KINEMATIKA PARTIKEL
DISUSUN OLEH:
Suatu benda selalu menempati ruang , titik di dalam ruang yang ditempati benda
dinamakan posisi benda. Karena posisi benda berubah mengikuti gerak benda maka
posisi benda akan memberi deskripsi gerak benda tersebut. Deskripsi gerak benda akan
dapat dipahami dengan memperhatikan bagaimana perubahan posisi benda tersebut
pengkajian terkait hal ini dikaji dalam kinematika. Secara lebih lanjut gerak suatu objek
digambarkan dalam bidang maupun ruang. Sehingga kinematika dapat dikaji dalam
bidang ketika objek yang dikaji hanya bergerak dalam lingkup penggambaran dua
dimensi yang digambarkan dengan koordinat rektanguler, namun ketika objek bergerak
dalam lintasan yang lebih kompleks yaitu lintasan yang berupa kurva maka vektor posisi
partikel dalam koordinat rektanguler tidak cukup untuk menggambarkannya sehingga
penggambarannya dapat berupa tiga dimensi atau dalam ruang.
Deskripsi tentang gerak suatu benda dapat diperoleh dengan melihat bagaimana
perubahan posisi benda tersebut. Dalam ruang tiga dimensi keadaan posisi benda
dinyatakan pada koordinat kartesian oleh tiga besaran yaitu x(t), y(t), dan z(t) yang
masing-masing merupakan fungsi dari waktu (t) dan membentuk sebuah vektor posisi
yang dinyatakan:
P
r
iˆ
ˆi . ˆi ˆj . ˆj kˆ . kˆ 1 (2)
ˆi . ˆj ˆj . kˆ kˆ . ˆi 0 (3)
panjang vektor-vektor ˆi, ˆj dan kˆ adalah sama , sehingga vektor-vektor basis tersebut
juga disebut vektor satuan.
Sebagaimana operasi vektor yaitu perkalian titik dimana jika A dan B adalah
dua vektor sembarang, maka perkalian titik kedua vektor dinyatakan:
A . B = A B cos (4)
dengan A dan B merupakan besar atau panjang dari vektor A dan B, sedangkan
sudut antara kedua vektor. Jika diasumsikan A = B dan sudut anatara A dan B sama
dengan nol maka diperoleh:
A . A = A . A cos 0 = A2 (5)
Sesuai dengan perasamaan (5), besar atau panjang sebuah vektor dapat dinyatakan:
A = (A . A)1/2 (6)
Melihat dari persamaan diatas, maka vektor ˆi, ˆj dan kˆ saling tegak lurus dan
masing-masing vektor tersebut panjangnya satu. Sehingga disebut vektor satuan.
Sembarang vektor dalam ruang kartesius tiga dimensi dapat dinyatakan dalam vektor-
vektor basis dari ruang tersebut. Dua vektor A dan B dalam vektor basis diuraikan
sebagai berikut
A = Axˆi Ay ˆj Az kˆ (7)
B = Bx ˆi By ˆj Bz kˆ
Ax , Ay dan Az merupakan komponen arah vektor ˆi, ˆj dan kˆ dari vektor A. begitu
juga Bx , By dan Bz merupakan komponenarah vektor ˆi, ˆj dan kˆ dari vektor B. Sifat-
sifat vektor basis yang diberikan oleh persamaan (2), (3) dan (7) menyebabkan
perkalian titik antara vektor A dan B yang menghasilkan:
A . B = Ax Bx + Ay By + Az Bz (8)
A A.A A 2x A 2y A 2z (10)
Dalam operasi vektor selain perkalian titik juga dikenal operasi perkalian silang (cross
product ) antara dua vektor. Perkalian silang antara vektor A dan vektor B didefinisikan
sebagai sebuah vektor C = A x B. Arah vektor C tegak lurus bidang yang dibentuk oleh
vektor A dan vektor B, yang besarnya dinyatakan oleh
dengan merupakan sudut antara vektor A dan vektor B. Untuk menentukan arah dari
vektor C dapat digunakan aturan putaran sekrup. Jika sebuah sekrup diputar menurut
arah dari vektor A ke B, maka arah gerakan maju atau mundur dari sekrup menyatakan
arah dari vektor C. Aturan putaran sekrup tersebut digambarkan seperti di bawah ini.
C=AxB
Sebuah kurva dalam bidang xy yang menyatakan lintasan gerak dari partikel
dinyatakan dengan y sebagai sebuah fungsi x , atau sebaliknya.
y = y(x)
x = x(y)
Akan tetapi bentuk persamaan diatas dalam beberapa kasus tidak dapat diterapkan,
sebagai contoh bila partikel kembali ketitik asal melalui lintasan yang sama atau
membentuk lintasan melingkar. Oleh karenanya kurva lintasan partikel lebih sesuai
dinyatakan dengan memberikan sebuah hubungan x dan y.
f(x,y) = 0
Dengan demikian kurva akan mengandung titik-titik yang koordinatnya sesuai dengan
hubungan persamaan f(x,y) = 0.
Pengkajian menggunakan sistem koordinat polar dilakukan ketika objek yang dikaji
sudah tidak lagi gerakannya pada suatu garis lurus, sehingga koordinat kartesian sudah
tidak relevan menjangkaunya. Gerakan-gerakan yang dimaksud yaitu gerakan yang
membelok seperti gerak melingkar.
Gambar 3. Koordinat Bidang Polar dari Titik P pada Dua Dimensi
Berdasarkan gambar 3 di atas titik P terletak pada koordinat kartesian (x, y). Titik P
teretak pada jarak r dari titik O membentuk garis OP. Garis OP membentuk sudut θ
terhadap sumbu X. Untuk menggambarkan posisi titik P digunakan koordinat bidang
polar dengan koordinat (r, θ). Adapun hubungan (x, y) dengan (r,θ) adalah sebagai
berikut.
x r cos (12)
y r sin (13)
Sistem koordinat dua dimensi (x, y) atau (r,θ) merupakan posisi suatu titik pada bidang,
dengan r merupakan jarak titik P terhadap titik pusat O mempunyai nilai 0 sampai tak
hingga dan θ merupakan sudut antara garis OP terhadap sumbu +X yang nilainya dari 0
sampai 2 .
Untuk koordinat polar vektor posisi suatu partikel dapat dinyatakan dengan persamaan
rˆ rrˆ rrˆ
Dua vektor satuan r̂ dan ˆ saling tegak lurus, dan merupakan vektor satuan dalam
sitem koordinat polar.
Gambar 4. vektor satuan r̂ dan ˆ pada koordinat polar.
Gambar 5. hubungan vektor satuan r̂ , ˆ dan iˆ, ˆj .
Pada gambar 4 dan 5 diperoleh hubungan antara r̂ dan ˆ dengan iˆ dan ĵ sebagai
berikut:
drˆ
iˆ sin ˆj cos ˆ
d
dˆ
iˆ cos ˆj sin rˆ
d
drˆ dˆ ˆ
Pada gambar 6 dihasilkan dˆ atau rˆ ˆ
rˆ d
Dan
drˆ
ˆ
d rˆ atau
dˆ
rˆ ˆ rˆ
d
Di mana rˆ ˆ 1
dr
v
dt
v rrˆ
d
dt
drˆ drˆ
v rˆ r
dt dt
drˆ drˆ d
v rˆ r
dt d dt
drˆ drˆ d
Maka ˆ
dt d dt
Sehingga diperoleh kecepatan titik partikel yaitu sebagai berikut:
a
dv d
dt dt
rrˆ ˆ
Sehingga
a r r 2 rˆ r 2r ˆ (17)
Percepatan partikel memiliki dua komponen yakni percepatan radial ar dan anguler a
ar r r 2
a r 2r
Di mana :
v v 2
2
r 2 r (18)
r r
Persamaan (18) merupakan percepatan sentripetal.
r
y
y
x
x
Gambar.7 Vektor posisi titik partikel P dalam koordinat rektanguler tiga dimensi
ˆx y
r= x ˆ y zˆ z (19)
Lintasan partikel dalam ruang dapat dinyatakan dalam bentuk dua bentuk persamaan
dalam x,y dan z:
dr
v xv x yv y zv z (22)
dt
dx dy dz
dengan v x , vy , dan v z .
dt dt dt
Percepatan partikel dinyatakan dengan:
a xa x ya y za z (23)
di mana :
Dalam menggambarkan gerak partikel dalam tiga dimensi yang lebih komplek seperti
lintasan yang berupa kurva maka vektor posisi partikel dalam koordinat rektanguler
tidak cukup untuk menggambarkannya. Sehingga diperkenalkan beberapa sistem
koordinat yang sesuai untuk kasus-kasus gerak tertentu, seperti sistem koordinat polar
silinder dan sistem koordinat polar bola.
Pada gerak Partikel tiga dimensi, posisi partikel dapat dijelaskan dengan koordinat
silinder.
̂ merupakan vektor radial dalam bidang xy dan ẑ merupakan vektor satuan dalam
arah z. Sebuah vektor ketiga yakni ˆ sehingga ketiga vektor ˆ , zˆ,ˆ , memenuhi kaidah
x cos (25)
y sin (26)
z=z (27)
Pada sistem koordinat silinder hubungan vektor satuan ˆ , zˆ,ˆ dengan koordinat
Adapun turunan dari persamaan (28) dan persamaan (29) terhadap adalah:
dˆ
i sin ˆj cos (30)
d
dˆ
i cos ˆj sin ˆ (31)
d
Kecepatan dan percepatan vektor partikel P ditentukan dengan menurunkan
vektor posisi partikel P, di mana vektor posisi adalah r ˆ zzˆ . Berdasarkan
persamaan (30) dan persamaan (31) dan vektor satuan ẑ tidak berubah arah sehingga
turunannya terhadap waktu adalah nol, maka vektor kecepatan partikel P adalah:
ˆ zzˆ
dr d
v
dt dt
d dˆ d dz dzˆ dz
v ˆ zˆ z , dimana 0
dt d dt dt dt dt
Maka:
v ˆ ˆ zzˆ z 0
v ˆ ˆ zzˆ
Untuk vektor percepatan partikel P dapat diperoleh dari turunan vektor kecepatan atau
turunan dua kali vektor posisi partikel P terhadap waktu.
a
dv d
dt dt
ˆ ˆ zzˆ
dp dˆ d ˆ d dˆ dz dzˆ
a ˆ ˆ zˆ
dt dt dt dt dt dt dt
dˆ d dˆ d
a ˆ ˆ ˆ zzˆ z 0
d dt d dt
a ˆ ˆ ˆ ˆ ˆ zzˆ
a 2 ˆ 2 ˆ zzˆ
Tiga vektor dalam sistem koordinat silinder yakni ˆ , zˆ,ˆ merupakan vektor satuan yang
saling tegak lurus satu dengan yang lainnya, maka vektor sembarang A dapat
dinyatakan masing-masing komponen vektornya sepanjang arah ˆ , zˆ, ˆ .
A A ˆ Aˆ Az zˆ (32)
Vektor posisi ˆ dan ˆ dalam koordinat silinder merupakan fungsi dari ϕ, sehingga
besar vektor A bergantung pada posisi titik A pada ruang silinder. Jika vektor A
adalah fungsi parameter terhadap waktu (t), maka turunan pertama A terhadap waktu
dapat ditentukan.
dA d
dt dt
A ˆ A ˆ Az zˆ
dA dA dˆ dA ˆ dˆ dAz dzˆ
ˆ A A zˆ Az
dt dt dt dt dt dt dt
dˆ d ˆ dˆ d
Az zˆ Az 0
dA
A ˆ A A A
dt d dt d dt
dˆ ˆ dˆ dzˆ
dimana , ˆ , dan 0, sehingga diperoleh :
d d dt
Ditinjau kembali titik P ditempatkan dalam ruang sejauh r dari O seperti gambar 9.
Untuk sistem koordinat kartesian titik P mempunyai koordinat (x,y,z) dan untuk
koordinat bola (r,𝜃, ∅). Untuk menemukan hubungan antara dua pasang koordinat,
maka pertama ditetapkan OP= r dalam dua komponen PM dan OM, dalam hal ini
(Astono, 2004: 47):
OC = PM = OP cos 𝜃 atau z = r cos 𝜃
OM = PC = OP sin 𝜃 atau OM = r sin 𝜃
zc 𝑃 = (𝑥, 𝑦, 𝑧)
𝑃 = (𝑟, 𝜃, 𝜙)
b
k̂ Y
y
𝜙
xaX ĵ
MY
X
Gambar 9. Koordinat bola (𝑟, 𝜃, ∅) dari titik P
Selanjutnya diuraikan OM dalam dua komponen, OA dan OB sehingga diperoleh
𝑧 = 𝑟 cos 𝜃 (35)
𝜌 = 𝑟 sin 𝜃 (36)
𝑟 = √𝑥 2 + 𝑦 2 + 𝑧 2
√𝑥 2 +𝑦 2
tan 𝜃 = 𝑧
𝑌
tan 𝜃 = 𝑋 (37)
Hubungan antara vektor satuan dalam koordinat bola dengan kartesian (Astono, 2004:
53)
̂)
Gambar 10. Koordinat bola polar (𝑟, 𝜃, ∅) dan vector satuan (𝑟̂ , 𝜃̂, ∅
Z
𝑟̂
𝜙̂
Y
𝜃
𝜃̂
−𝑍
X
̂ pada koordinat xyz dan sudut polar 𝜃
Gambar 11. Penjabaran vector 𝑟̂ , 𝜃̂, ∅
Berdasarkan gambar 10, maka dapat diperoleh hubungan antara i j k dan tiga vektor
𝑟̂ 𝜃̂𝜙̂. Karena semua vektor apa pun dapat dinyatakan dalam proyeksi ke (x, y, z), sumbu
koordinat:
Berdasarkan persamaan (33), (34), (35), dan (36) dapat ditentukan hubungan 𝜃̂ dan
𝜙̂ sebagai berikut:
𝑟⃗ = 𝑟𝑟̂ (42)
Arah vektor 𝑟̂ ditentukan oleh dua sudut ϕ dan 𝜃, kedua sudut ini memiliki vektor masing-
masing 𝜙̂ dan 𝜃̂
Berdasarkan persamaan (42) posisi partikel P pada koordinat bola adalah 𝑟̅ = 𝑟𝑟̂ ,
dengan sudut yang mempengaruhi besar r adalah 𝜃 dan ϕ. Maka besar vektor posisi
partikel P adalah:
Vektor kecepatan partikel P dapat diturunkan dari vektor posisi terhadap waktu:
𝑑𝑟̅ 𝑑
𝑣̅ = = 𝑑𝑡 (𝑟𝑟̂ (𝜃, 𝜙))
𝑑𝑡
𝑑𝑟 𝑑𝑟̂
𝑣̅ = 𝑟̂ + 𝑟 𝑑𝑡
𝑑𝑡
drˆ
v rrˆ r
dt
𝑑𝑟̂
Adapun nilai 𝑑𝑡 (𝜃, 𝜙) adalah:
𝑑𝑟̂ 𝑑𝑟̂ 𝑑𝜃 𝑑𝑟̂ 𝑑𝜙
(𝜃, 𝜙) = + 𝑑𝜙 𝑑𝑡 = 𝜃̇𝜃̂ + 𝜙̂ sin 𝜃 𝜙̇
𝑑𝑡 𝑑𝜃 𝑑𝑡
Sehingga:
𝑣̅ = 𝑟̇ 𝑟̂ + 𝑟𝜃̇𝜃̂ + (𝑟𝜙̇ sin 𝜃)𝜙̂ (44)
Vektor percepatan partikel P diperoleh dari turunan vektor kecepatan partikel terhadap
waktu:
𝑑2 𝑟̅ 𝑑𝑣̅ 𝑑
𝑎̅ = = 𝑑𝑡 = 𝑑𝑡 (𝑟̇ 𝑟̂ + 𝑟𝜃̇𝜃̂ + (𝑟𝜙̇ sin 𝜃)𝜙̂)
𝑑𝑡
𝑎̅ = (𝑟̈ − 𝑟𝜙̇ 2 sin2 𝜃 − 𝑟𝜃̇ 2 )𝑟̂ + (𝑟𝜃̈ + 2𝑟̇ 𝜃̇ − 𝑟𝜙̇ 2 sin 𝜃 cos 𝜃) 𝜃̂ + (𝑟𝜙̈ sin 𝜃 +
2𝑟̇ 𝜙̇ sin 𝜃 + 2𝑟𝜃̇ 𝜙̇ cos 𝜃)𝜙̂ (45)
Vektor 𝐴̅ dapat dinyatakan sebagai berikut.
𝐴̅ = 𝐴𝑟 𝑟̂ + 𝐴𝜃 𝜃̂ + 𝐴𝜙 𝜙̂ (46)
𝑑𝐴̅ 𝑑
= 𝑑𝑡 (𝐴𝑟 𝑟̂ + 𝐴𝜃 𝜃̂ + 𝐴𝜙 𝜙̂)
𝑑𝑡
𝑑𝐴̅ 𝑑𝐴𝑟 𝑑𝑟̂ 𝑑𝐴𝜃 ̂
𝑑𝜃 𝑑𝐴 ̂
𝑑𝜙
= 𝑟̂ + 𝐴𝑟 𝑑𝑡 + 𝜃̂ + 𝐴𝜃 𝑑𝑡 + 𝑑𝑡𝜙 𝜙̂ + 𝐴𝜙 𝑑𝑡
𝑑𝑡 𝑑𝑡 𝑑𝑡
di mana:
𝑑𝑟̂ 𝑑𝑟̂ 𝑑𝜃 𝑑𝑟̂ 𝑑𝜙
=𝑑𝜃 𝑑𝑡 + 𝑑𝜙 𝑑𝑡 = 𝜃̂𝜙̇ + 𝜙̂ sin 𝜃𝜙̇
𝑑𝑡
̂
𝑑𝜃 ̂ 𝑑𝜃
𝑑𝜃
= 𝑑𝜃 𝑑𝑡 = −𝑟̂ 𝜃̇
𝑑𝑡
̂
𝑑𝜙 ̂
𝑑𝜙 𝑑𝜙
= 𝑑𝜙 𝑑𝑡 = −𝜌̂𝜙̇ = (−𝑟̂ sin 𝜃 − 𝜃̈ cos 𝜃)𝜙̇
𝑑𝑡
Sehingga diperoleh:
𝑑𝐴̅
= 𝐴𝑟̇ 𝑟̂ + 𝐴𝑟 (𝜃̂ 𝜙̇ + 𝜙̂ sin 𝜃 𝜙̇)𝑟̂ + 𝐴𝜃̇ 𝜃̂ + 𝐴𝜃 (−𝑟̂ 𝜃̇) +𝐴𝜙̇ 𝜙̂ + 𝐴𝜙 (−𝑟̂ sin 𝜃 −
𝑑𝑡
𝜃̈ cos 𝜃)𝜙̇
𝑑𝐴̅
= (𝐴𝑟̇ − 𝐴𝜃 𝜃̇ − 𝐴𝜙 sin 𝜃𝜙̇) 𝑟̂ + (𝐴𝜃̇ − 𝐴𝑟 𝜃̇ − 𝐴𝜙 cos 𝜙̇) 𝜃̂ + (𝐴𝜙̇ +
𝑑𝑡
3. Menentukan bentuk gradient dan divergensi dari sistem koordinat silinder dan
bola.
Kita perhatikan fungsi dua variabel f(x,y) turunan parsial fx (x,y) dan fy (x,y)
mengukur laju perubahan (kemiringan garis singgung) pada arah sejajar sumbu x dan
y, sasaran kita sekarang dalah mempelajari laju perubahan f pada sembarang arah
menuju konsep turunan berarah yang kemudian menjelaskan makna gradien.
F ( x x, y y
Fy
Fx
Sbx
∆𝐹 = ∆𝐹𝑥 + ∆𝐹𝑥
𝐹(𝑥+∆𝑥,𝑦)+𝐹(𝑥,𝑦) 𝐹(𝑥,𝑦+∆𝑦)+𝐹(𝑥,𝑦)
={ ∆𝑥} + ∆𝑦
∆𝑥 ∆𝑦
F
turunan parsial F terhadap y dengan x konstan pada arah sb. Y
y
aˆ y
aˆx aˆy
x
y
Divergensi suatu vektor adalah linit integral permukaan per satuan volum kalau
volum yang terlingkupi oleh permukaan tersebut mendekati nol
Secara matematik operator divergensi didefinisikan sebagai :
𝜕
Oleh karena itu diferensial parsial dari unit vektor mempunyai harga 𝑎̂𝜑 = −𝑎̂𝛾 dan
𝜕𝜑
𝜕
𝑎̂𝜑 = 𝑎̂𝛾 selain itu semua harga nol.
𝜕𝜑
Maka :
1 1
A aˆr aˆ aˆ aˆr rA aˆ A aˆA
r r r sin
Astono, Juli. 2004. Common Textbook edisi Revisi Mekanika. Yogyakarta: Universitas Negeri
Yogyakarta.
Kustija Jaja. Modul medan elektromagnetik. 2014. Bandung : Universitas Pendidikan Ganesha