Anda di halaman 1dari 18

1

BAB I
KINEMATIKA PARTIKEL

Tujuan Pembelajaran

Tujuan dari pembelajaran kinematika partikel adalah, mahasiswa mampu memahami


kinematika gerak sebuah partikel dalam bidang maupun dalam ruang dengan menerapkan
formulasi matematika menggunakan koordinat posisi yang lebih umum yaitu koordinat polar
bidang, koordinat polar silinder dan koordinat polar bola dalam menggambarjan posisi partikel
yang bergerak setiap saat. Mahasiswa mampu menjelaskan persamaan gerak partikel,
menjelaskan kecepatan dan percepatan partikel setiap saat.

Tujuan Khusus Pembelajaran


Dengan pembelajaran Kinematika Partikel mahasiswa dapat:
1. Mendeskripasikan gerak partikel dalam bidang dengan menggunakan sistem koordinat polar
bidang.
2. Mendeskripasikan gerak partikel dalam ruang dengan menggunakan sistem koordinat polar
silinder
3. Mendeskripsikan gerak partikel dalam ruang dengan menggunakan sistem koordinat polar
bola
4. Menjelaskan hubungan percepatan koriolis dengan vektor kecepatan gerak partikel

1.1 Kinematika Dalam Bidang

Kinematika adalah cabang Fisika yang membahas tentang keadaan gerak dari sebuah
sistem mekanika tanpa mempertimbangkan hukum-hukum dinamika gerak. Gerak sebuah sistem
partikel dalam pandangan kinematika hanya ditentukan dari keadaan gerak yang terjadi. Untuk
mempelajari kinematika dari sebuah partikel dalam sebuah bidang digunakan metode analisis
posisi partikel melalui analisis lintasan partikel, untuk menentukan komponen-komponen dari
kecepatan dan percepatan gerak partikel. Sebuah benda selalu menempati ruang, titik di dalam

1
2

ruang yang ditempati benda dinamakan posisi benda. Karena posisi benda berubah mengikuti
gerak benda maka posisi benda akan memberi deskripsi gerak benda tersebut. Deskripsi gerak
benda akan dapat dipahami dengan memperhatikan bagaimana perubahan posisi benda tersebut.
Di dalam ruang tiga dimensi keadaan posisi benda setiap saat dinyatakan dalam koordinat
kartesian oleh tiga besaran: x(t), y(t) dan z(t). Ketiga komponen koordinat kartesian masing-
masing merupakan fungsi dari waktu t. Ketiga komponen koordinat tersebut membentuk sebuah
vektor posisi yang dinyatakan:
r(t) = î x(t)  ĵ y(t)  k̂ z(t)
1.1
satuan vektor i, j dan k berturut-turut menyatakan arah sumbu-sumbu koordinat X,Y dan Z
seperti gamber berikut.

k̂ r
ĵ y

Gb. 1.1 Vektor posisi dalam ruang kartesis

Semua vektor posisi di dalam ruang tiga dimensi selalu bisa dinyatakan dalam ketiga
vektor tersebut, sehingga masing-masing ketiga vektor î , ˆ
j dan k̂ disebut vektor basis
di dalam ruang kartesis tiga dimensi, karena ketiga komonen vektor tersebut membentuk basis
bagi ruang tersebut. Satu ciri dari vektor-vektor tersebut adalah bahwa ketiga vektor tersebut
saling ortonormal yaitu:

ˆi . ˆi  ˆj . ˆj  k
ˆ .k
ˆ 1 1.2
ˆi . ˆj  ˆj . k ˆ . ˆi  0
ˆ k 1.3

2
3

panjang vektor-vektor ˆ
i, ˆ
j dan ˆ
k adalah sama , oleh kernanya vektor-vektor basis
tersebut juga disebut vektor satuan. Perlu dicatat bahwa jika persayaratan 1.2 tidak dipenuhi
maka vektor-vektor satuan tersebut disebut saling orthogonal.
Perkalian titik merupakan salah satu operasi antara dua vektor yang didefinisiakan
sebagai berikut. Jika A dan B adalah sembarang dua vektor, maka perkalian titik kedua vektor
dinyatakan oleh
A . B = A B cos  1.4
dengan A dan B merupakan besar atau panjang dari vektor A dan B, sedangkan  sudut antara
kedua vektor. Jika dipilih A = B dan sudut anatara A dan B sama dengan nol maka diperoleh
A . A = A . A cos 0 = A2 1.5
dari ungkapan perasamaan 1.5 ,tampak bahwa besar atau panjang sebuah vektor dapat dinyatakan
A = (A . A)1/2 1.6
Berdasarkan pernyataan persamaan 1.4, 1.2 dan 1.3 dapat dipahami bahwa vektor-vektor
ˆ
i, ˆ
j dan ˆ
k saling tegak lurus, dan masing-masing panjangnya satu. Karena panjangnya
satu maka ketiga vektor tersebut disebut vektor-vektor satuan.
Sembarang vektor dalam ruang kartesis tiga dimensi dapat dinyatakan dalam vektor-
vektor basis dari ruang tersebut. Dua vektor A dan B dalam vektor basis diuraikan sebagai
berikut
A= Ax ˆi  Ay ˆj  Az k
ˆ 1.7

B= Bx ˆi  By ˆj  Bz k
ˆ

Ax , Ay dan Az berturut-turut dinamakan komponen-komponen arah vektor ˆ


i, ˆ
j dan ˆ
k

dari vektor A. Hal yang sama berlaku untuk vektor B. Sifat-sifat vektor basis yang diberikan oleh
persamaan 1.2, 1.3 dan 1.7 menyebabkan perkalian titik antara vektor A dan B yang
didefinisikan oleh persamaan 1.4 menghasilkan
A . B = A x Bx + A y By + A z Bz 1.8
berdasarkan pernyataan 1.8 diperoleh
A . A = AxAx + AyAy + AzAz 1.9
dari pernyataan 1. 9 maka besar vektor A dapat dinyatakan

A A.A  A2 2 2
x A y  A z 1.10

3
4

Dalam operasi vektor selain perkalian titik juga dikenal operasi perkalian silang (cross
product ) antara dua vektor. Perkalian silang antara vektor A dan vektor B pernyataan 1.7
didefinisikan sebagai sebuah vektor C = A x B. Arah vektor C tegak lurus bidang yang dibentuk
oleh vektor A dan vektor B, yang besarnya dinyatakan oleh
C = A.B sin  1.11
dengan  merupakan sudut antara vektor A dan vektor B. Untuk menentukan arah dari vektor C
dapat digunakan aturan putaran sekrup. Jika sebuah sekrup diputar menurut arah dari vektor A ke
B, maka arah gerakan maju atau mundur dari sekrup menyatakan arah dari vektor C. Aturan
putaran sekrup dimaksud dilukiskan oleh gambar di bawah.
C=AxB

A
Gb. 1.2 Arah vektor hasil perkalian dua vektor
Untuk menentukan posisi sebuah partikel dalam sebuah bidang dibuat dua sumbu saling
tegak lurus dan posisi ditentukan dengan menyatakan koordinat rektanguler (x,y) dari partikel,
seperti yang ditunjukkan gambar 1.1. vektor posisi r = r(x,y) ditentukan dengan menarik garis
dari dari titik awal ke posisi partikel yang dinyatakan oleh koordinat (x,y).
Sebuah kurva dalam bidang xy yang menyatakan lintasan gerak dari partikel dinyatakan
dengan y sebagai sebuah fungsi x , atau sebaliknya.
y = y(x) 1.2
x = x(y)
Akan tetapi bentuk persmaan 1.2 dalam beberapa kasus tidak dapat diterapkan, sebagai contoh
bila partikel kembali ketitik asal melalui lintasan yang sama atau membentuk lintasan melingkar.
Oleh karenanya kurva lintasan partikel lebih sesuai dinyatakan dengan memberikan sebuah
hubungan x dan y,

f(x,y) = 0 1.3

4
5

dengan demikian kurva akan mengandung titik-titik yang koordinatnya sesuai dengan hubungan
persamaan 1.3. Untuk lebih jelasnya amdiambilah sebagai contoh persamaan sebuah lingkaran:
x2 + y2 - a2 = 0 1.4
Persamaan 1.4 menyatakan persamaan gerak sebuah partikel yang membentuk lintasan melingkar
dengan jari-jari lintasan a.
Untuk membentuk sebuah ppersamaan yang lebih umum dari gerak partikel dalam bidang
maka bentuk yang paling sesuai untuk menggambarkan ggerak sebuah partikel pada bidang
adalah dengan menyatakan kurva lintasan dalam bentuk sebuah parameter, misalnya parameter s:
x = x(s), y = y(s) 1.5
atau r = r(s)
parameter s memiliki harga unik pada tiap-tiap titik pada kurva. Karena parameter s harganya
berubah-ubah maka dihasilkan titk-titik x(s) ,y(s) yang membentuk sebuah kurva lintasan.
Parameter s dapat berupa jarak yang diukur sepanjang kurva dari satu titik tetap.
Dengan menggunakan parameter s maka persamaan lintasan melingkar dari gerak partikel
secara lebih umum dapat dinyatakan dengan parameter , dalam bentuk:
x = a cos  1.6
y = a sin 
di mana  adalah sudut antara sumbu x dengan jejari a pada lintasan melingkar. Dalam bentuk
jarak yang diukur sepanjang lingkaran dapat dinyatakan:
s
x = a cos ( ) 1.7
a
s
y = a sin ( )
a
Dalam mekanika parameter s biasanya dalam bentuk waktu. Dalam hal persamaan 1.5
parameter s tidak hanya jarak partikel. Jika partikel bergerak dengan laju konstan sepanjang
sebuah sebuah lingkaran posisi partikel pada waktu t dinyatakan oleh persamaan:
v. t
x = a cos ( ) 1.8
a
v. t
y = a sin ( )
a

5
6

Jika partikel bergerak sepanjang lintasan yang dinyatakan persamaan 1.1 maka geraknya dapat
ditentukan dengan menyatakan sebagai fungsi waktu secara langsung:
x = x(t), y = y(t), 1.9
atau r = r(t)
kecepatan dan percepatan gerak partikel dalam komponen-komponennya dapat dinyatakan
menjadi:
dr dx dy
v=  xˆ  yˆ 1.10
dt dt dt

dv d 2r d 2x d2y
a=  2  x 2 y 2
ˆ ˆ 1.11
dt dt dt dt
Bentuk koordina polar seperti ditunjukkan gambar 1.2 paling sesuai untuk menyatakan
gerak partikel dalam bidang dalam banyak kasus:

drˆ
ˆ

r dˆ
r
r
θ x
 
Gb 1.2 Koordinat polar bidang Gb.1.3 Perubahan vektor r dan 

Koordinat r , dihubungkan oleh x dan y melalui persamaan:


x = r cos , y = r sin  1.12
1
dan r = (x2 + y2) 2 ,

x y x
 sin -1  cos 1
 = tan y
-1 1 1 1.13
( x2  y )
2 2
( x2  y2 ) 2

6
7

 
Untuk selanjutnya didefinisikan satuan vektor r dan  dalam arah perubahan r dan  seperti
 
yang ditunjukkan gambar 1.2. Satuan vektor r dan  adalah fungsi dari  dan dihubungkan
 
terhadap x, y oleh persamaan:
ˆ cos  y
rˆ  x ˆ sin 
 
 = - x sin   yˆ cos  1.14
dengan mendeferensial persamaan 1.14 terhadap  diperoleh sebuah formulasi penting yaitu:
drˆ
  xˆ sin   yˆ cos  ˆ 1.15
d

dˆ
  xˆ cos  yˆ sin   rˆ
d
Vektor posisi r dalam koordinat polar secara sangat sederhana dinyatakan dengan:
r = r r̂ () 1.16
Gerak sebuah sistem partikel dapat ditentukan dengan menyatakan r = r(t) dan  = (t). Jadi
dengan menentukan vektor posisi r(t) maka vektor kecepatannya adalah:
dr dr drˆ d
v=  rˆ  r  r rˆ  rˆ 1.17
dt dt dt dt

dari persamaan 1.17 diperoleh komponen-komponen kecepatan dalam arah rdan yaitu:
v r  r dan v  r.

Percepatan partikel dapat ditentukan dengan menurunkan persamaan 1.17 terhadap waktu:
dv d
a=  (rrˆ  rˆ)  (r  r 2 )rˆ  ( r  2r )ˆ 1.18
dt dt
dari persamaan 1.18 dapat ditunjukkan bahwa partikel mengalami dua komponen percepatan
 
sesuai dengan arah satuan vektor r dan  yaitu:
ar = r  r 2 dan a = r  2r
suku r.  2  vo 2/ r disebut percepatan sentripetal, yang muncul dari gerak dalam arah . Jika

r  r  0 , maka lintasan gerak partikel adalah berupa lingkaran,dan ar =- v 2 / r , hasil ini sesuai

dengan yang telah dikenal di Fisika Dasar, Untuk dipikirkan lebih jauh bagaimanakah bentuk
lintasan partikel bila r d a n r tidak sama dengan nol?. Suku 2r sering disebut dengan
percepatan coriolis.

7
8

1.2 Kinematika Partikel Dalam Ruang


Sebagai pengembangan dari gerak kinematika partikel dua dimensi yang digambarkan
dengan koordinat rektanguler dapat diperluas secara langsung pada kasus kinematika partikel tiga
dimensi. Sebuah titik ditentukan oleh koordinat x,y,z atau oleh vektor posisi r = r(x,y,z) seperti
gambar berikut:

r
y 
y
x


x
Gb. 1.3 Vektor posisi titik partikel P dalam koordinat rektanguler
tiga dimensi

Vektor posisi partikel dinyatakan dengan komponen vektornya yaitu:

r = xˆ x  yˆ y  zˆ z 1.19

Lintasan partikel dalam ruang dapat dinyatakan dalam bentuk dua bentuk persamaan dalam x,y
dan z:
f(x,y,z) = 0 ; g(x,y,z) = 0 1.20
masing-masing persamaan menyatakan sebuah permukaan. Lintasan partikel adalah garis potong
(interseksi) dari kedua permukaan, Lintasan juga dapat dinyatakan dengan suatu parameter:
x = x(s), y = y(s), z = z(s) 1.21
kecepatan dan percepatan partikel dinyatakan dengan:

dr   
v  xv x  yv y  zv z 1.22
dt

8
9

dx dy dz
dengan v x  , vy  , dan v z  .
dt dt dt
Percepatan partikel dinyatakan dengan:
  
a  xa x  ya y  za z 1.23
di mana :
d2x d2y d2z
ax  , ay  dan az 
dt 2 dt 2 dt 2
Dalam menggambarkan gerak partikel dalam tiga dimensi yang lebih komplek seperti
lintasan yang berupa kurva maka vektor posisi partikel dalam koordinat rektanguler tidak cukup
untuk menggambarkannya. Untuk itu diperkenalkan beberapa sistem koordinat yang sesuai untuk
kasus-kasus gerak tertentu, seperti sistem koordinat polar silinder dan sistem koordinat polar
bola.
  
Satuan vektor ,  , dan z dari koordinat polar silindir dinyatakan seperti gambar
berikut:

 

Gb. 1.4 Sistem koordinal silinder.


Koordinat polar silinder seperti gambar 1.4 di atas didefinisikan oleh tiga variabel yaitu (,,z)
dengan persamaan:
x =  cos , y =  sin  , dan z = z 1.24

atau sebaliknya:
1
 = (x2  y 2 ) 2

9
10

z=z
x y x
tan 1  sin 1  cos 1
= y 1 1 1.25
(x  y )
2 2 2
(x  y )
2 2 2

  
Satuan vektor ,  , z dari sistem koordinat polar silinder dalam arah perubahan ,,z secara
  
berturut-turut yang ditunjukkan oleh gambar 1.4 adalah: z adalah konstan, tapi  da n 
adalah fungsi dari  seperti dalam koordinat polar pada bidang, dengan bentuk:
hubungan seperti berikut:



  
= cos  + y sin , = - x sin  + y cos  1.26
  
dengan demikian dapat ditentukan turunan dari ,  , z terhadap  yaitu:
 
d  d 
 ,   1.27
d d

Vektor posisi r dalam koordinat polar silinder dapat dinyatakan dalam bentuk:
 
r =   zz 1.28
karena partikel

x dalam keadaan gerak maka  = (t) , z = z(t) dan  = (t) sehingga kecepatan
dan percepatan partikel dalam koordinat polar silinder dapat ditentukan dengan:
dr   
v=  
  
  zz
 1.29
dt
dv   
a=  (
   2 )  ( 
  2 
  )   zz
 1.30
dt
 

Karena bentuk ,  ,  , z merupakan satuan-vektor yang saling tegak lurus satu dengan
yang lainnya, maka sembarang vektor A dapat dinyatakan dalam masing-masing komponen
  
vektor sepanjang arah ,  ,  , z , yaitu:
  
A = A   A    A z z 1.31
 
Perlu dicatat bahwa karena  dan  adalah fungsi dari  maka vektor komponen ( A  , A  , A z )
berharga tertentu sesuai dengan lokasi A pada ruang atau memiliki sebuah harga khusus dari .
Jadi vektor komponen dalam koordinat silinder dan juga dalam semua sistem koordinat
kurvalinier tidak hanya bergantung pada vektor itu sendiri akan tetapi juga ditentukan oleh
lokasinya dalam ruang. Jika vektor A adalah fungsi parameter t maka turunannya terhadap t dapat
 
ditentukan,

 tetapi haruslah hati-hati mengambil


perhitungan untuk  dan  , Jika lokasi vektor
juga berubah terhadap t maka turunan vektor A terhadap t diperoleh:

10
11

dA dA  d  dA  d  dA z 
(  A )  (  A )  z 1.32
dt dt dt dt dt dt
Dari persamaan 1.32 dapat dilihat bahwa persamaan 1.29 dan 1.30 merupakan kasus khusus
untuk persamaan 1.32. Folmulasi 1.32 juga dapat digunakan untuk kasus sistem koordinat dua
dimensi seperti gerak partikel dalam bidang yang telah dibahas di depan, hanya saja suku terakhir
dari persamaan 1.32 akan hilang.
Dari pembahasan tentang gerak partikel dalam sistem koordinat silinder dapat dipikirkan
lebih jauh terhadap phenomena yang sering ditemukan dalam sehari-hari, misalnya bagaimana
kondisi gerak air dalam drum, gerak pusaran air, gerak angin siklun bahkan gerak dari tong edan.
Untuk itu diharapkan pembaca mencoba lebih kreatif menganalisa sistem gerak-gerak yang
menarik tersebut.
Untuk menjelaskan gerak partikel dalam tiga dimensi yang memiliki lintasan dalam
bentuk permukaan bola digunakan sistem koordinat polar bola. Sistem koordinat polar bola
(r,,) yang didefinisikan seperti gambar 1.5 di bawah:

P

Gb. 1.5 Sistem koordinat polar bola

Dari gambar 1.33 dapat ditentukan koordinat partikel pada komponen masing-masing
arah dalam koordinat kartesiannya yaitu:
x = r sin  cos , y = r sin  sin  , z = r cos  1.33
dan  = r sin .

11
12

  
satuan vektor r , ,  sesuai dengan identitas koordinat bola yang ditunjukkan oleh gambar 1.5
 
dimana  adalah vektor yang sama dengan dalam koordinat silinder. Satuan vektor  juga
 
berguna dalam menentukan hubungan yang mencakup r dan  . Dari gambar 1.5 dapat
   
ditunjukkan bahawa z,  , r ,  semuanya terletak pada satu bidang vertikal. Dari gambar 1.5 dan
persamaan 1.26 dapat diperoleh persamaan:
     
r   sin   z cos   x sin  cos   y sin  sin   z cos  1.34
  
  
   cos   z sin   x cos  sin   y cos  sin   z s in 
  
   x sin   y cos 

dengan mendeferensial persamaan 1.34 terhadap  dan terhadap  diperoleh:


r 
  sin 

r 
 


 

 r 




 0   cos 

1.35 
   
     r sin    cos 

Dalam koordinat bola vektor posisi partikel dinyatakan dengan:

r = r r ( ,  ) 1.36
dengan demikian kecepatan partikel dapat diperoleh dengan mendeferensial persamaan 1.36
terhadap waktu,
dr   
v=  rr  r
  ( r sin  )  1.37
dt

dari persamaan 1.37 dapat ditunjukkan bahwa partikel memiliki tiga komponen kecepatan yaitu:
v r  r , v   r dan v   r sin  . Sedangkan percepatan gerak yang dialami partikel ditentukan
dengan menurunkan persamaan 1.37 terhadap t , diperoleh:
a=
dv   
 (r  r 2  r 2 sin 2  ) r  ( r
  2 r  r 2 sin  cos  )  ( r
 sin   2 r sin   2 r
  cos  )
dt
1.38

12
13

Dari persamaan 1.38 dapat ditunjukan bahwa partikel yang bergerak memiliki tiga komponen
 
percepatan yaitu komponen dalam arah r , komponen dalam arah  dan komponen dalam arah

 .
  
Perlu dicatat bahwa satuan vektor r , ,  membentuk perangkat satuan vektor yang
saling tegak lurus satu dengan yang lainnya, dengan demikian setiap vektor A sembarang dalam
komponen bola dapat dinyatakan dengan:
  
A  Arr  A  A 1.39
Dari pernyataaan ini ditunjukkan kembali bahwa vektor komponen tidak hanya tergantung pada
vektor A tapi juga bergantung pada lokasi vektor tersebut. Jika A dan lokasinya merupakan
fungsi dari t maka:
dA dA d d   dA d d 
 ( r  A  A  sin  ) r  (   A r  A  cos  ) 
dt dt dt dt dt dt dt
dA  d d 
(  A r sin   A  cos  )  1.40
dt dt dt
Persamaan 1.40 menyatakan bahwa turunan pertama dari vektor A memiliki tika komponen arah
yaitu dalam arah r̂,ˆ, danˆ .

Soal Latihan
1. Jelaskan, apakah mungkin sebuah partikel yang bergerak membentuk lintasan melingkar
dengan jejari tetap memilki percepatan dalam arah radial?

2. Jelaskan apakah setiap partikel yang bergerak dengan lintasan melingkar akan memiliki
percepatan coriolis.

3. Tentukan komponen dari r dan  dari da/dt dalam koordinat polar bidang, dengan a adalah
percepatan dari partikel yang bergerak

4. Tentukan komponen-komponen dari d2A/dt2 dalam koordinat polar silinder, bila vektor A
adalah fungsi dari t dan terletak pada partikel yang bergerak.

13
14

5. Tentukan komponen-komponen dari d3/dt3 dari sebuah partikel yang bergerak dalam sistem
koordinat polar bola.

6. Sebuah partikel bergerap dalam sebuah bidang datar, membentuk lintasan dengan jejari
lintasan dinyatakan r = ro + b.t dan  = a.t di mana b dan a adalah tetapan.
a. Tentukan kecepatan partikel pada saat t
b. Tentukan percepatan partikel pada saat t
c. Apakah partikel memeilki komponen percepatan dalam arah radial? , jika punya
tentukan
d. Apakah partikel memiliki komponen percetan tangensial?, jika punya tentukan .

7. Sebuah partiukel yang massanya “m” bergerak dalam sbuah bidang datar
dengan keadaan posisi gayut terhadap waktu, dengan menggunakan koordinat polar
tentukan persamaan dari:
a. Gaya yang bekerja pada partikel tersebut
b. Energi gerak dari partikel tersebut

8. Sebuah partikel “m” bergerak dalam ruang bola dengan jari-jari tetap. Tentukan persamaan
dari:
a. momentum linier yang dimiliki partikel tersebut
b. gaya yang bekjerja pada partikel tersebut

9. Sebuah partikel bergerak dalam sebuah bidang equatorial dengan parsamaan dinyatakan
sebagai berikut.
r = roek.t dan  = .t
dengan k adalah tetapan dan  bersifat tetap.
Tentukan:
a. Persamaan posisi partikel pada saat t
b. Kecepatan partikel pada saat t.
c. Percepatan partikel pada saat t.

10. Seekor lebah keluar dari sarangnya membentuk lintasan gerak sebagai berikut:
 = o(1 + a.t),  = b.t dan z = c.t2
dengan o,, a, b dan c adalah tetapan serta t dalam detik.
a. Tentukan komponen-komponen kecepatan yang dimilki lebah tersebut.
b. Tentukan komponen percepatan coriolis yang dimiliki lebah tersebut.
c. Apakah lebah memiliki komponen percepatan dalah arah r?

11. Sebuah pesawat terbang terbang di atas permukaan bumi dengan persamaan lintasan
dinyatakan sebahai berikut: r = h;  = .t dan  = .t
a. Tentukan persamaan gerak dari pesawat tersebut.
b. Tentukan komponen-komponen percepatan yang dimiliki pesawat tersebut.
c. Apakah pesawat memilki komponen percepatan dalam arah radial?.

14
15

B A B II
DINAMIKA PARTIKEL

Tujuan Pembelajaran

Tujuan pembelajaran dinamika partikel adalah agar mahasiswa dapat memahami besaran
dinamik sebuah partikel seperti kecepatan percepatan dan posisi partikel tiap saat, dan dengan
menggunakan formulasi matematika mampu menganalisis persamaan gerak partikel dengan

15
16

menggunakan hukum II Newton untuk gaya-gaya sebagai fungsi dari waktu, kecepatan dan
posisi.

2.1 Teori Momentum Dan Energi


Pada bab ini akan dibahas gerak sebuah partikel dengan massa m pada sebuah garis lurus,
yaitu searah sumbu x. Gerak partikel yang dibahas dipandang dipengaruhi oleh sebuah gaya F
searah sumbu x.
Menurut hukum Newtom maka gerak partikel tersebut memiliki persamaan:

d2x
m.  F 2.1
dt 2

persamaan 2.1 adalah bentuk matematika dari hukum II Newton yang sering disebut dengan
persamaan gerak partikel dengan massa m.
Sebelum membahas lebih jauh persamaan 2.1 terlebih dahulu akan didefinisikan beberapa
konsep yang diperlukan untuk membahas masalah-masalah mekanika membuktikan bebrapa
teorema umum yang sederhana tentang gerak satu dimensi.
Momentum linier p pada Fisika Dasar dideminisikan sebagai:

dx
p = m.v = m. 2.2
dt

Dengan menurunkan kembali persamaan 2.2 terhadap t dan menganggap m tetap maka
persamaan 2.1 dapat dituliskan menjadi:

dp
 F 2.3
dt

Persamaan 2.3 menyatakan bahawa laju perubahan momentum linier dari sebuah partikel sama
dengan gaya yang bekerja pada partikel tersebut, yang sering dikenal sebagai Hukum II Newton,
yang juga dikenal dengan teorema momentum. Jika persamaan 2.3 dikalikan dengan dt dan
diintegral dari t1 sampai t2 maka teorema momentum menghasilkan bentuk:

16
17

t2

p2 - p1 = 
t1
F.d t 2.4

Persamaan 2.4 menyatakan bahwa perubahan momentum dihasilkan oleh kerja gaya F dalam
selang waktu antara t1 sampai t2. Bentuk integral, bagian kanan persamaan 2.4 disebut impuls,
yang dibawa oleh gaya F selama selang waktu tersebut. Untuk bisa menyelesaikan persamaan 2.4
maka F haruslah diketahui sebagai fungsi waktu atau konstan. Jika F dinyatakan sebagai sebuah
besaran konstan maka permasalahan menjadi sederhana seperti yang sering ditemukan pada
Fisika Dasar. Untuk F (x,v,t) maka impuls yang dihasilkan oleh gaya F dapat ditentukan untuk
gerak tertentu yang dinyatakan dengan x(t0, v(t).
Sebuah besaran fisika penting yang dapat diturunkan darai persamaan-persamaan di atas
yaitu besaran energi kinetik, yang dalam fisika klasik didefinisikan dengan persamaan :

1
T= m. v 2 2.5
2

Bila persamaan 2.1 dikalikan dengan v diperoleh:

dv
m.v  F. v 2.6
dt
atau bisa dituliskan dalam bentuk:

d 1 dT
( m. v 2 )   F. v 2.7
dt 2 dt

persamaan 2.7 menyatakan laju perubahan energi kinetik, yang sering dikenal dengan teorema
differensial energi. Jika persamaan 2.7 dikalikan dengan dt dan diintegral dari t1 samapai t2, maka
diperoleh bentuk integral dari teorema energi yaitu:

17
18

t2

T2 - T1 =  F. v d t
t1
2.8

Persamaan 2.8 menyatakan perubahan energi yang disebabakan oleh kerha gaya F selama selang
waktu t1 samapai t2. Bentuk integral bagian kanan persamaan 2.8 disebut kerja yang dilakukan
gaya F selama selang waktu tersebut. Besaran integran F.v adalah laju kerja yang dilakukan gaya
F yang disebut dengan daya yang diberikan oleh gaya F. Secara umum bila F dinyatakan sebagai
F(x,v,t) maka kerja yang dilakukan gaya F bisa dihitung hanya untuk sebuah gerak tertentu x(t),
v(t). Karena v = dx/dt maka persamaan 2.8 akan lebih cocok dinyatakan dalam bentuk:

x2

T2 - T1 =  F. d x
x1
2.9

Sehingga persamaan 2.9 bisa diselesaikan bila F diketahui sebagai F(x) atau berharga tetap.

18

Anda mungkin juga menyukai