Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

PELAYANAN KOLABORASI DALAM HOME CARE

Dosen pengampu : LALU WIN ISVANDIAR

Disusun oleh kelompok 9

Tingkat 2 :

1. USWATUN HASANAH

2. MAULINDA YULIANTARI

3. BAQIATUS SHOLEHA

4. BAIQ SENJA MAGGRAENI

5. IYAN SOPIAN HABIB

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

AKADEMI PERAWAT KESEHATAN

TAHUN 2018/2019

1
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.


Dengan memanjatkan rasa puji syukur atas kehadirat Allah SWT berkat rahmat dan hidayahNya sehin
gga makalah yang berjudul “KOLABORASI DALAM HOME CARE“ ini dapat terselesaikan. Makal
ah Kolaborasi Dalam Home Care Sakit ini kami susun berdasarkan referensi data dari internet, buku,
bahkan dari jurnalpun kami gunakan sebagai referensi.

Makalah ini kami susun secara sistematis dengan tujuan untuk menyelesaikan tugas Home Care.
Kami menyadari bahwa makalah ini tentu masih ada kekurangan dan kelemahan,
Untuk itu kritik dan saran yang konstruktif sangat kami harapkan agar makalah ini bisa bermanfaat
bagi kita semua, serta mendapatkan ridho Allah SWT. Akhir kata kami ucapkan terima kasih.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Sakra, februari 2019

Penyusun

2
DAFTAR ISI

Kata pengantar

Daftar isi

BAB 1 PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
2. Rumusan Masalah
3. Tujuan

BAB 11 PEMBAHASAN

1. PENGERTIAN PELAYANAN HOME CARE


2. TREND DAN ISSUE YANG TERJADI
3. PEMAHAMAN KOLABORASI
4. ANGGOTA TIM INTERDISIPLIN
5. JENIS PELAYANAN HOME CARE

BAB III PENUTUP

1. Kesimpulan
2. Saran

Daftar Pustaka

3
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Kolaborasi merupakan istilah umum yang sering digunakan untuk menggambarkan suatu
hubungan kerja sama yang dilakukan pihak tertentu. Sekian banyak pengertian yang
dikemukakan dengan sudut pandang beragam namun didasari prinsip yang sam yaitu mengenai
kebersamaan, kerja sama, berbagi tugas, kesetaraan, tanggung jawab dan tanggung gugat.
Namun demikian kolaborasi sulit didenifisikan untuk menggambarkan apa yang sebenarnya
yang menjadi esensi dari kegiatan ini. Seperti yang dikemukakan National Joint Practice
Commision (1977) yang dikutip Siegler dan Whitney (2000) bahwa tidak ada definisi yang
mampu menjelaskan sekian ragam variasi dan kompleknya kolaborasi dalam kontek perawatan
kesehatan.

Pada saat sekarang dihadapkan pada paradigma baru dalam pemberian pelayanan kesehatan
yang menuntut peran perawat yang lebih sejajar untuk berkolaborasi dengan dokter. Pada
kenyataannya profesi keperawatan masih kurang berkembang dibandingkan dengan profesi
yang berdampingan erat dan sejalan yaitu profesi kedokteran. Kerjasam dan kolaborasi dengan
dokter perlu pengetahuan, kemauan, dan keterampilan, maupun sikap yang professional mulai
dari komunikasi, cara kerjasama dengan pasien, Maupin dengan mitra kerjanya, sampai pada
keterampilan dalam mengambil keputusan.

Salah satu syarat yang paling penting dalam pelayanan kesehatan adalah pelayanan yang
bermutu. Suatau pelayanan dikatakan bermutu apabila memberikan kepuasan pada pasien.
Kepuasan pada pasien dalam menerima pelayanan kesehatan mencakup beberapa dimensi.
Salah satunya adalah dimensi kelancaran komunikasi antaran petugas kesehatan (termasuk
dokter) dengan pasien. Hal ini berarti pelayanan kesehatan bukan hanya berorientasi pada
pengobatan secara medis saja, melainkan juga berorientasi pada komunikasi karena pelayanan
melalui komunikasi sangat penting dan berguna bagi pasien, serta sangat membantu pasien
dalam proses penyembuhan.

2. Rumusan Masalah
- Bagaimana kerjasama dokter dan perawat dapat mencapai tingkat kolaborasi yang baik?
- Apakah perawat perlu rangsangan dari lingkungan yaitu rangsangan melalui kerjasama atau
kolaborasi dengan dokter?
- Apakah ada faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi system kolaborasi?

3. Tujuan
1. Mengetahui tujuan praktik kolaboarasi
2. Mengetahui hubungan antara komunikasi dan praktik kolaborasi
3. Perbedaan praktik kolaborasi di antara kelompok pasien

4
BAB 11
PEMBAHASAN

HOME CARE : KOLABORASI DOKTER DAN PARAMEDIS DALAM PENANGANAN


PERAWATAN PASIEN DI RUMAH

Di beberapa negara maju,” home care “ (perawatan di rumah ), bukan merupakan konsep yang baru,
tapi telah dikembangkan oleh William Rathbon sejak tahun 1859 yang dia namakan perawatan di
rumah dalam bentuk kunjungan tenaga keperawatan kerumah untuk mengobati klien yang sakit dan
tidak bersedia dirawat di rumah sakit.

1. PENGERTIAN PELAYANAN HOME CARE

Pelayanan Home Care memiliki pengertian, diantaranya adalah:

Perawatan di rumah yang merupakan lanjutan asuhan keperawatan dari rumah sakit yang
sudah termasuk dalam rencana pemulangan (discharge planning ) dan dapat dilaksanakan oleh
perawat dari rumah sakit semula, oleh perawat komunitas di mana pasien berada,
atau tim keperawatan khusus yang menangani perawatan di rumah.

Selain itu, home care atau Perawatan di rumah yang merupakan bagian dari ASKEP
keluarga, sebagai tindak lanjut dari tindakan unit rawat jalan atau puskesmas.

Sementara itu pengertian lain home care adalah pelayanan kesehatan berbasis dirumahyang m
erupakan suatu komponen rentang keperawatan kesehatan yang berkesinambungan dan komp
rehensif di berikan kepada individu dan keluarga di tempat tinggal

5
mereka, yang bertujuan untuk meningkatkan, mempertahankan atau memulihkan kesehatan at
au memaksimalkan tingkat kemandirian dan meminimalkan akibat dari penyakit termasuk pe
nyakit terminal

Home care juga merupakan pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan pasien individu dan
keluarga, direncanakan, dikoordinasikan dan disediakan oleh pemberi pelayanan yang
diorganisir untuk memberi pelayanan di rumah.

2. TREND DAN ISSUE YANG TERJADI


Hubungan perawat-dokter adalah satu bentuk hubungan interaksi yang telah cukup
lama dikenal ketika memberikan bantuan kepada pasien.Perspektif yang berbeda
dalam memendang pasien,dalam prakteknya menyebabkan munculnya hambatan-
hambatan teknik dalam melakukan proses kolaborasi. Kendalap sikologi keilmuan
dan individual, factor sosial, serta budaya menempatkan kedua profesi ini
memunculkan kebutuhan akan upaya kolaborsi yang dapat menjadikan keduanya
lebih solid dengan semangat kepentingan pasien.

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa banyak aspek positif yang dapat timbul jika
hubungan kolaborasi dokter-perawat berlangsung baik. American Nurses
Credentialing Center (ANCC) melakukan risetnya pada 14 Rumah Sakit melaporkan
bahwa hubungan dokter-perawat bukan hanya mungkin dilakukan, tetapi juga
berlangsung pada hasil yang dialami pasien ( Kramer dan Schamalenberg, 2003).
Terdapat hubungan kolerasi positif antara kualitas huungan dokter perawat dengan
kualitas hasil yang didapatkan pasien.

Hambatan kolaborasi dokter dan perawat sering dijumpai pada tingkat profesional dan
institusional. Perbedaan status dan kekuasaan tetap menjadi sumber utama
ketidaksesuaian yang membatasi pendirian profesional dalam aplikasi kolaborasi.
Dokter cenderung pria, dari tingkat ekonomi lebih tinggi dan biasanya fisik lebih
besar dibanding perawat, sehingga iklim dan kondisi sosial masih mendkung
dominasi dokter. Inti sesungghnya dari konflik perawat dan dokter terletak pada
perbedaan sikap profesional mereka terhadap pasien dan cara berkomunikasi diantara
keduanya.

Dari hasil observasi penulis di Rumah Sakit nampaknya perawat dalam memberikan
asuhan keperawatan belum dapat melaksanakan fungsi kolaborasi khususnya

6
dengan dokter. Perawat bekerja memberikan pelayanan kepada pasien berdasarkan
instruksi medis yang juga didokumentasikan secara baik, sementara dokumentasi
asuhan keperawatan meliputi proses keperawatan tidak ada. Disamping itu hasil
wawancara penulis dengan beberapa perawat Rumah Sakit Pemerintah dan swasta,
mereka menyatakan bahwa banyak kendala yang dihadapi dalam melaksanakan
kolaborasi, diantaranya pandangan dokter yang selalu menganggap bahwa perawat
merupakan tenaga vokasional, perawat sebagai asistennya, serta kebijakan Rumah Sa
kit yang kurang mendukung.

Isu-isu tersebut jika tidak ditanggapi dengan benar dan proporsional dikhawatirkan
dapat menghambat upaya melindungi kepentingan pasien dan masyarakat yang
membutuhkan jasa pelayang kesehatan, serta menghambat upaya pengembangan dari
keperawatan sebagai profesi.

3. PEMAHAMAN KOLABORASI
Pemahaman mengenai prinsip kolaborasi dapat menjadi kurang berdasar jika hanya
dipandang dari hasilnya saja. Pembahasan bagaimana proses kolaborasi itu terjadi
justru menjadi point penting yang harus disikapi.bagaimana masing-masing profesi
memandang arti kolaborasi harus dipahami oleh kedua belah pihak sehingga dapat
diperoleh persepsi yang sama.

Seorang dokter saat menghadapi pasien pada umumnya berfikir, “ Apa diagnosa
pasien ini dan perawatan apa yang dibutuhkannya “ pola pemikiran seperti ini sudah
terbentuk sejak awal proses pendidikannya.Sudah dijelaskan secara tepat bagaimana
pembentukan pola berfikir seperti itu apalagi kurikulum kedokteran terus
berkembang.Mereka juga diperkenalkan dengan lingkungan klinis dibina dalam
masalah etika,pencatatan riwayat medis,pemeriksaan fisik serta hubungan dokter dan
pasien.Mahasiswa kedokteran pra-klinis sering terlibat langsung dalam aspek
psikososial perawatan pasien melalui kegiatan tertentu seperti gabungan bimbingan-
pasien.Selama periode tersebut hampir tidak ada kontak formal dengan para
perawat,pekerja sosial atau profesional kesehatan lain.Sebagai praktisi memang
mereka berbagi linkungan kerja dengan para perawat tetapi mereka tidak dididik
untuk menanggapinya sebagai rekanan/sejawat/kolega.

7
Dilain pihak seorang perawat akan berfikir,apa masalah pasien ini? Bagaimana pasien
menanganinya? ,bantuan apa yang dibutuhkannya? dan apa yang dapat diberikan
kepada pasien Perawat dididik untuk mampu menilai status kesehatan pasien,
merencanakan interfensi, melaksanakan rencana, mgevaluasi hasil dan menilai
kembali sesuai kebutuhan. Para pendidik menyebutnya sebagai proses keperawatan.
Inilah yang dijadikan dasar argumentasi bahwa profesi keperawatan didasari oleh
disiplin ilmu yang membantu individu sakit atau sehat dalam menjalankan kegiatan
yang mendukung kesehatan atau pemulihan sehingga pasien bisa mandiri.

Sejak awal perawat didik mengenal perannya dan berinteraksi dengan pasien. Praktek
keperawatan menggabungkan teori dan penelitian perawatan dalam praktek rumah
sakit dan praktek pelayanan kesehatan masyarakat. Para pelajar bekerja di unit
perawatan pasien bersama staf perawatan untuk belajar merawat,menjalankan
prosedur dan menginternalisasi peran.

Kolaborasi merupakan proses komplek yang membutuhkan shering pengetahuan yang


direncanakan yang disengaja,dan menjadi tanggung jawab bersama untuk merawat
pasien. Kadangkala itu terjadi dalam hubungan yang lama antara tenaga profesional.
Kolaborasi adalah suatu proses dimana praktisi keperawatan atau perawat klinik
bekerja dengan dokter untuk memberikan pelayanan kesehatan dalam lingkup praktek
profesional keperawatan, dengan pengawasan dan supervisi sebagai pemberi petunjuk
pengembangan kerjasama atau mekanisme yang ditentukan oleh perturan suatu negara
dimana pelayanan diberikan. Perawat dan dokter merencanakan dan mempraktekkan
sebagai kolega, bekerja saling ketergantungan dalam batas-batas lingkup praktek
dengan berbagi nilai-nilai dan pengetahuan serta respek terhadap orang lain yang
berkonstribusi terhadap perawatan individu, keluarga dan masyarakat.

4. ANGGOTA TIM INTERDISIPLIN


Tim pelayanan kesehatan interdisiplin merupakan sekelompok profesional yang
mempunyai aturan yang jelas, tujuan umum dan berbeda keahlian. Tim akan
berfungsi baik jika terjadi adanya konstribusi dari anggota tim dalam memberikan
pelayanan kesehatan terbaik. Anggota tim kesehatan meliputi: pasien,perawat,dokter,
fisioterapi,pekerja sosial,ahli gizi,manager, dan apoteker. Perawat sebagai anggota
membawa perspektif yang unik dalam interdisiplin tim. Perawat menfasilitasi dan
membantu pasien untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dari praktek profesi
8
kesehatan lain. Perawat berperan sebagai penghubung penting antara pasien dan
pemberi pelayanan kesehatan.

Dokter memiliki peran utama dalam mendiagnosis, mengobati dan mencegah


penyakit. Pada siuasi ini dokter menggunakan modalitas pengobatan seperti
pemberian obat dan pembedahan. Mereka sering berkonsultasi dengan anggota tim
lainnya sebagai membuat refelan pembarian pengobatan.

Kerjasama adalah menghargai pendapat orang lain dan bersedia memeriksa beberapa
alterntif pendapat dan perubaha pelayanan. Asertifitas penting ketika individu dalam
tim mendukung pendapat mereka dengan keyakinan. Tindakan asertif menjamin
bahwa pendapatnya benar-benar didengar dan konsesus untuk dicapai. Tanggung
jawab, mendukung suatu keputusan yang diperoleh dari hasil konsesus dan harus
terlibat dalam pelaksanaannya. Komunikasi artinya bahwa etiap anggota bertanggung
jawab untuk membagi informasi penting mengenai perawatan pasien dan issu yang
relevan untuk membuat keputusan klinis. Otonomi mencakup kemandirian anggot tim
dalam batas kompetensinya. Kordinasi adalah efisiensi organisasi yng dibutuhkan
dalam perawatan pasien, mengurangi duplikasi dan menjamin orang yang
berkualifikasi dalammenyelesaikan permaslahan.

Kolaborasi didasarkan pada konsep tujuan umum, konstribusi praktis profesional,


kolegalitas, komunikasi dan praktek yang difokuskan pada pasien. Kolegasilitas
menekankan pada saling menghargai, dan pendekatan profesional untuk masalah-
masalah dalam tim dari pada menyalahkanseseorang atau menghindari tanggung
jawab. Hensen menyarankan konsep dengan ari yang sama: mutualitas,dimana dia
mengartikan sebagai sutu hubungan yang menfalitasi suatu proses dinamis antar
orang-orang ditandai oleh keinginan maju mencapai tujuan dan kepuasan setiap
anggota. Kepercayaan adlah konsep umum untuk semua elemen kolaborasi. Tanpa
rasa percaya, kerjasama tidak akan ada, asertif menjadi ancaman, menghindari dari
tanggung jawab, terganggunya komunikasi. Otonom akan ditekan dan
koordinasi tidak akan terjadi.

Elemen kunci kolaborasi dalam kerja sama team multidisipliner dapat digunakan
untuk mencapai tujuan kolaborasi team:

9
1) Memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas dengan menggabungkan keahlian
unik professional
2) Produktifitas maksimal serta efektifitas dan efesiensi sumber daya
3) Meningkatnya profesionalisme dan kepuasan kerja, dan loyalitas
4) Meningkatnya kohensifitas antar professional
5) Kejelasan peran dalam berinteraksi antar profesional
6) Menumbuhkan komunikasi, kolegalitas, dan menghargai dan memahami orang lain

Berkaitan dengan issue kolaborasi dan soal menjalin kerjasama kemitraan dokter,
perawat perlu mengantisipasi konsekuensi perubahan dari vokasional menjadi
professional. Status yuridis seiring perubahan perwat dari perpanjangan tangan dokter
menjadi mitra dokter yang sangt kompleks. Tanggung jawab hokum juga akan
terpisah untuk masing-masing kesalahan atau kelalaian. Yaitu, malpraktek medis, dan
mal praktek keperwatan. Perlu ada kejelasan dari pemerintah maupun para pihak yang
terkait mengeni tanggung jawab hukum dari perawat, dokter maupun rumah sakit.
Organisasi profesi perawat juga harus berbenah dan memperluas sruktur organisasi
agar dapat mengantisipasi perubahan.

Komunikasi dibutuhkan untuk mewujudkan kolaborasi yang efektif, hal tersebut perlu
ditunjang oleh saran komunikasi yang dapat menyatukan data kesehatan pasien secara
komfrenhensif sehingga menjadi sumber informasi bagi semua anggota team dalam
pengambilan keputusan. Oleh karena itu perlu dikembangkan catatan status kesehatan
pasien yang memunkinkan komunikasi dokter dan perawat terjadi secara efektif.

Pendidikan perawat perlu terus ditingkatkan untuk meminimalkan kesenjangan


professional dengan dokter melalui pendidikan berkelanjutan. Peningkatan
pengatahuan dan keterampilan dapat dilakukan melalui pendidikan formal sampai
kejenjang spesialis atau minimal melalui pelatihan pelatihan yang dapat meningkatka
n keahlian perawat.

Perawatan Pasien di rumah atau biasa disebut Home Care ini mungkin masih belum banyak
dikenal oleh masyarakat. Home Care merupakan wujud pendekatan pelayanan rumah sakit
yang dilaksanakan di rumah. Selain melayani pasien yang masih memerlukan perawatan
setelah dirawat di rumah sakit, Home Care dapat juga melayani pasien dari luar (umum) yang
memerlukan pelayanan perawatan di rumah.

10
Home care ini muncul lantaran banyaknya permintaan dari pasien yang menghendaki
pelayanan lanjutan pasca menjalani rawat inap. Pasien pasca rawat inap tersebut biasanya
lebih percaya diri apabila pelayanan perawatan bisa dilanjutkan di rumah. Selain pasien pasca
rawat inap, ada juga beberapa keinginan dari para lansia yang cenderung tidak mau apabila di
rawat di Rumah Sakit, karena lebih nyaman jika dirawat di rumah.

5. JENIS PELAYANAN HOME CARE

Beberapa jenis pelayanan keperawatan di rumah terbagi menjadi tiga kategori antara lain :

a. Perawatan terhadap pasien yang sakit di rumah merupakan jenis yang paling banyak
di laksanakan pada pelayanan home care sesuai dengan alasan kenapa perlu di rawat
di rumah. Pasien memerlukan asuhan keperawatan untuk meningkatkan
kesehatannya dan mencegah tingkat keparahan dari sakit yang dideritanya sehingga
tidak perlu perawatan di rumah sakit.
b. Pelayanan atau asuhan kesehatan masyarakat yang fokusnya pada promosi dan
prevensi. Pelayanannya mencakup mempersiapkan seorang ibu bagaimana merawat
bayinya setelah melahirkan, pemeriksaan berkala tumbuh kembang anak,
mengajarkan lansia beradaptasi terhadap proses menua, serta tentang diit mereka.
c. Pelayanan atau asuhan spesialistik yang mencakup pelayanan pada penyakit- penyakit
terminal misalnya kanker, penyakit–penyakit kronis seperti diabet, stroke, hipertensi,
masalah-masalah kejiwaan, dan asuhan pada anak.Sekurang-kurangnya terdapat
beberapa kategori pasien yang dapat secara efektif dan efisien dilakukan
perawatan tim home care, antara lain penyakit kronik multisistem, kondisi terminal
pada keganasan, kondisi kronik pada lansia, dan demensia.

Pasien yang mendapat pelayanan home care di RS antara lain : Penderita lansia pasca
rawat inap , di rumah sakit yang masih memerlukan perawatan usia lanjut (penderita
penyakit kronik multipatologik seperti penderita Hipertensi, stroke, Diabetes). Kondisi
terminal kanker (malignitas), pada pasien kanker stadium lanjut yang akan berakhir
dengan kematian, merupakan kesulitan psiokososial yang besar jika mengalami derita
seperti nyeri yang tidak tertanggungkan sampai akhir hayatnya. Saat ini pengelolaan
nyeri cenderung dirawat di rumah perawatan khusus atau di rumah sendiri dengan
pengawasan rumah sakit (hospice type care atau home care) karena lebih ekonomis,
lebih manusiawi dan memberikan lingkungan yang telah familiar kepada pasien. Kondisi
kronik pada usia yang sangat lanjut yaitu lebih dari 85 tahun (oldest old). Kondisi dimensi
a, inkontinensia, ulkus dekubitus, ulkus diabetes. Penderita dengan gejala fisik yang

11
tidak khas seperti falls (roboh), malnutrisi, tidak mau makan, nyeri. Penderita dengan
gejala psikososial seperti depresi, kesepian, cemas. Penderita lansia yang tidak dirawat
di rumah sakit yang memerlukan pelayanan atas permintaan keluarga.

Mekanisme perawatan kesehatan di rumah. Pasien yang memperoleh pelayanan


perawatan di rumah (home care) dapat merupakan rujukan dari klinik rawat jalan, unit
rawat inap rumah sakit, puskesmas, dokter praktek swasta maupun permintaan
keluarga pasien dan keluarganya dapat langsung menghubungi RS untuk memperoleh
palayanan home care. Mekanisme yang harus dilakukan antara lain: Pasien pasca rawat
inap atau rawat jalan harus diperiksa terlebih dahulu oleh dokter untuk menentukan
apakah secara medis layak untuk di rawat di rumah atau tidak. Selanjutnya apabila
dokter telah menetapkan bahwa pasien layak dirawat di rumah, maka di lakukan
pengkajian oleh tim home care RS kemudian bersama-sama pasien dan keluarga, akan
menentukan masalahnya, dan membuat perencanaan, membuat keputusan, membuat
kesepakatan mengenai pelayanan apa yang akan diterima oleh klien, kesepakatan juga
mencakup jenis pelayanan, jenis peralatan, dan jenis sistem pembayaran, serta jangka
waktu pelayanan. Secara periodik tim home care akan melakukan monitoring dan
evaluasi terhadap pelayanan yang diberikan apakah sudah sesuai ketentuan.

Pelayanan home care sangatlah berbeda dengan pelayanan IGD (Instalasi Gawat
Darurat), perbedaan tersebut terletak pada kegawatan si pasien, apabila pasien perlu
tindakan yang segera maka yang akan melayani adalah tim IGD namun apabila tindakan
yang diperlukan adalah tindakan perawatan atau pemeriksaan pasien dalam kondisi
yang tidak gawat akan dilayani oleh tim Home Care.

Kunjungan ke rumah dari seorang dokter dan atau paramedis sebagai satu team amat
bermanfaat bagi penderita karena dapat meningkatkan pemahaman yang menyeluruh
diri penderita yang dengan itu akan dapat memberikan pilihan yang terbaik untuk
penderita yang dirawat, selain itu juga akan meningkatkan kepuasan penderita yang
pada akhirnya akan mepercepat proses perbaikan, atau memberikan yang terbaik pada
pasien dan atau keluarganya pada tahap akhir kehidupan .

Tim home care RS memiliki beberapa prinsip dalam pelayanan, antara lain: Program
home care menekankan pada perawatan informal oleh keluarga & bukan menjadi
bergantung pada tenaga medik atau paramedik selamanya. Program home care adalah
program yang terencana, dilakukan sesuai kebutuhan penderita, profesional, ada

12
tujuannya dan dapat dievaluasi. Program home care sebaiknya dilakukan atau
diselenggarakan oleh institusi seperti rumah sakit sehingga dapat diminta tanggung
jawabnya secara hukum jika ada penyimpangan prosedur/ malpraktek. Tidak semua
kasus dapat diatasi melalui home care, sehingga kadang dirujuk ke rumah sakit.

13
BAB III PENUTUP

1. Kesimpulan
Untuk mencapai pelayanan yang efektif maka perawat, dokter dan tim kesehatan harus
berkolaborasi satu dengan yang lainnya. Yidak ada kelompok yang dapat penyatakan lebih
berkuasa di atas yang lainnya. Masing-masing profesi memilki profesional yang berbeda
sehingga ketika digabungkan dapat menjadi kekuatan untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
Banyaknya faktor yang berpengaruh seperti kerjasama, saling menerima, berfungsi. Kolaborasi
yang efektif antara anggota tim kesehatan menfalisitasi terselenggaranya pelayanan pasien
yang berkulitas. Akan tetapi praktik kolaborasi perawat dokter yang terjadi belum mencapai
optimal tetapi masih tahap berunding dan masih ada yang menghindar yang disebabkan kurang
siapnya sumber daya keperawatan dan masih adanya kesenjangan tingkat kependidikan
perawat dan dokter serta kuarangnya komitmen dokter untuk ikut meningkatkan kualitas
sumber daya manusia keperawatan.

a. Pada praktik kolaborasi mempunyai hubungan yaitu:Ada hubungan bermakna


komunikasi dengan prakti kolaborasi. Dengan komunikasi yang baik dan menghargai
profesi lain dalam pengambilan keputusan bersama (dalam kolaborasi) di kelompok
maka akan tercipta suatu tim work yang baik sehingga komitmen dalam memberikan
pelayanan yang komprehensip dapat tercipta.
b. Tidak ada hubungan antara domain dengan praktik kolaborasi dimana domain
sangatlah bervariasi, baik pendapat dokter maupun perawat dan belum adanya standar
domain bersama (dokter-perawat)yang baku di Indonesia.
c. Komunikasi dan praktik kolaboarasi hubungannya bermakna dengan dimoderasi oleh
karakteristik demografi dan kebutuhan ekonomi individu.
d. Hubungan domain dan praktik kolaborasi akan berhubungan sangat bermakna secara
statistik setelah dimoderasi oleh karakteristik demografi dan kebutuhan ekonomi
individu.
e. Ada perbedaan yang bermakna kolaborasi di antara kelompok pasien yang parah,
sedang, dan mandiri. Praktik kolaborasi pada tahap berunding banyak dilakukan pada
pasien yang ketergantungan sebagian (sedang)karena pada pasien ketergantungan
penuh (parah) dokter hanya memberi pengarahan dan keputusan tanpa meminta
pendapat perawat.

2. Saran

a. Untuk Pendidikn:Perlu adanya sosialisasi praktik kolaborasi dan managed care


diantara tim kerja kesehatan atau profesi kesehatan mulai dari situasi pendidikan.

14
b. Untuk Rumah sakit: Untuk meningkatkan mutu pelayanan keperawatan kesehatan
perlu adany peningkatan pendidikan perawat dan komunikasi yang baik ke pasien
maupu antar tim kerja, dan untuk meningkatkan praktik kolaborasi perlu adanya
komitmen bersama antara pemimpin (struktural) dan fungsional (profesi kesehatan),
dimana pimpinan dapat mengadopsi managed care dan mensosialisasikan serta dapat
diterapkan pada pelayan.

15
DAFTAR PUSTAKA
• Berger, J. Karen and Williams. 1999. Fundamental Of Nursing; Collaborating foer Optimal Healt,
Second Editions. Apleton and Ladge. Prenticehall. USA
• Capernito L.J., Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, (Alih bahasa): Tim Program
Studi Ilmu Keperawatan Universitas Padjajaran, EGC, Jakarata, 1998.
• Chen A.M., Wismer B.A, Lew R, Kang S.H., Mink K., Moskowitz J.M., and Togerration Involving
Korean Americans of Preventive Medicine, 1997;13:6.
• Cox J. R.W., Mann L., and Samson D.,Benchmarking As a Mixed Metaphor;Disentangling
Assumitions of Competition and Collaboration, Journal of Management Studies, 1997;34:2
• Dochterman, Joanne McCloskey PhD, RN, FAAN, 2001 Current Issue in Nursing. 6th Editian
Mosby Inc.USA
• Goosen W.T.F., Epping P.J.m.m., and Abraham, Classification System in Nursing:Formalizing
Nursing Knowledge and Implication for Nursing Information System, Iternatinal Journal of
Biomedical Computing, 1996;40:187-95
• Luthans F., Organization Behavior, Sixth Edition George Holmes Professor of Management
University of Nebrasha, Tokyo, 1992.
• Siegler, Eugenia L, MD and Whitney Fay W, PhD,RN.,FAAN, alih bahasa Indraty Secillia, 2000.
Kolaborasi Perawat-Dokter;Perawatan Orang Dewasa dan Lansia, EGC. Jakarta
• Warelow P.J., and Psych A.f., Nurse-Doctor Relationships in Multidisciplinary Teams: Ideal or
Real, International Journal of Nursing Practice, 1996;2:117-23.
• www. Nursingword. 1998.:Collaboration and Independent Practice: Ongoing Issue for Nursing.
Dikses pada tanggal 12 Maret 2007.
• www.Kompas.com/kompas-cetak/ 2001. Diskusi Era Baru: Perawat Ingin Jadi Mitra Dokter.
Diakses pada tanggal 20 Maret 2007
• www.pikiran-rakyat.com/cetak. 2002: Hak dan Kewajiban Rumah Sakit. Diakses pada tanggal 20
Maret 2007
• www.nursingworld. Sieckert. 2005 Nursing-Physician workplace Collaboration. Diakses pada
tanggal 12 Maret 2007
• www.nursingworld. Canon. 2005. New Horizons for Collaborative Partnership. Diakses pada
tanggal 12 Maret 2007
• www.nursingworld. Gardner. 2005. Ten Lessons in Collaborative Partnership. Diakses pada tanggal
12 Maret 2007

16

Anda mungkin juga menyukai