Puji syukur atas kehadirat Allah SWT sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul Malaria. Makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas Epidemiologi Penyakit Menular.
Makalah ini berisi tentang penjelasan secara detail mengenai penyakit malaria. Penyusun
mengucapkan terima kasih kepada bapak Bambang Supraptono , M.Kes, M.P.H.
Selaku dosen Epidemiologi Penyakit Menular dan keluarga yang telah membantu serta memberikan
dukungan dalam penyusunan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat untuk setiap pembaca dan
menjadi panduan untuk belajar.
Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, untuk itu penyusun
menerima kritikan dan saran pembaca untuk perbaikkan makalah ini.
Kelompok 4
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR......................................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR.......................................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN
3 BAB II PEMBAHASAN
35 DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................... 23
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Menurut sejarah kata “malaria” berasal dari bahasa Italia yang terdiri dari dua suku kata,
“mal dan aria” yang berarti udara yang jelek. Mungkin orang Italia pada masa dahulu mengira
bahwa penyakit ini penyebabnya ialah musim dan udara yang jelek. Penyakit malaria sudah dikenal
sejak 4000 tahun yang lalu yang mungkin sudah mempengaruhi populasi dan sejarah manusia.
Malaria adalah penyakit reemerging, yakni penyakit yang menular kembali secara massal. Malaria
juga adalah suatu penyakit yang ditularkan oleh nyamuk (mosquito borne diseases). Penyakit
infeksi ini banyak dijumpai di daerah tropis, disertai gejala-gejala seperti demam dengan fluktuasi
suhu secara teratur, kurang darah, pembesaran limpa dan adanya pigmen dalam jaringan. Malaria
diinfeksikan oleh parasit bersel satu dari kelas Sporozoa, suku Haemosporida, keluarga
Plasmodium. Penyebabnya oleh satu atau lebih dari empat Plasmodia yang menginfeksi manusia:
P. Falciparum, P. Malariae, P. Vivax, dan P. Ovale. Dua P. Falciparum ditemukan terutama di
daerah tropis dengan resiko kematian yang lebih besar bagi orang dengan kadar imunitas rendah.
Parasit ini disebarkan oleh nyamuk dari keluarga Anopheles. Penyakit malaria merupakan salah
satu penyakit parasit yang tersebar luas di seluruh dunia meskipun umumnya terdapat di daerah
berlokasi antara 60° Lintang Utara dan 40° Lintang Selatan (Yatim, 2007). Malaria hampir
ditemukan di seluruh bagian dunia, terutama di negara negara yang beriklim tropis dan sub tropis
dan penduduk yang beresiko terkena malaria berjumlah sekitar 2,5 milyar orang atau 41% dari
jumlah penduduk dunia. Setiap tahun kasusnya berjumlah 300-500 juta kasus dan mengakibatkan
1,5-2,7 juta kematian, terutama di negara-negara benua Afrika (Prabowo, 2007). Tinjauan situasi
di Indonesia tahun 1997 s/d 2001.penyakit malaria ditemukan tersebar hampir di seluruh kepulauan
Indonesia dengan jumlah kesakitan sekitar 70 juta orang atau 35 % penduduk Indonesia yang
tinggal di daerah resiko malaria (Depkes RI, 2008).
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan penyakit malaria?
2. Bagaimana etiologi penyakit malaria?
3. Bagaimana siklus hidup plasmodium?
4. Bagaimana epidemiologi penyakit malaria?
5. Bagaimana cara penularan penyakit malaria?
6. Bagaimana gejala dan tanda penyakit malaria?
7. Bagaimana diagnosis penyakit malaria?
8. Bagaimana cara pencegahan penyakit malaria?
9. Bagaimana cara pengobatan penyakit malaria?
10. Bagaimana permasalahan malaria di Indonesia?
11. Apa saja program pemberantasan penyakit malaria di Indonesia?
12. Apa saja tantangan eliminasi penyakit malaria di Indonesia?
1. Tujuan penulisan
1.3.1. Tujuan Umum Untuk mengetahui penjelasan secara detail tentang penyakit malaria.
2. Tujuan Khusus
3. Manfaat Penulisan
1.4.1. Manfaat Bagi Penulis Mendapatkan pengetahuan tentang penyakit malaria secara detail.
1.4.2. Manfaat Bagi Instansi Memberikan informasi mengenai penyakit malaria dan sebagai
bahan untuk membuat program pencegahan malaria khususnya di Indonesia.
1.4.3. Manfaat Bagi Pembaca Sebagai bahan referensi dalam pembuatan karya tulis ilmiah
dengan tema yang sama atau sejenis.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Penyakit Malaria
Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi protozoa dari genus
Plasmodium yang dapat dengan mudah dikenali dari gejala meriang (panas, dingin dan
menggigil) serta demam berkepanjangan. Penyakit ini menyerang manusia dan juga
sering ditemukan pada hewan berupa burung, kera, dan primata lainnya (Achmadi, 2008).
Penyakit malaria juga dapat dikatakan sebagai penyakit yang muncul kembali
(reemerging disease). Hal ini disebabkan oleh pemanasan global yang terjadi karena
polusi akibat ulah manusia yang menghasilkan emisi dan gas rumah kaca, seperti CO2,
CFC, CH3, NO, Perfluoro Carbon dan Carbon Tetra Fluoride yang menyebabkan
atmosfer bumi memanas dan merusak lapisan ozon, sehingga radiasi matahari yang
masuk ke bumi semakin banyak dan terjebak di lapisan bumi karena terhalang oleh rumah
kaca, sehingga temperatur bumi kian memanas dan terjadilah pemanasan global
(Soemirat, 2004).
Malaria disebabkan oleh protozoa darah yang termasuk ke dalam genus Plasmodium.
Plasmodium ini merupakan protozoa obligat intraseluler. Pada manusia terdapat 4 spesies
yaitu Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium malariae dan Plasmodium
ovale. Penularan pada manusia dilakukan oleh nyamuk betina Anopheles ataupun
ditularkan langsung melalui transfusi darah atau jarum suntik yang tercemar serta dari ibu
hamil kepada janinnya. (Harijanto P.N.2000). Malaria vivax disebabkan oleh P. vivax yang
juga disebut juga sebagai malaria tertiana. P. malariae merupakan penyebab malaria
malariae atau malaria kuartana. P. ovale merupakan penyebab malaria ovale, sedangkan P.
falciparum menyebabkan malaria falsiparum atau malaria tropika. Spesies terakhir ini
paling berbahaya, Karena malaria yang ditimbulkannya dapat menjadi berat sebab dalam
waktu singkat dapat menyerang eritrosit dalam jumlah besar, sehingga menimbulkan
berbagai komplikasi di dalam organ-organ tubuh. (Harijanto P.N.2000).
C. Siklus Hidup Plasmodium
Siklus hidup Plasmodium terdiri dari 2, yaitu siklus sporogoni (siklus seksual) yang
terjadi pada nyamuk dan siklus skizogoni (siklus aseksual) yang terdapat pada manusia.
Siklus ini dimulai dari siklus sporogoni yaitu ketika nyamuk mengisap darah manusia
yang terinfeksi malaria yang mengandung plasmodium pada stadium gametosit (8).
Setelah itu gametosit akan membelah menjadi mikrogametosit (jantan) dan
makrogametosit (betina) (9). Keduanya mengadakan fertilisasi menghasilkan ookinet
(10). Ookinet masuk ke lambung nyamuk membentuk ookista (11). Ookista ini akan
membentuk ribuan sprozoit yang nantinya akan pecah (12) dan sprozoit keluar dari
ookista. Sporozoit ini akan menyebar ke seluruh tubuh nyamuk, salah satunya di kelenjar
ludah nyamuk. Dengan ini siklus sporogoni telah selesai. Siklus skizogoni terdiri dari 2
siklus, yaitu siklus eksoeritrositik dan siklus eritrositik. Dimulai ketika nyamuk menggigit
manusia sehat. Sporozoit akan masuk kedalam tubuh manusia melewati luka tusuk
nyamuk (1). Sporozoit akan mengikuti aliran darah menuju ke hati, sehingga menginfeksi
sel hati (2) dan akan matang menjadi skizon (3). Siklus ini disebut siklus eksoeritrositik.
Pada Plasmodium falciparum dan Plasmodium malariae hanya mempunyai satu siklus
eksoeritrositik, sedangkan Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale mempunyai bentuk
hipnozoit (fase dormant) sehingga siklus eksoeritrositik dapat berulang. Selanjutnya,
skizon akan pecah (4) mengeluarkan merozoit (5) yang akan masuk ke aliran
darahsehingga menginfeksi eritrosit dan di mulailah siklus eritrositik. Merozoit tersebut
akan berubah morfologi menjadi tropozoit belum matang lalu matang dan membentuk
skizon lagi yang pecah dan menjadi merozoit lagi (6). Diantara bentuk tropozoit tersebut
ada yang menjadi gametosit (7) dan gametosit inilah yang nantinya akan dihisap lagi oleh
nyamuk. Begitu seterusnya akan berulang-ulang terus. Gametosit tidak menjadi penyebab
terjadinya gangguan klinik pada penderita malaria, sehingga penderita dapat menjadi
sumber penularan malaria tanpa diketahui (karier malaria).
D. Epidemiologi Penyakit Malaria
Distribusi dan Frekuensi Penyakit Malaria
1. Berdasarkan Orang Diperkirakan prevalensi malaria di seluruh dunia berkisar antara
300-500 juta kasus dengan kematian antara 1 sampai 2 juta setiap tahun dimana lebih dari
80% adalah anak-anak yang berusia kurang dari 5 tahun. Berdasarkan SKRT (Survei
Kesehatan Rumah Tangga) tahun 2001,
CSDR akibat malaria pada laki-laki 11 per 100.000 penduduk dan wanita 8 per 100.000
penduduk.
2. Berdasarkan Tempat Malaria ditemukan di daerah-daerah mulai 64o lintang utara
(Rusia) sampai dengan 32o lintang selatan (Argentina), dari daerah dengan ketinggian
2.666 m (Bolivia) sampai dengan daerah yang letaknya 433 m di bawah permukaan laut
(Laut Mati). Kini malaria banyak dijumpai di Meksiko, sebagian Karibia, Amerika
Tengah dan Selatan, Afrika Sub-Sahara, Timur Tengah, India, Asia Selatan, Asia
Tenggara, Indo Cina, dan pulau-pulau di Pasifik Selatan. Plasmodium vivax mempunyai
distribusi geografis yang paling luas mulai dari daerah yang beriklim dingin, subtropis
sampai ke daerah tropis, kadang-kadang dijumpai di Pasifik Barat. Di Indonesia, spesies
ini tersebar di seluruh kepulauan. Plasmodium falciparum terutama menyebabkan malaria
di Afrika, Asia, dan daerah daerah tropis lainnya. Di Indonesia, parasit ini tersebar di
seluruh kepulauan. Plasmodium malariae meluas meliputi daerah tropis maupun daerah
subtropik. Di Indonesia spesies ini dijumpai di Indonesia Bagian Timur. Plasmodium
ovale terutama terdapat di daerah tropik Afrika bagian barat, di daerah Pasifik Barat dan
di beberapa bagian lain di dunia. Di Indonesia, parasit ini terdapat di Pulau Owi sebelah
selatan Biak di Irian Jaya dan Nusa Tenggara Timur.
3. Berdasarkan Waktu
Berdasarkan SKRT tahun 2001, CFR malaria 0,1% (30.000 kematian dari 30 juta
kasus). Tahun 2005, CFR malaria 2 % (32.000 kematian dari 1,6 juta kasus). Pada tahun
yang sama CFR malaria falsiparum 1,12% (44 kematian dari 3.924 kasus).
E. Determinan Penyakit Malaria
Penyebaran penyakit malaria sangat ditentukan oleh faktor Host, Agent, dan
Environment:
1. Host a. Host Intermediate (Manusia) Keadaan manusia dapat menjadi pengandung
gametosit yang dapat meneruskan daur hidup nyamuk. Manusia ada yang rentan yaitu
yang dapat ditular malaria, tapi ada juga yang kebal dan tidak mudah ditular malaria.
Umur Anak-anak lebih rentan terhadap penyakit malaria dibandingkan orang
dewasa. Anak-anak usia kurang dari 5 tahun adalah kelompok terbanyak yang
berisiko terhadap malaria. Pertahanan tubuh terhadap malaria yang diturunkan
penting untuk melindungi anak kecil atau bayi karena sifat khusus eritrosit yang
relatif resisten terhadap masuk dan berkembang biaknya parasit malaria. Ras
Berbagai bangsa atau ras mempunyai kerentanan yang berbeda-beda (factor rasial)
terhadap penyakit malaria. Individu yang tidak mempunyai determinan golongan
darah Duffy (termasuk kebanyakan negro Afrika) mempunyai resistensi alamiah
terhadap Plasmodium vivax. Jenis Kelamin Infeksi parasit plasmodium dapat
menyerang semua masyarakat dari segala golongan termasuk golongan yang paling
rentan seperti wanita hamil. Hasil penelitian Gomes (2001) menyatakan bahwa ibu
hamil yang anemia kemungkinan 8,56 kali menderita malaria falsiparum
dibandingkan dengan ibu hamil yang tidak anemia. Riwayat Malaria Kekebalan
residual adalah kekebalan terhadap reinfeksi yang timbul akibat infeksi terdahulu
dengan strain homolog spesies parasit malaria. Kekebalan ini menetap hanya untuk
beberapa waktu. Cara Hidup Cara hidup sangat berpengaruh terhadap penularan
malaria, seperti tidur tidak memakai kelambu, tidak menggunakan repelen nyamuk
pada saat melakukan aktivitas di luar rumah dan pada saat sore hari, dan penggunaan
insektisida yang tidak teratur di dalam rumah. Imunitas Masyarakat yang tinggal
di daerah endemis malaria memiliki kekebalan alami terhadap penyakit malaria. Di
daerah endemi dengan transmisi malaria yang tinggi hampir sepanjang tahun,
penduduk nya sangat kebal dan sebagian besar dalam darahnya terdapat parasit
malaria dalam jumlah kecil. Selain itu, di daerah endemis malaria terdapat kekebalan
kongenital (atau neonatal) pada bayi yang dilahirkan oleh ibu dengan kekebalan
tinggi.
Pekerjaan Pekerjaan yang tidak menetap atau mobilitas yang tinggi berisiko lebih
besar terhadap penyakit malaria, seperti tugastugas dinas di daerah endemis untuk
jangka waktu yang lama sampai bertahun-tahun misalnya petugas medis, petugas
militer, misionaris, pekerja tambang, dan lain-lain. Pekerjaan sebagai buruh
perkebunan yang datang dari daerah yang non endemis ke daerah yang endemis
belum mempunyai kekebalan terhadap penyakit di daerah yang baru tersebut
sehingga berisiko besar untuk menderita malaria. Begitu pula pekerjapekerja yang
didatangkan dari daerah lain akan berisiko menderita malaria. Status Gizi Seorang
penderita malaria yang mengalami gizi buruk akan mempengaruhi kerja
farmakokinetik obat anti malaria seperti diare dan muntah menurunkan absorpsi obat.
Selain itu, disfungsi hati menyebabkan metabolism obat menurun. Anak yang bergizi
baik dapat mengatasi malaria berat dengan lebih cepat dibandingkan anak bergizi
buruk. b. Host Definitive (Nyamuk Anopheles) Nyamuk Anopheles di seluruh dunia
meliputi kira-kira 2.000 spesies. Yang dapat menularkan malaria kira-kira 60 spesies.
Di Indonesia, menurut pengamatan terakhir ditemukan 80 spesies Anopheles dan
yang ditemukan sebagai vektor malaria adalah 15 spesies dengan tempat perindukan
yang berbeda-beda. Hasil penelitian Barodj dkk (1999) menemukan nyamuk
Anopheles subpictus lebih banyak ditemukan istirahat di dalam rumah (57,4%)
dibandingkan di luar rumah (43,6%).
2. Agent (Plasmodium) Berbagai spesies dari genus plasmodium dari kelas Sporozoa
merupakan parasit malaria pada manusia. Plasmodium yang dapat menginfeksi
manusia ada empat jenis, yaitu: a. Plasmodium vivax Plasmodium vivax akan
memberikan intensitas serangan dalam bentuk demam setiap 3 hari sekali sehingga
sering dikenal dengan istilah malaria tertian (malaria benigna). Jenis malaria ini
tersebar di seluruh kepulauan di Indonesia dan pada umumnya di daerah endemis
mempunyai frekuensi tertinggi diantara spesies yang lain. Eritrosit yang dihinggapi
parasit P. vivax mengalami perubahan yaitu menjadi besar, berwarna pucat dan
tampak titik-titik halus berwarna merah yang bentuk dan besarnya sama (titik
Schuffner). Masa tunas intrinsik berlangsung 12-17 hari. b. Plasmodium malariae
Plasmodium malariae adalah penyebab malaria malariae atau malaria kuartana karena
serangan demam berulang pada tiap hari keempat. Penyakit malaria kurtana meluas
meliputi daerah tropik maupun daerah subtropik. Frekuensi penyakit ini di beberapa
daerah cenderung menurun. Eritrosit yang dihinggapi Plasmodium malariae tidak
membesar atau ukuran dan bentuk eritrosit normal.
Masa tunas intrinsik berlangsung 18 hari dan kadangkadang sampai 30-40 hari. c.
Plasmodium ovale Plasmodium ovale mempunyai waktu demam yang lebih pendek
dan biasanya bisa sembuh spontan. Masa tunas intrinsik sama seperti Plasmodium
vivax, yaitu 12-17 hari. Plasmodium vivax dapat ditemukan di daerah tropik Afrika
bagian barat, di daerah Pasifik Barat dan beberapa lain di dunia. Di Indonesia parasit
ini terdapat di Pulau Owi sebelah selatan Biak Irian Jaya dan di Pulau Timor.
Perubahan eritrosit yang terjadi yaitu eritrosit tampak oval dengan tepi bergerigi. Titik
Schuffner menjadi lebih banyak. d. Plasmodium falciparum Parasit ini ditemukan di
daerah tropik terutama di Afrika dan Asia Tenggara sehingga disebut dengan
penyebab malaria tropika (malaria maligna). Di Indonesia parasit ini tersebar di
seluruh kepulauan. Spesies ini merupakan paling berbahaya karena penyakit yang
ditimbulkannya dapat menjadi berat. Pada malaria falciparum, eritrosit yang
terinfeksi tidak membesar selama stadium perkembangan parasit. Namun, terjadi
perubahan yang menyerupai bentuk pisang.
3. Environment (Lingkungan)
a. Meliputi lingkungan fisik, antara lain: a) Suhu Udara sangat mempengaruhi
panjang pendeknya siklus Sprogami atau masa inkubasi Ektrinsik. Masa inkubasi
Ekstrinsik adalah mulai saat masuknya gametosit ke dalam tubuh nyamuk sampai
terjadinya stadium sporogami dalam nyamuk yaitu terbentuknya sporozoid yang
kemudian masuk kedalam kelenjar liur. Makin tinggi suhu maka makin pendek masa
inkubasi Ekstrinsik. Pengaruh suhu berbeda dari setiap species pada suhu 26,7oC
masa inkubasi Ekstrinsik untuk setiap species sebagai berikut: Parasit falciparum:
10 – 12 hari Parasit vivax: 8 – 11 hari Parasit malaria: 14 hari Parasit ovale:
15 hari Masa inkubasi Intrinsik adalah waktu mulai masuknya Sprozoid darah sampai
timbulnya gejala klinis/demam atau sampai pecahnya sizon darah dalam tubuh
penderita. Masa inkubasi Intrinsik berbeda tiap species: Plasmodium falciparum:
10 – 14 hari Plasmodium vivax: 12 – 17 hari Plasmodium malariae: 18 – 40
hari Plasmodium ovale: 16 – 18 hari b) Kelembaban Udara Kelembaban udara
yang rendah, mempengaruhi umur nyamuk, tingkat kelembaban 63 % misalnya
merupakan angka paling rendah untuk memungkinkan adanya penularan. c) Hujan
Terdapat hubungan langsung antara hujan dan perkembangan larva nyamuk menjadi
dewasa. Hujan diselingi oleh panas akan memperbesar kemungkinan berkembangnya
Anopheles spp. Bila curah hujan yang normal pada sewaktu-waktu maka permukaan
air akan meningkat sehingga tidak menguntungkan bagi malaria. Curah hujan yang
tinggi akan merubah aliran air pada sungai atau saluran air sehingga larva dan
kepompong akan terbawa oleh air (Chwaat-Bruce. L.J, 1985). d) Angin Jarak terbang
nyamuk dapat dipengaruhi oleh kecepatan angin artinya jarak jangkau nyamuk dapat
diperpanjang atau di perpendek tergantung kepada arah angin. e) Sinar Matahari
Pengaruh sinar matahari terhadap pertumbuhan larva nyamuk berbeda-beda.
An.sundaicus. Lebih menyukai tempat yang teduh dan An.barbirostris dapat hidup di
tempat yang teduh maupun tempat yang terang. An.macculatus lebih suka hidup di
tempat yang terlindung (sinar matahari tidak langsung) . f) Arus Air Masing-masing
nyamuk menyukai tempat perindukan yang aliran airnya berbeda. An.barbirostris
menyukai tempat perindukan yang airnya statis atau sedikit mengalir. An.minimus
menyukai tempat perindukan yang airnya cukup deras dan An. Letifer di tempat air
yang tergenang (Depkes RI, 2006). b. Lingkungan Kimia Beberapa species nyamuk
dapat juga memanfaatkan oksigen yang terlarut (Dissolved oxygen) melalui
pernafasan kulit. Dari lingkungan kimia yang baru diketahui pengaruhnya adalah
kadar garam dari tempat perindukan, seperti An.sundaicus tumbuh optimal pada air
payau yang kadar garamnya berkisar 12-18% dan tidak dapat berkembang biak pada
garam lebih dari 40%. Untuk mengatur derajat keasaman air yang disenangi pada
tempat perkembangbiakan nyamuk perlu dilakukan pengukuran pH air, karena
An.Letifer dapat hidup ditempat yang asam atau pH rendah (Depkes RI, 2006). c.
Lingkungan Biologi Jenis tumbuhan air yang ada seperti bakau (Mangroves),
ganggang dan berbagai jenis tumbuhan lain yang dapat mempengaruhi kehidupan
larva nyamuk, karena ia dapat menghalangi sinar matahari yang masuk atau
menghalangi dari serangan mahkluk hidup lain. Beberapa jenis tanaman air
merupakan indicator bagi jenis-jenis nyamuk tertentu. Tanaman air bukan saja
menggambarkan sifat fisik, tetapi juga menggambarkan susunan kimia dan suhu air
misalnya pada lagun banyak ditemui lumut perut ayam (Heteromorpha) dan lumut
sutera (Enteromorpha) kemungkinan di lagun tersebut ada larva An. Sundaicus.
Adanya berbagai jenis ikan pemakan larva seperti ikan kepala timah (Plocheilus
panchax Panchax spp), Gambusi sp, Oreochromis niloticus (nila merah),
Oreochromis mossambica (mujair), akan mempengaruhi populasi nyamuk disuatu
daerah. Selain itu adanya ternak besar seperti sapid dan kerbau dapat mengurangi
jumlah gigitan nyamuk pada manusia, apabila kandang hewan tersebut diletakkan
diluar rumah, tetapi tidak jauh dari rumah atau cattle barrier (Rao, T.R, 1984). d.
Lingkungan Sosial Budaya Faktor ini kadang- kadang besar sekali pengaruhnya
dibandingkan dengan factor lingkungan yang lain. Kebiasaan untuk berada diluar
rumah sampai larut malam, di mana vector lebih bersifat eksofilik dan eksofagik akan
memperbesar jumlah gigitan nyamuk. Penggunaan kelambu, kawat kasa pada rumah
dan penggunaan zat penolak nyamuk yang intensitasnya berbeda sesuai dengan
perbedaan status sosial masyarakat akan mempengaruhi angka kesakitan malaria
(Iskandar,1985).
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi protozoa dari genus
Plasmodium yang dapat dengan mudah dikenali dari gejala meriang (panas, dingin
dan menggigil) serta demam berkepanjangan. Penyakit ini menyerang manusia dan
juga sering ditemukan pada hewan berupa burung, kera, dan primata lainnya
(Achmadi, 2008). 2. Malaria disebabkan oleh protozoa darah yang termasuk ke
dalam genus Plasmodium. Plasmodium ini merupakan protozoa obligat
intraseluler. Pada manusia terdapat 4 spesies yaitu Plasmodium falciparum,
Plasmodium vivax, Plasmodium malariae dan Plasmodium ovale. Penularan pada
manusia dilakukan oleh nyamuk betina Anopheles ataupun ditularkan langsung
melalui transfusi darah atau jarum suntik yang tercemar serta dari ibu hamil kepada
janinnya. (Harijanto P.N.2000). 3. Siklus hidup Plasmodium terdiri dari 2, yaitu
siklus sporogoni (siklus seksual) yang terjadi pada nyamuk dan siklus skizogoni
(siklus aseksual) yang terdapat pada manusia. 4. Epidemiologi penyakit malaria
dibagi menjadi: a. Distribusi dan Frekuensi a) Berdasarkan Orang b) Berdasarkan
Tempat c) Berdasarkan Waktu b. Determinan a) Faktor Host b) Faktor Agent c)
Faktor Environment 5. Ada beberapa cara penularan penyakit malaria, antara lain
: Penularan secara alamiah (Natural Infection) dan Penularan yang tidak alamiah .
6.Gejala dan tanda malaria dibagi menjadi : Gejala umum, Pola Demam,
Mekanisme Periode Panas, dan Kekambuhan (Relaps dan Rekrudesensi). 7.
Diagnosis malaria ditegakkan seperti diagnosis penyakit lainnya berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboraturium. Diagnosis pasti
malaria harus ditegakkan dengan pemeriksaan sediaan darah secara mikroskopik
atau tes diagnostik cepat (RDT – Rapid Diagnostik Test). 8. Pencegahan penyakit
malaria dibagi menjadi : Pencegahan Primer, Pencegahan Sekunder, dan
Pencegahan Tertier. 9. Obat anti malaria yang dapat digunakan untuk memberantas
malaria diantaranya : a. malaria falcifarum adalah artemisinin dan deriviatnya,
chinchona alkaloid, meflokuin, balofantrin, sulfadoksinpirimetamin, dan
proguanil. b. malaria vivax dan malaria ovale, menggunakan obat anti malaria
klorokuin. Namun bila digunakan sebagai terapi radikal pemberian klorokuin
diikuti dengan pemberian primakuin, tidak terkecuali infeksi yang disebabkan
plasmodium malariae, jenis obat klorokuin tetap digunakan. 10. Di Indonesia,
malaria masih merupakan masalah kesehatan yang harus diperhatikan. Di luar Jawa
dan Bali angka morbiditas dan mortalitas masih tinggi. Ledakan kasus atau wabah
yang menimbulkan kematian juga masih tinggi terutama di daerah transmigrasi
yang merupakan wilayah dengan campuran penduduk dari daerah endemis dan
daerah non endemis. 11. Program Eliminasi : Diagnosis Malaria, Pengobatan,
Pencegahan, Kemitraan dalam Menuju Eliminasi Malaria, dan Pos Malaria Desa.
12. Fenomena perubahan iklim ditengarai berdampak terhadap peningkatan
populasi vektor nyamuk malaria. Sehingga, perubahan iklim menyebabkan
eliminasi malaria menjadi semakin sulit untuk dilakukan
B. Saran
Penyakit Malaria adalah salah satu penyakit yang sangat berbahaya, menyarang tanpa
melihat umur dan dampak terparahnya adalah dapat menimbulkan kematian. Dari hal ini
lah penyakit malaria harus di cegah, ada beberapa hal yang harus diketahui untuk
mengatasi malasah malaria. Hal tersebut adalah pengetahuan tentang penyakit malaria
contohnya cara penularan, pencegahan, pengobatan, dan program yang dibuat oleh
pemerintah untuk mencegah malaria.
DAFTAR PUSTAKA
Arsin, AA. (2012). Malaria Di Indonesia Tinjauan Aspek Epidemiologi. Makassar: Masagena Press.
Zupriwidani. (2013). Skripsi Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Malaria Di Desa Rantau
Panjang Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang. Medan: Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara.
Silalahi, V. (2011). Karakteristik Penderita Malaria dengan Parasit Positif yang Dirawat Inap di RSD
Kolonel Abundjani Bangko Kabupaten Merangin Provinsi Jambi Tahun 2009.
Depkes RI. (2006). Profil Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Tahun 2005. Dirjen
PP&PL, Jakarta
Harijanto PN dkk, (2010). Malaria dari Molekuler ke Klinis. Edisi Kedua. EGC, Jakarta.
Junita, S. (2010). Hubungan Faktor Lingkungan Fisik Rumah Dengan Kejadian Malaria Di Desa Suka
Karya Kecamatan Simeulue Timur Kabupaten Simeulue Propinsi Aceh Tahun 2010.
Setiyani, Nur Rochmah Wahyu and Gassem, M Hussein. (2014). Gambaran Klinis Dan Tatalaksana
Pasien Rawat Inap Malaria Falciparum Di Rsup Dr Kariadi Semarang Periode 2009 – 2013.
Undergraduate thesis, Faculty of Medicine Diponegoro University.
Rahmad A. (2007). Ebers Papyrus – Jurnal Kedokteran dan Kesehatan: Aspek Imunitas Malaria. Volume
13.
Laihad FJ. (2011). Epidemiologi Malaria di Indonesia : Eliminasi Malaria Pada Era Desentralisasi.
Volume I-triwulan I.
Harijanto P. (2011). Epidemiologi Malaria di Indonesia : Tata Laksana Malaria Untuk Indonesia. Volume
I-triwulan I.
Depkes RI. (2000). Modul Epidemiologi Malaria. Ditjen P2M dan PLP, Jakarta.
Gandahusada S dkk, (2003). Parasitologi Kedokteran. Edisi ketiga. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Jakarta.
Garcia L dan David A.B, (1996). Diagnostik Parasitologi Kedokteran. EGC, Jakarta.
Sudoyo A.W., (2006). Buku Ajar : Ilmu Penyakit Dalam. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FKUI, Jakarta
Depkes RI. (2005). Pedoman Tatalaksana Kasus Malaria di Indonesia. Ditjen PPM & PL, Jakarta.