Anda di halaman 1dari 17

A.

Getaran Harmonik Sederhana

Gerak periodik adalah gerak sebuah benda yang bergerak ke depan dan ke belakang pada
lintasan yang sama dalam selang waktu tertentu. Gerak periodik sering disebut sebagai gerak
harmonik, ini disebabkan karena pergeseran suatu partikel yang bergerak periodik selalu dapat
dinyatakan dalam fungsi sunus dan cosinus, dan pernyataan yang memuat fungsi ini diberi
istilah harmonik.

Dengan meninjau sebuah partikel yang berosilasi bergerak disekitar titik setimbang
melalui potensial yang berubah-ubah, dimana:

1
𝑉(𝑥) = 2 𝑘𝑥 2 ………………………………………………………........…..…..(1)

Sehingga gaya yang bekerja pada partikel dijelaskan oleh persamaan:

𝑑𝑉
𝐹(𝑥) = −
𝑑𝑥
1
𝑑(2 𝑘𝑥 2 )
𝐹(𝑥) = −
𝑑𝑥

𝐹(𝑥) = −𝑘𝑥 …………………………………………………………....…..........(2)

Persamaan V(x) itu serupa dengan pernyataan energi potensial untuk pegas “ideal” yang
ditekan atau diregangkan sejauh sumbu x, dimana gaya yang diberikan sebesar F  kx , k
disebut sebagai konstanta gaya pegas.

Ketika sebuah benda dengan massa m yang diikatkan pada sebuah pegas ideal dengan
konstanta gaya pegas k dan bebas bergerak diatas permukaan horizontal tanpa gesekan
merupakan salah satu osilator harmonik sederhana. Kita perhatikan bahwa ada posisi dimana
pegas tersebut tidak melakukan gaya pada benda (posisi seimbang). Jika benda menyimpang ke
kanan gaya yang dilakukan oleh pegas berarah ke kiri dan diberikan oleh gaya F=-kx, jika benda
menyimpang ke kiri gaya yang dilakukan berarah ke kanan dan juga diberikan oleh F=-kx.
Dalam hal ini gaya tersebut dikatakan sebagai gaya pemulih dan gerak benda yang berosilasi ini
adalah gerak harmonik sederhana.
Dari Hukum II Newton, dimana:

𝐹 = 𝑚𝑎

𝑑2 𝑥
−𝑘𝑥 = 𝑚 ( 𝑑𝑡 2 ) ……………………………………………………….................(3)

𝑑2 𝑥 𝑘𝑥
= − 𝑚 ………………………………………………………….............……(4)
𝑑𝑡 2

𝑑2 𝑥 𝑘𝑥
+ = 0 ………………………………………………………..............……(5)
𝑑𝑡 2 𝑚

Sehingga persamaan diatas dapat kita sebut sebagai persamaan gerak osilator harmonik
sederhana.

Gambar 1.Bentuk dasar osilator linear ditunjukan dengan harga maksimal dan minimal
dari x, v, a, dan F
𝑘
Dalam hal ini √𝑚 = 𝜔 ……………………………………………………….............…(6)

𝑘
maka 𝑚 = 𝜔2 . Sehingga:

𝑑2 𝑥
= −𝜔𝑜 2 𝑥 ………………………………………………………..............…..(7)
𝑑𝑡 2

𝑑2 𝑥
+ 𝜔𝑜 2 𝑥 = 0 ………………………………………………...........……...…..(8)
𝑑𝑡 2

𝜔𝑜 merupakan suatu konstanta dan disebut sebagai frekuensi sudut alamiah sistem. Pada
persamaan (7) dikalikan kedua sisinya dengan 2𝑥̇ sehingga didapatkan:

𝑑2𝑥
= −𝜔𝑜 2 𝑥
𝑑𝑡 2

2𝑥̇ 𝑥̈ = −2𝜔𝑜 2 𝑥𝑥̇ …………………………………………………............…......(9)

Mengintegrasikan persamaan (9) sehingga diperoleh:

∫ 2𝑥̇ 𝑥̈ = ∫ −2𝜔𝑜 2 𝑥𝑥̇

𝑥̇ 2 = −𝜔𝑜 2 𝑥 2 + 𝑐 …………………………………………………..........…......(10)

Dalam hal ini c sebagai konstanta integrasi. Untuk syarat batas 𝑥 = 𝐴, 𝑥̇ = 0, maka 𝑐 = 𝜔𝑜 2 𝐴2 .
Sehingga:

𝑥̇ = −𝜔𝑜 2 𝑥 2 + 𝜔𝑜 2 𝐴2

𝑥̇ = 𝜔𝑜 2 (𝐴2 − 𝑥 2 ) ……………………………………………...............………(11)

Setelah dilakukan separasi variable, maka dapat dituliskan:

1
= 𝜔𝑜 2
𝐴2 −𝑥 2

1
√ 2 = 𝜔𝑜
(𝐴 − 𝑥 2 )

𝑑𝑥
∫ = 𝜔𝑜 ∫ 𝑑𝑡
√(𝐴2 − 𝑥 2 )
Integrasi persamaan tersebut diperoleh:

𝑥
𝑠𝑖𝑛−1 ( ) = 𝜔𝑜 𝑡 + 𝜙
𝐴
𝑥
= 𝜔𝑜 𝑡 + 𝜙
sin 𝐴

𝑥 = 𝐴 sin(𝜔𝑜 𝑡 + 𝜙) ……………………………………………..........……..…(12)

Persamaan (12) merupakan suatu penyelesaian dari osilator linear atau osilator harmonik.
Dimana amplitudo (A) dari osilasi serta harga 𝜔𝑜 merupakan frekuensi sudut (Astono). Dalam
gerak osilasi harmonik sederhana terdapat besaran fisis lain yang dapat di cari, yaitu periode (T).
Periode 𝑇𝑜 osilator merupakan waktu yang diperlukan untuk satu kali osilasi penuh, dalam hal
ini:

2𝜋
𝑇𝑜 =
𝜔𝑜

2𝜋
𝑇𝑜 =
𝑘

𝑚

𝑚
𝑇𝑜 = 2𝜋√ 𝑘 ………………………………………………………................…..(13)

Atau

d 2x
Jadi semua gerak yang diberikan oleh persamaan  kx  m 2 mempunyai periode
dt
osilasi yang sama, yang hanya ditentukan oleh massa m partikel yang berosilasi dan konstanta
gaya k pegas. Dimana Frekuensi (f) dari osilator tersebut adalah banyaknya getaran lengkap tiap
satuan waktu dan dirumuskan dengan persamaan:
1
𝑓=
𝑇
1 𝑘
𝑓 = 2𝜋 √𝑚 …………………………………………………............……...……(14)

Untuk menyatakan kecepatan dan percepatan dapat diperoleh dengan menurunkan persamaan
(12), yaitu:
𝑣 = 𝑥̇ = 𝜔𝑜 𝐴 𝑐𝑜𝑠(𝜔𝑜 𝑡 + 𝜙) ………………………………………...................(15a)

𝑎 = 𝑥̈ = −𝜔𝑜 2 𝐴 sin(𝜔𝑜 𝑡 + 𝜙) = −𝜔𝑜 2 𝑥 ……………………..........….......…(15b)

Hubungan x, v, dan a terhadap t dapat ditunjukkan pada gambar 4.

Penyelesaian persamaan (12) dapat ditulis dengan bentuk yang berbeda, yaitu:

𝑥 = 𝐴 sin(𝜔𝑜 𝑡 + 𝜙)

𝑥 = 𝐴 sin 𝜔𝑜 𝑡 𝑐𝑜𝑠 𝜙 + 𝐴 cos 𝜔𝑜 𝑡 𝑠𝑖𝑛 𝜙

Asumsikan bahwa:

𝐴 cos 𝜙 = 𝐵 ……………………………………………….........…..........…….(16a)

𝐴 sin 𝜙 = 𝐶…………………………………………………........…...........…...(16b)

Sehingga diperoleh:

𝑥 = 𝐵 sin 𝜔𝑜 𝑡 + 𝐶 cos 𝜔𝑜 𝑡 …………………………………....................…….(17)

Kuadrat dan penambahan persamaan (16a) dan (16b) diperoleh:

𝐴 = √𝐵 2 + 𝐶 2 ………………………………………………...................……(18a)

Pembagian persamaan (16b) dengan persamaan (16a) diperoleh:

𝐶
𝜙 = 𝑡𝑎𝑛−1 (𝐵) ∅ ………………………………………………....................…(18b)

Persamaan (16) dan (18) memberikan hubungan antara konstanta A, ∅, B, C. Kita dapat
mendefinisikan persamaan (17) untuk memperoleh persamaan kecepatan dan percepatan.

Persamaan (8) dapat diselesaikan dengan mencoba kedalam bentuk eksponensial, seperti:

𝑥 = 𝑒 𝜆𝑡 …………………………………………………………........................(19)

Dalam hal ini 𝜆 adalah konstanta yang harus ditentukan. Substitusi persamaan (19) ke persamaan
(8), sehingga diperoleh:

𝑑 2 (𝑒 𝜆𝑡 )
+ 𝜔𝑜 2 (𝑒 𝜆𝑡 ) = 0
𝑑𝑡 2
𝜆2 𝑒 𝜆𝑡 + 𝜔𝑜 2 𝑒 𝜆𝑡 = 0

atau

𝜆2 + 𝜔𝑜 2 = 0 …………………………………………………..................…....(20)

Yang merupakan karakteristik persamaan, yaotu:

𝑘
𝜆2 = ±𝑖𝜔𝑜 2 = 𝑖√𝑚 …………………………………………….................…...(21)

Dalam hal ini 𝑖 = √−1, dengan 2 buah akar 𝜆1 = 𝑖𝜔𝑜 dan 𝜆2 = −𝑖𝜔𝑜 . Sebagai solusi umumnya
digunakan A+ dan A- sebagai dua konstanta.

𝑥 = 𝐴+ 𝑒 +𝑖𝜔𝑜 𝑡 + 𝐴− 𝑒 −𝑖𝜔𝑜 𝑡 ……………………………………..................……(22)

Keseluruhan penyelesaian persamaan (12), (17) dan (22) adalah sama dan salah satunya dapat
diturunkan dari dua yang lainnya. Persamaan (22) dapat direduksi dari dua persamaan lainnya
dengan menggunakan formula Euler:

𝑒 ±𝑖𝜃 = cos 𝜃 ± 𝑖 sin 𝜃 ……………………………………………….................(23)

Dengan demikian 𝑥 = 𝐴𝑒 𝑖(𝜔𝑜 𝑡+𝜙) ,atau

𝑥 = 𝐴 𝑐𝑜𝑠(𝜔𝑜 𝑡 + 𝜙) + 𝑖 𝑠𝑖𝑛(𝜔𝑜 𝑡 + 𝜙) ………………………................…….(24)

Dalam hal ini terdapat bagian yang real dan imajiner.

B. Osilator Teredam

Secara teori osilator harmonik linier/sederhana ditempatkan pada gerakan osilasi terus
menerus atau dinyatakan sebagai osilasi bebas. Dalam prakteknya, sistem osilasi ini akan
kehilangan energi dan akhirnya akan berhenti. Persamaan diferensial untuk osilator linier
dinyatakan dalam persamaan (8) harus disesuaikan adanya pengaruh redaman. Untuk osilasi
harmonik teredam, ditinjau kembali suatu benda bermassa m dihubungkan dengan pegas,
ditunjukkan gambar 5.
Dalam hal ini gaya gesek atau peredam 𝐹𝑑 proporsional dengan kecepatan benda yakni,

𝐹𝑑 = −𝑏𝑥 = −𝑏𝑥̇ ……………………………………………………................(25)

Dengan b merupakan konstanta yang bernilai positif. Gaya neto yang bekerja pada benda yakni,

𝐹𝑛𝑐𝑡 = 𝐹 + 𝐹𝑑 = −𝑘𝑥 − 𝑏𝑥̇ ………………………………………...............…(26)

Dengan menggunakan Hukum II Newton (𝐹𝑛𝑐𝑡 = 𝑚𝑥̈ ), maka

𝑚𝑥̈ + 𝑏𝑥̇ + 𝑘𝑥 = 0 ……………………………………………..............……..(27)

Untuk menyelesaikan persamaan ini maka kedua sisi dibagi dengan m dan mensubtitusikannya

𝑏
𝛾 = 2𝑚…………………………………………….............................................(28)

Dan

𝑘
𝜔02 = 𝑚…………………………………………................................................(29)

Sehingga dihasilkan

𝑥̈ + 2𝛾𝑥̇ + 𝜔02 = 0…………………………………..........................................(30)

Seperti sebelumnya, diselesaikan dalam bentuk eksponensial,

𝑥 = 𝑒 𝜆𝑡 , 𝑥̇ = 𝜆𝑒 𝜆𝑡 , 𝑥̈ = 𝜆2 𝑒 𝜆𝑡 …..………………..........................................(31)

Dan disubtitusikan pada persamaan (30) sehingga diperoleh,

𝑒 𝜆𝑡 (𝜆2 + 2𝛾𝜆 + 𝜔02 ) = 0…..……………….......................................................(32)

Oleh karena untuk, 𝑒 𝜆𝑡  0, didapatkan

(𝜆2 + 2𝛾𝜆 + 𝜔02 ) = 0…..………………............................................................(33)

Sebagai penyelesaian persamaan di atas :

𝜆1 = −𝛾 + √𝛾 2 − 𝑤02 …..………………..........................................................(34)

𝜆2 = −𝛾 − √𝛾 2 − 𝑤02 …..………………............................................................(35)
Dengan demikian solusi umum persamaan (30) dengan 𝐴1 dan 𝐴2 sebagai sembarang konstanta
yakni,

𝑥(𝑡) = 𝐴1 𝑒 𝜆1 𝑡 + 𝐴2 𝑒 𝜆2 𝑡 …..……………….......................................................(36)

Atau,

+√(𝛾2 −𝜔02 𝑡) −√(𝛾2 −𝜔02 𝑡)


𝑥(𝑡) = 𝑒 −𝛾𝑡 (𝐴1 𝑒 + 𝐴2 𝑒 )…...........................................(37)

Berikut ini sebagai tiga hal penyelesaian yakni,

a) Osilasi underdamped, bila 𝜔02 > 𝛾 2 , dalam hal ini 𝜆1 dan 𝜆2 adalah merupakan akar-akar
imajiner.
b) Osilasi redaman kritis, bila 𝜔02 = 𝛾 2 , dalam hal ini 𝜆1 dan 𝜆2 adalah merupakan akar-akar
nyata dan sama.
c) Osilasi over damped, bila 𝜔02 < 𝛾 2 , dalam hal ini 𝜆1 dan 𝜆2 adalah akar-akar nyata.

Untuk kasus (a) osilasi underdamped dalam hal ini 𝜔02 > 𝛾 2 , maka diperoleh,

𝑘 𝑏2
𝜔1 = √(𝜔02 − 𝛾 2 ) = √(𝑚 − 4𝑚2 )…..................................................................(38)

Dalam hal ini persamaan (37) dapat dinyatakan dengan persamaan,

𝑥(𝑡) = 𝑒 −𝛾𝑡 (𝐴1 𝑒 +𝑖𝜔1 𝑡 + 𝐴2 𝑒 −𝑖𝜔1 𝑡 )…..............................................................(39)

Yang merupakan suatu penyelesaian osilasi underdamped, dengan menggunakan hubungan


𝑒 ±𝑖𝜃 = 𝑐𝑜𝑠𝜃 ± 𝑖 sin 𝜃, maka persamaan (39) dapat dituliskan,

𝑥(𝑡) = 𝑒 −𝛾𝑡 [𝑖(𝐴1 − 𝐴2 ) sin 𝜔1 𝑡 + (𝐴1 − 𝐴2 ) cos 𝜔1 𝑡]….................................(40)

Dengan 𝑖(𝐴1 − 𝐴2 ) = 𝐵 dan (𝐴1 − 𝐴2 ) = 𝐶, akan diperoleh,

𝑥(𝑡) = 𝑒 −𝛾𝑡 [𝐵 sin 𝜔1 𝑡 + 𝐶 cos 𝜔1 𝑡]…..............................................................(41)

𝐶
Apabila 𝐴 = √(𝐵 2 + 𝐶 2 ), dan tan  = − 𝐵, maka

𝑥(𝑡) = 𝐴𝑒 −𝛾𝑡 cos(𝜔1 𝑡 + )…...........................................................................(42)


Penyelesaian yang diberikan oleh persamaan (42) merupakan keadaan osilasi teredam, dan
amplitudo osilasi berkurang secara eksponensial. Frekuensi sudut alami, 𝜔1 atau frekuensi
osilator teredam selalu lebih kecil dari frekuensi osilasi bebas 𝜔0 . Jika 𝛾 kecil, dapat
dikembangkan persamaan (38) dengan menggunakan eksponensial binominal seperti :

1⁄
1 𝛾2 2
𝜔1 = (𝜔02 − 𝛾 2 ) ⁄2 = 𝜔0 (1 − 2 )
𝜔0
𝛾2
𝜔1 = 𝜔0 (1 − 2𝜔2 + ⋯ )…...............................................................................(43)
0

𝛾2
𝜔1 ≈ 𝜔0 − − 2𝜔2…............................................................................................(44)
0

Untuk 𝛾 << 𝑤0, maka 𝜔1 ≈ 𝜔0 ….....................................................................(45)

Persamaaan (42) memperlihatkan bahwa amplitudo maksimum dari osilasi berkurang secara
eksponensial karena faktor 𝑒 −𝛾𝑡 dan terletak Siantar dua kurva diberikan oleh :

𝐴𝑒 (𝑡) = ±𝐴𝑒 −𝛾𝑡 ….............................................................................................(46)

Dalam hal ini 𝐴𝑒 (𝑡) merupakan pembungkus batas simpangan osilasi.

Periode osilasi teredam adalah 𝑇1 = 2𝜋⁄𝜔1 , karena 𝜔1 < 𝜔0 , maka frekuensi redaman lebih
kecil dari frekuensi bebasnya, sehingga periode 𝑇1 dari osilasi teredam lebih besar dari periode
bebas 𝑇0 .

Perbandingan 𝛾⁄𝜔1 merupakan ciri utama hubungan ini, jika 𝛾⁄𝜔1 << 1, maka amplitudo
pembungkus 𝐴𝑒 (𝑡) yang diberikan dalam persamaan (46) akan berubah dengan waktu yang
lambat, sedangkan kosinusnya dalam x(t) menjadikan harga nol, dan sistem ini dikatakan sebagai
redaman ringan.

Sebaliknya jika 𝛾⁄𝜔1 >> 1, maka sistem dikatakan sebagai redaman berat karena 𝐴𝑒 (𝑡) akan
berkurang dengan cepat dan menjadi nol, sedangkan suku kosinus hanya sedikit membuat nilai
nol.

Pada kasus lain, perbandingan amplitudo berurutan dapat dinyatakan dengan persamaan

𝐴𝑒 −𝛾𝑡1 𝐴𝑒 −𝛾𝑡𝑚
= 𝐴𝑒 −𝛾(𝑡𝑚−𝑇1) = 𝑒 𝛾𝑇1 ..................................................................................(46)
𝐴𝑒 −𝛾𝑡2
Dalam hal ini 𝑡1 = 𝑡𝑚 , merupakan waktu mencapai maksimum pertama dan 𝑡2 = 𝑡𝑚 + 𝑇1
merupakan waktu maksimum berikutnya.

Besaran 𝑒 𝛾𝑇1 merupakan decrement dari gerak sedangkan logaritma 𝛾. 𝑇1 sebagai logaritmik
decrement () yakni,

𝑏 2𝜋 𝑏𝜋
 = ln 𝑒 𝛾𝑇1 = 𝛾𝑇1 = (2𝑚) (𝜔 ) = 𝑚𝜔 .............................................................(47)
1 1

Total energi E(t) sistem harmonik teredam saat t diberikan oleh,

𝐸(𝑡) = 𝐸(0) + 𝑊𝑓 ..............................................................................................(48)

Dengan E(0) merupakan energi total saat t = 0 dan 𝑊𝑓 sebagai kerja yang dilakukan gaya
gesekan dengan pada interval waktu 0 ke t. Diasumsikan gaya gesek 𝑓 = −𝑏𝑥̇ = 𝑏𝑣, maka dapat
ditentukan,

𝑡
𝑊𝑓 = ∫ 𝑓𝑑𝑥 = ∫ 𝑓𝑣𝑑𝑡 = ∫0 −𝑏𝑣 2 𝑑𝑡.................................................................(49)

Maka energi yang hilang oleh gesekan dapat dinyatakan sebagai,

𝜕𝐸 𝑑𝑤𝑓
( ) = −𝑏𝑣 2 ...............................................................................................(50)
𝜕𝑡 𝑑𝑡

Mempunyai harga negatif yang menyatakan rata-rata energi yang berubah menjadi panas.

Oleh karena 𝑊𝑓 < 0, 𝐸𝑡 berkurang secara beraturan dengan waktu dan dapat hitung sebagai
berikut

1 1
𝐸(𝑡) = 𝐾(𝑡) + 𝑈(𝑡) = 2 𝑚𝑥̇ 2 + 2 𝑘𝑥 2 ..............................................................(51)

Berdasarkan persamaan (62)

𝑥(𝑡) = 𝐴𝑒 −𝛾𝑡 cos(𝜔1 𝑡 + )...............................................................................(52)

Maka,

1
𝑥(𝑡) = −𝜔1 𝐴𝑒 −𝛾𝑡 [sin(𝜔1 + ) + cos(𝜔1 + )]
𝜔1

Subtitusikan x dan 𝑥̇ ke dalam persamaan (51) sehingga,


1 2 −2𝛾𝑡
𝐸(𝑡) = 𝐴 𝑒 [𝑚𝜔12 sin2 (𝜔1 + ) + 𝑘. cos 2 (𝜔1 + )]
2
𝑘
Diasumsikan untuk redaman ringan dalam hal ini 𝜔12 ≈ 𝜔02 = 𝑚, maka didaptkan persamaan

dalam bentuk

1
𝐸(𝑡) = 2 𝑘𝐴2 𝑒 −2𝛾𝑡 .............................................................................................(53)

Persamaan ini dapat diperoleh dari :

Sedangkan untuk energi awal sistem dihasilkan dengan substitusi t = 0 pada persamaan (53)
sehingga,

1
𝐸0 = 2 𝑘𝐴2 ........................................................................................................(54)

Dengan demikian

𝐸(𝑡) = 𝐸0 𝑒 −2𝛾𝑡 ....................................................................................................(55)

Waktu  yang mana E berkurang ke 1/e = 0,368 dari harga awal disebut sebagai waktu
𝐸0⁄
karakteristik atau konstanta peluruhan dan dapat dihitung dengan substitusi 𝐸(𝑡) = 𝑒 dan t =
 ke dalam persamaan (55)

𝐸0
Sehingga = 𝐸0 𝑒 −2𝛾𝑡 atau 2𝛾.  = 1
𝑒

Dan,

1 2𝑚 𝑚
 = 2𝛾 = 2𝑏
= 𝑏
𝜎 .............................................................................................(56)

Penurunan logaritma dari E dihasilkan,

𝑑 1 𝑑𝐸
(ln 𝐸) = = −2𝛾
𝑑𝑡 𝐸 𝑑𝑡

(1/E)(dE/dt) menyatakan rerata pengurangan energi, karena rata-rata energi hilang proporsional
kuadrat kecepatannya, dan (dE/dt) akan maksimal ketika 𝑥̇ maksimal (mendekat kesetimbangan)
dan akan turun sampai nol, ketika 𝑥̇ nol mendekati amplitudo maksimum.
Untuk kasus osilasi redaman kritis ini, dua akar 𝜆1 = 𝜆2 ditunjukkan oleh persamaan (34 dan 35)
adalah sama, yaitu : 𝜆1 = 𝜆2 = −𝛾 dan penyelesaiannya diberikan oleh persamaan (37) yakni
𝑥(𝑡) = 𝐴1 𝑒 𝜆1𝑡 + 𝐴2 𝑒 𝜆1𝑡 = (𝐴1 + 𝐴2 )𝑒 −𝛾𝑡 = 𝐵1 𝑒 −𝛾𝑡

Dalam hal ini (𝐴1 + 𝐴2 ) = 𝐵1 = konstan. Ini bukan merupakan penyelesaian umum, karena
hanya mengandung stan konstanta. Jika 𝑒 −𝛾𝑡 merupakan penyelesaiannya, maka

𝑥 = 𝑡𝑒 −𝛾𝑡 .............................................................................................................(57)

Juga merupakan penyelesaikan, substitusi pada persamaan diferensial.

𝑥̈ + 2𝛾. 𝑥̇ + 𝜔02 𝑥 = 0

Sehingga diperoleh,

(𝜔02 − 𝛾 2 )𝑒 −𝛾𝑡 = 0

Sebagai penyelesaian umumnya adalah kombinasi linear 𝑒 −𝛾𝑡 dan 𝑡𝑒 −𝛾𝑡 , sehingga

𝑥(𝑡) = (𝐵1 + 𝐵2 𝑡)𝑒 −𝛾𝑡 ........................................................................................(58)

Dalam hal ini 𝐵1 dan 𝐵2 merupakan konstanta yang ditentukan oleh kondisi awal. Hubungan x(t)
terhadap t, untuk kecepatan awal nol dalam hal ini, 𝑥(0) ≠ 0, 𝑥 = 0. Bedasarkanhaltersebut,
terdapat tiga kasus hasil penyelesaian pada persamaan (76).

𝐵 2𝑚
Untuk dx/dt = 0, maka 𝑡 = − 𝐵1 + .............................................................................(59)
2 𝑏

𝐵1 2𝑚 𝐵1 2𝑚
Dan jika = serta < , kurva x terhadap t mempunyai nilai maksimum pada saat t = 0
𝐵2 𝑏 𝐵2 𝑏
𝐵 2𝑚
dan t >0. Sedangkan 𝐵1 > kurva tidak mempunyai harga maksimum pada saat t >0.
2 𝑏

1⁄
Pada osilasi overdamped, 𝜔02 < 𝛾 2, kedua akarnya real. Jika ditunjukkan (𝜔02 − 𝛾 2 ) 2 = 𝜔2 ,
maka bentuk penyelesaiannya,

𝑥(𝑡) = 𝑒 −𝛾𝑡 [𝐴1 𝑒 𝜔2 𝑡 + 𝐴2 𝑒 −𝜔2𝑡 ]

Gambar 11, memperlihatkan hubungan bagaimana variasi x(t) terhadap waktu (t), pada
waktu𝑥̇ (0) = 0, 𝑥(𝑡)mencapai maksimum untuk t >0 dan ketika 𝑥̇ (0) < 0, 𝑥(𝑡) tidak
mempunyai harga maksimum untu t >0, serta untuk 𝑥̇ (0) << 0, maka x(t) mempunyai suatu
harga maksimum.

C. Redaman Paksaan
Pada osilator sederhana akan selamanya berosilasi, tetapi kenyataannya pada setiap sistem
mempunyai redaman sehingga sistem akan berhenti berosilasi. Untuk mempertahankan osilasi
suatu sistem osilator, maka energi berasal dari “sumber luar” harus diberikan pada sistem yang
besarnya sama dengan energi disipasi yang ditimbulkan oleh medium peredamnya, osilasi yang
demikian dinamakan sebagai osilasi paksaan.
Jika pada sistem osilasi dikenai gaya “gerak” Fd, maka gaya neto yang bekerja pada sistem
tersebut,

𝐹𝑛𝑒𝑡 = 𝐹𝑠 + 𝐹𝑓 + 𝐹𝑑 ......................................................................................(60)

Dalam hal ini

𝐹𝑠 = −𝑘𝑥 ......................................................................................................(61)

Dan

𝐹𝑓 = −𝑏𝑥̇ .....................................................................................................(62)

Berdasarkan hukum II Newton 𝐹𝑛𝑒𝑡 = 𝑚𝑥̈ . Persamaan (62) tidak dapat diselesaikan kaau
tidak diketahui tahu bentuk gaya Fd yang digunakan.

Oleh karena pada bagian ini dibatasi pada osilasi linier maka diasumsikan gaya “gerak”nya
mempunyai bentuk sinusioda yaitu :

𝐹𝑑 = 𝐹𝑜 cos(𝜔𝑡 + 𝜃𝑜 )..................................................................................(63)

Sehingga persamaan (62) dapat dinyatakan,

𝑚𝑥̈ + 𝑏𝑥̇ + 𝑘𝑥 = 𝐹𝑜 cos(𝜔𝑡 + 𝜃𝑜 ).................................................................(64)

Yang merupakan persamaan diferensial linier orde dua nonhomogen.

Sebagai penyelesaian umum persamaan (64) yakni,

𝑥(𝑡) = 𝑥𝑖 (𝑡) + 𝑥ℎ (𝑡).......................................................................................(65)


Dalam hal ini 𝑥ℎ merupakan penyelesaian persamaan homogen 𝑚𝑥̈ + 𝑏𝑥̇ + 𝑘𝑥 = 0 yang
mempunya bentuk persamaan,

𝑥ℎ (𝑡) = 𝑒 −𝛾𝑡 [𝐴1 𝑒 +𝑖𝜔1𝑡 + 𝐴2 𝑒 −𝑖𝜔1𝑡 ].......................................................................(66)

𝑥ℎ (𝑡) = 𝑒 −𝛾𝑡 [𝐵 sin 𝜔1 𝑡 + 𝐶 cos 𝜔1 𝑡].....................................................................(67)

𝑥ℎ (𝑡) = 𝐴ℎ 𝑒 −𝛾𝑡 cos(𝜔1 𝑡 + ∅ℎ )..............................................................................(68)

Diasumsikan sebagai penyelesaiannya mempunyai bentuk persamaan

𝑥𝑖 = 𝐴 cos(𝜔𝑡 − ∅).......................................................................................(69)

Bila disubstitusikan 𝑥𝑖 ke dalam persamaan (64) dan 𝜃𝑜 = 0 didapatkan

−𝑚𝜔2 𝐴 cos(𝜔𝑡 − ∅) − 𝑏𝜔. 𝐴 sin(𝜔𝑡 − ∅) + 𝑘𝐴 cos(𝜔𝑡 − ∅) = 𝐹𝑜 cos 𝜔𝑡....(70)

Sehingga koefisien dari suku cos 𝜔𝑡 dan sin 𝜔𝑡 yakni:

𝐹𝑜
(𝑘 − 𝑚𝜔2 ) cos ∅ + 𝑏𝜔 sin ∅ = .................................................................(71)
𝐴

Dan

(𝑘 − 𝑚𝜔2 ) sin ∅ − 𝑏𝜔 cos ∅ = 0.................................................................(72)

Berdasarkan persamaan (72) dapat untuk menyatakan sudut phasenya yakni

𝑏𝜔⁄𝑚
𝑡𝑔∅ = 𝑘⁄𝑚−𝜔2 ..............................................................................................(73)

Atau

2𝛾𝜔
𝑡𝑔 = 𝜔2 −𝜔2....................................................................................................(74)
0

Dengan demikian akan didapatkan

2𝛾𝜔
sin ∅ = ................................................................................(75)
2
√(𝜔02 −𝜔2 ) +4𝛾2 𝜔2

Dan

𝜔02 −𝜔2
cos ∅ = ...............................................................................(76)
2
√(𝜔02 −𝜔2 ) +4𝛾2 𝜔2
Jika persamaan-persamaan ini disubstitusikan ke (71), didapatkan

𝐹𝑜 ⁄𝑚
A= .....................................................................................(77)
2
√(𝜔02 −𝜔2 ) +4𝛾2 𝜔2

Dengan demikian sebagai penyelesaian persamaan (64)yakni,

𝜔02 −𝜔2
𝑥𝑖 (𝑡) = cos(𝜔𝑡 − ∅).........................................................(78)
2
√(𝜔02 −𝜔2 ) +4𝛾2 𝜔2

2𝛾𝜔
Dalam hal ini ∅ = 𝑡𝑔−1 𝜔2 −𝜔2 ...............................................................................(79)
0

Untuk bentuk eksponensial persamaan (63) dapat dinyatakan sebagai,

𝐹𝑑 = 𝐹0 𝑒 𝑖(𝜔𝑡+𝜃0 )..........................................................................................(80)

Karena 𝑒 𝑖(𝜔𝑡+𝜃0 ) = cos(𝜔𝑡 + 𝜃𝑜 ) + 𝑖 sin(𝜔𝑡 + 𝜃𝑜 )...........................................(81)

Sehingga bagian real dari persamaan (81) yakni

Re 𝐹𝑑 = 𝐹0 cos (𝜔𝑡 + 𝜃𝑜 )...........................................................................(82)

Selanjutnya persamaan (64) dapat dinyatakan sebagai,

𝑚𝑥̈ + 𝑏𝑥̇ + 𝑘𝑥 = 𝐹0 𝑒 𝑖(𝜔𝑡+𝜃0 ).....................................................................(83)

Dan seperti sebelumnya sebagai penyelesaiannya akan mempunyai bentuk persamaan,

𝑥𝑖 = 𝑥 = 𝐴𝑒 𝑖(𝜔𝑡+𝜃0 ) ...................................................................................(84)

Bila persamaan (84) disubstitusikan kedalam (83), didapatkan

−𝑚𝜔2 𝐴 + 𝑖𝑏𝜔𝐴 + 𝑘𝐴 = 𝐹0 𝑒 𝑖(𝜔𝑡+𝜃0 )

Dengan beda phase ∅ = 𝜃𝑜 − 𝜃, yang merupakan perbedaan antara gaya penggerak dan
respon yang dihasilkannya x.

Sedangkan bagian real dan imajinernya yakni:

𝐹0 cos ∅ = 𝐴(𝑘 − 𝑚𝜔2 ).........................................................................................(85)

𝐹0 sin ∅ = −𝑏𝜔𝐴.....................................................................................................(86)
Dengan demikian penyelesaian umumnya mempunyai bentuk,

𝑥 = 𝑥ℎ + 𝑥𝑖

𝐹𝑜 ⁄𝑚
𝑥 = 𝐴ℎ 𝑒 −𝑦𝑡 cos(𝜔1 𝑡 + ∅ℎ ) + cos(𝜔𝑡 − ∅)........................(87)
2
√(𝜔02 −𝜔2 ) +4𝛾2 𝜔2

Bedasarkan haltersebut, terdapat 2 kasus yaitu (a), untuk 𝜔 < 𝜔1, yaitu frekuensi
penggerak sedikit lebih dari frekuensi alami, sedangkan (b) 𝜔 > 𝜔1, yaitu frekuensi
penggerak lebih besar dari frekuensi alami.

Pada persamaan (87) hubungan antara penyelesaian (komponen) transient 𝑥ℎ dengan waktu
t ditunjukkan dengan kurva patah, sedangkan hubungan antara penyelesaian (komponen)
“steady state” 𝑥𝑖 dengan waktu t ditunjukkan dengan kurva bergaris tipis, dan hubungan
perpaduan kedua komponen (𝑥 = 𝑥ℎ + 𝑥𝑖 ) dengan waktu ditunjukkan dengan kurva tebal.

.........................................................................................................................................

Komponen transient (𝑥ℎ ) akan efektif hanya pada keadaan dan meluruh menjadi nol
selama keadaan “stedy state” dipertahankan konstan terhadap waktu. Selanjutnya jika 𝜔 <
𝜔1, komponen transient (𝑥ℎ ) menyebabkan distorsi terhadap gelombang sinus yang
dihasilkannya, sebaliknya jika 𝜔 > 𝜔1, komponen transien mempunyai efek modulasi.
DAFTAR PUSTAKA
Juliastono.

Anda mungkin juga menyukai