Anda di halaman 1dari 24

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Entropi dan Probabilitas (Peluang)


Enropi diperkenalkan oleh Clausius pada tahun 1860-an. Entropi tidak
seperti kalor yang merupakan fungsi keadaan sistem, entropi dapat dianggap
sebagai ukuran ketidakteraturan sistem. Yang dapat kita tinjau selama
mempelajari entropi adalah besar perubahannya bukan besar mutlaknya. Menurut
hukum kedua termodinamika “entropi total sistem plus perubahan entropi
lingkungannya bertambah sebagai akibat dari proses alamiah”. Berdasarkan
pernyataan tersebut dapat dikatakan bahwa untuk proses riil, perubahan entropi
selalu lebih besar dari nol. Perubahan entropi bisa tetap sama, hanya untuk proses
ideal (reversibel) (Giancoli: 1998, 537)
Persamaan 𝑍 =  𝑒𝑥𝑝(−𝑤𝑖 ) menyatakan jumlah titik fase Ni di dalam
cell ke i di dalam ruang fase untuk makrostate dengan peluang maksimum. Dari
sudut pandang thermodinamika, keadaan seimbang untuk sistem tertutup memiliki
entropi maksimum. Jika sistem tidak seimbang maka akan terjadi perubahan
dalam sistem sampai entropi maksimum tercapai. Jadi, di dalam keadaan
seimbang baik entropi dan peluang thermodinamika mempunyai harga
maksimum, yang mana akan dapat digunakan sebagai dasar memprediksi
korelasinya. Kita mengasumsikan bahwa entropi sebanding dengan logaritme
probabilitas thermodinamika. Dengan demikian dapat dituliskan :
𝑆 = 𝑘 𝑙𝑛 𝑊 ................................................................................... (1)
dengan k adalah konstanta Boltzmann.
Semakin besar ketidakteraturan, maka semakin besar peluang
thermodinamika dan semakin besar entropinya. Derajat keteraturan terbesar dari
titik fase gas di dalam ruang fase tercapai jika semua berada di dalam sebuah cell,
yakni jika semuanya di dalam volume yang sangat kecil di dalam ruang biasa dan
semua bergerak dengan kecepatan sama. Peluang thermodinamika W mempunyai
nilai minimum satu dan entropi k ln w adalah nol. Lebih banyak partikel yang
terpancar keluar di dalam ruang biasa, dan lebih besar kecepatan yang terpancar
dalam ruang kecepatan, maka lebih besar ketidakteraturan dan lebih besar
entropinya.

1
Tinjaulah sebuah contoh. Misalkan sebuah bejana dibagi menjadi dua
bagian sama yang dipisahkan dengan sebuah partisi. Ke dua bagian bejana tadi
diisi dengan jumlah molekul yang sama dari gas yang berbedaseperti gambar
berikut.

Sistem mempunyai derajat keteraturan tertentu untuk semua molekul pada


masing-masing sisi dari partisi. Jika partisi sekarang dihilangkan, gas menyebar
secara difusi ke sisi yang lain, dan akhirnya ke dua molekul-molekul terdistribusi
secara uniform ke seluruh ruang volume seperti gambar berikut.

Dari awal, keteraturan tak muncul dan sistem tidak teratur, atau
ketidakteraturan telah meningkat. Demikian pula entropinya bertambah, karena
volume ditempati oleh masing-masing gas yang telah rangkap (pada temperatur
konstan, jika gas adalah ideal).
Di dalam ekspansi adiabatik reversibel dari gas, volume bertambah tetapi
temperatur berkurang. Entropi yang tersisa adalah konstan, dengan demikian
ketidakteraturan juga tetap. Peningkatan ketidakteraturan sebagai akibat
penambahan volume dikonpensasi dengan penurunan ketidakteraturan akibat dari
pemancaran kecepatan yang lebih kecil pada suhu yang lebih rendah.
Menurut hukum thermodinamika, proses ini hanya dapat terjadi di dalam
sistem tertutup untuk entropi yang membesar atau di dalam limit yang tersisa
konstan. Setiap proses dalam mana entropi akan berkurang merupakan sesuatu

2
yang dilarang. Kita lihat bahwa penjelasan statistik menginterpretasikan entropi
merupakan pernyataan dogmatis yang hrus dimodifikasi. Misalkan sebuah sistem
dalam keadaan peluang thermodinamika maksimum atau entropi maksimum.
Keadaan ini bukanlah statis karena perubahan kontinu titik fase di dalam ruang
fase. Kadang-kadang sebuah keadaan akan menghasilkan peluang dan juga
entropi kurang dari harga maksimum. Perubahan kecil lebih mungkin daripada
perubahan besar, namun perubahan besar tersebut tidak mungkin. Kita akan
membahas permasalahan ini lebih detail di dalam topik fluktuasi.
Marilah kembali pada persamaan (1) 𝑆 = 𝑘 𝑙𝑛 𝑊. Berdasarkan
persamaan 𝑍 =  𝑒𝑥𝑝(−𝑤𝑖 ) dan persamaan = 𝑁𝑖 =  𝑒𝑥𝑝(−𝑤𝑖 ) , maka
diperoleh:
ln W = N ln N - Ni ln Ni
= N ln N - Ni (ln N - ln Z - wi)
= N ln N - ln N Ni-lnZNi-  wiNi
Karena Ni = N dan  wi Ni sama dengan energi internal U. Dengan demikian :
𝑆 = 𝑘 𝑙𝑛 𝑊 = 𝑁𝑘 𝑙𝑛 𝑍 + 𝑘𝑈 ...................................................... (2)
Berdasarkan uraian di atas, konsep temperatur tidak muncul di dalam
pengembangan teori statistik. Hal itu sekarang dapat dikemukakan sebagai
berikut. Berdasarkan prinsip thermodinamika dari hubungan :
 U   S 1
  = T, atau   = .............................................. (3)
  S V   U V T

Berdasarkan pers (2), maka diperoleh :


 S Nk   Z       
  =     + k  + kU  
  U V Z    U   U 
V

 S
  = k .................................................................................. (4)
  U V

 Z 
dengan:     UZ
   N
 V
Berdasarkan persamaan (3) dan (4), maka diperoleh :
 = 1/𝑘𝑇 ....................................................................................... (5)

3
Sekarang konstanta  dapat ditentukan. Dengan demikian seperangkat
persamaan yang melibatkan  dapat ditulis kembali yaitu:
Jumlah titik-titik di dalam cell ke i dapat dinyatakan dalam bentuk T .
N 𝑤
𝑁𝑖 = 𝑒𝑥𝑝(− 𝑘𝑇𝑖 ) ........................................................................ (5)
Z
dengan Z menyatakan fungsi partisi, yang dirumuskan sebagai :
𝑤
𝑍 =  𝑒𝑥𝑝(− 𝑘𝑇𝑖 ) .......................................................................... (6)

Energi internal sistem U adalah:

w
N
𝑈 = 𝑤𝑖 𝑁𝑖 = i
exp   w i  kT 
Z

Turunan Z terhadap T adalah :


w
dZ
 exp   w i  kT 
dT   i

Dengan demikian, akan diperoleh :


 dZ d (ln Z )
U= = NkT2 ................................................... (7)
 dT dT
Kemudian berdasarkan persamaan (2), maka diperoleh:
𝑈
𝑆 = 𝑁𝑘 𝑙𝑛 𝑍 + .......................................................................... (8)
𝑇

Fungsi Helmholtz diberikan oleh 𝐹 = 𝑈 − 𝑇𝑆, jadi akan diperoleh:


𝐹 = − 𝑁𝑘𝑇 𝑙𝑛 𝑍 ............................................................................ (9)
Jadi, dapat kita lihat bahwa sekali fungsi partisi z telah ditentukan, maka
semua sifat-sifat thermodinamika dari sistem dapat ditentukan. Hanya perbedaan
pada energi internal dan entropi dapat di dalam thermodinamika, metode statistik
mencakup kedua pernyataan ini tanpa memerlukan konstanta tak tentu.

2.2 Panas Jenis Gas Ideal Monoatomik


Misalkan sebuah gas monoatomik terdiri dari N molekul, masing-masing
massanya m, di dalam ruang tertutup yang volumenya V. Masing-masing molekul
dicirikan dengan koordinat posisi x, y, z, dan koordinat kecepatannya vx, vy, dan
vz. Energi molekul w adalah jumlah energi potensial dan energi kinetik. Jika
diantara molekul-molekul tidak ada gaya yang bekerja, maka tidak ada energi
potensial bersama diantara molekul-molekul. Dalam pembahasan ini efek gaya

4
grafitasi bumi tak diperhitungkan. Dengan demikian energi potensial dapat
dianggap konstan dan diambil nol.Kenyataan menunjukkan bahwa dinding-
dinding bejana tak dapat ditembus molekul, dengan demikian energi potensial
dapat dianggap tak berhingga untuk koordinat posisi x, y, z yang terletak di luar
bejana.
Jika molekul-molekul dapat dianggap benda titik, maka energi kinetik
molekul hanyalah energi kinetik translasi. Untuk cell ke i, yang mana koordinat
kecepatannya adalah vx, vy, dan vz, energi kinetiknya adalah
1
2 m(v x2  v y2  vz2 )  21 mvi2 . Kemudian untuk sembarang cell di dalam ruang yang
ditempati oleh gas:
w i = 12 mvi2
dan untuk cell di luar ruang ini adalah:
wi =  .
Fungsi partisi diberikan oleh :
Z =  exp(- mvi2 /2kT) ...................................................................... (10)
Untuk menghitung fungsi partisi ini ditempuh langkah-langkah berikut. Bagilah
ruang fase menjadi cell-cell dengan volume yang sama H = dxdydzdvxdvydvz.
Ganti sigma pada persamaan (10) dengan integral, kalikan dengan enam
diferensial dan dibagi dengan H. Dengan demikian persamaan (10) dapat
dituliskan:
1
Z=
H   exp(- mvi2 /2kT)dxdydzdvxdvydvz............................ (11)

  
1
  dxdydz  exp( mvx / 2kT )dv x  exp( mv y / 2kT )dv y  exp( mvz / 2kT )dv z
2 2 2

H   

integral rangkap 3 untuk dxdydz adalah volume yang ditempati gas. setiap integral
tunggal harga integralnya tertentu.
∞ ∞

∫ exp( mvx2 / 2kT )dvx = ∫ exp( m / 2kT )v x2 dv x


−∞ −∞

1⁄
1 𝜋 √𝜋 2𝑘𝑇 2 2𝜋𝑘𝑇
= 2. √ = = √𝜋. ( ) = √
2 𝑎 √𝑎 𝑚 𝑚

5

2𝜋𝑘𝑇
∫ exp( m / 2kT)v y2 dv y = √
𝑚
−∞

2𝜋𝑘𝑇
∫ exp( m / 2kT )v z2 dv z = √
𝑚
−∞

sehingga besar Z dapat ditulis


V
Z= (2kT/m)1/2.(2kT/m)1/2 .(2kT/m)1/2
H
V
Z = (2kT/m)3/2 ........................................................................ (12)
H
Berdasarkan persamaan (11), maka distribusi partikel Ni menjadi :
Dari persamaan
N  Wi 
Ni  exp   
Z  kT 
 Wi 
NH exp   
  kT 
3
 2kT  2
V 
 m 
1 2
Dengan memasukan harga Wi = mv , maka akan diperoleh:
2
NH
Ni = (m/2kT)3/2 exp(- mv 2 /2kT)
V
atau :
N
d6N= (m/2kT)3/2exp(- mv 2 /2kT)dxdydzdvxdvydvz.................... (13)
V
Distribusi di dalam ruang biasa diperoleh dengan mengintegrasikan
persamaan (13) untuk seluruh nilai vx, vy, dan vz yaitu :

 dxdydzdv dv dv
3
N  m 2  m vx2  v y2  vz2
   V  2kT   
 
6
d N exp
2kT  x y z
 
3
N  m 2  m  2  m  2
  dxdydz exp   v x dv x . exp   v y dv y .
 V  2kT   2kT   2kT 
 m 
 exp   2kT v
2
z dv z .

6
Di mana:

 m  1   2kT 
 exp  2kT v dv x  2   
2
x
2 a  m 

 m  1   2kT 
 exp  2kT v dv y  2   
2
y
2 a  m 

 m  1   2kT 
 exp  2kT v dv z  2   
2
z
2 a  m 
Maka:
3 1 1 1
N  m  2  2kT  2  2kT  2  2kT  2
d N 
3
       dxdydz
V  2kT   m   m   m 
3 3
N  m  2  2kT  2
     dxdydz
V  2kT   m 
N
 dxdydz
V
jadi
d 3N N

dxdydz V .................................................................................... (14)

Persamaan (14) ini menyatakan jumlah molekul per satuan volume ruang
biasa adalah konstan, tak bergantung pada posisi dan sama dengan jumlah
molekul total N dibagi dengan volume total V. Dengan kata lain, molekul-
molekul terdistribusi secara seragam di dalam ruang yang ditempati oelh gas.
Untuk mendapatkan distribusi dalam ruang kecepatan kita integrasi
persamaan (13) untuk seluruh x, y, dan z, karena  dxdydz  V maka diperoleh:

d3N=N(m/2kT)3/2exp(- mv 2 /2kT)dvxdvydvz .................................... (15)


Persamaan keadaan dapat diperoleh dari fungsi Helmholtz, F=-NkTlnZ (k adalah
konstanta Boltzmann) dan dari hubungan gaya dengan tekanan dalam thermo-
dinamik, yaitu:
 F
p = -   ,
 V T

dapat ditentukan persamaan gas ideal sebagai berikut.

7
F = −NkT ln Z
3⁄
2
V
F = −NkT ln ( (2kT/m))
H
F = −NkT (ln V − ln H + 3⁄2 ln2kT/m)
∂F dlnV
= −NkT ( − 0 + 0)
∂V dV
∂F 1 NkT
= −NkT. = −
∂V V V
maka diperoleh :
dF
P
dV
NkT

V
𝑃𝑉 = 𝑁𝑘𝑇 = 𝑛𝑅𝑇 ......................................................................... (16)
Persamaan (16) merupakan persamaan keadaan gas ideal.
Selanjutnya entropi (S) dapat dinyatakan dengan V dan T sebagai berikut.
S =Nk ln Z + U/T
Dengan U dapat ditentukan:
  3

  V  2kT  2  
d  ln    
  H  m  
 
 NkT 2 
d ln Z
U  NkT 2
dT dT
d  3  2kT  
 NkT 2  ln V  ln H  ln  
dT  2  m  

 3 m 2k  
 NkT 2  0  0   x 
 2  2kT m  

 3 
 NkT 2  0  0  
 2T 
3
 NkT
2
Substitusikan nilai U ke persamaan S sehimgga diperoleh:

8
 2kT  3 2 NkT
S  Nk  ln V  ln H  3 2 ln 
 m  T
 2kT  3
S  Nk  ln V  ln H  3 2 ln   Nk
 m  2
Kalau besaran yang tidak tergantung V dan T jumlahnya dinyatakan dengan A,
maka diperoleh:
 2kT  3
S  Nk  ln V  3 2 ln   Nk ln H  Nk ln m  Nk
 m  2
3 
S  Nk ln V  3 2 ln T  3 2 ln 2k   Nk   ln H  ln m 
2 
3 
S  Nk ln V  3 2 ln T   Nk   ln H  ln m  3 2 ln 2k 
2 
S  Nk ln V  3 2 ln T   A

N o k ln V  3 2 ln T   A , dengan nilai


N N
S  n, N o k  R , sehingga
No No
diperoleh:
S  n R ln V  3 2 ln T   A

 R ln V  3 2 ln T   A
S
n
s  R ln V  3 2 ln T   A 17 

dengan A adalah suatu konstanta yang tak bergantung pada temperatur dan
volume, dan s adalah entropi per satuan molar, S/n.
Energi internal sistem U dari gas diberikan oleh :
𝑈 = 𝑁𝑘𝑇
dan
3 3
ln 𝑍 = ln 𝑉 – ln 𝐻 + 2 ln(2k/m) + 2 ln(𝑇)

Dengan demikian :
3 3 N 3
U NkT  N o kT  nRT
2 2 No 2

u
U 3
 RT 18
n 2
Panas jenis molar pada volume konstan adalah :

9
 U 
cV   
 T V
d 3  3
cV   RT   R 19
dT  2  2
Ternyata hasilnya cocok dengan harga di atas dan harga yang ditemukan dalam
teori gas kinetik.

2.3 Persamaan Barometrik


Pada pembahasan penerapan statistik Maaxwell-Boltzmann pada gas ideal
monoatomik, energi molekul seluruhnya dianggap energi kinetik. Di sini akan
memperhi-tungkan pengaruh medan gravitasi terhadap molekul-molekul gas pada
atmosfir bumi. Dengan mengambil acuan asal koordinat ruang adalah pada
permukaan bumi dengan sumbu Z dalam arah vertikal. Misalkan kolom udara
mempunyai luas penampang A dan temperatur seragam T (Dekat permukaan bumi
temperatur menurun dengan peningkatan elevasi). Molekul di dalam cell yang
koordinat vertikal-nya z mempunyai energi potensial mgZ. Maka energi
molekulnya adalah:
w  mgZ  1 2 mv 2 20
dalam hal ini fungsi partisi Z menjadi :

 dx dy  exp  mgZ / kT  dZ  exp  mv / 2kT dv x dv y dv z 21


1
Z 2

H 

Integral lipat dua untuk seluruh x dan y menyatakan luas penampang A. Integral
untuk seluruh z antara z = 0 dan z =  , memberikan kT/mg, penurunannya adalah
sebagai berikut.

 dxdy  A
 
 mg   kT mg 
0 exp   kT Z dz  
 mg
exp 
kT  0
Z


kT
mg

 exp   exp  0 

kT
0  1
mg
kT

mg

10
2𝑘𝑇 3/2
Integral lipat tiga memberikan hasil ( )
𝑚

 2kT 
3/ 2
 m 2
 exp   2kT v dvx dv y dvz   m 
Dengan demikian :
1  mg   m 
Z  dxdy exp   kT Z dz  exp   2kT v dv x dvV dv z
2

H 
A kT 2𝑘𝑇 3/2
Z ( ) ...................................................................... (22)
H mg 𝑚
Dengan mengganti H dengan perkalian enam diferensial H  dxdydz dv x dv y dv z ,

dan dengan menggunakan persamaan:

exp  w / kT 
N
Ni 
Z
exp  w / kT 
N
Ni 
 A kT  2kT  3 / 2 
   
 H mg  m  
3/ 2
NH mg  m 
Ni    exp  w / kT 
A kT  2kT 
Sehingga didapatkan:
3/ 2
NH mg  m 
d N
6
  exp  w / kT 
A kT  2kT 
3/ 2

d N
6 N mg  m 
 
A kT  2kT 
   
exp  mgZ  1 2 mv 2 / kT dxdydz dv x dv y dv z 23
Untuk mendapatkan distribusi di dalam z, yakni dengan mengintegrasikan untuk
seluruh variabel kecuali terhadap z, sehingga diperoleh:
3/ 2
Nmg  m  mg  m 
dN z    exp  Z  exp   vx2 dv x
AkT  2kT  kT  2kT 
 m   m 
 exp   2kT vy dv y  exp   vz2 dv z  dxdy
2

  2kT 

 2kT   2kT   2kT 


3/ 2 1/ 2 1/ 2 1/ 2
Nmg  m  mg
   exp  Zdz      A
AkT  2kT  kT  m   m   m 
 2kT 
3/ 2 3/ 2
Nmg  m  mg
   exp  Zdz 
kT  2kT  kT  m 

11
exp  mgZ / kT  Z dZ ................................................ (24)
mg
dN Z  N
kT
dengan dNz menyatakan jumlah molekul di dalam lapisan tipis yang luas
penampangnya A dan tebalnya dz pada ketinggian z.

dz

y
dy
dx

Gambar 1. Jumlah molekul dari lapisan tipis dari penampang A

Untuk dua lapisan yang tebalnya sama pada ketinggian z1 dan z2 , jumlah relatif
molekul-molekulnya adalah :

exp  mgZ / kT  Z 2 dZ
mg
N
dN 2 kT

exp  mgZ / kT  Z1 dZ
dN1 mg
N
kT
dN 2 exp  mgZ / kT  Z 2

dN 1 exp  mgZ / kT  Z 1
 mgZ
dN 2
 exp   Z 2  Z1  25
dN 1  kT 

Ahli Fisika Perancis Jean Perrin pada tahun 1909 menggunakan hubungan
di atas dalam perhitungan bilangan Avogadro No. Sebagai pengganti perhitungan
molekul di atmosfir bumi, Jean Perrin menggunakan partikel-partikel ukuran
mikroskopik yang bergantung di dalam larutan yang kerapatannya sedikit lebih
kecil, sehingga nilai "g" efektif dapat direduksi. Dengan perhi-tungan jumlah
partikel pada variasi level supensi, Perrin dapat memprediksi bentuk fungsi
distribusi (yakni berbentuk eksponen yang berku-rang terhadap ketinggian) dan
juga diperoleh harga No yang telah dikoreksi. Selanjutnya akan dinyatakan

12
R
k , dengan R adalah konstanta gas umum. Semua kuantitas pada persamaan
No
(24) kecuali k dapat diukur secara langsung, dengan demikian dapat dipergunakan
menghitung k. Kemudian No dapat ditemukan karena R diketahui dari
eksperimen. Perrin menyimpulkan bahwa nilai No terletak antara 6,5 dan 7,2 x
1026, bandingkan dengan harga yang paling teliti 6,0251x1026 molekul/kg-mol.
Kembali pada atmosfir bumi. Integrasi persamaan (24) maka diperoleh:
3/ 2

exp  mgZ  1 2 mv 2  / kT dv x dv y dv z dxdydz


N mg  m 
d N
6
 
A kT  2kT 
Bila persamaan di atas diintegrasi terhadap kecepatan vx, vy, vz ditemukan
distribusi molekul dalam ruangan tertentu adalah sebagai berikut.
3/ 2

d N
6 N mg  m 
 
A kT  2kT 
   
exp  mgZ  1 2 mv 2 / kT dv x dv y dv z dxdydz
3/ 2
d 3N

N mg  m 
 
dxdydz A kT  2kT 
 
exp  mgZ / kT   exp  mv 2 / 2kT dv x dv y dv z

 2kT 
3/ 2

 exp  mv / 2kT dv x dv y dv z   m 


2
Substitusikan nilai ke persamaan di

atas, maka diperoleh:

 2kT 
3/ 2 3/ 2
d 3N N mg  m 
   exp  mgZ / kT  
dxdydz A kT  2kT   m 
d 3N
exp  mgZ / kT  26
N mg

dxdydz A kT
Ruas kiri dari persamaan (26) menyatakan jumlah molekul per satuan volume, n.
d 3N N
 n
dxdydz V
Dari hubungan p = nkT, dengan demikian, diperoleh :
p  nkT
Nmg  mg 
 exp   z kT
AkT  kT 
Nmg  mg 
 exp   z
A  kT 
dengan po menyatakan tekanan pada z =0 (pada permukaan bumi), maka:

13
Ngm  mg 
po  exp   .0 
A  kT 
Ngm

A
Sehingga dapat dituliskan:
Ngm  mg 
p exp   Z
A  kT 
p  p0 exp( mgZ / kT ) ................................................................ (27)

Persamaan (27) dikenal sebagai : hukum atmosfir, dan persamaan ini disebut
dengan persamaan Barometrik. Hukum atmosfir ini dapat juga diturunkan secara
langsung dari prinsip hidrostatik dan persamaan keadaan gas ideal.

2.4 Prinsip Ekuipartisi Energi


Selanjutnya akan dikaji prinsif ekuipartisi ditinjau dari statistik
Boltzmann, dan keterbatasannya. Energi w dari sebuah molekul, pada umumnya
adalah fungsi semua koordinat cell di dalam ruang fase dimana titik fase molekul
berada. Misalkan z menyatakan sembarang koordi-nat dan energi wz diasosiasikan
dengan koordinat tersebut. Jika distribusi di dalam ruang fase dapat dinyatakan
dengan fungsi kontinu dari koordinat, maka distribusi di dalam koordinat z dapat
diperoleh dengan menyusun pernyataan umum untuk fungsi distribusi Z, dan
integrasikan ke seluruh koordinat kecuali z. Hasilnya akan diperoleh :
𝑁𝑚𝑔 𝑚𝑔
𝑑𝑁𝑧 = exp (− 𝑍) 𝑑𝑍
𝑘𝑇 𝑘𝑇
 wz
dN z  A exp( )dz
kT
dengan A adalah konstanta yang tak bergantung pada z. Jumlah total partikel N
adalah:
 wz
N   dN z  A exp( )dz
kT
dan energi total Uz diasosiasikan dengan koordinat z adalah:
 wz
U z   wz dN z  A wz exp( )dz
kT

Energi rata-rata w z dari sebuah partikel diasosiasikan dengan koordinat z yaitu:

14
Uz
wz 
N
jika energi wz adalah fungsi kuadratik dari z, yakni jika dalam bentuk wz = az2 ,
dengan a adalah konstanta, dan jika limit z dari 0 sampai  , atau dari -  sampai
 , dengan demikian:
𝑤𝑧
𝑈𝑧 𝐴 ∫ 𝑤𝑧 exp (− 𝑘𝑇 ) 𝑑𝑧
𝑤
̅𝑧 = = 𝑤𝑧
𝑁 𝐴 ∫ exp (− ) 𝑑𝑧
𝑘𝑇
∞ 𝑎𝑧 2
∫−∞ 𝑎𝑧 2 exp (− 𝑘𝑇 ) 𝑑𝑧
=
∞ 𝑎𝑧 2
∫−∞ exp (− 𝑘𝑇 ) 𝑑𝑧

1 𝜋
𝑎( √ 3 )
4 𝑎 1 1 1 𝑘𝑇 1
= = 𝑎 ( ) = 𝑎 ( ) = 𝑘𝑇
1 𝜋 2 𝑎 2 𝑎 2

2 𝑎

Untuk tiap-tiap koordinat yang mana kondisi di atas dipenuhi, energi rata-
rata per partikel, di dalam asembli sebuah partikel dalam keseimbangan
1
thermodinamika pada temperatur T adalah 2 kT. Hal ini merupakan pernyataan
dari prinsip ekuipartisi energi. Kondisi di atas dipenuhi untuk koordinat kecepatan
translasi vx, vy, dan vz, karena energi diasosiasikan dengan vx, vy, dan vz, adalah
1
2 m v x2 , 1
2 m v y2 , 1
2 v z2 dan rentangan masing-masing dari -  sampai +  .

2.5 Panas Jenis Gas Diatomik


Teori gas ideal monoatomik yang telah dikemukakan di depan yakni 𝑐2 =
3𝑅/2. Teori ini sesuai dengan eksperimen untuk gas monoatomik untuk semua
rentangan temperatur. Untuk pembahasan selanjutnya akan dianggap molekul
adalah poliatomik. Jika energi molekul tidak bergantung pada ruang koordinat x,
y, dan z dari pusat massa, dan jika tidak ada energi potensial bersama di antara
molekul, maka fungsi partisi akan secara langsung sebanding dengan V seperti
pada persamaan (12). Fungsi Helmholtz F = - Nk ln Z juga bergantung pada V
seperti pada gas monoatomik, dan gas mempunyai persamaan keadaan yang sama
p = nRT/V. Walaupun demikian, panas jenisnya akan berbeda dengan gas
monoatomik, karena molekul poliatomik dapat mempunyai energi internal sendiri
yang mencakup energi rotasi, vibrasi, dan eksitasi elektronik. Apabila panas

15
mengalir ke dalam gas poliatomik, hanya beberapa bagian yang dipergunakan
untuk menaikkan energi kinetik rata-rata molekul, sisanya untuk menaikkan
energi internal molekul. Karena temperatur sebanding dengan energi kinetik
translasi, peningkatan temperatur untuk aliran panas adalah lebih kecil pada gas
poliatomik dibandingkan dengan monoatomik dan panas jenis akan lebih besar.
Berdasarkan teori klasik untuk panas jenis dari gas diatomic, molekul-
molekul digambarkan sebagai dumbbell yang tersusun dari dua atom
(diperlakukan sebagai titik massa) mempunyai jarak pisah tertentu. Masing-
masing molekul diasosiasikan dengan tiga derajat kebebasan dari pusat massa
1
dengan energi rata-rata 2 kT seperti pada gas monoatomik. Karena energi kinetik
rotasi adalah sebanding dengan kuadrat kecepatan sudut, prinsif ekuipartisi yang
1
diterapkan untuk rotasi juga memiliki energi 2 kT untuk masing-masing derajat
kebebasan. Jika atom-atom adalah massa titik, rotasi terhadap garis yang melalui
molekul tidak signifikan. Misalkan molekul-molekul dianggap sebagai osilator
harmonik sederhana, energi rata-rata yang diasosiasikan dengan vibrasi adalah kT
( 21 kT untuk energi kinetik, 1
2 kT untuk energi potensial). Dengan demikian energi
rata-rata molekul adalah 3/2 kT untuk translasi, kT untuk rotasi, dan kt untuk
vibrasi. Energi internal total U dari sebuah asembli N molekul adalah:
U  U trans  U rot  U vib
3
U NkT  NkT  NkT
2
3
U  nRT  nRT  nRT
2
Energi internal spesifik molal (u) diberikan oleh:
U 3
u  RT  RT  RT
n 2
dengan demikian panas jenis molal didapatkan:
 u  3
cv     RRR
 T  v 2
 u 
cv  
7
  R 28
 T  v 2
cv  cv trans  cv rot  cv vib

16
Teori di atas tidak sesuai dengan hasil eksperimen. Gambar 2.1 berikut
adalah grafik harga eksperimen cv/R untuk hidrogen sebagai fungsi temperatur.

cv/R
4

o
10 25 50 75 100 250 500 750 1000 2500 5000 K
Temperatur

Gambar 2. Harga eksperimen cv/R untuk Hidrogen sebagai fungsi temperatur


yang diplot dalam skala logaritme

Pada temperatur rendah cv/R adalah 3/2, yang merupakan nilai untuk gas
monoatomik. Jika temperatur naik cv juga naik, dan untuk temperatur sekitar
temperatur kamar, cv/R sekitar 5/2, yang mana secara teori hanya sesuai untuk
energi translasi ditambah energi rotasi atau energi vibrasi. Hanya untuk
temperatur tinggi cv/R mendekati 7/2 sesuai yang diramalkan persamaan (19).
Penjelasan pertama dari variasi cv terhadap temperatur diberikan oleh
Einstein pada tahun 1907. Dengan menggunakan konsep kuantisasi energi yang
sebelumnya telah diperkenalkan oleh Planck untuk menghitung distribusi energi
dalam spektrum radiasi yang dipancarkan oleh benda hitam. Prinsif mekanika
kuantum membatasi energi rotasi atau vibrasi molekul di dalam beberapa nilai
diskrit. Jadi, energi tidak dapat dinyatakan sebagai fungsi kontinu dari spesifikasi
koordinat keadaan molekul, dan representasi titik fase dari molekul tidak
terdistribusi secara kontinu di dalam ruang fase. Kondisi terpenting untuk prinsif
ekuipartisi tak terpenuhi, dengan demikian prinsip ini tak diterapkan.

17
Menurut mekanika kuantum, energi rotasi molekul dapat dimiliki hanya
dalam set nilai yang diberikan oleh :
h2

wrot  n(n  1) 8 2 I

................................................................. (29)
dan kemungkinan energi vibrasi adalah:
wvib  (n  1 / 2)hf ............................................................... (30)
dengan: n adalah bilangan bulat atau nol, h adalah konstanta Planck, I adalah
momen inersia molekul terhadap pusat massa, dan f adalah frekuensi vibrasi.
Penurunan persamaan di atas dapat dicari pada buku teks mekanika kuantum.
Untuk menentukan bagaimana molekul-molekul didistribusi diantara
kemungkinan keadaan energi, kita harus menghitung fungsi partisi untuk rotasi
dan vibrasi.
n  1 n  1
(𝑛+ )ℎ𝑓 (n+ )vib
 
𝑤𝑣𝑖𝑏
𝑍𝑣𝑖𝑏 = 𝑒𝑥𝑝 (− )= 𝑒𝑥𝑝 − [ 2
]= exp − [ 2
] ........(31)
𝑘𝑇 𝑇 T
n0 n0

dengan vib=hf/k dan mempunyai dimensi temperatur yang disebut temperatur


karakteristik untuk vibrasi. Frekuensi vibrasi f untuk molekul diatomik berada
dalam daerah inframerah pada spektrum elektromagnetik. Dengan mempelajari
spekrtrum emisi atau absorpsi dalam inframerah dapat ditentukan f dan
Temperatur Karakteristik vib. Beberapa nilai vib diberikan pada tabel 1 berikut.
Tabel 1
Temperatur Karakteristik untuk Vibrasi dan Rotasi dari Molekul Diatomik
Molekul vib oK rot oK
H2 6140 85,5
OH 5360 27,5
HCl 4300 15,3
CH 4100 20,7
CO 3120 2,77
NO 2740 2,47
O2 2260 2,09
Cl2 810 0,347
Br2 470 0,117

18
Na2 230 0,224
K2 140 0,081

Karena energi wvib tidak merupakan fungsi kontinu dari koordinat,


penjumlahan pada persamaan (31) harus dievaluasi secara langsung dan tidak
dapat digunakan volume cell H yang telah diperkenalkan sebelumnya. Persamaan
(31) dapat ditulis sebagai :
𝑍𝑣𝑖𝑏 = 𝑒𝑥𝑝(−𝑣𝑖𝑏 /2𝑇) + 𝑒𝑥𝑝(−3𝑣𝑖𝑏 /2𝑇) + 𝑒𝑥𝑝(−4𝑣𝑖𝑏 /2𝑇) + . . .
= 𝑒𝑥𝑝(−𝑣𝑖𝑏 /2𝑇)[1 + 𝑒𝑥𝑝(−𝑣𝑖𝑏 /𝑇) + 𝑒𝑥𝑝(−2𝑣𝑖𝑏 /𝑇) + . . . ]
Dengan menggunakan formulasi deret binomial :

1 + 𝑥 + 𝑥2 + . . . =
 x
maka fungsi partisi vibrasi dapat ditulis :
exp(  vib / 2T )
𝑍𝑣𝑖𝑏 =
1  exp(  vib / T ) .................................................. 32
𝑁
Berdasarkan persamaan 𝑁𝑖 = exp(−𝑤𝑖/𝑘𝑇) maka jumlah partikel di dalam
𝑍

energi keadaan dapat dinyatakan sebagai berikut.


1−exp(−Θ𝑣𝑖𝑏/𝑇) 1
𝑁𝑖 = 𝑁 exp[−(𝑛 + 2)Θ𝑣𝑖𝑏/𝑇]
exp(−Θ𝑣𝑖𝑏/2𝑇)
1−exp(−Θ𝑣𝑖𝑏/𝑇)
=𝑁 exp(−𝑛Θ𝑣𝑖𝑏/𝑇)exp(−Θ𝑣𝑖𝑏/2𝑇)
exp(−Θ𝑣𝑖𝑏/2𝑇)

𝑁𝑖 = 𝑁𝑒𝑥𝑝(−𝑛 𝑣𝑖𝑏 /𝑇)[1 − 𝑒𝑥𝑝(−𝑣𝑖𝑏 /𝑇)] ............................. 33


Dengan memasukkan harga n = 0, 1, 2, . . ., maka diperoleh :
𝑁0 = 𝑁 𝑒𝑥𝑝(−0. 𝑣𝑖𝑏 /𝑇)[1 − 𝑒𝑥𝑝(−𝑣𝑖𝑏 /𝑇)]
= 𝑁 [1 − 𝑒𝑥𝑝(−𝑣𝑖𝑏 /𝑇)]
𝑁1 = 𝑁 𝑒𝑥𝑝(−1 𝑣𝑖𝑏 /𝑇)[1 − 𝑒𝑥𝑝(−𝑣𝑖𝑏 /𝑇)]
= 𝑁 𝑒𝑥𝑝(−𝑣𝑖𝑏 /𝑇)[1 − 𝑒𝑥𝑝(−𝑣𝑖𝑏 /𝑇)]
𝑁2 = 𝑁 𝑒𝑥𝑝(−2 𝑣𝑖𝑏 /𝑇)[1 − 𝑒𝑥𝑝(−𝑣𝑖𝑏 /𝑇)]
= 𝑁 𝑒𝑥𝑝(−2𝑣𝑖𝑏 /𝑇)[1 − 𝑒𝑥𝑝(−𝑣𝑖𝑏 /𝑇)]
dan seterusnya.
Untuk temperatur yang sangat rendah, dengan T<<vib, semua suku
eksponensia mendekati nol. Jadi pada T = 00K, N0=N, dan N1=N2 =. . . = 0. Ini
berarti semua molekul berada pada keadaan energi vibrasi yang paling rendah

19
pada 00K. Karena energi pada keadaan ini tidak nol, tetapi sama dengan 1/2 hf,
energi vibrasi total Uvib tidak nol pada nol absolut, tetapi sama dengan 1/2Nhf.
Energi total pada sembarang temperatur diberikan oleh :
U   wi N i

dapat dihitung berdasarkan persamaan


NkT 2 dZ d ln Z
U  NkT 2
Z dT dT
d  exp(  vib / 2T ) 
U  NkT 2  
dT  1  exp(  vib / T ) 
 
   vib / 21  exp(  vib / T )  exp(  vib / 2T )  1  exp(  vib / T )  2   vib  
U  NkT 2  
 1  exp(  vib / T )2 
1 
U  Nk vib  
1
 34
 2 exp(  vib / T )  1

Energi rata-rata w untuk sebuah osilator (osilator tunggal) adalah:

1 1 
w = 𝑈/𝑁 = 𝑘Θ𝑣𝑖𝑏    ........................ (35)
 2 exp(  vib / T )  1 
Jadi, energi rata-rata sebuah osilator di dalam mekanika kuantum
merupakan fungsi yang lebih rumit terhadap temperatur dibandingkan dengan
nilai kT yang diramalkan mekanika klasik. Pada temperatur sangat rendah dimana
T<<vib, suku eksponensial berharga sangat besar, dengan demikian:

1 1 
w = 𝑘Θ𝑣𝑖𝑏   
 2 exp( vib / T )  1
hf 1
𝑤
̅ =𝑘 . = 1/2hf
k 2
diberikan 𝑤𝑣𝑖𝑏 = (𝑛 + 1/2)ℎ𝑓, untuk n = 0 maka 𝑤𝑣𝑖𝑏 = 1/2ℎ𝑓
Pada temperatur yang sangat tinggi 𝑇 >> Θ𝑣𝑖𝑏 , suku eksponensial berharga
sangat kecil, dengan demikian :
𝑒𝑥𝑝(Θ𝑣𝑖𝑏 /𝑇)  1 + Θ𝑣𝑖𝑏 /𝑇
Sehingga :

1 1 
w = 𝑘Θ𝑣𝑖𝑏   
 2 exp( vib / T )  1

20
1 1 
= 𝑘Θ𝑣𝑖𝑏   
 2 1   vib / T  1

1 T 
= 𝑘Θ𝑣𝑖𝑏   
 2  vib 
𝑇
angka ½ dapat diabaikan terhadap harga Θ𝑣𝑖𝑏 maka:
𝑇
w = kvib x
Θ𝑣𝑖𝑏

w = kT
Ungkapan ini menyatakan bahwa pada temperatur tinggi, mekanika kuantum dan
mekanika klasik memberikan harga yang sama untuk energi rata-rata dari salah
satu asembli osilator harmonik di dalam keseimbangan thermal. Dengan
mengganti Nk dengan nR persamaan (25), dan membagi dengan n, maka akan
diperoleh energi vibrasi molar uvib yaitu :
1 1 
U = Nkvib   
 2 exp( vib / T )  1

1 1 
U = nRvib   
 2 exp( vib / T )  1

1 1 
uvib = U/n = Rvib   ,
 2 exp( vib / T )  1
dan panas jenis molar untuk vibrasi adalah:
  uvib 
(cv)vib=  
  T V

d 1 1 
= RΘ𝑣𝑖𝑏   
dT  2 exp( vib / T )  1
𝑑 1
= [1/2𝑅Θ𝑣𝑖𝑏 + 𝑅Θ𝑣𝑖𝑏 { − 1}]
𝑑𝑇 exp(Θ𝑣𝑖𝑏 /𝑇)
𝑑 1
= [0 + 𝑅Θ𝑣𝑖𝑏 { − 1}]
𝑑𝑇 exp(Θ𝑣𝑖𝑏 /𝑇)
−2
Θ𝑣𝑖𝑏 Θ𝑣𝑖𝑏
= 𝑅Θ𝑣𝑖𝑏 (−1) {exp ( ) − 1} {exp ( ) (−1)Θ𝑣𝑖𝑏 𝑇 −2 − 0}
𝑇 𝑇
−2
Θ𝑣𝑖𝑏 Θ𝑣𝑖𝑏
= +𝑅Θ𝑣𝑖𝑏 {exp ( ) − 1} {exp ( ) (−1)Θ𝑣𝑖𝑏 𝑇 −2 }
𝑇 𝑇

21
Θ
Θ𝑣𝑖𝑏 exp ( 𝑇𝑣𝑖𝑏 )
= 𝑅Θ𝑣𝑖𝑏 2 2
𝑇 Θ
(exp ( 𝑇𝑣𝑖𝑏 ) − 1)
Θ𝑣𝑖𝑏
Θ𝑣𝑖𝑏 2 exp(
𝑇
)
= 𝑅Θ ( ) Θ𝑣𝑖𝑏 2 ............................................. (36)
𝑇 (exp( )−1)
𝑇

Bila T<<vib , (cv)vib mendekati nol, dan bila T>>vib , maka (cv)vib mendekati R
sesuai dengan harga klasik. Grafik pada Gambar 2 berikut menunjukkan ratio
uvib/Rvib dan (cv)vib/R sebagai fungsi T/vib.

1,5

uvib
R vib
1,0

cv  vib
R
0,5

0
0 0,5 1,0 1,5
T/vib

Gambar 2. Energi vibrasi dan panas jenis dari osilator harmonik


Secara klasik u=RT atau u/Rvib = T/vib. Garis putus-putus adalah grafik
u/Rvib sebagai fungsi T/vib. Slop daripada grafik ini adalah satu, yakni
sebanding dengan panas jenis klasik. Pada grafik juga nampak bagaimana
pernyataan kuantum mendekati ungkapan klasik pada tempe-ratur yang sangat
besar dibandingkan dengan temperatur karakteristik.
Sekarang kita akan meninjau rotasi melokul. Perhitungan matematis fungsi
partisinya jauh lebih rumit dibandingkan dengan fungsi partisi vibrasi. Fungsi
partisinya diformulasikan dalam bentuk:
𝑒𝑥𝑝[−𝑛(𝑛 + 1)ℎ2 /82 𝐼𝑘𝑇] = 𝑒𝑥𝑝[−𝑛(𝑛 + 1)𝑟𝑜𝑡 /𝑇] ............... (37)
dengan temperatur karakteristik untuk rotasi adalah :

22
h2
𝑟𝑜𝑡 =
8 2 Ik
Seperti halnya pada vibrasi, momen inersia I dari rotasi molekul, dan
temperatur karakteris-tik dapat ditentukan dari spektrum optisnya. Beberapa
nilainya telah diberikan pada tabel 1. Temperatur karakteristik semuanya lebih
kecil dari vibrasi. Jadi, kecuali pada tempetratur rendah, temperatur aktual lebh
besar daripada temperature karakteristik untuk rotasi, dan semua yang lainnya
untuk kasus ini, mekanika kuantum memberikan hasil yang sama seperti pada
mekanika klasik.

23
DAFTAR PUSTAKA
Beiser, Arthur. 1986. Konsep fisika modern. Terjemahan: The Houw Liong.
Concepts of modern physics. 1982. Jakarta: Airlangga.
Krane, K. 1992. Fisika modern. Jakarta: Universitas Indonesia.
Sujanem, R. 2004. Fisika Statistik Bagian 2. Buku ajar. IKIP N Singaraja. Tidak
diterbitkan.

24

Anda mungkin juga menyukai