Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Kelainan bawaan atau kelainan congenital adalah suatu kelainan pada ketidaksempurnaan
pada penyambungan bibir bagian atas yang biasanya berlokasi tepat dibawah hidung.
Labioskizis dan labiopalatoskizis adalah anomaly perkembangan pada 1 dari 1000 kelahiran.
Kelainana bawaan ini berkaitan dengan riwayat keluarga, infeksi virus pada ibu hamil
trimester I. jika tidak diobati akan terjadi kesulitan dalam berbicara pada anak.
Labioskisis dan Labiopalatoskizis merupakan deformitas daerah mulut berupa cela atau
sumbing atau pembentukan yang kurang sempurna semasa embrio mulai berkembang, bibir
atas bagian kanan dan bagian kiri tidak tumbuh bersatu belahnya belahan dapat sangat
berfariasi, mengenai salah satu bagian atau semua bagian dari dasar cuping hidung, bibir,
alveolus dan palatum durum dibelahan foramenincisivum palatum sekunder meliputi palatum
durum dan molle posterior terhadap voramen.

1.2. TUJUAN
a. Tujuan umum
Agar mahasiswa dapat mengetahui tentang asuhan keperawatan pada kelainan bawaan “
bibir sumbing dan celah palatum.
b. Tujuan khusus
1. Agar mahasiswa dapat mengetahui tentang Pengertian kelainan bawaan “ bibir
sumbing dan celah palatum.
2. Agar mahasiswa dapat mengetahui tentang etiologi kelainan bawaan “ bibir
sumbing dan celah palatum.
3. Agar mahasiswa dapat mengetahui tentang Patofisiologi kelainan bawaan “ bibir
sumbing dan celah palatum.
4. Agar mahasiswa dapat mengetahui tentang klasifikasi kelainan bawaan “ bibir
sumbing dan celah palatum.
5. Agar mahasiswa dapat mengetahui tentang tanda dan gejala kelainan bawaan “
bibir sumbing dan celah palatum.

1
6. Agar mahasiswa dapat mengetahui tentang diagnosis kelainan bawaan “ bibir
sumbing dan celah palatum.
7. Agar mahasiswa dapat mengetahui tentang komplikasi kelainan bawaan “ bibir
sumbing dan celah palatum.
8. Agar mahasiswa dapat mengetahui tentang Pemeriksaan penunjang kelainan
bawaan “ bibir sumbing dan celah palatum.
9. Agar mahasiswa dapat mengetahui tentang Penatalaksanaan kelainan bawaan “
bibir sumbing dan celah palatum.
10. Agar mahasiswa dapat mengetahui tentang asuhan keperawatan kelainan bawaan
“ bibir sumbing dan celah palatum”
11. Agar mahasiswa mengetahui tentang peran orang tua dalam penangan “ bibir
sumbing dan celah palatum”

2
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 PENGERTIAN
Labio atau palato skisis merupakan kongenital yang berupa adanya kelainan bentuk
pada pada struktur wajah (Ngastiah,2005)
Bibir sumbing adalah malformasi yang di sebabkan oleh gagalnya propsuesus nasal
median dan maksilaris untuk menyatu selama perkembangan embriotik.(wong, Dona.L
2003).
Palatoskisis adalah fissure garis tengah pada polatum yang terjadi karena kegagalan
dua sisi untuk menyatu karena perkembangan embriotik .(wong, Dona.L 2003).Jadi
labioskizis atau labiopalatoskizis yaitu kelainan bagian depan serta samping muka serta
langit-langit mulut tidak menutup dengan sempurna.
2.2 Etiologi
Banyak faktor yang yang dapat mempengaruhi terjadinya bibir sumbing, factor tersebut
antara lain:
1) Factor genetik atau keturunan
Dimana material genetic dalam kromosom yang mempengaruhi dapat terjadi
karena adanya mutasi gen ataupun kelainan kromosom.pada setiap sel yang normal
mempunyai 46 kromosom yang terdiri dari 22 kromosom non sex (kromosom 1-22)
dan 1 pasang kromosom sex (kromosom x dan y) yang menetukan jenis kelamin.
Pada penderita bibir sumbing terjadi trisomi 13 atau sindroma patau dimana ada 3
untai kromosom 13 pada setiap sel penderita sehingga jumlah total kromosom pada
setiap selnya adalah 47. Jika terjadi hal seperti ini selain menyebabkan bibir sumbing
akan menyebabkan gangguan berat pada perkembangan otak, jantung, dan ginjal.
Namun kelainan ini sangat jarang terjadi dengan frekuensi 1 dari 8000-10.000 bayi
yang lahir.
2) Kurang nutrizi contohnya defisiensi Zn dan B6, vitamin C saat hamil, kekurangan
asam folat
3) Radiasi
4) Terjadi trauma pada kehamilan trimester pertama

3
5) Infeksi pada ibu yang dapat mempengaruhi janin contohnya: seperti infeksi rubella
dan sifili, toxoplasmosis dan klamidia.
6) Pengaruh obat teratogenetik ,termasuk jamu dan kontrasepsi hormonal, akibat
toksisitas selama kehamilan misalnya kecanduan alcohol,terapi penitoinn.
7) Multifaktoral dan mutasi genetic
8) Dysplasia ektodermal

2.3 Patofisiologi
Cacat terbentuk pada trimester pertama kehamilan, prosesnya karena tidak
terbentuknya mesoderm, pada daerah tersebut sehingga bagian yang telah menyatu
(proses nasalis dan maksilaris) pecah kembali.Labioskizis terjadi akibat fusi atau
penyatuan prominen maksilaris dengan prominen nasalis medial yang diikuti disfusi
kedua bibir, rahang, dan palatum pada garis tengah dan kegagalan fusi septum nasi.
Gangguan fusi palatum durum serta palatum mole terjadi seketika kehamiln ke-7
sampai 12 minggu
Bibir sumbing dan celah palatum terjadi pada awal kehamilan saat sisi bibir dan
langit-langit mulut tidak bersatu seperti keadaan normalnya
Bibir sumbing terjadi saat prosesus nasal dan prosesu maksilaris tidak bersatu selama
perkembangan embrionik. Bibir sumbing dapat dideteksi pada masa prenatal melalui
ultrasound yang dilakukan saat gestasi 13-16 minggu, bibir sumbing dapat bervariasi
dari sedikit lekukan pada batas merah terangsampai sumbing yang terbuka lebar yang
meluas hingga dasar hidung. Bersama dengan berbagai derajat distorsi nasal, anomali
gigi seperti jumlah gigi dapat menyertai bibir sumbing. Bibir sumbing dapat unilateral
biasanya terjadi pada sisi kiri. Bibir sumbing bilateral sering dikaitkan dengan celah
palatum
2.4 Klasifikasi
1) Berdasarkan organ yang terlibat:
 Celah bibir (labioskizis)
 Celah gusi (gnatoskizis)
 Celah di langit-langit (palatoskizis)
 Celah dapat terjadi lebih dari satu organ. Misalnya terjadi di bibir dan langit-
langit (labiopalatoskizis)
4
2) Berdasarkan lengkap atau tidanya celah terbentuk
Tingkat kelainan bibir sumbing bervariasi, mulai dari yang ringan hingga yang
berat. Beberapa jenis bibir sumbing yang di ketahui adalah:
 Unilateral incomplete
Jika celah sumbing terjadi hanya disalah satu sisi bibir dan tidak memanjang
hingga ke hidung.
 Unilateral complete
Jika celah sumbing yang terjadi hanya disalah satu sisi bibir dan memanjang
hingga ke hidung.
 Bilateral complete
Jika celah sumbing terjadi di kedua sisi bibir dan memanjang hingga kehidung.
2.5 Tanda dan gejala
Ada beberapa gejala dari bibir sumbing antara lain:
 Terjadi pemisahan langit-langit
 Terjadi pemisahan bibir
 Terjadi pemisahan bibir dan langit-langit
 Infeksi telinga berulang
 Berat badan tidak bertambah
 Pada bayi terjadi regurgitasi nasal ketika menyusui yaitu keluarnya air susu dari
hidung
2.6 Diagnosis
Untuk mendiagnosa terjadi celah sumbing pada bayi setelah lahir, mudah karena
pada celah sumbing mempunyai cirri fisik yang spesifik sebetulnya ada pemeriksaan
yang dapat digunakan untuk mengetahui keadaan janin apakah terjadi kelainan atau
tidak walaupun pemeriksaan ini tidak sepenuhnya spesifik.Ibu hamil dapat
memeriksakan kandungannya dengan menggunakan USG.

5
2.7 Komplikasi
Keadaan kelainan pada wajah seperti bibir sumbing ada beberapa komplikasi
karenanya yaitu:
a) Kesulitan makan
Dialami pada penderita bibir sumbing dan jika diikuti dengan celah
platum.Memerlukan penanganan khusus seperti dot khusus, posisi makan yang
benar dan juga kesabaran dalam memberikan makan pada bayi bibir sumbing.
b) Kesulitan Mendengar
Telinga dan hilangnya pendengaran dikarenakan tidak berfungsi dengan baik
saluran yang menghubungkan telinga tengah dengan kerongkongan dan jika tidak
segera diatasi maka akan kehilangan pendengaran.
c) Kesulitan bicara
Otot-otot untuk berbicara mengalami penurunan fungsi karena adanya celah.Hal
ini dapat mengganggu pola berbicara bahkan dapat menghambatnya.
d) Masalah gigi
Pada celah bibir gigi tumbuh tidak normal atau bahkan tidak tumbuh, sehingga
perlu perawatan dan penanganan khusus.
e) Aspirasi
f) Distress pernafasan
g) Resiko infeksi saluran pernafasan
h) Pertumbuhan dan perkembangan terhambat
i) Perubahan harga diri dan citra tubuh yang dipengaruhi derajat kecatatan dan
jaringan parau.

2.8 Pemeriksaan penunjang


1) Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan prabedah rutin (misalnya hitung darah lengkap)
2) Pemeriksaan diagnosis
 Pemeriksaan fisik
 MRI untuk evaluasi abnormal

6
2.9 Penatalaksanaan
a) Penatalaksanaan di keluargaa :
a. Berikan dukungan emosional dan tenangkan ibu beserta keluarga.
b. Jelaskan kepada ibu bahwa sebagian besar hal penting harus dilakukan saat ini
adalah memberi makanan bayi guna memastikan pertumbuhan yang adekuat
sampai pembedahan yang dilakukan.
c. Jika bayi memiliki sumbing tetapi palatumnya utuh, izinkan bayi berupaya
menyusu.
d. Jika bayi berhasil menyusu dan tidak terdapat masalah lain yang membutuhkan
hospitalisasi, Tindak lanjuti dalam satu minggu untuk memeriksa pertumbuhan
dan penambahan berat badan.
e. Jika bayi tidak dapat menyusu dengan baik karena bibir sumbing,berikan perasan
ASI dengan menggunakan metode pemberian makanan alternatif (menggunakan
sendok atau cangkir).
f. Jika bayi memiliki celah palatum, berikan perasan ASI dengan menggunakan metode
pemberian makan alternatif (menggunakan sendok atau cangkir).
g. Ketika bayi makan dengan buruk dan terjadi penurunan berat badan, rujuk bayi ke
rumah sakit tersier atau pusat spesialisasi, jika memungkinkan untuk pembedahan
guna memperbaiki celah tersebut.

b) Perawatan
a. Menyusu pada ibu
Menyusu adalah metode pemberian makan terbaik untuk seorang bayi dengan
bibir sumbing tidak menghambat penghisapan susu ibu. Ibu dapat mencoba sedikit
menekan payudara untuk mengeluarkan susu. Dapat juga menggunakan pompa
payudara untuk mengeluarkan susu dan memberikannya kepada bayi dengan
menggunakan botol setelah dioperasi, karena bayi tidak menyusu sampai 6 minggu.
a. Menggunakan alat khusus
 Dot domba
Karena udara bocor disekitar sumbing dan makanan dimuntahkan melalui hidung,
bayi tersebut lebih baik diberi makan dengan dot yang diberi pegangan yang

7
menutupi sumbing, suatu dot domba (dot yang besar, ujung halus dengan lubang
besar), atau hanya dot biasa dengan lubang besar.
 Botol peras (squeeze bottles)
Dengan memeras botol, maka susu dapat didorong jatuh di bagian belakang mulut
hingga dapat dihisap bayi.
 Ortodonsi
Pemberian plat/dibuat okulator untuk menutup sementara celah palatum agar
memudahkan pemberian minum dan sekaligus mengurangi deformitas palatum
sebelum dapat dilakukan tindakan bedah.
b. Posisi mendekati duduk dengan aliran yang langsung menuju bagian sisi atau
belakang lidah bayi.
c. Tepuk-tepuk punggung bayi berkali-kali secara perlahan karena cenderung untuk
menelan banyak udara.
d. Periksalah bagian bawah hidung dengan teratur, kadang-kadang luka terbentuk
pada bagian pemisah lobang hidung.
e. Suatu kondisi yang sangat sakit dapat membuat bayi menolak menyusu. Jika hal
ini terjadi arahkan dot ke bagian sisi mulut untuk memberikan kesempatan pada
kulit yang lembut tersebut untuk sembuh.
f. Setelah siap menyusu, perlahan-lahan bersihkan daerah sumbing dengan alat
berujung kapas yang dicelupkan dalam hydrogen peroksida setengah kuat atau air.

c) Pengobatan
1) Dilakukan bedah elektif yang melibatkan beberapa disiplin ilmu untuk
penanganan selanjutnya. Bayi akan memperoleh operasi untuk memperbaiki
kelainan, tetapi waktu yang tepat untuk operasi tersebut bervariasi.
2) Tindakan pertama dikerjakan untuk menutup celah bibir berdasarkan kriteria rule
often yaitu umur > 10 mgg, BB > 10 pon/ 5 Kg, Hb > 10 gr/dl, leukosit >
10.000/ui
3) Tindakan operasi selanjutnya adalah menutup langitan/palatoplasti dikerjakan
sedini mungkin (15-24 bulan) sebelum anak mampu bicara lengkap seingga pusat
bicara otak belum membentuk cara bicara. Pada umur 8-9 tahun dilaksanakan
tindakan operasi penambahan tulang pada celah alveolus/maxilla untuk
8
memungkinkan ahli ortodensi mengatur pertumbuhan gigi dikanan dan kiri celah
supaya normal.
4) Operasi terakhir pada usia 15-17 tahun dikerjakan setelah pertumbuhan tulang-
tulang muka mendeteksi selesai.
5) Operasi mungkin tidak dapat dilakukan jika anak memiliki “kerusakan horseshoe”
yang lebar. Dalam hal ini, suatu kontur seperti balon bicara ditempl pada bagian
belakang gigi geligi menutupi nasofaring dan membantu anak bicara yang lebih
baik.
6) anak tersebut juga membutuhkan terapi bicara, karena langit-langit sangat penting
untuk pembentukan bicara, perubahan struktur, juag pada sumbing yamh telah
diperbaik, dapat mempengaruhi pola bicara secara permanen.

2.10 Peran Orang Tua Mengatasi Anak yang Mengalami Celah Bibir dan Langit-Langit dan
celah palatum
Kelainan sumbing selain mengenai bibir juga bisa mengenai langit-langit, berbeda
pada kelainan bibir yang terlihat jelas secara estetik, kelainan sumbing langit-langit
lebih berefek kepada fungsi mulut seperti menelan, makan, minum dan bicara, pada
kondisi normal langit-langit menutup rongga antara mulut dan hidung, pada bayi yang
langit-langitnya sumbing ini tidak ada sehingga pada saat menelan bayi bisa tersedak.
Kemampuan menghisap bayi juga lemah, sehingga bayi mudah capek pada saat
menghisap, keadaan ini menyebabkan intake minum / makanan yang masuk menjadi
kurang dan jelas berefek terhadap pertumbuhan dan perkembangannya, selain itu juga
mudah terkena infeksi saluran napas atas karena terbukanya palatum tidak ada batas
antara hidung dan mulut, bahkan infeksi bisa menyebar sampai ke telinga.
Untuk membantu keadaan ini biasanya pada saat bayi baru lahir dipasang selang :

1. Nasogastric tube, adalah selang yang dimasukan melaui hidung berfungsi untuk

memasukan susu langsung ke dalam lambung untuk memenuhi intake makanan

2. Pemasangan obturator, yang terbuat dari bahan akrilik yang elastis, semacam gigi

tiruan tapi lebih lunak, jadi pembuatannya khusus dan memerlukan pencetakan di

9
mulut bayi. Beberapa ahli beranggapan obturator menghambat pertumbuhan

wajah pasien, tapi beberapa menganggap justru mengarahkan dilakukan

pembuatan obturator, karena pasien rajin kontrol sehingga memungkinkan

dilakukan penggerindaan obturator tiap satu atau dua mingggu sekali kontrol dan

tiap beberapa bulan dilakukan pencetakan ulang, dibuatkan yang baru sesuai

pertumbuhan pasien. Obturator juga harus dibersihkan otherwise malah jadi

sumber infeksi, jadi pendidikan serta kooperasi orang tua pasien sangat mutlak,

dengan berbagai pertimbangan tersebut jadi dokter memutuskan perlu atau

tidaknya tergantung situasi dan kondisi. Membersihkan mulut setelah di beri susu

dan menghindari infeksi dengan memperkuat daya tahan tubuh. Obturator diberi

tali untuk membantu agar mudah dilepaskan, tapi ada pula jenis yang tidak perlu

di beri tali

3. Pemberian dot khusus, dot ini bisa di beli di apotek-apotek besar. Dot ini bentu

knya lebih panjang dan lubangnya lebih lebar daripada dot biasa,

tujuannya dot yang panjang menutupi lubang di langit-langit mulut susu bisa

langsung masuk ke kerongkongan, karena daya hisap bayi yang rendah, maka

lubang dibuat sedikit lebih lebar (Akmalsari, 2012)

4. Cara menyusui bagi ibu yang memiliki anak dengan bibir sumbing :

a. Memberi tahu ibu kepentingan ASI bayinya.

b. Usaha untuk menutup celah atau sumbing bibir agar bayi dapat memegang

puting dan areola dalam mulutnya waktu menyusui (jari ibu atau plak gigi

yang khusus atau obturator), kadang-kadang payudara ibu menutup celah

itu dengan sudut 45⁰.

10
c. Memerah susu dan memberikan kepada anaknya menggunakan cangkir

atau sendok teh (Wikipedia, 2009).

2.11 Pencegahan
a. Menghindari merokok
Ibu yang merokok mungkin merupakan faktor resiko lingkungan terbaik yang
telah dipelajari untuk terjadinya celah orofacial. Ibu yang menggunakan tembakau
selama kehamilan secara konsisten dengan peningkatan resiko terjadinya celah-celah
orofacial. Mengingat frekuensi kebiasaan kalangan perempuan di Amerika Serikat,
merokok dapat menjelaskan sebanyak 20% dari celah orofacial yang terjadi pada
populasi negara itu. Lebih dari satu miliar orang merokok di seluruh dunia dan
hampir tiga per empatnya tinggal di negara berkembang, seringkali dengan adanya
dukungan publik dan politik tingkat yang relatif rendah untuk upaya pengendalian
tembakau.
b. Menghindari alkohol
Peminum alkohol berat selama kehamilan diketahui dapat mempengaruhi tumbuh
kembang embrio, dan langit-langit mulut sumbing telah dijelaskan memiliki
hubungan dengan terjadinya defek 10% kasus pada sindrom alkohol fetal (fetal
alcohol syndrome), pada tinjauan yang dipresentasikan di Utah Amerika Serikat pada
pertemuan konsesus WHO (Bulan mei 2001), diketahui bahwa interpretasi hubungan
antara alkohol dan celah orofacial dirumitkan oleh bias yang terjadi di masyarakat.
Dalam banyak penelitian tentang merokok, alkohol diketemukan juga sebagai
pendamping, namun tidak ada hasil yang benar-benar disebabkan murni karena
alkohol (Wikipedia, 2009).
c. Memperbaiki nutrisi ibu
Nutrisi yang adekuat dari ibu hamil saat konsepsi dan trimester pertama kehamilan
sangat penting bagi tumbuh kembang bibir, palatum dan struktur kraniofasial yang
normal dari fetus, yaitu nutrisi seperti:
1) Asam folat
Peran asupan folat pada ibu dalam kaitannya dengan celah orofasial sulit
untuk di tentukan dalam studi kasus – kontrol manusia karena folat dari sumber
makanan memiliki bioavaibillitas yang luas dan suplemen asam folat biasanya

11
diambil dengan vitamin, mineral dan elemen-elemen lainnya yang juga mungkin
memiliki efek protektif terhadap terjadinya celah orofasial. Folat merupakan
bentuk poliglutamat alami dan asam folat ialah bentuk monoglutamat sintetis.
Pemberian asam folat pada ibu hamil sangat penting pada setiap tahahp kehamilan
sejak konsepsi sampai persalinan (Zaenal, 2009).
Asam folat memiliki dua peran dalam menentukan hasil kehamilan, yaitu
dalam proses maturasi janin jangka panjang untuk mencegah anemia pada
kehamilan lanjut dan dalam mencegah efek kongenital selama tumbuh kembang
embrionik, telah disarankan bahwa suplemen asam folat pada ibu hamil memiliki
peran dalam mencegah celah orofasial yang non sindromik seperti bibir dan/atau
langit-langit sumbing (Zaenal, 2009).
2) Vitamin B-6
Vitamin B-6 diketahui dapat melindungi terhadap induksi terjadinya celah
orofasial secara laboratorium pada binatang oleh sifat teratogennya demikian juga
kortikosteroid, kelebihan vitamin A, dan siklofosfamid. Deoksipiridin, atau
antagonis vitamin B-6, diketahui menginduksi celah orofasial dan defisiensi
vitamin B-6 sendiri cukup untuk membuktikan terjadinya langit-langit mulut
sumbing dan defek lahir lainnya pada binatang percobaan, namun penelitian pada
manusia masih kurang utntuk membuktikan peran vitamin B-6 dalam terjadinya
vitamin B-6 (Zaenal, 2009).
3) Vitamin A
Asupan vitamin A yang kurang atau berlebih dikaitkan dengan
peningkatan resiko terjadinya celah orofasial dan kelainan kraniofasial lainnya.
Defisiensi vitamin A pada ibu menyebabkan defek pada mata, celah orofasial, dan
efek kelahiran lainnya pada babi. Penelitian klinis manusia menyatakan bahwa
paparan vetus terhadap retinoid dan diet tinggi vitaminA juga dapat menghasilkan
kelainan kraniofasial yang gawat. Pada penelitian prospektif lebih dari 22.000
kelahiran pada wanita di Amerika Serikat, kelainan kraniofasial dan malformasi
lainnya umum terjadi pada wanita yang mengonsumsi lebih dari 10.000 IU
vitamin A pada masa perikonsepsional (Zaenal, 2009).
4) Modifikasi pekerjaan

12
Data-data yang ada dan penelitian skala besar menyarankan bahwa ada
hubungan antara celah orofasial dengan pekerjaan ibu hamil(pegawai kesehatan,
industri reparasi, pegawai agrikultur). Teratogenesis karena trichloroethylene dan
tetrachloroethylene pada air yang diketahui berhubungan dengan pekerjaan
bertani mengindikasikan adanya peran dari pestisida, hal ini diketahui dari
beberapa peneilitian, namun tidak semua. maka sebaiknya pada wanita hamil
lebih baik mengurangi jenis pekerjaan yang terkait. Pekerjaan ayah dalam industri
cetak, seperti pabrik cat, operator motor, pemadam kebakaran atau bertani telah
diketahui meningkatkan resiko terjadinya celah orofasial (Wikipedia, 2009).
d. Suplemen nutrisi
Beberapa usaha telah dilakukan untuk merangsang percobaan pada manusia
untuk mengevaluasi suplementasi vitamin pada ibu selama kehamilan yang
dimaksudkan sebagai tindakan pencegahan, ini di motivasi oleh hasil baik yang
dilakukan pada percobaan pada binatang. Usaha pertama dilakukan tahun 1958 di
Amerika Serikat namun penelitiannya kecil, metodenya sedikit dan tidak ada analisis
statistik yang dilaporkan. Penelitian lainnya dalam usaha memberikan suplemen
multivitamin dalam mencegah celah orofasial dilakukan di Eropa dan penelitiannya
mengklaim bahwa hasil pemberian suplemen nutrisi adalah efektif, namun penelitian
tersebut memiliki data yang tidak mencukupi untuk mengevaluasi hasilnya. Salah
satu tantangan terbesar dalam penelitian pencegahan terjadinya celah orofasial
adalah mengikutsertakan banyak wanita dengan resiko tinggi pada masa
produktifnya (Zaenal, 2009).

13
2.12 Asuhan Keperawatan Bibir Sumbing dan celah palatum Pada Neonatal
1. Pengkajian
Karena cacat bibir terlihat dengan jelas pada saat lahir, pengkajiannya terdiri atas
uraian mengenai lokasi serta luas cacat atau defek tersebut dan keberadaan palatokizis
di perkirakan dengan melihatnya langsung pada saat bayi menangis. paltokizis tanpa
labiskozis dapat ditemukan dengan cara palpasi memakai jari tangan pada saat
dilakukan pemeriksaan bayi baru lahir.Dampak emosional kelahiran anak cacat
kosmetik maupun fungsional sungguh bersifat traumatik bagi keluarganya sebagai
konsekuensinya, pengkajian keperawatan dilakukan berkaitan dengan reaksi
emosional terhadap anak dan defeknya.
2. Diagnosa pre operasi
 Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan bayi lelah menghisap,
intake makanan dan minuman pada anak tidak adekuat.
 Risiko aspirasi berhubungan dengan gangguan menelan.
 Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan keluarga tentang penyakit.
 Risiko infeksi berhubungan dengan aspirasi ke dalam saluran pernapasan dan
masuknya cairan ke saluran telinga
 Resiko perubahan perilaku orang tua yang berhubungan dengan cacat fisik yang
sangat nyata pada bayi
 Kurang pengetahuan keluarga berhubungan dengan teknik pemberian makan, dan
perawatan dirumah
3. Intervensi pre operasi
 Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan bayi lelah menghisap,
intake makanan dan minuman pada anak tidak adekuat.
Tujuan : bayi dapat terpenuhi nutrisinya secara adekuat setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama ....x24 jam
Kriteria hasil :
- Nutrisi bayi terpenuhi
- Mempertahankan BB dalam batas normal.
- Bayi dapat tidur nyenyak

14
Intervensi :
1). Pantau kandungan nutrisi dan kalori pada catatan asupan.
R/ Memberikan informasi sehubungan dgn keb nutrisi & keefektifan terapi.
2) Gunakan dot botol yang lunak yang besar, atau dot khusus dengan lubang yang
sesuai untuk pemberian minum
R/ Untuk mempermudah menelan dan mencegah aspirasi.
3) Tepuk punggung bayi setiap 15ml 30ml minuman yang diminum, tetapi jangan
diangkat dot selama bayi menghisap.
R/ Karena cenderung menelan banyak udara dan mencegah cedera pada bayi
4) Monitor atau mengobservasi kemampuan menelan dan menghisap.
R/ Untuk mengetahui kemampuan menelan dan menghisap pada bayi.
5) Berikan makan pada anak sesuai dengan jadwal dan kebutuhan
R/ Mempertahankan nutrisi yang dibutuhkan oleh bayi
6) Mempertahankan nutrisi adekuat
R/ Nutrisi yang adekuat dapat mempertahankan atau menambah berat badan bayi
7) Kaji kemampuan menelan dan menghisap
R/ Bila kemampuan menelan dan menghisap baik maka nutrisi yang masuk dapat
terpenuhi.
8) Tempatkan dot pada samping bibir mulut bayi dan usahakan lidah mendorong
makan/minuman kedalam
R/ Posisi tempat dot yang tepat mencegah resiko aspirasi dan memberikan
kenyamanan posisi pada bayi
 Resiko aspirasi berhubungan dengan gangguan menelan
Tujuan : anak tidak akan mengalami aspirasi setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama …x 24 jam
Dengan criteria hasil :
- Menunjukkan peningkatan kemampuan menelan.
- Bertoleransi terhadap asupan oral dan sekresi tanpa aspirasi.
- Bertoleransi terhadap pemberian perenteral tanpa aspirasi

15
Intervensi :
1) Jelaskan pada orang tua cara/ teknik menyusui yang benar
R/ ibu dapat mengerti cara yang benar dalam memberikan ASI sehingga bayi
terhindar dari aspirasi.
2) Tempatkan pasien pada posisi semi-fowler atau fowler.
R/ Agar mempermudah mengeluarkan sekresi.
3) Gunakan dot khusus yang agak panjang
R/ untuk meminimalkan terjadinya aspirasi
4) Sediakan kateter penghisap disamping tempat tidur dan lakukan penghisapan
selama makan, sesuai dengan kebutuhan.
R/ Mencegah sekresi menyumbat jalan napas, khususnya bila kemampuan
menelan terganggu.
5) Pantau status pernafasan selama pemberian makan tanda-tanda aspirasi selama
proses pemberian makan dan pemberian pengobatan.
R/ Perubahan yg terjadi pada proses pemberian makanan dan pengobatan bisa saja
menyebabkan aspirasi
 Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan keluarga tentang penyakit.
Tujuan :Rasa cemas teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ....x
24 jam
Kriteria hasil :
- Mencari informasi untuk menurunkan kecemasan.
- Menghindari sumber kecemasan bila mungkin.
- Menggunakan teknik relaksasi untuk menurunkan kecemasan
Intervensi :
1) Jelaskan pada keluraga keadaan yang diderita anaknya
R/ pemahaman ibu tentang keadaan yang diderita anaknya mengurangi
kecemasan keluarga, karena keadaan anak masih bisa diatasi.
2) Kaji tingkat kecemasan keluarga.
R/ Untuk mengetahui seberapa besar kecemasan yang dirasakan keluarga
sekarang.

16
3) Berikan penyuluhan pada keluarga tentang penyakit dan proses
penyembuhannya.
R/ Untuk mengetahui bagaimana untuk memudahkan memberikan support atau
penyuluhan.
4) Anjurkan keluarga mengungkapkan dan atau mengekspresikan
perasaan (menangis)
R/ membantu mengindentifikasikan perasaan atau masalah negatif dan
memberikan kesempatan untuk mengatasi perasaan ambivalen atau berduka.
Klien dapat juga merasakan ancaman emosional pada harga dirinya karean
sperasaannya bahwa ia telah gagal, bahwa ia sebagai wanita lemah, dan bahwa
harapannya tidak terpenuhi.
 Resiko infeksi berhubungan dengan aspirasi ke dalam saluranpernapasan dan
masuknya cairan ke saluran telinga
Tujuan : bayi tidak mengalami infeksi setelah dilakukan tindakankeperawatan
.....x/24jam
Kriteria hasil :
- Mencegah infeksi :Terbebas dari tanda atau gejala infeksi.
- Menunjukkan higiene pribadi yang adekuat.
- Menggambarkan faktor yang menunjang penularan infeksi.
Intervensi :
1) Jelaskan pada orang tua penyebab dari resiko infeksi
R/ penyebab dari resiko infeksi ialah karena masuknya cairan/susu ke dalam
saluran pernapasan dan telinga.
2) Berikan posisi yang tepat setelah makan, miring kekanan, kepala
agak sedikit tinggi supaya makanan tertelan dan mencegah aspirasi
yang dapat berakibat pneumonia.
R/ Meningkatkan mobilisasi sekret, menurunkan resiko pneumonia.
3) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antibiotik profilaksis
R/pemberian antibiotik profilaksis dapat menurunkan resiko infeksi.
4) Observasi tanda-tanda infeksi
R/ deteksi dini terhadap tanda-tanda infeksi

17
 Resiko perubahan perilaku orang tua yang berhubungan dengancacat fisik yang
sangat nyata pada bayi
Tujuan : pasien atau keluarga memperlihatkan penerimaan terhadap bayi
Kriteria hasil:
- Keluarga membicarakan perasaan dan kekhawatiran mengenai cacat yang
disandang anaknya. Koreksi dan prospeknya di masa mendatang.
- Keluarga memperlihatkan sikap menerima bayinya.
Intervensi:
1) Berikan kesempatan kepada keluarga untuk mengekspresikan perasaan
mereka.
R/ untuk mendorong koping keluarga
2) Perlihatkan perilaku menerima bayi dan keluarganya
R/ karena orang tua sensitive terhadap perilaku afektif anaknya
3) Tunjukkan dengan perilaku bahwa anak adalah manusia yang berharga
R/ untuk mendorong penerimaan bayi cacat fisik.
 Kurang pengetahuan keluarga berhubungan dengan teknik pemberian makan,
dan perawatan dirumah.
Tujuan : keluarga memahami teknik pemberian makanan yang tepat pada anak.
Kriteria hasil :
- Keluarga memahami teknik pemberian makan yang tepat
- Keluarga dapat menjelaskan dan memperagakan kembali teknik pemberian
yang benar.
Intervensi :
1) Jelaskan pada keluarga teknik pemberian makanan yang tepat
R/ teknik pemberian makan yang tepat ialah puting /dot khusus harus
diposisikan ke belakang dan di sepanjang sisi mulut di sisi noncleft, menekan
pipi bersama-sama di sekitar puting untuk meningkatkan suction lisan.posisi
bayi tegak.
2) Minta ibu memperagakan kembali apa yang sudah di ajarkan oleh perawat.
R/ untuk mengetahui tingkat pemahaman ibu tentang tekni pemberian makanan
yang tepat.

18
3) Observasi ketepatan ibu dalam mengaplikasikan yang telah di ajarkan.
R/ menilai ketepatan teknik pemberian makanan.
4. Diagnosa Keperawatan Post-Opp
1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan insisi pembedahan
2. Resiko infeksi berhubungan dengan kontaminasi mikroorganisme.
3. Resiko trauma pada tempat pembedahan yang berhubungan dengan peregangan
pada jahitan.
5. Intervensi Post Op
a. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan insisi pembedahan.
Tujuan : anak mengalami tingkat kenyamanan yang optimal setelah dilakukan
tindakan ....x 24 jam
Kriteria hasil : bayi tampak nyaman dan beristirahat dengan tenang.
Intervensi :
1) Kaji pola istirahat bayi/anak dan kegelisahan.
R/ Mencegah kelelahan dan dapat meningkatkan koping terhadap stres atau
ketidaknyamanan.
2) Beri stimulasi belaian dan pelukan
R/ sesuai kebutuhan untuk pertumbuhan dan perkembangan optimal.
3) Libatkan orang tua dalam perawatan bayi
R/ untuk memberikan rasa aman dan nyaman.
4) Berikan analgetik sesuai program.
R/ Derajat nyeri sehubungan dengan luas dan dampak psikologi
pembedahan sesuai dengan kondisi tubuh
b. Resiko infeksi berhubungan dengan kontaminasi mikroorganisme
Tujuan : mengurangi resiko terjadinya infeksi setelah dilakukan proses
pebedahan
Kriteria hasil :
- Mencegah infeksi :Terbebas dari tanda atau gejala infeksi.
- Menunjukkan higiene pribadi yang adekuat.
- Menggambarkan faktor yang menunjang penularan infeksi.
- Luka tampak bersih, kering dan tidak edema.

19
Intervensi :
1) Berikan posisi yang tepat setelah makan, miring kekanan, kepala agak
sedikit tinggi supaya makanan tertelan dan mencegah aspirasi yang dapat
berakibat pneumonia.
R/ Meningkatkan mobilisasi sekret, menurunkan resiko pneumonia.
2) Kaji tanda-tanda infeksi, termasuk drainage, bau dan demam.
R/ Deteksi dini terjadinya infeksi memberikan pencegahan komplikasi lebih
serius.
3) Menggambarkan faktor yang menunjang penularan infeksi
R/ Mencegah kontaminasi dan kerusakan sisi operasi
4) Perhatikan posisi jahitan, hindari jangan kontak dengan alat-alat yang tidak
steril, misalnya alat tenun dan lainnya.
R/ alat yang tidak steril mudah menimbulkan MO mudah masuk ke daerah
insisi.
5) Bersihkan garis sutura dengan hati-hati
R/ menjaga agar sutura tidak trauma/rusak
c. Resiko trauma pada tempat pembedahan yang berhubungan dengan peregangan
pada jahitan.
Tujuan : anak tidak mengalami trauma pada tempat pembedahan, anak tidak
memperlihatkan adanya aspirasi
Kriteria hasil : dapat menangani secret yang keluar dan susu formula tanpa
aspirasi
Intervensi :
1) Gunakan teknik pemberian susu yang non traumatic
R/ untuk meminimalkan resiko trauma
2) Pertahankan alat pelindung bibir
R/ untuk melindungi luka jahitan.
3) Hindari penggunaan alat didalam mulut sesudah operasi
R/ untuk mencegah trauma pada luka operasi
4) Bersihkan jahitan operasi dengan hati-hati sesudah pemberian susu
R/ karena inflamasi atau infeksi akan mengganggu proses kesembuhan serta
efek kosmetik koreksi pembedahan.
20
5) Cegah bayi agar tidak menangis dengan keras
R/ dapat menimbulkan regangan pada jahitan bekas operasi
6) Ajarkan prosedur membersihkan dan menahan gerakan bayi yang mengenai
luka operasi jika bayi dipulangkan sebelum jahitan luka dilepas.
R/ untuk meminimalkan komplikasi setelah pembedahan.

6. Implementasi
Pelaksanaan dari intervensi yang telah dibuat, dilaksanakan dengan menyesuaikan
antara waktu dan rencana tindakan serta didokumentasikan secara tepat dalam
asuhan keperawatan

7. Evaluasi
Evaluasi dilakukan untuk menilai apakah tujuan yang ditetapkan sudah tercapai
berdasarkan kriteria evaluasi yang dibuat

2.13 Promosi kesehatan

Kriteria hasil Kemungkinan Rasional Evaluasi pencatatan


intervansi
keperawatan

TUJUAN PENYULUHAN Ajarkan keluarga Peningkatan Dokumentasikan


tetang karakteristik pengetahuan apakah penyuluhan
Keluarga akan mampu
ketidakseimbangan akan membantu dilakukan dan
menyebut minimal 4
nutrisi. Kaji dan keluarga dalam jelaskan hasilnya
karakteristik ketidak
catat hasilnya. mengenali dan
seimbangan nutrisi, seperti
melaporkan
 Kenaikan berat badan perubahan
yang tidak adekuat kondisi anak
 Asupan kaloriyang
tidak adekuat
 Muntah

21
 Tersedak
Keluarga akan mampu Ajarkan keluarga Penyuluhan Dokumentasikan
menyatakan pengetahuan tentang perawatan. keluarga akan apakah penyuluhan
tentang perawatan, seperti: Kaji dan catat memungkinkan dilakukan dan
pengetahuan dan perawatan yang jelaskan hasilnya.
 teknik pemberian
partisipasi keluarga akurat.
makan
dalam perawatan
 pemantauan asupan
terkait pemberian
dan haluaran
makan, dll.
 identifikasi setiap
tanda atau gejala
ketidakseimbangan
nutrisi (seperti yang
terdapat dalam
pengkajian)
 kapan menghubungi
pemberian perawatan
kesehatan.

22
BAB III

PENUTUP

1.1.Kesimpulan
Labioskizis atau labiopalatoskizis yaitu kelainan kotak palatine (bagian depan
serta samping muka serta langit-langit mulut) tidak menutup dengan sempurna.
Merupakan deformitas daerah mulut berupa celah atau sumbing atau pembentukan yang
kurang sempurna semasa embrional berkembang, bibir atas bagian kanan dan bagian kiri
tidak tumbuh bersatu.
Banyak factor yang mempengaruhi terjadinya bibir sumbing antara lain: factor
genetic atau keturunan, kurang nutrizi, radiasi, terjadinya trauma pada kehamilan
trimester pertama, infeksi pada ibu yang dapat mempengaruhi janin, pengaruh obat
teratogenik termasuk jamu dan kontrasepsi hormonal, Multifaktoral dan mutasi
genetic,Dysplasia ektodermal

1.2.Saran
Beberapa kelainan bawaan tidak dapat dicegah, tetapi ada beberapa hal yang dapat
dilakukan untuk mengurangi resiko terjadinya kelainan bawaan yaitu :
 Tidak merokok dan menghindari asap rokok
 Menghindari alcohol
 Menghindari obat terlarang
 Memakan makanan yang bergizi dan mengkonsumsi vitamin prenatal
 Melakukan olah raga dan istirahat yang cukup
 Melakukan pemeriksaan prenatal secara rutin
 Mengkonsumsi suplemen asam folat
 Menjalani faksinasi sebagai perlindungan terhadap infeksi
 Menghindari zat-zat yang berbahaya

23
DAFTAR PUSTAKA

Rahardjo Kukuh, Marmi (2012) ‘’ Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, Dan Anak Prasekolah’’
jogjakarta: pustaka belajar.

Axton,sharon, (2010) “ Rencana Asuhan Keperawatan Pediatrik” JAKARTA:EGC

Wong,Dona L (2008) “ Buku Ajar Keperawatan Pediatrik” JAKARTA : EGC

Wong,Dona L (2003) “ Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik” JAKARTA:EGC

24

Anda mungkin juga menyukai