Anda di halaman 1dari 14

Kolokium Jalan dan Jembatan 2013

PENDEKATAN ANALYTIC NETWORK PROCESS


DALAM PEMILIHAN TRASE JALAN
(STUDY KASUS PENGEMBANGAN JARINGAN JALAN KOLEKTOR
PROVINSI GORONTALO)

Fadly Ibrahim1, Moch Husnullah Pangeran2


1
Karyawan PT. Yodya Karya (Persero)
Kantor Cabang Utama Makassar Jl. AP. Pettarani No. 74 Makassar
E-Mail: fadly_surur@yahoo.co.id
2
Alumni Program S3 Institut Teknologi Bandung
E-Mail: husnullah_pangeran@yahoo.com

Abstrak
Dalam rangka meningkatkan aksesibilitas kawasan dan mendukung pengembangan
wilayah, Pemerintah Provinsi Gorontalo mengusulkan 3 alternatif trase jalan yang
menghubungkan Ibukota Provinsi dan Kabupaten. Studi ini bertujuan untuk
menentukan alternatif trase jalan yang terbaik berdasarkan pertimbangan yang
kompleks melibatkan sejumlah kriteria seperti aspek lingkungan, sosial ekonomi dan
teknis. Berdasarkan pedoman study kelayakan jalan Kementerian Pekerjaan Umum
(Pd.T-19-2005-B), Analytic Hierarchy Process (AHP) adalah salah satu metode yang
direkomendasikan untuk menganalisis aspek yang bersifat multikriteria. Saat ini
tersedia metode Analytic Network Process (ANP) yang merupakan pengembangan
metode AHP. Studi ini menerapkan metode ANP yang merupakan solusi untuk
mengatasi keterbatasan pada metode pendahulunya, yaitu AHP. Berdasarkan hasil
sintesis terhadap kriteria dan alternatif trase menggunakan metode ANP dapat
disimpulkan bahwa alternatif trase C merupakan trase yang memiliki prioritas tertinggi,
diikuti alternatif trase A pada prioritas kedua dan alternatif trase B pada prioritas
terakhir.
Kata kunci: analisis multi kriteria, pemilihan trase jalan, ANP

Abstract
In order to improve the accessibility and to support regional development, the
Government of Gorontalo Province proposes three alternatives of road route that
connect the province capital and the district. The study aims to determine the best
alternative road route that involves multi criteria such as environmental, socio-economic
and technical. According to the feasibility study guidelines published by Ministry of
Public Works (Pd.T-19-2005-B), Analytic Hierarchy Process (AHP) is one of the
recommended methods for a multi criteria analysis. At present, there is available
method of Analytic Network Process (ANP) that developed from AHP. The study
applies the ANP method based on assumption that ANP is a solution to the limitations
of its predecessor, the AHP. The synthesis of criteria and route alternatives using ANP
method shows that the route alternative C is the highest priority, then alternative A at
the second, followed by alternative B as the lowest priority.
Key words: multi criteria analysis, road route selection, ANP

1 2
Fadly Ibrahim , Moch Husnullah Pangeran III-5-1
Kolokium Jalan dan Jembatan 2013

I. PENDAHULUAN
Provinsi Gorontalo sebagai bagaian dari koridor ekonomi Masterplan Percepatan
dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) memiliki berbagai
keunggulan khususnya di sektor pertanian dan kelautan. Potensi tersebut umumnya
tersebar pada kawasan-kawasan pergunungan yang memiliki aksessibilitas yang
terbatas. Sebagai respon terhadap permasalahan tersebut dan dengan
mempertimbangkan urgensitas sektor transportasi, maka Pemerintah Provinsi
Gorontalo telah mengusulkan beberapa trase jalan alternatif yang menghubungkan
antara Kota Gorontalo dengan Ibukota Kabupaten Kwandang. Sasaran yang ingin
dicapai terhadap pembangunan jalan tersebut adalah untuk meningkatkan
perekonomian pada daerah-daerah yang mempunyai pendapatan rendah, sekaligus
membuka daerah – daerah terisolir yang banyak tersebar di Kecamatan Tapa, Telaga
dan Atinggola. Adapun alternatif trase jalan yang akan dianalisis berdasarkan hasil
Focus Group Discussion (FGD) adalah sebagai berikut.

Tabel 1. Alternatif trase


Alternatif Deskripsi
Trase A Kecamatan Tapa – Kecamatan Bulango Utara – Kecamatan
Atinggola (38.5 km)
Trase B Kecamatan Tapa – Kecamatan Telaga – Kecamatan Telaga
Biru – Kecamatan Atinggola (43.1 km)
Trase C Kecamatan Tapa – Kecamatan Telaga – Kecamatan Telaga
Biru – Kecamatan Atinggola (54.0 km)

Ketiga alternatif tersebut masing-masing memiliki keunggulan dan kekurangan baik


dari segi teknis, sosial, lingkungan maupun ekonomi. Sehingga dalam penentuan rute
yang paling ideal, Pemerintah Provinsi Gorontalo diperhadapkan permasalahan
pengambilan keputusan yang harus didasarkan pada pertimbangan yang kompleks
dan komprehensif dengan mengakomodasi seluruh aspek-aspek yang berkaitan
dengan teknis pembangunan jalan, maupun aspek non teknis. Disamping itu adanya
tuntutan untuk menciptakan pola pembangunan yang partisipatif (bottom-up planning)
dengan mengakomodasi pertimbangan-pertimbangan dari berbagai pihak yang
memiliki kepentingan terhadap peningkatan aksessibilitas pada kawasan strategis
terisolir di Provinsi Gorontalo.
Berdasarkan pandangan tersebut, maka dibutuhkan adanya suatu pendekatan
yang mampu mengintegrasikan kriteria yang kompleks dalam pengambilan keputusan.
Menurut Tamin, OZ, (2004) salah satu pendekatan perencanaan yang memungkinkan
diakomodasikannya sejumlah kepentingan dan sejumlah kriteria pengambilan
keputusan adalah pendekatan Analisis Multi Kriteria (AMK). Hal senada dikemukakan
oleh Sjafruddin, A (2004), bahwa analisis multi kriteria adalah metode yang
dikembangkan dan digunakan dalam masalah pengambilan keputusan dan
dimaksudkan untuk bisa mengakomodasi aspek-aspek di luar kriteria ekonomi dan
finansial serta juga bisa mengikutsertakan berbagai pihak yang terkait dengan suatu
proyek secara komprehensif dan scientific (kuantitatif maupun kualitatif). Sedangkan
menurut Road Note 5 (2004), dijelaskan bahwa analisis multi kriteria merupakan
prosedur dalam melakukan perangkingan (prioritisasi) dengan mengkombinasikan
berbagai kepentingan secara bersama-sama diantaranya kepentingan ekonomi, sosial,
lingkungan dan pertimbangan lainnya.
Berdasarkan pedoman study kelayakan jalan Kementerian Pekerjaan Umum (Pd.T-
19-2005-B) salah satu metode yang direkomendasikan untuk menganalisis aspek yang
bersifat multikriteria adalah Analytic Hierarchy Process (AHP). Hal senada juga
dijelaskan oleh Cheng and Li (2005) bahwa Metode Analisis Hirarki Proses dapat
digunakan untuk menyelesaiakan kasus yang bersifat multikriteria, karena AHP

1 2
Fadly Ibrahim , Moch Husnullah Pangeran III-5-2
Kolokium Jalan dan Jembatan 2013

merupakan suatu metode yang tepat berkaitan dengan keputusan kompleks yang
memiliki saling ketergantungan dalam suatu model keputusan. Seiring dengan
pengembangan metode AHP dalam bentuk Analytic Network Process (ANP), maka
penilaian bobot prioritas masing-masing kriteria dan ruas pada penelitian ini dilakukan
dengan pendekatan ANP.

II. TUJUAN PENELITIAN


Penelitian ini bertujuan untuk; 1) menganalisis tingkat kepentingan kriteria dan
subkriteria yang menjadi pertimbangan pemilihan trase jalan, 2) menentukan alternatif
trase jalan yang terbaik berdasarkan pertimbangan yang kompleks.

III. ANALYTIC NETWORK PROCESS


ANP merupakan suatu sistem dengan pendekatan feedback yang digunakan untuk
menilai hubungan multiarah yang dinamis antar atribut keputusan. ANP adalah solusi
untuk mengatasi keterbatasan pada metode pendahulunya, yaitu AHP (analytic
hierarchy process). ANP memiliki kelebihan mengacu pada fakta bahwa tidak semua
persoalan dapat disusun secara hirarkis karena dependensi (inner/outer), serta
hubungan saling mempengaruhi di antara dan di dalam kluster (kriteria dan alternatif).
Jika konsep utama ANP adalah pengaruh (influence), maka AHP adalah preferensi
(preferrence). Adanya feedback dalam model ANP juga akan meningkatkan prioritas
yang diturunkan dari judgements, sehingga prediksi akan menjadi lebih akurat.
Ringkasnya, penggunaan ANP menuntun kepada suatu konsep yang diharapkan lebih
obyektif, yaitu “apa yang paling berpengaruh”.
Pembobotan dengan ANP membutuhkan model yang merepresentasikan saling
keterkaitan antar kriteria dan subkriteria yang dimilikinya. Ada 2 kontrol yang perlu
diperhatikan didalam memodelkan sistem yang hendak diketahui bobotnya. Kontrol
pertama adalah kontrol hierarki yang menunjukkan keterkaitan kriteria dan sub
kriterianya. Pada kontrol ini tidak membutuhkan struktur hierarki seperti pada metode
AHP. Kontrol lainnya adalah kontrol keterkaitan yang menunjukkan adanya saling
keterkaitan antar kriteria atau cluster (Saaty, 1996).
Pengaruh dari satu set elemen dalam suatu cluster pada elemen yang lain dalam
suatu sistem dapat direpresentasikan melalui vektor prioritas berskala rasio yang
diambil dari perbandingan berpasangan. Jaringan pada metode ini memiliki
kompleksitas yang tinggi dibanding dengan jenis lain, karena adanya fenomena
feedback dari cluster satu ke cluster lain, bahkan dengan cluster-nya sendiri

IV. METODE PENELITIAN


Tahap 1. Identifikasi Kriteria dan Subkriteria
Kriteria dan subkriteria merupakan alat ukur untuk menilai alternatif yang paling
ideal. Ibrahim, F (2010) mengembangkan beberapa parameter pemilihan trase jalan,
diantaranya aspek lingkungan, ekonomi, integrasi terhadap sistem jaringan, dan teknik.
Sedangkan menurut Tamin OZ (2001) aspek-aspek yang menjadi kriteria perencanaan
transportasi antara lain adalah; 1) Akomodasi terhadap kebutuhan perjalanan (Flow
Function), 2) Keterpaduan hirarki jaringan jalan, 3) Biaya pengoperasian yang murah, dan
4) pemerataan aksessibilitas dan koneksitas antar daerah Dengan mengkombinasikan
beberapa referensi dapat diidentifikasi dan dideskripsikan kriteria dan subkriteria
pemilihan alternatif trase di Provinsi Gorontalo. Dalam konsep ANP kriteria dapat
dikelompokkan sebagai klaster sedangkan subkriteria merupakan elemen.

1 2
Fadly Ibrahim , Moch Husnullah Pangeran III-5-3
Kolokium Jalan dan Jembatan 2013

Tabel 2. Klaster dan elemen ANP pada model pemilihan trase

Klaster Elemen
Alternatif Trase A
Trase B
Trase C
1. Teknik 1.1 Konektivitas dengan Jalan Arteri (KNF)
1.2 Jarak Tempuh (JT)
1.3 Waktu Tempuh (WT)
1.4 Geometrik (GMT)
1.5 Hidrologi/lintasan air (HID)
1.6 Geoteknik (GTK)
2. Sosial 2.1 Kesiapan pembebasan lahan (LHN)
2.2 Gangguan Sosial (GS)
3. Ekonomi 3.1 Biaya Konstruksi (BK)
3.2 Biaya Operasional Kendaran (BOK)
3.3 Nilai Waktu (NW)
4. Tata Ruang dan Lingkungan 4.1 Kawasan Permukiman (PKM)
4.2 Kawasan Perkebunan/Pertanian (PKB)
4.3 Kawasan Hutan Lindung (HL)

Tahap 2. Perancangan Model Struktur ANP


Pada tahap ini akan dilakukan perancangan model struktur ANP yang terdiri dari 5
klaster yaitu; (1) klaster “alternatif” yang berisi 3 elemen, (2) klaster “teknik” yang
terdiri dari 6 elemen, (3) klaster “sosial” terdiri dari 2 elemen, (4) klaster “ekonomi”
terdiri dari 3 elemen, dan (5) klaster “lingkungan” terdiri dari 3 elemen. Selanjutnya
dilakukan justifikasi keterkaitan antar klaster dan elemen, misalnya; (1) klaster
“alternatif” dipengaruhi atau memiliki keterkaitan dengan seluruh elemen, (2) klaster
“alternatif” dipengaruhi atau memiliki keterkaitan dengan klaster “sosial”, “ekonomi”,
“lingkungan” dan “teknik”, (3) seluruh elemen dalam klaster “teknik” saling berpengaruh
atau berkaitan, (4) elemen “biaya konstruksi” pada klaster “ekonomi” dipengaruhi atau
memiliki keterkaitan dengan elemen “geometrik”, “jarak tempuh” pada klaster “teknik”.
Justifikasi keterkaitan ini penting dilakukan untuk menjadi dasar pembuatan matriks.
Dikarenakan matriksnya reciprocal di mana elemen-elemen diagonal sama dengan
1, maka banyaknya penilaian yang diperlukan dalam menyusun matriks adalah n(n-
1)/2. Berdasarkan struktur ANP dan keterkaitan antar klaster dan elemen dapat
ditentukan jumlah matriks pada masing-masing klaster, yakni; untuk klaster alternatif
terdiri dari 16 matriks, klaster “teknik” terdiri dari 13 matriks, klaster “sosial” 6 matriks,
selanjutnya klaster “ekonomi” terdiri dari 9 matriks, dan klaster “tata ruang dan
lingkungan” memiliki 7 matriks.

1 2
Fadly Ibrahim , Moch Husnullah Pangeran III-5-4
Kolokium Jalan dan Jembatan 2013

Gambar 1. Model jaringan pemilihan trase jalan

Tahap 3. Pembobotan dengan ANP


Untuk menilai tingkat kepentingan dari kriteria dan subkriteria pemilihan trase jalan,
pada studi ini memanfaatkan metode multi kriteria ANP yang dikembangkan oleh
Thomas, L. Saaty. Penilaian kriteria dan subkriteria dilakukan berdasarkan preferensi
responden yang dinilai memiliki kompetensi (expert) dalam bidang perencanaan jalan
melalui kuesioner.

Tabel 3. Contoh kuesioner ANP


A: Alternatif Trase A Vs B: Alternatif Trase B
A B
Ditinjau dari aspek “konektifitas” yang manakah trase lebih ideal
X
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Berapa tingkat kepentingannya?
X

Dalam studi ini, ANP dirancang dalam tiga langkah, yaitu: (i) pendefinisian
hubungan dalam jaringan (seperti terlihat dalam Gambar 1); (ii) membuat matriks
perbandingan berpasangan (pairwise comparison) antar kriteria; dan (iii)
mengembangkan algoritma solusi. Algoritma solusi terdiri dari: (a) membuat
unweighted supermatrix dengan cara memasukkan semua bobot-bobot kepentingan
relatif yang dihasilkan dari perbandingan berpasangan (eigen vector) ke dalam sebuah
supermatriks; (b) menyesuaikan nilai-nilai dalam unweighted supermatrix sehingga
tercapai kolom stokastik (weighted supermatrix), dan (c) membuat limiting supermatrix

1 2
Fadly Ibrahim , Moch Husnullah Pangeran III-5-5
Kolokium Jalan dan Jembatan 2013

dengan memangkatkan supermatriks secara terus menerus hingga angka disetiap


kolom dalam satu baris sama besar (stabil), setelah itu limiting
supermatrix.dinormalisasi untuk mendapat nilai akhir dari kriteriakriteria yang
diperbandingkan.
Dalam studi ini diasumsikan bahwa kriteria dan subkriteria yang satu dengan yang
lain bisa saling mempengaruhi (inner dependence). Seperti halnya pada AHP, skala
perbandingan berpasangan juga dilakukan mengikuti ketentuan seperti tersaji dalam
tabel berikut (Saaty dan Vargas, 1994).

Tabel 4. Skala penilaian klaster dan elemen


Tingkat
Definisi Penjelasan
kepentingan
1 Sama Penting Sama pentingnya dibanding yang lain.
3 Relatif lebih Moderat pentingnya dibanding yang lain.
penting
5 Lebih Penting Kuat pentingnya dibanding yang lain.
7 Sangat Penting Sangat kuat pentingnya dibanding yang lain.
9 Jauh Lebih Penting Ekstrim pentingnya dibanding yang lain.
2, 4, 6, 8 Nilai Antara Nilai di antara dua penilaian yang berdekatan.
Kebalikan Jika elemen i memiliki salah satu angka
di atas ketika dibandingkan elemen j, maka
Kebalikan
memiliki nilai kebalikannya ketika dibandingkan
elemen i.

Dalam penilaian kepentingan relatif, dua elemen berlaku aksioma reciprocal.


Artinya jika elemen i dinilai 3 kali lebih penting dibanding j, maka elemen j harus 1/3
kali pentingnya dibanding elemen-i. Dua elemen yang berlainan bisa saja dinilai sama
penting, yang mana angka yang sama akan menghasilkan angka 1, artinya sama
penting. Jika terdapat n elemen, maka akan diperoleh matriks pairwise comparison
berukuran n x n.
Selanjutnya adalah sintesa prioritas dengan cara mencari eigenvector dari setiap
matriks pairwise comparison untuk mendapatkan prioritas lokal. Dalam ANP/AHP,
logical consistency menyatakan ukuran tentang konsisten tidaknya suatu penilaian.
Rasio konsistensi (consistency ratio) dihitung dengan rumus CR = CI / RI. Consistency
Index (CI) diperoleh dari CI = (λmax – n) / (n – 1), di mana λmax = nilai eigen vector
terbesar dari matriks perbandingan berpasangan, dan n = ukuran matriks. Sebagai
contoh, jika A lebih penting dari B dan B lebih penting dari C, tapi C lebih penting dari
A, maka tidak konsisten. Nilai CR harus kurang dari 10%, karena jika lebih maka
penilaian perbandingan berpasangan harus diulang (Saaty dan Vargas, 1994). Dalam
hal random index (RI), secara berturut-turut (RI/orde matriks) adalah (1/0), (2/0),
(3/0,58), (4/0,9), (5/1,12), (6/1,24), (7/1,32), (8/1,41), (9/1,45), (10/1,49).
Untuk memudahkan proses analisis, semua langkah dilakukan menggunakan
perangkat lunak Super Decision yang yang dikembangkan oleh William J. Adams dari
Embry Riddle Aeronautical University, Florida, bekerjasama dengan Rozann W. Saaty
(Saaty, 2003).

V. HASIL DAN PEMBAHASAN


Perbandingan Klaster
Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa terdapat 5 klaster yang diperbandingkan
dalam studi ini, hasil analisis mengindikasikan bahwa apabila alternatif yang dijadikan
sebagai respek, maka pertimbangan pemilihan trase jalan di Provinsi Gorontalo lebih

1 2
Fadly Ibrahim , Moch Husnullah Pangeran III-5-6
Kolokium Jalan dan Jembatan 2013

didominasi pada pertimbangan aspek lingkungan dan ekonomi, selanjutnya


alternatifnya sendiri dan aspek teknis. Sedangkan kriteria sosial merupakan aspek
yang lebih rendah tingkat kepentingannya untuk dijadikan pertimbangan dalam
pemilihan trase jalan.
Selanjutnya apabila perbandingan berpasangan yang respek pada klaster teknik
dijadikan dasar pemilihan trase, maka aspek alternatif lebih dominan menjadi
pertimbangan. Sedangkan perbandingan berpasangan yang respek pada klaster
sosial, lebih didominasi pada pertimbangan aspek tata ruang dan lingkungan,
menyusul aspek teknik dan alternatif. Kondisi yang sama berlaku pada klaster tata
ruang dan lingkungan dan kondisi sebaliknya berlaku pada klaster ekonomi. Untuk
lebih jelasnya bobot prioritas masing-masing klaster dan nilai Consistency Ratio-nya
dapat dilihat pada Tabel 5 s/d 10.

Tabel 5. Bobot prioritas klaster dengan respek pada “alternatif”


Consistency
No. Klaster Bobot
Ratio
1 Alternatif 0.179473
2 Teknik 0.125708
3 Sosial 0.094949 0.0290
4 Ekonomi 0.237617
5 Tata Ruang dan Lingkungan 0.362253

Tabel 6. Bobot prioritas klaster dengan respek pada “teknik”


Consistency
No. Klaster Bobot
Ratio
1 Alternatif 0.75000
0.0000
2 Teknik 0.25000

Tabel 7. Bobot prioritas klaster dengan respek pada “sosial”


Consistency
No. Klaster Bobot
Ratio
1 Alternatif 0.10065
2 Teknik 0.22541 0.0825
3 Tata Ruang dan Lingkungan 0.67380

Tabel 8. Bobot prioritas klaster dengan respek pada “ekonomi”


Consistency
No. Klaster Bobot
Ratio
1 Alternatif 0.53961
2 Teknik 0.16342 0.0089
3 Ekonomi 0.29691
Tabel 9. Bobot prioritas klaster dengan respek pada “tata ruang dan lingkungan”
Consistency
No. Klaster Bobot
Ratio
1 Alternatif 0.22965
2 Teknik 0.12202 0.0036
3 Tata Ruang dan Lingkungan 0.64833

1 2
Fadly Ibrahim , Moch Husnullah Pangeran III-5-7
Kolokium Jalan dan Jembatan 2013

Tabel 10. Matriks klaster


Alternatif Teknik Sosial Ekonomi Lingkungan
Alternatif 0.17947 0.75000 0.10065 0.53961 0.22965
Teknik 0.12571 0.25000 0.25541 0.16342 0.12202
Sosial 0.09495 0.00000 0.00000 0.00000 0.00000
Ekonomi 0.23762 0.00000 0.00000 0.29696 0.00000
Lingkungan 0.36225 0.00000 0.67381 0.00000 0.64833

Perbandingan Elemen
Terdapat beberapa variasi perbandingan berpasangan pada elemen struktur ANP
yang bobot prioritasnya juga bervariasi antar masing-masing elemen pada setiap
klaster. Khusus untuk bobot prioritas elemen pada klaster “alternatif” memperlihatkan
adanya perbedaan bobot prioritas yang merupakan cerminan elektabilitas setiap
alternatif trase yang diusulkan di Provinsi Gorontalo. Hasil analisis mengidikasikan
bahwa alternatif Trase A memiliki keunggulan pada 7 elemen yakni; konektifitas, jarak
tempuh, waktu tempuh, hidrologi, biaya konstruksi, biaya operasional kendaraan dan
nilai waktu. Sedangkan alternatif trase B hanya memiliki satu keunggulan yang lebih
dominan yakni pada aspek konektifitas, namun demikian secara rata-rata alternatif
trase B memiliki tingkat keunggulan yang relatif moderat antara trase A dan C.
Selanjutnya untuk alternatif Trase C memiliki keunggulan pada 7 elemen yakni
kawasan permukiman, kawasan perkebunan, hutan lindung, geometrik, geoteknik,
pembebasan lahan dan gangguan sosial.

Tabel 11. Bobot prioritas elemen pada klaster “alternatif”


Consistency
Elemen/subkriteria Trase A Trase B Trase C
Ratio
Permukiman 0.10472 0.25828 0.63699 0.03710
Perkebunan/Pertanian 0.19288 0.10616 0.70095 0.00890
Hutan Lindung 0.14937 0.37639 0.47423 0.05160
Konektifitas 0.40000 0.40000 0.20000 0.00000
Jarak Tempuh 0.59364 0.24931 0.15705 0.05160
Waktu Tempuh 0.19981 0.11685 0.68334 0.00237
Geometrik 0.25000 0.25000 0.50000 0.00000
Hidrologi 0.53961 0.29696 0.16342 0.00890
Geoteknik 0.25000 0.25000 0.50000 0.00000
Pembebasan lahan 0.13111 0.20813 0.66076 0.05160
Gangguan Sosial 0.29691 0.16342 0.53961 0.00890
Biaya konstruksi 0.53961 0.16342 0.29696 0.00890
BOK 0.59363 0.24931 0.15705 0.05160
Nilai Waktu 0.53961 0.29696 0.16342 0.00890
Formasi Supermatrix dan Prioritas Akhir
Bobot yang didapatkan pada setiap klaster dan elemen merupakan bobot yang
belum diinteraksikan secara keseluruhan (sintesis). Untuk itu hasil pembobotan yang
didapatkan dari hasil perbandingan berpasangan diformulasi dalam bentuk
supermatriks yang menghasilkan unweighted supermatrix (lampiran 1), dan kolom
stokastik (lampiran 2), serta limiting supermatrix (lampiran 3). Hasil analisis limiting
supermatrix tersebut mengindiksdikasikan bahwa elemen yang paling dominan
mempengaruhi pemilihan trase jalan di Provinsi Gorontalo adalah kemampuan
mengakomodasi kebutuhan perjalanan pada kawasan permukiman, kemudian
kemampuan meningkatkan aksessibilitas dan distribusi komoditas unggulan pada

1 2
Fadly Ibrahim , Moch Husnullah Pangeran III-5-8
Kolokium Jalan dan Jembatan 2013

kawasan pertanian dan perkebunan, hal yang lain yang dominan dipertimbangkan
adalah sejauh mana trase yang diusulkan tidak melintasi kawasan hutan lindung.
Selanjutnya adalah aspek jarak tempuh, biaya konstruksi, BOK, nilai waktu, waktu
tempuh dan kondisi geometrik, serta aspek pembebasan lahan. Sedangkan kriteria
yang lebih bersifat teknis seperti hidrologi (jumlah lintasan sungai) dan geoteknik tidak
menjadi aspek yang dominan dipertimbangkan. Hal ini sangat beralasan karena
permasalahan yang bersifat teknis dapat diselesaikan dengan pendekatan teknologi.
Aspek yang tidak prioritas lainnya adalah konektifitas, hal ini dipengaruhi oleh karena
semua usulan alternatif trase memiliki keterhubungan yang relatif sama terhadap
jaringan jalan arteri.

Tabel 12. Bobot akhir setiap elemen

Elemen Normal Limiting


Trase A 0.31821 0.09865
Trase B 0.25845 0.08012
Trase C 0.42334 0.13124
Konektifitas 0.08663 0.00988
Jarak Tempuh 0.36150 0.04123
Waktu Tempuh 0.18286 0.02085
Geometrik 0.23986 0.02735
Hidrologi 0.07576 0.00864
Geoteknik 0.05340 0.00609
Pembebasan Lahan 0.73064 0.02151
Gangguan Sosial 0.26936 0.00793
Biaya Konstruksi 0.33985 0.03561
BOK 0.32160 0.03370
Nilai Waktu 0.33855 0.03547
Kwsn Permukiman 0.45625 0.20153
Kwsn Perkebunan dan Pertanian 0.30806 0.13608
Kwsn Hutan Lindung 0.23569 0.10411

Gambar 2. Hasil sintesis setiap alternatif trase

1 2
Fadly Ibrahim , Moch Husnullah Pangeran III-5-9
Kolokium Jalan dan Jembatan 2013

Gambar diatas mengindikasikan bahwa alternatif trase C memiliki elektabilitas


tertinggi dengan bobot prioritas 0.423338, selanjutnya adalah alternatif trase A dengan
bobot prioritas 0.318214, dan alternatif B memiliki tingkat elektabilitas terendah dengan
bobot 0.258448.

VI. KESIMPULAN
Dalam pemilihan trase jalan harus didasarkan pada pertimbangan yang kompleks
dan komprehensif dengan mengakomodasi seluruh aspek yang berkaitan dengan
teknis pembangunan jalan maupun aspek nonteknis. Hasil analisis dengan
menggunakan ANP mengindikasikan bahwa elemen yang paling dominan
mempengaruhi pemilihan trase jalan di Provinsi Gorontalo adalah kemampuan
mengakomodasi kebutuhan perjalanan pada kawasan permukiman, kemudian
kemampuan meningkatkan aksessibilitas dan distribusi komoditas unggulan pada
kawasan pertanian dan perkebunan.
Selanjutnya dengan pendekatan ANP maka dapat diputuskan bahwa alternatif
trase yang paling ideal dikembangkan di Provinsi gorontalo adalah alternatif trase C
yang menghubungkan antara Kecamatan Tapa – Kecamatan Telaga – Kecamatan
Telaga Biru – Kecamatan Atinggola sepanjang 54 km.

VII. DAFTAR PUSTAKA


Anonim. (2005). Pedoman Study Kelayakan Jalan (Pd.T-19-2005-B), Departemen Pekerjaan Umum
,Jakarta.
Cheng, E.W.L. and Li, H. (2005). “Analytical Network Process Applied to Project Selection”, Journal of
Construction Engineering and Management, 131 (4), 459-466.
Hemanta, dan Xiao-Hua. (2008). “Modelling Multi-Criteria Decision Analysis for Benchmarking
Management Practices in Project Management”, International Conference On Information
Technology In Construction. Oktober 2008.
Husnullah, P. (2010). Model Konseptual Penilaian Risiko-Risiko Prioritas dalam Proyek Konsesi
Pengelolaan Infrastruktur Air Minum dengan Pendekatan Multi Kriteria”. Proceeding Konferensi
Pascasarjana Teknik Sipil. ISBN-978-979-16225-5-4. Hal 83.ITB.
Ibrahim, F. 2010. “Pemilihan Trase Jalan dengan Pendekatan Analisis Multi Kriteria”. Proceeding
Konferensi Pascasarjana Teknik Sipil. ISBN-978-979-16225-5-4. Hal 79.ITB.
Khan,S. Faisal, M.N. 2007. An Analytic Network Process Model For Municipal Solid Waste Disposal
Options. www.elsevier.com/locate/wasman. (Accessed 11 September 2007).
Bottero, M. Feretti, V. 2011. Assessing urban requalification scenarios by combining environmental
indicators with the Analytic Network Process. Journal of Applied Operational Research. 3(2), 75–90
Sjafruddin A.2004, Studi Kelayakan dan Pendanaan Infrastruktur, Institut Teknologi Bandung.
Saaty, T.L. 1988. Multicriteria Decision Making : The Analytic Hierarchy Process. British Library. USA.
Saaty, T.L., and Vargas, L.G. 1994. Decision Making in Economic, Political, Social, and Technological
Environments with the Analytic Hierarchy Process, 1st Ed, RWS Publications, Pittsburgh.
Saaty, T.L. 1996. Decision Making With Dependence and Feedback: The Analytic Network Process, RWS
Publications, Pittsburgh.
Saaty, R.W. 2003. Decision Making In Complex Environments: The Analytic Hierarchy Process (AHP) for
Decision Making and The Analytic Network Process (ANP) for Decision Making with Dependence
and Feedback. Super Decisions Tutorial.
Tamin, O. Z. Syafruddin, A. 2005. “Determination Priority Of Road Improvement Alternatives Based On
Region Optimization Case Study: Bandung City Indonesia”, Proceedings of the Eastern Asia Society
for Transportation Studies, 5, 1040 – 1049.
Tamin, O. Z. 2004. Manajemen Operasi Lalu-lintas, ITB.
Tamin, O. Z. 2002. “Konsep Pengembangan Transportasi Wilayah di Era Otonomi Daerah”. Makalah
pada Kuliah Tamu Program Pascasarjana Universtas Hasanuddin. 17-18 Januari 2002.
Tarigan, R. 2004. Perencanaan dan Pembangunan Wilayah. PT. Bumi Aksara Jakarta.
Yuksen, I. Dagdeviren. M. 2005. Using the Analytic Network Process (ANP) In A SWOT Analysis – A
Case Study For A Textile Firm. www.elsevier.com/locate/ins. (Accessed 03 Januari 2007).

1 2
Fadly Ibrahim , Moch Husnullah Pangeran III-5-10
Kolokium Jalan dan Jembatan 2013

Lampiran 1: Unweighted Supermatrix

Trase A Trase B Trase C KNF JT WT GMT HID GTK LHN GS BK BOK NW PKM PKB HL
Trase A 0.000 0.250 0.333 0.400 0.594 0.594 0.200 0.540 0.250 0.131 0.297 0.540 0.594 0.540 0.105 0.193 0.149
Trase B 0.250 0.000 0.667 0.400 0.249 0.249 0.117 0.297 0.250 0.208 0.163 0.163 0.249 0.297 0.258 0.106 0.376
Trase C 0.750 0.750 0.000 0.200 0.157 0.157 0.683 0.163 0.500 0.661 0.540 0.297 0.157 0.163 0.637 0.701 0.474
KNF 0.135 0.135 0.136 0.000 0.180 0.182 0.184 0.143 0.154 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
JT 0.159 0.191 0.242 0.275 0.000 0.344 0.301 0.280 0.276 0.750 0.000 0.540 0.311 0.500 0.667 0.000 0.000
WT 0.273 0.248 0.242 0.319 0.321 0.000 0.276 0.280 0.276 0.000 0.000 0.000 0.196 0.500 0.000 0.000 0.000
GMT 0.229 0.237 0.190 0.181 0.264 0.240 0.000 0.189 0.202 0.250 0.000 0.297 0.493 0.000 0.333 0.000 0.000
HID 0.128 0.102 0.104 0.128 0.130 0.128 0.131 0.000 0.093 0.000 0.000 0.163 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
GTK 0.076 0.086 0.087 0.097 0.106 0.107 0.107 0.108 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
LHN 0.800 0.750 0.667 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
GS 0.200 0.250 0.333 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
BK 0.550 0.550 0.200 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.250 0.333 0.000 0.000 0.000
BOK 0.210 0.210 0.400 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.500 0.000 0.667 0.000 0.000 0.000
NW 0.240 0.240 0.400 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.500 0.750 0.000 0.000 0.000 0.000
PKM 0.163 0.540 0.558 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.750 0.667 0.000 0.000 0.000 0.000 0.800 0.750
PKB 0.109 0.163 0.320 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.250 0.333 0.000 0.000 0.000 0.667 0.000 0.250
HL 0.729 0.297 0.122 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.333 0.200 0.000

1 2
Fadly Ibrahim , Moch Husnullah Pangeran III-5-11
Kolokium Jalan dan Jembatan 2013

Lampiran 2: Weighted Supermatrix

Trase A Trase B Trase C KNF JT WT GMT HID GTK LHN GS BK BOK NW PKM PKB HL
Trase A 0.000 0.045 0.060 0.300 0.445 0.445 0.150 0.405 0.188 0.013 0.039 0.291 0.320 0.291 0.024 0.050 0.039
Trase B 0.045 0.000 0.120 0.300 0.187 0.187 0.088 0.223 0.188 0.021 0.021 0.088 0.135 0.160 0.059 0.028 0.098
Trase C 0.135 0.135 0.000 0.150 0.118 0.118 0.513 0.123 0.375 0.067 0.070 0.160 0.085 0.088 0.146 0.183 0.124
KNF 0.017 0.017 0.017 0.000 0.045 0.045 0.046 0.036 0.038 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
JT 0.020 0.024 0.030 0.069 0.000 0.086 0.075 0.070 0.069 0.169 0.000 0.088 0.051 0.082 0.081 0.000 0.000
WT 0.034 0.031 0.030 0.080 0.080 0.000 0.069 0.070 0.069 0.000 0.000 0.000 0.032 0.082 0.000 0.000 0.000
GMT 0.029 0.030 0.024 0.045 0.066 0.060 0.000 0.047 0.051 0.056 0.000 0.049 0.081 0.000 0.041 0.000 0.000
HID 0.016 0.013 0.013 0.032 0.032 0.032 0.033 0.000 0.023 0.000 0.000 0.027 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
GTK 0.010 0.011 0.011 0.024 0.026 0.027 0.027 0.027 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
LHN 0.076 0.071 0.063 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
GS 0.019 0.024 0.032 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
BK 0.131 0.131 0.048 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.074 0.099 0.000 0.000 0.000
BOK 0.050 0.050 0.095 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.148 0.000 0.198 0.000 0.000 0.000
NW 0.057 0.057 0.095 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.148 0.223 0.000 0.000 0.000 0.000
PKM 0.059 0.195 0.202 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.505 0.580 0.000 0.000 0.000 0.000 0.591 0.554
PKB 0.039 0.059 0.116 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.168 0.290 0.000 0.000 0.000 0.432 0.000 0.185
HL 0.264 0.108 0.044 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.216 0.148 0.000

1 2
Fadly Ibrahim , Moch Husnullah Pangeran III-5-12
Kolokium Jalan dan Jembatan 2013

Lampiran 3: Limiting Supermatrix


Trase A Trase B Trase C KNF JT WT GMT HID GTK LHN GS BK BOK NW PKM PKB HL
Trase A 0.099 0.099 0.099 0.099 0.099 0.099 0.099 0.099 0.099 0.099 0.099 0.099 0.099 0.099 0.099 0.099 0.099
Trase B 0.080 0.080 0.080 0.080 0.080 0.080 0.080 0.080 0.080 0.080 0.080 0.080 0.080 0.080 0.080 0.080 0.080
Trase C 0.131 0.131 0.131 0.131 0.131 0.131 0.131 0.131 0.131 0.131 0.131 0.131 0.131 0.131 0.131 0.131 0.131
KNF 0.010 0.010 0.010 0.010 0.010 0.010 0.010 0.010 0.010 0.010 0.010 0.010 0.010 0.010 0.010 0.010 0.010
JT 0.041 0.041 0.041 0.041 0.041 0.041 0.041 0.041 0.041 0.041 0.041 0.041 0.041 0.041 0.041 0.041 0.041
WT 0.021 0.021 0.021 0.021 0.021 0.021 0.021 0.021 0.021 0.021 0.021 0.021 0.021 0.021 0.021 0.021 0.021
GMT 0.027 0.027 0.027 0.027 0.027 0.027 0.027 0.027 0.027 0.027 0.027 0.027 0.027 0.027 0.027 0.027 0.027
HID 0.009 0.009 0.009 0.009 0.009 0.009 0.009 0.009 0.009 0.009 0.009 0.009 0.009 0.009 0.009 0.009 0.009
GTK 0.006 0.006 0.006 0.006 0.006 0.006 0.006 0.006 0.006 0.006 0.006 0.006 0.006 0.006 0.006 0.006 0.006
LHN 0.022 0.022 0.022 0.022 0.022 0.022 0.022 0.022 0.022 0.022 0.022 0.022 0.022 0.022 0.022 0.022 0.022
GS 0.008 0.008 0.008 0.008 0.008 0.008 0.008 0.008 0.008 0.008 0.008 0.008 0.008 0.008 0.008 0.008 0.008
BK 0.036 0.036 0.036 0.036 0.036 0.036 0.036 0.036 0.036 0.036 0.036 0.036 0.036 0.036 0.036 0.036 0.036
BOK 0.034 0.034 0.034 0.034 0.034 0.034 0.034 0.034 0.034 0.034 0.034 0.034 0.034 0.034 0.034 0.034 0.034
NW 0.035 0.035 0.035 0.035 0.035 0.035 0.035 0.035 0.035 0.035 0.035 0.035 0.035 0.035 0.035 0.035 0.035
PKM 0.202 0.202 0.202 0.202 0.202 0.202 0.202 0.202 0.202 0.202 0.202 0.202 0.202 0.202 0.202 0.202 0.202
PKB 0.136 0.136 0.136 0.136 0.136 0.136 0.136 0.136 0.136 0.136 0.136 0.136 0.136 0.136 0.136 0.136 0.136
HL 0.104 0.104 0.104 0.104 0.104 0.104 0.104 0.104 0.104 0.104 0.104 0.104 0.104 0.104 0.104 0.104 0.104

1 2
Fadly Ibrahim , Moch Husnullah Pangeran III-5-13
Kolokium Jalan dan Jembatan 2013

1 2
Fadly Ibrahim , Moch Husnullah Pangeran III-5-14

Anda mungkin juga menyukai