Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN KASUS YANG DI DERITA OLEH ANAK PADA

JAMAN SEKARANG

(PNEUMONIA)

DI SUSUN:

MUHAMMAD AKBAR
017.01.3394

S1 AKADEMI KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)

MATARAM 2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
rahmat dan karunia- yang telah diberikan kepada penulis sehingga dapat
menyelesaikan hasil Laporan ini sesuai waktu yang ditentukan.

Dalam penyusunan laporan penulis menyadari sepenuhnya banyak terdapat


kekurangan didalam penyajianya. Hal ini disebabkan terbatasnya kemampuan dan
pengetahuan yang penulis miliki, penulis menyadari bahwa tanpa adanya
bimbingan dan petunjuk dari semua pihak tidaklah mungkin hasil laporan tutorial
dapat diselesaikan sebagaimana mestinya.

Akhir kata, segala bantuan serta amal baik yang telah diberikan kepada
penulis, mendapatkan balasan dari Allah SWT, serta Laporan ini dapat bermanfaat
bagi penulis khususnya, dan para pembaca umumnya.

Mataram, 12 Maret 2019


DAFTAR ISI
COVER
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi pneumonia
B. klasifikasi
C. Etiologi
D. Epidemiologi
E. Patofisiologi
F. Manifestasi Klinis
G. Komplikasi
H. Pencegahan
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB II

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pneumonia atau dikenal juga dengan istilah paru-paru basah adalah infeksi
yang mengakibatkan peradangan pada kantong-kantong udara di salah satu atau
kedua paru-paru. Pada penderita pneumonia, sekumpulan kantong-kantong udara
kecil di ujung saluran pernapasan dalam paru-paru (alveoli) akan meradang dan
dipenuhi cairan atau nanah. Akibatnya, penderita mengalami sesak napas, batuk
berdahak, demam, atau menggigil.

Bakteri, virus, dan jamur merupakan organisme yang dapat menyebabkan


pneumonia. Namun pada penderita dewasa, kondisi ini paling sering disebabkan
oleh infeksi bakteri.

Pneumonia merupakan salah satu penyebab kematian pada anak tertinggi


di dunia. Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan bahwa penyakit ini
menjadi pemicu 16% kematian anak-anak berusia di bawah 5 tahun. Pada tahun
2015, terdapat lebih dari 900.000 anak-anak yang meninggal akibat pneumonia.
Di Indonesia sendiri, lebih dari 500.000 balita menderita pneumonia dan telah
merenggut hampir 2.000 jiwa balita pada tahun 2017.

Menurut data Dinas Kesehatan NTB pada tahun 2016 lalu tercatat 89
balita meninggal akibat penyakit pneumonia atau paru-paru basah. Sebanyak
11.138 orang balita dan 2703 orang anak usia di atas lima tahun diketahui menjadi
penderita pneumonia. Alasan inilah yang menjadikan NTB, khususnya kabupaten
Lombok Timur dan Lombok Barat dipilih oleh Kementerian Kesehatan RI sebagai
lokasi demonstrasi imunisasi pneumokokus konyugasi (PCV).

Selasa, 3 Oktober 2017 bertempat di Puskesmas Gunung Sari Lombok


Barat, sekitar 80 bayi diberikan imunisasi PCV-13 untuk mencegah penyakit
pneumonia. Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Kementerian Kesehatan RI, dr. H. M. Subuh yang hadir dalam acara tersebut
menjelaskan pneumonia adalah salah satu penyebab kematian anak tertinggi di
Indonesia.

“Angka Riskesdas 2013, pneumonia penyebab angka kematian tertinggi


untuk bayi berkisar antara 12,7 persen. Tapi kasusnya pada usia 12-24 bulan
mencapai 21,7 persen. Bisa dibayangkan tiap tahun kurang lebih 5 juta orang yang
lahir kalau kita tidak lindungi, kurang lebih 1 juta sasaran yang akan meninggal di
Indonesia,” tuturnya.

Selain angka kematian bayi akibat pneumonia yang cukup tinggi, Subuh
menyatakan NTB dipilih sebagai lokasi pengenalan imunisasi PCV karena
kondisinya kondusif. NTB telah dua kali menjadi lokasi pengenalan imunisasi,
diawali dengan imunisasi hepatitis B dan haemophilus influenza tipe B, yang
keduanya secara resmi sudah menjadi program nasional.

“Karena pengalaman kita dari yang lalu-lalu itu sukses, dukungan dari
pemda yang cukup kuat dan solid, begitu pula tokoh agama dan tokoh masyarakat.
Jadi kita harap demonstrasi PCV di Lobar dan Lotim ini bisa jadi replikasi
program ini di daerah-daerah lain,” ungkapnya.

Pemberian imunisasi PVC untuk mencegah pneumonia dalam daftar vaksin yang
harus diberikan pada bayi, dijelaskan Kepala Dinas Kesehatan NTB, dr
Nurhandini Eka Dewi dimulai demonstrasi pemberian imunisasi PCV 1, PCV 2
dan PCV 3 di Lobar dan Lotim yang dilaksanakan mulai Oktober 2017.
Menargetkan 25.894 bayi di Lombok Timur dan 14.392 bayi di Lombok Barat,
dengan dosis vaksin yang disediakan sebanyak 40.286 dosis. “Dengan adanya
imunisasi pneumokokus, jadwal imunisasi ada tambahan yaitu imunisasi PCV 1
untuk bayi usia 2 bulan, PCV 2 usia 3 bulan dan PCV 3 pada usia 12 bulan,”
jelasnya.

Selain Lobar dan Lotim, tahun depan akan dilanjutkan di Kota Mataram,
Lombok Utara dan Lombok Tengah. Sisanya, di Kabupaten Sumbawa Besar,
Dompu, Bima, Sumbawa Barat, dan Kota Bima akan menyusul tahun 2019. (ros)

B. Rumusan masalah
1. mengetahui kenapa kenapa pneumonia bisa terjadi
2. mengetahui gejala dan tanda
3. mengetahui cara penangananya
BAB I

TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Pneumonia ialah suatu radang paru yang disebabkan oleh bermacam-
macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing yang mengensi
jaringan paru (alveoli). (DEPKES. 2006)
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari
bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli,
serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas
setempat. (Zuh Dahlan. 2006)
Pneumonia adalah infeksi akut jaringan (parenkim) paru yang ditandai
dengan demam, batuk dan sesak napas. Selain gambaran umum di atas,
Pneumonia dapat dikenali berdasarkan pedoman tanda-tanda klinis lainnya
dan pemeriksaan penunjang (Rontgen, Laboratorium). (Masmoki. 2007)

B. Klasifikasi
a) Pneumonia yang didapat dari komunitas (community acquired
pneumonia, CAP): pneumonia yang didapatkan di masyarakat yaitu
terjadinya infeksi di luar lingkungan rumah sakit. Infeksi LRT yang
terjadi dalam 48 jam setelah dirawat di rumah sakit pada pasien yang
belum pernah dirawat di rumah sakit selama > 14 hari. (Buke, 2009)
b) Pneumonia yang didapat dari rumah sakit (nosokomial): pneumonia yang
terjadi selama atau lebih dari 48 jam setelah masuk rumah sakit. jenis ini
didapat selama penderita dirawat di rumah sakit (Farmacia, 2006).
Hampir 1% dari penderita yang dirawat di rumah sakit mendapatkan
pneumonia selama dalam perawatannya. Demikian pula halnya dengan
penderita yang dirawat di ICU, lebih dari 60% akan menderita pneumonia
(Supandi, 1992)
c) Pneumonia aspirasi/anaerob: infeksi oleh bakteroid dan organisme
anaerob lain setelah aspirasi orofaringeal dan cairan lambung. Pneumonia
jenis ini biasa didapat pada pasien dengan status mental terdepresi,
maupun pasien dengan gangguan refleks menelan (Buke, 2009)
d) Pneumonia oportunistik: pasien dengan penekanan sistem imun (misalnya
steroid, kemoterapi, HIV) mudah mengalami infeksi oleh virus, jamur,
dan mikobakteri, selain organisme bakteria lain (Buke, 2009)
e) Pneumonia rekuren: disebabkan organisme aerob dan aneorob yang
terjadi pada fibrosis kistik dan bronkietaksis (Buke, 2009)

C. Etiologi
Menurut Smeltzer dan Bare (2002), etiologi pneumonia adalah

a. Bakteri
Bakteri adalah penyebab paling sering pneumonia di masyarakat
dan nosokomial. Berikut ini adalah bakteri-bakteri yang menjadi etiologi
pneumonia di masyarakat dan nosokomial:
 Lokasi sumber masyarakat
Bakterinya adalah Streptococcus pneumoniae, Mycoplasma
pneumoniae, Legionella pneumoniae, Chlamydida pneumoniae,
Anaerob oral (aspirasi), dan Influenza tipe A dan B.
 Lokasi sumber nosokomial
Bakterinya adalah Basil usus gram negatif (Escherichia coli,
Klebsiella pneumoniae), Pseudomonas aeroginosa, Staphylococcus
aureus, dan Anaerob oral (aspirasi).
b. Virus
Setengah dari kejadian pneumonia diperkirakan disebabkan oleh virus.
Virus yang tersering menyebabkan pneumonia adalah Respiratory Syncial
Virus (RSV). Meskipun virus-virus ini kebanyakan menyerang saluran
pernapasan bagian atas, pada balita gangguan ini bisa memicu pneumonia.
Berikut ini adalah virus yang dapat menyebakan terjadinya
pneumonia:
 Influenza virus
 Adenovirus
 Virus respiratory
 Syncytial repiratory virus
 Pneumonia virus

c. Mikoplasma
Mikoplasma adalah penyebab pneumonia atipikal primer yang paling
umum. Mikoplasma merupakan organisme kecil yang dikelilingi oleh
membran berlapis tiga tanpa diding sel. Organisme ini tumbuh pada media
kultur khusus tetapi berbeda dengan virus. Pneumonia mikoplasma sering
terjadi pada anak-anak yang sudah besar dan dewas muda.
d. Protozoa
Pneumonia yang disebabkan oleh protozoa sering disebut pneumonia
pneumosistis. Termasuk golongan ini adalah Pneumocystitis Carinii
Pneumonia (PCP). Berikut ini adalah protozoa yang dapat menyebabkan
pnuemonia:
 Pneumositis karini
 Pneumonia pneumosistis
 Pneumonia plasma sel
e. Penyebab Lain
Penyebab lain yang dapat menyebabkan pnuemonia adalah terapi radiasi,
bahan kimia, dan aspirasi. Pneumonia radiasi dapt menyertai terapi radiasi
untuk kanker payudara atau paru, biasanya 6 minbbu atau lebih setelah
pengobatan selesai. Pneumonia kimiawi terjadi setelah mencerna kerosin
atau inhalasi gas yang mengiritasi.

D. Epidemiologi
Insidensi tahunan: 5-11 kasus per 1.000 orang dewasa; 15-45% perlu di
rawat dirumah sakit (1-4 kasus), dan 5-10% diobati di ICU. Insidensi paling
tinggi pada pasien yang sangat muda dan usia lanjut. Mortalitas: 5-12% pada
pasien yang dirawat di rumah sakit; 25-50% pada pasien ICU (Buke, 2009).
Di United States, insidensi untuk penyakit ini mencapai 12 kasus tiap 1.000
orang dewasa. Kematian untuk pasien rawat jalan kurang dari 1%, tetapi
kematian pada pasien yang dirawat di rumah sakit cukup tinggi yaitu sekitar
14% (Alberta Medical Association, 2002). Di negara berkembang sekitar 10-
20% pasien yang memerlukan perawatan di rumah sakit dan angka kematian
diantara pasien tersebut lebih tinggi, yaitu sekitar 30-40% (Sajinadiyasa,
2011). Di Indonesia sendiri, insidensi penyakit ini cukup tinggi sekitar 5-35%
dengan kematian mencapai 20-50% (Farmacia, 2006).

E. Patofisiologi
F. Manifestasi Klinis
Demam dan batuk (awalnya nonproduktif) merupakan gejala umum.
Bisa juga terjadi nyeri dada dan sesak napas. Gambaran sistemik (lebih sering
terjadi) di antaranya adalah nyeri kepala, confusion, myalgia, dan malaise.
Pada pemeriksaan fisik bisa ditemukan tanda-tanda konsolidasi lokal dan
ronki kasar (crackles) pada lobus yang terkena. (Patrick Davey, 2006)
Pada anak-anak, infeksi virus (RSV) dan virus parainfluenzae akan
disertai rhinore, suara serak, dan otitis media. Terdengar ronki kering di
seluruh lapangan paru dan disertai dengan mengi inspirasi dan ekspirasi. Jika
disebabkan oleh mycobacterium pneumonia, maka akan menimbulkan ronki
terbatas, dan gejala proses konsolidasi, tetapi pada foto paru, gambaran
prosesnya menyebar. Terkadang juga terdengar bising gesek pelura.
(Darmanto Djojodibroto, 2008)

G. Pemeriksaan Diagnostik
a) Sinar X dada : mengidentifikyanasi distribusi struktural; dapat juga
menyatakan abses luas/infiltrasi baik menyebar ataupun terlokalisasi, atau
penyebaran/perluasan infiltrate nodul. Selain itu juga dapat menunjukkan
efusi pleura, kista udara-cairan, sampai konsolidasi.
b) Analisis gas darah : untuk mendiagnosis gagal napas,serta menunjukkan
hipoksemia dan hiperkarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis
respiratorik.
c) LED meningkat
d) Hitung jumlah leukosit, biasanya lebih dari 10.000/µl kadang-kadang
mencapai 30.000/µl
e) Pemeriksaan fungsi paru : volume turun, tekanan jalan napas meningkat,
dan komplain menurun.
f) Pemeriksaan elektrolit : Na dan Cl meningkat.
g) Pemeriksaan bilirubin : terjadi peningkatan bilirubin.
h) Aspirasi/biopsi jaringan paru
i) Kultur sputum : penting untuk koreksi terapi antibiotik. (Misnadiarly,
2008)
H. Komplikasi
a. Shock dan gagal napas
Komplikasi parah pneumonia meliputi hipotensi dan syok dan
kegagalan pernafasan (terutama dengan penyakit bakteri gram negatif pada
pasien usia lanjut). Komplikasi ini ditemui terutama pada pasien yang
tidak menerima pengobatan khusus atau pengobatan yang tidak memadai
atau tertunda. Komplikasi ini juga ditemui ketika organisme penyebab
infeksi yang resisten terhadap terapi dan ketika penyakit penyerta
mempersulit pneumonia.
Jika pasien sakit parah, terapi agresif termasuk dukungan
hemodinamik dan ventilasi untuk mencegah pecahnya kapiler perifer,
menjaga tekanan darah arteri, dan memberikan oksigenasi yang memadai.
Agen vasopressor dapat diberikan secara intravena dengan infus dan pada
tingkat disesuaikan sesuai dengan respon tekanan. Kortikosteroid dapat
diberikan parenteral untuk memerangi shock dan toksisitas pada pasien
yang sangat sakit dengan pneumonia dan bahaya nyata kematian dari
infeksi. Pasien mungkin memerlukan intubasi endotrakeal dan ventilasi
mekanik. Gagal jantung kongestif, disritmia jantung, perikarditis,
miokarditis dan juga komplikasi dari pneumonia yang dapat menyebabkan
shock.
b. Atelektasis dan Efusi pleura
Atelektasis (dari obstruksi bronkus oleh akumulasi sekresi) dapat
terjadi pada setiap tahap pneumonia akut. Efusi pleura parapneumonik
terjadi pada setidaknya 40% dari pneumonia bakteri. Sebuah efusi
parapneumonik adalah setiap efusi pleura yang berhubungan dengan
pneumonia bakteri, abses paru, bronkiektasis atau. Setelah efusi pleura
terdeteksi pada dada x-ray, thoracentesis yang dapat dilakukan untuk
mengeluarkan cairan tersebut. Cairan ini dikirim ke laboratorium untuk
analisis. Ada tiga tahap efusi pleura parapneumonik berdasarkan
patogenesis: tidak rumit, rumit, dan empiema toraks. Sebuah empiema
terjadi ketika tebal, cairan purulen terakumulasi dalam ruang pleura, sering
dengan perkembangan fibrin dan loculated (berdinding-off) daerah di
mana infeksi berada. Sebuah tabung dada dapat dimasukkan untuk
mengobati infeksi pleura dengan mendirikan drainase yang tepat dari
empiema tersebut. Sterilisasi rongga empiema membutuhkan 4 sampai 6
minggu antibiotik. Kadang-kadang manajemen bedah diperlukan.
c. Superinfeksi
Superinfeksi dapat terjadi dengan pemberian dosis yang sangat
besar antibiotik, seperti penisilin, atau dengan kombinasi antibiotik.
Superinfeksi juga dapat terjadi pada pasien yang telah menerima berbagai
kursus dan jenis antibiotik. Dalam kasus tersebut, bakteri dapat menjadi
resisten terhadap terapi antibiotik. Jika pasien membaik dan demam
berkurang setelah terapi antibiotik awal, tetapi kemudian ada kenaikan
suhu dengan meningkatnya batuk dan bukti bahwa pneumonia telah
menyebar, superinfeksi mungkin terjadi. Antibiotik dapat diubah atau
dihentikan sama sekali dalam beberapa kasus.

I. Pencegahan
Berikut adalah upaya untuk mencegah terjadinya penyakit pneumonia:
a. Perawatan selama masa kehamilan
Untuk mencegah risiko bayi dengan berat badan lahir rendah, perlu
gizi ibu selama kehamilan dengan mengkonsumsi zat-zat bergizi yang
cukup bagi kesehatan ibu dan pertumbuhan janin dalam kandungan serta
pencegahan terhadap hal-hal yang memungkinkan terkenanya infeksi
selama kehamilan.
b. Perbaikan gizi balita
Untuk mencegah risiko pneumonia pada balita yang disebabkan
karena malnutrisi, sebaiknya dilakukan dengan pemberian ASI pada bayi
neonatal sampai umur 2 tahun. Karena ASI terjamin kebersihannya, tidak
terkontaminasi serta mengandung faktor-faktor antibodi sehingga dapat
memberikan perlindungan dan ketahanan terhadap infeksi virus dan
bakteri. Oleh karena itu, balita yang mendapat ASI secara ekslusif lebih
tahan infeksi dibanding balita yang tidak mendapatkannya.
c. Memberikan imunisasi lengkap pada anak
Untuk mencegah pneumonia dapat dilakukan dengan pemberian
imunisasi yang memadai, yaitu imunisasi anak campak pada anak umur 9
bulan, imunisasi DPT (Difteri, Pertusis, Tetanus) sebanyak 3 kali yaitu
pada umur 2 bulan, 3 bulan dan 4 bulan.
d. Memeriksakan anak sedini mungkin apabila terserang batuk
Balita yang menderita batuk harus segera diberi pengobatan yang
sesuai untuk mencegah terjadinya penyakit batuk pilek biasa menjadi
batuk yang disertai dengan napas cepat/sesak napas.5. Mengurangi polusi
di dalam dan di luar rumah. Untuk mencegah pneumonia disarankan agar
kadar debu dan asap diturunkan dengan cara mengganti bahan bakar kayu
dan tidak membawa balita ke dapur serta membuat lubang ventilasi yang
cukup. Selain itu asap rokok, lingkungan tidak bersih, cuaca panas, cuaca
dingin, perubahan cuaca dan dan masuk angin sebagai faktor yang
memberi kecenderungan untuk terkena penyakit pneumonia.
e. Menjauhkan balita dari penderita batuk
Balita sangat rentan terserang penyakit terutama penyakit pada
saluran pernapasan, karena itu jauhkanlah balita dari orang yang terserang
penyakit batuk. Udara napas seperti batuk dan bersin-bersin dapat
menularkan pneumonia pada orang lain. Karena bentuk penyakit ini
menyebar dengan droplet, infeksi akan menyebar dengan mudah.
Perbaikan rumah akan menyebabkan berkurangnya penyakit saluran
napas yang berat. Semua anak yang sehat sesekali akan menderita
salesma (radang selaput lendir pada hidung), tetapi sebagian besar mereka
menjadi pneumonia karena malnutrisi.
f. Mengurangi minum alkohol
Mengurangi minum alkohol dapat membantu dalam mengatasi
hidrasi. Hal ini juga membantu melawan pneumonia. Obat penurun
demam, contohnya acetaminophen (Tylenol) atau ibuprofen (Advil)
mungkin juga dapat membantu agar lebih baik.
g. Latihan Nafas
Untuk orang-orang yang rentan terhadap pneumonia, latihan
bernafas dalam dan terapi untuk membuang dahak, bisa membantu
mencegah terjadinya pneumonia. (Jeremy, 2005)
DAFTAR PUSTAKA

MIsnadiarly. 2008. Penyakit Infeksi Saluran Napas Pneumonia pada Anak Balita,
Orang Dewasa, Usia Lanjut. Jakarta: Pustaka Obor PopulerBare Brenda G,
Smeltzer Suzan C. Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Vol. 1, EGC,
Jakarta.

Buke C, Biyikli B, Tuncel M,Aydemir S, Tunger A,Sirin H, Kocaman A. 2009.


Nosocomial Infections in a Neurological Intensive Care Unit. Journal of
Neurological Sciences (Turkish). Volume 26. Number 3. Page(s) 298-304.

Djojodibroto, Darmanto. 2007. Respirologi. Jakarta: EGC.

Doenges, Marilynn, E. dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta:


EGC.

Smeltzer, Suzane dan Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah ; Brunner and Suddarth. Cetakan I. Volume 1. Edisi 8. Jakarta :
EGC.

Smeltzer, Suzanne C. O’Connell. 2010. Handbook for Brunner & Suddarth’s


Textbook of Medical-surgical Nursing Ed 12th. Lippincott Williams &
Wilkins.

Suriadi, Rita Yuliana. 2006. Asuhan Keperawtan pada Anak. Jakarta : Penebar
Swadaya.

Jeremy, dkk. 2005. At a Glance Sistem Respirasi, Edisi 2. Jakarta: Erlangga.

Misnadiarly. 2008. Penyakit Infeksi Saluran Napas Pneumonia. Jakarta: Pustaka


Obor Populer.

Anda mungkin juga menyukai