Anda di halaman 1dari 9

ESSAY ILMIAH

MENGENAL LALU LAKUKAN PERTOLONGAN PERTAMA PADA


KORBAN LUKA BAKAR
Nurullah Ika Pujilestari
Fadhilatul Lailiyah
STIKES Widyagama Husada Malang

A. Latar Belakang
Luka bakar merupakan suatu jenis cedera traumatik yang paling
berat dibandingkan dengan jenis trauma lainya dengan tingkat mordibilitas
dan mortalitas yang tinggi (Johnson, 2018). Menurut data dari World
Health Organization (2016), luka bakar merupakan masalah kesehatan
masyarakat yang sangat serius di seluruh dunia yang diperkirakan setiap
tahunya mencapai 265.000 kematian. Fase emergency dalam kasus luka
bakar merupakan fase yang sangat penting dan layak untuk mendapatkan
perhatian khusus, karena merupakan masa kritis bagi pasien yang
mengalami luka bakar berat (Johnson, 2018). Pada fase emergency
tersebut dapat menyebabkan beberapa komplikasi seperti syok
kardiogenik, hipovelemik, dan syok distributive yang dapat mengancam
nyawa pasien (Snell, Loh, Mahambrey, & Shokrollahi, 2013).
Berdasarkan catatan WHO kebakaran menyebabkan 195.000
kematian/tahun di seluruh dunia terutama di negara miskin dan
berkembang. kebakaran yang tidak menyebabkan kematian pun ternyata
menimbulkan kecacatan pada penderitanya. Wanita di ASEAN memiliki
tingkat terkena luka bakar lebih tinggi dari wilayah lainnya, dimana 27%
nya berkontribusi menyebabkan kematian di seluruh dunia, dan hampir
70% nya merupakan penyebab kematian di Asia Tenggara. Luka bakar
terutama terjadi di rumah dan di tempat kerja yang seharusnya bisa
dicegah sebelum terjadi (Kristanto, 2005). Sedangkan di Indonesia kurang
lebih 2,5 juta orang mengalami luka bakar setiap tahunya. Dari kelompok
ini, 200.000 pasien memerlukan penanganan rawat jalan dan 100.000
pasien dirawat dirumah sakit. Bila ditinjau Rumah Sakit Pertamina sebagai
salah satu rumah sakit yang memiliki fasilitas perawatan khusus Unit Luka
Bakar, menerima antara 33 sampai dengan 53 penderita (rata-rata 40
penderita/tahun). Dari jumlah tersebut yang termasuk dalam kategori Luka
Bakar Berat adalah berkisar 21% (Rivai T, 2010). Data Prevalensi kasus
luka bakar di Jawa Timur sekitar 0,7% (Riskesdas, 2013).
Perlu diketahui bahwa penyebab angka kematian dan kecacatan
akibat kegawat daruratan adalah tingkat keparahan akibat kecelakaan,
kurang memadainya peralatan, sistem pertolongan dan pengetahuan
penanganan korban yang tidak tepat dan prinsip pertolongan awal yang
tidak sesuai. Pengetahuan penanggulangan penderita gawat darurat
memegang posisi besar dalam menentukan keberhasilan pertolongan.
Banyak kejadian penderita yang mendapatkan pertolongan pertama yang
justru meninggal dunia atau mengalami kecacatan akibat kesalahan dalam
pemberian pertolongan awal. Ketergantungan masyarakat kepada tenaga
medis untuk melakukan tindakan penyelamatan dasar bagi korban
kecelakaan, sudah waktunya di tinggalkan. Hal ini karena kurangnya
kemampuan masyarakat dalam pertolongan pertama pada kecelakaan
(Azhari, 2011). Apabila penanganan luka bakar tidak benar berdapak
timbulnya beberapa macam komplikasi. Luka bakar tidak hanya
menimbulkan kerusakan kulit, tetapi juga mempengaruhi seluruh system
tubuh pasien. Pada pasien dengan luka bakar luas (mayor) tubuh tidak
mampu lagi untuk mengkompensasi sehingga timbul berbagai macam
komplikasi yang memerlukan penanganan khusus (Moenadjat, 2009).
Dalam meminimalisir angka kejadian kecacatan dan kematian yang
ditimbulkan akibat luka bakar, dibutuhkan peran aktif perawat, mahasiswa
keperawatan, dan petugas kesehatan lainya termasuk Dinas Kesehatan
dalam pencegahan kebakaran dan penanganan luka bakar dengan
mengajarkan konsep-konsep pencegahan dan pertolongan pertama gawat
darurat (PPGD) pada luka bakar. Selain itu perlu merubah keyakinan
masyarakat yang masih menggunakan pasta gigi atau pertolongan pertama
non-kovensional lainnya dalam penanganan luka bakar dan mengajarkan
cara penanganan luka bakar yang benar.
B. Manfaat Penulisan
a. Untuk membahas penatalaksanaan pada korban luka bakar di luar
rumah sakit.
b. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan masyarakat tentang
pertolongan pertama kegawatdaruratan pada luka bakar.
C. Analisis Literatur
a. Difinisi Luka Bakar
Luka bakar adalah salah satu kecelakaan rumah tangga yang
paling umum dan merupakan cedera karena panas, bahan kimia,
listrik, radiasi, api, cairan panas dan uap. Dengan demikian, luka
bakar bisa disebabkan oleh radiasi, ultraviolet (UV), cairan panas,
listrik, dan bahan kimia tertentu (Hamdiya, Pius, Ken, & Paa Ekow,
2015). Penyebab utama luka bakar adalah cairan panas dan api (Luo et
al., 2012).
b. Untuk Memperkirakan Ukuran Luas Luka Bakar pada Pasien
Tiga klasifikasi bakar yaitu, luka bakar tingkat pertama, luka
bakar tingkat dua dan tingkat ketiga luka bakar akan membantu
menentukan perawatan darurat (Hamdiya et al., 2015). Untuk
memperkirakan ukuran luas luka bakar pada pasien, dapat
menggunakan Wallace Rule of Nines atau serial separuh (''setengah
terbakar/setengah tidak'' pendekatan: Apakah terbakar> 1/2 dari total
area permukaan tubuh pasien. Jika tidak, apakah 1/4-1/2 atau
<1/4). Teknik yang terakhir ini meskipun baru, tetapi efektif dalam
estimasi ukuran luka bakar dalam perawatan pra-rumah sakit (Allison
& Porter, 2004).
c. Penatalaksanaan
a) Pedoman Konsensus (Allison & Porter, 2004)
1. Pendekatan Aman
Nilailah tempat kejadian untuk bahaya bagi penyelamat
atau pasien.
2. Hentikan Proses Kebakaran
Proses kebakaran harus dihentikan dan pasien harus
segera disingkirkan dari sumber kebakaran. Seharusnya semua
pakaian yang terbakar juga disingkirkan (kecuali jika itu
menempel pada pasien) serta perhiasan apa saja, yang bisa
memberi efek tourniquet.
3. Pendinginan
Jika area terbakar kecil (<5%) maka handuk basah dingin
dapat ditempatkan di atas area terbakar dan di atas dressing,
tetapi sebelumnya bungkus seluruh pasien untuk menjaga
kehangatan tubuh di bawah selimut.
4. Menutupi atau Balutan
Dressing penting untuk membantu rasa sakit pasien
kontrol dan untuk menjaga area yang terbakar bersih. Pada luka
bakar kimia, area yang terkena harus irigasi secara menyeluruh
sampai rasa sakit berkurang dan hanya dbalutan basah yang
harus digunakan.
5. Penilaian AcBC
AcBC (airway cervical, breathing, and circulation).
Harus diingat bahwa pasien mungkin memilikinya cedera lain
terjadi bersamaan dengan luka bakar mereka. Ini harus dicurigai,
didiagnosis, dan diobati seperti halnya keadaan darurat pra-
rumah sakit lainnya. Pasien harus mendapatkan oksigen aliran
tinggi melalui masker non-rebreath (15 l /mnt). Jika seorang
pasien memiliki luka bakar kecil, dan saat tidak ada cedera
inhalasi yang dicurigai, oksigen mungkin tidak diperlukan.
6. Penilaian tingkat keparahan luka bakar
Tiga klasifikasi luka bakar yaitu, luka bakar tingkat
pertama, luka bakar tingkat dua dan tingkat ketiga luka bakar
akan membantu menentukan perawatan darurat (Hamdiya et al.,
2015). Untuk memperkirakan ukuran luas luka bakar pada
pasien, dapat menggunakan Wallace Rule of Nines atau serial
separuh (''setengah terbakar/setengah tidak'' pendekatan: Apakah
terbakar> 1/2 dari total area permukaan tubuh pasien. Jika tidak,
apakah 1/4-1/2 atau <1/4). Teknik yang terakhir ini meskipun
baru, tetapi efektif dalam estimasi ukuran luka bakar dalam
perawatan pra-rumah sakit (Allison & Porter, 2004).
7. Kanulasi dan Cairan
Penggantian cairan dengan normal saline 0,9% atau
Solusi Hartmann dapat dimulai jika pasien dikanulasi, tetapi
harus mulai untuk luka bakar > 1/4 TBSA dan/atau jika waktu
ke rumah sakit lebih dari satu jam dari waktu cedera. Panduan
cairan volume adalah 1000 ml untuk dewasa dan 10 ml/kg untuk
anak-anak <15 tahun.
8. Analgesia
Analgesia paling baik dicapai dengan pendinginan di
area yang terbakar.
9. Transportasi
Semua perawatan harus dilakukan dengan tujuan
mengurangi waktu di tempat kejadian dan memberikan pasien
ke pusat perawatan yang sesuai.
Tujuan pertolongan pertama adalah untuk berhenti proses
pembakaran, mendinginkan luka bakar, memberikan pereda nyeri,
dan menutupi luka bakar (Hamdiya et al., 2015). Terapi
pendinginan dianggap cara paling sederhana dan paling efektif
dalam manajemen darurat luka bakar (Luo et al., 2012). Sebisa
mungkin, setelah pertolongan pertama diberikan kepada pasien,
membawa korban ke fasilitas kesehatan untuk mengakses
perawatan yang sesuai sangat kritis (Hamdiya et al., 2015).
D. Pembahasan
Penatalaksanaan korban luka bakar merupakan suatu cara untuk
penanganan cedera pada pasien karena disebabkan oleh api, radiasi,
ultraviolet (UV), cairan panas, listrik, dan bahan kimia tertentu. Luka
bakar ringan sebagian besar dirawat di rumah sementara luka bakar besar
membutuhkan perawatan intensif dan khusus di rumah sakit. Manajemen
darurat pra-rumah sakit yang tepat waktu dan rasional memainkan peran
penting dalam kerusakan jaringan dan meningkatkan prognosis.
Dalam manajemen penatalaksanaan korban luka bakar, beberapa
point yang harus dilakukan penolong saat melakukan pertolongan pertama
di luar Rumah Sakit. Pertolongan tersebut yaitu, pendekatan aman,
menghentikan proses kebakaran, mendinginkan sekitar luka bakar,
menutupi atau membalut, penilaian AcBC (Airway Cervical, Breathing,
and Circulation), menilai tingkat keparahan luka bakar menggunakan rule
of nine atau menilai luas luka bakar dibandingkan total luas tubuh korban,
pergantian cairan melalui intravena jika tersedia, pemberian terapi anti
nyeri seperti pemberian terapi dingin, dan segera membawa korban de
tempat pelayanan kesehatan yang tepat.
Diangakatnya judul tersebut dikarenakan masih kurangnya
pengetahuan penolong tentang pertolongan pertama yang tepat pada pasien
luka bakar. Hal tersebut menyebabkan korban luka bakar akan terkena
infeksi luka parah dan hasil yang tidak menguntungkan. Seperti yang telah
dibahas oleh Hamdiya et al., (2015) kebanyakan orang tidak tahu jenis
bahan atau zat yang digunakan untuk pertolongan pertama pada korban
luka bakar dan tergantung pada penggunaan pertolongan pertama non-
konvensional seperti kotoran sapi, air berlumpur, adonan jagung.
Penggunaan kotoran sapi, air berlumpur, adonan jagung memiliki efek
negatif yang luar biasa untuk luka bakar, mereka cenderung meningkatkan
infeksi luka karena meskipun mereka diterapkan untuk mendinginkan dan
mensubsidi luka bakar sakit, mereka menjadi sulit untuk dihilangkan
ketika pasien dikirim ke rumah Sakit. Ini akan membutuhkan seluruh
proses pengelupasan yang mana memperbesar area dan kedalaman luka.
Efek buruk dari perawatan P3K non-konvensional ini bisa menunda
proses penyembuhan. Penggunaan zat lain dalam obat pertolongan
pertama untuk luka bakar mungkin memperburuk luka bakar akibat infeksi
parah dan bisa jadi fatal jika infeksi sampai ke aliran darah yang mungkin
menelan biaya yang besar.
E. Kesimpulan
Dari semua sumber yang membahas tentang manajemen darurat
penatalaksanaan korban luka bakar pendinginan terapi dianggap cara
paling sederhana dan paling efektif manajemen luka bakar darurat. Selain
pendinginan pada bagian luka, pencegahan hipotermi juga harus
dilakukan. Hal tersebut dikarenakan hipotermia memiliki efek negatif pada
tingkat infeksi dan penyembuhan luka. Pengetahuan dari orang yang
memberikan pertolongan pertama pun mempengaruhi prognosis dari luka
bakar. Sayangnya, karena kurangnya pengetahuan tentang pertolongan
pertama yang tepat dan administrasi bahan infektif, pasien luka bakar
terkena infeksi luka parah dan hasil yang tidak menguntungkan.
DAHTAR PUSTAKA

Allison, K., & Porter, K. (2004). Consensus on the pre-hospital approach to burns
patient management. Injury, 35(8), 734–738.
https://doi.org/10.1016/j.injury.2003.09.014.

Azhari. (2011). Pengetahuan Masyarakat Tentang Pertolongan Pertama Pada


Kejadian Tenggelam Di Waduk Gonggang Dukuh Tawang Desa Janggan
Kecamatan Poncol Kabupaten Magetan. Universitas Muhammadiyah
Ponorogo.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.


(2013). Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas 2013). Jakarta: Departemen
Kesehatan RI.

Hamdiya, A., Pius, A., Ken, A., & Paa Ekow, H.-W. (2015). The trend of acute
burns pre-hospital management. Journal of Acute Disease, 4(3), 210–213.
https://doi.org/10.1016/j.joad.2015.03.002.

Moenadjat Y. (2009). Luka bakar masalah dan tata laksana. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI.

Johnson, C. (2018). Management of burns. Surgery (United Kingdom), 36(8),


435–440. https://doi.org/10.1016/j.mpsur.2018.05.004.

Kristanto, H. (2005). Perbedaan Efektifitas Perawatan Luka Bakar Derajat II


Dengan Lendir Lidah Buaya (Aloe Vera) Dibandingkan Dengan Cairan
Fisiologis (Normal Saline 0,9%) Dalam Mempercepat Proses Penyembuhan.
Skripsi. Malang: Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya.

Luo, P., Kong, Z., Zheng, X., Ji, S., Xia, Z., Xiao, S., … Wang, G. (2012). Pre-
hospital emergency burn management in Shanghai: Analysis of 1868 burn
patients. Burns, 38(8), 1174–1180.
https://doi.org/10.1016/j.burns.2012.03.010.

Rivai, T. (2010). Hubungan Body Image Dengan Mekanisme Koping Yang


Digunakan Penderita Luka Bakar Yang Pernah Dirawat Di Ruangan Khusus
Luka Bakar Bangsal Bedah RSUP DR.M.DJAMIL PADANG. Padang:
POLTEKES PADANG.

Snell, J. A., Loh, N. H. W., Mahambrey, T., & Shokrollahi, K. (2013). Clinical
review: The critical care management of the burn patient. Critical Care,
17(5). https://doi.org/10.1186/cc12706

Anda mungkin juga menyukai