DISUSUN OLEH :
Pembimbing Residen
dr. Gede Putra
Pembimbing Supervisor
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
HALAMAN PENGESAHAN
Nama :
Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada Departemen Ilmu
Dr. dr. Faridha Ilyas, Sp.KK, FINSDV, FAADV dr. Gede Putra
ii
DAFTAR ISI
2.5 Diagnosis................................................................................................. 13
BAB 3. KESIMPULAN...................................................................................... 23
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
Reaksi simpang terhadap obat merupakan kasus yang sering dijumpai saat ini.
Selain obat-obatan yang diresepkan oleh dokter, penjualan obat secara bebas, baik obat
herbal dan suplemen serta obat topikal dapat menyebabkan reaksi simpang. Terdapat 2
jenis reaksi simpang obat, yaitu reaksi tipe A yang dapat diprediksi karena sifat
farmakologik obatnya, dan tipe B yaitu pada populasi tertentu, misalnya idiosinkrasi
dan reaksi hipersensitivitas. Salah satu reaksi simpang obat adalah erupsi obat alergik.2
Erupsi obat yang terjadi akibat reaksi simpang obat disebut Cutaneous Adverse
Drug Reaction (CADR) atau disebut juga erupsi obat alergi. Erupsi Obat Alergi adalah
suatu reaksi yang dapat menyebabkan perubahan struktur atau fungsi pada kulit dan
mukosa yang disebabkan karena penggunaan obat. Erupsi obat dapat terjadi dari erupsi
FDE merupakan salah satu bentuk erupsi kulit karena obat yang unik. FDE
ditandai oleh makula hiperpigmentasi dan kadang-kadang bula di atasnya, yang dapat
muncul kembali ditempat yang sama bila minum obat yang menyebabkan erupsi reaksi
alergi. FDE bukan kasus yang mengancam jiwa dimana akan sembuh bila obat
penyebab dapat diketahui dan disingkirkan. Namun demikian dilihat dari sudut pandang
kosmetik sangat mengganggu dan menimbulkan perasaan tidak nyaman. Jika tidak
diterapi secara kausal maka dapat bertambah parah dengan adanya penambahan jumlah
lesi.1 Prevalensi rrupsi alergi obat di negara maju yaitu sebesar 1%-3% dan 2%-5% di
negara berkembang dari seluruh reaksi simpang obat yang dilaporkan. Salah satu bentuk
PEMBAHASAN
2.1. Definisi
Fixed drug eruption adalah suatu sindrom klinis yang ditandai dengan
kelainan kulit yang biasanya muncul secara soliter, eritem, berwarna merah menyala
atau merah kehitaman berbentuk makula atau plak berwarna merah yang bisa
berkembang menjadi bulla. Lesi pada FDE akan muncul ditempat yang sama jika
pasien kembali terpapar dengan obat yang diduga sebagai penyebab FDE1,4
2.2. Epidemiologi
Prevalensi Cutaneus Adverse Drug Reaction di Negara maju yaitu sebesar 1%-
3% dan 2%-5% dinegara berkembang dari seluruh reaksi simpang obat yang
dilaporkan.2,4 Sebanyak 22% dari bentuk manifestasi reaksi simpang obat adalah Fixed
drug eruption (FDE). Penelitian oleh Noegrohowati mendapatkan FDE (63%) sebagai
manifestasi klinis erupsi alergi obat dari 58 kasus bayi dan anak. Berdasarkan penelitian
yang dilakukan di India pada tahun 2018 ditemukan perbandingan Fixed drug eruptions
pada pria dan wanita yaitu 1 : 1.2 dengan angka kejadian Fixed Drug Eruption tertinggi
Gatifloxacin (2,32%).3
2
2.3. Etiopatogenesis
Reaksi kulit terhadap obat dapat terjadi melalui dua mekanisme, yaitu
interaksi obat, perubahan metabolisme, dan eksaserbasi penyakit. Sedangkan erupsi obat
idiosinkratik merupakan reaksi yang tidak dapat diprediksi dan tidak dapat dijelaskan
atas dasar sifat farmakologi obat. Untuk beberapa reaksi ini, mekanisme imunologi
diduga sebagai penyebabnya disertai bukti yang mendukung. Metabolit reaktif obat
dapat berikatan secara kovalen dengan protein, dan protein yang diubah, dianggap
imunologi yang mendasari. Obat atau metabolitnya dapat bertindak sebagai hapten yang
diinduksi oleh obat, reaksi hipersensitivitas tipe III (kompleks antigen-antibodi) seperti
vaskulitis, serum sickness dan tipe urtikaria tertentu, dan reaksi hipersensitivitas tipe IV
bentuk yang lebih aktif atau lebih imunogenik untuk mengikat protein dan
3
menyebabkan reaksi imunologi. Metabolit obat juga bisa menjadi toksik bagi sel,
sehingga menyebabkan kerusakan sel secara langsung. Metabolisme ini terjadi pada
Pada gambar di atas, ditunjukkan bahwa keadaan kritis dapat menginduksi respon
imun kutaneus terhadap obat, selain itu proses pembentukan neoantigen dengan
haptenasi protein dan aktivasi sel Langerhans. Antigen yang ditangkap oleh sel
Maturasi sel Langerhans ini melepaskan sinyal langsung ke limfo nodus, dimana sel
Langerhans mempresentasi antigen ke sel T dan dapat berikatan secara kovalen atau
4
Sel T CD4+ dan CD8+ memiliki aktivitas sitotoksik yang dapat menyebabkan
kematian keratinosit. Sel CD4+ Th1 mengaktifkan makrofag yang berperan sebagai sel
efektor.13 Sel CD4+ Th1 melepas sitokin (IFN-ˠ) yang mengaktifkan makrofag dan
Erupsi obat secara klasik dimulai pada hari ke-7 hingga 14 setelah pemberian obat
baru dan bahkan dapat terjadi beberapa hari setelah obat dihentikan. Namun, erupsi
dapat berkembang lebih cepat, terutama dalam kasus-kasus yang tidak disengaja. Lesi
dimulai sebagai makula eritematosa yang kadang-kadang menjadi sedikit teraba dengan
distribusi yang biasanya simetris. Erupsi dimulai pada truncus dan ekstremitas atas yang
kadang lesi urtikaria pada ekstremitas, area konfluen pada thoraks, dan lesi purpura
pada pergelangan kaki dan kaki. Pada selaput lendir biasanya tidak didapatkan lesi.
Pruritus dan demam ringan sering muncul. Erupsi itu mungkin skarlatiniformis pada
trunkus. Erupsi menghilang secara spontan setelah satu atau dua minggu tanpa
Fixed Drug Eruption adalah suatu bentuk klasik dari hipersensitif tipe lambat yang
berkaitan dengan sel T CD8+. Biasanya lesi FDE muncul kurang lebih 2 jam setelah pemberian
obat kauskatik. Pada beberapa penelitian berpendapat bahwa sel mast di epidermis akan
Sel CD8+T intraepidermal yang berkumpul pada lesi Fixed Drug Erupsion (FDE)
memiliki peran yang besar dalam kerusakan jaringan yang lokalisir. Lesi FDE yang sudah lama
ditandai dengan jumlah sel CD8+T intraepidermal yang signifikan bersamaan dengan fenotipe
Limfosit T yang menetap di lesi kulit ini berperan dalam memori imunologis dan menjelaskan
5
Pada umumnya jumlah sel T yang dapat ditemukan di epidermis sedikit. Namun sel T
dapat meningkat pada tempat yang menjadi port de entry terhadap infeksi. Dalam mendukung
daerah infeksi seperti daerah mukosa. Sering ditemukan lesi FDE mulanya muncul pada daerah
yang sebelumnya pernah luka, seperti luka bakar atau gigitan serangga. Kerusakan jaringan
terjadi akibat dari aktivasi sel T CD8+ intraepidermal yang mematikan keratinosit sekeliling
dan melepaskan jumlah sitokin yang banyak seperti IFNy. Sitokin atau molekul adhesive yang
nonspesifik mempresentasikan sel T CD4+, CD8+ dan neutrofil ke sel jaringan yang khusus
tanpa ada antigen terhadap sel jaringan tersebut dapat memperberat kerusakan jaringan.6,8
2.4.Gejala Klinis
Fixed Drug Eruption biasanya muncul secara soliter, eritem, berwarna merah
menyala atau merah kehitaman berbentuk makula atau plak berwarna merah yang bisa
berkembang menjadi bulla. FDE umumnya ditemukan di genitalia dan daerah perianal,
meskipun lesi dapat terjadi dimana saja. Lesi boleh timbul pada wajah, sekitar mulut
dan bibir.Lesi biasanya muncul berbentuk bulat atau oval, makula merah terang atau
Lesi dapat berkembang seawal 30 menit hingga 8 jam setelah konsumsi obat.
Apabila fase lesi ini muncul yang berlangsung berhari-hari, hiperpigmentasi akan
terjadi.1 Dengan pemberian obat yang berterusan, lesi tidak hanya berulang di tempat
yang sama, tetapi juga lesi baru akan muncul di daerah sekitar atau di daerah yang lain.
6
warna yang menetap di daerah lesi dimana warna lesi menjadi lebih gelap atau
kecoklatan.1
Gambar 1. Fixed drug eruption: tetracycline. Plak berbatas tegas dan jelas pada lutut, gabungan dari 3 lesi. Lesi
besar menunjukkan kerutan epidermal, tanda pembetukan blister insipien. Ini adalah episode kedua setelah konsumsi
tetrasiklin. Tidak ada lesi lain yang muncul.4
7
2.5. Diagnosis
khas. Riwayat perjalanan penyakit yang rinci, termasuk pola gejala klinis, macam obat,
dosis, waktu dan lama pajanan serta riwayat alergi obat sebelumnya penting untuk
menunjang diagnosis9
2.5.1 Anamnesis
Keluhan pasien berupa kemerahan atau luka pada sekitar mulut, bibir, atau di
alat kelamin, yang terasa panas. Keluhan timbul setelah mengkonsumsi obat-obat yang
Anamnesis yang dilakukan harus mencakup riwayat penggunaan obat-obatan atau jamu.
Kelainan timbul secara akut atau dapat juga beberapa hari setelah mengkonsumsi obat.
Keluhan lain adalah rasa gatal yang dapat disertai dengan demam yang subfebril.10
Pemeriksaan fisik tanda berupa lesi khas vesikel, bercak eritema, lesi target
8
kemerahan di tepinya, terutama lesi yang berulang. Tempat predileksi paling sering di
Diperlukan untuk membuktikan jenis obat yang diduga sebagai penyebab yaitu :
1. Biopsi kulit dilakukan pada kelainan kulit yang tidak jelas diagnosisnya dan
2. Uji tempel tertutup dengan uji kulit yang digunakan untuk memastikan
Uji tempel obat ini menggunakan alergen yang dibuat dari obat yang dicurigai
yang dilarutkan dalam vaselin album dan aquadest pada konsentrasi 30%15.
terdapat eritema, infiltrasi atau papul dianggap sebagai lemah positif (non
vesikuler), jika terdapat vesikel dianggap positif kuat, dan jika terdapat lepuh
dengan riwayat dugaan alergi obat. Uji ini bertujuan untuk mencetuskan tanda
dan gejala klinik yang lebih ringan dengan pemberian obat dosis kecil 1/10
9
dari obat penyebab sudah cukup untuk memprovokasi reaksi dan provokasi
1. Herpes simpleks
herpes simpleks tipe 1 (HSV-1) dengan predileksi utama pada oralabial dan
virus herpes simpleks tipe 2 (HSV-2) dengan predileksi utama pada genital.
hubungan seksual. 11
Gejala akan muncul 3-7 hari setelahh terpapar. Penyakit ini diawali
berkembang menjadi pustul,krusta, erosi dan ulkus. Lesi ini terasa nyeri,
10
2. Pemfigus vulgaris
2.7 Penalataksanaan
11
Pemberian kortikosteroid sangat penting pada kondisi alergi obat sistemik,
kortikosteroid diharapkan mampu meningkatkan kinerja steroid endogen untuk
menurunkan respon inflamasi. Obat kortikosteroid yang sering digunakan adalah
tablet prednisone (1 tablet = 5 mg atau 10 mg) dengan dosis 0,5-1
mg/kgBB/hari.12
Penanganan selanjutnya adalah dengan penggunaan kortikosteroid Topikal
Potensi Sedang-Tinggi. Steroid topikal potensi sedang atau tinggi (seperti
triamsinolon asetonid 0.1%, fluosinonid 0.05%, betametason diproprionat 0.05%
atau klobetasol 0.05%) dapat membantu meringankan pruritus. Krim atau lotion
berguna untuk area permukaan yang luas. Potensi steroid topikal yang lebih
rendah, seperti hidrokortison 2.5% atau desonida 0.05%, dapat diberikan untuk
wajah dan daerah lipatan. Pasien harus diperingatkan untuk tidak menggunakan
steroid topikal yang kuat pada wajah atau di lipatan.14
Penanganan ketiga adalah dengan pemberian antihistamin. Antihistamin
juga berguna ketika gatal parah. Golongan antihistamin terbagi 2 yaitu, golongan
antihistamin generasi pertama (H1) dan generasi kedua (H2). Umurn-umurn ini
adalah anti reseptor H1 dan memblokir pelepasan histamin, dapat memberikan
pengobatan gejala pruritus dan membantu memperbaiki erupsi.(14). Contohnya
Dyphenhydramine, Loratadine, atau Cetrizine.14
12
Generasi pertama H1
Chlorpheniramine 2-, 4-, 8-, 12-mg Dewasa: 4 mg tid, qid; 8–12 mg Gangguan Hepar
tablet bid
2 mg/5 mL sirup Umur 6–11 tahun: 2 mg q4–6h
Cyproheptadine 4-mg tablet Dewasa: 4 mg tid, qid Gangguan Hepar
2 mg/5 mL sirup Umur 7–14 tahun: 4 mg bid, tid
Generasi kedua
Antihistamine H1
A crivastinea 8-mg tablet Dewasa: 8 mg tid Gangguan Ginjal
A zelastine 2-mg tablet Dewasa: 2–4 mg bid Gangguan Ginjal dan
Umur 6–12 tahun: 1–2 mg bid hepar
2 semprot/nostril bid
Cetirizine 0.1% nasal spray Umur ≥6 tahun: 5–10 mg qd Gangguan Ginjal dan
5-, 10-mg tablet Umur 2–6 tahun: 5 mg qd hepar
5 mg/mL sirup Umur 6 bulan–2 tahun: 2.5 mg
qd
D esloratadine 2.5-, 5-mg tablet Umur ≥12 tahun: 5 mg qd Gangguan Ginjal dan
5 mg/mL sirup Umur 6–12 tahun: 2.5 mg qd hepar
Umur 1–6 tahun: 1.25 mg qd
Umur 6–12 bulan: 1 mg qd
E bastineb 10-mg tablet Umur ≥6 tahun: 10–20 mg qd Gangguan Ginjal
Umur 6–12 tahun: 5 mg qd
Umur 2–5 tahun: 2.5 mg qd
F exofenadine 30-, 60-, 120-, 180- Umur ≥12 tahun: 60 mg qd, bid; Gangguan Ginjal
mg tablet 120–180 mg qd
Umur 6–12 tahun: 30 mg qd, bid
Umur ≥6 tahun: 5 mg qd
L evocetirizine 5-mg tablet Umur ≥6 tahun: 10 mg qd Gangguan Ginjal dan
L oratadine 10-mg tablet Umur 2–9 tahun: 5 mg qd hepar
5 mg/mL suspension
10-mg tablet Dewasa: 10 mg qd Hepar
Mizolastineb Gangguan Gangguan Ginjal dan
hepar
13
Tabel 4. Dosis Rejimen untuk Antihistamin H27
Nama Obat Sediaan Dosis Kondisi yang
Membutuhkan
Penyesuaian Dosis
Cimetidine 100-, 200-, 300-, Dewasa: 400–800 mg bid Gangguan Ginjal dan
400-, 800-mg hepar
tablet
300 mg/5 mL sirup
200 mg/20 mL sirup
Ranitidine 75-, 150-, 300-mg Dewasa: 75–150 mg bid
tablet Anak: 5–10 mg/kg/hari dibagi Gangguan Ginjal
15 mg/mL sirup dalam 2 dosis
150-mg granules
Famotidine 10-, 20-, 40-mg Dewasa: 20–40 mg bid
tablet Umur 1–16 tahun: 1 mg/kg/hari Gangguan Ginjal
40 mg/5 mL sirup dibagi dalam 2 dosis, maks 40
mg bid
Nizatidine 150-, 300-mg Umur ≥12 tahun: 150 mg qd, bid Gangguan Ginjal
capsule
15-mg/5-mL sirup
14
BAB 3
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
1. Obat-obatan yang paling sering menyebabkan fixed drug eruption adalah adalah
15
DAFTAR PUSTAKA
2017;3(1) : 74-77
16
10. Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Primer. Edisi revisi. Jakarta: IDI;2014. Bab3, Kulit: Fix
12. Budianti WK. 2018. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed 7.Jakarta: Badan
14. Ayanlowo OO. Fixed drug eruption at a dermatology clinic in Lagos, Nigeria. J
15. Balgis. Peran uji tempelobat dalam penegakan etiologi erupsi obat
17