Disusun Oleh :
Kelompok 3
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
2019
A. DEFINISI PENYAKIT
Benign prostatic hyperplasia (BPH) adalah diagnosis histologis yang
mengacu pada proliferasi otot polos dan sel epitel di dalam zona transisi
prostat (AUA, 2010). BPH terjadi pada zona transisi prostat, dimana sel
stroma dan sel epitel berinteraksi. Sel sel ini pertumbuhannya dipengaruhi
oleh hormon seks dan respon sitokin. Pada penderita BPH hormon
dihidrotestosteron (DHT) sangat tinggi dalam jaringan prostat. Sitokin dapat
memicu respon inflamasi dengan menginduksi epitel. Prostat membesar
mengakibatkan penyempitan uretra sehingga terjadi gejala obstruktif yaitu :
hiperaktif kandung kemih, inflamasi, pancaran miksi lemah (Skinder et al,
2016).
B. PATOFISIOLOGI
Gambar 2. Mekanisme aksi dan target intevensi farmakologis keluhan LUTS pada
pasien BPH
Tabel 1. Kategori keparahan penyakit benign prostatic hyperplasia (BPH) berdasarkan tanda dan gejala
a. Pembedahan
G. MONITORING
Hasil terapi utama terapi BPH adalah memulihkan aliran urin yang
adekuat tanpa menimbulkan efek samping, sehingga yang harus dimonitoring
adalah :
1) Menilai kualitas hidup pasien. Hasil terapi tergantung pasien terhadap
efektivitas dan penerimaan terapi yang diberikan. Skor Gejala Asosiasi
Urologi Amerika adalah instrumen standar tervalidasi yang dapat
digunakan untuk menilai kualitas hidup pasien.
2) Melakukan penguran obyektif dari pengosongan kandung kemih
(misalnya, laju aliran urin dan volume urin PVR) adalah tindakan yang
berguna pada pasien yang mempertimbangkan operasi.
3) Memantau tes laboratorium (mis. Nitrogen urea darah, kreatinin, dan
PSA) dan analisis urin secara teratur. Pemeriksaan rektal digital tahunan
dianjurkan jika harapan hidup minimal
(Dipiro,2015)
DAFTAR PUSTAKA
American Urologic Association (AUA). 2010. Management of Benign Prostatic
Hyperplasia (BPH).
Dipiro,Cecily. V et al, 2015. Pharmacotherapy Hand Book Ninth Edition
USA:McGraw-Hills Education eBook.
Ikatan Ahli Urologi Indonesia: 2012. Pedoman Penatalaksanaan BPH di Indonesia.
Diunduh dari: http://www.iaui.or.id/info/guid.pp (9 Mei 2019)
Nickel,J.C .,Carlos E. Méndez-Probst, MDH., Whelan,T.F., Ryan F., Paterson, Razvi.
H., 2010. Guidelines for the management of benign prostatic hyperplasia.
CUA Guideline vol 4 (5):310-316.
Ong HL, Liao CH, & Kuo HC. 2016. Long-term Combination Therapy With α-
Blockers and 5α-Reductase Inhibitors in Benign Prostatic Hyperplasia: Patient
Adherence and Causes of Withdrawal From Medication. Int Neurourol
J.20:356-362
Purnomo B. 2011. Dasar-dasar urologi. Edisi ke-3. Jakarta: Sagung Seto
Sarma AV, Wei JT. Benign prostatic hyperplasia and lower brinary tract
symptoms. N Engl J Med [Internet]. 2012 [cited 2015 June 10):367:248-57.
Available.from:http://www.nejm.org/doi/pdf/10.1056/NEJMcp1106637
Skinder, D., Zacharia, I., Studin, J., & Covino, J. 2016. Benign Prostatic Hyperplasia:
A Clinical Review. Journal of the American Academy of Physician Assistant.
29(8): 19-23.