Anda di halaman 1dari 5

Fudhail bin Iyadh

Dia adalah Abu Ali, Fudhail bin’ ‘Iyadh bin Mas’ud bin Basyar At-Tamimi. Lahir di kota
Khurasan, tepatnya di daerah Muru. Ayahnya dikenal sebagai seorang yang takut kepada Allah.
la mempunyai dua orang anak, Ali dan Abu Ubaidah, yang dinyatakan olehnya, “Aku benar-
benar mencintainya karena ia mendampingiku saat aku telah tua.” Ia juga memiliki pembantu
yang pandai bernama Ibrahim bin Al-Asy’ats. Darinya, Ibrahim mengambil ilmu dan Hadits.
Selain pembantu, ia pun memiliki keledai. Fudhail berkata, “Sungguh aku mengetahui diriku
benar-benar maksiat kepada Allah melalui bumknya perangai pembantu dan keledaiku.” Fudhail
juga bekerja mengurusi kesejahteraan air minum para jamaah haji di samping mengurusi
kebutuhan keluarganya. Fudhail berkata, “Engkau telah menjadikan aku dan keluargaku lapar
dan Engkau biarkan aku berada dalam kegelapan malam tanpa lampu. Sesungguhnya Engkau
melakukan seperti halnya terhadap para kekasih-Mu. Lalu dengan kedudukan apakah aku
mendapatkan semua ini dari-Mu?”
Di awal hidupnya, Fudhail, selama beberapa waktu, sempat menyimpang. Fudhail bin
Musa berkata, “Fudhail bin Iyadh dahulunya seorang perampok di bawah kekuasaan Ayburad
dan Sarkhas, namun kemudian ia bertaubat. Sebab taubatnya ialah bahwa ia mencintai seorang
wanita. Ketika sedang menaiki sebuah dinding untuk menemui kekasihnya itu, tiba-tiba ia
mendengar seseorang sedang membaca ayat, “Belumkah datang waktunya bagi orang-orang
yang beriman untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun
[kepada mereka].” (QS. al-Hadid: 16) Ketika mendengar itu, ia menjawab, “Tentu wahai
Tuhanku, telah tiba saatnya.” la segera pulang, namun malam membawanya singgah di sebuah
bangunan runtuh yang ternyata di dalamnya terdapat beberapa orang yang juga kemalaman.
Salah seorang dari mereka berkata kepada yang lainnya, “Mari kita melanjutkan perjalanan.”
Temannya menyahut, “Bagaimana kalau di tengah perjalanan ada Fudhail?” Fudhail mendengar
percakapan itu. la merenungkannya lantas berkata, “Namaku disebut-sebut di malam hari dalam
kemaksiatan sedangkan mereka merasa takut kepadaku. Tidaklah Allah menunjukkanku kepada
mereka, melainkan agar aku sadar. Ya Allah, kini aku bertaubat kepada-Mu.”
Lalu Fudhail pergi ke Kufah untuk menuntut ilmu. Dia pun akhirnya menjadi seorang yang ahli
dalam Hadits. Fudhail berpaling dari kemewahan duniawi. Sekalipun ribuan dinar di sodorkan
kepadanya dari para penguasa dan raja, namun ia menolaknya. ia tidak ingin memasukkan ke
dalam perutnya. Kecuali yang jelas-jelas halal karena mengamalkan firman Allah SWT, “Wahai
orang-orang yang beriman, makanlah yang halal dan yang baik dari apa yang ada di bumi.” Dia
selalu mengingat cerita Sa’ad bin Abi Waqqash saat bertutur kepada Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam, “Berdo’alah kepada Allah agar aku menjadi orang yang do’anya dikabulkan.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Hai Sa’ad, bersihkanlah makananmu,
niscaya do’amu dikabulkan. Demi Allah Yang jiwaku di tangan-Nya, sesungguhnya seseorang
manakala memasukkan ke dalam dirinya makanan haram, maka ibadahnya ditolak selama empat
puluh hari. Dan siapa saja yang dagingnya tumbuh dari barang haram dan riba, maka neraka
paling layak baginya.” Beliau juga bersabda, “Sesungguhnya Allah itu Maha Baik, tidak
menerima, kecuali yang baik.”
Fudhail adalah seorang faqih yang mumpuni. Mengenai ibadah dia pernah berkata,
“Seorang hamba tidak akan mendekatkan diri kepada Allah dengan sesuatu yang lebih baik
daripada ibadah fardhu. Ibadah fardhu adalah modal, sedangkan nawafil (amalan sunnah) adalah
keuntungan.” Ucapannya ini dipetik dari sabda Rasulullah SAW dalam sebuah hadits qudsi yang
beliau riwayatkan dari Rabbnya, “Barangsiapa memusuhi wali (kekasih)-Ku, maka Aku
menyatakan perang dengannya. Tidaklah seorang hamba bertaqarrub (mendekatkan diri) kepada-
Ku dengan sesuatu yang lebih aku cintai dari apa yang Aku fardhukan kepadanya. Dan hamba-
Ku akan selalu bertaqarrub kepada-Ku dengan amal-amal sunnah sampai Aku mencintainya. Bila
Aku telah mencintainya, maka Aku menjadi telinganya yang dengannya ia mendengar, menjadi
matanya yang dengannya ia melihat, menjadi tangannya yang dengannya ia berbuat, serta
menjadi kakinya yang dengannya ia melangkah. Manakala ia meminta kepada-Ku, Aku sungguh
memberinya dan jika memohon perlindungan kepada-Ku, niscaya Aku benar-benar memberinya
perlindungan.” (Muttafaq ‘alaih)
Fudhail banyak memberikan nasihat-nasihat. Di antara ungkapan-ungkapan nasihatnya ialah:
 “Jauhilahmanusiatanpaharusmeninggalkanjama’ah.”
 “Siapa saja yang mencintai pelaku bid’ah, maka amalnya akan dihapus oleh Allah dan akan
dikeluarkan dari relung kalbuny a cahaya Islam.”
 “Barangsiapa membantu pelaku bid’ ah, berarti ia membantu menghancurkan Islam.”
Pandangan Fudhail bin ‘lyadh tentang Kekuasaan
Fudhail memberi sangat membenci kekuasaan politis. Mengenai hal ini Fudhail berkata,
“Seseorang mendekati bangkai yang berbau busuk jauh lebih baik daripada mendekati mereka
para penguasa.” Ia juga berkata, “Seandainya ulama bersikap zuhud terhadap dunia, pasti leher-
leher para penguasa tiran akan tunduk kepada mereka.” Dia pernah memberi nasihat kepada
Imam Suryan bin ‘Uyainah, seorang ulama besar, “Kalian, wahai para ulama, adalah lampu yang
menerangi negeri. Tetapi, kemudian kalian menjadi lapisan kegelapan. Kalian adalah bintang
yang dijadikan pedoman, namun setelah itu kalian menjadi sesuatu yang membingungkan.
Tidakkah seseorang dari kalian malu kepada Allah bila datang kepada para penguasa lalu
mendapatkan harta dari mereka, sementara ia tidak mengetahui dari mana asalnya harta itu.
Kemudian ia kembali mengajar dengan bersandar pada mihrab seraya berkata, “Si Fulan telah
raenceritakan kepadaku dari Si Fulan.” Ia juga berkata, “Mengapa kalian mendekati para
penguasa? Padahal betapa besar pemberian mereka kepada kalian; mereka telah meninggalkan
jalan akhirat untuk kalian, sementara kalian justru berdesak-desakan di atas jalan dunia.”
Harun al-Rasyid memiliki jalan menuju kemewahan hidup, namun terkadang ia memiliki rasa
takut yang sangat kepada Allah. Ia berkata kepada Fudhail, “Betapa zuhudnya engkau.” Fudhail
membalas, “Engkau lebih zuhud dariku. Karena zuhudku terhadap dunia dan ia memang sesuatu
yang fana, sedangkan zuhudmu terhadap akherat, padahal ia abadi.”
Fudhail dan Al-Quran
Fudhail meriwayatkan dari Rasulullah SAW, “Allah tidak akan menyia-nyiakan seorang hamba
yang bangun shalat di tengah malam lalu membaca surat al-Baqarah dan Ali Imran, dan sebaik-
baiknya perbendaharaan seorang Mukmin adalah al-Baqarah dan Ali Imran.” Ia pernah bertutur,
“Para qari al-Rahman ialah mereka yang memiliki kelembutan dan ketundukan, sedangkan para
qari penguasa ialah mereka yang yang memiliki kesombongan, ujub, dan suka meremehkan
orang lain.”
Menurut Fudhail, pembawa Al-Quran adalah pembawa bendera Islam. Tidak patut baginya
untuk bermain-main seperti orang-orang yang suka bermain-main dan menganggur, juga tidak
lalai sebagaimana orang yang biasa lalai.
Fudhail sebagai Ahli Hadits
Fudhail bin ‘lyadh adalah seorang cerdas, kuat hapalannya, dan juga wara’. Tiga sifat ini
merupakan modal utama seorang ahli hadits. Dia paham betul tentang sabda Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Barangsiapa berdusta kepadaku secara sengaja, maka bersiap-
siaplah menempati tempatnya di neraka.” (HR. Bukhari)
Menurut Ibnu Sa’ad, Fudhail adalah seorang yang tsiqah, pemilik keutamaan, wara’, ahli ibadah,
dan banyak menyimpan Hadits. Sementara bagi Imam Nawawi, hadis yang diriwayatkan oleh
Fudhail itu Shahih.
Suatu ketika, dia melihat sekelompok ahli hadits bercanda sambil tertawa-tawa. Maka, ia
menegur mereka, “Hati-hatilah, wahai pewaris Nabi.” Lalu ia berkata, “Kalian adalah imam yang
diikuti.”
Di antara Hadits yang diriwayatkannya ialah, “Di antara yang didapati manusia dari ucapan
kenabian pertama kali ialah, “Jika kamu tidak malu, maka berbuatlah sesukamu.” Ia
meriwayatkan juga dan Sayyidah Aisyah bahwa ia berkata, “Aku tidak pernah melihat
Rasulullah shallallahii ‘alaihi wa sallam membalas kezhaliman sama sekali selama tidak
berkenaan dengan pelanggaran terhadap apa yang dilarang Allah. Tetapi, bila satu dari larangan-
larangan Allah diterjang, maka beliau orang yang paling marah dalam masalah ini. Dan tidaklah
beliau diharuskan memilih antara dua pilihan, melainkan memilih yang paling ringan dari
keduanya selama itu tidak akan menjadi dosa.” (HR. Muslim)
Fudhail Ahli Tasawuf
Menurut Fudhail, orang yang mengenal Allah dan jalan mahabbah tanpa disertai rasa takut, maka
ia akan hancur dengan kegembiraan dan kesenangan. Orang yang mengenal Allah tanpa
mengetahui jalannya, ia akan menyimpang dan bertambah jauh dari-Nya. Dan orang yang
mengenal Allah melalui jalan keduanya (ma’rifah dan suluk), maka Allah akan mencintainya,
mendekatinya, memuliakannya, dan menunjukinya [jalan menuju ke sisi-Nya.
Ketika Abdullah bin Malik bertanya kepadanya, “Bagaimana cara keluar dari persoalan yang
membelit?” Ia menjawab dengan sebuah pertanyaan, “Coba jawab, apakah orang yang taat
kepada Allah Ta ‘ala dicelakakan oleh kemaksiatan seseorang?”
“Tidak,” jawab Abdullah.
“Apakah orang yang bermaksiat kepada Allah akan mendapat manfaat dari ketaatan seseorang?”
tanyanya lagi.
“Tidak,” Abdullah kembali menjawab.
“Itulah jalan keluar, kalau memang engkau mau,” lanjut Fudhail. Lalu ia membaca ayat, “Maka
sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya. Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-
lah agama yang murni (bersih dari syirik). ” (QS. az-Zumar: 2-3)
Fudhail meninggal dan dimakamkan di Bab Mushalla.

Anda mungkin juga menyukai