Kadangkala perlu untuk menekan produksi ACTH agar dapat mengindentifikasi sumber
hormo tertentu atau untuk mengetahui apakah produksinya dipengaruhi oleh sekresi ACTH atau
tidak. Dalam situasi tersebut, kiranya bermanfaat untuk menggunakan substansi yang sangat kuat
seperti dexamethasone, karena penggunaan jumlah kecil dapat mengurangi kemungkinan
timbulnya keracunaan dalam menginterprestasi kadar hormo dalam darah atau urine. Contohnya,
apabila penekanan menyeluruh dicapai dengan menggunakan 50 mg cortisol, 17 –
hydroxycorticoteroid dalam urine akan sebesar 15 – 18mg/ 2 jam, dan kadar dalam darah akan
rendah.
Perkembangan paru janin diatur oleh sekresi cortisol pada janin. Pengobatan pada si ibu
dengan glucocorticoid dalam dosis besar dapat menurunkan terjadinya respiratory distress
syndrome (sindrom susah / sesak napas) pada bayi yang baru lahir prematur. Pada saat kelahiran
diantisipasi sebelum 34 minggu masa kehamilan, lazimnya digunakan betamethasone 12mg
secara intramuskular, diiukuti dengan dosis tambahan 12mg pada 18-24 jam kemudiaan.
Peningkatan protein maternal dan metabolisme plasental corticosteroid tersebut kurang dari yang
terjadi pada cortisol, sehingga terdapatpeningkatan transfer melalui plasenta ke janin. Kadar
corticosteroi yang dicapai pada janin ekivalen dengan kadar yang terdapat pada saat fetus
tersebut mengalami ketegangan.
Analog cortisol sintesis dapat digunakan dalam pengobatan kelompok penyakit berbeda
yang tidak terkait dengan gangguan fungsi adrenal yang telah diketahui manapun ( Tbale 39-2).
Kegunaan corticosteroid pada gangguan tersebut merupakan suatu fungsi kemampuan mereka
untuk menekan respon inflamasi dan imun, sebagaimana yang diuraikan di depan. Pada kelainan
yang respons inang merupakan manifestasi utama penyakit tersebut, agen tersebut berguna. Pada
kasus dengan respon inflamasi atau imun, penting dalam mengontrol proses patologis, terapi
dengan cortcosteroid dapat berbahaya, tetapi dipertimbangkan untuk mencegah kerusakan yang
tidak dapat diperbaiki dari suatu respons inflamasi jika digunakan dalam hubungannya dengan
terapi khusus untuk proses [enyakit tersebut.
Tabel 39-2. Beberapa indikasi terapeutik untuk penggunaan glucocorticoid pada kelainan
nonadrenal
Gangguan Contoh-contoh
Reaksi – reaksi alergi Edema nagioneurotik, asma, sengatan lebah, dermatitis kontak,
reaksi-reaksi obat, rinitis alergika, sserum sickness, urtikaria
Gangguan kolagen –vaskuler Arteritis sel raksasa (giant), eritemetosus lupus, sindroma jaringan
ikat campuran, polimiositis, reumatika polimiagia, artrinis reumatoid,
artreitis temporal.
Penyakit mata Uveitis akut, konjungtivitas alergika, korodilitis, neuritis optika
Penyakit gastrointestinal Penyakit usus besar inflamatorik, sprue nontropis, nekrosis hati
subakut
Gangguan hermatologis Anemia hemolitik didapat, purpura alergika akut, leukimia, anemia
hemolitik autoimun, purpura thrombositopenik idiopatik, mieloma
multipel
Infeksi-infeksi Sepsikimia gram-negatif, terkadang bermanfaat untuk menekan
inflamasi yang berlebihan
Kondisi-kondisi inflamasi Aritritis, bursitis, tenosinovitis
tulang dan sendi
Gangguan neurologis Edema serebri (dexamethason dosis besar diberikan pada pasien
setelah operasi otak untuk meminimalkan edema serebri dalam masa
pasca operasi, sklerosis multiple.
Transpalantasi organ Pencegahan danpengobatan penolakan (imunosupresi)
Penyakit paru Pnemonia aspirasi, asma bronkial, pencegahaan sindroma susah
napas pada bayi, sarkoidosis
Gangguan ginjal Sindroma nefrotosik
Penyakit kulit Dermatitis atopik, dermatosisi, lichen simplex chronicus
(neurodermatitis teralkolisasi), nikosis fungoides, pemtigus,
dermatitis seboroik, aerosis
Penyakit tiroid Eksoftalmus maligna, tiroidtis subakut. Lain-lain hiperkalsemia,
mountain sickness.
Oleh karena corticosteroid biasanya tidak menyembuhkan, proses patologis diduga tetap
berlanjut saat manifestasi klinis ditekan. Karena terapi dalam jangka oanjang dengan
menggunakan obat tersebut seyogyanya dilakukan dengan sangat hati-hati dan hanya jika
keseriusan gangguan tersebut menjamin penggunaannya, serta sebelumnya telah dilakukan
segala usaha yang tidak begitu berbahaya.
Pada umunya, harus diupayakn untuk mengontrol proses penyakit dengan menggunakan
glucocorticoid yang mempunyai masa kerja medium / sedang sampai menengah (intermediet),
seperti prednisone dan prednisolone ( Tabel 39-1), juga semua usaha tambahan yang
memungkinkan untuk dapat tetap dapat menggunakan dosis rendah. Bila memungkinkan,
seyogyanya dilakukan terapi berselang hari (lihat berikut). Terapi tidak boleh dikurangi atau
dihentikan dengan tiba-tiba. Apabila diantisipasi terapi perpanjangan, sangatlah berguna untuk
melakukan sinar-X rongga dada dan tes tuberkulin, karena terapi glucocorticoid dapat
mengaktifkan kembali penyakit yang dalam keadaan dormant (tidak aktif). Timbulnya diabetes,
ulkus peptikum, osteoporosis dan gangguan psikologis sebaikanya dipertimbangakan, dan fungsi
kardiovaskular seyogyanya ditetapkan.
Toksisitas
Ketika glucocorticoid tersebut digunakan untuk waktu pendek (kurang dari 2 minggu),
tidak lazim terjadi efek yang tidak diinginkan yang serius bahkan walaupun padavpemberian
dosis yang cukup besar. Meskipun demikian, kadangkala terjadi insomnia, perubahan perilaku
(terutama hipomania), dan ulkus peptikum akut, bahkan yang hanya setelah beberapa hari
pengobatan.
B. Komplikasi Lainnya
Efek samping yang serius lainnya termasuk ulkus peptikum dan konsekuensinya.
Teua klinis yang dihubungkan dengan kelainan lainnya-khususnya infeksi bakteri dari
jamur dapat tertutup oleh penggunaan corticosteroid dan pasien harus di pantau dengan
cermat untuk menghindari kecelakaan serius pada penggunaan dosis besar. Pasien dapa
terserang miopati lebih besar dari pada pasien yang diobati dengan glucocorticoid yang
mempunyai masa kerja panjang. Penggunaan senyawa tersebut dihubungkan denagn
timbulnya mual, pusing dan penuunan berat badan pada beberapa pasien. Pada keadaan
tersebut dapat diatasi dengan mengganti obat, menurunankan dosis, dan meningkatkan
kalium dalam diet serta protein.
Hipomania atau psikosis dappat terjadi, khusunya pada pasien yang menrima
dosis corticosteroid dalam jumlah yang sangat besar. Terapi janga panjang dengan steroid
bermasa kerja panjang atau menengah dihubungkan dengan terjadinya depresi dan
katarak subkapsuler posterior. Tindak lanjut psikiatris dan pemerikasaan slitlamp periodis
diindikasikan pada pasien tersebut. Peningkatan tekanan intraokuler lazim terjadi, dan
dapat terjadi induksi glaukoma. Dapat terjadi pula hipertensi intrakranial ringan.
Hambatan pertumbuhan pada anak dapat terjadi pada penggunaan dosis 45 mg/ m2 / hari,
atau lebih hydrocrtisone atau ekuivalennya. Glucocorticoid dengan masa kerja