Pengumpulan Data
Data Kondisi Terumbu Karang
Pengambilan data kondisi terumbu karang dilakukan dengan
menggunakan metode transek garis (Line Intercept Transect) pada kedalaman
antara 1-3 m (reef flat) dan 3-7 m.
Data Kelimpahan Penyakit Karang
Pengambilan data menggunakan transek sabuk (belt transect) dengan lebar
masingmasing 1 m ke samping kiri dan samping kanan garis transek dengan
panjang transek 20 m sebanyak tiga ulangan, sehingga luas cakupan daerah 120
m2.
Data Kualitas Perairan
Parameter lingkungan yang diukur meliputi oseanografi fisik (kedalaman,
suhu air, kecerahan, intensitas cahaya, dan substrat dasar), dan kimia (DO, pH,
nitrat, dan ortofosfat). Pengukuran data in situ dengan menggunakan alat YSI 556
MPS, sementara parameter lain dilakukan pengambilan sampel dan dianalisis di
Laboratorium.
Bahan dan Alat Penelitian
Penelitian ini menggunakan alat dasar lengkap snorkeling (fins, masker,
wetsuit), rol meter, kamera underwater merek Cannon Ixus 120, alat pengukur
kualitas air in situ merk YSI 556 MPS (suhu, konduktivitas, TDS, salinitas, DO,
pH), secchi disk, pengukur kecepatan arus, alat tulis bawah air, dan skala standar
untuk pengambilan foto bawah air. Bahan dan Alat Penelitian Penelitian ini
menggunakan alat dasar lengkap snorkeling (fins, masker, wetsuit), rol meter,
kamera underwater merek Cannon Ixus 120, alat pengukur kualitas air in situ
merk YSI 556 MPS (suhu, konduktivitas, TDS, salinitas, DO, pH),
Pengambilan data menggunakan metode Belt Transect sepanjang 60 meter
dengan lebar jarak pandang 2 meter pada kedalaman 5 meter. Karang yang didata
adalah karang dari Suku Fungiidae. Semua Fungiidae yang ditemukan dalam
luasan Belt Transect (60x2 meter) itu didokumentasikan menggunakan kamera
bawah air kemudian semua penyakit karang yang ditemukan pada suku ini
diidentifikasi dengan merujuk pada Beeden (2008). Prevalensi (kemerataan)
penyakit karang diketahui dengan mencatat jumlah kasus penyakit dan jumlah
karang sehat per satuan luas, dimana luas pengamatan pada penelitian adalah 120
m2. Persamaan prevalensi ini digunakan untuk melihat kemerataan penyakit
karang yang terdapat pada suku Fungiidae. Kelimpahan (abundance) penyakit
karang dihitung berdasarkan pembagian jumlah karang yang terkena suatu jenis
penyakit dengan jumlah seluruh karang yang terkena penyakit.
Penelitian dilakukan pada bulan November 2011 dengan satu kali
pengamatan pada enam lokasi di daerah tubir (upper reefs slope) dan sepuluh
lokasi di daerah lereng terumbu (reefs slope). Pada lokasi tubir, secara spasial
wilayah Kepulauan Seribu dibagi atas tiga zona berdasarkan jarak dari pulau
utama (Pulau Jawa), yaitu zona 1 (Pulau Pari bagian Timur dan bagian Selatan)
sebagai jarak terdekat, zona 2 (Pulau Pramuka bagian Utara dan bagian Selatan)
sebagai jarak sedang dan zona 3 (Pulau Penjaliran Timur dan Pulau Peteloran)
sebagai jarak terjauh. Pada pengamatan di sepuluh lokasi di bagian lereng
terumbu (reefs slope) dilakukan pada kedalaman 5-7 m pada saat terjadi puncak
prevalensi untuk mendapatkan perbedaan distribusi penyakit karang antara
perairan dangkal di tubir dan pada lereng terumbu.
Penelitian berupa pengumpulan data kondisi karang didapatkan dengan
menggunakan metode transek garis (Line Intersept Transect) menggunakan roll
meteran sepanjang 20 m dengan tiga kali ulangan dan diberikan jarak sekitar 5 m
sebagai pemisah ulangan antara yang satu dengan ulangan lainnya. Data karang
yang dicatat meliputi bentuk pertumbuhan (life form) di sepanjang garis transek
dengan ukuran koloni yang masuk kriteria dalam pencatatan dengan diameter
karang di atas 5 cm.
Pengamatan penyakit karang dilakukan dengan menggunakan metode
transek sabuk (belt transect) dengan ukuran 1 meter ke kiri dan 1 meter ke kanan
garis transek dengan panjang 20 m sehingga total luasan yang teramati adalah 120
m2 dan dilakukan tiga kali ulangan pada setiap lokasi di tubir dan lereng terumbu.
Data tutupan karang hidup, prevalensi penyakit karang jenis sabuk hitam (black
band disease) dan kelompok kriteria pengganggu kesehatan karang
(Compremished health) dianalisis dengan menggunakan Anova faktor tunggal
(Anova single factor) dengan program Excel 2007 untuk mendapatkan perbedaan
antara di tubir dengan lereng terumbu.
Kualitas air yang diamati adalah suhu (oC) dan intensitas cahaya
menggunakan alat data logger merk Hobo yang ditempatkan pada kedalaman 2 m
untuk mewakili data di tubir, pencatatan data secara otomatis setiap dua jam.
Sedangkan nitrat (mg/L), fosfat (mg/L), total organik matter (TOM), dan tingkat
kekeruhan dilakukan pengambilan sampel air.
III HASIL DAN BAHASAN
Pada stasiun Barat Daya Pramuka hanya ditemukan 4 marga dari Fungiidae,
yaitu 1 individu Herpolitha, 20 individu Fungia, 10 individu Ctenactis, dan 3
individu Sandalolitha. Pada stasiun Area Perlindungan Laut (APL) ditemukan 4
marga dari Fungiidae yaitu 22 individu Fungia, 5 individu Ctenactis, 5 individu
Herpolitha, dan 1 individu Sandalolitha. Timur Laut Pramuka merupakan stasiun
yang memiliki nilai keragaman yang paling tinggi karena ditemukan 5 Marga dari
Fungiidae, yaitu 9 individu Fungia, 4 individu Ctenactis, 2 individu Herpolitha, 2
individu Sandalolitha, dan 1 individu.
Heliofungia. Pada stasiun Timur Pramuka ditemukan 4 marga dari
Fungiidae, yaitu 6 individu Fungia, 4 individu Herpolitha, 3 individu Ctenactis,
dan 1 individu Heliofungia. Pada Dermaga 1 hanya ditemukan 3 marga karang
Fungiidae, yaitu 4 individu Fungia, 2 individu Ctenactis dan 1 individu
Herpolitha. Walaupun Timur. Laut Pramuka merupakan stasiun yang paling tinggi
keragamannya, namun Fungiidae paling berlimpah pada stasiun Barat Daya
Pramuka yaitu sebanyak 34 individu karang Fungiidae. Fungia merupakan marga
yang paling berlimpah pada seluruh stasiun pengamatan. Sedangkan Heliofungia
merupakan marga yang paling jarang ditemukan.
Penyakit karang paling banyak menjangkit pada marga Fungia. Dari total 61
individu Fungia yang terdata di perairan Pulau Pramuka, hanya 19 individu
(31,15%) saja yang masih dalam kondisi sehat dan 42 individu (68,85%) terkena
penyakit karang. Pada lokasi Area Perlindungan Laut (APL) paling banyak
ditemukan Fungia yang terserang penyakit, yaitu 17 individu (77,27%) dan hanya
5 Fungia (22,73%) yang sehat. Pada Fungia ditemukan Yellow Band Disease,
sedimentasi, pemutihan karang dengan pola patches dan full, serta gabungan
penyakit Yellow Band Disease dengan sedimentasi dalam satu individu.
Ctenactis merupakan marga dari suku Fungiidae kedua yang paling banyak
terkena penyakit karang setelah marga Fungia. Sebanyak 24 individu karang
Ctenactis ditemukan di seluruh stasiun pengamatan di Pulau Pramuka, 17 individu
(70,83%) di antaranya terkena penyakit karang. Lokasi yang paling banyak
ditemukan Ctenactis yang terserang penyakit adalah pada stasiun Barat Daya
Pramuka dengan jumlah 6 individu (60%) terserang penyakit dan 4 individu
(40%) dalam kondisi sehat. Pada Ctenactis ditemukan Yellow Band Disease,
pemutihan karang dengan semua pola (patches, spots, stripes, dan menyeluruh)
dan gabungan penyakit Yellow Band Disease dengan sedimentasi dalam satu
individu. Herpolitha menempati urutan ketiga yang paling banyak terkena
penyakit karang. Jumlah karang Herpolitha yang ditemukan adalah 13 individu,
dimana 5 individu (38,46%) terkena penyakit karang dan 8 individu (61,54%)
A. Kondisi Karang
Lokasi pengamatan yang terbagi menjadi daerah dekat, sedang, dan terjauh
dengan daratan utama Pulau Jawa adalah seluas 720 m2 dengan total panjang 360
m. Pengamatan kondisi karang pada lokasi penelitian diperoleh bahwa tutupan
karang hidup rata-rata pada tubir (65,08%) lebih tinggi dibandingkan dengan di
lereng terumbu (22,88%) (Gambar 1).
Karang Montipora sp. dan Acropora sp. lebih banyak ditemukan pada
perairan dangkal yaitu di tubir, sebaliknya karang jenis lain lebih banyak
ditemukan di lereng terumbu. Distribusi karang Montipora sp. secara alamiah
sangat mendukung tempat penyebaran atau infeksi bakteri patogen karena
populasinya lebih banyak dibandingkan dengan jenis karang lain (Gambar 2).
Berdasarkan data suhu dan intensitas pada pengamatan selama kurang lebih
satu tahun (Tabel 2) terlihat suhu dan intensitas camg/L dan 55,93 mg/L pada saat
tingkat prevalensi penyakit sabuk hitam tertinggi (Tabel 1). Lokasi tempat
ditemukan penyakit karang dalam jumlah di luar batas normal yaitu di Pulau
Pramuka memiliki rata-rata TDS dan TOM lebih rendah dibandingkan dengan dua
lokasi lain, yaitu TDS 28,62±12,11 mg/L dan 29,16±14,45 mg/L.
Data meterologi yang meliputi lama penyinaran matahari, curah hujan, dan
kecepatan angin (Gambar 5) menunjukkan suatu saling keterkaitan. Lama
penyinaran matahari mengalami peningkatan sejak awal hingga di saat terjadinya
puncak prevalensi penyakit sabuk hitam, hal yang sama juga diperlihatkan oleh
data suhu dan intensitas cahaya matahari yang sampai ke dasar perairan di lokasi
pengamatan.
Curah hujan mengalami penurunan sebelum terjadi puncak prevalensi
penyakit dan sedikit mengalami peningkatan di saat terjadi puncak prevalensi
penyakit sabuk hitam. Kecepatan angin mengalami penurunan di saat puncak
prevalensi penyakit sabuk hitam (bulan November 2011) dan mengalami
peningkatan pada bulan Desember 2011 di Kepulauan Seribu, Jakarta.