyah II, kekuasaan dibidang politik berangsur


mulai menurun dan terus menurun, terutama pada kekuasaan politik pusat.
Dikarenakan beberapa negara bagian sudah mulai tidak begitu mempedulikan dan
tunduk lagi pada pemerintahan pusat, kecuali pengakuan yang dilakukan secara
politis saja. Pada masa awal mula pemerintahan Abbasiyah, pertumbuhan dalam
bidang ekonomi dapat juga dikatakan cukup stabil dan juga menunjukkan grafik
angka vertikal. Devisa yang didapat oleh negara penuh berlimpahlimpah. Khalifah
Al-Mansur adalah tokoh ekonom Abbasiyah yang sanggup meletakkan kebijakan
yang kuat pada bidang ekonomi dan keuangan negara.
G. KEMUNDURAN DAN HANCURNYA SISTEM KEKHALIFAHAN
Pada periode II ini, ketangguhan politik Abbasiyah mulai merosot pada
wilayah-wilayah kekuasaan Abbasiyah secara politis sudah mulai mengalami cerai
berai. Ikatan-ikatan pemerintahan mulai putus satu persatu antara wilayah-wilayah
Islam. misalnya, di wilayah Barat Andalusia, dinasti Umayyah yang dahulu hancur
mulai bangkit lagi dengan cara mengangkat Abdurahman Nasr menjadi
Khalifah/Amir al-Mukminin. Di Afrika Utara juga, syiah Ismailiah bangkit dan
membentuk dinasti Fatimiah. Dengan cara melantik Ubaidillah Al-Mahdi serta
menjadikannya khalifah dan juga kota Mahdiyah yang dekat Tunisia dijadikan pusat
kerajaan. Sehingga, pada periode abad ke-10 M ini, sistem kekhalifahan akhirnya
mulai melemah dan terpecah ke dalam tiga wilayah: Bagdad, Afrika Utara dan
kekuasaan Spanyol. Di Mesir, Muhammad Ikhsyid berkuasa atas nama Bani Abbas.
Demikian pula dengan di Halab dan Mousil Bani Hamdan bangkit. Sementara itu di
Yaman, kedudukan Syiah Zaidiyah semakin kuat dan kokoh. Sedangkan di ibukota
Bagdad sendiri, Bani Buwaihi berkuasa dengan praktik (defacto) dalam pemerintahan
bani Abbas, sehingga khalifah tinggal nama saja.
Faktor-faktor kemunduran itu dapat disimpulkan sebagai berikut :
a. Pertentangan internal dalam keluarga
Pada internal keluarga terjadi konflik yang berkepanjangan dimana terjadi
bentrokan yang membuat ribuan orang terbunuh akibat peristiwa Al-Mansur melawan
Abdullah ibnu Ali pamannya sendiri. Al-Amin dan Al-Makmun Al- Mu’tasim
melawan Abbas ibnu Al-Makmun. Konflik ini juga membuat keretakan psikologis
yang mendalam dan hilangnya solidaritas kekeluarga, sehingga mengundang campur
tangan kekuatan luar yang juga mengambil keuntungan dari konflik internal tersebut.

b. Kehilangan kendali dan munculnya daulat-daulat kecil


Faktor kepribadian sangat menentukan keberhasilan dari seorang pemimpin.
Kelemahan pribadi diantara khalifah Abbasiyah yang mengakibatkan kehancuran
system pemerintahan. Terutama disebabkan mereka terlena dengan kehidupan mewah
sehingga membuat mereka kurang mempedulikan urusan kenegaraan. Perdana
menteri semaunya menetapkan kebijakan para khalifah. Mereka juga rela
menggunakan kekuatan dari luar secara berturut-turut demi mempertahankan
pemerintahannya, seperti orang Turki, Seljuk dan Buawaihi-Khawarizmi. Kekuatan
luar ini lebih jauh dapat mengakibatkan kehancuran struktur kekuasaan dari dalam
kekhalifahan itu sendiri.

Akibat rapuhnya khalifah pusat, sedikit banyak telah menggoda sejumlah


penguasa daerah (gubernur) untuk melirik pada otonomisasi pemberontakan. Para
gubernur yang berdomisili di wilayah Barat Bagdad seperti Aghlabiyah, Idrisiyah,
Fatimiyah, Amawiyah II, Thuluniyah. Hamdaniyah maupun yang berdomisili di
Timur Bagdad seperti Thahiriyah, Shafariyah, Ghaznawiyah, Samaniyah, mencoba
untuk tidak taat lagi pada khalifah pusat di Bagdad bahkan melepaskan diri dari
kekuasaan Bani Abbasiyah. Dalam keadaan yang penuh kekacauan dan mulainya
keruntuhan pemerintahan inilah akhirnya dating pasukan Hulaghu Khan dengan bala
tentara Tartarnya pada tahun 1258 M berhasil menghancurkan Bagdad. Sampai di sini
berakhirlah Dinasti Abbasiyah.[9]

9
Ajid Thohir.”Perkembangan Peradaban Di Kawasan Dunia Islam”, Jakarta,2009,Rajawali Pers.hlm.
53-56
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan Daulah Abbasiyah adalah sebuah
negara yang melanjutkan kekuasaan Bani Umayyah. Dinamakan daulah Abbasiah
karena pada pendiri dan pengguna dinasti ini adalah keturunan Al-Abbas paman Nabi
Muhammad SAW. Pendiri dinasti ini adalah Abdullah Al-Safah Muhammad bin Ali
bin Abdullah bin Al-Abbas. Dia dilahirkan di Humaimah pada tahun 104 H. Adapun
emajuan ekonomi dan kemakmuran rakyar pada masa ini disebabkan oleh beberapa
faktor salah satunya relatif stabilnya kondisi politik sehingga mendorong iklim yang
kondusif baagi aktivitas perekonomian. Beberapa khalifah yang pernah memimpin
pemerintahan saat dinasti Abbasiyah adalah Abu Ja’far Al-Manshur. Pada awal
pemerintahan beliau, perbendaharaan negara dapat dikatakan tidak ada karena
khalifah sebelumnya al-Saffah, banyak menggunakan dana Baitul Mal untuk
diberikan kepada para sahabat dan tentara. Kemudian, Harun al-Rasyid. Popularitas
daulah Abbasiyah mencapai puncaknya pada khalifah Harun al-Rasyid (786-809 M)
dan putranya al-Makmun. Kesejahteraan sosial, kesehatan, pendidikan, ilimu
pengetahuan, dan kebudayaan serta kesusatraan berada dalam zaman keemasan.
Segala sesuatu di dunia ini berjalan menurut hukum sebab akibat, apa yang terjadi
pastilah ada sebabnya. Dinasti Abbasiyah yang begitu maju dan besar akhirnya
mengalami kemunduran yang drastis. Namun, kemunduran Abbasiyah tidak terjadi
begitu saja, melainkan ada faktor penyebab kemundurannya.
DAFTAR PUSTAKA

Ajid Thohir.”Perkembangan Peradaban Di Kawasan Dunia Islam”,


Jakarta,2009,Rajawali Pers.

Didin Saefuddin Buchori.” Sejarah Politik Islam”. Jakarta,2009 :Pustaka Intermasa

Badri Yatim.” Sejarah Peradaban Islam. Jakarta ,2010,Raja Grafindo Persada

Boedi Abdullah.” Peradaban Pemikiran Ekonomi Islam”. Bandung, Pustaka Setia

Samsul Munir Amin.”Sejarah Peradaban Islam”.Jakarta,2009,Amzah.

Euis Amalia “Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam” 2010, Depok : Gramata Publishing.

https://www.academia.edu/34025470/SEJARAH_PEMIKIRAN_EKONOMI_ISLA
M

https://duniamublog.wordpress.com/2017/10/17/khalifah-khalifah-dinasti-abbasiyah/

https://www.academia.edu/5249062/Sejarah_Pemikiran_Pemikiran_Ekonomi_Islam_
Setelah_Masa_Para_Sahabat
PERTANYAAN :

1. NISA : tentang khalifah , pergantian pada 37 khalifah. Tapi kenapa sisanya


kenapa nda dijalaskan dan dsibut apa sisanya itu ?
2. FAJAR : apa yang dilakukan pemimpin abasiyyah hinggan menggambil alih
masa trsebut ?
3. FIKRI : apa pengaruhnya pemikiran ekonomi de

Anda mungkin juga menyukai