Anda di halaman 1dari 54

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Keperawatan bukan profesi yang statis dan tidak berubah tetapi
profesi yang secara terus-menerus berkembang dan terlibat dalam
masyarakat yang berubah, sehingga pemenuhan dan metode perawatan
berubah, karena gaya hidup berubah. Berbicara tentang keperawatan ada hal
penting yang harus dibahas yaitu Model Praktik Keperawatan Profesioanal
yang dapat diterapkan dalam pemberian asuhan keperawatan dan dalam hal
ini, makalah ini akan membicarakan tentang “Model Praktik Keperawatan
Profesional”.
Model praktik keperawatan profesional (MPKP) adalah suatu sistem
(struktur, proses dan nilai-nilai profesional), yang memfasilitasi perawat
profesional, mengatur pemberian asuhan keperawatan, termasuk lingkungan
tempat asuhan tersebut diberikan (Ratna Sitorus & Yuli, 2006).
Aspek struktur ditetapkan jumlah tenaga keperawatan berdasarkan
jumlah klien sesuai dengan derajat ketergantungan klien. Penetapan jumlah
perawat sesuai kebutuhan klien menjadi hal penting, karena bila jumlah
perawat tidak sesuai dengan jumlah tenaga yang dibutuhkan, tidak ada
waktu bagi perawat untuk melakukan tindakan keperawatan. Untuk
mengatasi setiap konflik dan tumpang tindih yang ada dalam permasalahan
asuhan keperawatan dan tim keperawatan maka diperlukan model praktik
keperawatan professional. Model praktik keperawatan professional
memiliki tujuan yang sangat penting bagi kelangsungan aktivitas dari
asuhan keperawatan tersebut. Tujuan yang dimaksudkan seperti
. Menjaga konsistensi asuhan keperawatan, Menciptakan kemandirian
dalam memberikan asuhan keperawatan, Memberikan pedoman dalam
menentukan kebijakan dan keputusan, Menjelaskan dengan tegas ruang
lingkup dan tujuan asuhan keperawatan bagi setiap tim keperawatan. Hal
tersebut tentunya sangat di harapkan dapat berjalan sesuai dengan tujuan

1
agar dapat mencapai hasil yang optimal dari penatalaksanaan asuhan
keperawatan itu sendiri.
Perawat memberi asuhan keperawatan kepada klien termasuk
individu, keluarga dan masyarakat. Perawat menerima tanggung jawab
untuk membuat keadaan lingkungan fisik, sosial dan spiritual yang
memungkinkan untuk penyembuhan dan menekankan pencegahan penyakit,
serta meningkatkan kesehatan dengan penyuluhan kesehatan. Karena
beberapa fenomena diatas wajib diketahui oleh seorang perawat yang
profesional, sehingga profesi keperawatan mampu memilih dan menerapkan
Model Praktik Keperawatan Profesioanl yang paling tepat bagi klien. Model
praktik keperawatan professional (MPKP) dan model asuhan keperawatan
profesional (MAKP) sangat erat sekali hubungannya dan berkaitan untuk
mencapai hasil kerja yang optimal. Sehingga diharapkan nilai profesional
dapat diaplikasikan secara nyata. Hal tersebut tentunya dapat meningkatkan
mutu asuhan keperawatan dan pelayanan keperawatan.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai
berikut :
1.2.1 Apa Pengertian dari Model Praktik Keperawatan Profesional
(MPKP) ?
1.2.2 Apa saja Tujuan dari Model Praktik Keperawatan Profesional
(MPKP) ?
1.2.3 Apa saja Manfaat dari Model Praktik Keperawatan Profesional
(MPKP) ?
1.2.4 Apa saja Pilar dari Model Praktik Keperawatan Profesional (MPKP)
?
1.2.5 Bagaimana Komponen dari Model Praktik Keperawatan Profesional
(MPKP) ?
1.2.6 Bagaimana Struktur Organisasi dari Model Praktik Keperawatan
Profesional (MPKP) ?

2
1.2.7 Apa saja Peran dan Fungsi Perawat pada MPKP ?
1.2.8 Apa saja Diagnosa Keperawatan dari Model Praktik Keperawatan
Profesional (MPKP) ?

1.3 Tujuan
Adapun tulisan ini adalah sebagai berikut :
1.3.1 Untuk Mengetahui Pengertian dari Model Praktik Keperawatan
Profesional (MPKP)
1.3.2 Untuk Mengetahui Apa saja Tujuan dari Model Praktik Keperawatan
Profesional (MPKP)
1.3.3 Untuk Mengetahui Manfaat dari Model Praktik Keperawatan
Profesional (MPKP)
1.3.4 Untuk Mengetahui Apa saja Pilar dari Model Praktik Keperawatan
Profesional (MPKP)
1.3.5 Untuk Mengetahui Komponen dari Model Praktik Keperawatan
Profesional (MPKP)
1.3.6 Untuk Mengetahui Struktur Organisasi dari Model Praktik
Keperawatan Profesional (MPKP)
1.3.7 Untuk Mengetahui Peran dan Fungsi Perawat pada MPKP
1.3.8 Untuk Mengetahui Diagnosa Keperawatan dari Model Praktik
Keperawatan Profesional (MPKP)

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian MPKP


Ada sebagian ilmuan berpendapat bahwa ilmu keperawatan
sebagai ilmu di awing-awang, atau hanya sebagian kebenaran yang
dapat dilaksanakn dan sebagian besar kebenaran diabaikan dalam
ketidak jelasan. Fenomena sesungguhnya memang tidak ada alasan
untuk membantahnya, karena masih ada suatu kondisi specticism
yang dialami oleh praktisi keperawatan untuk menegakkan
kebenaran dari ilmu keperawatan, termasuk penerapan model
praktik keperawatan professional (MPKP) sehingga terasa
bermanfaat bagi manusia. Untuk itu, perlu adanya upaya
meningkatkan pemahanan dan keyakinan para ilmuan dan praktisi
keperawatan, mahasiswa keperawatan, serta masyarakat tentang
kebenaran ilmu keperawatan seperti MPKP.
Walaupun sebagian ilmuan menyebutkan bahwa ilmu
keperawatan sebagai ilmu di awing-awang atau hanya sebagian
kebenaran yang dapat dilaksanakan, namun secara factual melalui
tinjauan filsafat keilmuan dengan pendekatan aksiologi, ternyata
ilmu keperawatan merupakan suatu kebenaran yang dapat
dibuktikan secara asal mula, kebenaran mengungkap, kebenaran
memandang,kebenaran bentuk, kebenaran ini, serta kebenaran
konsep dan teori dengan demikian, ilmu keperawatan sesungguhnya
suatu kebenaran dengan manfaat yang terus berkembang
berdasarkan hasil pengujian dan pembuktian ilmiah dalam
meningkatkan kesehatan, kebahagiaan, dan kesejahteraan bagi
manusia melalui penerapan model praktik keperawatan professional
(MPKP).
MPKP merupakan suatu metode praktik keperawatan dengan
cirri praktik yang didasari oleh keterampilan intelektual dan teknikal

4
interpersonal. Hal ini dilakukan dengan metode asuhan keperawatan
yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah. MPKP
merupakan suatu system yang memungkinkan perawat professional
untuk mengatur pemberian asuhan keperawatan, termasuk
lingkungan untuk menunjang pemberian asuhan tersebut.
Sitorus dan Panjaitan (2011) menyatakan bahwa model
praktik keperawatan professional (MPKP) merupakan penataan
struktur dan proses system pemberian asuhan keperawatan pada
tingkat ruang rawat, sehingga memungkinkan pemberian asuhan
keperawatan professional. Sementara itu Hoffart dan Woods (1996)
menyatakan bahwa MPKP merupakan suatu system (stuktur, proses
dan nilai-nilai professional) yang memungkinkan perawat
professional mengatur pemberian asuhan keperawatan, termasuk
lingkungan untuk menopang pemberian asuhan tersebut, yang terdiri
atas sub sistem berikut.
1. Nilai – nilai professional yang meliputi ekonomi,
kesinambungan asuhan, dan belajar sepanjang hayat untuk
menopang peraktik ilmu yang bermutu.
2. Pendekatan manajemen menunjukan pada MPKP, pembuat
keputusan untuk klien adalah pada menejer asuhan klinik atau
perawat primer. Kepala ruang rawat berperan sebagai pasilitator
atau mentor.
3. Pemberian asuhan keperawatan pada umumnya menggunakan
metode keperawatan primer.
4. Hubungan professional memungkinkan hubungan kolaborasi
konsultasi antartim, dan konferensi antartim untuk
menyelesaikan konflik.
System kompensasi dan penghargaan memungkinkan perawat
mendapatkan kompensasi dan penghargaan sesuai dengan sifat layanan
yang professional. Penghargaan dapat juga berupa keberadaan perawat
sebagai seorang ahli atau spesialis.

5
2.2 Tujuan MPKP
1. Menjaga konsistensi asuhan keperawatan
2. Mengurangi konflik, tumpang tindih dan kekosongan
pelaksanaan asuhan keperawatan oleh tim keperawatan.
3. Menciptakan kemandirian dalam memberikan asuhan
keperawatan.
4. Memberikan pedoman dalam menentukan kebijakan dan
keputusan.
5. Menjelaskan dengan tegas ruang lingkup dan tujuan asuhan
keperawatan bagi setiap tim keperawatan

2.3 Manfaat MPKP


Model praktik keperawatan vokasional adalah metode
penugasan keperawatan fungsional. Namun, dalam perkembangan
ilmu keperawatan model praktik keperawatan ini tidak sesuai lagi
dan terus berubah sesuai dengan tuntutan profesionalitas pelayanan
keperawatan, salah satunya adalah Model Praktik Keperawatan
Profesional (MPKP).
Pemanfaatan pengetahuan di bidang ilmu keperawatan,
menjadi factor penting dalam pertimbangan penggunaannya. Hal ini
berguna untuk perilaku pemberian pelayanan dan menetapkan
keputusan tindakan keperawatan. Dalam hal ini, ilmu keperawatan
harus menjadi pertimbangan sebelum menetapkan suatu kontribusi
keputusan dalam pelayanan kesehatan. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa ilmu keperawatan merupakan sesuatu yang
penting dalam kehidupan manusia untuk proses pencapaian derajat
kesehatan, kebahagiaan, dan kesejahteraan umat manusia, baik yang
sehat maupun yang mengalami masalah kesehatan atau sakit.
Hoffart dan Woods (1996) menyatakan bahwa penerapan
MPKP dikembangkan berdasarkan kegiatan keperawatan yang
terdiri dari lima pilar utama yaitu management approach,

6
compensatory reward, professional relationship, professional value,
dan patient care delivery system. Pemanfaatan MPKP melalui
pendekatan lima pilar tersebut akan mampu mendukung
pengetahuan dan keteraturan pelayanan keperawatan yang tepat,
mencakup 4 aspek. Pertama, berfanfaat bangi orang yang mendalami
ilmu keperawatan dengan bertambahnya pengetahuan, pemahaman,
dan kesadaran atas realita pelayanan keperawatan,. Kedua,
berfanfaat bagi ilmu keperawatan itu sendiri. Ketiga, bermanfaat
bagi skala ruang yang lebih luas untuk masyarakat. Keempat,
bermanfaat bagi skala waktu yang lebih panjang.
Pada dasarnya, MPKP bermanfaat untuk memperbaiki mutu
pelayanan keperawatan. Hal ini tidak terlepas dari nilai etika,
estetika, dan moral para praktisi keperawatan dalam memperkirakan
kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi, serta hal-hal yang
akan terjadi bila pengaturan dan keteraturan pelayanan keperawatan
tidak diperbaiki dan dikembangkan. Adapun beberapa kompenen
penting yang perlu diperbaiki yang dikembangkan untuk menunjang
keteraturan pelayanan yang berkualitas antara lain:
1. mutu asuhan keperawatan;
2. manajemen SDM keperawatan;
3. tersedia lingkungan mendidik tenaga keperawatan;
4. daya tarik untuk bekerja secara professional;
5. pemanfaatan tenaga keperawatan.

2.4 Pilar- Pilar MPKP


Model praktik keperawatan masyarakat pendekatan manajemen
sebagai pilar parktik professional. Proses manajemen harus dilaksanakan
dengan disiplin untuk menjamin pelayanan yang diberikan kepada klien atau
keluarga secara professional. Di ruang MPKP pendekatan manajemen
diterapkan dalam bentuk proses manajemen yang terdiri dari perencanaan

7
(planning), pengorganisasian (organizing), pengarahan (directing), dan
pengendalian (controlling).
1. Perencanaan
Marquis dan Huston (2010) menyebutkan hirarki
dalam perencanaan terdiri dari perumusan visi, misi, filosofi,
peraturan, kebijakan, dan prosedur. Kegiatan perencanaan
yang dipakai di ruang MPKP terdiri dari rencana jangka
panjang, rencana jangka menengah, dan rencana jangka
pendek. Khusus untuk perencanaan jangka pendek meliputi
rencana kegiatan harian, bulanan, dan tahunan.
2. Pengorganisasian
Pengorganisasian kegiatan dan tenaga perawat di
ruang MPKP menggunakan pendekatan system penugasan
modifikasi keperawatan tim primer. Secara vertical,
pengorganisasian ini terdiri dari kepala ruangan, ketua tim
dan perawat pelaksana. Setiap tim bertanggung jawab
terhadap sejumlah klien.
3. Pengarahan
Marquist dan Huston (2010) menyatakan bahwa
dalam pengarahan, pekerjaan diuraikan dalam tugas-tugas
yang mampu dikelola, jika perlu dilakukan pendelegasian.
Untuk memaksimalkan pelaksanaan pekerjaan oleh staf,
seorang manajer harus melakukan beberapa upaya antara
lain:
a. menciptakan iklim motifasi:
b. mengelola waktu secara efisien;
c. mendemonstrasikan keterampilan komunikasi yang terbaik;
d. mengelola konflik dan memfasilitasi kolaborasi;
e. melaksanak system pendelegasian dan supervisi;
f. melakukan negosiasi.
4. Pengendalian

8
Keliat dan Akemat (2010) memaparkan langkah – langkah
yang harus dilakukan dalam pengendalian antara lain:
a. menetapkan standard an metode pengukuran prestasi
kerja;
b. melakukan pengukuran prestaasi kerja;
c. menetapkan apakah prestasi kerja sesuai dengan standar;
d. mengambil tindakan korektif.
Pada Model Praktik Keperawatan Profesional (MPKP),
kegiatan pengendalian diterapkan dalam bentuk kegiatan
pengukuran berikut.
a. Indikator mutu umum, yang terdiri dari:
1) Bad Occupancy Rate (BOR),
2) Average Length of Stay (ALOS), dan
3) Turn Over Inteval (TOI).
b. Indikator mutu ruamh sakit, yang terdiri dari:
1) Kasus cedera, dan
2) Infeksi nosokomial.
c. Kondisi klien, yang terdiri dari:
1) Audit dokumentasi asuhan keperawatan,
2) Kepuasan klien dengan keluarga, serta
3) Penilaian kemampuan klien dan keluarga.
d. Kondisi sumber daya manusia (SDM), yang terdiri dari:
1) Kepuasan tenaga kesehatan seperti perawat dan
dokter, serta
2) Penilaian kinerja perawat.

2.5 Komponen-Komponen MPKP


Terdapat 4 komponen utama dalam model praktek keperawatan
professional, yaitu sebagai berikut :
1. Ketenagaan Keperawatan
2. Metoda pemberian asuhan keperawatan

9
3. Proses Keperawatan
4. Dokumentasi Keperawatan

A. Ketenagaan Keperawatan
Menurut Douglas (1984) dalam suatu pelayanan profesional, jumlah
tenaga yang diperlukan tergantung pada jumlah pasien dan derajat
ketergantungan pasien.
Menurut Loveridge & Cummings (1996) klasifikasi derajat
ketergantungan pasien dibagi 3 kategori, yaitu :
a. Perawatan minimal : memerlukan waktu 1 – 2 jam/24 jam yang
terdiri: Kebersihan diri, mandi, ganti pakaian dilakukan sendiri.
1. Makan dan minum dilakukan sendiri
2. Ambulasi dengan pengawasan
3. Observasi tanda-tanda vital dilakukan setiap shift.
4. Pengobatan minimal, status psikologis stabil.
5. Persiapan prosedur memerlukan pengobatan.
b. Perawatan intermediet : memerlukan waktu 3 – 4 jam/24 jam
yang terdiri atas:
1. Kebersihan diri dibantu, makan minum dibantu
2. Observasi tanda-tanda vital tiap 4 jam
3. Ambulasi dibantu, pengobatan lebih dari sekali
4. Voley kateter/intake output dicatat
5. Klien dengan pemasangan infus, persiapan pengobatan,
memerlukan prosedur
c. Perawatan maksimal/total : memerlukan waktu 5 – 6 jam/24
jam:
1. Segala diberikan/dibantu
2. Posisi yag diatur, observasi tanda-tanda vital setiap 2
jam
3. Makan memerlukan NGT, menggunakan terapi
intravena

10
4. Pemakaian suction
5. Gelisah/disorientasi
Menurut Douglas (1984) ada beberapa kriteria jumlah perawat yang
dibutuhkan perpasien untuk dinas pagi, sore dan malam.

Waktu Pagi Sore Malam


Klasifikasi
Minimal 0,17 0,14 0,10
Partial 0,27 0,15 0,07
Total 0,36 0,30 0,20

B. Metoda pemberian asuhan keperawatan


Asuhan keperawatan merupakan proses atau rangkaian
kegiatan praktik keperawatan langsung kepada klien di berbagai
tatanan pelayanan kesehatan yang pelaksanaannya berdasarkan
kaidah profesi keperawatan dan merupakan inti praktik keperawatan.
Penerapan asuhan keperawatan melalui pendekatan proses
keperawatan merupakan wujud nyata tanggung jawab dan tanggung
gugat perawat profesionalperawat terhadap klien yang bertujuan
untuk meningkatkan kualitas layanan keperawatan pada klien. Suarli
dan Bahtiar (2009) menyatakan bahwa proses keperawatan adalah
suatu metode yang sistematis dan ilmiah yang digunakan perawat
untuk memenuhi kebutuhan klien dalam mencapai atau
mempertahankan keadaan biologis, psikologis, social dan spiritual
yang optimal. Hal ini dilakukan melalui tahap pengkajian,
identifikasi diagnosis keperawatan, perencanaan rencana
keperawatan, dan evaluasi tindakan keperawatan.
Meskipun sebagian system pemberian asuhan keperawatan
disusun untuk mengelola asuhan di rumah sakit , sebagian dapat
diadaptasikan ke tempat lain. Dalam memilih model atau metode
pengelolaan pemberian asuhan keperawatan klien yang paling tepat

11
untuk setiap unit atau organisasi,bergantungpada keterampilan dan
keahlian staf, dari organisasi tersebut, keakutan klien, serta
kerumitan tugas yang harus diselesaikan (Marquis dan Huston,
2010).Gillies (1986) menyebutkan bahwa terdapat beberapa metode
pemberian suhan keperawatan , yaitu metode kasus (total), metode
fungsional, metode tim dan metode keperawatan primer.

1. Metode Kasus

Metode kasus merupakan metode pemberian asuhan yang pertama


digunakan. Metode ini satu perawat akan memberikan asuhan keperawatan
kepada seorang klien secara total dalam satu periode. Jumlah klien yang
dirawat oleh satu perawat tergantung pada kemampuan perawat dan
kompleksnya kebutuhan klien. Sitorus (2006) menyatakan bahwa setelah
Perang Dunia II, jumlah pendidikan keperawatan dari berbagai jenis
program meningkat dan banyak lulusannya bekerja di rumah sakit. Agar
pemanfaatan tenaga tersebut dapat maksimal dan akibat tuntutan peran yang
diharapkan dari perawat sesuai dengan perkembangan ilmu kedokteran, lalu
dikembangkan metode fungsional.

Pada metode kasus, perawat bertanggung jawab terhadap klien


tertentu yang didasarkan pada rasio satu perawat untuk satu klien dengan
pemberian perawatan konstan untuk periode tertentu. Metode penugasan
kasus biasa diterapkan untuk perawatan khusus, seperti isolasi, intensive
care, dan perawatan kesehatan komunitas.

Metode ini tidak terlepas dari kelebihan dan kekurangan, adapun


kelebihan dalam penerapan metode ini adalah perawat lebih memahami
kasus per kasus dan system evaluasi dapat dilakukan secara terus menerus.
Sementara itu, kekurangan dalam penerapan metode ini adalah perawat
bertanggung jawab belum dapat diidentifikasi, serta dan perlu tenaga yang
cukup banyak dengan kemampuan dasar yang sama.

12
2. Metode Fungsional

Merupakan metode praktik keperawatan yang paling tua. Metode ini


dilaksanakan oleh perawat dan berkembang pada saat Perang Dunia II. Pada
metode fungsional, pemberian asuhan keperawatan ditekankan pada
penyelesaian tugas dan prosedur keperawatan. Setiap perawat diberikan satu
atau beberapa tugas untuk dilaksanakan kepada semua klien di suatu
ruangan. Seorang perawat dapat bertanggung jawab dalam pemberian obat,
mengganti balutan, memantau penggunaan infus, dan kegiatan lain. Dalam
hal ini, setiap perawat hanya melakukan 1-2 jenis intervensi keperawatan
pada semua klien yang berada di bangsal. Sebagai contoh ada perawat yang
bertanggung jawab untuk pemberian obat-obatan, tindakan perawatan luka,
pemberian intra vena, dan ditugaskan pada penerimaan dan pengulangan
dan juga memberi bantuan mandi. Dalam hal ini tidak ada perawat yang
bertanggung jawab penuh untuk perawatan seorang klien.

Prioritas utama dikerjakan ialah kebutuhan fisik dan kurang


menekankan pada kebutuhan secara holistik. Mutu asuhan sering terabaikan
karena pemberian asuhan terfragmentasi. Komunikasi antar perawat sangat
terbatas sehingga sehinnga tidak ada satu perawat yang mengetahui tentang
satu klien secara komprehensif, kecuali mungkin kepala ruangan. Pada
metode itu kepala ruangn terlebih dahulu mengidentifikasi tingkat kesulitan
tindakan, lalu menentukan perawat yang akan bertanggung jawab
melakukan tindakan keperawatan tersebut. Perawat akan melaporkan tugas
yang dikerjakannya kepada kepala ruangan, lalu kepala ruangn yang
bertanggung jawab dalam membuat laporan klien.

3. Metode Team

Metode keperwatan team berkembang pada awal tahun 1950-an.


Ketika itu, berbagai pemimpin keperawatan memutuskan bahwa pendekatan
team dapat menyatukan perbedaan kategori perawat pelaksana, serta sebagai
upaya untuk menurunkan masalah yang timbul akibat kegunaan model

13
fungsional. Pada model team perawat bekerja sama memberikan asuhan
keperawatan untuk sekelompok klien dibawah arahan – pimpinan seorang
perawat professional ( marquis dan Huston, 2010).

Douglas (1992) dalam sitorus dan panjaitan (2011) menyatakan


bahwa pada metode team merupakan metode pemberian asuhan
keperawatan, dengan seorang perawat professional memimpin sekelompok
tenaga keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan pada
sekelompok klien, melalui kooperatif dan kolaboratif. Metode team didasari
pada keyakinan bahwa setiap anggota kelompok mempunyai kontribusi
dalam merencanakan dan memberikan asuhan keperawatan sehingga pada
perawat timbul motifasi dan tanggung jawab yang tinggi, yang berdampak
pada peningkatan mutu dan keperawatan.

Metode team merupakan pengorganisasian pelayanan asuhan


keperawatan dengan menggunakan team yang terdiri dari kelompok klien
dan kelopok perawat. Kelompok ini dipimpin oleh perawat yang berijazah
D-3 keperawatan dan berpengalaman kerja, serta memiliki pengetahuan di
bidangnya. Pembangian tugas dalam kelompok dilakukan oleh ketua team
yang bertanggung jawab untuk mengarahkan anggota teamnya. Dalam hal
ini, ketua team bertugas memberi pengarahan, dan menerima laporan
kemajuan pelayanan keperawatan klien, serta membantu anggota team
dalam menyelesaikan tugas apabila mengalami kesulitan. Selanjutnya, ketua
team melaporkan kepada kepala ruangan tentang kemajuan pelayanan
asuhan keperawatan terhadap klien.

Di bawah pimpinan perawat profesional, kelompok perawat dapat


bekerja bersama untuk memenuhi kewajibannya sebagai perawat
fungsional. Penugasan terhadap klien dibuat untuk team yang terdiri dari
ketua tim dan anggota tim. Model tim didasarkan pada keyakinan bahwa
setiap anggota kelompok memiliki kontribusi dalam mencanangkan dan
memberikan asuhan keperawatan, sehingga timbul motivasi dan rasa
tanggung jawab perawatan yang tinggi. Setiap anggota tim akan merasakan

14
kepuasan karena diakui kontribusinya di dalam meencapai tujuan bersama,
yaitu mencapai kualitas asuhan keperawatan yang bermutu. Potensi setiap
anggota team saling melengkapi suatu kekuatan yang dapat meningkatkan
kemampuan kepemimpinan, serta menimbulkan rasa kebersamaan dalam
setiap upaya pemberian asuhan keperawatan.

Penerapan konsep tim sangat tergantung pada filosofi ketua tim,


apakah berorientasi pada tugas atau klien. Perawat yang berperan sebagai
ketua tim bertanggung jawab untuk mengetahui kondisi dan kebutuhan
semua klien yang ada di dalam timnya dan merencnakan perawatan klien.
Tugas ketua tim antara lain mengkaji anggota tim, memberi arahan
perawatan untuk klien, melakukan pendidikan kesehatan, dan
mengoordinasikan aktivitas klien. Terdapat beberapa elemen penting yang
harus diperhatikan dalam penerapan metode tim sebagai berikut.

a. Ketua tim diberi otoritas untuk membuat penugasan bagi anggota tim
dan mengarahkan pekerjaan timnya.
b. Ketua tim diharapkan menggunakan gaya kepemimpinan demokratis
atau partisipatif dalam berinteraksi dengan anggota tim.
c. Tim bertanggung jawab terhadap perawatan total yang diberikan kepada
kelompok klien.
d. Komunikasi antaranggota tim sangat penting agar sukses dalam
menjalakan tugasnya.
e. Komunikasi dapat dilakukan melalui pendokumentasian asuhan
keperawatan, yang meliputi penulisan data klien, rencana tindakan
keperawatan, laporan untuk dan dari anggota tim, prtemuan tim untuk
mendiskusikan kasus klien, dan umpan balik informal diantara anggota
tim.
Metode tim ini tidak terlepas dari kelebihan dan kekurangan.
Kelebihan dalam penerapan metode keperawatan ini sebagai berikut.
a. Dapat memfasilitasi pelayanan keperawatan secara konferehensif.
b. Memungkinkan pelaksanaan proses keperawatan.

15
c. Konflik antar staff dapat dikendalikan melalui rapat dan efektif untuk
belajar.
d. Memberi kepuasan anggota team dalam hubungan interpersonal.
e. Memungkinkan peningkatan kemampuan anggota tim yang berbeda-
beda secara efektif.
f. Peningkatan kerja sama dan komunikasi antara anggota tim dapat
menghasilkan sikap moral yang tinggi, memperbaiki fungsi staff secara
keseluruhan, serta memberikan anggota tim perasaan bahwa dia
memiliki kontribusi terhadap hasil asuhan keperawatan yang diberikan.
g. Menghasilkan kualitas asuhan keperawatan yang dapat dipertanggung
jawabkan.
h. Memberikan motifasi perawat untuk selalu bersama klien selama
bertugas.
Kekurangan dalam penerapan metode tim ini diuraikan sebagai berikut.
a. Ketua tim menghabiskan banyak waktu untuk melakukan koordinasi dan
supervisi anggota tim, serta harus memiliki keterampilan yang tinggi
baik sebagai perawat manager maupun perawat klinik.
b. Keperawatan tim menimbulkan fragmentasi keperawatan bila
konsepnya tidak diimplementasikan dengan total.
c. Rapat tim membutuhkan waktu sehingga pada situasi sibuk rapat tim
ditiadakan, sehingga komunikasi antar anggota tim terganggu.
d. Perawat yang belum terampil dan belum berpengalaman selalu
tergantung atau berlindung kepada anggota tim yang mampu.
e. Akuntabilitas dari tim menjadi kabur.
f. Tidak efisien bila dibandingkan dengan model fungsional karena
membutuhkan tenaga yang memiliki keterampilan tinggi.
Secara ringkas, tanggung jawab dari tiap komponen terlibat dalam
metode keperawatan tim yang meliputi tanggung jawab kepala ruang,
ketua tim, dan anggota tim, diuraikan sebagai berikut.

16
a. Tanggung jawab kepala ruang meliputi :
1). Menetapkan standar kinerja yang diharapkan sesuai dengan standar
asuhan keperawatan;
2). Mengorganisasikan pembagian tim dan klien;
3). Memberi kesempatan pada ketua tim untuk mengembangkan
kepemimpinan;
4). Menjadi narasumber bagi ketua tim;
5). Mengorientasikan tenaga keperawatan yang baru tentang metode /
model tim dalam pemberian asuhan keperawatan;
6). Memberi pengarahan mengenai seluruh kegiatan yang ada di
ruangannya;
7). Melakukan pengawasan terhadap seluruh kegiatan yang ada di
ruangannya;
8). Memfasilitasi kolaborasi tim dengan anggota tim kesehatan lainnya;
9). Melakukan audit asuhan dan pelayanan keperawatan diruangannya,
lalu melakukan tidak lanjut;
10). Memotifasi staff unrk meningkatkan kemampuan melalui riset
keperawatan;
11). Menciptakan iklim komunikasi dengan semua staff.

b. Tanggung jawab ketua tim meliputi :

1). Berkoordinasi dengan kepala ruangan dalam pengaturan jadwal dinas


timnya;

2). Membuat perencanaan berdasarkan tugas dan kewenangan yang


didelegasikan oleh kepala ruangan;

3). Melaukan pengkajian, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi asuhan


keperawatan bersama anggota timnya;

4). Mengoordinasikan rencana keperawatan dengan tindakan medis;

5). Membuat penugasan kepada setiap anggota tim dan memberikan


bimbingan melalui konferensi;

17
6). Mengefaluasi asuhan keperawatan baik proses maupun hasil yang
diharapkan dan mendokumentasikannya;

7). Memberi pengarahan kepada perawat pelaksana tentang pelaksanaan


asuhan keperawatan;

8). Menyelenggarakan konferensi;

9). Lakukan kolaborasi dengan tim kesehatan lainnya dalam pelaksanaan


asuhan keperawatan;

10). Melakukan audit atau supervisi pelaksanaan asuhan keperawatan


yang menjadi tanggung jawab timnya;

11). Melakukan perbaikan pemberian asuhan keperawatan.

c. Tanggung jawab anggota tim meliputi :

1). Melaksanakan tugas berdasarkan asuhan keperawatan;

2). Mencatat dengan jelas dan tepat asuhan keperawatan yang telah
diberikan berdasarkan respon klien;

3). Berpartisipasi dalam memberikan masukan untuk meningkatkan


asuhan keperawatan;

4). Menghargai bantuan dan bimbingan keuta tim;

5). Melaporkan perkembangan kondisi klien kepada anggota tim;

6). Memberikan laporan.

4. Metode Primer

Gillies (1996) mengatakan bahwa model asuhan keperawatan primer


dikembangkan sekitar awal tahun 1970-an, dengan menggunakan beberapa
konsep tentang keperawatan total klien. Keperawatan primer merupakan
suatu metode pemberian asuhan keperawatan dengan perawat primer
bertanggung jawab selama 24 jam atas pelaksanaan asuhan keperawatan
secara holistik, memulai dari tahap pengkajian sampai evaluasi hasil asuhan

18
terhadap satu / beberapa klien, yang dimulai sejak klien masuk rumah sakit
sampai klien dinyatakan pulang. Pada umumnya, setiap PP merawat 4-6
klien, bertanggung jawab terhadap asuhan keperawatan klien, serta
menginformasikan keadaan klien kepada kepala ruangan, dokter, dan staff
keperawatan.

Selama jam kerja PP memberikan perawatan langsung secara total


untuk klien. Ketika PP tidak sedang bertugas, tugas perawatan dapat
diberikan / didelegasikan kepada assosiete (perawat pelaksana) yang
mengikuti rencana keperawatan yang telah disusun oleh perawat primer.
Pada model ini, klien, keluarga, staff medik, dan staff keperawatan akan
mengetahui bahwa klien tertentu akan menjadi tanggung jawab perawat
primer tertentu. Tanggung jawab mencakup periode 24 jam dengan perawat
kolega yang memberikan perawatan bila perawat primer tidak ada.
Perawatan yang diberikan direncanakan dan ditentukan secara total oleh
perawat primer.

Selain dapat meingkatkan tingkat kepuasan klien atas kualitas


pelayanan asuhan keperawatan, metode keperawatan primer juga dapat
mendorong praktik kemandirian perawat. Hal ini ditandai dengan adanya
keterkaitan kuat dan terus menerus antara klien dan perawat yang ditugaskan
untuk merencanakan, melakukan, dan berkoordinasi dalam asuhan
keperawatan selama klien dirawat. PP bertanggung jawab untuk
membangun komunikasi yang efektif diantara klien, dokter, perawat
pelaksana, dan anggota tim kesehatan lain.

Perlu berhati-hati dalam menetapkan seseorang menjadi perawat


primer. Dengan alasan, perawat primer memerlukan beberapa criteria yang
berkaitan dengan kemampuannya, antara lain kemampuan asertif, self
direction, kemampuan mengambil keputusan yang tepat, menguasai
keperawatan klinik, akuntabel, serta mampu berkolaborasi dengan baik
antar berbagai disiplin ilmu. Pada umumnya, di negara maju perawat yang

19
ditunjuk sebagai perawat primer adalah seorang perawat spesialis klinik
yang memiliki kualifikasi master dalam bidang keperawatan.

Karakteristik sebagai modalitas seorang perawat primer dalam


pelaksanaan keperawatan primer diuraikan sebagai berikut.

a. Perawat primer memiliki tanggung jawab untuk asuhan keperawatan


klien selama 24 jam sehari, mulai dari penerimaan sampai klien
diizinkan pulang.
b. Perawat primer melakukan pengkajian kebutuhan asuhan keperawatan,
kolaborasi dengan klien dan profesi kesehatan lai, serta menyusun
rencana tindakan keperawatan.
c. Pelaksana rencana asuhan keperawatan didelegasikan kepada perawat
pelaksana selama shif lain.
d. Perawat primer berkonsultasi dengan perawat kepala dan penyelia.
e. Otoritas, tanggung gugat, dan otonomi ada pada perawat primer.
Metode primer ini tidak terlepas dari kelebihan dan kekurangan.
Adapun kelebihan dalam penerapan metode keperawatan ini diuraikan
sebagai berikut.
a. Perawat primer mendapatkan akuntabiliras yang tinggi terhadap hasil
dan memungkinkan untuk pengembangan diri.
b. Memberikan peningkatan otonomi pada pihak perawat, sehingga dapat
meningkatkan motivasi, tanggung jawab, dan tanggung gugat.
c. Bersifat kontinuitas dan komprehensif sesuai dengan arahan perawat
primer dalam memberikan atau mengarahkan perawatan sepanjang
hospitalisasi.
d. Membebaskan manajer perawat klinis untuk melakukan peran manajer
oprasional dan administrasi.
e. Kepuasan kerja perawat tinggi karena dapat memberikan asuhan
keperawatan secara holistik. Kepuasan yang dirasakan oleh perawat
primer memungkinkan pengembangan diri melalui penerapan ilmu
pengetahuan.

20
f. Staf medik juga merasakan kepuasan karena senantiasa informasi
tentang kondisi klien selalu mutakhir dan komprehensif, serta informasi
dapat diperoleh dari satu perawat yang benar-benar mengetahui keadaan
kliennya.
g. Perawat ditantang untuk bekerja total sesuai dengan kapasitas mereka.
h. Waktu yang digunakan lebih sedikit dalam aktivitas koordinasi dan
supervisi, serta lebih banyak waktu untuk aktivitas langsung kepada
klien.
i. Lebih dihargai oleh klien dank lien merasa dimanusiakan karena
terpenuhi kebutuhannya secara individu.
j. Asuhan keperawatan berfokus pada kebutuhan klien.
k. Lebih dihargai oleh profesi lain karena dapat berkonsultasi dengan
perawat yang mengetahui semua tentang kliennya.
l. Menjamin kontinuitas asuhan keperawatan.
m. Meningkatnya hubungan antara perawat dan klien.
n. Metode ini mendukung pelayanan professional.
o. Rumah sakit tidak harus mempekerjakan terlalu banyak tenaga
keperawatan, tetapi harus memiliki kualitas yang tinggi.

Sementara itu, kekurangan dalam penerapan metode primer ini


diuraikan sebagai berikut.

a. Hanya dapat dilakukan oleh perawat professional.


b. Tidak semua perawat merasa siap untuk bertindak mandiri, memiliki
akuntabilitas dan kemampuan untuk mengkaji, serta merencanakan
asuhan keperawatan untuk klien.
c. Akuntabilitas yang total dapat membuat jenuh.
d. Perlu tenaga cukup banyak dan kemampuan dasar yang sama.
e. Biaya relative tinggi dibandingkan dengan metode penugasan yang lain.
Selanjutnya tanggung jawab dari tiap komponen yang terlibat dalam
metode keperawatan primer yang meliputi tanggung jawab kepala ruang dan
perawat primer diuraikan sebagai berikut. Sementara itu, perawat pelaksana

21
melaksanakan tugas asuhan keperawatan sesuai tanggung jawab yang
diberikan oleh PP.
a. Tanggung jawab kepala ruang dalam metode primer meliputi:
1) Sebagai konsultan dan pengendali mutu perawat primer;
2) Mengorganisasikan pembagian klien kepada perawat primer;
3) Menyusun jadwal dinas dan memberi penugasan kepada perawat
asisten;
4) Melakukan orientasi dan merencanakan karyawan baru;
5) Merencanakan dan menyelenggarakan pengembangan staf.
b. Tanggung jawab perawat primer dalam metode primer meliputi :
1) Menerima klien dan mengkaji kebutuhan klien secara
komprehensif;
2) Membuat tujuan dan rencana keperawatan;
3) Melaksanakan rencana yang telah dibuat selama berdinas;
4) Mengomunikasikan dan mengordinasikan pelayanan yang
diberikan oleh disiplin lain maupun perawat lain;
5) Mengevaluasi keberhasilan yang dicapai;
6) Menyiapkan penyuluhan untuk kepulangan klien;
7) Melakukan rujuan kepada pekarya sosial, serta melakukan
kontak dengan lembaga sosial di masayarakat;
8) Membuat jadwal perjanjian klinik;
9) Mengadakan kunjungan rumah.
C. Proses Keperawatan
Proses keperawatan merupakan proses pengambilan
keputusan yang dilakukan perawat dalam menyusun kegiatan asuhan
secara bertahap. Kebutuhan dan masalah pasien merupakan titik
sentral dalam pengambilan keputusan. Pendekatan ilmiah yang
fragmatis dalam pengambilan keputusan adalah :
a. Identifikasi masalah
b. menyusun alternatif penyelesaikan masalah

22
c. pemilihan cara penyelesaian masalah yang tepat dan
melaksanakannya
d. evaluasi hasil dari pelaksanaan alternatif penyelesaian
masalah.
Seluruh langkah pengambilan keputusan ini tertuang pada langkah-
langkah proses keperawatan yaitu :
1. pengkajian fokus pada keluhan utama dan eksplorasi lebih
holistic
2. diagnosis yaitu menetapkan hubungan sebab akibat dari
masalah masalah keperawatan
3. rencana tindakan untuk menyelesaikan masalah
4. implementasi rencana, dan
5. evaluasi hasil tindakan.

D. Dokumentasi Keperawatan
Dokumentasi keperawatan merupakan unsur penting dalam
sistem pelayanan keperawatan, karena melalui pendokumentasian
yang baik, maka informasi mengenai keadaan Kesehatan pasien
dapat diketahui secara berkesinambungan. Disamping itu,
dokumentasi merupakan dokumen legal tentang pemberian asuhan
keperawatan. Secara lebih spesifik, dokumentasi berfungsi sebagai
sarana komunikasi antar profesi Kesehatan, sumber data untuk
pemberian asuhan keperawatan, sumber data untuk penelitian,
sebagai bahan bukti pertanggung jawaban dan pertanggung gugatan
asuhan keperawatan.
Dokumen dibuat berdasarkan pemecahan masalah pasien.
Dokumentasi berdasarkan masalah terdiri dari format pengkajian,
rencana keperawatan, catatan tindakan keperawatan, dan catatan
perkembangan pasien.
Berdasarkan MPKP yang sudah dikembangkan di berbagai
rumah sakit, Hoffart & Woods (1996) menyimpulkan bahwa MPKP

23
tediri lima komponen yaitu nilai – nilai professional yang merupakan
inti MPKP, hubungan antar professional, metode pemberian asuhan
keperawatan, pendekatan manajemen terutama dalam perubahan
pengambilan keputusan serta sistem kompensasi dan penghargaan.
Lima subsistem dalam pengembangan MPKP adalah sebagai
berikut:
a. Nilai – nilai professional
Pada model ini PP dan PA membangun kontrak
dengan klien/keluarga, menjadi partner dalam memberikan
asuhan keperawatan. Pada pelaksanaan dan evaluasi renpra.
PP mempunyai otonomi dan akuntabilitas untuk
mempertanggungjawabkan asuhan yang diberikan termasuk
tindakan yang dilakukan oleh PA. hal ini berarti PP
mempunyai tanggung jawab membina performa PA agar
melakukan tindakan berdasarkan nilai-nilai profesional.
Nilai-nilai profesional digariskan dalam kode etik
keperawatan yaitu:
1. Hubungan perawat – klien
2. Hubungan perawat dan praktek
3. Hubungan perawat dan masyarakat
4. Hubungan perawat dan teman sejawat
5. Hubungan perawat dan profesi
b. Hubungan antar professional
Hubungan antar profesional dilakukan oleh PP. PP
yang paling mengetahui perkembangan kondisi klien sejak
awal masuk. Sehingga mampu memberi informasi tentang
kondisi klien kepada profesional lain khususnya dokter.
Pemberian informasi yang akurat akan membantu dalam
penetapan rencana tindakan medik.
c. Metode pemberian asuhan keperawatan

24
Metode pemberian asuhan keperawatan yang
digunakan adalah modifikasi keperawatan primer ehingga
keputusan tentang renpra ditetapkan oleh PP, PP akan
mengevaluasi perkembangan klien setiap hari dan membuat
modifikasi pada renpra sesuai kebutuhan klien.
d. Pendekatan manajemen
Pada model ini diberlakukan manajemen SDM, yaitu
ada garis koordinasi yang jelas antara PP dan PA. performa
PA dalam satu tim menjadi tanggung jawab PP. Dengan
demikian, PP adalah seorang manajer asuhan keperawatan.
Sebagai seorang manajer, PP harus dibekali dengan
kemampuan manajemen dan kepemimpinan sehingga PP
dapat menjadi manajer yang efektif dan pemimpin yang
efektif.
e. Sistem kompensasi dan panghargaan.
PP dan timnya berhak atas kompensasi serta
penghargaan untuk asuhan keperawatan yang dilakukan
sebagai asuhan yang profesional. Kompensasi dan
penghargaan yang diberikan kepada perawat bukan bagian
dari asuhan medis atau kompensasi dan penghargaan
berdasarkan prosedur.
Pelayanan prima keperawatan dikembangkan dalam bentuk
model praktek keperawatan profesional (MPKP), yang pada
awalnya dikembangkan oleh Sudarsono (2000) di Rumah
Sakit Ciptomangunkusumo dan beberapa rumah sakit umum
lain. Menurut Sudarsono (2000), MPKP dikembangkan
beberapa jenis sesuai dengan kondisi sumber daya manusia
yang ada yaitu:
1. Model praktek Keperawatan Profesional Iii
Tenaga perawat yang akan bekerja di ruangan ini
semua profesional dan ada yang sudah doktor,

25
sehingga praktik keperawatan berdasarkan evidence
based. Di ruangan tersebut juga dilakukan penelitian
keperawatan, khususnya penelitian klinis.
2. Model Praktek Keperawatan Profesional II
Tenaga perawat yang bekerja di ruangan ini
mempunyai kemampuan spesialis yang dapat
memberikan konsultasi kepada perawat primer. Di
ruangan ini digunakan hasil-hasil penelitian
keperawatan dan melakukan penelitian keperawatan.
3. Model Praktek Keperawatan Profesional I
Model ini menggunakan 3 komponen utama yaitu
ketenagaan, metode pemberian asuhan keperawatan
dan dokumentasi keperawatan. Metode yang
digunakan pada model ini adalah kombinasi metode
keperawatan primer dan metode tim yang disebut tim
primer.
4. Model Praktek Keperawatan Profesional Pemula
Model ini menyerupai MPKP I, tetapi baru tahap
awal pengembangan yang akan menuju profesional I

MPKP di Rumah Sakit Jiwa


Di rumah sakit jiwa telah dikembangkan MPKP dengan
memodifikasi MPKP yang telah dikembangkan di rumah
sakit umum. Beberapa modifikasi yang dilakukan meliputi 3
jenis yaitu:
A. MPKP Transisi
MPKP dasar yang tenaga perawatnya masih
ada yang berlatar belakang pendidikan SPK, namun
Kepala Ruangan dan Ketua Timnya minimal dari D3
Keperawatan

26
B. MPKP Pemula
MPKP dasar yang semua tenaganya minimal D3
Keperawatan.
C. MPKP Profesional dibagi 3 tingkatan yaitu :
a. MPKP I
MPKP dengan tenaga perawat pelaksana
minimal D3 keperawatan tetapi Kepala Ruangan
(Karu) dan Ketua Tim (Katim) mempunyai
pendidikan minimal S1 Keperawatan.
b. MPKP II
MPKP Intermediate dengan tenaga minimal D3
Keperawatan dan mayoritas Sarjana Ners
keperawatan, sudah memiliki tenaga spesialis
keperawatan jiwa.
c. MPKP III
MPKP Advance yang semua tenaga minimal
Sarjana Ners keperawatan, sudah memiliki
tenaga spesialis keperawatan jiwa dan doktor
keperawatan yang bekerja di area keperawatan
jiwa..
MPKP telah diterapkan di berbagai rumah sakit jiwa di Indonesia
(Bogor, Lawang, Pakem, Semarang, Magelang, Solo, dan RSUD Duren
Sawit). Bentuk MPKP yang dikembangkan adalah MPKP transisi dan
MPKP pemula. Hasil penerapan menunjukkan hasil BOR meningkat,
ALOS menurun, angka lari pasien menurun. Ini menunjukkan bahwa
dengan MPKP pelayanan kesehatan jiwa yang diberikan bermutu
baik.Pada modul ini akan dikembangkan penatalaksanaan kegiatan
keperawatan berdasarkan 4 pilar nilai profesional yaitu management
approach, compensatory reward, professional relationship dan patient
care delivery.

27
Pilar-pilar professional diaplikasikan dalam bentuk aktivitas-
aktivitas pelayanan professional yang dipaparkan dalam bentuk 4 modul.
Modul-modul tersebut adalah :
1. Modul I : Manajemen Keperawatan
2. Modul II : Compensatory Reward
3. Modul III : Professional Relationship
4. Modul IV : Patient Care Delivery
Kegiatan yang ditetapkan pada tiap pilar merupakan kegiatan dasar MPKP
dengan model MPKP pemula. Kegiatan tersebut dapat dikembangkan jika tenaga
keperawatan yang bekerja lebih berkualitas atau model MPKP telah meningkat ke
bentuk MPKP Profesional.
Model praktik keperawatan professional mencakup beberapa hal, yaitu :
1. Supervisi
Supervisi merupakan suatu kegiatan yang mengandung dua dimensi
pelaku, yaitu pimpinan dan anggota atau orang yang disupervisi. Kedua dimensi
pelaku tersebut walaupun secara administratif berbeda level dan perannya, namun
dalam pelaksanaan kegiatan supervisi keduanya memiliki andil yang sama-sama
penting. Pemimpin mampu melakukan pengawasan sekaligus menilai seluruh
kegiatan yang telah direncanakan bersama, dan anggota mampu menjalankan
tugas-tugas yang menjadi tanggung jawabnya dengan sebaik-baiknya. Jadi, dalam
kegiatan supervisi semua orang yang terlibat bukan sebagai pelaksana pasif,
namun secara bersama sebagai mitra kerja yang memiliki ide-ide, pendapat, dan
pengalaman yang perlu didengar, dihargai, dan diikutsertakan dalam usaha
perbaikan proses kegiatan termasuk proses keperawatan. Dengan demikian,
supervisi merupakan suatu kegiatan dinamis yang mampu meningkatkan motivasi
dan kepuasan di antara orang-orang yang terlibat baik pimpinan, anggota, maupun
pasien dan keluarganya.
Sasaran yang harus dicapai dalam supervisi adalah sebagai berikut :
1. Pelaksanan tugas sesuai dengan pola
2. Struktur dan hirarki sesuai dengan rencana
3. Staf yang berkualitas dapat dikembangkan secara kontinue/sistematis

28
4. Penggunaan alat yang efektif dan ekonomis.
5. Sistem dan prosedur yang tidak menyimpang
6. Pembagian tugas, wewenang ada pertimbangan objek/rational
7. Tidak terjadi penyimpangan/penyelewengan kekuasaan, kedudukan dan
keuangan.
Prinsip- prinsip efektif dalam supervise
Pelaksanaan pengawasan yang efektif merupakan salah satu refleksi dari
efektivitas manajerial seorang pemimpin. Oleh karenanya, agar pengawasan
terlaksana dengan baik diperlukan suatu sistem informasi yang andal sesuai
dengan kebutuhan. Pengawasan akan berlangsung dengan efektif apabila
memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Pengawasan harus merefleksikan sifat dari berbagai kegiatan yang
diselenggarakan. Pengawasan harus segera memberikan petunjuk tentang
kemungkinan adanya deviasi atau penyimpangan dari rencana agar dapat
segera ditangani atau dilakukan tindakan pencegahannya.
b. Pengawasan harus menunjukkan pengecualian pada titik-titik strategik
tertentu. Manajer mampu menentukan kegiatan apa yang perlu dilakukan
sendiri dan kegiatan apa yang didelegasikan pada orang lain, mampu
melihat dan menentukan kegiatan-kegiatan apa saja yang langsung harus
ditangani sendiri.
c. Objektivitas dalam melakukan pengawasan. Pengawasan dilaksanakan
berdasarkan standar prestasi kerja yang memenuhi persyaratan baik secara
kualitatif maupun kuantitatif.
d. Keluwesan pengawasan. Pengawasan harus bersifat fleksibel.
Pelaksanaan pengawasan harus tetap bisa berlangsung meskipun
organisasi menghadapi perubahan karena timbulnya keadaan yang tidak
diduga sebelumnya atau bahkan juga bila terjadi kegagalan.
e. Pengawasan harus memperhitungkan pola dasar organisasi. Kemampuan
dan tanggung jawab adalah hal yang penting dalam melakukan
pengawasan baik dalam melakukan pembagian tugas, pendelegasian

29
wewenang, pola pertanggungjawaban, jalur komunikasi dan jaringan
informasi.
f. Efisiensi pelaksanaan pengawasan. Perhatian utama pengawasan
ditujukan pada kegiatan-kegiatan yang mempunyai nilai strategik bagi
organisasi sehingga apabila terjadi penyimpangan dari rencana,
dampaknya bagi organisasi akan bersifat negatif yang akan berpengaruh
pada kemampuan organisasi mencapai tujuan dan sasaran kegiatan.
g. Pemahaman sistem pengawasan oleh semua pihak yang terlibat. Para
manajer selaku pelaksana kegiatan pengawasan harus dapat menentukan
pengawasan bagaimana yang dibutuhkan dan alat bantu yang perlu
dikuasai dan dimiliki.
h. Pengawasan mencari yang tidak beres. Pengawasan adalah merupakan
usaha untuk mencari dan menemukan apa yang tidak beres dalam
organisasi atau adanya penyimpangan dari rencana yang telah ditetapkan
sebelumnya.
i. Pengawasan harus bersifat membimbing. Apabila pada saat melakukan
pengawasan ditemukan penyimpangan, siapa yang salah serta faktor-
faktor penyebabnya, seorang manajer harus berani mengambil tindakan
yang tepat sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan bersifat
membimbing, mendidik, objektif dan rasional.
Tugas-tugas rutin yang harus dilakukan oleh supervisor setiap harinya adalah
sebagai berikut :
1. Sebelum Pertukaran Shift (15-30 menit)
a. Mengecek kecukupan fasilitas/peralatan/sarana untuk hari itu
b. Mengecek jadwal kerja
2. Pada Waktu Mulai Shift (15-30 menit)
a. Mengecek personil yang ada
b. Menganalisa keseimbangan personil dan pekerjaan
c. Mengatur pekerjaan
d. Mengidentifikasi kendala yang muncul
e. Mencari jalan supaya pekerjaan dapat diselesaikan.

30
3. Sepanjang Hari Dinas (6-7 jam)
a. Mengecek pekerjaan setiap personil, dapat mengarahkan, instruksi,
mengoreksi atau memberikan latihan sesuai kebutuhannya
b. Mengecek kemajuan pekerjaan dari personil sehingga dapat segera membantu
apabila diperlukan
c. Mengecek pekerjaan rumah tangga
d. Mengecek kembali pekerjaan personil dan kenyamanan kerja, terutama untuk
personil baru
e. Berjaga-jaga di tempat apabila ada pertanyaan, permintaan bantuan atau hal-
hal yang terkait
f. Mengatur jam istirahat personil
g. Mendeteksi dan mencatat problem yang muncul pada saat itu dan mencari
cara memudahkannya
h. Mengecek kembali kecukupan alat/fasilitas/sarana sesuai kondisi operasional
i. Mencatat fasilitas/sarana yang rusak kemudian melaporkannya
j. Mengecek adanya kejadian kecelakaan kerja
k. Menyiapkan dan melaporkan secara rutin mengenai pekerjaan
4. Sekali dalam sehari (15-30 menit)
a. Mengobservasi satu personil atau area kerja secara kontinu untuk 15 menit
b. Melihat dengan seksama hal-hal yang mungkin terjadi seperti: Keterlambatan
pekerjaan, lamanya mengambil barang, kesulitan pekerjaan dan lain
sebagainya
5. Sebelum Pulang
a. Membuat daftar masalah yang belum terselesaikan dan berusaha untuk
memecahkan persoalan tersebut keesokan harinya
b. Pikirkan pekerjaan yang telah dilakukan sepanjang hari dengan mengecek
hasilnya, kecukupan material dan peralatannya
c. Lengkapi laporan harian sebelum pulang
d. Membuat daftar pekerjaan untuk harinya, membawa pulang memperlajari di
rumah sebelum pergi bekerja kembali

31
Dalam supervisi keperawatan dapat dilakukan oleh pemangku jabatan
dalam berbagai level seperti ketua tim, kepala ruangan, pengawas, kepala seksi,
kepala bidang perawatan atau pun wakil direktur keperawatan. Sistem supervisi
akan memberikan kejelasan tugas, feedback dan kesempatan perawat pelaksana
mendapatkan promosi. Supervisi menurut Nursalam (2015) merupakan suatu
bentuk dari kegiatan manajemen keperawatan yang bertujuan pada pemenuhan dan
peningkatan pelayanan pada klien dan keluarga yang berfokus pada kebutuhan,
keterampilan, dan kemampuan perawat dalam melaksanakan tugas. Kunci
supervisi menurut Nursalam (2015) meliputi pra (menetapkan kegiatan,
menetapkan tujuan dan menetapkan kompetensi yang akan di nilai), pelaksanaan
(menilai kinerja, mengklarifikasi permasalahan, melakukan Tanya jawab, dan
pembinaan), serta pascasupervisi 3F (F-fair yaitu memberikan penilaian, feedback
atau memberikan umpan balik dan klarifikasi, reinforcement yaitu memberikan
penghargaaan dan follow up perbaikan).

2. Timbang terima
Timbang terima merupakan komunikasi yang terjadi pada saat
perawat melakukan pergantian dinas, dan memiliki tujuan yang spesifik
yaitu mengomunikasikan informasi tentang keadaan pasien pada asuhan
keperawatan sebelumnya.
Menurut Nursalam (2011) langkah-langkah dalam pelaksanaan timbang terima
adalah:
a. Kedua kelompok dinas dalam keadaan sudah siap.
b. Dinas yang akan menyerahkan dan mengoperkan perlu mempersiapkan
hal-hal apa yang akan disampaikan.
c. Perawat primer menyampaikan kepada penanggung jawab dinas yang
selanjutnya meliputi:
1) Kondisi atau keadaan pasien secara umum.
2) Tindak lanjut untuk dinas yang menerima timbang terima.
3) Rencana kerja untuk dinas yang menerima timbang terima.

32
4) Penyampaian timbang terima harus dilakukan secara jelas dan tidak
terburu-buru.
5) Perawat primer dan anggota kedua dinas bersama-sama secara
langsung melihat keadaan pasien.
Menurut AMA (2006) pelaksanaan timbang terima yang baik dan benar
diantaranya:
a. Timbang terima dilakukan pada setiap pergantian dinas dengan waktu
yang cukup panjang agar tidak terburu-buru.
b. Pelaksanaan timbang terima harus dihadiri semua perawat, kecuali dalam
keadaan darurat yang mengancam kehidupan pasien.
c. Perawat yang terlibat dalam pergantian dinas harus diberitahukan untuk
mengetahui informasi dari dinas selanjutnya.
d. Timbang terima umumnya dilakukan di pagi hari, namun timbang terima
juga perlu dilakukan pada setiap pergantian dinas.
e. Timbang terima pada dinas pagi memungkinkan tim untuk membahas
penerimaan pasien rawat inap dan merencanakan apa yang akan
dikerjakan.
f. Timbang terima antar dinas, harus dilakukan secara menyeluruh, agar
peralihan ini menjamin perawatan pasien sehingga dapat dipertahankan
jika perawat absen untuk waktu yang lama, misalnya selama akhir pekan
atau saat mereka pergi berlibur.
Nursalam (2011) menyatakan bahwa terdapat beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam prosedur timbang terima pasien, yaitu:
a. Persiapan
1) Kedua kelompok yang akan melakukan timbang terima sudah
dalam keadaan siap.
2) Kelompok yang akan bertugas atau yang akan melanjutkan dinas
sebaiknya menyiapkan buku catatan.
b. Pelaksanaan
1) Timbang terima dilaksanakan pada setiap pergantian dinas.

33
2) Di nurse station (ruang perawat) hendaknya perawat berdiskusi
untuk melaksanakan timbang terima dengan mengkaji secara
komprehensif halhal yang berkaitan tentang masalah keperawatan
pasien, rencana tindakan yang sudah ada namun belum
dilaksanakan serta hal-hal penting lainnya yang perlu dibicarakan.
3) Hal-hal yang sifatnya khusus dan memerlukan perincian yang
lengkap sebaiknya dicatat secara khusus untuk kemudian diberikan
kepada perawat jaga berikutnya.
4) Hal-hal yang perlu disampaikan pada saat timbang terima adalah:
a) Identitas pasien dan diagnosis medis.
b) Masalah keperawatan yang mungkin masih muncul.
c) Tindakan keperawatan yang sudah dan belum dilaksanakan.
d) Intervensi kolaboratif dan dependensi.
e) Rencana umum dan persiapan yang perlu dilakukan dalam
kegiatan selanjutnya, diantaranya operasi, pemeriksaan
laboratorium, atau pemeriksaan penunjang lainnya, persiapan
untuk konsultasi atau prosedur lainnya yang tidak dilaksanakan
secara rutin.
f) Perawat yang melakukan timbang terima dapat melakukan
klarifikasi, tanya jawab dan melakukan validasi terhadap hal-
hal yang dilakukan pada saat timbang terima dan berhak
menanyakan mengenai hal-hal yang kurang jelas.
g) Penyampaian pada saat timbang terima secara singkat dan
jelas.
h) Lamanya waktu timbang terima untuk setiap pasien tidak lebih
dari 5 menit kecuali pada kondisi khusus dan memerlukan
penjelasan yang lengkap dan terperinci.
i) Pelaporan untuk timbang terima dituliskan secara langsung
pada buku laporan ruangan oleh perawat primer.
Menurut Yasir (2009) saat pelaksanaan timbang terima juga
dapat:

34
 Menggunakan tape recorder. Melakukan perekaman data
tentang pasien kemudian diperdengarkan kembali saat
perawat jaga selanjutnya telah datang. Metode itu berupa
one way communication atau komunikasi satu arah.
 Menggunakan komunikasi oral atau spoken atau
melakukan pertukaran informasi dengan berdiskusi.
 Menggunakan komunikasi tertulis atau written. Yaitu
melakukan pertukaran informasi dengan melihat pada
medical record saja atau media tertulis lain.
Pengertian SBAR
SBAR adalah Kerangka komunikasi efektif yang digunakan di
rumah sakit yang terdiri dari Situation, Background, Assessment,
Recommendation. Metoda komunikasi ini digunakan pada saat perawat
melakukan timbang terima (handover) ke pasien.

Keuntungan dari penggunaan metoda SBAR

a. Kekuatan perawat berkomunikasi secara efektif.

b. Dokter percaya pada analisa perawat karena menunjukkan perawat


paham akan kondisi pasien.

c. Memperbaiki komunikasi sama dengan memperbaiki keamanan pasien.

Tehnik Pelaksanaan SBAR

S : Situation (kondisi terkini yang terjadi pada pasien)

1) Sebutkan nama pasien, umur, tanggal masuk, dan hari perawatan,


serta dokter yang merawat
2) Sebutkan diagnosis medis dan masalah keperawatan yang belum
atau sudah teratasi/ keluhan
Contoh Penerapan Rumah Sakit :

35
a) Pemindahan pasien : isi dengan tanggal, waktu, dari ruang asal
ke ruang tujuan pemindahan
b) Diagnosa medis : isi dengan diagnosa medis yang terakhir
diputuskan oleh dokter yang merawat
c) Masalah utama keperawatan saat ini, isi dengan masalah
keperawatan pasien yang secara aktual pada pasien yang wajib
dilanjutkan diruang kepindahan yang baru
B : Background (info penting yang berhubungan dengan kondisi pasien
terkini)
1) Jelaskan intervensi yang telah dilakukan dan respons pasien dari
setiap diagnosis keperawatan
2) Sebutkan riwayat alergi, riwayat pembedahan, pemasangan alat
invasif, dan obat – obatan termasuk cairan infus yang digunakan
3) Jelaskan intervensi yang telah dilakukan dan respon pasien dari
setiap diagnosis keperawatan
4) Sebutkan riwayat alergi, riwayat pembedahan, pemasangan alat
invasif, dan obat- obatan termasuk cairan infus yang digunakan
5) Jelaskan pengetahuan pasien dan keluarga terhadap diagnosis
medis
Contoh Penerapan Rumah Sakit :
a. Riwayat alergi/reaksi obat : isi dengan apa jenis alergi yang
diderita atau jenis reaksi obat tertentu pada pasien dulu
hingga sekarang
b. Hasil investigasi abnormal : isi keadaan abnormal/keluhan
saat pasien datang ke RS sehingga mengharuskan pasien
tersebut dirawat (riwayat keluhan saat masuk rumah sakit)
A : Assessment (hasil pengkajian dari kondisi pasien saat ini)
1) Jelaskan secara lengkap hasil pengkajian pasien terkini seperti tanda
vital, skor nyeri, tingkat kesadaran, braden score, status restrain, risiko
jatuh, pivas score, status nutrisi, kemampuan eliminasi, dan lain – lain.
2) Jelaskan informasi klinik lain yang mendukung.

36
Contoh Penerapan Rumah Sakit :
a. Observasi terakhir, GCS: Eye, Verbal, Motorik (EVM) : isi
dengan vital sign dan tingkat kesadaran pasien secara numerik.
contoh : E 4, V 5 M 6
b. BAB dan BAK, diet, mobilisasi, dan alat bantu dengar, isi / di
ceklist sesuai keadaan pasien
c. Luka decubitus : isi dengan kondisi saat ini (misalnya ada pus,
jaringan nekrotik, dll,) lokasi dan ukurannya juga dilengkapi
d. Peralatan khusus yang diperlukan: isi misalnya WSD, colar brace,
infuse pump dll
R : Recommendation
Rekomendasikan intervensi keperawatan yang telah dan perlu dilanjutkan
(refer to nursing care plan) termasuk discharge planning dan edukasi pasien
dan keluarga.
Contoh Penerapan Rumah Sakit :
a) Konsultasi, fisiotherafi dll, isi dengan rencana konsultasi, rencana
fisiotherafi dll
b) Obat, barang dan berkas-berkas yang lain : isi jumlah barang / berkas

3. Sentralisasi obat
Sentralisasi obat adalah pengelolahan obat dimana seluruh obat yang akan
diberikan kepada pasien diserahkan pengelolahan sepenuhnya oleh perawat
(Nursalam,2002).
Tekhnik Pengelolaan Obat (sentralisasi)
Pengeluaran dan pembagian obat sepenuhnya dilakukan oleh
perawat.
1. Penanggung jawab pengelolaan obat adalah kepala ruangan yang secara
operasional dapat didelegasikan kepada staf yang ditunjuk
2. Keluarga wajib mengetahui dan ikut serta menggontrol penggunaan
obat

37
3.Penerimaan obat
1) Obat yang telah diresepkan ditunjukkan kepada perawat dan obat
yang telah diambil oleh keluarga diserahkan kepada perawat
dengan menerima lembar obat.
2) Perawat menuliskan nama pasien, register jenis obat, jumlah dan
sediaan (bila perlu) dalam kartu kontrol, dan diketahui (ditanda
tangani) oleh keluarga atau pasien dalam buku masuk obat.
Keluar pasien selanjutnya mendapatkan penjelasan kapan atau
bila obat tersebut akan habis, serta penjelasan tentang 5 T
(Jenis,dosis,waktu pasien dan cara pemberian).
3) Obat yang telah diserahkan selanjutnya disimpan oleh perawat
dalam kontak obat.
Menyimpan Persediaan Obat
1) Memeriksa ulang atas kebenaran obat dan jenis obat, jumlah obat dan
menulis etiket dan alamat pasien pasien. Penyimpanan stok (pesediaan)
yang teratur dengan baik merupakan bagian penting dari manejemen obat.
Obat yang diterima dicatat dalam buku besar persediaan atau dalam kartu
persediaan.
2) Sebuah kartu pesediaan (kartu stok) kadang-kadang digunakan untuk
menggantikan buku besar persediaan. Kartu ini berfungsi seperti seperti
buku besar persediaan, yakni neraca dikeseirnbangkan dengan
menambahkan barang yang diterima dan mengurangi dengan jumlah
barang ditempatkan pada, halaman yang terpisah, tetapi dalam sistem
kartu persediaan, msing-msing barang dituliskan dalam kartu yang
terpisah.
3) Periksa keamanan mekanisme kunci dan penerangan lemari obat Berta
lemari pendingin. Periksa persediaan obat, pemisahan antara, obat untuk
penggunaan oral (untuk diminum) dan obat luar (pedoman,1990).
Manajemen rumah sakit perlu dilengkapi dengan manajemen farmasi yang
sistematis karena obat sebagai salah satu bahan yang dapat

38
menyembuhkan penyakit tidak dapat diadakan tanpa sistematika
perencanaan tertentu. Obat harus ada, dalam persediaan setiap rumah sakit
sebagi bahan utama dalam rangka mencapai misi utamanya sebagai health
provider.
Manajemen farmasi rumah sakit adalah seluruh upaya dan kegiatan
yang dilaksanakan di bidang farmasi sebagi salah satu penunjang untuk
tercapainya tujuan. Upaya dan kegiatan ini meliputi: penetapan standart
obat, perencanaan, pengadaan obat, penyimpanan,
pendistribusian/saran/informasi tentang obat, monitoring efek camping
obat. Faktor kunci yang perlu diperhatikan dalam pelayanan kepada pasien
meliputi :pelayanan yang cepat, ramah yang baik (yoga, 2003). Obat akan
memberi manfaat kepada para pengguna dan juga bermanfaat dalam
pengendalian biaya runah sakit. Persediaan obat, baik dari segi jenis
maupun volume, harus selalu mencukupi kebutuhan tanpa ada efek
samping seperti kadaluarsa dan rusak, tujuan obat adalah penggunaan obat
yang tepat untuk pasien yang memerlukan penggobatan.
Obat- obatan dikeluarkan dari tempat penyimpanan yang terkunci
atau dari lemari penyimpanan, oleh orang bertugas menangani persediaan
obat kepada bagian yang menggunakan. Obat digunakan secara teratur dan
dalam jumlah yang diketahui: hal ini memungkinkan pemantauan
(observasi) dan pengawasan penggunaan obat. Kegiatan yang dilakukan
dalam mengawasi pengeluaran obat akan memungkinkan perawat
mengetahui kapan melakukan pemesanan ulang, mencocokan pemakaian
obat dengan pengobatan pasien, segera sadar akan ketidakcocokan dalam
pemberian obat, memeriksa perubahan pemakaian obat.

4. Kolaborasi
Defenisi kolaborasi dapat disimpulkan yaitu hubungan kerja sama antara
perawat dan dokter dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada klien yang
didasarkan pada pendidikan dan kemampuan praktisi yang memiliki tanggung
jawab dalam pelayanan kesehatan khususnya pelayanan keperawatan.

39
Proses kolaboratif dengan sifat interaksi antara perawat dengan dokter
menentukan kualitas praktik kolaborasi. ANA, 1998 dalam Siegler & Whitney
(2000) menjabarkan kolaborasi sebagai hubungan rekan yang sejati, dimana
masing-masing pihak menghargai kekuasaan pihak lain dengan mengenal dan
menerima lingkup kegiatan dan tanggung jawab masing-masing dan adanya
tujuan bersama. Sifat kolaborasi tersebut terdapat beberapa indikator yaitu kontrol
kekuasaan, lingkup praktik, kepentingan bersama dan tujuan bersama.
a. Kontrol Kekuasaan
Kontrol kekuasaan dapat terbina apabila dokter dan perawat mendapat
kesempatan yang sama mendiskusikan pasien tertentu. Kemitraan terbentuk
apabila interaksi yang diawali sama banyaknya dengan yang diterima dimana
terdapat beberapa kategori antara lain: menanyakan informasi, memberikan
informasi, menanyakan dan memberi pendapat, memberi pengarahan atau
perintah, pengambilan keputusan, memberi pendidikan, memberi
dukungan/persetujuan, menyatakan tidak setuju, orientasi dan humor.
b. Lingkungan Praktik
Menunjukkan kegiatan dan tanggung jawab masing-masing pihak. Perawat dan
dokter memiliki bidang praktik yang berbeda dengan peraturan masingmasing
tetapi tugas-tugas tertentu dibina yang sama.
c. Kepentingan Bersama
Kepentingan bersama merupakan tingkat ketegasan masing-masing (usaha untuk
memuaskan kepentingan sendiri) dan faktor kerjasama (usaha untuk memuaskan
pihak lain).
d. Tujuan Bersama
Tujuan bersama pada proses ini bersifat lebih terorientasi pada pasien dan dapat
membantu menentukan bidang tanggung jawab yang berkaitan dengan prognosis
pasien.

2.6 Struktur Organisasi MPKP


Dalam upaya pemenuhan kebutuhan hidupnya, setiap orang pasti
memerlukan orang lain. Usaha untuk mempermudah pemenuhan kebutuhan

40
tersebut umumnya dilakukan dengan membentuk hubungan kerjasama
dalam kelompok-kelompok tertentu. Hal ini bertujuan agar usaha mereka
lebih mudah untuk dicapai secara bersama-sama dibandingkan dengan
usaha sendirian.
Dengan demikian, untuk menjalankan suatu organisasi dirancang
dan dilakukan secara terstruktur dengan melibatkan orang lain atau beberapa
orang untuk mencapai tujuan dan sasaran yang diharapkan. Hal ini dapat
dilakukan melalui suatu skema leader shif yang terpola dalam sebuah bagan
struktur organisasi. Dengan struktur organisasi, secara manajerial
pelaksanaan tugas organisasi dapat terpantau melalui garis komando atau
garis koordinasi garis kepemimpinan, termasuk dalam organisasi bidang
keperawatan.
Struktur organisasi ruang rawat inap meliputi bentuk dan bagian
yang menggambarkan pola hubungan antara bagian atau staf dengan atasan,
baik secara vertical maupun horizontal. Dalam struktur organisasi juga dapat
dilihat posisi tiap bagian, wewenang dan tanggung jawab serta jalur
tanggung gugat. Bentuk atau struktur organisasi disesuaikan dengan
pengelompokan kegiatan atau system penugsan yang digunkan di ruangan
sebagai mana contoh struktur organisasi MPKP berikut,

41
2.7 Peran dan Fungsi Perawat pada MPKP
Pengembangan MPKP merupakan upaya untuk meningkatkan mutu
asuhan keperawatan dan lingkungan kerja perawat secara profesional.
Banyak Negara berkembang melakukan upaya mengembangkan ini sebagai
salah satu strategi untuk seorang perawat betah bekerja di suatu rumah sakit,
yang sering dikenal dengan magnet hospital (Hoffart dan Woods, 1996).
Pengembangan MPKP ini berawal dari sebuah keyakinan bahwa,
“Kesinambungan asuhan keperawatan yang prima hanya dapat dicapai jika
direncanakan dan dievaluasi oleh seorang perawat professional”. Hal
tersebut bergantung pada peran dan fungsi perawat MPKP itu sendiri yang
meliputi kepala ruangan (Karu), perawat primer (PP), dan perawat associate
(PA) sebagai berikut.
1. Kepala Ruangan
Kepala ruangan adalah seorang tenaga perawat profesional yang diberi
tanggung jawab dan wewenang untuk mengelola kegiatan pelayanan
keperawatan di suatu ruang rawat. Dalam pengelolaan pelayanan
keperawatan di suatu rumah sakit, kepala ruang adalah manajer tingkat
lini yang bertanggung jawab untuk melaksanakan konsep praktik,
prinsip dan teori manajemen keperawatan, serta mengelola lingkungan
organisasi untuk menciptakan iklim yang optimal dan menjamin
kesiapan asuhan keperawatan oleh perawat klinik.
Depkes RI (2005) telah menetapkan standar tugas pokok kepala
ruang meliputi kegiatan menyusun rencana kegiatan tahunan, yang
meliputi kebutuhan sumber daya (tenaga, fasilitas, alat, dan dana),
menyusun jadwal dinas dan cuti, menyusun rencana pengembangan staf,
kegiatan pengendalian mutu, bimbingan dan pembinaan staf, koordinasi
pelayanan, melaksanakan program orientasi, mengelola praktik klinik,
serta melakukan penilaian kinerja dan mutu pelayanan keperawatan.
Kepala ruangan sebagai manajer operasional dari sebuah ruang
perawatan bertanggung jawab untuk mengordinasikan kegiatan
pelayanan dan asuhan keperawatan di ruang rawat inap. Kegiatan ini

42
meliputi struktur organisasi, pengelompokan kegiatan, koordinasi, dan
evaluasi kegiatan, serta pembentukan kelompok kerja atau pembagian
tugas. Pada ruang rawat dengan MPKP pemula, kepala ruangan adalah
perawat yang memiliki pendidikan D3 Keperawatan dengan
pengalaman. Sementara itu, pada MPKP tingkat I, kepala ruangan
adalah perawat dengan kualifikasi pendidikan Ners dengan pengalaman.
2. Perawat Primer
Perawat primer adalah seorang perawat dengan kualifikasi pendidikan
minimal Ners. Perawat primer bertanggung jawab 24 jam kepada
kliennya selama klien tersebut dirawat di rumah sakit atau suatu unit
pelayanan kesehatan. Tangung jawab yang dimaksud adalah tanggung
jawab dalam pemberian asuhan keperawatan secara komprehesif, yang
dimulai dari pengkajian keperawatan, perumusan diagnosa keperawatan,
perencanaan tindakan keperawatan,pelaksanaan tindakan keperawatan,
evaluasi, dan dokumentasi.
Perawat primer bertanggung jawab menjalankan perannya untuk
melakukan komunikasi dan koordinasi dalam merencanakan asuhan
keperawatan, termasuk membuat perencanaan klien pulang (dischart
planning). Jika PP berhalangan atau tidak bertugas maka kelanjutan
asuhan keperawatan dapat dilimpahkan kepada perawat Asseciate
(PA). Meskipun demikian, PP tetap bertanggung jawab terhadap
pelaksanaan asuhan keperawatan klien dengan sepengetahuan kepada
ruangan.
Kewenangan PP tidak sebatas pemberian asuhan keperawatan. PP
juga berkewenangan dalam berkolaborasi dengan lintas terkait dan
masyarakat, seperti melakukan kontak dengan lembaga sosial atau
melakukan rujukan kepada pekerjaan sosial di masyarakat, maupun
home visit (kunjungan rumah). Dengan demikian, PP dituntut untuk
memiliki akuntabilitas yang tinggi terhadap pemberian pelayanan
keperawatan.

43
3. Perawat Associate (PA)
Berbeda dengan PP, perawat associate (PA) adalah seorang perawat
dengan kualifikasi pendidikan minimal Diploma Keperawatan. PA
selalu berperan sebagai perawat pelaksana untuk melaksanakan berbagai
rencana tindakan keperawatan yang telah ditetapkan oleh PP. Seorang
PA harus bertanggung jawab dan bertanggung gugat atas segala bentuk
pelaksanaan tindakan keperawatan terhadap klien selama di rumah sakit
atau suatu unit pelayanan kesehatan. Tanggung jawab yang dimaksud
adalah tanggung jawab menjaga privasi klien selama dalam pemberian
asuhan keperawatan yang komprehensif dan berkesinambungan, dengan
tetap menjungjung tinggi nilai-nilai yang telat digariskan dalam kode
etik dan etika keperawatan.
Perawat associate (perawat pelaksana) juga memiliki kewenangan
untuk menerima pelimpahan tugas dari seorang PP yang berhalangan
atau tidak bertugas karena suatu alasan. Dengan demikian, keberlanjutan
dari pelaksanaan asuhan keperawatan tersebut tetap terlaksana dengan
baik untuk pemenuhan kebutuhan klien. Namun, harus disadari bahwa
tanggung jawab profesional tetap menjadi tanggung jawab PP terhadap
pelaksanaan asuhan keperawatan. Di samping itu, peran perawat
associate sangat penting dalam memberikan masukan kepada PP tentang
rencana asuhan keperawatan.

2.8 Diagnosa Keperawatan MPKP


A. Definisi Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai
respond klien terhadap masalah kesehatan stay proses kehidupan yang
dialaminya baik yang berlangsung actual Maupin potential. Diagnosis
keperawatan bertujuan until mengidentifikasi respon klien individu,
keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan
kesehatan.

44
Perawat diharapkan memiliki rentang perhatian yang luas, baik pada
klien sakit maupun sehat. Respons-respon tersebut merupakan reaksi
terhadap masalah kesehatan dan proses kehidupan mengacu pada resons
klien terhadap kondisi sehat-sakit, sedangkan proses kehidupan
mengacu kepada respons kllien terhadap kondisi yang terjadi selama
rentang kehidupannya dimulai dari fasse pembuahan hingga menjelang
ajal dan mneinggal yang membutuhkan diagnosis keperawatan dan
dapat diatasi atau diubah dengan intervensi keperawatan.

B. Klasifikasi Diagnosis Keperawatan


International Council of Nurses (ICN) sejak tahun 1991 telah
mengambangkan suatu sistem klasifikasi yang disebut dengan
International Nurses Council Internasional Classification For Nursing
Practice (ICNP). Sistem klasifikasi ini tidak hanya mencakup klasifikasi
diagnosis keperawatan, tetapi juga mencakup klasifikasi intervensi dan
tujuan (outcome) keperawatan.
Sistem klasifikasi ini disusun untuk mengharmonisasikan
teminologi-terminologi keperawatan yang digunakan di berbagai negara
diantaranya seperti Clinical Care Classification (CCC), North American
Nursing Dignosis Association (NANDA), Home Health Care
Classification (HHCC), Systematized Nomenclature of Functioning,
Disability and Health (ICF), Nursing Diagnostic System of The Centre
for Nursing Development and Research (ZEEP) dan Ohama Sytem.
ICNP membagi diagnosis keperawatan menjadi lima kategori, yaitu
Fisiologis, Psikologis, Perilaku, Rasional dan Lingkungan. kategori dan
subkategori diagnosis keperawatan sebagai berikut :

1. Fisiologis :
a. Respirasi
b. Sirkulasi
c. Nutrisi dan Cairan
d. Eliminasi

45
e. Aktivitas dan Istirahat
f. Neurosensori
g. Reproduksi dan Seksualitas
2. Psikologis
a. Nyeri dan Kenyamanan
b. Integritas Ego
c. Pertumbuhan dan Perkembangan
3. Perilaku
a. Kebersihan Diri
b. Penyuluhan & Pembelajaran
4. Rasionalisasi
a. Interaksi Sosial
5. Lingkungan
a. Keamanan dan Proteksi

C. Jenis Diagnosa keperawatan


Diagnosis keperawatan dibagi menjadi dua jenis, yaitu Diagnosis
Negatif dan Diagnosis Positif. Diagnosis negatif mennjukkan bahwa
klien dalam kondisi akit atau beresikko mengalami sakit sehingga
penegakan diagnosis ini akan mengarahkan pemeberian intervensi
keperawatn yang bersifat penyembuhan, pemulihan dan pencegahan.
Diagnosis ini terdiri atas Diagnosis Actual dan Diagnosis Risiko.
Sedangkan diagnosis positf menunjukkan bahwa klien dalam kondisi
sehat dan dapat mencapai kondisi yang lebih sehat atau optimal.
Diagnosis ini disebut juga denngan Diagnosis Promosi Kesehatan.
Jenis-jenis diagnosis keperawatan tersebut dapat diuraikan sebagai
berikut (Carpenito, 2013; Potter & Perry, 2013)

46
1. Diagnosis Actual

Diagnosis ini menggambarkan respons klien terhadap kondisi


kesehatan atau proses kehidupannya yang menyebabkan klien mengalami
masalah kesehatan. Tanda/gejala mayor dan minor dapat ditemukan dan
divalidasi.

2. Diagnosis Risiko

Diagnosis risiko ini menggambarkan respons klien terhadap


kondisi kesehatan atau proses kehidupannya yang dapat menyebabakan
klien berisiko mengalami masalah kesehatan. Tidak ditemukan
tanda/gejala mayor dan minor pada klien, namun klien memiliki faktor
risiko mengalami masalah kesehatan.

3. Diagnosis Promosi Kesehatan

Diagnosis ini menggambarkan adanya keinginan dan motivasi


klien untuk meningkatkan kondisi kesehatannya ke tingkat yang lebih baik
atau optimal.

D. Komponen Diagnosis Keperawatan


Diagnosis keperawatan memiliki dua komponen utama yaitu
Masalah (Problem) atau label Diagnosis dan Indikator Diagnostik.
Masing-masing komponen diagnosis diuraikan sebagai berikut:

1. Masalah (Problem)

Masalah merupakan label diagnosis keperawatan yang


mengambarkan inti dari respons klien terhadap kondisi kesehatan atau
proses kehidupannya. Label diagnosis terdiri atas descriptor atau penjelas
dan fokus diagnostic

47
Deskriptor merupakan pernyataan yang menjelaskan bagaimana
suatu fokus diagnosis terjadi. Beberapa deskriptor yang digunakan dalam
diagnosis keperawatan diuraikan pada Tabel 3.2 di bawah ini.

2. Indikator Diagnostik
Indikator diagnostik terdiri atas penyebab, tanda/gejala, dan faktor risiko
dengan uraian sebagai berikut.
a. Penyebab (Etiology) merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi
perubahan status kesehatan. Etiologi dapat mencakup empat kategori
yaitu:

a) Fisiologis, Biologis atau Psikologis;

b) Efek Terapi/Tindakan;

48
c) Situasional (lingkungan atau personal), dan

d) Maturasional.

b. Tanda (Sign) dan Gejala (Symptom).


Tanda merupakan data objektif yang diperoleh dari hasil
pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan posedur diagnostik,
sedangkan gejala merupakan data subjektif yang diperoleh dari hasil
anamnesis.
Tanda/gejala dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu:
 Mayor: Tanda/gejala ditemukan sekitar 80% - 100% untuk
validasi diagnosis.
 Minor: Tanda/gejala tidak harus ditemukan, namun jika
ditemukan dapat mendukung penegakan diagnosis.
c. Faktor Risiko merupakan kondisi atau situasi yang dapat meningkatkan
kerentanan klien mengalami masalah kesehatan.
Pada diagnosis aktual, indikator diagnostiknya terdiri atas
penyebab dan tanda/gejala. Pada diagnosis risiko tidak memiliki penyebab
dan tanda/gejala, hanya memiliki faktor risiko. Sedangkan pada diagnosis
promosi kesehatan, hanya memiliki tanda/gejala yang menunjukkan
kesiapan klien untuk mencapai kondisi yang lebih optimal
E. Proses Penegakan Diagnosis Keperawatan
Proses penegakan diagnosis (diagnostic process) atau
mendiagnosis merupakan suatu proses yang sistematis yang terdiri atas
tiga tahap, yaitu analisis data, identifikasi masalah dan perumusan
diagnosis.

49
Pada perawat yang telah berpengalaman, proses ini dapat
dilakukan secara simultan, namun pada perawat yang belum memiliki
pengalaman yang memadai maka perlu melakukan latihan dan
pembiasaan untuk melakukan proses penegakan diagnosis secara
sistematis.
Proses penegakan diagnosis diuraikan sebagai berikut.
1) Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
a. Bandingkan data dengan nilai normal
Data-data yang didapatkan dari pengkajian dibandingkan
dengan nilai-nilai normal dan identifikasi tanda/gejala yang
bermakna (significant cues).
b. Kelompokkan data
Tanda/gejala yang dianggap bermakna dikelompokkan
berdasarkan pola kebutuhan dasar yang meliputi respirasi,
sirkulasi, nutrisi/cairan, eliminasi, aktivitas/istirahat,
neurosensori, reproduksi/seksualitas, nyeri/kenyamanan,
integritas ego, pertumbuhan/perkembangan, kebersihan diri,
penyuluhan/pembelajaran, interaksi sosial, dan
keamanan/proteksi. Proses pengelompokan data dapat dilakukan

50
baik secara induktif maupun deduktif, Secara induktif dengan
memilah data sehingga membentuk sebuah pola, sedangkan
secara deduktif dengan menggunakan kategori pola kemudian
mengelompokkan data sesuai kategorinya.
2) Identifikasi Masalah
Setelah data dianalisis, perawat dan klien bersama-sama
mengidentifikasi masalah aktual, risiko dan/atau promosi kesehatan.
Pernyataan masalah kesehatan merujuk ke label diagnosis
keperawatan.
3) Perumusan diagnosis keperawatan
Perumusan atau penulisan diagnosis disesuaikan dengan
jenis diagnosis keperawatan. Terdapat dua metode perumusan
diagnosis, yaitu:
a) Penulisan Tiga Bagian (Three Part)
Metode penulisan ini terdiri atas Masalah, Penyebab dan
Tanda/Gejala. Metode penulisan ini hanya dilakukan pada
diagnosis aktual, dengan formulasi sebagai berikut:

Frase ‘berhubungan dengan’ dapat disingkat b.d. dan


‘dibuktikan dengan’ dapat disingkat d.d.

Contoh penulisan:
Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan
spasme jalan napas dibuktikan dengan batuk tidak efektif,
sputum berlebih, mengi, dispnea, gelisah.
b) Penulisan Dua Bagian (Two Part)
Metode penulisan ini dilakukan pada diagnosis risiko dan
diagnosis promosi kesehatan, dengan formula sebagai
berikut:

51
1. Diagnosis Risiko

Contoh penulisan diagnosis:


Risiko aspirasi dibuktikan dengan tingkat kesadaran
menurun.
2. Diagnosis Promosi Kesehatan

Contoh penulisan diagnosis:


Kesiapan peningkatan eliminasi urin dibuktikan
dengan pasien ingin meningkatkan eliminasi urin,
jumlah dan karakteristik urin normal.
Komponen-komponen diagnosis pada masing-
masing jenis diagnosis keperawatan dan metode
penulisan diagnosisnya dapat dilihat pada tabel 3.3
berikut.

52
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Model praktik keperawatan professional yang disingkat menjadi
MPKP merupakan suatu system yang memungkinkan perawat professional
untuk mengatur pemberian asuhan keperawatan, termasuk lingkungan untuk
menunjang pemberian asuhan tersebut.
Tujuan dari MPKP Menjaga konsistensi asuhan keperawatan,
mengurangi konflik, menciptakan kemandirian dalam memberikan asuhan
keperawatan, memberikan pedoman dalam menentukan kebijakan dan
keputusan. Pada dasarnya, MPKP bermanfaat untuk memperbaiki mutu
pelayanan keperawatan.
Pilar- pilar MPKP dalam bentuk proses manajemen yang terdiri dari
perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pengarahan
(directing), dan pengendalian (controlling).
Metode pemberian suhan keperawatan , yaitu metode kasus (total),
metode fungsional, metode tim dan metode keperawatan primer. Struktur
organisasi ruang rawat inap meliputi bentuk dan bagian yang
menggambarkan pola hubungan antara bagian atau staf dengan atasan, baik
secara vertical maupun horizontal.
Pengembangan MPKP ini berawal dari sebuah keyakinan bahwa,
“Kesinambungan asuhan keperawatan yang prima hanya dapat dicapai jika
direncanakan dan dievaluasi oleh seorang perawat professional”.
Terdapat 4 komponen utama dalam model praktek keperawatan
professional, yaitu, Ketenagaan keperawatan, metoda pemberian asuhan
keperawatan, proses keperawatan, dokumentasi keperawatan

3.1 Saran
Sebagai seorang perawat tentunya kita harus menjadi seorang
perawat yang professional dengan menerapkan konsep dari model praktik

53
keperawatan professional yang disengkat menjadi MPKP. Tujuan kita sebagai
perawat menerapkan MPKP untuk mengurangi konflik, menciptakan
kemandirian dalam memberikan asuhan keperawatan, memberikan pedoman
dalam menentukan kebijakan dan keputusan dan masih banyak lagi yang
tujuannya untuk mendapatkan hasil yang baik dan maksimal dalam asuhan
keperawatan. Karena pada dasarnya, MPKP bermanfaat untuk memperbaiki
mutu pelayanan keperawatan.
Sebagai mahasiswa/I jurusan keperawatan tentunya kita harus
memahami, mengerti, dan dapat menjelaskan kembali materi dari model praktik
keperawatan professional karena ilmu ini dapat bermanfaat dan berguna bagi
kita dalam dunia kerja nantinya. Kita juga harus mampu melakukan dan
menerapkan konsep model praktik keperawatan professional.

54

Anda mungkin juga menyukai