Anda di halaman 1dari 24

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul Malaria. Makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas Epidemiologi Penyakit Menular.
Makalah ini berisi tentang penjelasan secara detail mengenai penyakit malaria. Penyusun
mengucapkan terima kasih kepada bapak Bambang Supraptono , M.Kes, M.P.H.
Selaku dosen Epidemiologi Penyakit Menular dan keluarga yang telah membantu serta memberikan
dukungan dalam penyusunan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat untuk setiap pembaca dan
menjadi panduan untuk belajar.
Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, untuk itu penyusun
menerima kritikan dan saran pembaca untuk perbaikkan makalah ini.

pontianak, 15 November 2018

Kelompok 4
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR......................................................................................................................... ii

DAFTAR ISI .................................................................................................................................... iii

DAFTAR GAMBAR.......................................................................................................................... iv

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ........................................................................................................................ 1


1.2. 1 1.2. Rumusan Masalah ........................................................................................................ 2
1.3. 2 1.3. Tujuan Penulisan .......................................................................................................... 2
1.4. 2 1.3.1. Tujuan Umum .......................................................................................................... 2
1.5. 2 1.3.2. Tujuan Khusus .......................................................................................................... 3
1.6. . 2 1.4. Manfaat Penulisan ..................................................................................................... 3
1.7. 3 1.4.1. Manfaat Bagi Penulis................................................................................................. 3
1.8. 3 1.4.2. Manfaat Bagi Instansi ................................................................................................ 3
1.9. 3 1.4.3. Manfaat Bagi Pembaca ............................................................................................ 3

3 BAB II PEMBAHASAN

2.1. Penyakit Malaria .................................................................................................................... 4

4 2.2. Etiologi Penyakit Malaria ................................................................................................... 4

4 2.3. Siklus Hidup Plasmodium ................................................................................................... 5

5 2.4. Epidemiologi Penyakit Malaria ........................................................................................... 5

6 2.4.1. Distribusi dan Frekuensi Penyakit Malaria ....................................................................... 6

6 2.4.2. Determinan Penyakit Malaria .......................................................................................... 6

8 2.5. Penularan Penyakit Malaria ............................................................................................ 13

16 2.6. Gejala dan Tanda Penyakit Malaria................................................................................. 13

17 2.7. Diagnosis Penyakit Malaria ............................................................................................ 14

21 2.8. Pencegahan Penyakit Malaria ....................................................................................... 17

25 2.9. Pengobatan Penyakit Malaria ....................................................................................... 18

28 2.10. Permasalahan Penyakit Malaria di Indonesia ............................................................. 18

28 2.11. Program Pemberantasan Penyakit Malaria .................................................................. 19

29 2.12. Tantangan Eliminasi Penyakit Malaria di Indonesia .................................................... 20


BAB III PENUTUP

3.1. Kesimpulan ........................................................................................................................... 21

33 3.2. Saran ............................................................................................................................... 22

35 DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................... 23
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Menurut sejarah kata “malaria” berasal dari bahasa Italia yang terdiri dari dua suku kata,
“mal dan aria” yang berarti udara yang jelek. Mungkin orang Italia pada masa dahulu mengira
bahwa penyakit ini penyebabnya ialah musim dan udara yang jelek. Penyakit malaria sudah dikenal
sejak 4000 tahun yang lalu yang mungkin sudah mempengaruhi populasi dan sejarah manusia.
Malaria adalah penyakit reemerging, yakni penyakit yang menular kembali secara massal. Malaria
juga adalah suatu penyakit yang ditularkan oleh nyamuk (mosquito borne diseases). Penyakit
infeksi ini banyak dijumpai di daerah tropis, disertai gejala-gejala seperti demam dengan fluktuasi
suhu secara teratur, kurang darah, pembesaran limpa dan adanya pigmen dalam jaringan. Malaria
diinfeksikan oleh parasit bersel satu dari kelas Sporozoa, suku Haemosporida, keluarga
Plasmodium. Penyebabnya oleh satu atau lebih dari empat Plasmodia yang menginfeksi manusia:
P. Falciparum, P. Malariae, P. Vivax, dan P. Ovale. Dua P. Falciparum ditemukan terutama di
daerah tropis dengan resiko kematian yang lebih besar bagi orang dengan kadar imunitas rendah.
Parasit ini disebarkan oleh nyamuk dari keluarga Anopheles. Penyakit malaria merupakan salah
satu penyakit parasit yang tersebar luas di seluruh dunia meskipun umumnya terdapat di daerah
berlokasi antara 60° Lintang Utara dan 40° Lintang Selatan (Yatim, 2007). Malaria hampir
ditemukan di seluruh bagian dunia, terutama di negara negara yang beriklim tropis dan sub tropis
dan penduduk yang beresiko terkena malaria berjumlah sekitar 2,5 milyar orang atau 41% dari
jumlah penduduk dunia. Setiap tahun kasusnya berjumlah 300-500 juta kasus dan mengakibatkan
1,5-2,7 juta kematian, terutama di negara-negara benua Afrika (Prabowo, 2007). Tinjauan situasi
di Indonesia tahun 1997 s/d 2001.penyakit malaria ditemukan tersebar hampir di seluruh kepulauan
Indonesia dengan jumlah kesakitan sekitar 70 juta orang atau 35 % penduduk Indonesia yang
tinggal di daerah resiko malaria (Depkes RI, 2008).

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan penyakit malaria?
2. Bagaimana etiologi penyakit malaria?
3. Bagaimana siklus hidup plasmodium?
4. Bagaimana epidemiologi penyakit malaria?
5. Bagaimana cara penularan penyakit malaria?
6. Bagaimana gejala dan tanda penyakit malaria?
7. Bagaimana diagnosis penyakit malaria?
8. Bagaimana cara pencegahan penyakit malaria?
9. Bagaimana cara pengobatan penyakit malaria?
10. Bagaimana permasalahan malaria di Indonesia?
11. Apa saja program pemberantasan penyakit malaria di Indonesia?
12. Apa saja tantangan eliminasi penyakit malaria di Indonesia?

1. Tujuan penulisan

Tujuan yang dapat diperoleh dari makalah ini adalah :

1.3.1. Tujuan Umum Untuk mengetahui penjelasan secara detail tentang penyakit malaria.

2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan penyakit malaria.

2. Untuk mengetahui etiologi penyakit malaria.

3. Untuk mengetahui siklus hidup plasmodium.

4. Untuk mengetahui epidemiologi penyakit malaria.

5. Untuk mengetahui cara penularan penyakit malaria.

6. Untuk mengetahui gejala dan tanda penyakit malaria.

7. Untuk mengetahui diagnosis penyakit malaria.

8. Untuk mengetahui cara pengobatan penyakit malaria.

9. Untuk mengetahui permasalahan penyakit malaria di Indonesia.

10. Untuk mengetahui program pemberantasan penyakit malaria di Indonesia.

11. Untuk mengetahui tantangan eliminasi penyakit malaria di Indonesia.

3. Manfaat Penulisan

Manfaat yang dapat diperoleh dari makalah ini adalah:

1.4.1. Manfaat Bagi Penulis Mendapatkan pengetahuan tentang penyakit malaria secara detail.
1.4.2. Manfaat Bagi Instansi Memberikan informasi mengenai penyakit malaria dan sebagai
bahan untuk membuat program pencegahan malaria khususnya di Indonesia.

1.4.3. Manfaat Bagi Pembaca Sebagai bahan referensi dalam pembuatan karya tulis ilmiah
dengan tema yang sama atau sejenis.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Penyakit Malaria
Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi protozoa dari genus
Plasmodium yang dapat dengan mudah dikenali dari gejala meriang (panas, dingin dan
menggigil) serta demam berkepanjangan. Penyakit ini menyerang manusia dan juga
sering ditemukan pada hewan berupa burung, kera, dan primata lainnya (Achmadi, 2008).
Penyakit malaria juga dapat dikatakan sebagai penyakit yang muncul kembali
(reemerging disease). Hal ini disebabkan oleh pemanasan global yang terjadi karena
polusi akibat ulah manusia yang menghasilkan emisi dan gas rumah kaca, seperti CO2,
CFC, CH3, NO, Perfluoro Carbon dan Carbon Tetra Fluoride yang menyebabkan
atmosfer bumi memanas dan merusak lapisan ozon, sehingga radiasi matahari yang
masuk ke bumi semakin banyak dan terjebak di lapisan bumi karena terhalang oleh rumah
kaca, sehingga temperatur bumi kian memanas dan terjadilah pemanasan global
(Soemirat, 2004).

B. Etiologi Penyakit Malaria

Malaria disebabkan oleh protozoa darah yang termasuk ke dalam genus Plasmodium.
Plasmodium ini merupakan protozoa obligat intraseluler. Pada manusia terdapat 4 spesies
yaitu Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium malariae dan Plasmodium
ovale. Penularan pada manusia dilakukan oleh nyamuk betina Anopheles ataupun
ditularkan langsung melalui transfusi darah atau jarum suntik yang tercemar serta dari ibu
hamil kepada janinnya. (Harijanto P.N.2000). Malaria vivax disebabkan oleh P. vivax yang
juga disebut juga sebagai malaria tertiana. P. malariae merupakan penyebab malaria
malariae atau malaria kuartana. P. ovale merupakan penyebab malaria ovale, sedangkan P.
falciparum menyebabkan malaria falsiparum atau malaria tropika. Spesies terakhir ini
paling berbahaya, Karena malaria yang ditimbulkannya dapat menjadi berat sebab dalam
waktu singkat dapat menyerang eritrosit dalam jumlah besar, sehingga menimbulkan
berbagai komplikasi di dalam organ-organ tubuh. (Harijanto P.N.2000).
C. Siklus Hidup Plasmodium
Siklus hidup Plasmodium terdiri dari 2, yaitu siklus sporogoni (siklus seksual) yang
terjadi pada nyamuk dan siklus skizogoni (siklus aseksual) yang terdapat pada manusia.
Siklus ini dimulai dari siklus sporogoni yaitu ketika nyamuk mengisap darah manusia
yang terinfeksi malaria yang mengandung plasmodium pada stadium gametosit (8).
Setelah itu gametosit akan membelah menjadi mikrogametosit (jantan) dan
makrogametosit (betina) (9). Keduanya mengadakan fertilisasi menghasilkan ookinet
(10). Ookinet masuk ke lambung nyamuk membentuk ookista (11). Ookista ini akan
membentuk ribuan sprozoit yang nantinya akan pecah (12) dan sprozoit keluar dari
ookista. Sporozoit ini akan menyebar ke seluruh tubuh nyamuk, salah satunya di kelenjar
ludah nyamuk. Dengan ini siklus sporogoni telah selesai. Siklus skizogoni terdiri dari 2
siklus, yaitu siklus eksoeritrositik dan siklus eritrositik. Dimulai ketika nyamuk menggigit
manusia sehat. Sporozoit akan masuk kedalam tubuh manusia melewati luka tusuk
nyamuk (1). Sporozoit akan mengikuti aliran darah menuju ke hati, sehingga menginfeksi
sel hati (2) dan akan matang menjadi skizon (3). Siklus ini disebut siklus eksoeritrositik.
Pada Plasmodium falciparum dan Plasmodium malariae hanya mempunyai satu siklus
eksoeritrositik, sedangkan Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale mempunyai bentuk
hipnozoit (fase dormant) sehingga siklus eksoeritrositik dapat berulang. Selanjutnya,
skizon akan pecah (4) mengeluarkan merozoit (5) yang akan masuk ke aliran
darahsehingga menginfeksi eritrosit dan di mulailah siklus eritrositik. Merozoit tersebut
akan berubah morfologi menjadi tropozoit belum matang lalu matang dan membentuk
skizon lagi yang pecah dan menjadi merozoit lagi (6). Diantara bentuk tropozoit tersebut
ada yang menjadi gametosit (7) dan gametosit inilah yang nantinya akan dihisap lagi oleh
nyamuk. Begitu seterusnya akan berulang-ulang terus. Gametosit tidak menjadi penyebab
terjadinya gangguan klinik pada penderita malaria, sehingga penderita dapat menjadi
sumber penularan malaria tanpa diketahui (karier malaria).
D. Epidemiologi Penyakit Malaria
Distribusi dan Frekuensi Penyakit Malaria
1. Berdasarkan Orang Diperkirakan prevalensi malaria di seluruh dunia berkisar antara
300-500 juta kasus dengan kematian antara 1 sampai 2 juta setiap tahun dimana lebih dari
80% adalah anak-anak yang berusia kurang dari 5 tahun. Berdasarkan SKRT (Survei
Kesehatan Rumah Tangga) tahun 2001,

CSDR akibat malaria pada laki-laki 11 per 100.000 penduduk dan wanita 8 per 100.000
penduduk.
2. Berdasarkan Tempat Malaria ditemukan di daerah-daerah mulai 64o lintang utara
(Rusia) sampai dengan 32o lintang selatan (Argentina), dari daerah dengan ketinggian
2.666 m (Bolivia) sampai dengan daerah yang letaknya 433 m di bawah permukaan laut
(Laut Mati). Kini malaria banyak dijumpai di Meksiko, sebagian Karibia, Amerika
Tengah dan Selatan, Afrika Sub-Sahara, Timur Tengah, India, Asia Selatan, Asia
Tenggara, Indo Cina, dan pulau-pulau di Pasifik Selatan. Plasmodium vivax mempunyai
distribusi geografis yang paling luas mulai dari daerah yang beriklim dingin, subtropis
sampai ke daerah tropis, kadang-kadang dijumpai di Pasifik Barat. Di Indonesia, spesies
ini tersebar di seluruh kepulauan. Plasmodium falciparum terutama menyebabkan malaria
di Afrika, Asia, dan daerah daerah tropis lainnya. Di Indonesia, parasit ini tersebar di
seluruh kepulauan. Plasmodium malariae meluas meliputi daerah tropis maupun daerah
subtropik. Di Indonesia spesies ini dijumpai di Indonesia Bagian Timur. Plasmodium
ovale terutama terdapat di daerah tropik Afrika bagian barat, di daerah Pasifik Barat dan
di beberapa bagian lain di dunia. Di Indonesia, parasit ini terdapat di Pulau Owi sebelah
selatan Biak di Irian Jaya dan Nusa Tenggara Timur.
3. Berdasarkan Waktu
Berdasarkan SKRT tahun 2001, CFR malaria 0,1% (30.000 kematian dari 30 juta
kasus). Tahun 2005, CFR malaria 2 % (32.000 kematian dari 1,6 juta kasus). Pada tahun
yang sama CFR malaria falsiparum 1,12% (44 kematian dari 3.924 kasus).
E. Determinan Penyakit Malaria
Penyebaran penyakit malaria sangat ditentukan oleh faktor Host, Agent, dan
Environment:
1. Host a. Host Intermediate (Manusia) Keadaan manusia dapat menjadi pengandung
gametosit yang dapat meneruskan daur hidup nyamuk. Manusia ada yang rentan yaitu
yang dapat ditular malaria, tapi ada juga yang kebal dan tidak mudah ditular malaria.
Umur Anak-anak lebih rentan terhadap penyakit malaria dibandingkan orang
dewasa. Anak-anak usia kurang dari 5 tahun adalah kelompok terbanyak yang
berisiko terhadap malaria. Pertahanan tubuh terhadap malaria yang diturunkan
penting untuk melindungi anak kecil atau bayi karena sifat khusus eritrosit yang
relatif resisten terhadap masuk dan berkembang biaknya parasit malaria. Ras
Berbagai bangsa atau ras mempunyai kerentanan yang berbeda-beda (factor rasial)
terhadap penyakit malaria. Individu yang tidak mempunyai determinan golongan
darah Duffy (termasuk kebanyakan negro Afrika) mempunyai resistensi alamiah
terhadap Plasmodium vivax. Jenis Kelamin Infeksi parasit plasmodium dapat
menyerang semua masyarakat dari segala golongan termasuk golongan yang paling
rentan seperti wanita hamil. Hasil penelitian Gomes (2001) menyatakan bahwa ibu
hamil yang anemia kemungkinan 8,56 kali menderita malaria falsiparum
dibandingkan dengan ibu hamil yang tidak anemia. Riwayat Malaria Kekebalan
residual adalah kekebalan terhadap reinfeksi yang timbul akibat infeksi terdahulu
dengan strain homolog spesies parasit malaria. Kekebalan ini menetap hanya untuk
beberapa waktu. Cara Hidup Cara hidup sangat berpengaruh terhadap penularan
malaria, seperti tidur tidak memakai kelambu, tidak menggunakan repelen nyamuk
pada saat melakukan aktivitas di luar rumah dan pada saat sore hari, dan penggunaan
insektisida yang tidak teratur di dalam rumah. Imunitas Masyarakat yang tinggal
di daerah endemis malaria memiliki kekebalan alami terhadap penyakit malaria. Di
daerah endemi dengan transmisi malaria yang tinggi hampir sepanjang tahun,
penduduk nya sangat kebal dan sebagian besar dalam darahnya terdapat parasit
malaria dalam jumlah kecil. Selain itu, di daerah endemis malaria terdapat kekebalan
kongenital (atau neonatal) pada bayi yang dilahirkan oleh ibu dengan kekebalan
tinggi.
Pekerjaan Pekerjaan yang tidak menetap atau mobilitas yang tinggi berisiko lebih
besar terhadap penyakit malaria, seperti tugastugas dinas di daerah endemis untuk
jangka waktu yang lama sampai bertahun-tahun misalnya petugas medis, petugas
militer, misionaris, pekerja tambang, dan lain-lain. Pekerjaan sebagai buruh
perkebunan yang datang dari daerah yang non endemis ke daerah yang endemis
belum mempunyai kekebalan terhadap penyakit di daerah yang baru tersebut
sehingga berisiko besar untuk menderita malaria. Begitu pula pekerjapekerja yang
didatangkan dari daerah lain akan berisiko menderita malaria. Status Gizi Seorang
penderita malaria yang mengalami gizi buruk akan mempengaruhi kerja
farmakokinetik obat anti malaria seperti diare dan muntah menurunkan absorpsi obat.
Selain itu, disfungsi hati menyebabkan metabolism obat menurun. Anak yang bergizi
baik dapat mengatasi malaria berat dengan lebih cepat dibandingkan anak bergizi
buruk. b. Host Definitive (Nyamuk Anopheles) Nyamuk Anopheles di seluruh dunia
meliputi kira-kira 2.000 spesies. Yang dapat menularkan malaria kira-kira 60 spesies.
Di Indonesia, menurut pengamatan terakhir ditemukan 80 spesies Anopheles dan
yang ditemukan sebagai vektor malaria adalah 15 spesies dengan tempat perindukan
yang berbeda-beda. Hasil penelitian Barodj dkk (1999) menemukan nyamuk
Anopheles subpictus lebih banyak ditemukan istirahat di dalam rumah (57,4%)
dibandingkan di luar rumah (43,6%).
2. Agent (Plasmodium) Berbagai spesies dari genus plasmodium dari kelas Sporozoa
merupakan parasit malaria pada manusia. Plasmodium yang dapat menginfeksi
manusia ada empat jenis, yaitu: a. Plasmodium vivax Plasmodium vivax akan
memberikan intensitas serangan dalam bentuk demam setiap 3 hari sekali sehingga
sering dikenal dengan istilah malaria tertian (malaria benigna). Jenis malaria ini
tersebar di seluruh kepulauan di Indonesia dan pada umumnya di daerah endemis
mempunyai frekuensi tertinggi diantara spesies yang lain. Eritrosit yang dihinggapi
parasit P. vivax mengalami perubahan yaitu menjadi besar, berwarna pucat dan
tampak titik-titik halus berwarna merah yang bentuk dan besarnya sama (titik
Schuffner). Masa tunas intrinsik berlangsung 12-17 hari. b. Plasmodium malariae
Plasmodium malariae adalah penyebab malaria malariae atau malaria kuartana karena
serangan demam berulang pada tiap hari keempat. Penyakit malaria kurtana meluas
meliputi daerah tropik maupun daerah subtropik. Frekuensi penyakit ini di beberapa
daerah cenderung menurun. Eritrosit yang dihinggapi Plasmodium malariae tidak
membesar atau ukuran dan bentuk eritrosit normal.
Masa tunas intrinsik berlangsung 18 hari dan kadangkadang sampai 30-40 hari. c.
Plasmodium ovale Plasmodium ovale mempunyai waktu demam yang lebih pendek
dan biasanya bisa sembuh spontan. Masa tunas intrinsik sama seperti Plasmodium
vivax, yaitu 12-17 hari. Plasmodium vivax dapat ditemukan di daerah tropik Afrika
bagian barat, di daerah Pasifik Barat dan beberapa lain di dunia. Di Indonesia parasit
ini terdapat di Pulau Owi sebelah selatan Biak Irian Jaya dan di Pulau Timor.
Perubahan eritrosit yang terjadi yaitu eritrosit tampak oval dengan tepi bergerigi. Titik
Schuffner menjadi lebih banyak. d. Plasmodium falciparum Parasit ini ditemukan di
daerah tropik terutama di Afrika dan Asia Tenggara sehingga disebut dengan
penyebab malaria tropika (malaria maligna). Di Indonesia parasit ini tersebar di
seluruh kepulauan. Spesies ini merupakan paling berbahaya karena penyakit yang
ditimbulkannya dapat menjadi berat. Pada malaria falciparum, eritrosit yang
terinfeksi tidak membesar selama stadium perkembangan parasit. Namun, terjadi
perubahan yang menyerupai bentuk pisang.
3. Environment (Lingkungan)
a. Meliputi lingkungan fisik, antara lain: a) Suhu Udara sangat mempengaruhi
panjang pendeknya siklus Sprogami atau masa inkubasi Ektrinsik. Masa inkubasi
Ekstrinsik adalah mulai saat masuknya gametosit ke dalam tubuh nyamuk sampai
terjadinya stadium sporogami dalam nyamuk yaitu terbentuknya sporozoid yang
kemudian masuk kedalam kelenjar liur. Makin tinggi suhu maka makin pendek masa
inkubasi Ekstrinsik. Pengaruh suhu berbeda dari setiap species pada suhu 26,7oC
masa inkubasi Ekstrinsik untuk setiap species sebagai berikut: Parasit falciparum:
10 – 12 hari Parasit vivax: 8 – 11 hari Parasit malaria: 14 hari Parasit ovale:
15 hari Masa inkubasi Intrinsik adalah waktu mulai masuknya Sprozoid darah sampai
timbulnya gejala klinis/demam atau sampai pecahnya sizon darah dalam tubuh
penderita. Masa inkubasi Intrinsik berbeda tiap species: Plasmodium falciparum:
10 – 14 hari Plasmodium vivax: 12 – 17 hari Plasmodium malariae: 18 – 40
hari Plasmodium ovale: 16 – 18 hari b) Kelembaban Udara Kelembaban udara
yang rendah, mempengaruhi umur nyamuk, tingkat kelembaban 63 % misalnya
merupakan angka paling rendah untuk memungkinkan adanya penularan. c) Hujan
Terdapat hubungan langsung antara hujan dan perkembangan larva nyamuk menjadi
dewasa. Hujan diselingi oleh panas akan memperbesar kemungkinan berkembangnya
Anopheles spp. Bila curah hujan yang normal pada sewaktu-waktu maka permukaan
air akan meningkat sehingga tidak menguntungkan bagi malaria. Curah hujan yang
tinggi akan merubah aliran air pada sungai atau saluran air sehingga larva dan
kepompong akan terbawa oleh air (Chwaat-Bruce. L.J, 1985). d) Angin Jarak terbang
nyamuk dapat dipengaruhi oleh kecepatan angin artinya jarak jangkau nyamuk dapat
diperpanjang atau di perpendek tergantung kepada arah angin. e) Sinar Matahari
Pengaruh sinar matahari terhadap pertumbuhan larva nyamuk berbeda-beda.
An.sundaicus. Lebih menyukai tempat yang teduh dan An.barbirostris dapat hidup di
tempat yang teduh maupun tempat yang terang. An.macculatus lebih suka hidup di
tempat yang terlindung (sinar matahari tidak langsung) . f) Arus Air Masing-masing
nyamuk menyukai tempat perindukan yang aliran airnya berbeda. An.barbirostris
menyukai tempat perindukan yang airnya statis atau sedikit mengalir. An.minimus
menyukai tempat perindukan yang airnya cukup deras dan An. Letifer di tempat air
yang tergenang (Depkes RI, 2006). b. Lingkungan Kimia Beberapa species nyamuk
dapat juga memanfaatkan oksigen yang terlarut (Dissolved oxygen) melalui
pernafasan kulit. Dari lingkungan kimia yang baru diketahui pengaruhnya adalah
kadar garam dari tempat perindukan, seperti An.sundaicus tumbuh optimal pada air
payau yang kadar garamnya berkisar 12-18% dan tidak dapat berkembang biak pada
garam lebih dari 40%. Untuk mengatur derajat keasaman air yang disenangi pada
tempat perkembangbiakan nyamuk perlu dilakukan pengukuran pH air, karena
An.Letifer dapat hidup ditempat yang asam atau pH rendah (Depkes RI, 2006). c.
Lingkungan Biologi Jenis tumbuhan air yang ada seperti bakau (Mangroves),
ganggang dan berbagai jenis tumbuhan lain yang dapat mempengaruhi kehidupan
larva nyamuk, karena ia dapat menghalangi sinar matahari yang masuk atau
menghalangi dari serangan mahkluk hidup lain. Beberapa jenis tanaman air
merupakan indicator bagi jenis-jenis nyamuk tertentu. Tanaman air bukan saja
menggambarkan sifat fisik, tetapi juga menggambarkan susunan kimia dan suhu air
misalnya pada lagun banyak ditemui lumut perut ayam (Heteromorpha) dan lumut
sutera (Enteromorpha) kemungkinan di lagun tersebut ada larva An. Sundaicus.
Adanya berbagai jenis ikan pemakan larva seperti ikan kepala timah (Plocheilus
panchax Panchax spp), Gambusi sp, Oreochromis niloticus (nila merah),
Oreochromis mossambica (mujair), akan mempengaruhi populasi nyamuk disuatu
daerah. Selain itu adanya ternak besar seperti sapid dan kerbau dapat mengurangi
jumlah gigitan nyamuk pada manusia, apabila kandang hewan tersebut diletakkan
diluar rumah, tetapi tidak jauh dari rumah atau cattle barrier (Rao, T.R, 1984). d.
Lingkungan Sosial Budaya Faktor ini kadang- kadang besar sekali pengaruhnya
dibandingkan dengan factor lingkungan yang lain. Kebiasaan untuk berada diluar
rumah sampai larut malam, di mana vector lebih bersifat eksofilik dan eksofagik akan
memperbesar jumlah gigitan nyamuk. Penggunaan kelambu, kawat kasa pada rumah
dan penggunaan zat penolak nyamuk yang intensitasnya berbeda sesuai dengan
perbedaan status sosial masyarakat akan mempengaruhi angka kesakitan malaria
(Iskandar,1985).

4.Penularan Penyakit Malaria

Ada beberapa cara penularan penyakit malaria, antara lain : 1. Penularan


secara alamiah (Natural Infection) Penularan ini terjadi melalui gigitan nyamuk
Anopheles. Nyamuk ini jumlahnya kurang lebih ada 80 jenis dan dari 80 jenis itu,
hanya kurang lebih 16 jenis yang menjadi vektor penyebar malaria di Indonesia.
Penularan secara alamiah terjadi melalui gigitan nyamuk Anopheles betina yang telah
terinfeksi oleh Plasmodium. Sebagian besar spesies menggigit pada senja dan
menjelang malam hari. Beberapa vektor mempunyai waktu puncak menggigit pada
tengah malam dan menjelang fajar. Setelah nyamuk Anopheles betina mengisap
darah yang mengandung parasit pada stadium seksual (gametosit), gamet jantan dan
betina bersatu membentuk ookinet di perut nyamuk yang kemudian menembus di
dinding perut nyamuk dan membentuk kista pada lapisan luar dimana ribuan
sporozoit dibentuk. Sporozoit - sporozoit tersebut siap untuk ditularkan. Pada saat
menggigit manusia, parasit malaria yang ada dalam tubuh nyamuk masuk ke dalam
darah manusia sehingga manusia tersebut terinfeksi lalu menjadi sakit. 2. Penularan
yang tidak alamiah a. Malaria bawaan (congenital) Terjadi pada bayi yang baru
dilahirkan karena ibunya menderita malaria. Penularan terjadi melalui tali pusat atau
plasenta. b. Secara mekanik Penularan terjadi melalui transfusi darah melalui jarum
suntik. Penularan melalui jarum suntik banyak terjadi pada para morfnis yang
menggunakan jarum suntik yang tidak steril. c. Secara oral (melalui mulut) Cara
penularan ini pernah dibuktikan pada burung, ayam (P. gallinasium), burung dara (P.
relectum) dan monyet (P. knowlesi). Pada umumnya sumber infeksi bagi malaria pada
manusia adalah manusia lain yang sakit malaria, baik dengan gejala maupun tanpa
gejala klinis (Susanna, 2005).
F. Gejala dan Tanda Penyakit Malaria
1. Gejala Umum Malaria Gejala malaria terdiri dari beberapa serangan demam dengan
interval tertentu (disebut parokisme), diselingi oleh suatu periode yang penderitanya
bebas sama sekali dari demam disebut periode laten. Gejala yang khas tersebut biasanya
ditemukan pada penderita non imun. Sebelum timbulnya demam, biasanya penderita
merasa lemah, mengeluh sakit kepala, kehilangan nafsu makan, merasa mual di ulu hati,
atau muntah semua gejala awal ini disebut gejala prodormal. Masa tunas malaria sangat
tergantung pada spesies Plasmodium yang menginfeksi. Masa tunas paling pendek
dijumpai pada malaria falciparum, dan terpanjang pada malaria kuartana (P. malariae).
Pada malaria yang alami, yang penularannya melalui gigitan nyamuk, masa tunas adalah
12 hari (9-14) untuk malaria falciparum, 14 hari (8-17 hari) untuk malaria vivax, 28 hari
(18-40 hari) untuk malaria kuartana dan 17 hari (16-18 hari) untuk malaria ovale. Malaria
yang disebabkan oleh beberapa strain P.vivax tertentu mempunyai masa tunas yang lebih
lama dari strain P.vivax lainnya. Selain pengaruh spesies dan strain, masa tunas bias
menjadi lebih lama karena pemakaian obat anti malaria untuk pencegahan
(kemoproflaksis).
2. Pola Demam Malaria Demam pada malaria ditandai dengan adanya parokisme, yang
berhubungan dengan perkembangan parasit malaria dalam sel darah merah. Puncak
serangan panas terjadi berbarengan dengan lepasnya merozit – merozit ke dalam
peredaran darah (proses sporulasi). Untuk beberapa hari pertama, pola panas tidak
beraturan, baru kemudian polanya yang klasik tampak sesuai spesiesnya. Pada malaria
falciparum pola panas yang ireguler itu mungkin berlanjut sepanjang perjalanan
penyakitnya sehingga tahapan – tahapan yang klasik tidak begitu nyata terlihat. Suatu
parokisme demam biasanya mempunyai tiga stadia yang berurutan, terdiri dari: a.
Stadium Dingin Stadium ini mulai dengan menggigil dan perasaan sangat dingin. Nadi
penderita cepat, tetapi lemah. Bibir dan jari – jari pucat kebiru – biruan (sianotik).
Kulitnya kering dan pucat, penderita mungkin muntah dan pada penderita anak sering
terjadi kejang. Stadium ini berlangsung selama 15 menit – 60 menit. b. Stadium Demam
Setelah menggigil/merasa dingin, pada stadium ini penderita mengalami serangan
demam. Muka penderita menjadi merah, kulitnya kering dandirasakan sangat panas seperi
terbakar, sakit kepala bertambah keras, dan sering disertai dengan rasa mual atau muntah
- muntah. Nadi penderita menjadi kuat kembali. Biasanya penderita merasa sangat haus
dan suhu badan bisa meningkat sampai 410C. Stadium ini berlangsung selama 2–4 jam.
c. Stadium Berkeringat Pada stadium ini penderita berkeringat banyak sekali, sampai
membasahi tempat tidur. Namun suhu badan pada fase ini turun dengan cepat, kadang–
kadang sampai di bawah normal. Biasanya penderita tertidur nyenyak dan pada saat
terjaga, ia merasa lemah, tetapi tanpa gejala lain. Stadium ini berlangsung selama 2-4 jam.
Sesudah serangan panas pertama terlewati, terjadi interval bebas panas selama antara 48-
72 jam, lalu diikuti dengan serangan panas berikutnya seperti yang pertama; dan demikian
selanjutnya. Gejala–gejala malaria “klasik” seperti diuraikan di atasa tidak selalu
ditemukan pada setiap penderita, dan ini tergantung pada spesies parasit, umur, dan
tingkat imunitas penderita.
3. Mekanisme Periode Panas Periode demam pada malaria mempunyai interval tertentu,
ditentukan oleh waktu yang diperlukan oleh siklus aseksual/sizogoni darah untuk
mengahasilkan sizon yang matang, yang sangat dipengaruhi oleh spesies Plasmodium
yang menginfeksi. Demam terjadi menyusul pecahnya sizon – sizon darah yang telah
matang dengan akibat masuknya merozoit – merozoit, toksin, pigmea dan kotoran/debris
sel ke peredaran darah. Masuknya toksin – toksin, termasuk pigmen ke darah memicu
dihasilkannya tumor necrosis factor (TNF) oleh sel–sel makrofag yang teraktifkan.
Demam yang tinggi dan beratnya gejala klinis lainnya, misalnya pada malaria falciparum
yang berat, mempunyai hubungan dengan tingginya kadar TNF dalam darah. Pada
malaria oleh P. vivax dan P. ovale sizon – sizon pecah setiap 48 jam sekali sehingga
demam timbul setiap hari ketiga, yang terhitung dari serangan demam sebelumnya
(malaria tertiana) pada malaria karena P. malariae pecahnya sizon (sporulasi) terjadi
setriap 72 jam sekali. Oleh karena itu, serangan panas terjadi setiap hari keempat (malaria
kuartana). Pada P. falciparum kejadiannya mirip dengan infeksi oleh P. vivax hanya
interval demamnya tidak jelas, biasanya panas badan di atas normal tiap hari, dengan
puncak panas cenderung mengikuti pola malaria tertiana (disebut malaria subtertiana atau
malaria quotidian).
4. Kekambuhan (Relaps dan Rekrudesensi) Serangan malaria yang pertama terjadi
sebagai akibat infeksi parasit malaria, disebut malaria primer (berkorelasi dengan siklus
sizogoni dalam sel darah merah). Pada infeksi oleh P.vivax/P.ovale, sesudah serangan
yang pertama berakhir atau disembuhkan, dengan adanya siklus eksoeritrositik (EE)
sekunder atau hipnozoit dalam sel hati, suatu saat kemudian penderita bisa mendapat
serangan malaria yang kedua (disebut: malaria sekunder). Berulangnya serangan malaria
yang bersumber dari siklus EE sekunder pada malaria vivax atau ovale disebut relaps.
Umumnya relaps terjadi beberapa bulan (biasanya>24 minggu) sesudah malaria primer,
disebut long-term relapse. Pada malaria karena P.falciparum dan P. malariae, relaps dalam
pengertian seperti diatas tidak terjadi, Karena kedua spesies ini tidak memiliki siklus EE
sekunder dalam hati. Kemungkinan berulangnya serangan malaria pada kedua jenis
malaria ini disebabakan oleh kecenderungan parasit malaria bersisa dalam darah, yang
kemudian membelah diri bertambah banyak sampai bisa menimbulkan gejala malaria
sekunder. Kekambuhan malaria seperti ini disebut rekrudesensi. Pada malaria karena
P.falciparum rekrudesensi terjadi dalam beberapa hari atau minggu (biasanya <8 minggu)
sesudah serangan malaria primer, disebut short term relapse. Karena suatu mekanisme
yang belum begitu jelas, kekambuhan terjadi dalam rentang waktu jauh lebih lama. Bisa
terjadi beberapa tahun atau bahkan puluhan tahun sejak serangan pertama (Sutrisna,
2004).
5.Diagnosis Penyakit Malaria
Diagnosis malaria ditegakkan seperti diagnosis penyakit lainnya berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboraturium. Diagnosis pasti malaria harus
ditegakkan dengan pemeriksaan sediaan darah secara mikroskopik atau tes diagnostik
cepat (RDT – Rapid Diagnostik Test).
1. Anamnesis a. Pada anamnesis sangat penting diperhatikan: a) Keluhan utama: demam,
menggigil, berkeringat dan dapat disertai sakit kepala, mual, muntah, diare dan nyeri otot
atau pegal – pegal. b) Riwayat berkunjung dan bermalam 1-4 minggu yang lalu ke daerah
endemik malaria. c) Riwayat tinggal di daerah endemik malaria. d) Riwayat sakit malaria.
e) Riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir. f) Riwayat mendapat transfuse darah.
b. Selain hal di atas pada penderita tersangka malaria berat, dapat ditemukan keadaan
dibawah ini: a) Gangguan kesadaran dalam berbagai derajat. b) Keadaan umum yang
lemah (tidak bias duduk/ berdiri). c) Kejang – kejang. d) Panas sangat tinggi. e) Mata atau
tubuh kuning. f) Perdarahan hidung, gusi atau saluran pencernaan. g) Nafas cepat dan atau
sesak nafas. h) Muntah terus menerus dan tidak dapat makan minum. i) Warna air seni
seperti teh tua dapat sampai kehitaman. j) Jumlah air seni kurang (oliguria) sampai tidak
ada (anuria). k) Telapak tangan sangat pucat.
2. Pemeriksaan Fisik a. Demam (pengukuran dengan termometer 3 37,5o C). b.
Konjungtiva atau telapak tangan pucat. c. Pembesaran limpa (splenomegali). d.
Pembesaran hati (hepatomegali). Pada tersangka malaria berat ditemukan tanda-tanda
klinis sebagai berikut: a. Temperatur rektal 3 40o C. b. Nadi cepat dan lemah/kecil. c.
Tekanan darah sistolik <70 mmHg pada orang dewasa dan pada anak-anak <50 mmHg.
d. Frekuensi nafas > 35 x per menit pada orang dewasa atau > 40 x per menit pada balita,
anak di bawah 1 tahun > 50 x per menit. e. Penurunan derajat kesadaran dengan Glasgow
coma scale (GCS) < 11. f. Manifestasi perdarahan (petekie, purpura, hematom). g. Tanda
dehidrasi (mata cekung, turgor dan elastisitas kulit berkurang, bibir kering, produksi air
seni berkurang). h. Tanda-tanda anemia berat (konjungtiva pucat, telapak tangan pucat,
lidah pucat dan lain-lain). i. Terlihat mata kuning/ ikterik. j. Adanya ronki pada kedua
paru. k. Pembesaran limpa dan atau hepar.
l. Gagal ginjal ditandai dengan oliguria sampai dengan anuria. m. Gejala neurologi (kaku
kuduk, reflek patologik).
3. Diagnosis atas dasar pemeriksaan laboraturium a. Pemeriksaan dengan mikroskop
Pemeriksaan sediaan darah (SD) tebal dan tipis di Puskesmas/lapangan/rumah sakit untuk
menentukan : a) Ada tidaknya parasit malaria (positif atau negatif). b) Spesies dan stadium
plasmodium. c) Kepadatan parasit : 1) Semi kuantitatif (-) = Negatif (tidak ditemukan
parasit dalam 100 LPB/lapangan pandang besar). (+) = positif 1 (ditemukan 1-10 parasit
dalam 100 LPB). (++) = positif 2 (ditemukan 11-100 parasit dalam 100 LPB). (+++) =
positif 3 (ditemukan 1-10) parasit dalam 1 LPB). (++++) = positif 4 (ditemukan >10
parasit dalam 1 LPB). 2) Kuantitatif Jumlah parasit dihitung per mikro liter darah pada
sediaan darah tebal (leukosit) atau sediaan darah tipis (eritrosit). Contoh : Bila dijumpai
1500 parasit per 200 lekosit, sedangkan jumlah lekosit 8.000/uL maka hitumg parasit =
8.000/200 x 1500 parasit = 60.000 parasit/uL. Bila dijumpai 50 parasit per 1000 eritrosit
= 5%. Bila jumlah eritrosit 450.000 maka hitung parasit = 450.000/1000 x 50 = 225.000
parasit/uL. Untuk penderita tersangka malaria berat perlu memperhatikan hal-hal sebagai
berikut: 1. Bila pemeriksaan sediaan darah pertama negatif, perlu diperiksa ulang setiap
6 jam sampai 3 hari berturutturut. 2. Bila hasil pemeriksaan sediaan darah tebal selam 3
hari berturut-turut tidak ditemukan parasit maka diagnosis malaria disingkirkan. b.
Pemeriksaan dengan tes diagnostik cepat (Rapid Diagnostic Test) Mekanisme kerja tes
ini berdasarkan deteksi antigen parasite malaria, dengan menggunakan metoda
imunokromatografi, dalam bentuk dipstik. Tes ini sangat bermanfaat pada unit gawat
darurat, pada saat terjadi kejadian luar biasa dan di daerah terpencil yang tidak tersedia
fasilitas lab serta untuk survei tertentu. Tes yang tersedia di pasaran saat ini mengandung:
a) HRP-2 (Histidine rich protein 2) yang dipeoduksi oleh trofozoit, skizon dan gametosit
muda P. falciparum. b) Enzim parasite lactate dehydrogenase (p-LDH) dan aldolase yang
diproduksi oleh parasite bentuk aseksual atau seksual plasmodium falciparum, P. vivax,
P. ovale, dan P. malariae. Kemampuan rapid test yang beredar pada umumnya ada 3 jenis
yaitu: a) Single yang mampu mediagnosis hanya infeksi P. falciparum. b) Combo yang
mampu mendiagnosis infeksi P. falciparum dan nonfalciparum.
Oleh karena itu teknologi baru sangat perlu untuk memperhatikan kemampuan sensitivity
dan specificity dari alat ini. Dianjurkan untuk menggunakan rapid test dengan
kemampuan minimal sensitivity 95%. Hal yang penting lainnya adalah penyimpanan
RDT ini sebaliknya dalam lemari es tetapi tidak dalam frezzer pendingin. c. Pemeriksaan
penunjang untuk malaria berat: a) Hemoglobin dan hematokrit. b) Hitung jumlah leukosit,
trombosit. c) Kimia darah lain (gula darah, serum bilirubin, SGOT & SGPT, alkali
fosfatase, albumin/globulin, ureum, kreatinin, natrium dan kalium, analisis gas darah). d)
EKG. e) Foto toraks. f) Analisis cairan serebrospinalis. g) Biakan darah dan uji serologi.
h) Urinalisis.
G. Pencegahan Penyakit Malaria
1. Pencegahan Primer Adalah upaya untuk mempertahankan orang yang sehat tetap
sehat atau mencegah orang yang sehat menjadi sakit. Kegiatannya sederhana dan dapat
dilakukan oleh sebagian besar masyarakat, seperti:
a. Menghindari atau mengurangi gigitan nyamuk malaria dengan cara tidur menggunakan
kelambu pada malam hari, tidak berada di luar rumah, mengolesi badan dengan obat anti
gigitan nyamuk (repelen), memakai obat nyamuk bakar, memasang kawat kasa pada
jendela, dan menjauhkan kendang ternak dari rumah.
b. Membersihkan tempat sarang nyamuk dengan cara membersihkan semaksemak di
sekitar rumah dan melipat kain-kain yang bergantungan, dan mengalirkan atau menimbun
genangan-genangan air serta tempat-tempat yang dapat menjadi tempat perindukan
nyamuk Anopheles.
c. Membunuh nyamuk dewasa dengan penyemprotan insektisida.
d. Membunuh jentik-jentik dengan menebarkan ikan pemakan jentik.
e. Membunuh jentik dengan menyemprot larvasida. Selain itu, pencegahan primer juga
dilakukan terhadap parasit yaitu dengan pengobatan profilaksis. Pengobatan profilaksis
diberikan dengan tujuan mencegah terjadinya infeksi atau timbulnya gejala. Jenis obat
yang digunakan menurut Departemen Kesehatan RI ada dua jenis, yaitu Klorokuin dan
Sulfadoksin atau Pirimetamin. Klorokuin diberikan satu minggu sekali, dimulai satu
minggu sebelum masuk daerah malaria dan diteruskan sampai 4 minggu setelah
meninggalkan daerah tersebut. Dosis yang diberikan yaitu 1/4 tablet/hari untuk umur <1
tahun, 1/2 tablet/hari untuk umur 1-4 tahun, 1 tablet/hari untuk umur 5-9 tahun, 1 1/2
tablet/hari untuk umur 10-14 tahun, dan 2 tablet/hari untuk umur >15 tahun. 1 tablet
klorokuin mengandung 150 mg basa. Klorokuin tidak boleh diberikan dalam keadaan
perut kosong. Sulfadoksin atau Pirimetamin diberikan apabila memasuki daerah resisten
klorokuin. Obat ini diberikan satu minggu sekali. Dosis yang diberikan yaitu 1/4
tablet/hari untuk umur 1-4 tahun, 1/2 tablet/hari untuk umur 5-9 tahun, 3/4 tablet/hari
untuk umur 10-14 tahun, dan 1 tablet/hari untuk umur >15 tahun. 1 tablet
sulfadoksin/pirimetamin mengandung 500 mg/25 mg. Klorokuin tetap diberikan untuk
mencegah infeksi Plasmodium vivax dan Plasmodium malariae.
2. Pencegahan Sekunder Adalah upaya untuk mencegah orang yang telah sakit agar
sembuh, menghambat progresifitas penyakit dan menghindarkan komplikasi.
Kegiatannya meliputi: pencarian penderita secara aktif melalui skrining dan secara pasif
dengan melakukan pencatatan dan pelaporan kunjungan penderita malaria, diagnosa dini
dan pengobatan yang adekuat, dan memperbaiki status gizi guna membantu proses
penyembuhan. Seringkali diagnosis malaria diperkirakan dan hanya terdapat satu
specimen darah dalam laboratorium untuk pemeriksaan. Meskipun demikian, satu sediaan
atau satu spesimen tidak dapat dipercayai untuk menyingkirkan diagnosis terutama
apabila telah digunakan pengobatan atau profilaksis parsial. Penggunaan obat malaria
secara parsial dapat menyebabkan berkurangnya jumlah parasit sehingga akibatnya pada
pulasan darah hanya dijumpai sedikit parasit, yang menggambarkan parasetemia yang
rendah padahal pasien sedang menderita penyakit yang berat. Jumlah parasit yang sedikit
pada sediaan darah hapus juga terjadi pada fase awal atau kambuh. Dianjurkan untuk
membuat sediaan darah tipis dan tebal dan paling sedikit diperiksa 200 sampai 300
lapangan pandang dengan minyak emersi sebelum melaporkan suatu hasil yang negatif.
Pemeriksaan satu kali dengan hasil negatif tidak mengenyampingkan diagnosis malaria.
Pemeriksaan darah tepi 3 kali dan hasil negatif, maka diagnosis malaria dikesampingkan.
Untuk penderita tersangka malaria berat perlu diperhatikan bila pemeriksaan sediaan
darah pertama negatif, perlu diperiksa ulang setiap 6 jam sampai 3 hari berturut-turut. Bila
hasil pemeriksaan darah tebal selama 3 hari berturut-turut tidak ditemukan parasit, maka
diagnosis malaria disingkirkan. Pemeriksaan sediaan darah dilakukan dengan pulasan
Giemsa. Diagnosis spesies yang akurat sangat penting dalam menentukan obat atau
kombinasi obat yang akan digunakan. 3. Pencegahan Tertier Adalah upaya untuk
mengurangi ketidakmampuan dan mengadakan rahabilitasi. Kegiatannya meliputi:
penanganan lanjut akibat komplikasi malaria, dan rehabilitasi mental/psikologi.
H. Pengobatan Penyakit Malaria
Pengobatan malaria hendaknya dilakukan setelah diagnosis malaria dikonfirmasi
melalui pemeriksaan klinis dan laboratorium. Pengobatan sebaiknya memperhatikan tiga
faktor utama, yaitu spesies plasmodium, status klinis penderita dan kepakaan obat
terhadap parasit yang menginfeksi. Obat anti malaria yang dapat digunakan untuk
memberantas malaria diantaranya malaria falcifarum adalah artemisinin dan deriviatnya,
chinchona alkaloid, meflokuin, balofantrin, sulfadoksinpirimetamin, dan proguanil.
Sedangkan untuk mengobati malaria vivax dan malaria ovale, menggunakan obat anti
malaria klorokuin. Namun bila digunakan sebagai terapi radikal pemberian klorokuin
diikuti dengan pemberian primakuin, tidak terkecuali infeksi yang disebabkan
plasmodium malariae, jenis obat klorokuin tetap digunakan.
I. Permasalahan Penyakit Malaria
di Indonesia Malaria merupakan masalah global, sehingga WHO menetapkan
komitmen global tentang eliminasi malaria bagi setiap Negara. Petunjuk pelaksanaan
eliminasi malaria tersebut telah dirumuskan WHO dalam Global Malaria Programme.
Indonesia merupakan negara dengan angka resiko tinggi terhadap malaria. Menurut
Soedarto dalam bukunya menyebutkan bahwa pada tahun 2007 sebanyak 396 Kabupaten
dari 495 Kabupaten di Indonesia merupakan daerah endemis malaria. Menurut
perhitungan ahli berdasarkan teori ekonomi kesehatan, kerugian bisa mencapai 3 trilyun
lebih dan berdampak terhadap pendapatan daerah endemis malaria. Pada tahun 2008,
sebanyak 247 ribu kasus malaria dilaporkan dari seluruh dunia dan lebih dari satu juta
diantaranya meninggal, terutama anak - anak di Afrika. Setiap 45 detik anak di Afrika
meninggal karena malaria. Di Indonesia, malaria masih merupakan masalah kesehatan
yang harus diperhatikan. Di luar Jawa dan Bali angka morbiditas dan mortalitas masih
tinggi. Ledakan kasus atau wabah yang menimbulkan kematian juga masih tinggi
terutama di daerah transmigrasi yang merupakan wilayah dengan campuran penduduk
dari daerah endemis dan daerah non endemis. Angka kematian (CFR) penderita malaria
yang diperoleh dari data statistik rumah sakit untuk semua kelompok usia didapatkan
angka yang menurun drastis dari tahun 2004 dengan persentase 10,61 % menjadi 1,34 %
pada tahun 2006. Akan tetapi persentase itu kembali naik setelah tahun 2006 yang terus
meningkat sampai tahun 2009 dengan persentase 3,6%.
J. Program Pemberantasan Penyakit Malaria
1. Kebijiakan Eliminasi a. Eliminasi Malaria dilakukan secara menyeluruh dan terpadu
oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah bersama mitra kerja pembangunan termasuk LSM,
dunia usaha, lembaga donor, organisasi profesi, organisasi kemasyarakatan dan
masyarakat. b. Eliminasi Malaria dilakukan secara bertahap dari kabupaten/kota, provinsi,
dan dari satu pulau atau ke beberapa pulau sampai ke seluruh wilayah Indonesia menurut
tahapan yang didasarkan pada situasi malaria dan kondisi sumber daya yang tersedia. 2.
Strategi Program Eliminasi a. Diagnosis Malaria Semua kasus malaria dikonfirmasi
dengan mikroskop atau Rapid Diagnostic Test (RDT). b. Pengobatan Artemisinin -based
Combination Therapy (ACT). c. Pencegahan Pendistribusian kelambu (Long-Lasting
Insecticidal Net - LLin), Indoor Residual Spraying/IRS, dan lain-lain. Kelambu LLiN
efektif sampai 3-5 tahun dan dapat dicuci secara teratur 3 bulan sekali. d. Kemitraan dalam
Menuju Eliminasi Malaria
a) DPRD 1) Legislasi, bersama eksekutif, contoh penyusunan Perda Pengawasan
Lingkungan dari Tempat Perindukan Nyamuk pada sektor Wisata. 2) Penganggaran, dll
b) BAPPEDA 1) Perencanaan program 2) Penganggaran, dll
c) Sektor Pariwisata Penggerakan “resort”, hotel dan institusi disektor pariwisata untuk
meniadakan tempat perindukan nyamuk di lingkungan sekitar masingmasing, dll.
d) Sektor Informasi/ Humas 1) Penyebar luasan upaya penghindaran diri dari gigitan
nyamuk. 2) Penyebar luasan upaya pencarian pengobatan, dll.
e) Sektor Kimpraswil 1) Penyediaan air bersih dan pembangunan MCK. 2) Program
sungai bersih, dll.
f) Sektor Peternakan Penyuluhan penempatan kandang yang berfungsi sebagai “cattle
barier”, dll.
g) Sektor Pertanian Dalam rangka tanam padi serempak dan sanitasi kebun, dll. h) Sektor
Perikanan dan Kelautan 1) Budi daya ikan (ikan pemakan jentik) untuk ditebarkan di
kolam, badan air
2) Penanaman kembali pohon bakau, dll
. i) Sektor Pendidikan Nasional Menjadikan pengetahuan upaya pengendalian malaria
sebagai materi pelajaran Muatan Lokal (MULOK), dll.
j) PKK Penggerakan ibu rumah tangga dalam pencegahan gigitan nyamuk dan upaya
pencarian pengobatan, dll.
k) LSM 1) Penggerakan masyarakat dalam pencegahan dan KIE. 2) Penemuan dan
pengobatan malaria, dll.
l) Lintas Sektor/ Lintas Program dan Lembaga Swadaya Masyarakat Berperan sesuai
TUPOKSI/peran masingmasing yang berdampak poisitip terhadap pengendalian malaria,
dll. e. Pos Malaria Desa Pos Malaria Desa adalah wadah pemberdayaan masyarakat dalam
pengendalian malaria yang dibentuk dari, oleh dan untuk masyarakat secara mandiri dan
berkelanjutan. Ini bertujuan untuk meningkatkan jangkauan penemuan kasus malaria
melalui peran aktif masyarakat dan dirujuk ke fasilitas kesehatan terdekat dan
meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pencegahan malaria.
K. Tantangan Eliminasi Penyakit
Malaria di Indonesia Fenomena perubahan iklim ditengarai berdampak terhadap
peningkatan populasi vektor nyamuk malaria. Sehingga, perubahan iklim menyebabkan
eliminasi malaria menjadi semakin sulit untuk dilakukan. Di tingkat masyarakat,
pengetahuan mereka tentang malaria yang sudah cukup baik belum sejalan dengan
perilaku pencegahan yang sebaiknya dilakukan.
Pemahaman masyarakat perdesaan mengenai perubahan iklim kaitannya dengan malaria
juga masih relatif terbatas. Sementara, di tingkat pemerintah daerah, implementasi
surveilans migrasi bagi penduduk yang baru pulang dari wilayah endemis malaria masih
belum berjalan dengan baik. Masyarakat lebih memilih membayar denda daripada harus
memeriksakan sampel darah mereka ke Puskesmas.
Kasus malaria yang relatif kecil juga berdampak pada penangan kasus di tingkat
pemerintah daerah. Malaria tidak lagi menjadi prioritas, sehingga penanganannya
dianggap sebagai tanggung jawab sektor kesehatan saja.
Berikut ini adalah beberapa upaya konkrit yang perlu dilakukan dalam upaya eliminasi
malaria. Upaya tersebut antara lain edukasi masyarakat secara terus - menerus, advokasi
stakeholders terkait, pengembangan ‘mapping kasus’ dan ‘road map’ eliminasi malaria
dalam konteks perubahan iklim, serta mengintensifkan kemitraan termasuk mekanisme
implementasi, monitoring, dan evaluasinya yang efektif.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi protozoa dari genus
Plasmodium yang dapat dengan mudah dikenali dari gejala meriang (panas, dingin
dan menggigil) serta demam berkepanjangan. Penyakit ini menyerang manusia dan
juga sering ditemukan pada hewan berupa burung, kera, dan primata lainnya
(Achmadi, 2008). 2. Malaria disebabkan oleh protozoa darah yang termasuk ke
dalam genus Plasmodium. Plasmodium ini merupakan protozoa obligat
intraseluler. Pada manusia terdapat 4 spesies yaitu Plasmodium falciparum,
Plasmodium vivax, Plasmodium malariae dan Plasmodium ovale. Penularan pada
manusia dilakukan oleh nyamuk betina Anopheles ataupun ditularkan langsung
melalui transfusi darah atau jarum suntik yang tercemar serta dari ibu hamil kepada
janinnya. (Harijanto P.N.2000). 3. Siklus hidup Plasmodium terdiri dari 2, yaitu
siklus sporogoni (siklus seksual) yang terjadi pada nyamuk dan siklus skizogoni
(siklus aseksual) yang terdapat pada manusia. 4. Epidemiologi penyakit malaria
dibagi menjadi: a. Distribusi dan Frekuensi a) Berdasarkan Orang b) Berdasarkan
Tempat c) Berdasarkan Waktu b. Determinan a) Faktor Host b) Faktor Agent c)
Faktor Environment 5. Ada beberapa cara penularan penyakit malaria, antara lain
: Penularan secara alamiah (Natural Infection) dan Penularan yang tidak alamiah .
6.Gejala dan tanda malaria dibagi menjadi : Gejala umum, Pola Demam,
Mekanisme Periode Panas, dan Kekambuhan (Relaps dan Rekrudesensi). 7.
Diagnosis malaria ditegakkan seperti diagnosis penyakit lainnya berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboraturium. Diagnosis pasti
malaria harus ditegakkan dengan pemeriksaan sediaan darah secara mikroskopik
atau tes diagnostik cepat (RDT – Rapid Diagnostik Test). 8. Pencegahan penyakit
malaria dibagi menjadi : Pencegahan Primer, Pencegahan Sekunder, dan
Pencegahan Tertier. 9. Obat anti malaria yang dapat digunakan untuk memberantas
malaria diantaranya : a. malaria falcifarum adalah artemisinin dan deriviatnya,
chinchona alkaloid, meflokuin, balofantrin, sulfadoksinpirimetamin, dan
proguanil. b. malaria vivax dan malaria ovale, menggunakan obat anti malaria
klorokuin. Namun bila digunakan sebagai terapi radikal pemberian klorokuin
diikuti dengan pemberian primakuin, tidak terkecuali infeksi yang disebabkan
plasmodium malariae, jenis obat klorokuin tetap digunakan. 10. Di Indonesia,
malaria masih merupakan masalah kesehatan yang harus diperhatikan. Di luar Jawa
dan Bali angka morbiditas dan mortalitas masih tinggi. Ledakan kasus atau wabah
yang menimbulkan kematian juga masih tinggi terutama di daerah transmigrasi
yang merupakan wilayah dengan campuran penduduk dari daerah endemis dan
daerah non endemis. 11. Program Eliminasi : Diagnosis Malaria, Pengobatan,
Pencegahan, Kemitraan dalam Menuju Eliminasi Malaria, dan Pos Malaria Desa.
12. Fenomena perubahan iklim ditengarai berdampak terhadap peningkatan
populasi vektor nyamuk malaria. Sehingga, perubahan iklim menyebabkan
eliminasi malaria menjadi semakin sulit untuk dilakukan

B. Saran
Penyakit Malaria adalah salah satu penyakit yang sangat berbahaya, menyarang tanpa
melihat umur dan dampak terparahnya adalah dapat menimbulkan kematian. Dari hal ini
lah penyakit malaria harus di cegah, ada beberapa hal yang harus diketahui untuk
mengatasi malasah malaria. Hal tersebut adalah pengetahuan tentang penyakit malaria
contohnya cara penularan, pencegahan, pengobatan, dan program yang dibuat oleh
pemerintah untuk mencegah malaria.
DAFTAR PUSTAKA

Arsin, AA. (2012). Malaria Di Indonesia Tinjauan Aspek Epidemiologi. Makassar: Masagena Press.

Zupriwidani. (2013). Skripsi Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Malaria Di Desa Rantau
Panjang Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang. Medan: Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara.

PPBB, D., & RI, K. K. BUKU SAKU MENUJU ELIMINASI MALARIA.

Silalahi, V. (2011). Karakteristik Penderita Malaria dengan Parasit Positif yang Dirawat Inap di RSD
Kolonel Abundjani Bangko Kabupaten Merangin Provinsi Jambi Tahun 2009.

Depkes RI. (2006). Profil Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Tahun 2005. Dirjen
PP&PL, Jakarta

Harijanto PN dkk, (2010). Malaria dari Molekuler ke Klinis. Edisi Kedua. EGC, Jakarta.

Junita, S. (2010). Hubungan Faktor Lingkungan Fisik Rumah Dengan Kejadian Malaria Di Desa Suka
Karya Kecamatan Simeulue Timur Kabupaten Simeulue Propinsi Aceh Tahun 2010.

Setiyani, Nur Rochmah Wahyu and Gassem, M Hussein. (2014). Gambaran Klinis Dan Tatalaksana
Pasien Rawat Inap Malaria Falciparum Di Rsup Dr Kariadi Semarang Periode 2009 – 2013.
Undergraduate thesis, Faculty of Medicine Diponegoro University.

Soedarto. (2009). Malaria. Jakarta: Sagung Seto.

Widoyono. (2005). Penyakit Tropis: Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan Pemberantasannya.


Semarang: Erlangga.

Rahmad A. (2007). Ebers Papyrus – Jurnal Kedokteran dan Kesehatan: Aspek Imunitas Malaria. Volume
13.

Soepardi J. (2011). Epidemiologi Malaria di Indonesia. Volume I-triwulan I.

Laihad FJ. (2011). Epidemiologi Malaria di Indonesia : Eliminasi Malaria Pada Era Desentralisasi.
Volume I-triwulan I.

Harijanto P. (2011). Epidemiologi Malaria di Indonesia : Tata Laksana Malaria Untuk Indonesia. Volume
I-triwulan I.

Budiarto, E. (2003). Pengantar Epidemiologi. Edisi Kedua. EGC, Jakarta.

Depkes RI. (2000). Modul Epidemiologi Malaria. Ditjen P2M dan PLP, Jakarta.

Gandahusada S dkk, (2003). Parasitologi Kedokteran. Edisi ketiga. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Jakarta.

Garcia L dan David A.B, (1996). Diagnostik Parasitologi Kedokteran. EGC, Jakarta.

Sudoyo A.W., (2006). Buku Ajar : Ilmu Penyakit Dalam. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FKUI, Jakarta

Depkes RI. (2005). Pedoman Tatalaksana Kasus Malaria di Indonesia. Ditjen PPM & PL, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai