Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

BAYI DENGAN MECONIUM ASPIRATORY SINDROME (MAS)


DI RUANG PERINATOLOGI
RS DR. SAIFUL ANWAR – MALANG

UNTUK MEMENUHI TUGAS PROFESI NERS

DEPARTEMEN ANAK

DISUSUN OLEH :

INNANI WILDANIA HUSNA

150070300011138

PROFESI NERS

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

2016
LAPORAN PENDAHULUAN
MEKONIUM ASPIRASI SYNDROME

I. Definisi
Sindroma aspirasi mekonium (SAM) merupakan sekumpulan gejala yang
diakibatkan oleh terhisapnya cairan amnion mekonial ke dalam saluran
pernafasan bayi. Sindroma aspirasi mekonium (SAM) adalah salah satu
penyebab yang paling sering menyebabkan kegagalan pernapasan pada bayi
baru lahir aterm maupun post-term. Kandungan mekonium antara lain adalah
sekresi gastrointestinal, hepar, dan pancreas janin, debris seluler, cairan amnion,
serta lanugo. Cairan amnion mekonial terdapat sekitar 10-15% dari semua
jumlah kelahiran cukup bulan (aterm), tetapi SAM terjadi pada 4-10% dari bayi-
bayi ini, dan sepertiga diantara membutuhkan bantuan ventilator. Adanya
mekonium pada cairan amnion jarang dijumpai pada kelahiran preterm. Resiko
SAM dan kegagalan pernapasan yang terkait, meningkat ketika mekoniumnya
kental dan apabila diikuti dengan asfiksia perinatal. Beberapa bayi yang
dilahirkan dengan cairan amnion yang mekonial memperlihatkan distres
pernapasan walaupun tidak ada mekonium yang terlihat dibawah korda vokalis
setelah kelahiran. Pada beberapa bayi, aspirasi mungkin terjadi intrauterine,
sebelum dilahirkan.1,8

II. Etiologi
Etiologi terjadinya sindroma aspirasi mekonium adalah cairan amnion
yang mengandung mekonium terinhalasi oleh bayi. Mekonium dapat keluar
(intrauterin) bila terjadi stres / kegawatan intrauterin. Mekonium yang terhirup
bisa menyebabkan penyumbatan parsial ataupun total pada saluran pernafasan,
sehingga terjadi gangguan pernafasan dan gangguan pertukaran udara di paru-
paru. Selain itu, mekonium juga berakibat pada iritasi dan peradangan pada
saluran udara, menyebabkan suatu pneumonia kimiawi. 3
Bagan 2.1 Etiologi Sindroma Aspirasi Mekonium (Clark, 2010)

III. FAKTOR RESIKO


Faktor resiko yang terkait kejadian SAM antara lain adalah kehamilan
post-term, pre-eklampsia, eklampsia, hipertensi pada ibu, diabetes mellitus pada
ibu, bayi kecil masa kehamilan (KMK), ibu yang perokok berat, penderita
3
penyakit paru kronik, atau penyakit kardiovaskular.

IV. PATOFISIOLOGI SINDROMA ASPIRASI MEKONIUM


Keluarnya mekonium intrauterine terjadi akibat dari stimulasi saraf saluran
pencernaan yang sudah matur dan biasanya akibat dari stres hipoksia pada
fetus. Fetus yang mencapai masa matur, saluran gastrointestinalnya juga matur,
sehingga stimulasi vagal dari kepala atau penekanan pusat menyebabkan
peristalsis dan relaksasi sfingter ani, sehingga menyebabkan keluarnya
mekonium. Mekonium secara langsung mengubah cairan amniotik, menurunkan
aktivitas anti-bakterial dan setelah itu meningkatkan resiko infeksi bakteri
perinatal. Selain itu, mekonium dapat mengiritasi kulit fetus, kemudian
meningkatkan insiden eritema toksikum. Bagaimanapun, komplikasi yang paling
berat dari keluarnya mekonium dalam uterus adalah aspirasi cairan amnion yang
tercemar mekonium sebelum, selama, maupun setelah kelahiran. Aspirasi cairan
amnion mekonial ini akan menyebabkan hipoksia melalui 4 efek utama pada
paru, yaitu: obstruksi jalan nafas (total maupun parsial), disfungsi surfaktan,
pneumonitis kimia dan hipertensi pulmonal. 3

Obstruksi jalan nafas


Obstruksi total jalan nafas oleh mekonium menyebabkan atelektasis.
Obstruksi parsial menyebabkan udara terperangkap dan hiperdistensi alveoli,
biasanya termasuk efek fenomena ball-valve. Hiperdistensi alveoli menyebabkan
ekspansi jalan nafas selama inhalasi dan kolaps jalan nafas di sekitar mekonium
yang terinspirasi di jalan nafas, menyebabkan peningkatan resistensi selama
ekshalasi. Udara yang terperangkap (hiperinflasi paru) dapat menyebabkan
ruptur pleura (pneumotoraks), mediastinum (pneumomediastinum), dan
perikardium (pneumoperikardium). 3

Disfungsi surfaktan
Mekonium menonaktifkan surfaktan dan juga menghambat sintesis
surfaktan. Beberapa unsur mekonium, terutama asam lemak bebas (seperti
asam palmitat, asam oleat), memiliki tekanan permukaan minimal yang lebih
tinggi dari pada surfaktan dan melepaskannya dari permukaan alveolar,
menyebabkan atelektasis yang luas. 3

Pneumonitis kimia
Mekonium mengandung enzim, garam empedu, dan lemak yang dapat
mengiritasi jalan nafas dan parenkim, mengakibatkan pelepasan sitokin
(termasuk tumor necrosis factor (TNF)-α, interleukin (IL)-1ß, I-L6, IL-8, IL-13)
dan menyebabkan pneumonitis luas yang dimulai dalam beberapa jam setelah
aspirasi. Semua efek pulmonal ini dapat menimbulkan gross ventilation-
perfusion (V/Q) mismatch. 3

Hipertensi pulmonal persisten pada bayi baru lahir


Beberapa bayi dengan sindroma aspirasi mekonium mengalami hipertensi
pulmonal persisten pada bayi baru lahir (persistent pulmonary hypertension
of the newborn [PPHN]) primer atau sekunder sebagai akibat dari stres
intrauterin yang kronik dan penebalan pembuluh pulmonal. PPHN lebih lanjut
berperan dalam terjadinya hipoksemia akibat sindrom aspirasi mekonium. 3

Bagan 2.2 Patofisiologi Sindroma Aspirasi Mekonium (Clark, 2010)

V. GAMBARAN KLINIS
Di dalam uterus, atau lebih sering, pada pernapasan pertama, mekonium
yang kental teraspirasi ke dalam paru, mengakibatkan obstruksi jalan napas
kecil yang dapat menimbulkan kegawatan pernapasan dalam beberapa jam
pertama setelah kelahiran dengan gejala takipnea, retraksi, stridor, dan sianosis
pada bayi dengan kasus berat. Obstruksi parsial pada beberapa jalan napas
dapat menimbulkan pneumothoraks atau pneumomediastinum, atau keduanya.
Pengobatan tepat dapat mencegah kegawatan pernapasan, yang dapat hanya
ditandai oleh takikardia tanpa retraksi. Pada kondisi gawat nafas, dapat terjadi
distensi dada yang berat yang membaik dalam 72 jam. Akan tetapi bila dalam
perjalanan penyakitnya bayi memerlukan bantuan ventilasi, keadaan ini dapat
menjadi berat dan kemungkinan mortalitasnya tinggi. Takipnea dapat menetap
selama beberapa hari atau bahkan beberapa minggu. Foto radiografi dada
bersifat khas ditandai dengan bercak-bercak infiltrat, corakan kedua lapangan
paru kasar, diameter anteroposterior bertambah, dan diafragma mendatar. Foto
x-ray dada normal pada bayi dengan hipoksia berat dan tidak adanya
malformasi jantung mengesankan diagnosis sirkulasi jantung persisten. PO 2
arteri dapat rendah pada penyakit lain, dan jika terjadi hipoksia, biasanya ada
asidosis metabolik. 1

VI.PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Rontgen dada untuk menemukan adanya atelektasis, peningkatan
diameter antero posterior, hiperinflation, flatened diaphragm akibat
obstruksi dan terdapatnya pneumothorax ( gambaran infiltrat kasar dan
iregular pada paru )
2. Analisa gas darah untuk mengidentifikasi acidosis metabolik atau
respiratorik dengan penurunan PO2 dan peningkatan tingkat PCO2

VII. DIAGNOSIS SINDROME ASPIRASI MEKONIUM


Diagnosis ditegakkan berdasarkan keadaan berikut:
1. Sebelum bayi lahir, alat pemantau janin menunjukkan bradikardia (denyut
jantung yang lambat)
2. Ketika lahir, cairan ketuban mengandung mekonium (berwarna kehijauan)
3. Bayi memiliki nilai Apgar yang rendah.
4. Dengan bantuan laringoskopi, pita suara tampak berwana kehijauan.
5. Dengan bantuan stetoskop, terdengar suara pernafasan yang abnormal
(ronki kasar).
6. Pemeriksaan lainnya yang biasanya dilakukan: (1) Analisa gas darah
(menunjukkan kadar pH yang rendah, penurunan pO 2 dan peningkatan
pCO2); (2) Rontgen dada (menunjukkan adanya bercakan di paru-paru).

VIII. DIAGNOSA BANDING SINDROMA ASPIRASI MEKONIUM


a) Transient tachypnea of the newborn (TTN)
Gambaran radiografi sering menunjukkan patchy opacities yang
disebabkan oleh cairan pada paru yang dalam proses resorpsi. Foto
radiografi kontrol akan menunjukkan infiltrate yang menghilang, berbeda
dengan sindrom aspirasi mekonium atau pneumonia.
b) Pneumonia neonatus
Terdapat patchy opacities yang berupa konsolidasi dan efusi pleura
yang ditemukan pada 2/3 kasus. Volume paru normal namun lapangan paru
mungkin dapat terjadi hyperinflated.
c) Respiratory distress syndrome
Pada gambaran radiologis, ditemukan gambaran radiopaque yang
seragam, ground-glass dan penurunan volume paru karena terjadi kolaps
alveolus. Gambaran air bronchogram juga dapat dilihat namun efusi pleura
jarang terjadi. Sindrom ini biasanya terjadi pada bayi preterm yang berbeda
dengan sindroma aspirasi mekonium 3.
Diagnosa banding untuk kasus sindroma aspirasi mekonium antara lain : 3
1. Sindrom-sindrom aspirasi lain
2. Hernia kongenital diafragmatik
3. Hipertensi pulmonal, idiopatik
4. Hipertensi pulmonal, persisten-neonatus
5. Sepsis
6. Transposisi arteri-arteri besar

Untuk membedakan antara gambaran TTN, RDS, dan SAM, dapat dilihat
pada tabel dibawah:
Pembeda TTN RDS SAM
Etiologi Cairan paru Defisiensi surfaktan Iritasi dan obstruksi
persisten Paru belum paru
berkembang
sempurna
Waktu Kapan saja Preterm Aterm atau post-
persalinan term
Faktor resiko Section cessarea, jenis kelamin laki- Cairan amnion
makrosomia, jenis laki, diabetes pada mekonial, kelahiran
kelamin laki-laki, ibu, kelahiran post-term
asma pada ibu, preterm
diabetes pada ibu
Gambaran Takipneu, sering kali Takipneu, hypoxia, Takipneu, hipoxia
klinis tanpa hipoksia sianosis
maupun sianosis
Temuan infiltrat pada infiltrat homogenus, Patchy atelectasis,
radiologis parenkim, ”siluet air bronchogram, konsolidasi
toraks basah” di sekeliling penurunan volume
jantung, paru,
penumpukan cairan
intralobar
Terapi Suportif, oksigen jika Resusitasi, oksigen, Resusitasi, oksigen,
terjadi hipoksia ventilasi, surfaktan ventilasi, surfaktan
Pencegahan Kortikosteroid Kortikosteroid Jangan menunda
prenatal sebelum prenatal jika ada suctioning setelah
operasi sesar jika resiko kelahiran kelahiran,
usia kehamilan 37- preterm (usia amnioinfusi tidak
39 minggu kehamilan 24-34 bermanfaat
minggu)
Keterangan :
TTN = takipneu transien pada neonatus (transient tachypnea of the newborn
= TTN); SDR = sindroma distres respirasi (RDS = respiratory distress
syndrome); SAM = sindroma aspirasi mekonium (MAS = meconium aspiration
syndrome)
Tabel 2.2 Perbedaan TTN, SDR, dan SAM3

IX.PENATALAKSANAAN MEDIS
Tergantung pada berat ringannya keadaan bayi, mungkin saja bayi akan
dikirim ke unit perawatan intensif neonatal (neonatal intensive care unit [NICU]).
Tata laksana yang dilakukan biasanya meliputi :

1. Umum
Jaga agar bayi tetap merasa hangat dan nyaman, dan berikan oksigen.
2. Farmakoterapi
Obat yang diberikan, antara lain antibiotika. Antibiotika diberikan untuk
mencegah terjadinya komplikasi berupa infeksi ventilasi mekanik.
3. Fisioterapi
Yang dilakukan adalah fisioterapi dada. Dilakukan penepukan pada dada
dengan maksud untuk melepaskan lendir yang kental.

4. Pada SAM berat dapat juga dilakukan:

a. Pemberian terapi surfaktan.

b. Pemakaian ventilator khusus untuk memasukkan udara beroksigen


tinggi ke dalam paru bayi.

c. Penambahan nitrit oksida (nitric oxide) ke dalam oksigen yang terdapat


di dalam ventilator. Penambahan ini berguna untuk melebarkan
pembuluh darah sehingga lebih banyak darah dan oksigen yang
sampai ke paru bayi.
Bila salah satu atau kombinasi dari ke tiga terapi tersebut tidak
berhasil, patut dipertimbangkan untuk menggunakan extra corporeal
membrane oxygenation (ECMO). Pada terapi ini, jantung dan paru
buatan akan mengambil alih sementara aliran darah dalam tubuh bayi.
Sayangnya, alat ini memang cukup langka.

X. ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
PENGKAJIAN FISIK
 Riwayat antenatal ibu
Stress intra uterin
 Status infant saat lahir
1. Full-term, preterm, atau kecil masa kehamilan
2. Apgar skor dibawah 5
3. Terdapat mekonium pada cairan amnion
4. Suctioning, rescucitasi atau pemberian therapi oksigen
 Pulmonarry
1. Disstress pernafasan dengan gasping, takipnea (lebih dari 60 x
pernafasan per menit), grunting, retraksi, dan nasal flaring
2. Peningkatan suara nafas dengan crakles, tergantung dari jumlah
mekonium dalam paru
3. Cyanosis
4. Barrel chest dengan peningkatan dengan peningkatan diameter antero
posterior (AP)

PENGKAJIAN BEHAVIORAL
Disminished activity

STUDY DIAGNOSTIK

Rontqen dada untuk menemukan adanya atelektasis, peningkatan


diameter antero posterior, hiperinflation, flatened diaphragma dan terdapatnya
pneumothorax.

DATA LABORATORIUM

Analisa gas darah untuk mengidentifikasi acidosis metabolik atau


respiratorik dengan penurunan PO2 dan peningkatan tingkat PCO2

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL


1. Bersihan jalan nafas tidak efektif
2. Gangguan pertukaran gas
3. Risiko infeksi

3. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN


No Dx Keperawatan NOC NIC
1. Bersihan Jalan nafas NOC : NIC :
tidak efektif  Respiratory status : Airway suction
Ventilation  Pastikan kebutuhan
 Respiratory status : oral / tracheal suctioning
Airway patency  Auskultasi suara nafas
 Aspiration Control sebelum dan sesudah
suctioning.
 Informasikan pada klien
Kriteria Hasil : dan keluarga tentang
suctioning
 Mendemonstrasikan  Minta klien nafas dalam
batuk efektif dan suara sebelum suction
nafas yang bersih, tidak dilakukan.
ada sianosis dan  Berikan O2 dengan
dyspneu (mampu menggunakan nasal
mengeluarkan sputum, untuk memfasilitasi
mampu bernafas dengan suksion nasotrakeal
mudah, tidak ada pursed  Gunakan alat yang steril
lips) sitiap melakukan
 Menunjukkan jalan nafas tindakan
yang paten (klien tidak  Anjurkan pasien untuk
merasa tercekik, irama istirahat dan napas
nafas, frekuensi dalam setelah kateter
pernafasan dalam dikeluarkan dari
rentang normal, tidak nasotrakeal
ada suara nafas  Monitor status oksigen
abnormal) pasien
 Mampu  Ajarkan keluarga
mengidentifikasikan dan bagaimana cara
mencegah factor yang melakukan suksion
dapat menghambat jalan  Hentikan suksion dan
nafas berikan oksigen apabila
pasien menunjukkan
bradikardi, peningkatan
saturasi O2, dll.

Airway Management
 Buka jalan nafas,
guanakan teknik chin lift
atau jaw thrust bila perlu
 Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
 Identifikasi pasien
perlunya pemasangan
alat jalan nafas buatan
 Pasang mayo bila perlu
 Lakukan fisioterapi dada
jika perlu
 Keluarkan sekret dengan
batuk atau suction
 Auskultasi suara nafas,
catat adanya suara
tambahan
 Lakukan suction pada
mayo
 Berikan bronkodilator
bila perlu
 Berikan pelembab udara
Kassa basah NaCl
Lembab
 Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan
keseimbangan.
 Monitor respirasi dan
status O2

2. Gangguan pertukaran NOC : NIC :


gas  Respiratory Status : Airway Management
Gas exchange  Buka jalan nafas,
 Respiratory Status : guanakan teknik chin
ventilation lift atau jaw thrust bila
 Vital Sign Status perlu
Kriteria Hasil :  Posisikan pasien untuk
memaksimalkan
 Mendemonstrasikan ventilasi
peningkatan ventilasi  Identifikasi pasien
dan oksigenasi yang perlunya pemasangan
adekuat alat jalan nafas buatan
 Memelihara  Pasang mayo bila
kebersihan paru paru perlu
dan bebas dari tanda
 Lakukan fisioterapi
tanda distress
dada jika perlu
pernafasan
 Keluarkan sekret
 Mendemonstrasikan
dengan batuk atau
batuk efektif dan
suction
suara nafas yang
bersih, tidak ada  Auskultasi suara
sianosis dan dyspneu nafas, catat adanya
(mampu suara tambahan
mengeluarkan  Lakukan suction pada
sputum, mampu mayo
bernafas dengan  Berika bronkodilator
mudah, tidak ada bial perlu
pursed lips)  Barikan pelembab
 Tanda tanda vital udara
dalam rentang  Atur intake untuk
normal cairan
mengoptimalkan
keseimbangan.
 Monitor respirasi dan
status O2

Respiratory Monitoring
 Monitor rata – rata,
kedalaman, irama dan
usaha respirasi
 Catat pergerakan
dada,amati
kesimetrisan,
penggunaan otot
tambahan, retraksi otot
supraclavicular dan
intercostal
 Monitor suara nafas,
seperti dengkur
 Monitor pola nafas :
bradipena, takipenia,
kussmaul,
hiperventilasi, cheyne
stokes, biot
 Catat lokasi trakea
 Monitor kelelahan otot
diagfragma (gerakan
paradoksis)
 Auskultasi suara
nafas, catat area
penurunan / tidak
adanya ventilasi dan
suara tambahan
 Tentukan kebutuhan
suction dengan
mengauskultasi
crakles dan ronkhi
pada jalan napas
utama
 auskultasi suara paru
setelah tindakan untuk
mengetahui hasilnya

3. Risiko infeksi NOC : NIC :

 Immune Status Infection Control


 Knowledge : (Kontrol infeksi)
Infection control
 Risk control  Bersihkan lingkungan
Kriteria Hasil : setelah dipakai pasien
lain
 Klien bebas dari  Pertahankan teknik
tanda dan gejala isolasi
infeksi  Batasi pengunjung bila
 Mendeskripsikan perlu
proses penularan  Instruksikan pada
penyakit, factor yang pengunjung untuk
mempengaruhi mencuci tangan saat
penularan serta berkunjung dan
penatalaksanaannya, setelah berkunjung
 Menunjukkan meninggalkan pasien
kemampuan untuk
 Gunakan sabun
mencegah timbulnya
antimikrobia untuk cuci
infeksi
tangan
 Jumlah leukosit  Cuci tangan setiap
dalam batas normal sebelum dan sesudah
 Menunjukkan tindakan kperawtan
perilaku hidup sehat  Gunakan baju, sarung
tangan sebagai alat
pelindung
 Pertahankan
lingkungan aseptik
selama pemasangan
alat
 Ganti letak IV perifer
dan line central dan
dressing sesuai
dengan petunjuk
umum
 Gunakan kateter
intermiten untuk
menurunkan infeksi
kandung kencing
 Tingktkan intake nutrisi
 Berikan terapi
antibiotik bila perlu

Infection Protection
(proteksi terhadap
infeksi)

 Monitor tanda dan


gejala infeksi sistemik
dan lokal
 Monitor hitung
granulosit, WBC
 Monitor kerentanan
terhadap infeksi
 Batasi pengunjung
 Saring pengunjung
terhadap penyakit
menular
 Partahankan teknik
aspesis pada pasien
yang beresiko
 Pertahankan teknik
isolasi k/p
 Berikan perawatan
kuliat pada area
epidema
 Inspeksi kulit dan
membran mukosa
terhadap kemerahan,
panas, drainase
 Ispeksi kondisi luka /
insisi bedah
 Dorong masukkan
nutrisi yang cukup
 Dorong masukan
cairan
 Dorong istirahat
 Instruksikan pasien
untuk minum antibiotik
sesuai resep
 Ajarkan pasien dan
keluarga tanda dan
gejala infeksi
 Ajarkan cara
menghindari infeksi
 Laporkan kecurigaan
infeksi
 Laporkan kultur positif

DAFTAR PUSTAKA

1. Arvin, B.K. diterjemahkan oleh Samik wahab. 2000. Nelson : Ilmu Kesehatan
Anak. Vol. 1 Edisi 15. ECG : Jakarta. Halaman 600-601.
2. Mathur, NC. 2007. Meconium Aspiration Syndrome.
http://pediatricsforyou.in/home/pdf/MECONIUM%20ASPIRATION
%20SYNDROME.pdf.
3. Clark, M.B. 2010. Meconium Aspiration Syndrome. www.medscape.com/
http:// portal neonatal.com.br/outras-especialidades /arquivos/ Meconium
Aspiration Syndrome.pdf
4. Leu M., 2011, Meconium Aspiration Imaging, http://emedicine.medscape.com/
article/410756-overview#a22
5. Hermansen, C.L., dan Kevin N. Lorah. 2007. Respiratory Distress in the
Newborn. Am Fam Physician. 2007 Oct 1;76(7):987-994.
http://www.aafp.org/afp/2007/1001/p987.html
6. Yeh TF, Harris V, Srinivasan G, Lilien L, Pyati S. Roentgenographic findings in
infants with meconium aspiration syndrome. JAMA. 2000. ;242:60–63
7. Yeh, TF. 2010. Core Concepts: Meconium Aspiration Syndrome:
Pathogenesis and Current Management. American Association of Pediatrics.
http://neoreviews.aap publications.org.
8. Gomella. 2009. Neonatology : Management Procedures Call Problems Sixth
Edition. Lange Clinical Science : New York.
9. Rudolph, CD, et al. 2002. Rudolph's Pediatrics, 21th Edition. McGraw-Hill
Professional : New York.
10. Johnson, M.,et all, 2002, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second
Edition, IOWA Intervention Project, Mosby.
11. Mansjoer, A. (2001). Kapita Selekta Kedokteran.Jakarta : Media Aesculapius
FKUI
12. Mc Closkey, C.J., Iet all, 2002, Nursing Interventions Classification (NIC)
second Edition, IOWA Intervention Project, Mosby.
13. NANDA Internasional NURSING DIAGNOSES Definition & Classification
2012-2014. . United States of America, Blackwell Publishing. 2012.

Anda mungkin juga menyukai