1. Definisi
Neuralgia post herpetik (PHN) merupakan komplikasi yang serius dari herpes zooster yang
sering terjadi pada orang tua. Neuralgia ini dikarakteristikan sebagai nyeri seperti terbakar, teriris
atau nyeri disetetik yang bertahan selama berbulan-bulan bahkan dapat sampai tahunan.Burgoon,
1957, mendefinisikan neuralgia paska herpetika sebagai nyeri yang menetap setelah fase akut
infeksi. Rogers, 1981, mendefinisikan sebagai nyeri yang menetap satu bulan setelah onset ruam
herpes zoster. Tahun 1989, Rowbotham mendefinisikan sebagai nyeri yang menetap atau
berulang setidaknya selama tiga bulan setelah penyembuhan ruam herpes zoster. Dworkin,1994,
mendefinisikan neuralgia paska herpetika sebagai nyeri neuropatik yang menetap setelahonset
ruam (atau 3 bulan setelah penyembuhan herpes zoster). Tahun 1999, Browshermendefinisikan
sebagai nyeri neuropatik yang menetap atau timbul pada daerah herpes zosterlebih atau sama
dengan tiga bulan setelah onset ruam kulit. Dari berbagai definisi yang palingtersering digunakan
adalah definisi menurut Dworkin. Sesuai dengan definisi sebelumnya maka The International
Association for Study of Pain (IASP) menggolongkan neuralgia post herpetika sebagai nyeri kronik yaitu
nyeri yang timbul setelah penyembuhan usai atau nyeri yang berlangsung lebih dari tiga bulan tanpa
adanya malignitas. 1
NPH umumnya didefinisikan sebagai nyeri yang timbul lebih dari 30 hari setelah onset
(gejala awal) erupsi zoster terjadi. Nyeri umumnya diekspresikan sebagai sensasi terbakar
(burning) atau tertusuk-tusuk (shooting) atau gatal (itching), bahkan yang lebih berat lagi terjadi
allodinia (rabaan atau hembusan angin dirasakan sebagai nyeri) dan hiperalgesia (sensasi nyeri
yang dirasakan berlipat ganda). Pada pasien dengan NPH, biasanya terjadi perubahan fungsi
Nyeri yang berhubungan dengan zoster akut dan neuralgia postherpetik merupakan tipe
nyeri neuropatik akibat kerusakan pada saraf tepi dan perubahan proses signal sistem saraf pusat.
Aktivasi simpatis (sistem saraf otonom) yang intens pada area kulit yang terlibat merupakan
akibat dari proses inflamasi (peradangan) akut yang menyebabkan vasokonstriksi (penciutan
pembuluh darah), trombosis intravaskuler (penyumbatan pembuluh darah) dan iskemia
(kekurangan aliran darah) dari saraf tersebut. Pasca cedera saraf, terjadi pelepasan impuls saraf
tepi secara spontan, ambang aktivasi yang rendah dan respon berlebih terhadap rangsangan.
Pertumbuhan akson (serat saraf) baru setelah cedera tersebut membentuk saraf baru yang justru
memiliki kecenderungan memprovokasi pelepasan impuls berlebih. Aktivitas perifer (saraf tepi)
yang berlebihan tersebut diduga sebagai pencetus perubahan sifat saraf, sebagai akibatnya,
terjadi respon sistem saraf pusat yang berlebihan terhadap segala rangsang. Perubahan yang
terjadi ini sangat kompleks sehingga mungkin tidak dapat diatasi dengan satu jenis terapi saja. 1
2. Etiologi
Neuralgia post herpetik disebabkan oleh infeksi virus herpes zooster. Virus varisella zoster
merupakan salah satu dari delapan virus herpes yang menginfeksimanusia.Virus ini termasuk
dalam famili herpesviridae. Struktur virus terdiri dari sebuahicosahedral nucleocapsid yang
dikelilingi oleh selubung lipid. Ditengahnya terdapat DNA untai ganda. Virus varisella zoster
memiliki diameter sekitar 180-200 nm. Herpes Zooster adalah infeksi virus yang terjadi senantiasa
pada anak-anak yang biasa disebut dengan varicella (chicken pox). Tipe Virus yang bersifat patogen pada
manusia adalah herpes virus-3 (HHV-3), biasa juga disebut dengan varisella zoster virus (VZV). Virus ini
berdiam di ganglion posterior susunan saraf tepi dan ganglion kranialis terutama nervus kranialis V
(trigeminus) pada ganglion gasseri cabang oftalmik dan vervus kranialis VII (fasialis) pada ganglion
genikulatum. 2
3. Patogenesis
Infeksi primer virus varisella zoster dikenal sebagai varisella atau cacar air.
Pajananpertama biasanya terjadi pada usia kanak-kanak. Virus ini masuk ke tubuh melalui
system respiratorik. Pada nasofaring, virus varisella zoster bereplikasi dan menyebar melalui
alirandarah sehingga terjadi viremia dengan manifestasi lesi kulit yang tersebar di seluruh
tubuh.Periode inkubasi sekitar 14-16 hari setelah paparan awal. Setelah infeksi primer dilalui,
virus inibersarang di ganglia akar dorsal, hidup secara dorman selama bertahun-
tahun.Patogenesis terjadinya herpes zoster disebabkan oleh reaktivasi dari virus varisellazoster
yang hidup secara dorman di ganglion. Imunitas seluler berperan dalam pencegahanpemunculan
klinis berulang virus varicella zoster dengan mekanisme tidak diketahui. Hilangnyaimunitas
seluler terhadap virus dengan bertambahnya usia atau status imunokompromisdihubungkan
dengan reaktivasi klinis. Saat terjadi reaktivasi, virus berjalan di sepanjang aksonmenuju ke
kulit. Pada kulit terjadi proses peradangan dan telah mengalami denervasi secaraparsial. Di sel-
sel epidermal, virus ini bereplikasi menyebabkan pembengkakan, vakuolisasi danlisis sel
sehingga hasil dari proses ini terbentuk vesikel yang dikenal dengan nama ‘Lipschutzinclusion
body’. Pada ganglion kornu dorsalis terjadi proses peradangan, nekrosis hemoragik,dan
Penghantaran nyeri pada proses transmisi juga mengalami gangguan. Hal ini diakibatkan oleh
hilangnya impuls yang disalurkan oleh serabut tebal maka semua impuls yang masih bisa disalurkan
kebanyakan oleh serabut halus. Akibatnya sumasi temporal tidak terjadi, karena impuls yang seharusnya
dihantarkan melalui serabut tebal dihantarkan oleh serabut halus. Karena sebagian besar dari serabut tebal
sudah musnah, maka mayoritas dari serabut terdiri dari serabut halus. Karena itu sumasi temporal yang
wajar hilang. 1
Dengan hilangnya sumasi temporal maka proses modulasi yang terjadi pada kornu posterior
tidak berjalan secara normal akibatnya tidak terjadi proses antara sistem analgesilk endogen dengan
asupan nyeri yang masuk ke kornu posterior. Kornu posterior adalah pintu gerbang untuk membuka dan
menutup jalur penghantaran nyeri. Hal ini dapat mengakibatkan munculnya gejala hyperalgesia. 1
Maka dari itu impuls yang dipancarkan ke inti thalamus semuanya tiba kira-kira pada waktu
yang sama dan hampir semuanya telah dihantarkan oleh serabut halus yang merupakan serabut
penghantar impuls nyeri. Kedatangan impuls yang serentak dalam jumlah yang besar dipersepsikan
Pada otopsi pasien yang pernah mengalami herpes zoster dan neuralgia paska
herpetikaditemukan atrofi kornu dorsalis, sedangkan pada pasien yang mengalami herpes zoster
tetapitidak mengalami neuralgia paska herpetika tidak ditemukan atrofi kornu dorsalis. 1
4. Epidemiologi
Kebanyakan data insidensi herpes zoster dan neuralgia paska herpertika didapatkan dari
dataEropa dan Amerika Serikat. Insedensi dari herpes zoster pada negara-negara
tersebutbervariasi dari 1.3 sampai 4.8/1000 pasien/tahun, dan data ini meningkat dua sampai
empatkali lebih banyak pada individu dengan usia lebih dari 60 tahun. Data lain menyatakan
padapenderita imunokompeten yang berusia dibawah 20 tahun dilaporkan 0.4-1.6 kasus per
1000;sedangkan untuk usia di atas 80 tahun dilaporkan 4.5-11 kasus per 1000. Pada penderita
imunidefisiensi (HIV) atau anak-anak dengan leukimia dilaporkan 50-100 kali lebih
banyakdibandingkan kelompok sehat usia sama.Penelitian Choo 1997 melaporkan prevalensi
terjadinya neuralgia paska herpetika setelah onsetruam herpes zoster sejumlah 8 kasus/100
pasien dan 60 hari setelah onset sekitar 4.5kasus/100 pasien. Sehingga berdasarkan penelitia
Choo, diperkirakan angka terjadi neuralgiapaska herpetika sekitar 80.000 kasus pada 30 hari dan
45.000 kasus pada 60 hari per 1 jutakasus herpes zoster di Amerika Serikat per tahunnya. 3
Sedangkan belum didapatkan angka insidensi Asia Australia dan Amerika Selatan,tetapi
presentasi klinis dan epidemiologi herpes zoster di Asia, Australia dan Amerika
Selatanmempunyai pola yang sama dengan data dari Eropa dan Amerika Serikat.Pada herpes
zoster akut hampir 100% pasien mengalami nyeri, dan pada 10-70%nyamengalamia neuralgia
paska herpetika. Nyeri lebih dari 1 tahun pada penderita berusia lebihdari 70 tahun dilaporkan
mencapai 48%.3
Pada masa gelembung –gelembung herpes menjadi kering, orang sakit mulai menderita karena
nyeri hebat yang yang dirasakan pada daerah kulit yang terkena. Nyeri hebat itu bersifat neuralgik. Di
mana nyeri ini sangat panas dan tajam, sifat nyeri neuralgik ini menyerupai nyeri neuralgik idiopatik,
terutama dalam hal serangannya yaitu tiap serangan muncul secara tiba – tiba dan tiap serangan terdiri
dari sekelompok serangan – serangan kecil dan besar. Orang sakit dengan keluhan sakit kepala di
belakang atau di atas telinga dan tidak enak badan. Tetapi bila penderita datang sebelum gelembung –
gelembung herpes timbul, untuk meramalkan bahwa nanti akan muncul herpes adalah sulit sekali.
Bedanya dengan neuralgia trigeminus idiopatik ialah adanya gejala defisit sensorik. Dan fenomena
paradoksal inilah yang menjadi ciri khas dari neuralgia post herpatik, yaitu anestesia pada tempat –
tempat bekas herpes tetapi pada timbulnya serangan neuralgia, justru tempat –tempat bekas herpes yang
anestetik itu yang dirasakan sebagai tempat yang paling nyeri. Neuralgia post herpatik sering terjadi di
wajah dan kepala. Jika terdapat di dahi dinamakan neuralgia postherpatikum oftalmikum dan yang di
daun telinga neuralgia postherpatikum otikum. 1
Manifestasi klinis klasik yang terjadi pada herpes zoster adalah gejala prodromal
rasaterbakar, gatal dengan derajat ringan sampai sedang pada kulit sesuai dengan dermatom
yangterkena. Biasanya keluhan penderita disertai dengan rasa demam, sakit kepala, mual,
lemahtubuh. 48-72 jam kemudian, setelah gejala prodromal timbul lesi makulopapular
eritematosaunilateral mengikuti dermatom kulit dan dengan cepat berubah bentuk menjadi lesi
vesikular.Nyeri yang timbul mempunyai intensitas bervariasi dari ringan sampai berat sehingga
sentuhanringan saja menimbulkan nyeri yang begitu mengganggu penderitanya. Setelah 3-5 hari
7. Komplikasi
Komplikasi yang paling sering terjadi pada kasus herpes zoster adalah
timbulnyaneuralgia paska herpetika sehingga neuralgia paska herpetika bukan merupakan
kelanjutandari herpes zoster akut, tetapi merupakan penyakit yang berdiri sendiri yang
merupakankomplikasi herpes zoster. Neuralgia paska herpetika merupakan suatu kondisi
dimanamenetapnya nyeri di tempat lesi walaupun lesi kulit sudah sembuh lama. Dworkin
membagi neuralgia paska herpetika ke dalam tiga fase1:
- Fase akut: fase nyeri timbul bersamaan/ menyertai lesi kulit. Biasanyaberlangsung < 4 minggu
- Fase subakut: fase nyeri menetap > 30 hari setelah onset lesi kulit tetapi < 4bulan
- Neuralgia paska herpetika: dimana nyeri menetap > 4 bulan setelah onset lesikulit atau 3 bulan
setelah penyembuhan lesi herpes zoster.Nyeri digambarkan sebagai rasa seperti terbakar, teiris
tajam, rasa tertusuk-tusuk, rasatersetrum di sepanjang dermatom yang terkena/ terlibat.
Didapatkan pula gangguan allodiniadimana sentuhan ringan seperti pada pakaian atau seprei
tempat tidur menimbulkan rasa nyeritajam yang sangat mengganggu pasien. Gangguan nyeri
ini dapat menganggu pasien dalammelakukan aktivitas sehari-hari seperti mandi atau saat
8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
4. Pleositosis ditemui pada 46% kasus, peningkatan protein 26% dan DNA VZV 22% kasus.
6. Kultur viral atau pewarnaan immunofluorescence bisa digunakan untuk membedakan herpes simpleks
dengan herpes zoster
7. Mengukur antibodi terhadap herpes zoster. Peningkatan 4 kali lipat mendukung diagnosis herpes zoster
subklinis.
Intensitas dan durasi erupsi kutaneus serta nyeri akut pada herpes zoster yang timbul akibat dari
replikasi virus dapat dikurangi dengan pemberian asiklovir, Valacyclovir, Famciclovir. Asiklovir
diberikan dengan dosis anjuran 5 x 800 mg/hari selama 7 – 10 hari diberikan pada 3 hari pertama sejak
lesi muncul.Efek samping yang dapat ditemukan dalam penggunaan obat ini adalah mual, muntah, sakit
kepala, diare, pusing, lemah, anoreksia, edema, dan radang tenggorokan. Valasiklovir diberikan dengan
dosis anjuran 1 mg/hari selama 7 hari secara oral. Efek samping yang dapat ditemukan da;lam
penggunaan obat ini adalah mual, muntah, sakit kepala, dan nyeri perut. Famsiklovir diberikan dengan
dosis anjuran 500 mg/hari selama 7 hari selama 7 hari. Efek samping dalam penggunaan opbat ini adalah
mual, muntah, sakit kepala, pusing, nyeri.2
b. Analgesik
Terapi sistemik umumnya bersifat simptomatik, untuk nyerinya diberikan analgetik. Jika diserta
infeksi sekunder deberikan antibiotic. Analgesik non opioid seperti NSAID dan parasetamol mempunyai
efek analgesik perifer maupun sentral walaupun efektifitasnya kecil terhadap nyeri neuropatik. Sedangkan
penggunaan analgesik opioid memberikan efektifitas lebih baik. Tramadol telah terbukti efektif dalam
pengobatan nyeri neuropatik. Bekerja sebagai agonis mu-opioid yang juga menghambat reuptake
norepinefrin dan serotonin. Pada sebuah penelitian, jika dosis tramadol dititrasi hingga maksimum 400
mg/hari dibagi dalam 4 dosis. Namun, efek pada sistem saraf pusat dapat menimbulkan terjadinya
amnesia pada orang tua. Hal yang harus diperhatikan bahwa pemberian opiat kuat lebih baik dikhususkan
pada kasus nyeri yang berat atau refrakter oleh karena efek toleransi dan takifilaksisnya. Dosis yang
digunakan maksimal 60 mg/hari. 1,22. Oxycodone berdasarkan penelitian menunjukkan efek yang
lebih baik dibandingkan plasebo dalam meredakan nyeri, allodinia, gangguan tidur, dan
kecacatan. 2
c. Anti epilepsi
Mekanisme kerja obat epilepsi ada 3, yakni dengan 1) memodulasi voltage-gated sodium
channel dan kanal kalsium, 2) meningkatkan efek inhibisi GABA, dan 3) menghambat transmisi
glutaminergik yang bersifat eksitatorik. Gabapentin bekerja pada akson terminal dengan memodulasi
masuknya kalsium pada kanal kalsium, sehingga terjadi hambatan. Karena bekerja secara sentral,
gabapentin dapat menyebabkan kelelahan, konfusi, dan somnolen. Dosis yang dianjurkan sebesar 1800-
3600 mg/d . Karbamazepin, lamotrigine bekerja pada akson terminal dengan memblokade kanal sodium,
d. Anti depressan
Anti depressan trisiklik menunjukkan peran penting pada kasus neuralgia paska herpetika. Obat
golongan ini mempunyai mekanisme memblok reuptake (pengambilan kembali) norepinefrin dan
serotonin. Obat ini dapat mengurangi nyeri melalui jalur inhibisi saraf spinal yang terlibat dalam persepsi
nyeri. Pada beberapa uji klinik obat antidepressan trisiklik amitriptilin, dilaporkan 47-67% pasien
mengalami pengurangan nyeri tingkat sedang hingga sangat baik. Amitriptilin menurunkan reuptake saraf
baik norepinefrin maupun serotonin. dengan pemberian tricyclic antidepressant seperti amiitriptyline
dengan dosis, 25-150 mg/d secara oral. Obat ini akan lebih efektif bila dikombinasikan dengan
phenitiazine. TCA telah terbukti efektif dalam pengobatan nyeri neuropatik dibanding SSRI (selective
serotonine reuptake inhibitor) seperti fluoxetine, paroxetine, sertraline, dan citalopram. Alasannya
mungkin dikarenakan TCA menghambat reuptake baik serotonin maupun norepinefrin, sedangkan SSRI
hanya menghambat reuptake serotonin. Efek samping TCA berupa sedasi, konfusi, konstipasi, dan efek
kardiovaskular seperti blok konduksi, takikardi, dan aritmia ventrikel. Obat ini juga dapat meningkatkan
berat badan, menurunkan ambang rangsang kejang, dan hipotensi ortostatik. Anti depressan yang biasa
digunakan untuk kasus neuralgia pot herpetika adalah amitriptilin, nortriptiline, imipramine, desipramine
dan lainnya. 2
e. Terapi topikal
Lidokain topikal merupakan obat yang sering diteliti dengan hasil yang baik dalam mengobati
nyeri neuropatik. Sebuah studi menunjukkan efek yang baik dengan penggunaan lidocaine patch 5%
untuk pengobatan NPH. Obat ini ditempatkan pada daerah simtomatik selama 12 jam dan dilepas untuk
a. Akupunktur
Akupunktur banyak digunakan sebagai terapi untuk menghilangkan nyeri. Terdapat beberapa
penelitian mengenai terapi akupunktur untuk kasus neuralgia paska herpetika. Namun penelitian-
penelitian tersebut masih menggunakan jumlah kasus tidak terlalu banyak dan terapi tersebut dikombinasi
pula dengan terapi farmakologis.1
Penggunaan TENS dilaporkan dapat mengurangi nyeri secara parsial hingga komplit pada
beberapa pasien neuralgia paska herpetik. Tetapi penggunaan TENS-pun dianjurkan hanya sebagai terapi
adjuvan/ tambahan disamping terapi farmakologis.1
c. Vaksin
Penggunaan vaksin untuk mencegah timbulnya Neurlagia Postherpertika pada orang lanjut usia
yaitu umur 60 tahun keatas dengan dosis 1 ml diberikan secara sub kutan ternyata efektif. Dari 107 orang
yang menderita neuralgia post herpetika kemudian diberikan vaksin ternyata dapat mereduksi nyeri yang
ditimbulkan hingga 66,5 %. 1
10. Pencegahan
Dari beberapa laporan penelitian didapatkan efektifitas yang cukup baik
padapenggunaan kortikosteroid dan antiviral dalam pencegahan timbulnya neuralgia
paskaherpetika. Kortikosteroid berperanan dalam mengurangi inflamasi zoster dan
mencegahkerusakan saraf, sedangkan antiviral (asiklovir) mempunyai manfaat dalam
11. PROGNOSIS
Umumnya prognosisnya baik, di mana ini bergantung pada tindakan perawatan sejak dini. pada
umumnya pasien dengan neuralgia post herpetika respon terhadap analgesik seperti antidepressan
trisiklik. Jika terdapat pasien dengan nyeri yang menetap dan lama dan tidak respon terhadap terapi
medikasi maka diperlukan pencarioan lanjutan untuk mencari terapi yang sesuai. 1
Prognosis ad vitam dikatakan bonam karena neuralgia paska herpetik tidak menyebabkan
kematian. Kerusakan yang terjadi bersifat lokal dan hanya mengganggu fungsi sensorik. Prognosis ad
functionam dikatakan bonam karena setelah terapi didapatkan perbaikan nyata, dan pasien dapat
beraktivitas baik seperti biasa.1
Neuralgia post herpetik adalah nyeri neuropatik yang menetap setelah onset ruam (atau
3 bulan setelah penyembuhan herpes zoster). Biasanya di dahului oleh adanya riwayat menderita
varicella pada masa kanak-kanak. Ketika telah berumur tua, terutama pada usia 50 tahun ke atas,
atau dalam keadaan imunokmpromise maka virus herpes ini akan mengalami reaktivasi.
Manifestasi klinis yang sering di jumpai adalah nyeri seperti rasa terbakar, parestesi yang dapat
disertai dengan rasa sakit (disestesi), hiperestesia yang merupakan respon nyeri berlebihan
terhadap stimulus, atau nyeri seperti terkena/ tersetrum listrik. Penatalaksanaan penyakit ini
dapat dilakukan dengan terapi farmakologi dan non farmakologi. Pemeriksaan penunjang pada
penyakit ini tidak terlalu berarti, cukup dengan anamnesis dan pemeriksaan fisis, diagnosa
penyakit ini sudah dapat ditegakkan. Prognosisnya tidak buruk, pada umumnya dapat sembuh
dengan terapi yang teratur.