Anda di halaman 1dari 49

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di era Globalisasi dan Reformasi saat ini, Pembangunan berwawasan lingkungan telah
menjadi keharusan dalam pelaksanaan berbagai kegiatan yang berhubungan dengan
lingkungan, termaksud kegiatan pertambangan. Kegiatan pertambangan merupakan kegiatan
yang berhubungan langsung dengan lingkungan dengan prinsip kerja yang mengeksploitasi
sumber daya mineral secara langsung sehinggah menyebabkan terjadinya perubahan bentang
alam.
Dewasa ini Indonesia dikenal memiliki potensi sumberdaya mineral yang terdiri dari
berbagai jenis, mulai dari mineral batuan seperti batugamping dan batubara, mineral non
logam seperti, dan mineral logam seperti nikel, tembaga, perak, besi dan emas. Hal ini
menyebabkan banyak penambangan yang beroperasi dalam Negeri ini. Salah satu yang masih
eksis dan terus beropeasi sampai sekarang ialah penambangan emas.
Emas merupakan logam yang bersifat lunak dan mudah ditempa, kekerasannya berkisar
antara 2,5-3 (skala Mohs), serta berat jenisnya tergantung pada jenis dan kandungan logam
lain yang berpadu dengannya. Penambangan emas dilakukan dengan beberapa metode
tergantung keterdapatannya. Di Indonesia sendiri terdapat beberapa metode penambangan
emas, mulai secara tradisional (skala kecil) maupun modern (skala besar).
Kegiatan pertambangan ini tentunya akan memberikan berbagai dampak social maupun
linkungan yang dapat terjadi. contoh dampak social ialah dapat memberikan kesempatan
kerja pada masyarakat, namun pada dampak lingkungan dapat menyebabkan kualitas
lingkungan yang menurun akibat pengelolaan limbah dari kegiatan pertambangan. Untuk itu
dalam mengantisipasi dampak tersebut diperlukan perencanaan dalam mengantisipasi
dampak yang akan terjadi dari tiap tahapan dalam aktifitas penambangan, sehinggah dampak
dampak yang terjadi dapat dikendalikan.
1.2 Tujuan

Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan beberapa tujuan dari tulisan
ini yaitu :
a. Mengetahui karakteristik pembentukan / genesa emas
b. Mengetahui metode peambangan & pengolahan emas ( penambangan rakyat & perusahaan )
c. Memperkirakan dampak dari tiap tahapan dalam kegiatan penambangan emas
d. Menetapkan pengolahan dampak ari kegiatan penambangan emas.

1.3 Ruang Lingkup

Ruang lingkup dari laporan ini hanya berfokus pada kegiatan penambangan emas
dengan mengambil beberapa case study seperti penambangan rakyat dan penambangan
perusahaan di Indonesia sebagai acauan dalam memperkirakan dampak lingkungan ataupun
social yang dapat terjadi, sehinggah dapat di tetapkan metode penanggulangan yang tepat
dalam meminimalisir / megendalikan dapak – dampak tersebut .

1.4 Batasan

Penulisan makalah pengetahuan lingkungan ini terdapat masalah-masalah yang harus


dibatasi agar tetap pada judul penulisan yaitu pertambangan. Permbatasan masalahnya adalah
sebagai berikut:
a. Objek yang dibahas adalah pertambangan.
b. Kasus yang di bahas adalah masalah pencemaran pertambangan emas terhadap social dan
lingkungan.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Emas dan Proses Terbentuknya

Emas merupakan logam yang bersifat lunak dan mudah ditempa, kekerasannya
berkisar antara 2,5 – 3 (skala Mohs), massa jenisnya 19,3 gr/cm3. Warnanya kuning emas,
kekerasaanya rendah sehingga dapat dipotong dengan pisau dan mudah diubah bentuknya.
Bentuknya di alam tidak teratur, ukuran butirnya bervariasi tetapi sering kali mikroskopis
dan bahkan sukar dilihat (Munir, 1996). Mineral pembawa emas biasanya berpadu dengan
mineral ikutan (gangue minerals). Mineral ikutan tersebut umumnya kuarsa, karbonat,
turmalin, flourpar, dan sejumlah kecil mineral nonlogam. Mineral pembawa emas juga
berpadu dengan endapan sulfida yang telah teroksidasi. Mineral pembawa emas terdiri dari
emas nativ, elektrum, emas telurida, sejumlah paduan dan senyawa emas dengan unsur-unsur
belerang
Emas berasal dari suatu reservoar yaitu inti bumi dimana air magmatik yang
mengandung ion sulfida, ion klorida, ion natrium, dan ion kalium mengangkut logam emas
ke permukaan bumi. Kecenderungan terdapatnya emas terdapat pada zona epithermal atau
disebut zona alterasi hidrothermal. Zona alterasi hidrotermal merupakan suatu zona dimana
air yang berasal dari magma atau disebut air magmatik bergerak naik kepermukaan bumi.
Celah dari hasil aktivitas Gunungapi menyebabkan air magmatik yang bertekanan tinggi naik
ke permukaan bumi. Saat air magmatik yang yang berwujud uap mencapai permukaan bumi
terjadi kontak dengan air meteorik yang menyebabkan ion sulfida dan ion klorida yang
membawa emas terendapkan. Air meteorik biasanya menempati zona-zona retakan-retakan
batuan beku yang mengalami proses alterasi akibat pemanasan oleh air magmatik. Seiring
dengan makin bertambahnya endapan dalam retakan-retakan tersebut, semakin lama retakan-
retakan tersebut tertutup oleh akumulasi endapan dari logam-logam yang mengandung ion-
ion kompleks yang mengandung emas. Zona alterasi yang potensial mengandung emas dapat
diidentifikasi dengan melihat lapisan pirit atau tembaga pada suatu reservoar yang tersusun
atas batuan intrusif misalnya granit atau diorite.
Emas terbentuk dari proses magmatisme atau pengendapan di permukaan. Beberapa
endapan terbentuk karena proses metasomatisme yaitu kontak yang terjadi antara bebatuan
dengan air panas (hydrothermal) atau fluida lainnya.
Genesis emas dikategorikan menjadi dua yaitu endapan primer dan endapan plaser
(Alamsyah, 2006).
1. Endapan primer / Cebakan Primer
Pada umumnya emas ditemukan dalam bentuk logam (native) yang terdapat di dalam
retakan-retakan batuan kwarsa dan dalam bentuk mineral yang terbentuk dari proses
magmatisme atau pengkonsentrasian di permukaan. Beberapa endapan terbentuk karena
proses metasomatisme kontak dan larutan hidrotermal.

2. Endapan plaser / Cebakan Sekunder


Emas juga ditemukan dalam bentuk emas aluvial yang terbentuk karena proses pelapukan
terhadap batuan-batuan yang mengandung emas (gold-bearing rocks, Lucas, 1985). Dimana
pengkonsentrasian secara mekanis menghasilkan endapan letakan ( placer ).

Metode penambangan emas sangat dipengaruhi oleh karakteristik cebakan emas


primer atau sekunder yang dapat mempengaruhi cara pengelolaan lingkungan yang akan
dilakukan untuk meminimalisir dampak kegiatan penambangan tersebut. Cebakan emas
primer dapat ditambang secara tambang terbuka ( open pit ) maupun tambang bawah tanah (
underground minning ). Sementara cebakan emas sekunder umumnya ditambang secara
tambang terbuka.

Berdasarkan temperatur, tekanan dan kondisi geologi pada saat pembentukan


emas dapat dibagi menjadi 3 jenis :
a. Endapan Hipotermal
Endapan ini terbentuk pada temperatur ≈ 300°C - 600°C pada kedalaman > 12.000 meter.
Endapan ini merupakan endapan urat (vein) dan penggantian (replacement) yang terbentuk
pada temperatur dan tekanan tinggi. Pada endapan ini, biasa terdapat mineral logam yang
berupa bornit, kovelit, kalkosit, kalkopirit, pirit, tembaga, emas, wolfram, molibdenit, seng
dan perak. Mineral logam tersebut berasosiasi dengan mineral - mineral pengotor seperti
piroksen, amfibol, garnet, ilmenit, spekularit, turmalin, topaz, mika hijau dan mika cokelat
(Warmada, 2007).
b. Endapan Mesotermal
Endapan ini terbentuk pada suhu 200-4000C dan kedalaman bekisar 3.000 meter sampai
12.000 meter. Endapan ini terletak agak jauh dari tubuh intrusi, maka sumber panas yang
utama berasal dari fluida panas yang bergerak naik dari lokasi intrusi menuju lokasi
terbentuknya endapan ini. Fluida tersebut berasal dari meteorik water yang masuk menuju
lokasi intrusi dan mengalami pemanasan yang selanjutnya naik menuju lokasi endapan
mesotermal. Logam utama yang terdapat pada endapan ini antara lain emas, perak, tembaga,
seng dan timbal. Mineral bijih yang ditemukan berupa sulfida, arsenida, sulfantimonida, dan
sulfarsenida. Pirit, kalkopirit, sfalerit, galena, tetrahedrit, dan tentalit serta emas stabil
merupakan mineral bijih yang paling banyak ditemukan. Mineral pengotor yang dominan
adalah kuarsa namun selain itu juga dijumpai karbonat seperti kalsit, dolomit, ankerit dan
sedikit siderit, florit yang merupakan asosiasi penting
c. Endapan epitermal
Endapan ini terbentuk pada suhu 50°C - 250°C yang berada dekat permukaan bumi dan
terletak pada kedalaman paling jauh dari tubuh intrusi, dan terbentuk pada kedalaman 1 km .
Sumber panas yang utama pada endapan ini berasal dari fluida panas yang bergerak naik dari
lokasi intrusi menuju lokasi terbentuknya endapan ini. Dengan kata lain, fluida panas tersebut
telah melewati zona endapan mesotermal
Metode penambangan

Tambang rakyat

Tambang Tambang rakyat / tradisional merupakan kegiatan penambangan yang


dilakukan oleh rakyat setempat secara kecil-kecilan atau secara gotong-royong dengan alat-
alat sederhana untuk pencaharian sendiri. Pertambangan emas pertama kali dilakukan di
daerah alluvial, dengan metode pengolahan emas cara gravitasi atau cara amalgamasi dengan
air raksa. Sejak tahun 1860 kegiatan pertambangan bawah tanah dilakukan untuk endapan
primer dengan metode sianida. Perkembangan selanjutnya dengan menggunakan metode
flotasi yang dilakukan pada tahun 1930. Sementara pada tahun 1960 diterapkan metode heap
leaching untuk mengolah bijih emas dengan kadar rendah Ada beberapa metode
penambangan emas yang sering dilakukan secara tradisional, Antara lain :

1. Metode Panning
Gold panning atau pendulangan emas, merupakan metode penambangan emas yang sebagian
besar dilakukan oleh para penambang emas, dimana tempat penambangan ini biasanya bekas
dari penambangan besar. Dengan menggunakan sebuah alat pendulang emas ( wajan ), di
guncangkan kedalam air sungai, dan emas tersebut bercampur dengan pasir serta kerikil.
Emas yang memiliki berat jenis lebih besar daripada batu dan krikil, secara otomatis jatuh
kebagian dasar wajan.
Emas yang terdapat pada sungai, biasanya tersembunyi pada dasar aliran, dimana padatan
emas memungkinkan untuk berkonsentrasi. Jenis emas yang ditemukan di dasar sungai
disebut sebagai endapan plaser.
2. Tambang semprot ( hydraulicking )
Pada tambang semprot digunakan alat semprot ( monitor ) dan pompa untuk memberaikan
batuan dan selanjutnya lumpur hasil semprotan dialirkan atau dipompa ke instalasi
konsentrasi ( sluicebox / kasbok ). Cara ini banyak dilakukan pada pertambangan skala kecil
termasuk tambang rakyat dimana tersedia sumber air yang cukup, umumnya berlokasi di atau
dekat sungai.

Beberapa syarat yang menjadikan endapan emas aluvial dapat ditambang menggunakan
metode tambang semprot antara lain :
o Kondisi/jenis material memungkinkan terberaikan oleh semprotan air
o Ketersediaan air yang cukup
o Ketersediaan ruang untuk penempatan hasil cucian atau pemisahan bijih

3. Tambang Bawah Tanah


Kegiatan pertambangan emas bawah tanah adalah kegiatan pertambangan emas yang
dilakukan dengan cara masuk ke dalam lubang tanah. Kegiatan pertambangan emas bawah
tanah merupakan teknik yang paling terkenal dan sangat menguntungkan. Walaupun
pertambangan mineral lebih berharga namun hingga saat ini pertambangan emas lebih
banyak peminatnya. Peralatan pertambangan mekanisasi keselamatan tambang emas bawah
tanah yang canggih mempermudah kegiatan pertambangan emas bawah tanah yang lebih
aman dan lebih efisien bila dibandingkan dengan zaman dahulu. Gold Cyanidation adalah
proses pengolahan emas dengan sianida yang bermanfaat untuk mengetahui batuan yang
diprediksikan memiliki kandungan emas.
Tambang skala besar

Pertambangan berbasis skala besar ialah kegiatan pertambangan yang di operasikan


oleh perusahaan. Dalam pengoperasiaanya tambang ini tentunya lebih kompleks
dibandingkan tambang rakyat karena menggunakan teknologi modern, memproduksi dalam
jumlah besar, dan juga membutuhkan banyak karyawan dalam pengoperasiannya. Metode
penambangan yang digunakanpun biasanya lebih tersturktur dan mengacu kepada UU N0. 4
tahun 2009 Mengenai Pertambangan Mineral dan Batubara. Salah satu perusahaan emas yang
beroperasi di ialah PT Newmont Nusa Tenggara (PTNNT)

PT Newmont Nusa Tenggara (PTNNT) beroperasi berdasarkan jenis perizinan kontak


karya (Cow generation IV) yang ditandatangani pada tanggal 2 Desember 1986 dan mulai
produksi tanggal 1 Maret 2000. Luas Area kontrak awal PTNNT yaitu 1.127.134 Ha dan
baru beroperasi seluas 87.540 Ha. Produk hasil tambang ini berupa konsentrat tembaga,
emas, dan perak yang berlokasi di kabupaten Sumbawa dan Sumbawa barat yang salah satu
daerah operasional terletak di batu hijau.
Metode pertambangan NNT ini menggunakan metode tambang terbuka (open pit
mining) dengan menggunakan alat truk dan shovel, dengan bijih yang dilaporkan ke pabrik
semi-autogenous grinding and balls, yang diikuti dengan sirkuit flotasi. Produk jadi adalah
konsentrat tembaga-emas menebal, yang dikirim melalui pipa ke fasilitas penyimpanan di
pantai Indonesia.
Penambangan di Batu Hijau diawali dengan kegiatan pengeboran dan peledakan.
Akibat dari ledakan ini batuan akan terlepas dari tanah dengan rata-rata diameter 25 cm.
Kemudian batuan yang terlepad tadi akan dimuat kedalam truk dengan kapasitas 240 ton dan
diangkut menuju crusher (mesin penghancur). Di crusher, ukuran bijih batuan diperkecil
hingga berdiameter rata-rata kurang dari 15 cm. Pengelolahan Dari crusher, biji batuan
diangkut menuju konsentrator. Di konsentrator, mineral berharga dipisahkan dari batuan tak
bernilai melaui proses penggerusan dan flotasi. Biji batuan, setelah dicampur dengan air laut.
Kemudian digerus dengan menggunakan 2 penggerus yang disebut Semi Autogenous (SAG)
mill dan 4 ball mill. Setelah keluar dari ball mill partikel halus yang terkandung dalam bubur
bijih kemudian dipompa ke separangkat tangki siklon untuk pemisahan akhir partikel bijih.
Bubur bijih halus dari tangki siklon dialirkan ke sejumlah tangki untuk diambil kandungan
mineral berharganya. Tangki ini disebut sel flotasi. Dari sel flotasi, konsentrat dikirim ke
tangki penghilangan kadar garam. Di dalam tangki ini air laut dibuang dan konsentrat
dikentakan dengan cara mengalirkan air tawar secara berlawanan arah. Konsentrat kemudian
mengalir melalui pipa sepanjang 17,6 km menuju fasilitas filtrasi atau penyaringan di benete.
Konsentrat kemudian disaring guna membuang kandungan air dalam konsentrat sampai
dengan 91 % dengan menggunakan udara bertekanan. Setelah proses penyaringan, konsentrat
akan berupa bubuk atau pasir dan disimpan dalam gudang untuk menunggu pengapalan.
Konsentrat akhirnya dikapalkan ke sejumlah pabrik peleburan di gresik, jawa timur dan
berbagai penjuru dunia untuk menjalani pemisahan dan pengambilan logam berharga, yaitu
tembaga, emas, dan perak.

Pengolahan penambangan emas

Secara tradisional

Metode yang sering dilakukan untuk ekstraksi (pemisahan) dalam metode


penambangan emas secara tradisional ialah menggunakan metode sianida dan metode
amalgamasi (Lee,1994:386).

Proses sianida terdiri dari dua tahap penting, yaitu proses pelarutan dan proses
pemisahan emas dari larutannya. Pelarut yang biasa digunakan dalam proses sianidasi adalah
NaCN, KCN, Ca(CN)2, atau campuran ketiganya. Pelarut yang paling sederhana digunakan
adalah NaCN, karena mampu melarutkan emas lebih baik dari pelarut lainnya. Pada tahap
kedua yakni pemisahan logam emas dari larutannya, yang dilakukan dengan pengendapan
dengan menggunakan serbuk Zn (zinc precipitation). Penggunaan serbuk Zn merupakan
salah satu cara yang efektif untuk larutan yang mengandung konsentrasi emas kecil. Serbuk
Zn yang ditambahkan kedalam larutan akan mengendapkan logam emas dan perak
(Greenwood,1989:245).
Prinsip pengendapan ini berdasarkan deret Clenel, yang disusun berdasarkan
perbedaan urutan aktivitas elektrokimia dari logam-logam dalam larutan sianida yaitu Mg,
Al, Zn, Cu, Au, Ag, Hg, Pb, Fe, dan Pt. Setiap logam yang berada di sebelah kiri dari ikatan
kompleks sianida dapat mengendapkan logam. Jadi tidak hanya Zn yang dapat mendesak Au
dan Ag, tetapi juga Cu dan Al dapat dipakai. Karena harga logam Cu dan Al lebih mahal
sehingga untuk mengekstraksi Au digunakan logam Zn. Proses pengambilan emas-perak dari
larutan dengan menggunakan serbuk Zn disebut “Proses Merill Crowe” (Bertrand,1985:290).

Sedangkan amalgamasi adalah proses penyelaputan partikel emas oleh air raksa dan
membentuk amalgam (Au-Hg). Amalgam masih merupakan proses ekstraksi emas yang
paling sederhana dan murah. Amalgamasi merupakan proses yang paling efektif untuk
mengekstraksi bijih emas dengan kadar tinggi dan berukuran > 74 mikron dalam
mendapatkan emas murni yang bebas (free native gold). Proses amalgamasi merupakan
proses kimia fisika, apabila amalgamnya dipanaskan maka akan terurai menjadi air raksa dan
bullion emas. Amalgam dapat terurai dengan pemanasan di dalam sebuah retort, air raksa
akan menguap dan Au-Ag tetap tertinggal di dalam retort (Kurnia,2011:26).

Skala perusahaan
2.1 KOMINUSI

Kominusi adalah proses untuk mereduksi ukuran bijih dengan tujuan untuk
membebaskan logam berharga dari bijihnya dan atau memperluas permukaan bijih agar
dalam proses pelindian dapat berlangsung dengan cepat. Faktor-faktor yang mengendalikan
kominusi diantaranya sifat fisik dari bijih, seperti tingkat homogenitas, kekerasan, kandungan
air. Bijih yang heterogen, porous, dan brittle mudah dikecilkan. Sedangkan bijih yang
homogen, kompak dan liat sulit untuk dikecilkan. Agar partikel bijih dapat remuk harus ada
tekanan yang cukup besar dan melebihi kuat remuk bijih.
Usaha untuk meremukan bijih tergantung pada sifat material dan gaya yang dilakukan
terhadap partikel bijih. Terdapat 3 (tiga) cara/mekanisme meremuk partikel, yaitu :
l. Compression (Tekanan) yaitu peremukan yang dilakukan di antara dua permukaan di
mana kerja dilakukan pada salah satu atau kedua permukaan tersebut. Alat yang
menerapkan cara ini adalah jaw crusher, gryratory crusher, roll crusher. Partikel yang
dihasilkan berukuran besar.
2. Impact (Benturan) yaitu benturan suatu bijih dengan bijih lainnya atau dengan alat. Alat
yang menerapkan cara ini adalah hammer mill, impactor. Parikel remuk yang dihasilkan
bervariasi mulai dari berukuran besar sampai berukuran kecil.
3. Abrasion yaitu gesekan pada permukaan bijih. Partikel remuk yang dihasilkan ada dua
ukuran yaitu berukuran besar dan halus. Alat yang menerapkan cara ini adalah Ballmill,
Rod Mill.

Gambar 2.2 Mekanisme peremukan dan distribusi ukuran produk hasil peremukan.

Dalam proses kominusi, variable yang biasa di ukur adalah Derajat Liberasi (DL):

€ Butiran Logam Terbebas


DL = x lOO%
€ Butiran yang Mengandung Logam
Kominusi terdiri dari dua tahap yaitu crushing (peremukan) dan grinding (penggerusan).

2.1.1 Crushing

Crushing merupakan suatu proses peremukan ore (bijih) dari hasil penambangan melalui
perlakuan mekanis. Batuan dari tambang yang memiliki ukuran besar dijadikan lebih kecil
melalui mekanisme peremukan. Biasanya ada
2 tahap dalam proses peremukan yaitu primary crushing dan secondary crushing, namun hal itu
disesuaikan dengan kebutuhan parameter yang diinginkan.

2.1.1.1 Primary Crusher


Primary crusher adalah peremuk yang digunakan untuk mengecilkan ukuran bijih yang
datang dari tambang pada tahap pertama dan dioperasikan secara terbuka. Jenis-jenis primary
crusher adalah Jaw Crusher, Gyratory Crusher, Impact Crusher. Masing-masing alat mempunyai
kelebihan dan kekurangan.
Salah satu jenis Primary crusher yang paling banyak digunakan adalah Jaw Crusher,
mekanisme kerja Jaw Crusher adalah dua plat yang dapat membuka dan menutup seperti rahang.
Salah satu dari rahang diam, dan yang lainnya bergerak maju mundur. Jaw crusher meremuk
material dengan kompresi di dalam rongga remuk. Material yang masuk rongga remuk akan
segera mendapat kompresi oleh jaw yang bergerak kemudian material turun hingga mendapat
jepitan baru. Jaw Crusher termasuk dalam arrested crushing karena peremukan material hanya
disebabkan oleh kerja alat terhadap material, sedangkan peremukan yang disebabkan oleh kerja
alat juga materialnya yang saling meremuk disebut choke crushing. Choke crushing
menghasilkan material halus yang banyak dan bila tidak dikendalikan dapat merusak alat.
Jenis jaw crusher baik digunakan jika bijih dari ROM sifatnya keras dan kompak. Ukuran
dari partikel hasil peremukan tergantung pada pengaturan dari mulut pengeluaran (setting) yaitu
bukaan maksimum dari mulut. Setting terdiri dari bukaan maksimum (open setting) dan bukaan
minimum (closed setting). Ukuran maksimum yang dapat masuk alat adalah 85% dari gape
(lebar mulut alat) sedangkan produk peremukan umumnya berukuran lebih kecil dari 85%
ukuran bukaan maksium. Tipe jaw crusher terdiri dari Blake Crusher dan Dodge Crusher. Blake
Crusher dibedakan menjadi single toggle dan double toggle. Tipe-tipe jaw crusher dapat dilihat
pada lampiran 2.

Jenis primary crusher yang lain adalah Gyratory Crusher. Pada alat ini terdapat sebuah
sumbu tegak yang merupakan tempat dipasangnya alat peremuk yang disebut mantle atau head.
Sumbu tegak dipasang pada suatu bagian alat yang disebut spider. Sumbu tegak diputar secara
eksentrik dari bagian bawah yang menghasilkan suatu gerak gyratory. Mantle berada dalam shell
berbentuk kerucut yang membesar ke atas sehingga terbentuk rongga remuk antara shell dan
mantle. Mantle yang bergerak bersama sumbu tegak memberikan kompresi ke arah shell. Aksi
kompresi ini menyebabkan material yang berada dalam rongga remuk akan remuk. Pada ukuran
gape dan setting yang sama, gyratory crusher mampu meremuk material 2-3 kali dibandingkan
jaw crusher. Tipetipe gyratory crusher dapat dilihat pada lampiran 2 sedangkan sketsa gambar
dapat dilihat pada gambar 2.3.

Gambar 2.3 Gyratory Crusher

Seperti halnya jaw crusher, gyratory crusher juga merupakan arrested crusher, material
turun setelah mendapat kompresi. Gyratory Crusher meremuk material selama siklus putarannya
atau secara terus menerus, sedangkan pada jaw crusher hanya pada saat jaw bergerak maju.
Gyratory Crusher digunakan bila diperlukan alat yang berkapasitas besar. Gyratory Crusher jauh
lebih efisien dibandingkan dengan jaw crusher karena ia full time, sedangkan jaw crusher half
time dalam operasinya. Tetapi bila yang dipentingkan hanya gape maka lebih baik digunakan
jaw crusher.
Jenis lain dari primary crusher yaitu Impact Crusher. Material yang masuk ke dalam alat ini
akan mengalami impact yaitu pukulan berkecepatan tinggi terhadap material yang masuk
alat.untuk meremuk material yang masuk, digunakan suatu alat pemukul yang disebut hammer.
Hammer dipasang pada rotor yang bergerak dengan kecepatan tinggi. Bagian yang bergerak ini
memindahkan energi kinetic ke material yang diremuk, sehingga material itu akan terlempar dan
membentur plat bentur. Contoh impact cruher adalah hammer mill. Pada gambar 2.5
diperlihatkan bagaimana hammer bekerja. Di bagian bawah terdapat grate di mana partikel
masih dihancurkan dengan cara abrasion. Hammer mill umumnya digunakan untuk menghancur
material yang brittle, agak lunak dan tidak mengandung material sangat halus karena akan
menyebabkan lengket. Tipe- tipe impact cruher dapat dilihat pada lampiran 2 sedangkan sketsa
gambar dapat dilihat pada gambar 2.4.

Gambar 2.4 Hammer Mill

2.1.1.2 Secondary Crusher


Secondary Crusher merupakan alat untuk meremuk material yang telah diremukan oleh
primary crusher. Alat ini digunakan jika material yang telah diremukan oleh primary crusher
tidak lolos discreen. Ukuran material yang diremukan oleh alat ini umumnya berukuran kurang
lebih 2O cm. Salah satu contoh yang umum digunakan sebagai secondary crusher adalah type
cone crusher. Alat ini merupakan modifikasi dari gyratory crusher dan cara kerjanya sama.
Meskipun cone crusher merupakan modifikasi dari gyratory crusher, tetapi memiliki perbedaan
yaitu sumbu tegak cone crusher tidak dipasang pada spider tapi ditunjang di bawah kepala
remuk (mantle) atau cone. Perbedaan lain antara kedua alat tersebut yaitu pada settingnya.
Setting pada cone crusher diatur dengan menaik turunkan bowl, sedangkan pada gyratory crusher
dengan cara menaik turunkan sumbu tegak. Ukuran alat cone crusher dinyatakan dengan
diameter mulut tempat masuk umpan yang kira-kira sama dengan 2 kali gape. Sedangkan pada
gyratory crusher ukuran mulut dinyatakan dengan gape dikalikan diameter mantle. Ciri lain dari
cone crusher adalah bowl yang dapat bergerak ke arah luar bila ada material sangat keras yang
masuk ke dalam alat. Gambar 2.5 merupakan sketsa dari cone crusher dan bentuk linernya

Gambar 2.5 Cone Crusher dan linernya


Cone crusher dapat dibedakan menjadi standard cone crusher dan short head cone crusher.
Perbedaan dari kedua jenis ini terletak pada rongga remuk. Rongga remuk standard cone crusher
bertangga dan membesar ke arah umpan masuk. Sedangkan short head cone crusher memiliki
rongga remuk dan mulut yang lebih sempit, sehingga material yang dapat diremuk standard cone
crushe lebih besar dibandingkan dengan short head cone crusher. Jenis-jenis secondary crusher
yang lainnya dapat dilihat pada lampiran 2.

2.1.2 Grinding
Grinding atau penggerusan merupakan lanjutan dari crushing dan merupakan tahapan
akhir dari kominusi, yaitu untuk mendapatkan ukuran butiran yang sesuai sehingga pada tahap
selanjutnya bisa dilakukan pelindian.

2.1.2.1 Mekanisme Penggerusan


Pada tahap grinding partikel diperkecil ukurannya dengan kombinasi dari impact,
compression, abrasion, dan shear. Gaya-gaya ini mengubah bentuk partikel sampai melewati
batas tingkat elastisitasnya dan menyebabkan remuk. Penggerusan di dalam mill dipengaruhi
oleh ukuran, banyaknya, macam gerakan, dan rongga di antara media gerus. Berbeda dengan
peremukan (crushing) yang terjadi di antara dua permukaan, penggerusan (grinding) tergantung
pada peluang dari partikel untuk digerus.
Pada proses penggerusan sebagian besar energi kinetic dari muatan di dalam mill akan
diubah menjadi panas, dan suara sehingga hanya sebagian kecil energi yang digunakan untuk
mengecilkan ukuran. Penggerusan adalah proses kontinu di mana umpan yang masuk dalam laju
yang terkendali, tinggal sebentar di dalam mill kemudian keluar pada ujung lainnya.
Pengendalian ukuran produk diatur dengan memilih jenis media gerus, banyaknya putaran mill,
tipe sirkuit dan sifat bijih. Macam-macam bentuk feeder dapat dilihat pada gambar 2.6.

Drum-scoop ƒeeder drum ƒeeder chute ƒeeder

Gambar 2.6 Mill Feeder

2.1.2.2 Jenis-jenis Alat Gerus (Mill)


l. Alat gerus berupa silinder yang berputar pada sumbu horisontalnya yang disebut mill
dengan media gerus di dalamnya. Berdasarkan media gerusnya, alat gerus dapat dibedakan
menjadi :
a. Ball mill, (media gerusnya bola)
Ball mill dibedakan menurut cara mengeluarkan produknya (discharge). Bila produk
keluar dengan sendirinya disebut Overflow Mill, tetapi bila keluar melalui saringan yang
dipasang pada ujung pengeluaran produk disebut discharge mill. Pada tipe discharge mill produk
dapat keluar dengan bebas, permukaan material di dalam ball mill lebih rendah dibandingkan
dengan jenis overflow mill dan overgrinding minimum.
Gambar 2.7 Discharge Mill

b. Rod mill (media gerusnya berbentuk silinder)


Media gerus rod mill berupa batang silinder masif (pejal) yang panjangnya hampir sama
dengan panjang mill, dan disusun sejajar dalam mill. Diameter batang silinder itu antar 25 mm
dan l5O mm. Bila diinginkan produk yang kasar digunakan yang berukuran besar, sedangkan ila
diinginkan produk yang halus gunakan silinder yang diameternya kecil. Rod mill diklasifikasikan
berdasarkan cara mengeluarkan produknya. Terdapat tiga jenis rod mill yaitu Centre Peripeheral
Discharge Mill, End Peripeheral Discharge Mill, dan Overflow Mill. Pada jenis Centre
Peripeheral Discharge Mill, umpan dimasukkan pada kedua ujung mill dan produk keluar dari
bagian tengah shell. Penggerusan dapat dilakukan dengan cara kering atau basah dan produk
gerusan relatif kasar.

Gambar 2.8 Centre Peripeheral Discharge Mill

Pada End Peripeheral Discharge Mill, umpan masuk melalui salah satu ujung mill dan
produk keluar pada ujung lainnya melalui shell. Alat ini umumnya digunakan untuk penggerusan
cara kering.
Gambar 2.9 End Peripeheral Discharge Mill

Jenis yang paling banyak dipakai untuk penggerusan cara basah adalah Overflow Mill.
Pada alat ini umpan dimasukan melalui salah satu ujung mill dan produk keluar melalui ujung
lainnya.

Gambar 2.10 Overƒlow Mill

c. Pebble mill, jika media gerusnya batuan yang sangat keras.


d. Autogenous mill, jika media gerusnya bijih itu sendiri. Autogenous mill berkembang karena
dapat menghemat pemakaian media gerus.

2.2 PENGAYAKAN (SCREENING)


Pengayakan adalah pemisahan partikel-partikel secara mekanis berdasarkan ukuran, dan
hanya dapat dilakukan pada partikel yang relatif berukuran kasar. Pemisahan dilakukan di atas
ayakan berupa batang-batang sejajar (grizzly) atau plat berlubang atau anyaman kawat yang
dapat meloloskan material. Material yang tidak lolos atau tinggal di atas ayakan disebut oversize
atau material plus sedangkan yang lolos disebut material minus atau undersize.
Gambar 2. ll menunjukan hubungan antara laju pengumpanan dan efisiensi
pengayakan. Ada laju pengumpanan tertentu dimana efisiensinya maksimum.
Gambar 2.11 Stratiƒikasi dan pemisahan di atas ayakan

2.2 KLASIFIKASI
Klasifikasi adalah proses pemisahan antara ukuran partikel yang diinginkan dan yang
tidak diinginkan. Pemisahan ini biasanya dilakukan di dalam fluida (gas dan air). Tapi di industri
pengolahan bahan galian biasanya digunakan air. Alat untuk melakukan klasifikasi disebut
classifier. Secara lebih khusus fungsi classifier yaitu :
l. Mengeluarkan material yang ukurannya sudah memenuhi syarat sebagai overflow.
2. Mencegah terjadinya overgrinding (penggerusan yang berlebihan).
3. Mengembalikan material yang masih kasar untuk digerus kembali.
Classifier dapat dibedakan menjadi dua yaitu classifier yang memanfaatkan gaya gravitasi
dan classifier yang memanfaatkan gaya sentrifugal.
l. Classifier yang memanfaatkan gaya gravitasi disebut juga mechanical classifier. Bagian-bagian
penting dari mechanical classifier yaitu :
a. Kolam pengendapan yang berupa tanki berbentuk mangkok atau saluran.
b. Alat yang berfungsi untuk mengeluarkan produk underflow. Alat ini berbentuk rake (sikat) atau
spiral.
c. Rake atau spiral menarik produk endapan dari kolam pengendapan, sedangkan overflow akan
keluar melalui bibir overflow yang dapat diatur tingginya. Contohnya adalah thickener dan
spiral classifier.

2. Classifier yang memanfaatkan gaya sentrifugal contohnya adalah hydrocyclone. Gaya


sentrifugal berfungsi untuk mempercepat laju pengendapan.
Setiap partikel yang berada di dalam hydrocyclone akan mengalami dua gaya yang saling
berlawanan, yaitu gaya sentrifugal yang mengarah keluar dan gaya drag yang mengarah ke
dalam. Partikel besar akan mengalami gaya sentrifugal lebih besar dibandingkan dengan gaya
drag, terlempar ke arah dinding, mengikuti arus spiral mengarah ke bawah dan keluar melalui
lubang apex sebagai underflow. Sebaliknya, partikel kecil, gaya centrifugal tidak cukup untuk
mendorongnya ke arah luar bergerak di spiral dalam yang bergerak ke atas dan bergerak keluar
sebagai overflow.

Gambar 2.12 Hydrocyclone

2.3 PROSES EKSTRAKSI Au-Ag DARI BIJIHNYA


2.3.1 Metode Ekstraksi (Leaching)
Leaching adalah proses pelarutan selektif dimana hanya logam- logam tertentu yang
dapat larut. Pemilihan metode pelindian tergantung pada kandungan logam berharga dalam bijih
dan karakteristik bijih khususnya mudah tidaknya bijih dilindi oleh reagen kimia tertentu.
Secara
hidrometalurgi terdapat beberapa jenis leaching, yaitu :

l. Leaching in Place (In-situ Leaching)


Leaching yang dilakukan di tempat bijih ditemukan atau di tempat penyimpamnan bijih.
Pada metode ini tidak ada proses transportasi. Metode ini digunakan untuk bijih kadar rendah
atau bijih yang sebelumnya tidak masuk kategori layak olah. Waktu yang diperlukan untuk
melindi cukup lama. Leaching pada metode ini dilakukan 2 cara yaitu penyemprotan reagen
pelindi ke dalam endapan bijih (spraying technique) dan penginjeksian reagen ke pada endapan
bijih (injection technique). Spraying technique digunakan pada open pit mining yang bijihnya
terhampar di atas permukaan. Sedangkan injection technique digunakan pada underground
mining.
2. Heap Leaching
Dalam heap leaching terdapat proses preparasi dan pengangkutan ke tempat penumpukan
setelah diremuk, heap leaching cocok untuk bijih kadar rendah. Tempat penumpukan untuk
heap leaching adalah pada tanah dengan kemiringan tertentu dan alasnya dilapisi oleh lapisan
permeabel, misalnya : aspal, beton, atau plastik. Setelah material ditumpuk, reagen pelindi
disemprotkan dari puncak tumpukan sehingga larutan kaya dapat terkumpul dalam saluran-
saluran di ujung bagian bawah tumpukan.
3. Vat Leaching /Percolation Leaching
Penggunaan vat leaching terbatas pada leaching untuk material yang tidak biasa yaitu
material yang tidak bisa diproses dengan heap leching tetapi tidak memerlukan grinding untuk
pemisahan emasnya

4. Agitation Leaching
Cocok untuk bijih dengan kadar medium hingga tinggi. Dilakukan dalam tangki khusus
pelindian yang dilengkapi dengan agitator (pengaduk).

5. Autoclaving
a. pelindian pada temperatur dan tekanan tinggi
b. bijih kadar tinggi yang bersifat refraktori yaitu sulit dilarutkan pada kondisi normal
Dilakukan dalam suatu alat yang disebut autoclave
Proses autoclave pada umumnya dilakukan dalam dua kondisi :
a. tanpa udara
b. dengan udara
Ada beberapa reagen yang bisa digunakan untuk pelindian emas:
1. Thiosulfat (S2O3)2-
2. Thiourea (NH2.CS.NH2)
3. Sianida (NaCN), dan lain-lain

2.4 PROSES PENGAMBILAN EMAS DARI SENYAWA KOMPLEKS DALAM


LARUTAN
2.4.1 Presipitasi
Presipitasi adalah proses pengendapan logam-logam yang ada di dalam larutan dengan
menggunakan media pereduksi yang berupa padat, cair atau gas. Presipitasi yang menggunakan
media pereduksi berupa zat padat (logam) disebut sementasi, contohnya adalah presipitasi seng
dan alumunium. Presipitasi untuk emas diperkenalkan pertama kali secara komersial pada tahun
l89O.

2.4.1.1 Sementasi Seng


Presipitasi atau sedimentasi emas-perak dengan menggunakan seng diperkenalkan secara
komersial pada tahun l89O untuk mengolah larutan cyanide leach. Proses ini biasanya disebut
juga dengan presipitasi merrilll crowe, yang berhasil menaikan efisiensi recovery hingga 99,5 %
emas. Presipitasi seng digunakan sebagai alternatif dari proses elektrowinning. Reaksi yang
terjadi pada proses dari presipitasi seng adalah:
l. Reaksi anoda dalam larutan sianida : Zn2+ + 4CN- = Zn(CN)4]2-
2. Reaksi katoda dalam larutan sianida [Au(CN)2]- + e = Au + 2CN
Reaksi secara keseluruhan yaitu :
[Au(CN)2]- + Zn + 4CN- = Au + 2CN- + [Zn(CN)4]2- + 2e-

2.4.1.2 Sementasi Alumunium


Penggunaan alumunium untuk presipitasi emas dari larutan alkalin sianida diajukan dan
dipatenkan oleh Moldenhauer tahun l893. walaupun mempunyai beberapa kelebihan
dibandingkan presipitasi seng, tetapi penggunaan presipitasi alumunium belum banyak
digunakan karena presipitasi seng lebih ekonomis. Reaksi keseluruhan presipitasi emas yang
terjadi adalah :
3Au(CN)2- + Al + 4OH- = 3Au + 6CN- + AlO2- + 2H2O
Kondisi reaksi diatas harus dijaga pada pH di atas l2 untuk menghindari pasivasi permukaan
alumunium oleh pembentukan hidroxide layer.
Proses de-aerasi larutan sangat diperlukan selama proses presipitasi karena alumunium
sangat mudah teroksidasi. Selain itu, alumunium lebih sedikit terpengaruh oleh ion-ion yang
mengganggu seperti sulphide, arsenic, dan antimony, daripada seng.
2.4.2 Adsorpsi
Larutan emas hasil ekstraksi di serap oleh ekstraktan yang berupa karbon aktif atau ion exchange
resin sintetic. Ekstrakan yang memakai karbon aktif, prosesnya disebut Carbon In Leach (CIL).

2.5 ELUTION
Elution adalah proses desorbsi, yaitu pelepasan kembali [Au(CN)2]- dari karbon aktif
dengan cara pemutusan ikatan antara keduanya.

2.6 GEKKO SYSTEMS


2.6.1 Gravity Concentration
Gravity concentration telah digunakan selama berabad-abad untuk memisahkan mineral,
dengan banyak metode lama yang masih digunakan untuk saat ini. Dengan munculnya proses
flotasi selama abad terakhir, pentingnya gravitasi konsentrasi di "modern" pabrik pengolahan
mineral menyusut.
Baru-baru ini konsentrasi gravitasi dipilih lagi karena meningkatnya biaya bahan kimia
untuk flotasi, relatif lebih mudah dari proses gravitasi, dan kenyataan bahwa konsentrasi
gravitasi menciptakan lingkungan berkurang polusi secara signifikan. Karena pemisahan
gravitasi tidak memerlukan penggunaan bahan kimia, teknik ini menawarkan keuntungan yang
signifikan dari metode lain konsentrasi mineral dalam memenuhi persyaratan lingkungan. Dalam
banyak situasi sebagian besar mineral berharga setidaknya bisa menjadi pra-konsentrasi secara
efektif dari diterimanya sistem gravitasi secara ekonomis dan ramah lingkungan. Jumlah reagen
dan energi yang digunakan dapat berkurang ketika metode yang lebih mahal terbatas untuk
pengolahan konsentrasi gravitasi. Pemisahan mineral secara gravitasi pada ukuran lebih kasar,
segera setelah pembebasan tercapai, dapat membanggakan keuntungan yang signifikan untuk
tahap pengolahan akhir menurun karena luas permukaan, dewatering lebih efisien, dan tidak
adanya lapisan kimia yang dapat mengganggu proses lebih lanjut.

2.6.2 Inline Leach Reactor (ILR)


The Inline Leach Reactor telah dikembangkan oleh Gekko Systems untuk tujuan
mengoptimalkan recovery emas yang memiliki konsentrat. Saat upgradenya dalam menggunakan
tabel atau perangkat gravitasi lain yang padat karya, memiliki risiko keamanan yang signifikan
dan tingkat recovery yang sangat rendah.
ILR dirancang untuk beroperasi dalam hubungannya dengan Distribusi Control System
(DCS) atau sebagai unit yang berdiri sendiri dengan sedikit operator. Unit ini dirancang atas
dasar yang berbeda dengan sistem kontrol terpadu. Sehingga, tempat konstruksi minimal.
Dimensi ILR dirancang kecil untuk ditempatkan di posisi yang nyaman dekat dengan
pembuangan gravitasi konsentrat. Semua limbah padat dan cair produk bisa dipompa kembali ke
sirkuit penggiling atau dihilangkan jika ditemukan pengotor baja atau lainnya (nasties). Pregnant
solution dipompa ke gold room. sisa solution dari sel electrowining dikembalikan ke recirculated
umpan Reaktor.
Pergerakan dari gravitasi multi tahap tidak efisien sehingga perawatan konsentrat sudah
lambat. Sistem ini umumnya rumit dengan screening, konsentrat sekunder table tails dan
pemisahan magnetik untuk mencapai recovery yang tinggi. Setiap tahap dalam peningkatan
konsentrat juga meningkatkan potensi kerugian (entrained emas di kemaknitan, dll).

2.6.2.1 Teori Operasi


Konsentrat dari perangkat recovery utama memberikan informasi ke kerucut untuk proses
dewatering. Feed dapat bersifat kontinyu atau batch. Sistem feed akan terus ke reaktor pada
tingkat lebih rendah daripada tingkat feed maksimum yang disarankan. Underflow dari cone
menginformasikan ke umpan reaktor sementara overflow dari cone dikembalikan ke sirkuit.
Leach Inline Reaktor yang bekerja pada prinsip botol roll laboratorium untuk menjaga
solid dalam kontak dengan larutan. Drum horizontal yang berputar dengan kecepatan rendah
dengan satu rangkaian design spesial yang dirancang khusus dan sistem aerasi maksimal untuk
kinerja leach. Waktu tinggal diperkirakan di laboratorium dan dikendalikan oleh volume
Reaktor. Barren solid dicuci dan dilepas dari rangkaian melalui dewatering cone dan dewatering
screen. Laporan umpan solid ke sump discharge solid reaktor dikosongkan untuk dicuci lebih
lanjut jika diperlukan.
Larutan pregnant dipompa ke Solids SettlingVessel (SSV), sisa slimes mengendap di
bawah dan retikular ke solid dischagre sump. Pregnant solution dipompa ke electrowining Au sel
untuk recovery. Sisa solution dari discharge electrowining dikembalikan ke reaktor feed. tangki
ini memiliki overflow permanen yang akan melaksanakan kelebihan larutan ke solid
dischagre sump yang akan kembali ke sirkuit mill. Tingkat laju aliran eluate dari kontrol SSV
diresirkulasi larutan dalam sistem.

2.6.2.2 Penambahan Reagen


Reagen ditambahkan ke umpan Reaktor melalui sebuah dosing pump. Grade solution
yang dianjurkan di sekitar 2% sianida pada pH l3,5. Leach accelerant (seperti ProLeach) sekitar
O,5% mungkin juga akan ditambahkan jika diperlukan.
Kadar oksigen terlarut tinggi (+2O ppm dissolved Oxygen) dalam menghabiskan eluate,
yang menginformasikan ke umpan reaktor, dihasilkan dengan menggunakan sel electrowining
berjalan dengan solusi ambient. Leach meningkatkan secara signifikan dan memungkinkan
partikel besar akan kehabisan dengan waktu retensi sangat rendah.

2.6.2.3 ILR Batch


Konsentrat dari perangkat recovery utama menginformasikan ke feed cone untuk de-
watering, dengan air yang mengalir dan kembali ke sirkuit pabrik. solid disimpan dalam feed
cone sampai dimulainya setiap siklus leach. ILR Batch bekerja pada prinsip botol roll
laboratorium untuk menjaga kontak solid dengan larutan. Drum horizontal yang berputar dengan
kecepatan rendah dengan satu set baffle yang dirancang khusus dan sistem aerasi maksimal
kinerja leach. Waktu tinggal diperkirakan di laboratorium dan dikendalikan oleh leach siklus
waktu. Selama solusi pencucian terus recirculated melalui padatan dari tangki penyimpanan
solusi untuk menjamin pasokan baru reagen, termasuk oksigen, selalu tersedia untuk leaching.
Pada akhir siklus leach, pregnant solution dipisahkan kemudian dipompa ke rangkaian
electrowinning. Barren solid dikosongkan dengan membalik drum rotasi dan dipompa ke
rangkaian mill. Pregnant solution dipompa ke sirkuit electrowinning yang terdapat sel
electrowinning atau dicampur dengan solusi elution utama. Barren solutin dari electrowinning ini
kemudian dipompa ke rangkaian CIL (opsional ke ILR) untuk menggunakan kembali sisa
sianida.
Gambar 2.21. ILR Batch

2.6.2.4 ILR Continous


ILR Continous dirancang untuk menerima dilute, bermutu tinggi konsentrat emas dalam
rangka untuk recovery emas dalam larutan. Emas direcovery dari solution dengan cara teknologi
electrowinning. Feed slurry menghubungkan ke feed cone kemudian di de-watering. Cone
mengambil padatan dan overflow ke tailing sump ILR. Feed cone dikontrol dengan
menggunakan load sel dan pinch valve digabungkan dalam satu PID timer loop. Load Sel
mengukur beban di cone. Padatan diperbolehkan untuk membentuk bed di cone sampai bed
mencapai waktu yang telah ditetapkan ketika timer controller memungkinkan sirkuit untuk
membuka dan menutup katup feed.
Umpan yang menebal menginformasikan ke reaktor drum feed. Fresh reagen dan barren
solusi yang kembali dari rangkaian electrowinning ditambahkan pada feed. Drum berputar di
sekitar sumbu horizontal. Drum diputar cukup cepat untuk memastikan fersh solution dicampur
dengan solid. Drum inlet dan outlet ditetapkan untuk menciptakan sudut rendah dan waktu
tinggal di drum. Benda padat yang teraduk hanya cukup untuk menjaga massa bergerak dari feed
ke stopkontak. Satu set baffle internal memungkinkan pergerakan umpan padat melalui drum
tetapi menghambat arus pendek dan membantu untuk menahan partikel emas yang sangat kasar
kembali. Massa padatan disimpan dalam drum untuk menentukan waktu tinggal. Solution yang
pada tingkat yang terkendali. Tingkat solution dan padatan berbeda satu sama lain. Hal ini
mungkin setara dengan densitas pelindian yang rendah akan dicapai. Pelindian densitas rendah
memungkinkan kelebihan fresh reagen yang akan ditambahkan melalui padatan.
Solid dan solution reaktor drum dan akan ke pregnant solution sump. Sump ini dibagi
menjadi tiga bagian yang saling berhubungan. Bagian pertama memungkinkan padat dan solusi
dari tail reaktor untuk menginformasikan ke pompa recirculation feed solid. Pompa ini
mentransfer semua feed solid untuk menyelesaikan tailling cone. Padatan mengendap di dasar
cone dan mengental. Padatan ini ke inline dewatering screen. Padatan ter dewatered > 83% b / b
dan dijatuhkan dari ujung screen ke tailings discharge sump. Setiap underflow padat dari
dewateringscreen dikembalikan ke dua bagian pertama dari pregnant solution sump.
Overflow dari tailing cone menghubungkan ke bagian kedua pregnant solution sump.
Bagian ketiga dari pregnant solution sump menggabungkan satu set lapisan tipis, yang
menyelesaikan mengentalkan larutan. Overflow dari lapisan tipis manginformasikan ke pregnant
solution pompa, yang akan memompa solution ke tangki pengendapan. Tangki pengendap adalah
perangkap untuk memastikan feed padat minimal mencapai electrowinning sel. Flocculent
digunakan untuk meningkatkan kinerja pengendapan jika diperlukan.
Gambar 2.22. ILR Continous

2.6.3 Mag Screen


The Gekko Mag-Screen adalah produk berkualitas tinggi yang menggabungkan magnet
dan layar di dua dalam satu unit, mengakibatkan kepala rendah tinggi, solusi hemat biaya untuk
persiapan pakan. Unit ini secara khusus dirancang untuk meningkatkan gravitasi pemisahan akhir
oleh mengklasifikasikan feed dan menghapus kemaknitan dalam satu langkah. Suatu penelitian
telah menunjukkan manfaat yang signifikan yang terkait dengan recovery mengeluarkan logam
berat sebelum pemisahan gravitasi.
The Gekko Mag-Screen hampir seluruhnya terbuat bukan dari bahan stainless steel,
memiliki konsumsi air nol dan menawarkan tapered bolak-balik yang unik dirancang untuk
meminimalkan magnet emas entrainment dan menyediakan pemulihan kemaknitan terbersih.
Fitur komponen layar rotasi layar otomatis titik potong yang memungkinkan lebih halus dan
operasi non blinding.
Gambar.2.23 The Gekko Mag-Screen

2.6.3.1 Teori Operasi


Mag-Screen yang menggabungkan bertenaga tinggi tetap basah drum pemisah magnetik
dengan saringan lengkung otomatis. Saringan lengkung adalah saringan kapasitas tinggi yang
mampu mengklasifikasi feed padat ke ukuran kecil. Unit ini telah dirancang khusus untuk
aplikasi dalam setiap sirkuit di mana produk kemaknitan dan kasar digabungkan dalam satu
aliran (seperti cyclone penggilingan underflow dalam rangkaian). Mag-Screen yang
menghasilkan tiga produk yang bisa semua akan tetap terpisah.
Feed mengalir ke distributor di bagian atas magnet, yang menyebar di lebar drum. Feed
mengalir ke atas drum dan diarahkan ke satu daerah dari drum. Unsur magnetik adalah tetap di
dalam drum dan diadakan statis sementara drum berputar di sekeliling magnet. Magnet tetap
dibuat sedemikian rupa untuk memiliki daya maksimum (Gauss) di mana mengaalir langsung
ke drum (bagian pemulihan). Hal ini segera memastikan kemaknitan yang melekat pada drum
dalam film tipis situasi di mana ketebalan bed terbatas dan hambatan pada partikel magnetis
diminimalkan. Setelah partikel tetap untuk drum ada kemungkinan bahwa non-material magnet
dapat entrained di fraksi magnet. Magnet dirancang dengan bagian lain di bawah bagian
pemulihan, di mana polaritas medan magnet swap 4 kali untuk "film". Bahan-bahan di atas dan
melepaskan non-magnet dari permukaan drum sementara mempertahankan magnet.
Screen unit dengan kapasitas yang tinggi dan dibuat lengkung mampu mengolah beban
sangat tinggi untuk setiap luas screen dengan padatan feed yang tinggi (hingga 8O% padatan).
Panel screen dapat dibuat dari kawat wedge, poly atau karet. Unit screen secara otomatis untuk
merotasi screen secara teratur. Hal ini pada gilirannya mengurangi blinding dan memaksimalkan
umur screen. Materi yang telah lolos drum magnetik mengalir ke layar pada kecepatan relatif
tinggi sejalan dengan praktek terbaik dalam teknologi saringan lengkung.
Menggabungkan feed screen dengan mekanisme yang pengalihan feed ke fraksi kasar
untuk dicuci. Selanjutnya unit menutup ke bawah dan sepasang rams pneumatik membuka panel
belakang screen yang mendorong frame. Frame screen kemudian diputar yang kemudian
dibalikkan arah aliran pada panel screen. Untuk menghilangkan, dan mengubah panel belakang
screen hanya dibuka secara otomatis, sedangkan dalam modus pemeliharaan, dan screen
dihilangkan oleh mengubah 4 wedges. Screen yang baru dipasang dan menekan tombol start
untuk unit untuk kembali ke operasi. Unit ini juga dilengkapi dengan sistem lockout keselamatan
lengkap sewaktu di modus pemeliharaan.

2.8 ELECTROWINING
Elektrowinning adalah proses penangkapan logam-logam yang ada dalam air kaya dengan
prinsip elektrolisa (reaksi reduksi-oksidasi).

Dalam mempelajari elektrowining maka yang perlu diketahui adalah prinsip elektrokimia
(reduksi dan oksidasi/Redoks). Reduksi adalah menurunkan bilangan oksida (Biloks) dari logam
dengan menambahkan elektron. Sedangkan oksidasi adalah proses sebaliknya yaitu
meningkatkan bilangan oksidasi dari logam atau unsur lain akibat kehilangan elektron.
Dalam proses elektrowining, kedua reaksi tersebut akan terjadi bersamaan. Reaksi reduksi
akan terjadi di katoda dan reaksi oksidasi akan terjadi di Anoda. Jika pH rendah maka H+ bisa
bereaksi dengan CN- membentuk gas HCN, gas ini sangat berbahaya serta bersifat korosif
sehingga harus dihindari proses dengan pH rendah. Jika proses pada pH tinggi, maka sebagian
akan dioksidasi menjadi CNO- namun kemungkinan besar NaCN stabil dalam larutan sehingga
yang dioksidasi adalah air.

2.9 SMELTING
Peleburan bertujuan untuk mengambil logam Au-Ag dari cake dengan cara memisahkan
logam berharga dengan slagnya pada suhu tinggi (titik leburnya) dengan bantuan penambahan
flux. Fungsi flux adalah untuk mengikat slag agar terpisah dengan baik dari logam berharganya,
di samping itu juga bisa menurunkan titik lebur.

2.10 PENGOLAHAN LIMBAH


Pengelolaan limbah adalah salah satu tugas utama dalam industri pertambangan dan
pengolahan mineral. Pada awalnya pembuangan tailing dilakukan di sekitar danau atau sungai.
Namun seiring dengan kebutuhan untuk meminimalisir dampak negatif terhadap lingkungan dan
masyarakat sekitar, maka metode-metode pengelolaan tailing semakin berkembang. Secara garis
besar terdapat dua metode perusakan zat-zat buangan berbahaya, terutama sianida, yaitu metode
fisika dan metode kimia.

2.10.1 Metode Fisika


Perusakan zat-zat berbahaya dengan metode fisika biasanya menggunakan faktor alami.
pembangunan tailing dam menjadi pilihan utama sebagai tempat pembuangan akhir tailing, yaitu
bijih yang sudah diambil emasnya. Selain itu, tailing dam juga berfungsi sebagai tempat
perusakan zat-zat berbahaya buangan dari proses. Jika prosesnya menggunakan proses leaching
dengan sianida, maka zat berbahaya yang dirusak di tailing dam adalah sianida. Perusakan di
tailing dam merupakan perusakan dengan metode fisika dalam waktu yang cukup lama. Faktor
alami yang digunakan pada metode fisika adalah :
a. pengenceran dari air sekitar, misalnya air hujan
b. perubahan temperatur
c. perubahan keasaman (pH) larutan
d. perubahan tekanan
e. tiupan angin, dll

2.10.2 Metode Kimia


Proses perusakan sianida dengan metode kimia dilakukan dengan menambahkan bahan
kimia. Terdapat beberapa metode kimia yang digunakan untuk proses perusakan sianida, yaitu :
a. Metode Degussa atau proses Hidrogen Peroksida – Copper Sulfat
b. Metode Inco atau proses Sulfur dioksida dan udara proses
c. Metode Carro-Acid
d. Metode Ferro sulfat
e. Proses Alkaline Clorination

2.10.2.1 Metode Degussa atau proses Hidrogen Peroksida – Copper Sulfat


Reaksi-reaksi yang terjadi pada metode ini adalah
CN- + H2O2 = CNO- + H2O

CNO- + 2H2O = NH4- + CO32-


Proses degussa kurang begitu efektif untuk mengurai senyawa thiosianate (SCN-), CNwad dan
sianide kuat (CNsad) seperti ferrocyanide. Hanya sebagian kecil Cnwad terurasi menjadi cyanate
dan sebagian ion logam akan terendapkan sebagai senyawa logam hydroksida.

2.10.2.2 Metode INCO atau proses Sulfur dioksida dan udara proses
Proses INCO banyak digunakan untuk merusak limbah cyanide sebelum dibuang ke lingkungan
(perusakan langsung). Bahan kimia yng dipakai adalah sodium metabisulphide (Na2S2O5), udara
bertekanan dan ion copper (Cu2+) dipakai sebagai sumber katalis untuk mempercepat reaksi.
Reaksi yang terjadi :
CN- + SO2 + O2 + H2O = CNO- + H2SO4
Proses INCO relatif lebih efektif untuk mengolah cyanide bebas dan cyanide wad pada
konsentrasi yang cukup tinggi.
2.10.2.3 Metode Carro-Acid
Metode ini merupakan penyempurnaan dari metode degussa, dimana pada metode ini digunakan
hydrogen peroxide (H2O2) dan asam sulfat (H2SO4) sebagai pengganti CuSO4.5H2O. Reaksi
dapat mengubah
senyawa cyanide bebas CNf membentuk cyanate (SCN-). Reaksi yang
terjadi yaitu :
CN- + H2O2 = CNO- + H2O

2.10.2.4 Metode Ferro sulfat


Metode ini relatif bisa dipakai untuk mereduksi cyanide bebas (CNf) dan kurang efektif untuk
mengubah CNwad, thyocyanat, atau CNsad. CNf akan dibentuk menjadi senyawa cyanate
(CNO-) kompleks yang relatif stabil. Reaksi yang terjadi cukup singkat sehingga reagen ferrous
sulphate dapat langsung dimasukan ke dalam sum untuk dipompa ke tailing dam.

2.10.2.5 Metode Alkaline Clorination


Proses ini menggunakan NaClO4 untuk merusak limbah cyanide bebas (CNf), thiosianate (SCN-),
dan senyawa Cnwad, reaksi yang terjadi :
CN- + H2O + ClO- = CNCl(g) + 2 OH-

CN- + Cl2 = CNCl(g) + Cl- + 2 OH-

SCN- dan ion logam akan membentuk senyawa cyanate dan metalhydroxide yang relatif stabil.
Reaksi yang terjadi relatif cepat, sehingga penambahan bahan kimia dapat diinjeksikan ke dalam
sump sebelum dipompa ke tailing dam.
BAB III

DAMPAK DAN SOLUSI

3.1 Identifikasi dampak Lingkungan kegiatan pertambangan.

Adapun kegiatan pertambangan emas yang menghasilkan dampak lingkungan yaitu :

1. Eksplorasi/Pra Konstruksi
a. Kegiatan Maping
b. Kegiatan Pemboran
2. Konstruksi
a. Pembuatan jalan
b. Pembukaan lahan/land clearing
c. Pembangunan, kantor, workshop, pabrik, dan lain-lain
3. Penambangan/Produksi
a. Pengalian dan pemuatan
b. Pengangkutan
c. Pemboran lubang ledak dan peledakan
4. Pengolahan
3.2 Dampak Lingkungan
3.2.1 Kegiatan Eksplorasi
Kegiatan eksplorasi tidak termasuk kedalam kajian studi AMDAL karena merupakan
rangkaian kegiatan survey dan studi pendahuluan yang dilakukan sebelum berbagai
kajian kelayakan dilakukan. Yang termasuk sebagai kegiatan ini adalah pengamatan
melalui udara, survey geofisika, studi sedimen di aliran sungai dan studi geokimia yang
lain, pembangunan jalan akses, pembukaan lahan untuk lokasi test pengeboran,
pembuatan landasan pengeboran dan pembangunan anjungan pengeboran.
3.2.1.1 Air

Dampak lingkungan pada air yaitu berasal dari hasil pemakaian air yang digunakan untuk
pemboran eksplorasi yang airnya disedot dari penampungan air sementara berupa sumur
yang dibawa masuk kedalam lubang bor untuk memudahkan dalam kegiatan pemboran
dan air tersebut untuk batuan yang dibawa naik keatas menuju permukaan lewat
transportasi air tersebut yang mana membawa material tanah (cutting) yang bisa
mengandung mineral-mineral tertentu pada batuan tersebut tapi tidak terlalu berpengaruh
secara signifikan pada badan air.

3.2.1.2 Udara

Pada kegiatan eksplorasi terjadinya asap pembakaran dari aktivitas eksplorasi seperti di
mesin bor eksplorasi secara umum tidak terlalu signifikan terhadap lingkungan dan
kepada para pekerja karena secara kuantitas dan kualitas asap tidak lebih berbahaya dari
pada asap dari pabrik pengolahan.

3.2.1.3 Kebisingan

Pada mesin bor eksplorasi menghasilkan suara yang keras/nyaring yang mana sedikit
menganggu pendengaran bagi para pekerja dan binatang yang disekitar.

3.2.1.4 Tanah dan Lahan

Pada kegiatan eksplorasi terjadi pembukaan lahan untuk kegiatan pemboran yang mana
secara umum luas dari bukaan lahan untuk eksplorasi yang mana > 1 ha pada setiap 1
lubang bor eksplorasi. Di sekitar lubang pemboran ekplorasi harus melakukan
penebangan pohon-pohon sekitarnya agak tidak terjadi pohon tumbang yang mana akan
menimpa para pekerjanya dan memudahkan aktivitas ruang gerak dalam bekerja.

Terjadi bekas-bekas lubang dari lubang pemboran eksplorasi dan sumur sementara buatan
kegiataan eksplorasi yang mana sumur tersebut untuk membantu untuk memudahkan
pemboran eksplorasi yang mana air tersebut dimasukkan kedalam lubang dan
menghasilkan cutting pemboran. Dan pemboran eksplorasi pada tambang emas biasa nya
terdapat hasil cutting bisa terindentifikasi banyak mineral yang terkandung pada cutting
tersebut.

3.2.1.5 Limbah B3 dan Non B3

Kegiatan eksplorasi bisa juga menghasilkan limbah B3 dan Limbah non B3, yang mana
B3 yaitu oli/pelumas mesin bor. Secara jumlah limbah B3 tidak terlalu di kegiatan
eksplorasi tidak lebih besar dari limbah B3 saat konstruksi, penambangan, dan
pengolahan.

Untuk limbah non B3 juga terjadi yaitu sampah plastik, kertas, dll yang mana umum
terdapat di kegiataan eksplorasi. Para pekerja membuang sampah-sampah tersebut tempat
pembuangan sementara yang mana belum bisa dimanfaatkan dan diolah.

3.2.2 Kegiatan Kontruksi


3.2.2.1 Kontruksi pada Tambang Terbuka
3.2.2.1.1 Air

Dengan pembukaan lahan dengan skala besar-besaran besar terjadi terdedahnya batuan
yang berbahaya dan mengalami kontak dengan air sehingga terjadi pencemaran pada air
dan mengalir ke badan sungai yang mana bisa terjadi air asam tambang atau hal
berbahaya lainnya.

3.2.2.1.2 Tanah dan Lahan

Dampak yang terjadi pada kegiatan kontruksi secara umum yaitu kegiatan land clearing
untuk pembangungan kantor, pabrik, workshop, mess karyawan, jalan tambang persiapan
pertambangan dan lain-lain yang mana mengakibatkan pembukaan lahan besar-besar
yang mana sesuai kebutuhan. Dari pembukaan lahan maka terjadi penebangan pohon-
pohon dan menghilangnya/berpindah binatang dari sekitar konstruksi.

Pada kegiatan land clearing bisa terjadi terdedahkannya batuan yang mengandung
mineral sulfida sehingga terjadi oksidasi langsung dan berinteraksi dengan air hujan yang
mana bisa terjadi akan air asam tambang (AAT). Dengan kegiatan land clearing bisa
terjadi juga erosi lahan yang mana akibat tanaman yang di atasnya tidak ada yang sebagai
penguat tanah. Dengan erosi lahan berakibat rawan akan longsong dan terbawanya
material yang berbahaya oleh yang di bawa air.

Dengan kegiatan land clearing yang mana hilangnya pohon-pohon/tanaman, tanaman itu
juga berfungsi sebagai penyerap air hujan dan memperlambat pergerakan air
dipermukaan. Jika tidak ada pohon-pohon/tanaman tersebut dan ada curah hujan yang
tinggi bisa mengakibatkan banjir dan longsor.
3.2.2.1.3 Kebisingan

Pada kegiatan tahap kontruksi banyaknya aktivitas lebih banyak dari pada kegiatan
eksplorasi sebelumnya yaitu adanya alat berat sejenis dozer, excavator, truk, dll. Dengan
adanya hal tersebut maka akan menimbulkan kebisingan suara yang dihasilkan oleh alat
berat tersebut yang mana menganggu pekerja.

3.2.2.1.4 Udara dan Debu

Dengan adanya alat berat untuk kegiatan kontruksi penambangan maka pada knalpot alat
berat itu menghasilkan gas berbahaya yaitu gas carbon. Dan akibat akibat aktivitas alat-
alat tersebut bisa menghasilkan debu-debu yang berbahaya jika terisap/terhirup oleh
pekerja.

3.2.2.1.5 Limbah B3 dan Non B3

Limbah B3 dan non B3 pada kegiatan kontruksi lebih banyak dari yang dihasilkan dari
pada kegiatan eksplorasi yang mana kebutuhan manusia dan kebutuhan alat lebih banyak
dan lebih besar dari pada kegiataan eksplorasi. Pada kegiataan konstruksi banyaknya alat
berat seperti dozer, excavator, dump truck dan lain-lain dibandingkan pada kegiatan
eksplorasi hanya adanya alat bor-bor atau alat dozer untuk membantu kegiataan
eksplorasi dalam membuka jalan. Sehingga limbah B3 dan non B3 pasti ada karena
adanya aktivitas yang lebih banyak akibat intensitas kerjaannya lebih banyak juga.
Limbah B3 yaitu secara umum seperti pelumas dan oli dari alat-alat berat tersebut dan
untuk non B3 seperti sampah kertas, plastik, dan lain-lain.

3.2.2.2 Kontruksi pada Tambang Bawah Tanah

Pada kegiatan konstruksi pada area metode penambangan bawah tanah hampir sama juga
dengan penambangan di tambang terbuka yang mana harus melakukan pembangunan
dipermukaan seperti buat jalan, kantor, pabrik dan lain-lain. Tapi membedakan setelah
aktivitas penambangan yang dilakukan di bawah permukaan tanah/tambang bawah tanah.
Sehingga untuk menuju area bijih yang yang diinginkan dan mempunyai nilai ekonomis
maka dilakukan pengalian buat jalan masuk menuju area/front untuk di tambang yaitu
berupa shaft/adit (jalan tambang masuk alat dan pekerja)
3.2.2.2.1 Air

Dengan pembukaan lahan dipermukaan untuk pembangunan jalan, kantor, pabrik,


workshop dan lain-lain, membuat terjadi terdedahnya batuan yang berbahaya dan
mengalami kontak dengan air sehingga terjadi pencemaran pada air dan mengalir ke
badan sungai yang mana bisa terjadi air asam tambang atau hal berbahaya lainnya. Untuk
pembuatan jalan masuk TBT menuju vein maka menyebabkan air pemukaan masuk ke
area jalan masuk dan air dalam tanah merembes di area terowongan yang mana bisa
terkontaminasi dengan batuan sekitarnya. Jika batuan sekitar mempunyai kandungan
mineral berbahaya seperti kandungan sulfur maka bisa terjadi AAT. Air di area jalan
masuk tambang menuju vein juga harus di sedot dan di pompa karena menganggu
aktivitas pekerja dan alat buat keluar masuk.

3.2.2.2.2 Tanah dan Lahan


Adanya aktivitas land clearing di permukaan tanah untuk pembuatan jalan dan
pembangunan pabrik, kantor, workshop dan lain-lain. Dan pada shaft tambang untuk
menuju front bijih/vein dilakukan pengalian yang mana merupakan langkah konstruksi
tahap awal menuju front penambangan/vein. Dampak yang terjadi yaitu untuk permukaan
hampir sama dengan dampak yang terjadi di kegiatan konstruksi tambang terbuka. Untuk
konstruksi tambang tanah kita harus melakukan identifikasi batuan agar mengetahui
setiap mineral batuan yang ada sehingga diketahui apakah batuan tersebut ada kandung
mineral berbahaya atau tidak (PAF/NAF) untuk ditempatkan pada tempatnya berupa
disposal.
3.2.2.2.3 Udara dan debu

Untuk udara lebih diprioritaskan pada kegiatan konstruksi tambang bawah tanah yang
melakukan pengalian shaft/adit menuju front penambangan/vein. Pada pengalian tersebut
maka akan menghasilkan debu-debu dari partikel kecil tanah dan adanya gas berbahaya
dan beracun yang keluar dari mesin-mesin atau batuan itu sendiri.

3.2.2.2.4 Kebisingan

Dengan adanya bertambahnya kebutuhan alat-alat berat untuk proses konstruksi terutama
pada area tambang bawah tanah (TBT) sehingga di dalam TBT merupakan area yang
tertutup sehingga suara yang akan dihasilkan akan mengalami gema/getaran sehingga
menghasilkan volume kebisingan tinggi apalagi yang dihasilkan oleh alat-alat berat untuk
membuat jalan tambang menuju vein.

3.2.2.2.5 Limbah B3 dan Non B3

Limbah B3 dan non B3 pada kegiatan kontruksi lebih banyak dari yang dihasilkan dari
pada kegiatan eksplorasi yang mana kebutuhan manusia dan kebutuhan alat lebih banyak
dan lebih besar dari pada kegiataan eksplorasi. Pada kegiataan konstruksi banyaknya alat
berat dibandingkan pada kegiatan eksplorasi Sehingga limbah B3 dan non B3 pasti ada
karena adanya aktivitas yang lebih banyak akibat intensitas kerjaannya lebih banyak juga.
Limbah B3 yaitu secara umum seperti pelumas dan oli dari alat-alat berat tersebut dan
untuk non B3 seperti sampah kertas, plastik, dan lain-lain.

3.2.3 Kegiatan Produksi


3.2.3.1 Kegiatan Produksi pada Tambang Bawah Tanah
3.2.3.1.1 Air

Secara umum air yang termasuk pada area pertambangan yaitu air yang berada di aliran
groundwater yang merembes ke aliran terowongan. Dan juga air yang permukaan yang
merembes kedalam terowongan melalui proses infiltrasi. Secara umum jarang terjadi
akibat hal tersebut, jika itu terjadi maka dilakukan proses pemompaan adir di terowongan
menuju permukaan. Tapi secara umum air tersebut tidak bisa langsung dibuang ke
sumber air tapi ditaruh ke tempat penampungan air sementara. Hal itu dilakukan untuk
dilakukan identifikasi air sebelumnya agar mengetahui apakah air tersebut mengalami
kontaminasi akibat batuan sekitar terowongan atau tidak yang bisa jadi mengandung
logam berbahaya dan air asam tambang.

3.2.3.1.2 Tanah dan Lahan

Dampak lingkungan untuk tanah dan lahan untuk kegiatan TBT jarang terjadi
dikarenakan secara umum tanah yang diambil dan dikejar merupakan vein yang
mempunyai nilai ekonomis dan untuk lahan secara umum dilakukan dibawah permukaan
sehingga dipermukaan tidak terganggu kecuali terjadi masalah pada penyanggan
sehingga berpengaruh di atas permukaan mengalami penurunan permukaan tanah atau
longsor.

3.2.3.1.3 Kebisingan

Adanya aktivitas pada kegiatan penambangan di TBT sehingga terjadi kebisingan suara
yang dhasilkan oleh alat berat dan aktivitas peledakan yang mengema di area
terowongan.

3.2.3.1.4 Getaran

Getaran secara umum terjadi akibat getaran pemboran dan yang lebih besar pada
peledakan di TBT sehingga menghasilkan dampak yang sangat berbahaya yang bisa
menyebabkan runtuhan batuan pada terowongan.

3.2.3.1.5 Udara dan Debu

Pada penambangan TBT sangatlah penting akan udara segar dikarenakan terbatasnya
udara yang berada di area bawah tanah yang mana kurangnya oksigen dan temperatur
suhu yang tinggi ada terbatas ruang gerak. Dan aktivitas pemboran, pengalian dan
pengangkutan ditambang tanah menimbulkan gas berbahaya dan beracun akibat gas alat
berat dan gas pada batuan seperti gas metana. Adapun juga kegiatan penambangan TBT
juga menghasilkan debu akibat pengalian, pemboran dan peledakan menghasilkan debu-
debu tambang yang berukuran kecil yang berbahaya untuk pernapasan.

3.2.3.1.6 Limbah B3 dan Non B3

Pada kegiatan operasi produksi penambangan bawah tanah terdapat banyak pengunaan
alat-alat berat yang mana menghasil limbah B3. Dan dengan aktivitas tersebut dibutuhkan
pekerja yang lebih banyak menyebabkan juga limbah non B3 seperti sampah kertas,
plastik dan lain-lain. Pada limbah B3 harus ada penanganan khusus karena merupakan
salah satu hal berbahaya dan beracun bagi lingkungan sekitarnya.

3.2.4 Kegiatan Pengolahan


3.2.4.1 Udara dan Asap
Dari kegiatan pengolahan secara umum menghasil Pada proses pembakaran
emas/pemurniannya, senyawa mercury maupun Cianida akan berubah menjadi gas yang
dapat terhirup oleh setiap orang. Dan tentunya ini sangat membahayakan bagi kesehatan,
karna dapat menimbulkan berbagai jenis penyakit.
Pada asap dari pabrik pengolahan jugan mengandung asap dan gas yang berbahaya yang
dialirkan ke udara secara langsung melalui cerobong asap pada suatu pabrik.
Dan pada kegiatan pengolahan emas secara umum menghasilkan panas akibat mesin-
mesin pengolahna dalam pabrik yang mempengaruhi kondisi lingkungan pabrik sehingga
suhu temperatur ruangan juga berubah menjadi tinggi dan membuat pekerja mengalami
suasana kerja yang tidak enak dan nyaman.
3.2.4.2 Kebisingan

Di pabrik pengolahan emas secara umum terdapat mesin-mesin pengolahan emas


sehingga menghasilkan suara yang bising di telingga yang mana menganggu pendengaran
dari pekerja.

3.2.4.3 Air

Pada kegiatan pengolahan emas secara umum penggunaan air yang dimaksud yaitu untuk
proses pendinginan mesin dan proses pemisahan konsetrat dengan tailing dengan
mengunakan air dengan metode flotasi. Dan pengunaan pada kegiatan crushing dan
grinding untuk memudahkan alat dalam menghancur dan memperkecilkan ukuran batuan
yang keras.

Air dari hasil proses pengolahan pabrik emas jangan langsung dibuang ke sumber air
karena bisa terindikasi akan material logam berbahaya dan air asam tambang.

3.2.4.4 Tailing
limbah tailing, berupa lumpur yang masih mengandung beberapa senyawa kimia
berbahaya diantaranya adalah Sianida, Merkury, Potasium dan beberapa jenis limbah
lainnya. Limbah ini ketika dibuang ke lingkungan maka akan berdampak besar terhadap
kelangsungan makhluk hidup dan kelestarain lingkungan.
Limbah cair, juga tidak menutup kemungkinan masalah terkandung didalamnya berbagai
jenis senyawa beracun dan berbahaya sebagaimana yang terdapat pada limbah
lumpurnya.
Pada tailing bisa mengalami kontaminasi jika berinteraksi dengan air yang mana akan
sangat berbahaya karena takutnya akan menghasilkan air asam tambang dan mineral
logam berbahaya.

3.2.4.5 Limbah B3 dan non B3

Secara umum mesin-mesin pada pabrik pengolahan emas memerlukan oli, pelumas dan
bahan kimia dalam proses pengolahanan. Sehingga sangat berbahaya dan perlu
pengelolaan dan penanganan khusus agar tidak terjadi kontaminasi pada lingkungan
sekitar.

3.3 Penanganan Dampak Lingkungan pada kegiatan pertambangan Emas


3.3.1 Kegiatan Eksplorasi
Adapun dampak-dampak yang terjadi pada kegiatan eksplorasi adapun
penanganan yang dilakukan untuk mengurangi dari dampak negatif yaitu sebagai
berikut :
 Kebisingan : penanganannya yaitu setiap pekerja menggunakan airplug
untuk mengurangi suara mesin yang tinggi yang bisa menyebabkan
kerusakan pada pendengaran telinga. Kasih filter peredam suara pada
knalpot mesin bor dan melakukan perawatan rutin pada mesin bor.
 Udara : untuk pekerja perlunya memasang masker agar mengurangi gas
carbon yang dihasilkan oleh mesin bor. dan melakukan perawatan mesin
rutin pada mesin bor.
 Tanah dan lahan : Area lahan bekas pemboran ekplorasi dengan
penanaman kembali pohon sejenis atau pohon hutan jika pada area
pemboran tersebut tidak prospek. Dan lubang-lubang pemboran
sementara ditutup dengan semen agar tidak terjadi kecelakaan kerja atau
hal tidak yang diperkirakan sebelumnya. Untuk cutting pemborannya
dibiarkan saja karena tidak terlalu berbahaya dan secara jumlah tidak
terlalu banyak.
 Air : pemakaian air pada pemboran eksplorasi yaitu air yang keluar dari
lubang bor lalu dialirkan tempat penampungan sementara air (sumur air)
yang mana air pada sumur tersebut akan digunakan lagi untuk pemboran
lubang tersebut secara terus-menerus sampai selesai. Jika selesai
dilakukan pembiaran karena dampak lingkungan masih skala kecil.
 Limbah B3 dan Non B3 : untuk limbah B3 digunakan lagi sebagai
pelumas pada pipa-pipa bor atau sebagai pelumas pada gear, atau jika
limbah B3 dengan jumbah besar maka dikasih pada pihak k-3 yang
mempunyai kewajiban dalam pengelolaan limbah B3. Dan untuk limbah
non B3 baik berupa sampah, kertas, plastik dan lain-lain yaitu dengan
cara penimbunan dan dibakar.
3.3.2 Kegiatan Konstruksi
 Kebisingan : : tambang terbuka dan TBT : pekerja menggunakan airplug
untuk mengurangi suara mesin-mesin alat berat pada seperti excavator, dozer,
dump truck dan lain-lain pada tambang terbuka dan alat pengalian, pemboran,
peledakan pada TBT yang masuk ketelingga. Memberikan filter suara pada
knalpot alat-alat tersebut agar tidak menghasilkan suara yang lebih keras.
 Udara : Tambang terbuka : untuk pekerja perlunya memasang masker agar
mengurangi gas carbon yang dihasilkan oleh alat-alat berat dan debu dari
aktivitas alat tersebut. Agar debu tidak terlalu banyak dan dikurangi maka
dilakukan penyiraman rutin.
Tambang bawah tanah : dipasang ventilasi pada area kerja untuk dialirkan
udara agar masuknya udara segar. Dan diberikan penyiraman pada area
terowongan agar mengurangi debu. Jika debu dan ada gas berbahaya maka
lakukan ventilasi isap.
 Tanah dan lahan : Tambang terbuka : untuk kegiatan pembukaan lahan secara
permanen seperti pembuatan kantor, workshop, pabrik, dan lain-lain. Yang
bersifat sementara atau tidak permanen maka lahan tersebut dilakukan
penanaman pohon atau pemanfaatan lahan sesuai fungsinya. Untuk adanya
binatang jika ditemukan maka diamankan sementara untuk dipindahkan ke
area penangkaran binatang yang di kelola oleh pemerintah atau yayasan
pelindung binatang.
Untuk kegiatan pembukaan lahan juga melakukan identifikasi karakterisasi
batuan pada pembukaan lahan agar mengetahui daerah tersebut mengandung
PAF/NAF, jika mengandung PAF dilakukan penimbunan/layering. Dan
pengaturan lahan baik berupa kemiringan lahan dan melakukan kompaksi
mengunakan alat compactor agar mengurangi tingkat erosi dan longsor.

Tambang bawah tanah : pemasangan dan pemantau penyangaan secara rutin


agar tidak mengalami jatuhan batuan ato longsoran. Dan material yang digali
untuk jalan adit sementara ditimbun untuk dimanfaatkan kembali untuk tahap
selanjutnya.

 Air : Tambang terbuka :selalu melakukan pengecekan dibadan area sungai


secara untuk pemantau AAT dan logam berbahaya jika terkontaminasi. Pada
area pembukaan lahan jika daerah tersebut terindentifikasi mengandung
batuan sulfida/PAF maka dilakukan penimbunan dan layering agar tidak
AAT. Jika sudah mengalami AAT dilakukan proses aktif treatment.
Tambang bawah tanah : Air yang dipompa pada terowongan TBT jika
terindetifikasi mengandung AAT dan logam berbahaya maka dilakukan proses
aktif treatment.
 Limbah B3 dan Non B3 : Pengelolaan limbah B3 diberikan kepada pihak k-3
yang mengelola akan limbah B3. Untuk limbah non B3 yang berupa sampah
kertas, plastik dan lain-lain dilakukan proses daur ulang yang dikelola oleh
masyarakat.
3.3.3 Kegiatan Produksi
 Kebisingan : tambang terbuka dan TBT : pekerja menggunakan airplug untuk
mengurangi suara mesin-mesin alat berat pada seperti excavator, dozer, dump
truck dan lain-lain pada tambang terbuka dan alat pengalian, pemboran,
peledakan pada TBT yang masuk ketelingga. Memberikan filter suara pada
knalpot alat-alat tersebut agar tidak menghasilkan suara yang lebih keras.
 Udara : Tambang terbuka : untuk pekerja perlunya memasang masker agar
mengurangi gas carbon yang dihasilkan oleh alat-alat berat dan debu dari
aktivitas alat tersebut. Agar debu tidak terlalu banyak dan dikurangi maka
dilakukan penyiraman rutin.

Tambang bawah tanah : dipasang ventilasi pada area kerja untuk dialirkan
udara agar masuknya udara segar. Dan diberikan penyiraman pada area
terowongan agar mengurangi debu. Jika debu dan ada gas berbahaya maka
lakukan ventilasi isap.

 Tanah dan lahan : Tambang terbuka : untuk kegiatan pembukaan lahan secara
permanen seperti pembuatan kantor, workshop, pabrik, dan lain-lain. Yang
bersifat sementara atau tidak permanen maka lahan tersebut dilakukan
penanaman pohon atau pemanfaatan lahan sesuai fungsinya. sebelum
pengalian melakukan identifikasi dan karakterisasi sample agar mengetahui
material tersebut termasuk material NAF/PAF yang digunakan dalam
manajemen penimbunan di disposal. Untuk topsoil dilakukan penyimpan
tempat khusus agar tidak terkontamintasi dengan material PAF. Yang mana
material tersebut untuk di manfaatkan kembali kegiatan reklamasi dan
penanaman kembali. Lahan bekas penambangan digunakan sesuai fungsi dan
rencana AMDAL sebelumnya. Untuk mengurangi erosi dan longsor dengan
menentukan kemiringan dan melakukan pembebanan mengunakan compactor,
dan melakukan pemantauan geoteknik secara rutin.
Untuk adanya binatang jika ditemukan maka diamankan sementara untuk
dipindahkan ke area penangkaran binatang yang di kelola oleh pemerintah
atau yayasan pelindung binatang.

Tambang bawah tanah : pemasangan dan pemantau penyangaan secara rutin


agar tidak mengalami jatuhan batuan atau longsoran.

 Air : Tambang terbuka :selalu melakukan pengecekan dibadan area sungai


secara untuk pemantau AAT dan logam berbahaya jika terkontaminasi. Pada
area pembukaan lahan jika daerah tersebut terindentifikasi mengandung
batuan sulfida/PAF maka dilakukan penimbunan dan layering agar tidak
AAT. Jika sudah mengalami AAT dilakukan proses aktif treatment, pasif
treatment dan anaerobic treatment.
Tambang bawah tanah : Air yang dipompa pada terowongan TBT jika
terindetifikasi mengandung AAT dan logam berbahaya maka dilakukan proses
aktif treatment.

 Getaran : Tambang terbuka dan tambang bawah tanah : pada getaran pada
secara umum dihasilkan oleh kegiatan peledakan. Secara solusinya dengan
mengatur pola peledakan, spasi dan jumlah badan peledakan yang digunakan
sehingga bisa mengatur getaran yang dihasilkan.
 Limbah B3 dan Non B3 : Pengelolaan limbah B3 diberikan kepada pihak k-3
yang mengelola akan limbah B3. Untuk limbah non B3 yang berupa sampah
kertas, plastik dan lain-lain dilakukan proses daur ulang yang dikelola oleh
masyarakat.

3.3.4 Kegiatan Pengolahan


 Kebisingan : pekerja menggunakan airplug untuk mengurangi suara mesin-
mesin pengolahan emas yang masuk ke telingga dan memasang filter peredam
suara pada mesin-mesin pengolahan emas.
 Udara : para pekerja memasang masker untuk menghindari gas berbahaya
seperti gas carbon, senyawa merkuri dan sianida yang menjadi gas. Kalau
perlu mengunakan baju khusus dari kepala sampai bawah agar tidak gas
berbahaya yang masuk secara langsung dari aktivitas pengolahan emas.
Pada asap pembuangan di buang melalui cerobong pabrik disesuaikan baku
mutu ambien dan dipasang filter udara agar udara yang dihasilkan sesuai
dengan baku mutu.
 Air : yang mengandung logam berbahaya dan AAT pada hasil kegiatan
dilakukan proses pengolahan air untuk memisahkan kandungan logam dengan
air agar sesuai dengan baku mutu. Air yang sudah diolah maka digunakan
kembali untuk kegiatan pengolahan emas.
 Tailing : pengelolaannya dengan cara dry cover dan wet cover. Jika dry cover
dilakukan layering dan penimbunan setelah itu melakukan fitoremediasi untuk
mengurangi kandungan logam pada tanah.
 Limbah B3 dan Non B3 : Pengelolaan limbah B3 diberikan kepada pihak k-3
yang mengelola akan limbah B3. Untuk limbah non B3 yang berupa sampah
kertas, plastik dan lain-lain dilakukan proses daur ulang yang dikelola oleh
masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai

  • Ringkasan
    Ringkasan
    Dokumen1 halaman
    Ringkasan
    indah elok mukhlisah
    Belum ada peringkat
  • Nama
    Nama
    Dokumen1 halaman
    Nama
    indah elok mukhlisah
    Belum ada peringkat
  • Kentang
    Kentang
    Dokumen9 halaman
    Kentang
    indah elok mukhlisah
    Belum ada peringkat
  • Tpa 101
    Tpa 101
    Dokumen13 halaman
    Tpa 101
    Puji Lestari
    Belum ada peringkat
  • Lampiran 4
    Lampiran 4
    Dokumen1 halaman
    Lampiran 4
    indah elok mukhlisah
    Belum ada peringkat
  • Kirim Dita
    Kirim Dita
    Dokumen2 halaman
    Kirim Dita
    indah elok mukhlisah
    Belum ada peringkat
  • Lith
    Lith
    Dokumen5 halaman
    Lith
    indah elok mukhlisah
    Belum ada peringkat
  • Abs Trak
    Abs Trak
    Dokumen1 halaman
    Abs Trak
    indah elok mukhlisah
    Belum ada peringkat
  • Kentang
    Kentang
    Dokumen9 halaman
    Kentang
    indah elok mukhlisah
    Belum ada peringkat
  • 1.prospeksi A. Pengertian Prospeksi: Penelusuran Jejak Serpihan Mineral (Tracing Float)
    1.prospeksi A. Pengertian Prospeksi: Penelusuran Jejak Serpihan Mineral (Tracing Float)
    Dokumen3 halaman
    1.prospeksi A. Pengertian Prospeksi: Penelusuran Jejak Serpihan Mineral (Tracing Float)
    indah elok mukhlisah
    Belum ada peringkat
  • Abs Trak
    Abs Trak
    Dokumen20 halaman
    Abs Trak
    indah elok mukhlisah
    Belum ada peringkat
  • Bab Iii
    Bab Iii
    Dokumen6 halaman
    Bab Iii
    indah elok mukhlisah
    Belum ada peringkat
  • Tugas Psdme 2 Ok
    Tugas Psdme 2 Ok
    Dokumen10 halaman
    Tugas Psdme 2 Ok
    indah elok mukhlisah
    Belum ada peringkat
  • Lembar Pengesahan
    Lembar Pengesahan
    Dokumen1 halaman
    Lembar Pengesahan
    indah elok mukhlisah
    Belum ada peringkat
  • Proposal Air Asam Tambang
    Proposal Air Asam Tambang
    Dokumen15 halaman
    Proposal Air Asam Tambang
    indah elok mukhlisah
    Belum ada peringkat
  • Tugas Psdme 2
    Tugas Psdme 2
    Dokumen12 halaman
    Tugas Psdme 2
    indah elok mukhlisah
    Belum ada peringkat
  • Abs Trak
    Abs Trak
    Dokumen20 halaman
    Abs Trak
    indah elok mukhlisah
    Belum ada peringkat
  • Sampel Dari Pak Budi
    Sampel Dari Pak Budi
    Dokumen1 halaman
    Sampel Dari Pak Budi
    indah elok mukhlisah
    Belum ada peringkat
  • Bahan Hidrogeologi
    Bahan Hidrogeologi
    Dokumen4 halaman
    Bahan Hidrogeologi
    indah elok mukhlisah
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen59 halaman
    Bab I
    indah elok mukhlisah
    Belum ada peringkat
  • Bab 1 Fix
    Bab 1 Fix
    Dokumen8 halaman
    Bab 1 Fix
    indah elok mukhlisah
    Belum ada peringkat
  • Proposal 5
    Proposal 5
    Dokumen14 halaman
    Proposal 5
    indah elok mukhlisah
    Belum ada peringkat