Anda di halaman 1dari 29

MEKANIKA

KINEMATIKA PARTIKEL

DISUSUN OLEH:

KADEK DEVI A. C. 1613021007


RIZKYTA ASTRI PRATIWI 1613021031
NI LUH VINA PRADNYAWATI 1613021047

JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
SINGARAJA
201
KINEMATIKA PARTIKEL

Suatu benda selalu menempati ruang , titik di dalam ruang yang ditempati benda
dinamakan posisi benda. Karena posisi benda berubah mengikuti gerak benda maka
posisi benda akan memberi deskripsi gerak benda tersebut. Deskripsi gerak benda akan
dapat dipahami dengan memperhatikan bagaimana perubahan posisi benda tersebut
pengkajian terkait hal ini dikaji dalam kinematika. Secara lebih lanjut gerak suatu objek
digambarkan dalam bidang maupun ruang. Sehingga kinematika dapat dikaji dalam
bidang ketika objek yang dikaji hanya bergerak dalam lingkup penggambaran dua
dimensi yang digambarkan dengan koordinat rektanguler, namun ketika objek bergerak
dalam lintasan yang lebih kompleks yaitu lintasan yang berupa kurva maka vektor posisi
partikel dalam koordinat rektanguler tidak cukup untuk menggambarkannya sehingga
penggambarannya dapat berupa tiga dimensi atau dalam ruang.

1. Menganalisis kinematika gerak dalam bidang dengan sistem koordinat polar.

Deskripsi tentang gerak suatu benda dapat diperoleh dengan melihat bagaimana
perubahan posisi benda tersebut. Dalam ruang tiga dimensi keadaan posisi benda
dinyatakan pada koordinat kartesian oleh tiga besaran yaitu x(t), y(t), dan z(t) yang
masing-masing merupakan fungsi dari waktu (t) dan membentuk sebuah vektor posisi
yang dinyatakan:

r (t )  iˆx(t )  ˆjy (t )  kˆz (t ) (1)

satuan vektor i, j dan k berturut-turut menyatakan arah sumbu-sumbu koordinat X,Y


dan Z seperti gambar berikut.
Z

P
r

Gambar. 1.Vektor posisi dalam ruang kartesis


masing-masing vektor î , ĵ dan k̂ disebut vektor basis di dalam ruang kartesis tiga
dimensi, karena ketiga komponen vektor tersebut membentuk basis bagi ruang tersebut.
Satu ciri dari vektor-vektor tersebut adalah ketiga vektor tersebut saling ortonormal
yaitu:

ˆi . ˆi  ˆj . ˆj  kˆ . kˆ  1 (2)

ˆi . ˆj  ˆj . kˆ  kˆ . ˆi  0 (3)

panjang vektor-vektor ˆi, ˆj dan kˆ adalah sama , sehingga vektor-vektor basis tersebut
juga disebut vektor satuan.

Sebagaimana operasi vektor yaitu perkalian titik dimana jika A dan B adalah
dua vektor sembarang, maka perkalian titik kedua vektor dinyatakan:

A . B = A B cos  (4)

dengan A dan B merupakan besar atau panjang dari vektor A dan B, sedangkan 
sudut antara kedua vektor. Jika diasumsikan A = B dan sudut anatara A dan B sama
dengan nol maka diperoleh:

A . A = A . A cos 0 = A2 (5)

Sesuai dengan perasamaan (5), besar atau panjang sebuah vektor dapat dinyatakan:

A = (A . A)1/2 (6)

Melihat dari persamaan diatas, maka vektor ˆi, ˆj dan kˆ saling tegak lurus dan
masing-masing vektor tersebut panjangnya satu. Sehingga disebut vektor satuan.
Sembarang vektor dalam ruang kartesius tiga dimensi dapat dinyatakan dalam vektor-
vektor basis dari ruang tersebut. Dua vektor A dan B dalam vektor basis diuraikan
sebagai berikut

A = Axˆi  Ay ˆj  Az kˆ (7)

B = Bx ˆi  By ˆj  Bz kˆ
Ax , Ay dan Az merupakan komponen arah vektor ˆi, ˆj dan kˆ dari vektor A. begitu

juga Bx , By dan Bz merupakan komponenarah vektor ˆi, ˆj dan kˆ dari vektor B. Sifat-
sifat vektor basis yang diberikan oleh persamaan (2), (3) dan (7) menyebabkan
perkalian titik antara vektor A dan B yang menghasilkan:

A . B = Ax Bx + Ay By + Az Bz (8)

berdasarkan pernyataan (8) diperoleh

A . A = AxAx + AyAy + AzAz (9)

melalui pernyataan (9) maka besar vektor A dapat dinyatakan

A  A.A  A 2x A 2y  A 2z (10)

Dalam operasi vektor selain perkalian titik juga dikenal operasi perkalian silang (cross
product ) antara dua vektor. Perkalian silang antara vektor A dan vektor B didefinisikan
sebagai sebuah vektor C = A x B. Arah vektor C tegak lurus bidang yang dibentuk oleh
vektor A dan vektor B, yang besarnya dinyatakan oleh

C = A.B sin  (11)

dengan  merupakan sudut antara vektor A dan vektor B. Untuk menentukan arah dari
vektor C dapat digunakan aturan putaran sekrup. Jika sebuah sekrup diputar menurut
arah dari vektor A ke B, maka arah gerakan maju atau mundur dari sekrup menyatakan
arah dari vektor C. Aturan putaran sekrup tersebut digambarkan seperti di bawah ini.

C=AxB

Gambar 2. Arah vektor hasil perkalian dua vektor


Untuk menentukan posisi sebuah partikel dalam sebuah bidang dibuat dua sumbu
saling tegak lurus dan posisi ditentukan dengan menyatakan koordinat rektanguler (x,y)
dari partikel, seperti yang ditunjukkan gambar 1.1. vektor posisi r = r(x,y) ditentukan
dengan menarik garis dari dari titik awal ke posisi partikel yang dinyatakan oleh
koordinat (x,y).

Sebuah kurva dalam bidang xy yang menyatakan lintasan gerak dari partikel
dinyatakan dengan y sebagai sebuah fungsi x , atau sebaliknya.

y = y(x)

x = x(y)

Akan tetapi bentuk persamaan diatas dalam beberapa kasus tidak dapat diterapkan,
sebagai contoh bila partikel kembali ketitik asal melalui lintasan yang sama atau
membentuk lintasan melingkar. Oleh karenanya kurva lintasan partikel lebih sesuai
dinyatakan dengan memberikan sebuah hubungan x dan y.

f(x,y) = 0

Dengan demikian kurva akan mengandung titik-titik yang koordinatnya sesuai dengan
hubungan persamaan f(x,y) = 0.

Pengkajian menggunakan sistem koordinat polar dilakukan ketika objek yang dikaji
sudah tidak lagi gerakannya pada suatu garis lurus, sehingga koordinat kartesian sudah
tidak relevan menjangkaunya. Gerakan-gerakan yang dimaksud yaitu gerakan yang
membelok seperti gerak melingkar.
Gambar 3. Koordinat Bidang Polar dari Titik P pada Dua Dimensi

Berdasarkan gambar 3 di atas titik P terletak pada koordinat kartesian (x, y). Titik P
teretak pada jarak r dari titik O membentuk garis OP. Garis OP membentuk sudut θ
terhadap sumbu X. Untuk menggambarkan posisi titik P digunakan koordinat bidang
polar dengan koordinat (r, θ). Adapun hubungan (x, y) dengan (r,θ) adalah sebagai
berikut.
x  r cos (12)
y  r sin  (13)
Sistem koordinat dua dimensi (x, y) atau (r,θ) merupakan posisi suatu titik pada bidang,
dengan r merupakan jarak titik P terhadap titik pusat O mempunyai nilai 0 sampai tak
hingga dan θ merupakan sudut antara garis OP terhadap sumbu +X yang nilainya dari 0
sampai 2  .
Untuk koordinat polar vektor posisi suatu partikel dapat dinyatakan dengan persamaan
rˆ  rrˆ  rrˆ 

Dua vektor satuan r̂ dan ˆ saling tegak lurus, dan merupakan vektor satuan dalam
sitem koordinat polar.
Gambar 4. vektor satuan r̂ dan ˆ pada koordinat polar.

   
Gambar 5. hubungan vektor satuan r̂ , ˆ dan iˆ, ˆj .

Pada gambar 4 dan 5 diperoleh hubungan antara r̂ dan ˆ dengan iˆ dan ĵ sebagai

berikut:

rˆ  iˆ cosc  ˆj sin  (14)

ˆ  iˆ sin c  ˆj cos (15)


Dan turunan dari persamaan di atas terhadap θ diperoleh

drˆ
 iˆ sin   ˆj cos  ˆ
d

dˆ
 iˆ cos  ˆj sin   rˆ
d

Gambar 6. variasi (a) r̂ dengan θ (b) ˆ dengan θ.

drˆ dˆ ˆ
Pada gambar 6 dihasilkan  dˆ atau   rˆ   ˆ
rˆ d

Dan
drˆ
ˆ
 d  rˆ atau
dˆ


  rˆ ˆ   rˆ
 d

Di mana rˆ  ˆ  1

Maka kecepatan partikel adalah:

dr
v 
dt
v  rrˆ 
d
dt
drˆ drˆ
v  rˆ  r
dt dt
drˆ drˆ d
v  rˆ  r
dt d dt
drˆ drˆ d
Maka   ˆ
dt d dt
Sehingga diperoleh kecepatan titik partikel yaitu sebagai berikut:

v  rrˆ  rˆ (16)


vr  r sebagai komponen kecepatan arah radial dan v  r merupakan komponen
kecepatan arah anguler.

Percepatan partikel dapat diperoleh dengan menurunkan v terhadap t sebagai berikut:

a
dv d
dt dt
  
rrˆ  ˆ

dr drˆ d dr  ˆ d ˆ d d


a  rˆ  r    r   r
dt d dt dt d d dt

a  rrˆ  r    r  r  r  r 
ˆ   ˆ  ˆ  

Sehingga
   
a  r  r 2 rˆ  r  2r ˆ (17)

Percepatan partikel memiliki dua komponen yakni percepatan radial ar dan anguler a

ar  r  r 2
a  r  2r

Di mana :

 v  v 2
2

r 2  r    (18)
 r  r
Persamaan (18) merupakan percepatan sentripetal.

2. Menganalisis kinematika gerak dalam ruang.

a. sistem koordinat silinder.


Sebagai pengembangan dari gerak kinematika partikel dua dimensi yang
digambarkan dengan koordinat rektanguler dapat diperluas secara langsung pada kasus
kinematika partikel tiga dimensi. Sebuah titik ditentukan oleh koordinat x,y,z atau oleh
vektor posisi r = r(x,y,z) seperti gambar berikut :

z
z
P

r
y 
y
x


x

Gambar.7 Vektor posisi titik partikel P dalam koordinat rektanguler tiga dimensi

Vektor posisi partikel dinyatakan dengan komponen vektornya yaitu:

ˆx  y
r= x ˆ y  zˆ z (19)

Lintasan partikel dalam ruang dapat dinyatakan dalam bentuk dua bentuk persamaan
dalam x,y dan z:

f(x,y,z) = 0 ; g(x,y,z) = 0 (20)

masing-masing persamaan menyatakan sebuah permukaan. Lintasan partikel adalah


garis potong (interseksi) dari kedua permukaan, Lintasan juga dapat dinyatakan dengan
suatu parameter:

x = x(s), y = y(s), z = z(s) (21)

kecepatan dan percepatan partikel dinyatakan dengan:

dr   
v  xv x  yv y  zv z (22)
dt

dx dy dz
dengan v x  , vy  , dan v z  .
dt dt dt
Percepatan partikel dinyatakan dengan:

  
a  xa x  ya y  za z (23)

di mana :

d2x d2y d2z


ax  , ay  dan az 
dt 2 dt 2 dt 2

Dalam menggambarkan gerak partikel dalam tiga dimensi yang lebih komplek seperti
lintasan yang berupa kurva maka vektor posisi partikel dalam koordinat rektanguler
tidak cukup untuk menggambarkannya. Sehingga diperkenalkan beberapa sistem
koordinat yang sesuai untuk kasus-kasus gerak tertentu, seperti sistem koordinat polar
silinder dan sistem koordinat polar bola.

Pada gerak Partikel tiga dimensi, posisi partikel dapat dijelaskan dengan koordinat
silinder.

Gambar 8. Vektor Pada Koordinat Silinder


Pada gambar (8) dapat dilihat bahwa Partikel di titik P yang berjarak r dari titik O dapat
dituliskan sebagai berikut.
r  ˆ  zzˆ (24)

̂ merupakan vektor radial dalam bidang xy dan ẑ merupakan vektor satuan dalam
arah z. Sebuah vektor ketiga yakni ˆ sehingga ketiga vektor ˆ , zˆ,ˆ , memenuhi kaidah

tangan kanan. Di mana vektor zˆ  kˆ

Adapun partikel P dapat dituliskan dalam koordinat silinder  ,  , z  dan hubungan

, , z  dengan (x, y, z) adalah sebagai berikut.

x   cos  (25)

y   sin  (26)

z=z (27)

Pada sistem koordinat silinder hubungan vektor satuan ˆ , zˆ,ˆ dengan koordinat

kartesian (x, y, z) dan koordinat silinder  ,  , z  adalah sebagai berikut.

ˆ  i cos  ˆj sin  (28)

ˆ  iˆ sin   ˆj cos  (29)

Adapun turunan dari persamaan (28) dan persamaan (29) terhadap  adalah:
dˆ
 i sin   ˆj cos (30)
d

dˆ
 i cos  ˆj sin    ˆ (31)
d
Kecepatan dan percepatan vektor partikel P ditentukan dengan menurunkan
vektor posisi partikel P, di mana vektor posisi adalah r  ˆ  zzˆ . Berdasarkan
persamaan (30) dan persamaan (31) dan vektor satuan ẑ tidak berubah arah sehingga
turunannya terhadap waktu adalah nol, maka vektor kecepatan partikel P adalah:
 ˆ  zzˆ 
dr d
v
dt dt
d dˆ d dz dzˆ dz
v ˆ    zˆ  z , dimana 0
dt d dt dt dt dt

Maka:


v  ˆ    ˆ  zzˆ  z 0 

v  ˆ    ˆ  zzˆ

Untuk vektor percepatan partikel P dapat diperoleh dari turunan vektor kecepatan atau
turunan dua kali vektor posisi partikel P terhadap waktu.

a
dv d
dt dt
  
ˆ    ˆ  zzˆ 
dp dˆ d  ˆ d dˆ dz dzˆ
a ˆ       ˆ    zˆ
dt dt dt dt dt dt dt
dˆ d dˆ d
a  ˆ    ˆ  ˆ    zzˆ  z 0 
d dt d dt
a  ˆ  ˆ  ˆ  ˆ   ˆ   zzˆ
   
a     2 ˆ    2  ˆ  zzˆ

Tiga vektor dalam sistem koordinat silinder yakni ˆ , zˆ,ˆ merupakan vektor satuan yang

saling tegak lurus satu dengan yang lainnya, maka vektor sembarang A dapat
dinyatakan masing-masing komponen vektornya sepanjang arah ˆ , zˆ, ˆ .

A  A ˆ  Aˆ  Az zˆ (32)

Vektor posisi ˆ dan ˆ dalam koordinat silinder merupakan fungsi dari ϕ, sehingga

besar vektor A bergantung pada posisi titik A pada ruang silinder. Jika vektor A
adalah fungsi parameter terhadap waktu (t), maka turunan pertama A terhadap waktu
dapat ditentukan.
dA d

dt dt

A ˆ  A ˆ  Az zˆ 
dA dA dˆ dA ˆ dˆ dAz dzˆ
 ˆ  A    A  zˆ  Az
dt dt dt dt dt dt dt
dˆ d  ˆ dˆ d 
 Az zˆ  Az 0 
dA 
 A ˆ  A  A   A
dt d dt d dt
dˆ ˆ dˆ dzˆ
dimana  ,   ˆ , dan  0, sehingga diperoleh :
d d dt

 A ˆ  Aˆ  Aˆ  A  pˆ   A z zˆ


dA 
dt
dA
dt
   
 A   A ˆ  A  A ˆ  A z zˆ

b. sistem koordinat bola.

Ditinjau kembali titik P ditempatkan dalam ruang sejauh r dari O seperti gambar 9.
Untuk sistem koordinat kartesian titik P mempunyai koordinat (x,y,z) dan untuk
koordinat bola (r,𝜃, ∅). Untuk menemukan hubungan antara dua pasang koordinat,
maka pertama ditetapkan OP= r dalam dua komponen PM dan OM, dalam hal ini
(Astono, 2004: 47):
OC = PM = OP cos 𝜃 atau z = r cos 𝜃
OM = PC = OP sin 𝜃 atau OM = r sin 𝜃

zc 𝑃 = (𝑥, 𝑦, 𝑧)

𝑃 = (𝑟, 𝜃, 𝜙)

b
k̂ Y
y
𝜙
xaX ĵ
MY

X
Gambar 9. Koordinat bola (𝑟, 𝜃, ∅) dari titik P
Selanjutnya diuraikan OM dalam dua komponen, OA dan OB sehingga diperoleh

𝑂𝐴 = 𝑂𝑀 cos 𝜙 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑥 = 𝑟 sin 𝜃 cos 𝜙

𝑂𝐵 = 𝑂𝑀 sin 𝜙 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑦 = 𝑟 sin 𝜃 sin 𝜙

Dengan demikian diperoleh hubungan

𝑥 = 𝑟 cos 𝜙 sin 𝜃 (33)

𝑦 = 𝑟 sin 𝜙 sin 𝜃 (34)

𝑧 = 𝑟 cos 𝜃 (35)

𝜌 = 𝑟 sin 𝜃 (36)

Sedangkan hubungan koordinat bola terhadap kartesian yakni:

𝑟 = √𝑥 2 + 𝑦 2 + 𝑧 2

√𝑥 2 +𝑦 2
tan 𝜃 = 𝑧

𝑌
tan 𝜃 = 𝑋 (37)

Hubungan antara vektor satuan dalam koordinat bola dengan kartesian (Astono, 2004:
53)

̂)
Gambar 10. Koordinat bola polar (𝑟, 𝜃, ∅) dan vector satuan (𝑟̂ , 𝜃̂, ∅
Z
𝑟̂

𝜙̂

Y
𝜃

𝜃̂
−𝑍

X
̂ pada koordinat xyz dan sudut polar 𝜃
Gambar 11. Penjabaran vector 𝑟̂ , 𝜃̂, ∅

Berdasarkan gambar 10, maka dapat diperoleh hubungan antara i j k dan tiga vektor
𝑟̂ 𝜃̂𝜙̂. Karena semua vektor apa pun dapat dinyatakan dalam proyeksi ke (x, y, z), sumbu
koordinat:

𝑟̂ = 𝑖̂(𝑟̀ ∙ 𝑖̂) + 𝑗̂(𝑟̀ ∙ 𝑗̂) + 𝑘̂(𝑟̀ ∙ 𝑘̂) (38)

𝑟̀ ∙ 𝑖̂ adalah proyeksi vektor satuan 𝑟̀ secara langsung ke vektor satuan 𝑖̂.

Berdasarkan persamaan (33), (34), (35), dan (36) dapat ditentukan hubungan 𝜃̂ dan
𝜙̂ sebagai berikut:

𝑟̂ = 𝜌̂ sin 𝜃 + 𝑧̂ cos 𝜃 = 𝑖̂ sin 𝜃 cos 𝜙 + 𝑗̂ sin 𝜃 sin 𝜙 + 𝑘̂ cos 𝜃 (39)


𝜃̂ = 𝜌̂ cos 𝜃 − 𝑧̂ sin 𝜃 = 𝑖̂ cos 𝜃 cos 𝜙 + 𝑗̂ cos 𝜃 sin 𝜙 − 𝑘̂ sin 𝜃 (40)
𝜙̂ = − 𝑖̂ sin 𝜙 + 𝑗̂ cos 𝜙 (41)
dengan mendiferensialkan persamaan (39), (40) dan (41) terhadap 𝜃 dan 𝜑,
diperoleh

𝑑𝑟̂ 𝑑(𝜌̂ sin 𝜃 + 𝑧̂ cos 𝜃)


= = 𝜌̂ cos 𝜃 − 𝑧̂ sin 𝜃 = 𝜃̂
𝑑𝜃 𝑑𝜃
𝑑𝜃̂ 𝑑(𝜌̂ cos 𝜃 − 𝑧̂ sin 𝜃)
= = −𝜌̂ sin 𝜃 − 𝑧̂ cos 𝜃 = −𝑟̂
𝑑𝜃 𝑑𝜃
𝑑𝜑̂ 𝑑(−𝑖̂ sin 𝜑 + 𝑗̂ cos 𝜑)
= =0
𝑑𝜃 𝑑𝜃

𝑑𝑟̂ 𝑑(𝑖̂ sin 𝜃 cos 𝜑 + 𝑗̂ sin 𝜃 sin 𝜑 + 𝑘̂ cos 𝜃)


=
𝑑𝜑 𝑑𝜑
= −𝑖̂ sin 𝜃 sin 𝜑 + 𝑗̂ sin 𝜃 cos 𝜑 = 𝜑̂ sin 𝜃

𝑑𝜃̂ 𝑑(𝑖̂ cos 𝜃 cos 𝜑 + 𝑗̂ cos 𝜃 sin 𝜑 − 𝑘̂ cos 𝜃)


=
𝑑𝜑 𝑑𝜑
= −𝑖̂ cos 𝜃 sin 𝜑 + 𝑗̂ cos 𝜃 cos 𝜑 = 𝜑̂ cos 𝜃

𝑑𝜑̂ 𝑑(−𝑖̂ sin 𝜑 + 𝑗̂ cos 𝜑)


= = −𝑖̂ cos 𝜑 − 𝑗̂ sin 𝜑 = − 𝜌̂
𝑑𝜑 𝑑𝜑

Pada koordinat bola (spherical coordinates) posisi sebuah partikel digambarkan


oleh koordinat (𝑟, 𝜃, 𝜙), posisi vektor dapat dituliskan sebagai jarak r dan vektor radial 𝑟̂ .

𝑟⃗ = 𝑟𝑟̂ (42)

Arah vektor 𝑟̂ ditentukan oleh dua sudut ϕ dan 𝜃, kedua sudut ini memiliki vektor masing-
masing 𝜙̂ dan 𝜃̂

Berdasarkan persamaan (42) posisi partikel P pada koordinat bola adalah 𝑟̅ = 𝑟𝑟̂ ,
dengan sudut yang mempengaruhi besar r adalah 𝜃 dan ϕ. Maka besar vektor posisi
partikel P adalah:

𝑟̅ = 𝑟𝑟̂ (𝜃, 𝜙) (43)

Vektor kecepatan partikel P dapat diturunkan dari vektor posisi terhadap waktu:

𝑑𝑟̅ 𝑑
𝑣̅ = = 𝑑𝑡 (𝑟𝑟̂ (𝜃, 𝜙))
𝑑𝑡
𝑑𝑟 𝑑𝑟̂
𝑣̅ = 𝑟̂ + 𝑟 𝑑𝑡
𝑑𝑡

drˆ
v  rrˆ  r
dt
𝑑𝑟̂
Adapun nilai 𝑑𝑡 (𝜃, 𝜙) adalah:
𝑑𝑟̂ 𝑑𝑟̂ 𝑑𝜃 𝑑𝑟̂ 𝑑𝜙
(𝜃, 𝜙) = + 𝑑𝜙 𝑑𝑡 = 𝜃̇𝜃̂ + 𝜙̂ sin 𝜃 𝜙̇
𝑑𝑡 𝑑𝜃 𝑑𝑡
Sehingga:
𝑣̅ = 𝑟̇ 𝑟̂ + 𝑟𝜃̇𝜃̂ + (𝑟𝜙̇ sin 𝜃)𝜙̂ (44)

Vektor percepatan partikel P diperoleh dari turunan vektor kecepatan partikel terhadap
waktu:
𝑑2 𝑟̅ 𝑑𝑣̅ 𝑑
𝑎̅ = = 𝑑𝑡 = 𝑑𝑡 (𝑟̇ 𝑟̂ + 𝑟𝜃̇𝜃̂ + (𝑟𝜙̇ sin 𝜃)𝜙̂)
𝑑𝑡

𝑑𝑟̇ 𝑑𝑟̂ 𝑑𝑟 𝑑𝜃̇ 𝑑𝜃̂ 𝑑𝑟 𝑑 sin 𝜃


𝑎̅ = 𝑟̂ + 𝑟̇ + 𝜃̇𝜃̂ + 𝑟 𝜃̂ + 𝑟𝜃̇ + sin 𝜃 𝜙̇𝜙̂ + 𝑟 𝜙̇𝜙̂
𝑑𝑡 𝑑𝑡 𝑑𝑡 𝑑𝑡 𝑑𝑡 𝑑𝑡 𝑑𝑡
𝑑𝜙̇ 𝑑 sin 𝜃 𝑑𝜙̂
+ 𝑟 sin 𝜃 𝜙̂ + 𝑟 𝜙̇𝜙̂ + 𝑟 sin 𝜃 𝜙̇
𝑑𝑡 𝑑𝑡 𝑑𝑡
𝑑𝜽 ̂
̂ 𝑑𝜙 𝑑 sin 𝜃
Adapun nilai dari , 𝑑𝑡 , dan adalah:
𝑑𝑡 𝑑𝑡

𝑑𝜃̂ 𝑑𝜃̂ 𝑑𝜃 𝑑𝜃̂ 𝑑𝜙


= + = (−𝑟̂ 𝜃̇ + 𝜑̂ cos 𝜃 𝜙̇)
𝑑𝑡 𝑑𝜃 𝑑𝑡 𝑑𝜙 𝑑𝑡
𝑑𝜙̂ 𝑑𝜙̂ 𝑑𝜃 𝑑𝜙̂ 𝑑𝜙
= + = −𝜙̇(𝑟̂ sin 𝜃 + 𝜃̂ cos 𝜃)
𝑑𝑡 𝑑𝜃 𝑑𝑡 𝑑𝜙 𝑑𝑡
𝑑 sin 𝜃 𝑑 sin 𝜃 𝑑𝜃
= = cos 𝜃 𝜃̇
𝑑𝑡 𝑑𝜃 𝑑𝑡
Maka vektor percepatan partikel adalah:
𝑎̅ = 𝑟̈ 𝑟̂ + (𝜃̂𝜃̇ + 𝜙̂ sin 𝜃𝜙̇)𝑟̇ + 𝑟̇ 𝜃̇𝜃̂ + 𝑟𝜃̈𝜃̂ + 𝑟𝜃̇(−𝑟̂ 𝜃̇ + 𝜙̂ cos 𝜃 𝜙̇)
𝑑 sin 𝜃
+ 𝑟̇ sin 𝜃 𝜙̇𝜙̂ + 𝑟 𝜙̇𝜙̂ + 𝑟 sin 𝜃 𝜙̈𝜙̂
𝑑𝑡
+ 𝑟 sin 𝜃 𝜙̇(−𝜙̇(𝑟̂ sin 𝜃 + 𝜃̂ cos 𝜃))

𝑎̅ = 𝑟̈ 𝑟̂ + 𝜃̇𝑟̇𝜃̂ + 𝑟̇ sin 𝜃𝜙̇ 𝜙̂ + 𝑟̇ 𝜃̇𝜃̂ + 𝑟𝜃̈𝜃̂ − 𝑟𝜃̇ 2 𝑟̂ + 𝑟𝜃̇𝜙̇ cos 𝜃 𝜙̂


+ 𝑟̇ 𝜙̇ sin 𝜃 𝜙̂ + 𝑟 𝜙̇𝜃 cos 𝜃 𝜙̂ + 𝑟𝜙̈ sin 𝜃 𝜙̂ − 𝑟 sin2 𝜃 𝜙̇ 2 𝑟̂
− 𝑟 sin 𝜃 cos 𝜃 𝜙̇ 2

𝑎̅ = (𝑟̈ 𝑟̂ − 𝑟𝜃̇ 2 𝑟̂ − 𝑟 sin2 𝜃 𝜙̇ 2 𝑟̂ ) + 𝜃̇𝑟̇𝜃̂ + 𝑟̇ 𝜃̇𝜃̂ + 𝑟𝜃̈𝜃̂ − 𝑟 sin 𝜃 cos 𝜃 𝜙̇ 2 𝜃̂


+ 𝑟̇ sin 𝜃𝜙̇ 𝜙̂ + 𝑟𝜃̇𝜙̇ cos 𝜃 𝜙̂ + 𝑟̇ 𝜙̇ sin 𝜃 𝜙̂ + 𝑟 𝜙̇𝜃 cos 𝜃 𝜙̂
+ 𝑟𝜙̈ sin 𝜃 𝜙̂

𝑎̅ = (𝑟̈ − 𝑟𝜙̇ 2 sin2 𝜃 − 𝑟𝜃̇ 2 )𝑟̂ + (𝑟𝜃̈ + 2𝑟̇ 𝜃̇ − 𝑟𝜙̇ 2 sin 𝜃 cos 𝜃) 𝜃̂ + (𝑟𝜙̈ sin 𝜃 +
2𝑟̇ 𝜙̇ sin 𝜃 + 2𝑟𝜃̇ 𝜙̇ cos 𝜃)𝜙̂ (45)
Vektor 𝐴̅ dapat dinyatakan sebagai berikut.

𝐴̅ = 𝐴𝑟 𝑟̂ + 𝐴𝜃 𝜃̂ + 𝐴𝜙 𝜙̂ (46)

turunan pertama vektor 𝐴̅ terhadap waktu adalah:

𝑑𝐴̅ 𝑑
= 𝑑𝑡 (𝐴𝑟 𝑟̂ + 𝐴𝜃 𝜃̂ + 𝐴𝜙 𝜙̂)
𝑑𝑡
𝑑𝐴̅ 𝑑𝐴𝑟 𝑑𝑟̂ 𝑑𝐴𝜃 ̂
𝑑𝜃 𝑑𝐴 ̂
𝑑𝜙
= 𝑟̂ + 𝐴𝑟 𝑑𝑡 + 𝜃̂ + 𝐴𝜃 𝑑𝑡 + 𝑑𝑡𝜙 𝜙̂ + 𝐴𝜙 𝑑𝑡
𝑑𝑡 𝑑𝑡 𝑑𝑡

di mana:
𝑑𝑟̂ 𝑑𝑟̂ 𝑑𝜃 𝑑𝑟̂ 𝑑𝜙
=𝑑𝜃 𝑑𝑡 + 𝑑𝜙 𝑑𝑡 = 𝜃̂𝜙̇ + 𝜙̂ sin 𝜃𝜙̇
𝑑𝑡
̂
𝑑𝜃 ̂ 𝑑𝜃
𝑑𝜃
= 𝑑𝜃 𝑑𝑡 = −𝑟̂ 𝜃̇
𝑑𝑡
̂
𝑑𝜙 ̂
𝑑𝜙 𝑑𝜙
= 𝑑𝜙 𝑑𝑡 = −𝜌̂𝜙̇ = (−𝑟̂ sin 𝜃 − 𝜃̈ cos 𝜃)𝜙̇
𝑑𝑡

Sehingga diperoleh:
𝑑𝐴̅
= 𝐴𝑟̇ 𝑟̂ + 𝐴𝑟 (𝜃̂ 𝜙̇ + 𝜙̂ sin 𝜃 𝜙̇)𝑟̂ + 𝐴𝜃̇ 𝜃̂ + 𝐴𝜃 (−𝑟̂ 𝜃̇) +𝐴𝜙̇ 𝜙̂ + 𝐴𝜙 (−𝑟̂ sin 𝜃 −
𝑑𝑡

𝜃̈ cos 𝜃)𝜙̇
𝑑𝐴̅
= (𝐴𝑟̇ − 𝐴𝜃 𝜃̇ − 𝐴𝜙 sin 𝜃𝜙̇) 𝑟̂ + (𝐴𝜃̇ − 𝐴𝑟 𝜃̇ − 𝐴𝜙 cos 𝜙̇) 𝜃̂ + (𝐴𝜙̇ +
𝑑𝑡

𝐴𝑟 sin 𝜃 𝜙̇ + 𝐴𝜃 cos 𝜃 𝜙̇) 𝜙̂ (47)

3. Menentukan bentuk gradient dan divergensi dari sistem koordinat silinder dan
bola.

 Turunan berarah (gradien)

Kita perhatikan fungsi dua variabel f(x,y) turunan parsial fx (x,y) dan fy (x,y)
mengukur laju perubahan (kemiringan garis singgung) pada arah sejajar sumbu x dan
y, sasaran kita sekarang dalah mempelajari laju perubahan f pada sembarang arah
menuju konsep turunan berarah yang kemudian menjelaskan makna gradien.
F ( x x, y y

Fy

Fx

Sbx

∆𝐹 = ∆𝐹𝑥 + ∆𝐹𝑥

= 𝐹(𝑥 + ∆𝑥, 𝑦) + 𝐹(𝑥, 𝑦) + 𝐹(𝑥, 𝑦 + ∆𝑦) + 𝐹(𝑥, 𝑦)

𝐹(𝑥+∆𝑥,𝑦)+𝐹(𝑥,𝑦) 𝐹(𝑥,𝑦+∆𝑦)+𝐹(𝑥,𝑦)
={ ∆𝑥} + ∆𝑦
∆𝑥 ∆𝑦

Untuk ∆𝑥 dan ∆𝑦 menuju nol.


Keterangan :
F
turunan parsial F terhadap x dengan y konstan pada arah sb. X
aˆ x
x

F
turunan parsial F terhadap y dengan x konstan pada arah sb. Y
y
aˆ y

aˆx aˆy
x
y

dinamakan operator gradien dibaca DEL atau NABLA

 Untuk koordinat silinder


Operator gradien untuk koordinat silinder adalah

 Untuk koordinat bola


Operator gradien untuk sistem koordinat bola adalah

 Divergensi dan Makna Fisisnya


Operator lain yang penting yang pada dasarnya merupakan turunan adalah operator
divergensi. Divergensi suatu vektor didefinisikan sebagai berikut :

Divergensi suatu vektor adalah linit integral permukaan per satuan volum kalau
volum yang terlingkupi oleh permukaan tersebut mendekati nol
Secara matematik operator divergensi didefinisikan sebagai :

Untuk sembarang vektor 𝐴⃗

 Operator Divergensi Pada Sistem Koordinat Selindr


Operator divergensi juga digunakan pada sistem koordinat silinder, sebagai
berikut :
Dari pembahasan sebelumnya

𝜕
Oleh karena itu diferensial parsial dari unit vektor mempunyai harga 𝑎̂𝜑 = −𝑎̂𝛾 dan
𝜕𝜑
𝜕
𝑎̂𝜑 = 𝑎̂𝛾 selain itu semua harga nol.
𝜕𝜑
Maka :

Operator divergensi pada sistem koordinat silinder adalah

 Operator Divergensi Pada Sistem Koordinat Bola

Operator divergensi juga digunakan pada sistem koordinat bola, sebagai


berikut :

1 1
A aˆr aˆ aˆ aˆr rA aˆ A aˆA
r r r sin

dari pembahasan sebelumnya didapat :


Operator divergensi pada sistem koordinat bola adalah
Daftar Pustaka:

Astono, Juli. 2004. Common Textbook edisi Revisi Mekanika. Yogyakarta: Universitas Negeri
Yogyakarta.
Kustija Jaja. Modul medan elektromagnetik. 2014. Bandung : Universitas Pendidikan Ganesha

Symon, R. Keith.1971. Mechanics Third Edition. California: Addison-Wesley Publishing


Company.
Yasa, Putu. 2000. Mekanika. Singaraja: Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pengetahuan
Singaraja.

Anda mungkin juga menyukai