Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PALMAE

ACARA I
PEMBUATAN MINYAK KLENTIK

Kelompok 3
Rombongan 2
Penanggung Jawab:
Nuraini Sari Indah A1M014031

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2017
BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut angka Statistik Perkebunan pada tahun 2008 tanaman kelapa
di Indonesia mencapai 3,88 juta ha yang sebagaian besar berupa perkebunan
rakyat dengan luas 3,80 juta ha atau 97,8% melibatkan 7,7 juta kk petani.
Kelapa (Cocos nucifera L.) termasuk dalam genus Cocos dan dapat tumbuh
dengan mudah di daerah tropis. Tanaman kelapa banyak ditemukan di daerah
pantai karena memerlukan kelembaban yang tinggi. Komposisi buah kelapa
terdiri dari sabut 33%, tempurung 12%, daging buah 28% dan air 25%
(Djatmiko, 2010).
Selama ribuan tahun minyak kelapa digunakan sebagai minyak pangan
oleh masyarakat di daerah tropis. Minyak kelapa digunakan sebagai minyak
goreng, bahan margarin dan mentega putih, komponen dalam pembuatan
sabun serta formulasi kosmetika (Alamsyah, 2008). Selain digunakan untuk
menggoreng, pada masyarakat pedesaan minyak kelapa juga digunakan
sebagai minyak pijat, kerik, dan untuk minyak cem-ceman (Sutarmi dan
Rozaline, 2009). Dewasa ini minyak kelapa mulai meningkat penggunaannya
dalam bidang farmasi, terutama dengan semakin banyaknya produk minyak
telon yang salah satu komponennya adalah minyak kelapa, juga dengan
diketahuinya beberapa khasiat minyak kelapa terhadap kesehatan.
Minyak kelapa merupakan produk olahan palmae yang dihasilkan dari
kopra yang diolah dengan cara kering dan dengan cara basah (wet coconut
process). Minyak kelapa yang diproses secara basah dapat langsung
dikonsumsi tanpa mengalami proses pemurnian (Hui, 2002). Minyak kelapa
hasil ekstraksi cara kering dan atau basah memiliki karakteristik tersendiri
dibandingkan dengan minyak nabati lain. Perbedaan utama antara minyak
kelapa dan minyak nabati lain adalah kandungan asam lemak rantai medium
yang terdapat pada minyak kelapa. Minyak kelapa mengandung asam lemak
rantai medium yang dapat mencapai 61,93% (Karouw dan Budi, 2012).
Minyak kelapa yang diolah secara tradisional dengan pemanasan
dikenal dengan nama minyak klentik. Minyak klentik umumnya berkadar air
cukup tinggi yakni 0,10-0,11% dan kadar asam lemak bebas 0,08-0,09%.
Minyak tersebut jika disimpan dalam wadah plastik atau botol tembus cahaya
selama dua bulan, maka minyak menjadi tengik karena terjadi proses oksidasi
yang menyebabkan minyak berbau tengik. Hal tersebut ditandai dengan
meningkatnya kadar air dan asam lemak bebas masing-masing menjadi 0,18-
0,20% dan 0,16-0,18%. Minyak klentik yang dihasilkan dengan cara
tradisional sebaiknya tidak disimpan lama atau segera dikonsumsi (Karouw
dan Budi, 2012).

B. Tujuan
Tujuan dilakukannya praktikum acara 1 mengenai pembuatan minyak
klentik yaitu:
1. Mengetahui proses pembuatan minyak klentik.
2. Mengetahui karakteristik fisikokimia minyak klentik yang dihasilkan.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman kelapa (Cocos nucifera L.) merupakan tanaman yang sangat


berguna dalam kehidupan ekonomi pedesaan di Indonesia. Semua bagian dari
pohon kelapa dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Salah
satu bagian kelapa yang mempunyai banyak manfaat adalah daging buah
kelapa (Palungkung, 2004). Berdasarkan umur buah kelapa, kandungan buah
kelapa dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Komposisi Buah Kelapa

Kandungan Kelapa muda Kelapa setengah Kelapa tua


tua
Kalori (kal) 68 180 359
Air (g) 83,3 70 46.9
Protein (g) 1 4 3,4
Lemak (g) 0,9 15 34,7
Karbohidrat (g) 14 10 14
Kalsium (mg) 7 8 21
Fosfor (mg) 30 55 98
Besi (mg) 1 1,3 2
Vitamin A (SI) 0 10 0
Vitamin B (mg) 0,06 0,05 0,1
Vitamin C (mg) 4 4 2
Sumber: Prihatini (2008)

Buah kelapa dapat dibuat menjadi berbagai macam olahan pangan,


salah satunya dengan dibuat terlebih dahulu menjadi santan kelapa. Santan
kelapa adalah emulsi minyak dalam air yang berwarna putih susu yang
diperoleh dengan cara pemerasan parutan daging kelapa dengan atau tanpa
penambahan air. Santan kental merupakan hasil olahan santan kelapa yang
telah diberi emulsifier, sehingga emulsinya lebih stabil. Namun, santan kental
mudah rusak dan berbau tengik, karena itu perlu diupayakan produk santan
kental siap pakai yang mempunyai daya simpan cukup. Untuk memperpanjang
masa simpan santan kental diperlukan perlakuan pemanasan (Karouw, 2012).
Kelapa segar mengandung 30-50% minyak, bila dikeringkan menjadi
kopta, kadar lemaknya dapat mencapai 63-65%. Kadar minyak sangat
dipengaruhi oleh tingkat kematangan buah. Semakin tua matang dan tua buah,
kadar minyak yang dimiliki juga semakin tinggi. Buah kelapa yang sudah tua
atau matang umumnya dipanen pada umur 11-12 bulan, oleh karena itu, buah
kelapa yang sesuai untuk diolah menjadi minyak kelapa harus berumur sekitar
12 bulan (Djatmiko, 2010).
Minyak kelapa merupakan produk yang dihasilkan dari kopra yang
diolah dengan cara kering maupun langsung dari kelapa segar dengan cara
basah. Pengolahan cara kering yaitu minyak diperoleh dengan pengepresan
atau menggunakan pelarut. Perbedaan utama antara kedua proses tersebut
yaitu minyak yang dihasilkan dari pengolahan cara kering dengan bahan baku
kopra belum siap dikosumsi, karena minyak yang dihasilkan masih dalam
bentuk minyak kelapa kasar (crude coconut oil, CCO). Minyak kelapa kasar
memiliki kadar asam lemak bebas yang masih relatif tinggi. Minyak kelapa
kasar agar layak dikonsumsi masih harus melalui beberapa tahap proses antara
lain refining, bleaching dan deodorizing. Produk akhir berupa minyak kelapa
dengan karakteristik berwarna kekuningan, tak berasa dan tidak berbau,
sedangkan minyak kelapa yang diproses secara basah dapat langsung
dikonsumsi tanpa mengalami proses pemurnian atau tahap purifikasi (Karouw
dan Budi, 2012).
Pengolahan minyak kelapa dengan cara pemanasan merupakan metode
pembuatan minyak kelapa yang telah umum dilakukan oleh petani. Parutan
daging buah kelapa ditambah air lalu diaduk-aduk kemudian diperas untuk
menghasilkan santan. Santan selanjutnya diperam selama 12 jam, krim yang
berada pada lapisan atas dipisahkan dari skim. Krim yang diperoleh
dipanaskan sampai terbentuk blondo yang berwarna kecoklatan. Selanjutnya
dilakukan penyaringan untuk menghasilkan minyak (Karouw, 2012).
Menurut Alamsyah (2008), minyak kelapa mengandung beberapa jenis
asam lemak, yang mana komponen asam lemak utamanya adalah asam laurat
yang merupakan asam lemak jenuh karena tidak memiliki struktur dengan
ikatan rangkap. Asam laurat yang terdapat dalam minyak kelapa yang
termasuk asam lemak jenuh dan mempunyai jumlah kandungan tertinggi
membuat minyak kelapa lebih tahan terhadap ketengikan atau ransiditas akibat
reaksi oksidasi. Selain asam laurat, terdapat asam-asam lemak lain di dalam
minyak kelapa. Berikut merupakan komposisi asam lemak yang terkandung di
dalam minyak kelapa.

Tabel 2. Komposisi asam lemak minyak kelapa

Asam lemak Rumus molekul Kandungan


Kaproat C6H12O2 0,2-0,8
Kaprilat C8H16O2 6-9
Kaprat C10H20O2 6-10
Laurat C12H24O2 46-50
Miristat C14H28O2 17-19
Palmitat C16H32O2 8-10
Stearat C18H38O2 2-3
Oleat C18H34O2 5-7
Linoleat C18H32O2 1-2,5
Sumber: Alamsyah (2008)

Minyak kelapa secara fisik berwujud cairan yang berwarna bening


sampai kuning kecokelatan dan memiliki karakteristik bau yang khas. Zat
warna yang termasuk golongan ini terdapat secara alamiah dalam bahan yang
banyak mengandung minyak dan ikut terekstrak bersama minyak dalam proses
ekstraksi. Warna pada minyak kelapa disebabkan oleh zat warna dan kotoran-
kotoran lainnya. Zat warna alamiah yang terdapat pada minyak kelapa adalah
betakaroten yang merupakan hidrokarbon tidak jenuh dan tidak stabil pada
suhu tinggi. Proses pengolahan minyak kelapa dengan udara panas
menyebabkan warna kuning berubah akibat karoten mengalami degradasi
(Suhardijono dan Syamsiah, 2007).
Kualitas minyak kelapa sangat tergantung pada stabilitas
penyimpanan, pemasakan, karakteristik penggorengan, serta perangkat fisik
dan nutrisinya. Hidrolisis yang terjadi dapat mengakibatkan rasa yang tidak
diinginkan. Selama penggorengan terdapat lebih sedikit asam lemak
teroksidasi, sehingga makanan tidak terasa lengket di lidah karena titik leleh
minyak berada di bawah suhu tubuh. Kerugian penggunaan minyak kelapa
untuk tujuan memasak dan menggoreng diantaranya tingginya penyerapan
minyak oleh makanan (Ketaren, 2004).
Sifat fisika kimia minyak kelapa sangat diperlukan dalam perancangan
proses, pengembangan proses, pengembangan produk, dan penanganan sistem
penyimpanannya. Sifat fisika kimia biasanya berada dalam suatu kisaran nilai.
Oleh karena perbedaannya cukup kecil, nilai tersebut dinamakan konstanta.
Konstanta fisik minyak kelapa yang dianggap cukup penting adalah berat
jenis, indeks bias, dan titik cair. Konstanta kimia yang penting lainnya adalah
bilangan iod, bilangan penyabunan, bilangan Reichert Meissel, bilangan
Polenske, bilangan asam, dan angka tak tersabunkan (Alamsyah, 2008).
Minyak kelapa memiliki titik cair dan bilangan penyabunan yang lebih
tinggi serta bilangan iod yang lebih rendah dibandingkan minyak nabati
lainnya. Titik cair minyak ditentukan oleh beberapa faktor sebagai berikut :
1. Kandungan lemak, semakin pendek rantai karbon asam lemak
penyusun trigliserida, semakin rendah titik cair minyaknya.
2. Semakin banyak ikatan ganda pada asam lemak, semakin rendah titik
cair minyaknya (Ketaren, 2004).
Tahapan proses pembuatan minyak kelapa murni dengan cara
pemanasan tidak membutuhkan perlakuan yang sangat khusus. Hal ini
disebabkan proses pembuatannya hanya menyempurnakan proses minyak
kelapa yang sudah biasa dilakukan petani. Dalam pembuatan minyak kelapa
murni ini ada beberapa tahapan yang perlu dilakukaan yaitu pembuatan
santan, pemisahan krim, pemanasan krim santan, pemanasan minyak dan
penyaringan minyak (Setiaji dan Prayugo, 2006). Krim merupakan bagian dari
santan kelapa yang kaya dengan kandungan minyak. Agar kandungan minyak
dapat diambil dari krim diperlukan proses pemanasan. Lama pemanasan
santan hingga diperoleh minyak yang belum matang sekitar tiga jam. Minyak
belum masak ini diperoleh dengan penyaringan blondo. Blondo tersebut masih
mengandung minyak sebanyak 10-15% sehingga perlu dipres untuk
mengeluarkan kandungan minyaknya (Rindengan dan Novarianto, 2005).
Minyak kelapa murni yang diperoleh melalui proses pemanasan
bertahap atau pengolahan terkontrol dengan perbaikan pada cara pengolahan
tradisional memiliki mutu yang lebih baik. Beberapa kriteria mutu minyak
yang diperoleh melalui proses pemanasan bertahap adalah kadar asam lemak
bebas (ALB) 0,02%, kadar air 0,02-0,03%, tidak berwarna (bening) dan
berbau harum. Bahkan daya simpan minyaknya masih lebih baik yaitu 6-8
bulan (Alamsyah, 2008).
Bahan makanan berlemak merupakan medium yang baik bagi
pertumbuhan beberapa jenis jamur dan bakteri. Kerusakan lemak dalam
minyak kelapa dapat terjadi selama proses pengolahan seperti pemanasan dan
penyimpanan. Kerusakan pada minyak berupa ketengikan yang menyebabkan
bau dan rasa yang tidak enak pada minyak. Kerusakan tersebut dapat
disebabkan oleh air, cahaya, panas, oksigen, logam, basa dan enzim
(Alamsyah, 2008).
Sifat dan daya tahan minyak terhadapkerusakan sangat tergantung
pada komponen penyusunnya, terutama kandungan asam lemak. Minyak yang
mengandung asam lemak tidak jenuh cenderung mudah teroksidasi, sedangkan
yang banyak mengandung asam lemak jenuh lebih mudah terhidrolisis. Asam
lemak pada umumnya bersifat semakin reaktif terhadap oksigen (Ketaren,
2004).
Penyebab utama terjadinya ketengikan hidrolisis adalah adanya air,
baik yang terdapat di dalam minyak maupun gliserol dan asam lemak. Reaksi
dipercepat oleh basa, asam dan enzim-enzim. Proses hidrolisis mudah terjadi
pada minyak yang berasal dari bahan dengan kadar air tinggi. Minyak kelapa
yang diperoleh melalui proses ekstraksi secara basah (wet rendering)
cenderung lebih banyak mengandung air, sehingga mudah mengalami
kerusakan hidrolisis dan tidak tahan lama (Djatmiko, 2008). Kerusakan
minyak yang utama adalah timbulnya bau dan rasa tengik yang disebut proses
ketengikan. Hal ini disebabkan oleh autooksidasi radikal asam lemak tidak
jenuh dalam minyak. Proses oksidasi yang berlangsung bila terjadi kontak
antara antara oksigen dengan minyak (Winarno, 2008).
BAB III. METODE PRAKTIKUM

A. Alat dan Bahan


Alat:
- Baskom - Pengaduk
- Kain saring - Viskometer
- Timbangan analitik - Erlenmeyer
- Gelas ukur - Buret
- Kompor - Statif
- Wajan

Bahan:
- Ampas kelapa - NaOH 0,1N
- Air hangat - Indikator PP
- Alkohol netral 95%

B. Prosedur

Sebanyak 500 ml santan kental dipanaskan dengan


api sedang selama 30 menit

Minyak dan padatannya dipisahkan dengan


menggunakan kain saring

Dilakukan pengamatan terhadap rendemen, jumlah


asam lemak bebas, dan viskositasnya
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
a. Rendemen
𝑚𝑖𝑛𝑦𝑎𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙𝑘𝑎𝑛
Rendemen (%) = 𝑘𝑟𝑖𝑚 𝑠𝑒𝑏𝑎𝑔𝑎𝑖 𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑑𝑎𝑠𝑎𝑟 x 100%
110
= 150 x 100%

= 7,33%

b. Viskositas
Viskositas minyak klentik setelah diukur dengan viskometer yaitu sebesar
60.

c. Kadar asam lemak bebas (% ALB)


𝑚𝑙 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑥 𝑁 𝑥 𝐵𝑀 𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑙𝑎𝑢𝑟𝑎𝑡
% ALB = x 100%
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑥 1000
2,75 𝑥 0,1 𝑥 200
= x 100%
30 𝑥 1000

= 0,183%

B. Pembahasan
Sebuah praktikum dilakukan mengenai pengolahan hasil palmae jenis
kelapa untuk pembuatan minyak klentik dengan tujuan mengetahui proses
pembuatan minyak klentik serta mengetahui karakteristik minyak klentik yang
dihasilkan. Parameter yang diamati dari minyak klentik yang dihasilkan
adalah rendemen, viskositas, dan kadar asam lemak bebas. Pembuatan minyak
klentik dalam praktikum ini diawali dengan proses pembuatan santan kelapa.
Santan kelapa dapat dihasilkan dengan cara mencampurkan parutan daging
kelapa dengan air, lalu diremas-remas dan diperas santannya. Santan tersebut
kemudian didiamkan selama beberapa menit untuk memisahkan antara krim
dan whey. Krim dan whey dipisahkan dengan cara membuang bagian whey
yang berada di lapisan bawah cairan. Krim kemudian dipanaskan selama
kurang lebih 30 menit hingga terbentuk galendo yang terpisah dengan
minyaknya. Setelah dipanaskan, minyak dan galendo hasil pemanasan
didinginkan terlebih dahulu lalu diperas untuk diambil minyaknya. Minyak
kelapa atau yang disebut juga sebagai minyak klentik kemudian dilakukan
analisis yaitu rendemen, kadar asam lemak bebas, dan juga viskositas.
Proses pembuatan minyak klentik dalam praktikum ini sesuai dengan
cara yang dinyatakan oleh Setiaji dan Prayugo (2006) bahwa pembuatan
minyak kelapa dengan cara basah diawali dengan pembuatan santan yang
merupakan emulsi minyak dari daging buah kelapa dalam air, kemudian
emulsi dipecah sehingga minyak dapat diambil. Pembuatan minyak dengan
cara basah meliputi : cara tradisional / pemanasan / penguapan, pemanasan
bertingkat, sentrifugasi, lava, pancingan, dan enzimatik. Pembuatan minyak
kelapa dengan cara pemanasan secara tradisional relatif mudah dan peralatan
yang digunakan juga relatif sederhana, tetapi kualitas minyak kelapa yang
dihasilkan kurang baik karena selama pemanasan pada suhu tinggi (100 –
110ºC) protein, lemak, dan antioksidan yang dikandung akan rusak. Selain itu,
minyak yang dihasilkan tidak jernih dan tidak tahan lama, hanya bertahan
sekitar 2 – 3 minggu.
Analisis yang pertama dilakukan ialah pengukuran rendemen.
Rendemen minyak klentik dapat ditentukan dengan mengukur jumlah volume
minyak klentik yang dihasilkan lalu dibandingkan dengan jumlah krim awal
sebelum pemanasan. Berdasarkan pengukuran, didapatkan bahwa rendemen
minyak klentik dalam praktikum ini ialah sebesar 7,33%. Jumlah rendemen ini
termasuk jumlah yang cukup rendah. Salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi hasil rendemen minyak klentik dalam minyak klentik ini ialah
ketika proses pemerasan galendo dan minyak dengan menggunakan kain
saring. Pemerasan yang optimal akan menghasilkan jumlah volume minyak
klentik yang banyak, sehingga meningkatkan nilai rendemen. Sebaliknya,
pemerasan galendo dan minyak klentik yang kurang optimal akan
menghasilkan jumlah volume minyak klentik yang sedikit sehingga nilai
rendemen minyak menjadi rendah.
Analisis selanjutnya yaitu ada pengukuran viskositas minyak.
Viskositas merupakan ukuran kekentalan suatu fluida yang menyatakan
besarnya gesekan di dalam suatu fluida. Pengukuran viskositas minyak
dilakukan dengan menempatkan minyak klentik pada suatu wadah, lalu diukur
viskometernya menggunakan sebuah alat yang dinamakan dengan viskometer.
Viskositas minyak klentik yang dihasilkan dalam praktikum yaitu sebesar 60
mPa.s.
Berikutnya, minyak klentik dianalisis kandungan kadar asam lemak
bebasnya. Penentuan kadar asam lemak bebas pada minyak klentik dalam
praktikum ini dilakukan dengan menggunakan prinsip titrasi. Analisis asam
lemak bebas diawali dengan memasukkan sampel ke dalam erlenmeyer, lalu
ditambahkan alkohol 95% netral. Setelah itu ditambahkan indikator
fenolftalein (pp) dan dititrasi dengan larutan standar NaOH 0.1 N hingga
terbentuk warna merah muda (warna merah muda tidak hilang selama 15
detik). Jumlah NaOH yang dibutuhkan dalam titrasi ini digunakan untuk
perhitungan jumlah asam lemak bebas yang terdapat pada minyak klentik.
Berdasarkan hasil analisis, kadar asam lemak bebas yang terkandung dalam
minyak klentik pada praktikum ini adalah 0,183%. Hal ini sesuai dengan
APCC (2006) yang menyatakan bahwa bahwa standar asam lemak bebas pada
minyak kelapa yaitu 0,1-1% bergantung dari tingkat mutunya.
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
1. Proses pembuatan minyak klentik yaitu dengan cara mencampurkan
parutan daging kelapa dengan air hangat, lalu diaduk, diremas, dan diperas
untuk diambil santannya. Santan didiamkan selama beberapa menit untuk
membiarkan santan terpiah antara whey dan krimnya. Whey santan
dibuang, sedangkan krim atau santan kental dipanaskan di wajan
menggunakan api sedang hingga terbentuk galendo dan minyak kelapa
yang disebut dengan minyak klentik.
2. Karakteristik fisikokimia minyak klentik yang dihasilkan pada praktikum
ini adalah nilai rendemen sebesar 7,33%, viskositas sebesar 60, dan kadar
asam lemak bebas sebesar 0,183%.

B. Saran
Sebaiknya praktikan dapat bekerja lebih gesit dan lebih rapih lagi agar
praktikum dapat berjalan dengan lebih lancar.
DAFTAR PUSTAKA

Alamsyah, N. A. (2008). Virgin Coconut Oil Minyak Penakluk Aneka


Penyakit. Agro Media Pustaka: Jakarta.

APCC. (2004). VCNO. Website: www.apccsec.org/document/VCNO.PDF.


Diakses pada 9 Juni 2017.

Djatmiko, B. (2010). Teknologi Minyak dan Lemak I. Jurusan Teknologi


Industri Fateta IPB: Bogor.

Hui, Y. H. (2002). Edible Oil and Fat Products : Oils and Oilseeds Dalam
Bailey’s Industrial Oil and Fat Products. Fifth Edition Volume 2. John
Wiley & Sons, Inc: Canada.

Karouw, S. dan Budi S. (2012). Minya Kelapa sebagai Sumber Asam Lemak
Rantai Medium. Prosiding Konferensi Nasional Kelapa VIII. Balai
Penelitian Tanaman Palmae: Manado.

Ketaren, S. (2004). Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan.


Universitas Indonesia: Jakarta.

Palungkung, R. (2004). Aneka Produk Olahan Kelapa. Penebar Swadaya:


Jakarta.

Prihatini, R. I. (2008). Analisa Kecukupan Panas pada Proses Pasteurisasi


Santan. Skripsi. Insitut Pertanian Bogor: Bogor.

Rindengan, B. dan Novarianto H. (2005).Virgin Coconut Oil, Pembuatan dan


Pemanfaatan Minyak Kelapa Murni. Penebar Swadaya: Jakarta.

Setiaji, B. dan Prayugo. (2006). Membuat VCO Berkualitas Tinggi. Penebar


Swadaya: Jakarta.

Suhardijono dan Syamsiah S. (2007). Bioproses Dalam Industri Pangan.


Penerbit Liberty: Yogyakarta.
Sutarmi dan Rozaline, H. (2009). Taklukan Penyakit dengan VCO. Penebar
Swadaya: Jakarta.

Winarno, F. G. (2008). Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia: Jakarta.


LAMPIRAN

a b

c d

Keterangan:
Gambar a. Pencampuran parutan daging kelapa dengan air hangat
Gambar b. Pemerasan parutan daging kelapa untuk mengekstrak santan kelapa
Gambar c. Santan kelapa yang dihasilkan
Gambar d. Proses pemanasan untuk menghasilkan galendo dan minyak klentik
LAMPIRAN

e f

Keterangan:
Gambar e. Penyaringan setelah pemanasan untuk memisahkan galendo dengan
minyak klentik
Gambar f. Penimbangan sampel sebanyak 30 g untuk analisis kadar asam
emak bebas
Gambar g. Titrasi menggunakan NaOH untuk analisis kadar asam lemak bebas

Anda mungkin juga menyukai