Anda di halaman 1dari 56

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia kaya akan tanaman berkhasiat obat. Sejak lama manusia
menggunakan tumbuhan dan bahan alam lain sebagai obat untuk mengurangi rasa
sakit, menyembuhkan dan mencegah penyakit tertentu, mempercantik diri serta
menjaga kondisi badan agar tetap sehat dan bugar. Dari catatan sejarah diketahui
bahwa fitoterapi atau terapi menggunakan tumbuhan telah dikenal masyarakat sejak
masa sebelum masehi.Hingga saat ini penggunaan tumbuhan atau bahan alam sebagai
obat tersebut dikenal dengan obat tradisional.
Salah satu tanaman di Indonesia yang dimanfaatkan sebagai bahan obat
tradisional adalah tanaman binahong. Tanaman binahong (Anredera
cordifolia(Tenore) Steenis) merupakan tanaman merambat, berbatang kecil, memiliki
rhizoma yang kuat serta memiliki daun yang relatif tidak besar (Dequan, L dalam
titis, 2013)
Salah satu bahan alami yang dimanfaatkan sebagai bahan obat ialah tanaman
binahong (Anredera Cordifolia Steenis).Secara turun-temurun, tanaman daun
binahong dipercaya memiliki beragam khasiat pengobatan mulai dari penyakit ringan
hingga penyakit berat.Tanaman ini memang tumbuh baik dalam lingkungan yang
dingin dan lembab.Dan tamanan yang mulai banyak dimanfaatkan untuk kesehatan
adalah Binahong. Berdasarkan data empiris di masyarakat, Binahong dipercaya dapat
menyembuhkan berbagai macam penyakit, antara lain batuk atau muntah darah,
penyakit paru-paru, diabetes melitus, radang ginjal, ambeien, disentri, gusi berdarah,
luka setelah operasi atau melahirkan, jerawat, luka akibat kecelakaan, luka bakar,
menjaga stamina, menurunkan kolesterol, dan lain-lain.
Berdasarkan hasil penelitian [Sumartiningsih dalam titis, 2013] daun binahong
mengandung alkaloid, saponin dan flavonoid.Ekstrak alkaloid secara umum dari
beberapa jenis tanaman dilaporkan memiliki fungsi medis dalam bidang kesehatan,

1
seperti siamine yang merupakan alkaloid pada Cassia siamea memiliki aktifitas
sebagai antioksidan [Minarti dalam titis, 2013].

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam makalah ini
diuraikan sebagai berikut.
1) Bagaimana klasifikasi dari tumbuhan Binahong?
2) Apa saja khasiat dari daun tumbuhan Binahong?
3) Apa saja kandungan kimia pada daun tumbuhan Binahong?
4) Bagaimana skrining fitokimianya?
5) Bagaimana isolasi dan pemurniannya?
6) Bagaimana bioaktivitasnya?

1.3 Tujuan Pembuatan Makalah


Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan pembuatan makalah ini
diuraikan sebagai berikut.
1) Mengetahui klasifikasi dari tumbuhan Binahong.
2) Mengetahui khasiat dari tumbuhan Binahong.
3) Mengetahui kandungan kimia pada daun binahong
4) Mengetahui skrining fitokimia daun binahong
5) Mengatahui isolasi dan pemurnian daun binahong
6) Mengetahui bioaktivitas daun binahong

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Klasifikasi Tumbuhan Sirsak
Klasifikasi dari tumbuhan sirsak (Annona muricata L) adalah sebagai berikut.
Kingdom : Plantae (tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (berpembuluh)
Superdivisio : Spermatophyta (menghasilkan biji)
Divisio : Magnoliophyta (berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub-kelas : Magnoliidae
Ordo : Magnoliales
Familia : Annonaceae
Genus : Annona
Spesies : Annona muricata L

2.2 Khasiat Tumbuhan Binahong


Manfaat tanaman ini sangat besar dalam dunia pengobatan, Dalam pengobatan,
bagian tanaman yang digunakan dapat berasal dari batang, daun, dan umbi yang
menempel pada ketiak daun.Tanaman ini dipercaya memiliki kandungan antioksidan
tinggi dan antivirus.Tanaman ini masih diteliti meski dalam lingkup terbatas.Seorang
spesialis gizi Bambang Wirjatmadi, menyatakan bahwa ada literatur yang
menunjukkan bahwa tikus yang disuntik ekstrak binahong mempunyai tingkat daya
tahan tubuh yang bagus.Ini dapat ditunjukkan dengan adanya agresivitas tikus yang
energik serta tidak mudah sakit jika dibandingkan dengan tikus yang tidak disuntik.
Menurut Yusup Yudi Prayudi yang dijelaskan dalam Warta Balai Penelitian Tanaman
Rempah dan Obat (2009 : 6) bahwa seluruh bagian tanaman Binahong mulai dari
akar, umbi, batang, daun dan bunga sangat mujarab untuk obat dalam penyembuhan
(terapi herbal).
Khasiat utama tanaman Binahong yaitu sebagai berikut :

3
1. Mempercepat pemulihan kesehatan setelah operasi, setelah melahirkan, khitan,
bermacam luka dalam, luka luar dan radang usus.
2. Melancarkan, menormalkan peredaran dan tekanan darah.
3. Mencegah stroke, maag dan asam urat.
4. Menambah dan mengembalikan vitalitas daya tahan tubuh.
5. Wasir (ambeien).
6. Melancarkan buang air kecil dan buang air besar.
7. Diabetes.

Khasiat tambahan dari tanaman Binahong yaitu :


1. Sariawan berat
2. Pusing.
3. Sakit perut.
Menurut Candra Wijaya khasiat utama dari tanaman Binahong yaitu:
1. Menyembuhkan luka dalam dan luka luar seperti baru operasi,typhus, radang
usus, maag dan wasir (ambeien).
2. Pembengkakan dan pembekuan darah.
3. kondisi lemah setelah sakit.
4. Rhematik, luka memar (akibat benturan, terpukul atau terkilir).
5. Mencegah stroke.

2.3 Kandungan Kimia Pada Tumbuhan Binahong


Manfaat tanaman ini sangat besar dalam dunia pengobatan,secara empiris
binahong dapat menyembuhkan berbagai jenis penyakit. Seluruh bagian tanaman
menjalar ini berkhasiat mulai dari akar, batang dan daunnya.Dalam pengobatan,
bagian tanaman yang digunakan dapat berasal dari akar, batang, daun, dan bunga
maupun umbi yang menempel pada ketiak daun.Tanaman ini memiliki kandungan
antioksi dan tinggi dan antivirus. Beberapa penyakit yang dapat disembuhkan dengan
menggunakan tanaman ini adalah: kerusakan ginjal, diabetes, pembengkakan jantung
muntah darah, tifus, stroke, wasir, rhematik, pemulihan pasca operasi, pemulihan

4
pasca melahirkan, menyembuhkan segala luka dalam dan khitanan, radang usus,
melancarkan dan menormalkan peredaran dan tekanan darah, sembelit, sesak napas,
sariawan berat, pusing-pusing, sakit perut, menurunkan panas tinggi, menyuburkan
kandungan, maag, asam urat, keputihan, pembengkakan hati, meningkatkan vitalitas
dan daya tahan tubuh.
Ekstrak metanol daun binahong dapat menurunkan kadar glukosa darah. Salep
ekstrak daun binahong memiliki efektivitas pada penyembuhan luka yang terinfeksi
bakteri Staphilococcus aureus.Hasil uji fitokimia ekstrak daun binahong ditemukan
senyawa polifenol, alkaloid dan flavonoid. Pada konsentrasi 25% dapat menghambat
pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus, pada konsentrasi 50% dapat
menghambat pertumbuhan bakteri Pseudomonas aeruginosa, juga dapat menghambat
pertumbuhan bakteri Shigella flexneri. Daun binahong mengandung flavonoid yang
menunjukkan aktivitas antioksidan. Ekstrak etil asetat daun binahong mempunyai
aktivitas rendah sebagai antioksidan dengan nilai IC50 sebesar 1458,8 ppm.
Binahong mempunyai aktivitas biologis karena adanya senyawa bioaktif asam fenolat
yang memiliki aktivitas antioksidan.
Dalam daun binahong terdapat aktivitas antioksidan, asam askorbat, dan total
fenol yang sangat tinggi. Dalam daun binahong terdapat kadungan antibakterial dan
sitotoksik, juga mengandung asam oleanolik yang memiliki khasiat sebagai anti
inflamasi dan untuk mengurangi rasa nyeri pada luka bakar.Asam oleanolik tersebut
merupakan golongan triterpenoid (antioksidan pada tanaman).
Berikut ini beberapa penelitian yang menunjukkan adanya senyawa
kimiayang terkandung dalam daun binahong, yaitu:
a. Titis dkk (2013), berhasil mengisolasi dan mengidentifikasi senyawa alkaloid
pada ekstrak daun binahong. Isolat (ekstrak etanol) alkaloid adalah senyawa
betanidin (C18H16N2O8) yang bersifat tidak sitotoksik dengan LC50 sebesar
85,583 ppm.
b. Ekaviantiwi dkk (2013), berhasil mengidentifikasi asam fenolat dari ekstrak
etanol daun binahong, yang diduga mengandung asam p-kumarat.

5
c. Murdiyanto dkk (2012) dalam identifikasi senyawa golongan triterpenoid ekstrak
daun binahong, menemukan senyawa 2,3,19,23-tetrahidroksi-12-ene-24,28-
/dimetil ester yang berfungsi sebagai anti bakteri.
d. Rimporok dkk (2015) dalam uji efektivitas ekstrak daun binahong terhadap
pertumbuhan Streptococcus mutans secara in vitro memberikan hasil yaitu
ekstrak daun binahong memiliki efek antibakteri dalam menghambar
pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans. Hal ini dikarenakan adanya satu zat
aktif yaitu flavonoid. Di dalam flavonoid mengandung senyawa fenol yang dapat
menganggu pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans.
e. Kartika dkk (2016) melakukan uji coba dan memberikan hasil bahwa ekstrak
daun binahong memiliki potensi menghambat pertumbuhan bakteri Vibrio harveyi
secara in vitro. Daya hambat pertumbuhan bakteri Vibrio harveyiakan semakin
luas seiring dengan peningkatan laju konsetrasi ekstrak daun binahong yang
diberikan. Dari penelitian ini menunjukkan bahwa daun binahong dapat dijadikan
sebagai sumber potensial yang mengandung senyawa akti bakteri, sehingga dapat
digunakan sebagai bahan alternative dalam pengendalian penyakit bakteri laut dan
payau khususnya Vibrio harveyi.
f. Parwati (2014) melakukan uji aktivitas antioksidan ekstrak daun binahong dengan
menggunakan 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil (DPPH) menggunakan spektrofotometer
UV-VIS. Diperoleh hasil bahwa kadar antioksidan dari binahong sama dengan
vitamin C yaitu hamper mendekati 1 yang artinya data hasil penelitian yang
diperoleh sangat baik. Ekstrak daun binahong memiliki daya antioksidan yang
sangat kuat dengan nilai IC50 yang diperoleh sebesar 40,27 ppm
2.4 Skrining Fitokimia
a. Penelitian Sri Murni Astuti
Skrining Fitokimia Dan Uji Aktifitas Antibiotika Ekstrak Etanol Daun,
Batang, Bunga Dan Umbi Tanaman Binahong (Anredera cordifolia (Ten)
Steenis)
Antibiotika adalah metabolit sekunder atau substansi kimia yang diperoleh dari
mikroorganisma maupun produk sintesis, dimana pada dosis atau konsentrasi rendah

6
dapat menghambat pertanaman dan ketahanan dari mikrorganisma tanpa efek toksik
yang serius pada inang.Selain itu telah ditemukan antibiotika yang berasal dari
kandungan senyawa tanaman. Tanaman merupakan sumber yang sangat penting
untuk menemukan antimikroba
Binahong (Anredera cordifolia (Ten) Steenis)atau dalam bahasa Tiongkok
dikenal dengan nama Dheng San Chi adalah tanaman obat, asli dari Amerika Selatan.
Tanaman ini telah dikenal memiliki khasiat penyembuhan yang luar biasa oleh sebab
itu digunakan sebagai obat tradisonal. Secara empiris, masyarakat di pulau Jawa
memanfaatkan untuk membantu proses penyembuhan beragam penyakit, termasuk
untuk mengobati luka sehabis operasi Caesar atau memulihkan tenaga ibu setelah
bersalin. Akar dan daun tanaman binahong bermanfaat sebagai obat penyembuh luka
bekas operasi, penyakit tiphus, radang usus, asam urat, disentri dan wasir. Menurut
Manoi (2009), zat bioaktif dalam tanaman binahong dapat membantu proses
penyembuhan penyakit-penyakit degeneratif seperti kerusakan ginjal, diabetes,
pembengkakan jantung, strok, wasir dan asam urat. Dalam penelitian lain tanaman
binahong dapat mengobati penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri, bahkan
ekstrak daun dan umbi binahong dapat mengobati infeksi penyakit kelamin seperti
penyakit syphilis. Tanaman binahong mengandung fenol, flavonoid, saponin,
triterpenoid, steroid dan alkaloid, selain itu memiliki aktifitas sebagai antioksidan
Senyawa fenolik dan flavonoid termasuk dalam metabolit sekunder dari
tanaman yang mempunyai aktifitas biologi dan terdiri dari 8000 macam
senyawa.Senyawa ini dapat berperan langsung sebagai antibiotika dengan mekanisme
kerja menghancurkan sel dinding bakteri.Fenolik dan flavonoid juga memiliki
aktifitas sebagai antioksidan.Metabolit sekunder lainnya adalah saponin yang
memiliki aktifitas pada permukaan.Tanaman binahong memiliki kandungan senyawa
saponin yang lebih besar dari pada senyawa lainnya, terutama pada umbi.Saponin
termasuk senyawa glikon (gula) dan senyawa aglikon, adapun senyawa aglikon
adalah termasuk golongan steroid dan terpenoid. Senyawa terpenoid adalah senyawa
hidrokarbon isometrik yang membantu proses sintesa organik dan pemulihan sel-sel

7
tubuh. Saponin mempunyai fungsi menurunkan kolesterol karena mempunyai
aktifitas sebagai antioksidan
Materi dan metode
Persiapan Bahan Uji:
Daun, batang, bunga dan umbi tanaman binahong dipanen setelah musim berbunga
pada bulan Agustus. Tanaman binahong tersebut telah diidentifikasi oleh Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Pusat Penelitian Biologi dengan No: 1022.
Selanjutnya sampel uji dari tanaman binahong tersebut dicuci dibawah air keran yang
mengalir, setelah ditiriskan sebagian bahan uji sampel segar dianalisa secara kualitatif
untuk skrining fitokimia dan sebagian dikeringkan dengan oven 60oC, selama 24 jam,
kemudian dibuat serbuk
Metode Ekstrak Maserasi
Sampel uji dari tanaman binahong (serbuk) diekstaksi secara maserasi (perendaman),
dengan perbandingan 1:10 yaitu 1 bagian serbuk sampel binahong direndam dalam
10 bagian larutan etanol. Maserasi dilakukan selama 5 hari dalam wadah berbahan
gelas yang bermulut lebar dan setiap hari dikocok beberapa menit, kemudian disaring
dengan kertas saring Whatman
Skrining Fitokimia (Kualitatif)
1. Uji Fenolik. Tambahkan ke dalam larutan sampel beberapa tetes larutan besi (III)
klorida 1%. Adanya senyawa kelompok fenol ditandai dengan munculnya
warna hijau, merah, ungu atau hitam
2. Uji Flavonoid. Satu gram sampel diekstraksi dengan 5 ml etanol kemudian
tambahkan beberapa tetes HCl pekat dan 1,5 gram logam magnesium. Adanya
flavonoid, diindikasikan dari terbentuknya warna pink atau merah magenta
dalam waktu 3 menit
3. Uji Saponin. Kurang lebih 2 gram serbuk sampel dilarutkan dengan 20 ml
aquadest. Didihkan menggunakan penangas air, kemudian saring menggunakan
kertas saring. Campurkan 10 ml filtrat dengan 5 ml aquadest dan kocok hingga
terbentuk busa stabil. Tambahkan olive oil dan kocok dengan keras, adanya
saponin ditandai dengan terbentuknya emulsi yang stabil

8
4. Uji Steroid. Tambahkan asam asetat anhidrat 2 ml pada 0,5 ektrak etanol.
Kemudian tambahkan 2 ml asam sulfat pekat. Adanya steroid ditandai dengan
perubahan warna dari violet menjadi biru atau hijau.
5. Uji Terpenoid. Campur 5 ml ekstrak dengan 2 ml kloroform. Kemudian
tambahkan dengan hati-hati 3 ml asam sulfat pekat. Terbentuknya warna coklat
kemerahan pada permukaan dalam larutan,menunjukkan adanya terpenoid
6. Uji Alkaloid. Tambahkan 5 ml HCl 2 M ke dalam 20 gram ekstrak, aduk dengan
sedikit pemanasan selama 5 menit. Tambahkan 0,5 gram NaCl, aduk dan
saring, setelah itu tambahkan HCl 0.2 M, untuk membilas filter. Pekatkan filtrat
sampai memperoleh volume 5 ml. Masukkan filtrat pada 2 tabung reaksi kecil,
masing-masing 1 ml. Tabung 1 diberi pereaksi Mayer dan tabung 2 diberi
pereaksi Wagner, amati terjadinya kekeruhan dan endapan
Untuk menentukan adanya senyawa fenolik dan flavonoid sebagai konfirmasi,
gunakan uji kuantitatif dengan alat Spektrofotometer UV.
Uji Kuantitatif Kandungan Fitokimia
Fenol (Folin-Ciocalteu Method)
Reagen
a. Reagen Folin-Ciocalteu 50% (botol ditutup dengan alumunium foil), gunakan
dalam keadaan segar
b. Sodium karbonat (Na2CO3) 2 %
c. Standar Galic acid (dalam kurva: 0 – 200 mg/l)
Metode
Larutkan 0,1 gram sampel serbuk dalam 1 ml aquadest (filtrat), kemudian tambahkan
0,1 ml filrat tersebut ke dalam 2,8 ml aquades. Tambahkan 2 ml larutan natrium
karbonat 2% dan tambahkan 0,1 ml reagen Folin-Ciocalteu 50%. Inkubasikan dalam
suhu kamar selama 30 menit.Baca absorbansi dengan spektrofotometer pada panjang
gelombang 750 nm dan gunakan, aquadest sebagai blanko standar.Data diekspresikan
dalam milligram Gallic Acid Equivalent (GAE/100 g). Lakukan pengujian ini
sebanyak 3 kali
Flavonoid (Aluminum chloride method)

9
Reagen
a. Alumunium klorida heksahidrat (AlCl3)10 %
b. Alkohol 95%
c. Kalium asetat (CH3CO2K)
d. Quersetin standar (dalam kurva: 0-50 mg/l)
Metode
Larutkan 0,1 gram sampel serbuk dalam 1 ml aquadest. Campurkan 0,5 ml larutan
sampel dengan 1,5 ml alkohol 95%. Tambahkan 0,1 ml AlCl3 10%, 0,1 ml
CH3CO2K 1 M dan tambahkan 2,8 ml aquades. Inkubasikan dalam suhu kamar
selama 30 menit.Baca absorbansi dengan spektrofotometer pada panjang gelombang
415 nm dan gunakan aquadest sebagai blanko standar.Data diekspresikan dalam
milligram Quesetin Equivalent (QE/100 g). Lakukan pengujian ini sampai 3 kali
Uji Skrining antibiotika
Persiapan
a. Sampel dari ekstrak daun, batang, bunga dan umbi binahong dalam bentuk filtrat
etanol dan sampel ekstrak kapsul binahong dalam larutan air dan etanol.
Kentalkan dengan menggunakan alat evaporator dan kemudian encerkan dengan
ethanol dengan perbandingan 1:10
b. Spora dari Bacillus cereus ATCC 11778, Bacillus subtillis ATCC 6633, Bacillus
stereothermophylus var calidolactis C.953 NIZO dan bacteri Micrococcus luteus
ATCC 9341
c. Media-media untuk mengetahui adanya aktifitas dari spora-spora uji terhadap
golongan antibiotika yaitu: media NV-10 untuk Bacillus cereus ATCC 11778,
media NV-8 untuk Bacillus subtillis ATCC 6633, media NV-4 untuk
Micrococcus luteus ATCC 9341
d. Larutan dapar fosfat pH 6,0 ± 0,05, dengan baku pembanding grup antibiotika
Penicillin (PC), Tetrasiklin (TC), Aminoglikosida (AG) dan Mikrolida (ML)
Hasil analisa Fitokimia
Hasil uji dari fitokimia ekstrak daun, batang, bunga dan umbi tanaman
Binahong menunjukkan bahwa terdapat senyawa bioaktif pada daun, batang, bunga

10
dan umbi adalah mengindikasikan adanya senyawa fenol, flavonoid, saponin,
terpenoid, steroid dan alkaloid sebagaimana dalam Tabel 1.

Tabel 1. Analisa Senyawa Fitokimia Pada Tanaman Binahong

Senyawa saponin, terpenoid, dan steroid pada tanaman binahong menunjukkan


reaksi kimia yang sangat kuat dan jelas.Tanaman binahong juga mengandung
alkaloid, fenol, dan flavonoid.Kandungan senyawa flavonoid pada bunga tampak
lebih kuat dari pada daun, batang dan umbi, menandakan bunga lebih banyak
mengandung senyawa total fenol, dan flavonoid.Selanjutnya untuk menetapkan
kandungan senyawa fenol dan flavonoid dilakukan analisa kuantitatif dengan alat
Spektrofotometer UV.

11
Gambar.1. Analisa Total Fenol Dalam Ekstrak Etanol.Leaves (daun); tubers (umbi);
flower (bunga); Capsule (kapsul binahong).Kandungan fenol pada bunga paling
tinggi, kemudian kapsul, umbi, dan terakhir daun.

Dari hasil uji kuantitatif, kandungan senyawa bioaktif fenol pada bunga dalam
merupakan yang paling banyak, diikuti kapsul binahong, umbi dan daun pada
konsentrasi ekstrak etanol sebagaimana dalam Gambar 1.

Gambar 2.Analisa Total Flavonoid Dalam Ekstrak Etanol.Leaves (daun); Tubers


(umbi); flower (bunga); Capsule (kapsul binahong).

Sebagaimana dalam Gambar 2.kandungan senyawa flavonoid tertinggi adalah pada


bunga yang diikuti oleh kapsul binahong, daun dan umbi. Kandungan flavonoid
tinggi menunjukkan adanya kandungan antioksidan sebagai anti penyakit
degeneratif.

12
b. Penelitian fitokimia yang juga dilakukan Parwati (2014)
Uji pendahuluan (fitokimia) pada serbuk simplisia ekstrak daun binahong
menunjukkan hasil positif terhadap golongan senyawa alkaloid, flavonoid dan tannin
dan negative terhadap saponin .Adapun tujuan uji pendahuluan yaitu untuk
mengetahui kandungan senyawa kimia yang terdapat dalam ekstrak daun binahong
yang diharapkan dapat berperan sebagai antioksidan.
Cara yang dilakukan untuk mendeteksi golongan senyawa alkaloid yaitu
dengan menggunakan pereaksi Mayer yang ditandai dengan adanya endapan putih.
Sedangkan adanya senyawa flavonoid ditandai dengan terbentuknya warna kuning-
jingga dan adanya tannin ditandai dengan terbentuknya larutan berwarna biru tua
(Aryanti, dkk., 2007).
Uji adanya senyawa alkaloid pada penelitian ini menggunakan pereaksi Mayer
dan uji positif menghasilkan endapan berwarna putih.. Diperkirakan endapan tersebut
adalah kompleks kalium-alkaloid. Pada pembuatan pereaksi Mayer, larutan
merkuri(II) klorida ditambah kalium iodida akan membentuk endapan merah
merkuri(II) iodida. Jika kalium iodida yang ditambahkan berlebih maka akan
terbentuk kalium tetraiodomerkurat(II).
Pada uji alkaloid dengan pereaksi Mayer, diperkirakan nitrogen pada alkaloid
akan bereaksi dengan ion logam K+ dari kalium tetraiodomerkurat(II) membentuk
kompleks kalium-alkaloid yang mengendap. Mekanisme terbentuknya endapan putih
tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Mekanisme Reaksi Alkaloid (Marliana, dkk., 2005).

13
Uji adanya senyawa flavonoid pada penelitian ini menggunakan logam
magnesium dan larutan HCl pekat. Menurut Robinson (1995), tujuan penggunaan
logam Mg dan HCl adalah untuk mereduksi inti benzopiron yang terdapat dalam
struktur flavonoid sehingga terbentuk garam flavilium berwarna merah atau jingga.
Flavonoid merupakan senyawa yang mengandung dua cincin aromatik dengan gugus
hidroksil lebih dari satu.Mekanisme terbentuknya warna tersebut disajikan pada
Gambar 2.

Gambar 2.Mekanisme reaksi uji flavonoid (Lathifah, 2008).


Sedangkan uji adanya tanin pada penelitian ini menggunakan larutan FeCl 3 1%.
Terbentuknya warna biru tua atau biru kehitaman pada ekstrak daun binahong setelah
ditambahkan dengan FeCl3 1% karena tannin akan membentuk senyawa kompleks
dengan ion Fe3+. Uji fitokimia dengan menggunakan FeCl3 bertujuan untuk
menentukan apakah sampel mengandung gugus fenol.Adanya gugus fenol
ditunjukkan dengan warna biru tua atau biru kehitaman setelah ditambahkan dengan
FeCl3, sehingga apabila uji fitokimia dengan FeCl3 memberikan hasil positif
dimungkinkan dalam sampel terdapat senyawa fenol dan dimungkinkan salah satunya
adalah tanin karena tanin merupakan senyawa polifenol. Terbentuknya senyawa
kompleks antara tanin dan FeCl3 karena adanya ion Fe3+ sebagai atom pusat dan tanin
memiliki atom O yang mempunyai pasangan elektron bebas yang bisa

14
mengkoordinasikan ke atom pusat sebagai ligannya. Ion Fe3+ pada reaksi di atas
mengikat tiga tanin yang memiliki 2 atom donor yaitu atom O pada posisi 4’ dan 5’
dihidroksi, sehingga ada enam pasangan elektron bebas yang bisa dikoordinasikan ke
atom pusat. Atom O pada posisi 4’ dan 5’ dihidroksi memiliki energi paling rendah
dalam pembentukan senyawa kompleks, sehingga memungkinkan menjadi sebuah
ligan, seperti yang terlihat pada Gambar 3.

Gambar 3.Reaksi antara tanin dan FeCl3 (Sa’adah, 2010).

Hasil Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Daun Binahong


Pengukuran aktivitas antoksidan pada sampel dilakukan pada panjang
gelombang 517 nm, yang merupakan panjang gelombang maksimum DPPH.Adanya
aktivitas antioksidan dari sampel mengakibatkan terjadinya perubahan warna pada
larutan DPPH dalam etanol yang semula berwarna ungu berubah menjadi warna
kuning.Perubahan ini terjadi saat radikal DPPH ditangkap oleh antioksidan yang
melepas atom hidrogen untuk menangkap DPPH-H stabil.Reaksi antara antioksidan
dengan molekul DPPH dapat dilihat pada Gambar 4.

15
Gambar 4. Reaksi Antara Antioksidan dan Molekul DPPH (Prakash, dkk., 2001).
Nilai absorbansi ekstrak daun binahong semakin berkurang dengan
meningkatnya konsentrasi. Hal ini dapat terjadi karena adanya reduksi radikal DPPH
oleh antioksidan, dimana semakin tinggi konsentrasi ekstrak daun binahong maka
partikel-partikel senyawa antioksidan yang terkandung akan semakin banyak
sehingga semakin besar pula aktivitas antioksidannya dan menyebabkan
absorbansinya semakin berkurang (Molyneux, 2004). Hasil penelitian nilai
absorbansi ekstrak daun binahong dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Nilai Absorbansi DPPH


Berdasarkan nilai absorbansi sampel dihitung pula aktivitas antioksidan dari
ekstrak daun binahong yang ditinjau dari hasil perhitungan persentase penghambatan
radikal bebas. Gambar 6 menunjukkan persentase penghambatan radikal bebas dari
ekstrak daun binahong.

16
Gambar 6. Aktivitas Antioksidan Ekstrak Daun Binahong
Kurva pada Gambar 6 menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi ekstrak
daun binahong semakin besar pula persentase penghambat radikal DPPH.
Konsentrasi tertinggi dari ekstrak daun binahong yang diujikan yakni 80 ppm
memiliki persentase penghambatan radikal bebas sebesar 75,439%, konsentrasi 60
ppm sebesar 74,482%, konsentrasi 40 ppm sebesar 52,312% dan konsentrasi 20 ppm
memiliki persentase penghambatan radikal bebas sebesar 17,544%. Hasil persentase
penghambatan radikal bebas didukung dengan hasil yang diperoleh dimana warna
larutan DPPH yang semula berwarna ungu berubah menjadi warna kuning setelah
ditambahkan ekstrak daun binahong.

c. Penelitian skrining fitokimia oleh Prita


Skrining Fitokimia Metabolit Sekunder pada Daun Binahong (Anrederacordifolia
(Ten.) Steenis) untuk Uji In Vitro Daya Hambat PertumbuhanAeromonas hydrophila
Skrining Fitokimia (Indah (2006) dan Harborne (1987) dalam Laelatul, dkk., (2010).
Skrining fitokimia saponin
Ekstrak sampel sebanyak 2 ml dimasukkan ke dalam tabung reaksi kemudian
ditambahkan 10 ml aquades. Selanjutnya dikocok sekuat-kuatnya selama 10 detik.
Jika terbentuk buih dengan ketinggian 110 cm yang stabil kurang lebih 10 menit dan
buih tidak hilang jika ditambahkan 1 tetes HCl 2N maka menunjukkan adanya
saponin
Skrining fitokimia steroid/terpenoid

17
Ekstrak sampel sebanyak 2 ml dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian
dilakukan pengujian steroid/terpenoid sebagai berikut:
a. Ekstrak ditambahkan dengan 2 tetes pereaksi LiebermannBouchard. Apabila
terbentuk warna biru ungu/biru hijau menunjukkan adanya steroid/terpenoid
Skrining fitokimia alkaloid
Ekstrak sampel sebanyak 1 ml dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian
dilakukan pengujian alkaloida sebagai berikut :
a. Ekstrak ditambahkan 2 tetespereaksi Wagner. Apabilaterbentuk endapan
berwarnacokelat maka reaksi positif.
b. Ekstrak ditambahkan 2 tetespereaksi Dragendroff. Apabilaterbentuk endapan
berwarnamerah/jingga maka reaksipositif.
c. Ekstrak ditambahkan 2 tetespereaksi Mayer. Apabilaterbentuk endapan
menggumpal berwarna putih/kuning maka reaksipositif.
d. Ekstrak ditambahkan 2 tetespereaksi Bouchardat. Apabilaterbentuk endapan
berwarnacokelat sampai hitam makareaksi positif.
Skrining fitokimia fenolik dan flavonoid
Ekstrak sampel sebanyak 1 mldimasukkan ke dalam tabung reaksiuntuk
dilakukan pengujian fenolikdengan cara ekstrak ditambahkanpereaksi FeCl3 1%, jika
terjadiwarna hitam menunjukkan adanyasenyawa fenolik. Untuk memisahkan
adanya senyawa flavonoid, maka serbuk daun kering (simplisia) ditambahkan 5 ml
etil asetat dan dikocok hati-hati lalu didiamkan sebentar, kemudian ditambahkan
pereaksi FeCl3 1%. Apabila terjadi perubahan warna menjadi warna hitam
menunjukkan adanya flavonoid.
Berdasarkan skrining fitokimia didapatkan hasil bahwa ekstrak mengandung
senyawatriterpenoid/steroid,saponin, alkaloid dan fenolik

18
Gambar 1. Ekstrak daun binahong yang mengandung senyawa (A)
triterpenoid/steroid,(B) saponin, (D) alkaloid, (F) fenolik

Ekstraksi
Ekstrak yang diperoleh berupa ekstrak pekat berwarna cokelat tua dengan bau
seperti jamu sebanyak 20 gram.metabolit sekunder yaitu fenolik, flavonoida,
terpenoida/steroida, alkaloid dan saponin.

Gambar 2.Hasil uji fenolik dan flavonoida menunjukkan adanya senyawa


fenolik dan flavonoida ditandai perubahan warna hijau ekstrak asli (A) menjadi warna
hitam (B dan C).

19
Gambar 3. Hasil skrining fitokimia : (A) alkaloid dengan pereaksi Dragendroff
menunjukkanadanya endapan dan (B) saponin menunjukkan adanya buih

d) Penelitian menggunakan skring fitokimia oleh Fidrianny


ProsedurPenapisan Fitokimia Simplisia. Penapisan fitokimiamenunjukkan
simplisia mengandung golonganflavonoid, fenol, tanin, dan steroid/
triterpenoid,seperti yang tertera pada Tabel 1.

20
2.5 Isolasi
a. Isolasi Identifikasi dan Uji Aktifitas Senyawa Alkaloid Daun Binahong
(Anredera cordifolia (Tenore) Steenis)
Muhammad Titis B.M, Dra. Enny Fachriyah, M.Si dan Dra. Dewi Kusrini,
M.Si
Metode
Serbuk daun binahong dimaserasi dengan pelarut n–heksana hingga filtratnya
jernih.Kemudian disaring, residu hasil maserasi diangin-anginkan hingga
kering.Residu yang telah kering kemudian dimaserasi kembali menggunakan etanol
hingga filtratnya jernih.Ekstrak yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan rotary
evaporator sehingga diperoleh ekstrak etanol.
Ekstrak etanol yang telah didapatkan, ditambahkan larutan HCl 2M hingga pH
larutan menjadi 3.Larutan yang telah bersifat asam kemudian diekstraksi
menggunakan etil asetat. Hasil ekstraksi akan terbentuk 2 lapisan, yaitu lapisan asam
dan lapisan etil asetat. Selanjutnya kedua lapisan dipisahkan, kemudian lapisan asam
ditambahkan NH4OH hingga pH larutan mencapai 9 kemudian diekstraksi kembali
menggunakan etil asetat. Hasil ekstraksi akan terbentuk 2 lapisan yaitu lapisan basa
dan lapisan etil asetat, kemudian dipisahkan. Lapisan etil asetat dipekatkan
menggunakan rotary evaporator sehingga didapatkan ekstrak alkaloid total.
Terhadap alkaloid total yang diperoleh dilakukan Kromatografi Lapis Tipis
(KLT) dengan campuran pelarut etanol, etil asetat dan n-heksana yang bersifat p.a
dengan perbandingan 1:2:30 menggunakan plat silika gel 60GF254 sehingga
diperoleh noda– noda isolat. Selanjutnya dilakukan pemisahan menggunakan KLT
preparatif.
Hasil isolat alkaloid kemudian di analisis strukturnya menggunakan
Spektroskopi UVVisible, FTIR dan LC–MS. Uji aktifitas senyawa tersebut
dilakukan dengan menggunajan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT).
Hasil dan pembahasan
Serbuk daun binahong dimaserasi menggunakan n-heksan bertujuan untuk
mengikat senyawa-senyawa metabolit sekunder daun binahong yang bersifat non

21
polar seperti steroid dan triterpenoid.Selanjutnya dilakukan penyaringan.Residu yang
telah kering kemudian dimaserasi kembali menggunakan etanol hingga filtratnya
jernih.Maserasi menggunakan etanol karena etanol dapat melarutkan alkaloid.
Alkaloid merupakan senyawa yang bersifat polar, sehingga akan terikat dalam pelarut
etanol. Filtrat yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan rotary evaporator
sehingga diperoleh ekstrak etanol.Ekstrak etanol yang diperoleh kemudian diuji
golongan senyawa alkaloid. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada ekstrak etanol
menunjukkan reaksi positif alkaloid yang ditandai dengan adanya endapan putih pada
penambahan pereaksi Meyer dan terdapat endapan merah bata pada penambahan
pereksi Dragendorf
Selanjutnya ekstrak etanol ditambahkan larutan HCl hingga pH larutan 3 agar
terbentuk garam alkaloid.Larutan yang telah bersifat asam kemudian diekstraksi
menggunakan etil asetat. Hasil ekstraksi akan terbentuk 2 lapisan, yaitu lapisan
bawah yang merupakan lapisan asam dan lapisan atas merupakan lapisan etil asetat.
Kedua lapisan tersebut dipisahkan, kemudian lapisan asam ditambahkan NH4OH
hingga pH larutan mencapai 9. Perlakuan tersebut dilakukan agar garam alkaloid
membentuk basa bebas alkaloid. Reaksi alkaloid dengan basa secara umum dapat
dilihat pada reaksi berikut:

Garam alkaloid alkaloid


Larutan basa yang telah diekstraksi dengan etil asetat akan membentuk 2
lapisan yaitu lapisan basa dan lapisan etil asetat. Selanjutnya kedua lapisan tersebut
dipisahkan. Lapisan etil asetat dipekatkan menggunakan rotary evaporator
menghasilkan ekstrak etil kemudian diuji alkaloid menggunakan pereaksi Meyer.
Hasil uji alkaloid pada ekstrak tersebut menunjukkan hasil positif alkaloid, yaitu
terbentuknya endapan putih.
Hasil KLT menggunakan plat silika gel 60GF254 dan fasa gerak yang
digunakan adalah campuran pelarut etanol, etil asetat dan n-heksana (1:2:30). Hasil

22
yang diperoleh pada lampu UV λ 365 nm yakni dua buah noda yang berwarna biru
dan merah dengan Rf 0,65 dan 0,23. Berdasarkan hasil KLT, diketahui noda
berwarna biru merupakan alkaloid.Menurut [4] di bawah lampu UV 365 nm senyawa
alkaloid pada umumnya berwarna biru, biru kehijauan atau ungu berfluoresensi.
Selanjutnya dilakukan pemisahan dengan KLT preparative menggunakan
pengembang yang sama dihasilkan dua buah pita.
Pada pita yang berwarna biru dilakukan pengerokan untuk diuji kemurniannya
dengan KLT kembali menggunakan pengembang yang sama. Hasil yang diperoleh
yakni noda tunggal yang berwarna biru dan diduga isolat alkaloid tersebut telah
murni.

Gambar 1. Hasil KLT isolat alkaoid


Filtrat tersebut kemudian diuapkan untuk menghilangkan pelarut yang
terkandung di dalamnya sehingga dihasilkan Kristal alkaloid. Terhadap kristal
alkaloid tersebut kemudian dianalisis menggunakan spektrofotometer UV-Vis, FTIR
dan LCMS.
Hasil analisis isolat noda tunggal menggunakan spektrofotometer UV-Vis,
diketahui bahwa isolat tersebut mempunyai panjang gelombang maksimum (λ max)
sebesar 265 nm 275 nm yang diindikasikan bahwa senyawa tersebut termasuk dalam
golongan alkaloid indol. Menurut Nessel dalam Titis (2013) terbentuknya dua buah
serapan yang berdekatan menunjukkan ciri khas dari senyawa alkaloid indol.

Gambar 2. Spektra UV-Vis isolat alkaloid

23
Hasil di atas selain adanya serapan pada 265 nm dan 275 nm, juga
menunjukkan adanya serapan pada 311 nm yang disebabkan adanya pengaruh gugus
karboksilat kemudian adanya serapan pada 406 nm disebabkan pengaruh ikatan C=C
terkonjugasi dalam senyawa tersebut, serta pada serapan 540 nm disebabkan serapan
keseluruhan dari senyawa tersebut.

Gambar 3. Spektogram FTIR


Hasil analisis menggunakan spektrofotometer FTIR menunjukkan gugus fungsi
yang terdapat pada isolat murni. Berdasarkan data interpretasi spektogram FTIR pada
gambar 3 meunjukkan puncak-puncak vibrasi dengan serapan pada panjang
gelombang 3464,15 cm-1 yang merupakan serapan dari vibrasi ulur gugus N-H, selain
itu didukung pula dengan adanya serapan pada panjang gelombang 1597,06 cm-1
yang merupakan vibrasi tekuk gugus N-H. Adanya serapan pada panjang gelombang
3549,02 cm-1 merupakan serapan vibrasi ikatan O-H. Vibrasi ikatan ini diduga
merupakan vibrasi gugus alkohol yang didukung dengan munculnya serapan kuat
pada bilangan gelombang 1049,28 cm-1 dari vibrasi ulur C-O alkohol. Adanya vibrasi
pada bilangan gelombang 1373,32 cm-1 merupakan serapan dari C-N.
Berdasarkan hasil analisis UV-Vis dan FTIR, diduga senyawa alkaloid yang
terkandung dalam isolat merupakan senyawa alkaloid yang mengandung gugus O-H,
NH, C-N, C=C, C-O alkohol, C=O karboksilat dan CH2.
Isolat kemudian dianalisis menggunakan Liquid Cromatography-Mass
Spetroscopy (LC-MS) untuk mengetahui berat molekul isolat alkaloid. Kromatogram
isolat alkaloid menunjukkan bahwa isolat tersebut belum murni.Hal ini ditunjukkan
adanya tiga puncak yang diduga terdapat tiga jenis senyawa alkaloid pada isolat
tersebut.

24
Berdasarkan penelitian Khan dkk dalam Titis (2013) analisis menggunakan
metode spektrometri, diketahui jenis alkaloid beanidin mempunyai harga panjang
gelombang dasar sebesar 535 nm dan mempunyai berat molekul sebesar 389 g/mol.
Sehingga berdasarkan penelitian tersebut diduga isolat alkaloid yang telah diisolasi
dari daun binahong mengandung senyawa betanidin (C18H16N2O8). Struktur dari
alkaloid betanidin (C18H16N2O8) ditunjukkan pada gambar 6.

Gambar 6. Struktur alkaloid betanidin


Uji aktifitas yang dilakukan dengan metode BSLT menggunakan Artemia
salina diperoleh harga LC50 dari ekstrak etanol dan alkaloid total masing-masing
sebesar 4,593 ppm dan 85,583 ppm.Berdasarkan Moshi dkk dalam Titis (2013) harga
1 - 10 ppm bersifat sangat sitotoksik sedangkan 30 - 100 ppm bersifat sitotoksik.
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa ekstrak etanol bersifat sangat sitotoksik
sedangkan alkaloid total bersifat sitotoksik.

b. Isolasi, Identifikasi Serta Uji Aktivitas Antibakteri Senyawa Golongan


Triterpenoid Dari Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifolia (Ten.)
Steen)Terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli
Agus Ria Murdianto, Enny Fachriyah, Dewi Kusrini (2012)
Daun binahong mengandung senyawa saponin triterpenoid, flavonoid dan fenil
propanoid (Rachmawati, 2008). Ekstrak daun binahong mempunyai aktivitas anti
jamur terhadap Candida albicans (Rochani, 2009) dan penyembuh luka bakar pada
punggung kelinci (Puryanto, 2009). Penelitian Yuswantina (2009) melaporkan bahwa
ekstrak rizhoma binahong memiliki aktivitas penangkap radikal.
Menurut Rita (2010) senyawa golongan triterpenoid asam mempunyai aktivitas
sebagai antibakteri terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli.

25
Metode kerja
Bahan
Daun binahong, n-heksana (p.a dan teknis), kloroform (p.a dan teknis), etilasetat (p.a
dan teknis), etanol (p.a dan teknis), benzena (p.a dan teknis), diklorometana (p.a dan
teknis), karbon aktif, asam sulfat pekat, anhidrida asam asetat p.a, silika gel GF254,
silika gel 60, natrium hidroksida teknis, ekstrak ragi, tripton, natrium klorida, bubuk
agar, bakteri Staphylococcus aureus, bakteri Escherichia coli, antibiotik tetrasiklin
dan akuades.
Alat
Peralatan gelas standar, kromatografi lapis tipis, kromatografikolom, chamber,
spektrometer LC-MS, spektrofotometer UV-Vis (Shimadzu UV-1601),
spektrofotometer IR (Shimadzu Prestige-21), lampu detektor UV (Spectroline ENF-
24/F), neraca analitik (Kern-870), vakum rotary evaporator (Buchi-B480).
Cara kerja
1. Pembuatan simplisia. Sampel penelitian (daun binahong) dibersihkan,
dikeringkan dengan cara diangin-anginkan dan dihaluskan sehingga diperoleh
serbuk daun binahong
2. Ekstraksi sampel. Sebanyak 1kg simplisia dimaserasi dengan n-heksana. Ekstrak
ditampung dalam erlenmeyer. Ekstrak kemudiandiuapkan menggunakan rotary
evaporator sehingga diperoleh ekstrak kental n-heksana.
3. Uji golongan steroid dan triterpenoid. Sebanyak 1 gram ekstrak kental n-heksana
ditambahkan 10 mL kloroform. Larutan diambil 5 ml kemudian diuapkan dalam
cawan penguap, ke dalam residu ditambahkan 2 tetes asam asetat anhidrid dan 1
tetes asam sulfat pekat. Keberadaan triterpenoid ditunjukkan dengan
terbentuknya warna merah sedangkan warna biru-hijau menunjukkan adanya
steroid (Farnsworth, 1966; Ditjen POM, 1989)
4. Isolasi dan identifikasi senyawa Triterpenoid. Terhadap Isolat yang diperoleh
dilakukan KLT dengan pengembang benzene:kloroform:diklorometan (3:1:1)
menggunakan plat silika gel 60GF254 sehingga diperoleh noda–noda isolat.
Selanjutnya dilakukan pemisahan menggunakan KLT preparatif. Isolat

26
triterpenoid dianalisis menggunakan spektrofotometer UV-Vis dan FTIR serta
spektrometer LC-MS.
5. Uji antibakteri. Kertas cakram berdiameter 5 mm dicelupkan pada isolat
triterpenoid yangtelah divariasi konsentrasinya 50 ppm,100 ppm, 500 ppm, 1000
ppm dan 2000ppm yang kemudian diletakan padapetridish yang telah diinokulasi
Staphylococcus aureus dan Escherichiacoli. Inkubasi selama 24 jam dengan suhu
37°C. Setelah 24 jam akan terbentuk zona bening di sekitar cakramyang
menunjukan kemampuan darisenyawa uji dalam menghambatpertumbuhan
bakteri, sebagai pembanding menggunakan etil asetat(kontrol pelarut), akuades
(kontrolnegatif) dan antibiotik tetrasiklin (kontrol positif).
Hasil
Sampel yang digunakan berupa 20 kg daun binahong segar yang didapatdari
BPTO Tawangmangu. Daun segardicuci lalu dikering anginkan dandihaluskan
hingga menjadi serbuk.Serbuk daun binahong yang didapatseberat 1,25 kg dimaserasi
menggunakann-heksana. Filtrat hasil maserasidikentalkan dengan rotary
vacuumevaporator hingga didapat ekstrak seberat 43,27 gram.
Penapisan fitokimia dilakukan sebagai langkah awal untuk mengidentifikasi
kandungan metabolit sekunder pada tanaman binahong dalam ekstrak n-
heksana.Hasil uji fitokimia menunjukkan ekstrak n-heksana positif mengandung
triterpenoid dan steroid. Analisis pemeriksaan triterpenoid menggunakan KLT
dengan pengembang campuran pelarut benzena : kloroform : diklorometana (3 : 1 :
1). Analisis KLT pada ekstrak n-heksana menunjukkan , satu noda yang positif
triterpenoid dengan fluoresensi berwarna biru kehijauan di bawah lampu UV 365 nm
setelah disemprot LB dan secara visible berwarna merah (Wagner dan Bladt, 1996)
Ekstrak n-heksana kemudian dipisahkan dengan kromatografi kolom
menggunakan silika gel 60H sebagai fasa diam dan benzena : kloroform :
diklorometana (3 : 1 : 1) sebagai fasa gerak. Ekstrak n-heksana yang digunakan
sebanyak 4,23 gram dan tinggi silika 38 cm dengan diameter kolom 2,5 cm. Hasil
kromatografi kolom menghasilkan 215 vial dan dibagi menjadi 4 kelompok fraksi
yaitu fraksi A (1-26), fraksi B (27-60), fraksi C (61186) dan fraksi D (187-215)

27
berdasarkan pola noda yang sama. Dari keempat fraksi tersebut, fraksi A memiliki
respon yang positif terhadap reagen semprot LB dengan fluoresensi berwarna biru
kehijauan di bawah lampu UV 365 nm yang merupakan warna dari senyawa
triterpenoid pada noda A1 (Wagner dan Bladt, 1996). Fraksi A selanjutnya dilakukan
KLT preparatif untuk mendapatkan senyawa triterpenoid.KLT preparatif digunakan
untuk mengambil senyawa dalam jumlah milligram untuk dapat dianalisis.
Data fitokimia dan KLT yang dihasilkan memberikan dugaan sementara bahwa
noda uji merupakansenyawa triterpenoid. Oleh sebab itu,untuk memastikan dugaan
tersebut danmenentukan struktur senyawa golonganriterpenoid yang terkandung
dalam solat A1 diperlukan tambahan dataspektroskopi UV-Vis, FTIR dan LC-MS.
Hasil analisis dengan spektrofotometer FTIR menunjukkan gugus fungsi yang
terdapat pada isolat A1.

Berdasarkan data interpretasi spektrogram FTIR pada Tabel 1.Hasil analisis


pola serapan FTIR terhadap isolat A1 menunjukkan adanya serapan pada bilangan
gelombang 3448,72 cm-1 yang merupakan serapan vibrasi ikatan O-H. Vibrasi
ikatan ini diduga merupakan vibrasi dari gugus alkohol yang didukung dengan
munculnya serapan pada bilangan gelombang 1087,85 cm-1 dari vibrasi ulur C-O.
Keberadaan serapan rentangan C-H alifatik ditunjukkan dengan adanya pita serapan

28
yang tajam dengan intensitas kuat pada bilangan gelombang 2924,09 cm-1 dan
2854,65 cm-1, hal ini memberi petunjuk kemungkinan adanya gugus metil (CH3) dan
metilena (CH2) yang diperkuat dengan adanya vibrasi tekuk –C-H pada bilangan
gelombang 964,41 cm-1 (Socrates, 1994). Dugaan ini diperkuat oleh adanya serapan
pada daerah bilangan gelombang 1465,90 cm-1 dan 1381,03 cm-1 yang merupakan
serapan dari bengkokan –CH2 dan –CH3 yang mengindikasikan adanya senyawa
triterpenoid (Mathias dkk., 2000). Adanya serapan pada 1172,72 mengindikasikan
adanya vibrasi ulur C-C. Serapan kuat pada daerah bilangan gelombang 1735,93 cm-1
diduga karena adanya gugus fungsi C=O dari ester diperkuat pada bilangan
gelombang 1087,85 cm-1 yang merupakan vibrasi ulur C-O. Adanya serapan pada
bilangan gelombang 1627,92 cm-1 diduga merupakan serapan vibrasi ulur ikatan C=C
diperkuat dengan vibrasi ulur =C-H pada bilangan gelombang 3000,00 cm-1.
Hasil spektogram LC-MS isolate A1 diduga merupakan merupakansenyawa
triterpenoid dengan beratmolekul 562 g/mol yang dikalkulasikanuntuk m/z 562,85
[M+H]+ dan m/z585,11 [M+Na]+. Wang dkk (2001) sertaAbe dan Yamauchi (1986)
berhasilmenemukan senyawa triterpenoid yangsama dari tumbuhan yang berbeda
family dengan berat 562 g/mol yaitu 2,3,19,23-tetrahidroksi-12-ene-24,28-dimetil
ester, sehingga diduga senyawa yang sama terdapat dalam Anredera cordifolia (Ten.)
Steen, struktur dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 2,3,19,23-tetrahidroksi-12ene-24,28-dimetil ester


Analisis isolat triterpenoid menggunakan spektrofotometer UV- Vis, FTIR dan
spektrometer LC-MS menunjukkan isolat mempunyai λmax sebesar 239 nm dan

29
serapan landai pada panjang gelombang 273 nm, mempunyai gugus fungsi OH, C-
H, C=O, C-C, C=C, CH2, CH3 dan C-O, serta memiliki berat molekul sebesar 562
g/mol dan diduga merupakan senyawa 2,3,19,23-tetrahidroksi-12- ene-24,28-
dimetil ester.
Hasil uji antibakteri dari isolate triterpenoid yang diperoleh mampu
menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli pada
konsentrasi hambat minimum sebesar 100-2000ppm dengan daya hambat lemah.

c. Isolasi yang dilakukan oleh Fidrianny (2013)


Isolat dikarakterisasi secara kromatografi lapis tipis dengan penampak bercak
spesifik, spektrofotometri UV-sinar tampak, kromatografi kertas dua dimensi dan
spektrofotometri inframerah.
Hasil karakterisasi dengan spektrofotometri UV-sinar tampak menunjukkan
bahwa isolat P memberikan serapan maksimum pada panjang gelombang 260 nm dan
367 nm, yang menunjukkan pola spektrum UVsinar tampak golongan flavonoid
(Markham 1988). Pita I isolat P pada 367 nm menunjukkan bahwa isolate P adalah
golongan flavonol. Dari hasil uji kemurnian seccara KLT, dapat dilihat bahwa isolat
P bukan senyawa yang sangat polar.Oleh karena itu, diduga bahwa isolat P adalah
flavonol aglikon. Hal ini diperkuat dengan hasil kromatografi kertas dua dimensi
dengan pengembang I butanol-asam asetat-air (4:1:5) dan pengembang II asam asetat
15 %, serta penampak bercak sitroborat, yang menunjukkan bahwa bercak berada
pada posisi kiri bawah, yaitu daerah flavonol aglikon (Markham 1988). Senyawa
flavonol aglikon dengan gugus OH bebas pada C-3 akan memberikan fluorosensi
kuning di bawah sinar UV λ 366 nm. Isolat P memberikan fluorosensi biru di bawah
sinar UV λ 366 nm. Hal ini menunjukkan bahwa isolat P mempunyai OH pada C-7,
OH pada posisi C-3 bukan merupakan OH bebas, tetapi tersubstitusi

30
Dari hasil karakterisasi menggunakan spektrofotometri inframerah, diketahui
bahwa isolat ini menghasilkan puncak pada bilangan gelombang 3478 cm-1 (OH),
2935 cm-1 (CH2), 1635 cm-1
(C=O), dan 1388 cm-1 (C=C aromatik), yang merupakan
gugus fungsi yang terdapat pada golongan flavonoid. Berdasarkan data-data di atas,
maka diduga bahwa isolat P adalah senyawa flavonol aglikon yang memiliki gugus
OH pada posisi C-7 dan OH tersubstitusi pada C-3.

d. Isolasi (Fanna, 2017)


Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah rotary vacuum evaporator
Heidolph, UV-VIS Spectroquant Pharo 300, dan FT-IR Perkin Einer Frontier
Spectrum Version 10.400. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
daun binahong, etil asetat, kloroform, amonia, serbuk Mg, HCl, FeCl3, anhidrida
asetat, H2SO4 dengan grade pro analyst buatan Merck. n-heksana, etanol 96%, CMC,
metil paraben, propil paraben, propilen glikol, dan TEA dengan grade teknis. Biakan
bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus diperoleh dari RSUD Dr.
Kariadi.Media yang digunakan dalam pembiakan bakteri adalah nutrient agar.
Prosedur kerja yang dilakukan sebagai berikut.Daun binahong yang diperoleh
diidentifikasi di Laboratorium Taksonomi Tumbuhan Jurusan Biologi FMIPA Unnes.
Sekitar 5 kg daun binahong dikeringkan dengan cara diangin-anginkan dan tidak
dikenai sinar matahari secara langsung selama 2 minggu, kemudian dihaluskan.
Sebanyak 225 g serbuk daun binahong kering dimaserasi dengan menggunakan
pelarut n-heksana dan etanol.Ekstrak etanol yang diperoleh dipekatkan dan diuji
kandungan kimianya. Esktrak etanol diisolasi menggunakan pelarut etil asetat:air
dengan perbandingan 1:1. Ekstrak etil asetat yang diperoleh dipekatkan dan dianalisis
menggunakan alat spektrofotometer UVVis dan FT-IR. Selanjutnya diuji daya
antibakteri terhadap bakteri E.coli dan S.aureus dan diformulasikan menjadi sediaan
hand sanitizer.

Hasil dan Pembahasan

31
Hasil identifikasi di laboratorium menunjukkan bahwa tanaman yang dilakukan
dalam penelitian ini adalah tanaman binahong (Anredera cordifolia (Ten.)Steenis).
Proses ekstraksi sampel dilakukanmenggunakan metode maserasi, yaitu proses
pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarutdengan beberapa kali
pengocokan atau pengadukan pada temperatur kamar (Depkes RI; 2010).
Prosesekstraksi ini tidak dilakukan dengan metode soxhlet karena dikhawatirkan ada
golongan senyawaflavonoid yang tidak tahan panas dan mudah teroksidasi pada suhu
tinggi. Pada penelitian inimenggunakan metode maserasi karena selain murah dan
mudah dilakukan, akan terjadi pemecahandinding dan membran sel akibat perbedaan
tekanan di dalam dan di luar sel, sehingga metabolit sekunderyang ada dalam
sitoplasma akan terlarut dalam pelarut. Pelarut yang mengalir ke dalam sel dapat
menyebabkan protoplasma membengkak dan bahan kandungan sel akan larut sesuai
dengan kelarutannya (Lenny; 2006).
Sampel dimaserasi menggunakan pelarut n-heksana bertujuan untuk mengikat
senyawa-senyawa metabolit sekunder daun binahong yang bersifat non polar seperti
steroid dan triterpenoid.Selanjutnya dilakukan penyaringan.Residu yang diperoleh
kemudian dimaserasi kembali menggunakan etanol. Maserasi dilakukakan
menggunakan etanol karena merupakan pelarut pengekstraksi yang mempunyai
extractive power yang terbaik untuk hampir semua senyawa yang mempunyai berat
molekul rendah seperti alkohol, saponin, dan flavonoid, serta merupakan
pengekstraksi terpilih untuk pembuatan ekstrak sebagai bahan baku sediaan herbal
medicine (Arifianti, et al.; 2014). Flavonoid merupakan senyawa yang bersifat polar,
sehingga akan terikat dalam pelarut etanol. Filtrat yang diperoleh kemudian
dipekatkan dengan rotary evaporator sehingga diperoleh ekstrak etanol kering.
Selanjutnya dilakukan uji fitokimia meliputi uji flavonoid, alkaloid, tanin, saponin,
fenolik, steroid, dan terpenoid. Hasil pengamatan uji fitokimia dapat dilihat pada
Tabel 1.

32
Hasil uji kualitatif golongan senyawa flavonoid dilakukan dengan menggunakan
reagen atau pereaksi. Terjadinya perubahan warna berarti ekstrak positif
mengandung senyawa yang termasuk dalam golongan flavonoid. Flavonoid sendiri
memiliki struktur benzopyron, sehingga jika bereaksi dengan asam mineral yaitu
asam klorida pekat dan sedikit serbuk Mg akan menghasilkan garam flavilium yang
berwarna (Gambar 1) (Marliana, et al.; 2005).

Berdasarkan pengamatan, ekstrak etanol yang diperoleh masih mengandung banyak


senyawa metabolit sekunder. Oleh karena itu ekstrak kasar selanjutnya dipartisi
menggunakan air dan etil asetat dengan perbandingan 1:1 yang bertujuan untuk

33
memisahkan senyawa berdasarkan tingkat kepolarannya.Etil asetat bersifat semi polar
sehingga dapat menarik komponen glikon yang polar maupun aglikon yang non
polar.Ekstrak etil asetat dipekatkan dan diperoleh ekstrak daun binahong.Ekstrak
daun binahong kemudian diuji strukturnya dengan spektrofotometer UV-Vis dan FT-
IR. Spektrum UV-Vis ekstrak daun binahong (Gambar 2) menunjukkan adanya dua
serapan cahaya maksimum yaitu pada panjang gelombang 292 nm (pita II) dan 410
nm (pita I) yang diduga merupakan flavonoid golongan auron (Markham; 1988).
Struktur senyawa auron tertera pada Gambar 3.

Dugaan golongan auron didukung oleh data spektrum IR ekstrak daun binahong yang
menunjukkan adanya serapan kuat gugus OH pada daerah bilangan gelombang 3381
cm-1 dan serapan khas pada daerah bilangan gelombang 1735 cm-1 menunjukkan
adanya C=O. Spektrum IR ekstrak daun binahong ditunjukkan pada Gambar 4,
sedangkan keterangan lebih lengkap mengenai Gambar 4 disajikan dalam Tabel 2.

34
2.6 Mengetahui bioaktivitas daun binahong
a. UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK DAUN BINAHONG
(Anredera Cordifolia (Tenore) Steenis) DENGAN 1,1-DIFENIL-2-
PIKRILHIDRAZIL (DPPH) MENGGUNAKAN
SPEKTROFOTOMETER UV-VIS
Ni Kadek Fina Parwati, Mery Napitupulu dan Anang Wahid M. Diah
Pereaksi yang biasa digunakan untuk menguji aktivitas antioksidan yaitu 1,1-
difenil-2-pikrilhidrazil (DPPH). DPPH memberikan informasi reaktivitas terhadap
senyawa yang akan diuji dengan suatu radikal stabil. DPPH memberikan serapan kuat
pada panjang gelombang 517 nm dengan warna violet gelap (Sunarni, dkk., 2007).
Senyawa yang bereaksi sebagai penangkal radikal bebas akan mereduksi DPPH yang
dapat diamati dengan adanya perubahan warna DPPH dari ungu menjadi kuning
ketika elektron ganjil dari radikal DPPH telah berpasangan dengan hidrogen dari
senyawa penangkal radikal bebas yang akan membentuk DPPH-H tereduksi
(Molyneux, 2004).

35
Salah satu tumbuhan yang menarik untuk diteliti adalah binahong (Anredera
cordifolia (Tenore) Steenis) (Selawa, dkk., 2013). Tumbuhan ini sering digunakan
oleh masyarakat Vietnam sebagai obat tradisional, di antaranya untuk
menyembuhkan luka bakar, rematik, asam urat, pembengkakan jantung, muntah
darah, tifus, stroke, wasir, radang usus dan kanker. Di Indonesia tanaman ini dikenal
sebagai gendola yang sering digunakan sebagai gapura yang melingkar di atas jalan
taman. Namun, manfaat dari tanaman ini belum banyak dikenal dalam masyarakat
Indonesia (Manoi, 2009).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh (Astuti, dkk., 2011) menunjukkan bahwa
tumbuhan binahong mengandung senyawa fenol, flavonoid, saponin, triterpenoid,
steroid dan alkaloid. Flavonoid termasuk senyawa fenolik alam yang berpotensi
sebagai antioksidan. Selanjutnya Titis, dkk., (2013) mengisolasi dan mengidentifikasi
senyawa alkaloid pada ekstrak daun binahong. Isolat (ekstrak etanol) alkaloid adalah
senyawa betanidin (C18H16N2O8).Penelitian tentang pengaruh ekstrak etanol daun
binahong pada model tikus gagal ginjal juga telah dilakukan. Berdasarkan hasil yang
diperoleh, ekstrak etanol daun binahong dosis 50, 100 dan 200 mg/kg bb dapat
memperbaiki fungsi ginjal tikus betina dengan menurunkan kadar kreatinin darah (P
< 0,05) (Sukandar, dkk., 2010). Selanjutnya Umar, dkk., (2012) juga meneliti tentang
pengaruh pemberian ekstrak daun binahong (anredera cordifolia (Tenore) Steenis)
terhadap kesembuhan luka infeksi staphylococcus aureus pada mencit. Hasil yang
diperoleh yaitu ekstrak daun binahong (Anredera cordifolia (Tenore) Steenis) dapat
mempercepat kesembuhan luka infeksi staphylococcus aureus pada mencit. Selain itu
Sanarto, dkk., (2010) juga menyatakan bahwa daun binahong berpotensi sebagai
antioksidan alami karena mengandung asam askorbat (vitamin C) dan total fenol yang
cukup tinggi.
Metode
Peralatan yang digunakan pada penelitian ini yaitu corong, neraca analitik,
blender, seperangkat alat rotary vacuum evaporator, spektrofotometer UV-Vis PG
instruments Ltd, labu takar, penangas air, dan peralatan gelas yang umum digunakan

36
di laboratorium. Bahan-bahan yang digunakan yaitu daun binahong, etanol absolut,
reagen mayer, logam Mg, HCl 2M, FeCl3 1%, Aquadest, DPPH, vitamin C (Merck).
Preparasi sampel dilakukan dengan menyiapkan dan membersihkan sampel
daun binahong dari kotoran yang menempel, lalu memotong kecil-kecil, selanjutnya
mengeringkan sampel daun binahong dengan cara diangin-anginkan. Setelah kering,
kemudian sampel dihaluskan dengan menggunakan blender.Setelah itu, sampel daun
binahong yang halus tersebut siap untuk diekstraksi.Pembuatan ekstrak daun
binahong dimulai dengan menimbang 30 gram serbuk kering daun binahong.Sampel
dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan ditambahkan dengan 300 mL etanol absolut.
Kemudian menutup erlenmeyer tersebut dengan menggunakan aluminium foil dan
direndam selama 2 x 24 jam (48 jam) sambil dikocok menggunakan shaker orbital.
Ekstrak disaring menggunakan saring dan filtrat yang didapatkan akan digunakan
dalam pengujian metabolit sekunder.
1. Uji Alkaloid. 0,1 gram ekstrak daun binahong ditambahkan dengan 5 mL etanol
absolut, kemudian ditambahkan dengan reagen mayer setetes demi setetes.
Terbentuknya endapan yang berwarna putih sebagai indicator reaksi positif
adanya alkaloid
2. Uji Flavonoid. 0,1 gram ekstrak daun binahong ditambahkan dengan 5 mL
etanol absolut kemudian ditambahkan lagi dengan 0,1 gram logam Mg. Jika
terbentuk warna kuning jingga menunjukkan reaksi positif adanya flavonoid.
3. Uji Saponin. Tambahkan dengan 5 mL aquades panas lalu didinginkan. Setelah
itu campuran dikocok sampai muncul buih dan didiamkan selama 2 menit.
Selanjutnya campuran ditambahkan dengan 2 tetes HCl 2 M dan dikocok lagi
sampai terbentuk buih yang mantap selama 10 menit. Terbentuknya buih tersebut
sebagai indikator reaksi positif adanya saponin.
4. Uji Tanin. 0,1 gram ekstrak daun binahong ditambahkan dengan 5 mL etanol
absolut kemudian ditetesi dengan FeCl3 1%. Terbentuk warna biru tua
menunjukkan reaksi positif adanya tanin.
Uji Aktivitas Antioksidan

37
1. Pembuatan Larutan. Larutan induk dan larutan pembanding dipipet masing-
masing 0,5 mL, 1 mL, 1,5 mL, dan 2 mL, kemudian masing- masing dimasukkan
ke dalam labu ukur 25 mL, setelah itu ditambahkan 5 mL larutan DPPH dan
volumenya dicukupkan dengan etanol absolute sampai garis tanda.
2. Pengukuran Serapan Blanko. Pengukuran dilakukan dengan cara memipet 5 mL
DPPH dan dicukupkan volumenya sampai 25 mL dengan etanol absolut dalam
labu ukur. Larutan ini kemudian dihomogenkan dan dibiarkan selama 30 menit,
selanjutnya diukur absorbansinya dengan spektrofotometri UV-Vis pada panjang
gelombang 517 nm. Semua pengerjaan dilakukan pada ruang yang terhindar dari
cahaya matahari.
3. Pengukuran Persentase Penghambatan. Pengukuran persentase penghambatan
serapan diukur setelah 30 menit pada panjang gelombang 517 nm. Besarnya
persentase penghambatan dihitung dengan rumus (Rastuti & Purwati, 2012).
(𝑎𝑏𝑠 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 − 𝑎𝑏𝑠 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙)
%𝑃𝑒𝑛𝑔ℎ𝑎𝑚𝑏𝑎𝑡𝑎𝑛 = × 100
𝑎𝑏𝑠 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜
4. Pengukuran Aktivitas Antioksidan. Aktivitas antioksidan ditentukan dengan
IC50 dari senyawa antioksidan. Nilai IC50 diperoleh dari beberapa tahapan yaitu
menghitung nilai log konsentrasi dan nilai probit dari sampel. Nilai probit
ditentukan menggunakan rumus (Zuhra, dkk., 2008): Probit = (Harga probit
tertinggi – Harga probit terendah) (Persentase penghambat (%) – probit
terendah) + Harga Probit terendah
5. Selanjutnya menghubungkan nilai probit dan nilai log konsentrasi yang diperoleh
dalam satu grafik utuh, dimana nilai log konsentrasi dijadikan sebagai sumbu X
dan nilai probit digunakan sebagai sumbu Y (Isnindar, dkk., 2011).
Uji Aktivitas Antioksidan Vitamin C
Asam askorbat (vitamin C) mempunyai berat molekul 178 gram/mol dengan
rumus molekul C6H8O6 dalam bentuk kristal tidak berwarna, titik cair 190ºC -192ºC.
Vitamin C bersifat mudah larut dalam air, sedikit larut dalam aseton dan alkohol yang
mempunyai berat molekul rendah serta sukar larut dalam kloroform, eter dan benzene
(Harborne, 1987).

38
Perlakuan pertama yang dilakukan dalam pengujian ini yaitu membuat larutan
induk vitamin C 1000 ppm. Selanjutnya, mengencerkan larutan tersebut menjadi 20
ppm, 40 ppm, 60 ppm, dan 80 ppm. Konsentrasi dari larutan vitamin C ini mengikuti
konsentrasi dari ekstrak daun binahong. Hal ini dilakukan agar peneliti dapat
membandingkan aktivitas antioksidan dari daun binahong dan vitamin C pada
konsentrasi yang sama. Vitamin C dijadikan pembanding pada penelitian ini karena
vitamin C merupakan zat antioksidan alami yang sangat kuat (Atun, 2006).
Semakin besar konsentrasi vitamin C, maka semakin kecil nilai absorbansi yang
diperoleh.Uji aktivitas antioksidan terhadap vitamin C dapat ditunjukkan pada
Gambar 7.

Gambar 7. Nilai Absorbansi DPPH


Berdasarkan nilai absorbansi yang diperoleh pada uji antioksidan tersebut maka
dapat diperoleh pula persentase penghambatan radikal bebas DPPH seperti terlihat
pada Gambar 8.Kurva pada Gambar 8.Menunjukkan hubungan konsentrasi vitamin C
dengan persentase penghambatan radikal bebas DPPH.Semakin besar konsentrasi
vitamin C, maka semakin besar pula persentase penghambatan radikal bebas DPPH.
Hal ini dikarenakan semakin besar konsentrasi vitamin C maka semakin banyak
partikel-partikel yang dapat mengoksidasi partikel-partikel dari radikal

39
Gambar 8.Aktivitas Antioksidan Vitamin C bebas DPPH yang ada.
Hasil Pengukuran IC50 Ekstrak Daun Binahong
Nilai IC50 diperoleh dari beberapa tahapan yaitu menghitung nilai log
konsentrasi dan nilai probit untuk masing-masing persentase aktivitas penghambat
radikal bebas DPPH. Selanjutnya menghubungkan kedua data dari perhitungan yang
diperoleh dalam satu grafik utuh. Nilai log konsentrasi dijadikan sebagai sumbu x dan
nilai probit digunakan sebagai sumbu y. Adapun persamaan regresi dari ekstrak daun
binahong dan vitamin C yang diperoleh dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11. Hubungan Log konsentrasi dan Probit untuk (A) Ekstrak Daun Binahong
(B) Vitamin C
Berdasarkan kurva pada Gambar 11 diperoleh persamaan regresi linear Y =
2,847X + 0,430 untuk esktrak daun binahong (sampel) dan Y = 2,696X + 0,438

40
untuk vitamin C (Pembanding /Kontrol positif ). Berdasarkan Gambar 11 dapat
diperoleh nilai r untuk ekstrak daun binahong dan Vitamin C sebagai kontrol positif
yaitu masing-masing 0,963 dan 0,986.Nilai r yang diperoleh tersebut dapat diartikan
bahwa data probit dari ekstrak daun binahong dan vitamin C hampir mendekati 1
yang artinya data hasil penelitian yang diperoleh sangat baik (Day, 1999).
Nilai IC50 yang diperoleh dari hasil perhitungan akhir yaitu untuk ekstrak daun
binahong mempunyai IC50sebesar 40,27 ppm sedangkan IC50 yang dihasilkan vitamin
C sebesar 49,20 ppm. Hal ini menjelaskan bahwa kemampuan menangkap radikal
bebas ekstrak daun binahong termasuk dalam golongan sangat kuat dikarenakan nilai
IC50 yang diperoleh dari perhitungan kurang dari 50 ppm yaitu 40,27 ppm. Hal ini
sesuai dengan literatur yang mengatakan bahwa tingkat kekuatan antioksidan
menggunakan DPPH dapat digolongkan menurut IC50. Antioksidan dikategorikan
sangat kuat jika nilai IC50 kurang dari 50 ppm, antioksidan dikategorikan kuat jika
IC50 bernilai 50-100ppm, antioksidan dikategorikan sedang jika IC50 bernilai 100-150
ppm, dan antioksidan dikategorikan lemah jika IC50 bernilai lebih dari IC50 ppm.
Semakin kecil nilai IC50berarti semakin kuat daya antioksidannya (Molyneux, 2004).

b. Uji penetapan kandungan antimikroba/antibiotika (Sri Murni Astuti)


Antibiotika Golongan Penicillina
Di atas cawan petri yang telah berisi media agar bakteri uji Bacillus
stereothermophylus var calidolactis C953 diletakkan paper disk (kertas cakram) yang
ditetesi larutan ekstrak tanaman binahong dan kapsul binahong. Sebagai kontrol,
tetesi paper disk dengan larutan baku pembanding dari golongan penisilina.
Inkubasikan pada suhu 55oC selama 20–24 jam. Jika disekitar paper disk tidak
terlihat zona hambatan ≤ 2 mm maka dinyatakan negatif, jika ada zona hambatan ≥ 2
mm maka dinyatakan positif memiliki aktifitas dari golongan penisillina
Antibiotika golongan tetrasiklina, aminoglikosida dan makrolida
Larutkan media NV-4, NV-8, dan NV-10 pada suhu 100oC, kemudian
dinginkan sampai suhu 56oC.Inokulasikan media NV-10 dengan Bacillus cereus
ATCC 11778, media NV-8 dengan Bacillus subtillis ATCC 6633, dan media NV-4

41
dengan Micrococcus luteus ATCC9341. Masukkan media yang sudah diinokulasi ke
dalam cawan petri sebanyak 25 ml, diamkan sampai dingin. Letakkan paper disk
(kertas cakram) berisi sampel ekstrak tanaman binahong dan kapsul
binahong.Inkubasikan pada suhu 37oC selama 20-24 jam.Ukur daerah hambatan.
Golongan antibiotika pada ekstrak binahong dapat diketahui berdasarkan besarnya
daerah hambatan, strain bakteri dan media yang digunakan
Hasil Analisa Aktifitas Antibiotika
Dari hasil uji aktifitas antibiotika ekstrak daun, batang, bunga, umbi tanaman
binahong, dan kapsul binahong, menunjukkan bahwa tanaman binahong
menunjukkan aktifitas antibiotika sebagaimana golongan penisilina dan tetrasiklina
yaitu pada mikroba Basillus cereus dan Basillus subtilis. Ekstrak daun, batang dan
bunga menunjukkan aktifitas sebagaimana golongan tetrasiklina, sedangkan pada
umbi terdapat aktifitas antibiotika sebagaimana golongan penisilina dan tetrasiklina.
Hasil tersaji dalam Tabel 2.
Tabel 2. Analisa Ekstrak Binahong Terhadap Aktifitas Golongan Antibiotika

* Positif adanya aktifitas yang berkemampuan menghambat (+), negatif/tidak ada aktifitas antibiotik (-
), Golongan Penisilina (PC), Golongan Mikrolida (ML), Golongan Aminoglikosida ( AG dan
Golongan Tetrasiklina (TC).
Pada sampel kapsul binahong, sebagai kontrol, digunakan dua macam ekstraksi yaitu
menggunakan larutan air dan etanol.Pada kedua pelarut itu ditemukan aktifitas
antibiotika yang menyerupai jenis penisilina dan tetrasiklina.

c. Uji Aktivitas Antibakteri Daun Binahong (Fanna, 2017)

42
Ekstrak daun binahong selanjutnya dilakukan uji antibakteri dan diformulasikan
menjadi sediaan hand sanitizer. Uji antibakteri dilakukan dengan waktu inkubasi 1 x
24 jam.Hasil uji antibakteri daun binahong dijelaskan pada Tabel 3.

Tabel 3 menunjukkan bahwa kontrol negatif yaitu etil asetat mempunyai daya hambat
bakteri sehingga daya hambat ekstrak harus dikurangi dengan daya hambat kontrol
negatif, yang ditunjukkan pada Tabel 4. Ekstrak daun binahong mempunyai aktivitas
antibakteri yang cenderung lebih tinggi terhadap bakteri E.coli.

43
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh diameter daerah hambat ekstrak daun
binahong dapat menghambat pertumbuhan bakteri E. coli dan S. aureus. Hal ini
karena diduga adanya kandungan senyawa flavonoid golongan auron dalam daun
binahong yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri.Semakin pekat ekstrak yang
dipakai maka semakin besar zona hambat bakteri yang terbentuk (Sudarwati &
Sumarni, 2016) Sifat antibakteri ini termasuk bakteriostatik. Menurut Chusnie &
Lamb (2005), mekanisme kerja flavonoid terbagi menjadi tiga yaitu menghambat
sintesis asam nukleat, menghambat fungsi membran sel, dan menghambat
metabolisme energi.
Hand sanitizer dibuat dalam 4 formula dengan variasi konsentrasi ekstrak daun
binahong 0; 0,25; 0,5 dan 1%. Bahan yang digunakan sebagai gelling agent adalah
CMC. Bahan lain yang digunakan dalam formula adalah propilenglikol yang
berfungsi sebagai humektan yang akan menjaga kelembaban kulit, pengawet,
antimikroba, dan kosolven yang dapat melarutkan bahan-bahan lain. Serta aquades
sebagai pelarut pada basis gel. Penambahan TEA berfungsi untuk menetralkan basis
serta dapat membentuk gel
menjadi lebih mengambang dan bening. Propil paraben dan metil paraben
ditambahkan dalam formula untuk mencegah pertumbuhan mikrooorganisme pada
sediaan hand sanitizer (Khaerunnisa, et al.; 2015). Formulasi sediaan hand sanitizer
dapat dilihat pada Tabel 5.

44
Selanjutnya dilakukan pengujian aktivitas antibakteri sediaan hand sanitizer dari
keempat formula tersebut dan kontrol positif dengan menggunakan metode difusi
cakram. Hasil uji aktivitas antibakteri sediaan hand sanitizer disajikan pada Tabel 6.

Berdasarkan Tabel 6 menunjukkan pengujian aktivitas antibakteri hand


sanitizer daun binahong terhadap bakteri E.coli dan S.aureus pada F1 (konsentrasi
ekstrak 0%) tidak mempunyai aktivitas antibakteri. Hal ini karena hand sanitizer tidak
mengandung ekstrak. Aktivitas antibakteri terhadap E.coli pada F2 (konsentrasi
ekstrak 0,25%) menunjukkan diameter 0,5 mm, pada F3 (konsentrasi ekstrak 0,5%)
menunjukkan diameter 1 mm, pada F4 (konsentrasi ekstrak 1%) menunjukkan
diameter 1 mm. Hand sanitizer daun binahong dan kontrol positif tidak mempunyai
aktivitas antibakteri terhadap S.aureus, karena mengalami resistensi.
Perbedaan daya hambat ekstrak dan hand sanitizer daun binahong terhadap
bakteri E.coli dan S.aureus diduga karena perbedaan komponen dinding selnya. Hal
ini karena dinding bakteri Gram positif banyak mengandung peptidoglikan,
sedangkan dinding bakteri Gram negatif banyak mengandung lipopolisakarida
(Pratiwi; 2008).Struktur dinding sel bakteri Gram negatif lebih tipis dibandingkan
dengan bakteri Gram positif. Selain itu komponen dinding sel bakteri Gram negatif
mempunyai kandungan lipid tinggi (11 – 22%) sedangkan kandungan lipid rendah (1
– 4%) pada bakteri Gram positif (Pelczar & Chan;1986).

d. Identifikasi Asam Fenolat Dari Ekstrak Etanol Daun Binahong (Anredera


Cordifolia (Ten.) Stennis) Dan Uji Aktivitas Antioksidan
Tyas Ayu Ekaviantiwi, Enny Fachriyah, Dewi Kusrini (2013)

45
Uji Aktivitas Antioksidan secara Kualitatif
Ekstrak etanol, isolat asam fenolat, dan asam galat pembanding dilakukan uji
aktivitasantioksidan menggunakan KLT dengan plat silika gel GF254 dan eluen
dengan perbandingan tertentu. Setelah itu lempeng dikeringkan dan disemprot
menggunakan larutan DPPH 0,1 mMdalam metanol. Ekstrak yang bersifat anti
radikal bebas akan menghasilkan peredaman warna dari ungu menjadi kuning pucat
dalam jangka waktu tertentu.
Uji Aktivitas Antioksidan secara Kuantitatif
A. Penentuan Panjang GelombangMaksimum DPPH
Penentuan absorbansi maksimumDPPH dilakukan pada panjang gelombang 400-800
nm dengan mengukur nilai absorbansi larutan DPPH0,1 mM dalam metanol.
Pengukuran nilai absorbansi dilakukan pada 4 mllarutan DPPH 0,1 mM + 0,2 ml
larutan ekstrak etanol 200 mg/L. Perlakuan yangsama dilakukan terhadap isolat asam
fenolat 250 mg/L dan asam galat 50mg/L.
B. Operating Time
Operating time dilakukan dengan menambahkan 4 ml larutan DPPH 0,1mM dengan
0,2 ml larutan ekstrak etanol200 mg/L. Larutan uji selanjutnya dihomogenkan dan
diukur pada menit ke-10, 20, 30, 40, dan 50 pada panjang gelombang maksimum
yang telah diperoleh (hasil A). Selisih absorbansi terbesar pada waktu tertentu
merupakan operating time. Perlakuan yang sama dilakukan terhadap isolat asam
fenolat 250 mg/L.
C. Pemeriksaan Aktivitas Antioksidan
Ekstrak etanol dibuat konsentrasi 200, 400, 600, 800, dan 1000 mg/L. Masing-masing
konsentrasi pada ekstrak etanol sebanyak 0,2 ml dipipet dan dimasukkan ke dalam
botol vial, kemudian ditambahkan 4 ml larutan DPPH 0,1 mM.
Campuran dihomogenkan dan dibiarkan selama beberapa menit (hasil B) di tempat
gelap.Larutan ini kemudian diukur absorbansinya pada panjang gelombang tertentu
(hasil A). Perlakuan yang sama dilakukan terhadap isolat asam fenolat (250, 500,
750, 1000, dan 1250 mg/L) dan asam galat (50, 100, 150, 200, dan 250 mg/L).

46
Kemampuan untuk meredam radikal DPPH (inhibisi) dapat dihitung menggunakan
persamaan berikut :
𝐴𝐷𝑃𝑃𝐻 − 𝐴𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
%𝑖𝑛ℎ𝑖𝑏𝑖𝑠𝑖 = 𝑥100%
𝐴𝐷𝑃𝑃𝐻
Besarnya konsentrasi larutan uji untuk meredam 50% aktivitas radikal bebas DPPH
ditentukan dengan nilai IC50 yang dihitung dari persentase penghambatan berbagai
konsentrasi dengan menggunakan persamaan yang diperoleh dari kurva regresi linier.
Hasil dan Pembahasan
Ekstrak etanol dibuat dengan mengekstraksi serbuk daun binahong melalui metode
maserasi hingga menghasilkan ekstrak yang berwarna hijau tua dengan rendemen
6,176%. Hasil penapisan fitokimia disajikan dalam tabel III.1.

Tabel 3. Hasil penapisan fitokimia serbuk daun binahong, ekstraj n=heksana dan
ekstrak alcohol

Pada tabel di atas menunjukkan bahwa ekstrak n-heksana tidak mengandung asam
fenolat karena dalam uji tanin galat memberikan hasil negatif. Akan tetapi pada
serbuk daun binahong dan ekstrak etanol mengandung asam fenolat karena dalam uji
tanin galat memberikan hasil positif, sehingga asam fenolat dapat diisolasi dari
ekstrak etanol daun binahong. Isolasi asam fenolat dalam ekstrak etanol dilakukan
dalam tiga tahap yaitu tanpa hidrolisis (TH) untuk menarik asam fenolat bebas,

47
hidrolisis asam (HA) untuk membebaskan asam fenolat dari bentuk glikosida, dan
hidrolisis basa (HB) untukmembebaskan asam fenolat dari bentuk ester. Fraksi TH,
HA, dan HB selanjutnya dilakukan identifikasi dengan KLT.

Gambar 3. Hasil KLT fraksi HB, TH, dan HA, serta asam fenolat pembanding
dengan eluen campuran benzena : asam asetat : metanol (50:50:1)

Keterangan :
F : asam ferulat pembanding
P : asam p-kumarat pembanding
K : asam kafeat pembanding
G : asam galat pembanding
HB : fraksi hidrolisis basa
TH : fraksi tanpa hidrolisis
HA : fraksi hidrolisis asam

Pada gambar terlihat adanya 1 P yaitu 0,89 sehingga noda B, T, A yang


dihasilkan kemungkinan adalah nodamasam p-kumarat. Fraksi HB, TH, dan HA
selanjutnya dilakukan pemisahan menggunakan KLT preparatif sehingga diperoleh
isolat B, T, A. Isolat diuji kemurniannya menggunakan KLT 3 macam eluen dan KLT
2 dimensi. Hasil uji kemurnian menunjukkan bahwa isolat telah murni sehingga
dilakukan identifikasi struktur.

48
Identifikasi isolat B, T, dan A dilakukan menggunakan metode KLT secara ko-
kromatografi. Pada tahap identifikasi menggunakan KLT (gambar III.1),
menunjukkan bahwa harga Rf noda B, T, dan A sejajar dengan Rf noda P.
Berdasarkan hasil identifikasi menggunakan KLT, maka noda B, T, dan A pada
masing-masing fraksi noda yang dapat terpisah, yaitu noda B, T, dan A. Noda yang
dihasilkan mempunyai Rf yang sejajar dengan noda noda yang dapat terpisah, yaitu
noda B, T, dan A. Noda yang dihasilkan mempunyai Rf yang sejajar dengan noda
Identifikasi struktur dilakukan menggunakan spektrofotometer UV-Vis dan
FTIR.Hasil identifikasi dengan spektrofotometri UV-Vis dan FTIR berturut-turut
disajikan pada tabel III.2 dan III.3.

Berdasarkan data spektrofotometri UV-Vis dan FTIR, isolat B diduga merupakan


asam p-kumarat.Struktur asam p-kumarat ditunjukkan pada gambar III.2.

49
Analisis kuantitatif asam fenolat dilakukan menggunakan TLC Scanner. Analisis
kuantitatif digunakan untuk mengetahui kadar asam p-kumarat pada ekstrak etanol
daun binahong berdasarkan luas area noda pada plat KLT. Hasil yang diperoleh yaitu
kadar asam p-kumarat pada fraksi TH, HA, dan HB, berturut-turut sebesar 8,11205%;
3,77526%; dan 23,57104%.
Uji aktivitas antioksidan dilakukan dengan cara kualitatif dan kuantitatif terhadap
ekstrak etanol, isolat B, dan asam galat sebagai pembanding. secara kualitatif ekstrak
etanol dan isolat B mempunyai aktivitas antioksidan yang ditunjukkan dengan
adanya peredaman warna violet dari radikal DPPH. Ekstrak etanol dan isolat B
mempunyai aktivitas antioksidan yang lebih kecil daripada asam galat
pembanding.
Uji aktivitas antioksidan dilanjutkan secara kuantitatif untuk menentukan aktivitas
antioksidan menggunakan DPPH. Hasil yang diperoleh dari penentuan panjang
gelombang maksimum dan operating time, tahap penentuan aktivitas antioksidan
dilakukan pada panjang gelombang 516,8 nm dengan waktu pendiaman selama 10
menit. Asam galat pembanding juga dilakukan dengan waktu pendiaman 30
menit.Penentuan aktivitas antioksidan secara kuantitatif ditentukan melalui nilai
IC50.Semakin kecil nilai IC50 semakin besar aktivitas antioksidannya.Grafik aktivitas
antioksidan ditunjukkan pada gambar III.3.

50
Gambar III.3 Grafik aktivitas antioksidan pada ekstrak etanol, isolat B, dan asam
galat pembanding

Keterangan :

: Asam Galat Pembanding 10 menit

y = 0.187x + 34.67 ; r = 0.982

x : Asam Galat Pembanding 30 menit

y = 0,179x + 38,17 ; r = 0,986

: Ekstrak Etanol

y = 0.059x - 1.147 ; r = 0.995 : Isolat B

y = 0.048x - 10.64 ; r = 0.995

Hasil perhitungan menunjukkan nilai IC50 dari ekstrak etanol, isolat B, dan asam galat
pembanding 10 menit, serta asam galat pembanding 30 menit masing-masing sebesar
866,8983 mg/L, 1263,333 mg/L, dan 81,9186 mg/L, serta 66,0894 mg/L. Kriteria
aktivitas yang digunakan, yaitu IC50< 100 µg/ml: sangat aktif; 100 -1000 µg/ml: aktif;
1000-5000 µg/ml: aktivitas rendah; > 5000 µg/ml: tidak aktif. Secara keseluruhan
aktivitas antioksidan ekstrak etanol dan isolat B dari daun binahong masih di bawah
aktivitas antioksidan asam galat pembanding.Hal ini dikarenakan ekstrak etanol dari
daun binahong bukan merupakan senyawa murni, tetapi terdapat kandungan
senyawa-senyawa lain yang tidak mempunyai aktivitas antioksidan.Meskipun

51
demikian, ekstrak etanol dari daun binahong mempunyai aktivitas antioksidan yang
lebih besar bila dibandingkan dengan isolat B yang diduga merupakan asam p-
kumarat.Senyawa ini telah diketahui mempunyai aktivitas antioksidan yang
rendah.Hal ini disebabkan asam p-kumarat mempunyai radikal proton yang lebih
sedikit daripada asam galat, sehingga kemampuan asam p-kumarat untuk
mendonorkan radikal protonnya juga lebih kecil.Reaksi peredaman DPPH
ditunjukkan pada gambar III.4.

BAB III
KESIMPULAN
1. Fitokimia adalah senyawa aktif kimia pada tanaman atau merupakan unsur
pokok dalam tanaman. Fitokimia terdiri dari senyawa metabolit primer dan
sekunder. Unsur pokok pada tanaman adalah senyawa alkaloid, tannin, saponin,
flavonoid dan fenolik Berdasar hasil penelitian ini tanaman binahong
mengandung senyawa fitokimia seperti saponin, fenol dan flavonoid yang
mempunyai kemampuan kerja sebagai antibiotik

52
2. Senyawa yang telah diisolasi dari daunbinahong (Anredera cordifolia (Tenore)
Steenis) merupakan golongan senyawa alkaloid yaitu triterpenoid berupa serbuk
berwarna putih
3. Hasil analisis menggunakan spektrofotometer UV-Vis, FTIR dan LCMS
diduga merupakan senyawa alkaloid betanidin (C18H16N2O8).
4. Isolat yang diperoleh dari ekstrak etil asetat daunbinahong adalah senyawa
antioksidan yang didugamerupakan senyawa flavonol aglikon yang
memilikigugus OH pada posisi C-7 dan OH tersubstitusi padaC-3.
5. Hasil isolasi daun binahong memiliki dayaantibakteri. Senyawa flavonoid yang
diperoleh diduga jenis senyawa auron. Esktrak daun binahongmemiliki daya
hambat terhadap bakteri E.coli dan S.aureus. Sedangkan hand sanitizer daun
binahongmemiliki aktivitas antibakteri terhadap E.coli dan tidak memiliki daya
hambat terhadap bakteri S.aureus.
6. Ekstrak daun binahong memiliki daya antioksidan yang sangat kuat, dengan
nilai IC50yang diperoleh sebesar 40,27 ppm.

DAFTAR PUSTAKA

Astuti, Sri Murni. 2012. Skrining Fitokimia dan Uji Aktivitas Antibiotika Ekstrak
Etanol, Daun, Batang, Bunga dan Umbi Tanaman Binahong (Anredera
Cordifolia (Ten.)Stennis. Fakultas Kimia, Universita Malaysia Pahang

53
Bialangi, N., Mustapa, M. A., Salimi, Y. K., Widiantoro, A., & Situmeang, B.
(2016).Antimalarial activity and phitochemical analysis from Suruhan
(Peperomia pellucida) extract. Jurnal Pendidikan Kimia, 8(3), 33-37.

Ekaviantiwi, Tyas Ayu., Fachruyah, Enny dan Kusrini, Dewi. 2013. Identifikasi Asam
Fenolat Dari Ekstrak Etanol Daun Binahong (Anredera Cordifolia (Ten.)
Stennis) Dan Uji Aktivitas Antioksidan.Indo. J. Chem. Sci. 1(1): 283 – 293

Fidrianny, Irda., Wirasutisna, Komar Ruslan dan Amanda, Patricia. 2013. Senyawa
Antioksidan dari Ekstrak Etil Asetat Daun Binahong (Anredera cordifolia
(Ten.)Steenis) dari Babakan Ciparay, Bandung Selatan, Indonesia. Jurnal Acta
Pharmaceutica Indonesia, 38(1) : 26-30

Kartika, G.R.K., Andayani, Sri dan Soelistyowati. 2016. Potensi Ekstrak Daun
Binahong (Anredera cordifolia) sebagai Penghambat Bakteri Vibrio harveyi.
Jornal of Marine and Aquantic Sciences 2(2) : 49-53

Murdianto, Agus Ria., Fachriyah, Enny dan Kusrini, Dewi. 2012. Isolasi, Identifikasi
Serta Uji Aktivitas Antibakteri Senyawa Golongan Triterpenoid dari Ekstrak
Daun Binahong (Anredera cordifolia(Tenore) Steenis) terhadap
Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Laboratorium Kimia Organik
Jurusan Kimia, Universitas Diponegoro Semarang

Parwati, N. K. F., Mery Napitupulu dan Anang Wahid M. Diah. 2014. Uji Aktivitas
Antioksidan Ekstrak Daun Binahong (Anredera Cordifolia (Tenore) Steenis)
dengan 1,1-Difenil-2-Pikrilhidrazil (Dpph) Menggunakan Spektrofotometer
UV-VIS.Jurnal Akademika Kimia, 3(4):206-213

Prita Yulianti Anasta br G, Mohammad Basyuni, Indra Lesmana.2013. Skrining


Fitokimia Metabolit Sekunder pada Daun Binahong (Anredera cordifolia (Ten.)
Steenis) untuk Uji In Vitro Daya Hambat Pertumbuhan Aeromonas hydrophila.
Fakultas Pertanian, Universitas Sumatra Utara

Rimporok, Silvana., Kepel, Billy J., dan Siagian, Krista V. 2015. Uji Efektivitas
Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) Terhadap
Pertumbuhan Streptococcus mutans secara In Vitro. Jurnal Ilmiah Farmasi
UNSRAT 4(4) : 15-21

Susetya, Darma.2012.Khasiat & Manfaat Daun Ajaib Binahong. Indonesia:Pustaka


Baru Press.

54
Titis, M., Fachriyah, Enny., Kusrini, Dewi. 2013. Isolasi, Identifikasi dan Uji
Aktifitas Senyawa Alkaloid Daun Binahong (Anredera cordifolia(Tenore)
Steenis). Jurnal Kimia Universitas Diponegoro Semarang, 1(1), 196-2013

Veronita, Fanna., Wijayati, Nanik dan Mursiti, Sri. 2017. Isolasi dan Uji Aktivitas
Antibakteri Daun Binahong serta Aplikasinya sebagai Hand Sanitizer.
Indonesia Journal of Chemica Science.Indo. J. Chem. Sci. 6 (2) :138-144

55

Anda mungkin juga menyukai