Disusun oleh :
Munawaroh
Mahazir
RR.Arufi ajeng
Kata pengantar
Puji syukur kehadirat Tuhan YME, yang telah memberikan limpahan rahmat_Nya. Sehingga
penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini yang berjudul “Stress Berhubungan Dengan
Dampak Hospitalisasi”, disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah keperawatan jiwa I ,
jurusan Ilmu Keperawatan Stikes Surya Global Yogyakarta.
Dalam penulisan makalah ini tentunya penulis berterimakasih kepada dosen
pembimbing mata kuliah ini yaitu, yang telah membimbing, memotifasi dan mendampingi
kami dalam pembelajaran.
Makalah ini berisi tentang pengertian stress, konsep dasar hospitalisasi, pengertian
hospitalisasi, macam-macam hospitalisasi, Rentang respon hospitalisasi, Manfaat
hospitalisasi, Dampak hospitalisasi, Hospitalisasi pada anak.
Penulis menyadari bahwa sepenuhnya dalam penulisan makalah ini masih terdapat
banyak kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran semua pihak
untuk menyempurnakan makalah ini.
Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih dan semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca.
BAB I
PEMBAHASAN
1. Pengertian
Hospitalisasi merupakan suatu proses yang karena suatu alasan yang berencana atau
darurat, mengharuskan klien untuk tinggal dirumah sakit, menjalani terapi dan perawatan
sampai pemulangannya kembali kerumah. Selama proses tersebut anak dan orang tua dapat
mengalami berbagai kejadian yang menurut beberapa penelitian ditunjukkan dengan
pengalaman yang sangat traumatic dan penuh dengan stress.
Hospitalisasi merupakan pengalaman yang penuh tekanan, utamanya karena perpisahan
dengan lingkungan normal dimana orang lain berarti, seleksi perilaku koping terbatas, dan
perubahan status kesehatan.
Berbagai perasaan yang sering muncul pada anak, yaitu : cemas, marah, sedih, takut, dan
rasa bersalah . Perasaan tersebut dapat timbul karena menghadapi sesuatu yang baru dan
belum pernah dialami sebelumnya, rasa tidak aman dan tidak nyaman, perasaan kehilangan
sesuatu yang biasa dialaminya dan sesuatu yang dirasakan menyakitkan. Tidak hanya anak,
orang tua juga mengalami hal yang sama.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa orang tua mengalami kecemasan yang tinggi
saat perawatan anaknya dirumah sakit walaupun beberapa orang tua juga dilaporkan tidak
mengalami karena perawatan anak dirasakan dapat mengatasi permasalahannya.
Apabila anak stress selama dalam perawatan, orang tua menjadi stress pula, dan stress
orang tua akan membuat tingkat stress anak semakin meningkat.
Anak adalah bagian dari kehidupan orang tuanya sehingga apabila ada pengalaman yang
mengganggu kehidupannya maka orang tua pun merasa sangat stress.
Proses hospitalisasi dapat menimbulkan trauma atau dukungan, bergantung pada institusi,
sikap keluarga dan teman, respon staf, dan jenis penerimaan masuk rumah sakit.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa hospitalisasi ini merupakan perawatan yang dilakukan
selama dirumah sakit dimana terdapat rasa penekanan akan sesuatu yang baru dan belum bisa
menerima keadaan dan hospitalisasi juga dapat menimbulkan rasa tidak nyaman serta stress
yang bisa dialami oleh klien maupun keluarga.
Macam-macam hospitalisasi adalah menurut Lyndon Sebagai berikut :
a. Hospitalisasi Informal
Perawatan dan pemulangan dapat diminta secara lisan, dan pasien dapat
meninggalkan tempat pada tiap waktu, bahkan jika menentang dengan nasehat medis.
Sebagian besar pasien medis dan bedah dirawat secara informal.
b. Hospitalisasi Volunter
Hospitalisasi volunter memerlukan permintaan tertulis untuk perawatan dan untuk
pemulangan. Setelah pasien meminta pulang, dokter dapat mengubah hospitalisasi volunter
menjadi hospitalisasi involuter.
c. Hospitalisasi Involunter
Hospitalisasi Involunter adalah sangat membatasi otonomi dan hak pasien. Keadaan
ini tidak memerlukan persetujuan pasien dan seringkali digunakan untuk pasien yang
berbahaya bagi dirinya sendiri dan orag lain. Hospitalisasi Involunter memerlukan
pengesahan (sertifikasi) oleh sekurang-kurangya dua dokter; pengesahan dapat berlaku
sampai 60 hari dan dapat diperbaharui. Keadaan ini mungkin diminta oleh pegadilan sebagai
jawaban atas permohonan dari rumah sakit atau anggota keluarga.
d. Hospitalisasi Gawat Darurat
Hospitalisasi Gawat Darurat (sementara atau persetujuan satu orang dokter) adalah bentuk
yang mirip dengan komitmen involunter yang memrluka pengesahan atau sertifikasi hanya
oleh satu orang dokter; pengesahan berlaku selama 15 hari. Pasien harus diperiksa oleh
dokter kedua dalam 48 jam untuk menegakkan perluya perawatan gawat darurat. Setelah 15
hari, pasien harus dipulangkan, diubah menjadi status involunter, atau diubah menjadi status
volunter.
3. Rentang Respon Hospitalisasi
Berbagai macam perilaku yang dapat ditunjukkan klien dan keluarga sebagai respon terhadap
perawatannya dirumah sakit, sebagai berikut :
a. Reaksi anak terhadap hospitalisasi
Setelah dikemukan diatas, anak akan menunjukkan berbagai perilaku sebagai reaksi terhadap
pengalaman hospitalisasi. Reaksi tersebut bersifat individual, dan sangat bergantung pada
tahapan usia perkembangan anak, pengalaman sebelumnya terhadap sakit, system pendukung
yang tersedia, dan kemampuan koping yang dimilkinya, pada umumnya, reaksi anak terhadap
sakit adalah kecemasan karena perpisahan, kehilangan, perlukaan tubuh, dan rasa nyeri.
Berikut ini reaksi anak terhadap hospitalisai sesuai dengan tahapan perkambangannya .
1) Masa bayi ( 0 – 1 tahun )
Masalah utama terjadi adalah karena dampak dari perpisahan dengan orang tua sehingga ada
gangguan pembentukkan rasa percaya dan kasih sayang. Pada anak usia lebih dari 6 bulan
terjadi stranger anxiety atau cemas atau cemas apabila berhadapan dengan orang yang tidak
dikenalnya dan cemas karena perpisahan. Reaksi yang sering muncul pada anak ini adalah
menangis, marah, dan banyak melakukan gerakan sebagai sikap stranger anxiety.
2) Masa todler ( 2-3 tahun )
Anak usia todler bereaksi terhadap hospitalisasi sesuai dengan sumber stresnya. Sumber
stress yang utama adalah cemas akibat perpisahan. Respon perilakunya sesuai dengan
tahapannya :
a) Tahap protes, perilaku yang ditunjukkan adalah menangis kuat, menjerit memanggil
orang tuanya dan menolak perhatian yang diberikan oleh orang lain.
b) Tahap putus asa, perilaku yang ditunjukan adalah menagis berkurang, anak tidak aktif,
kurang menunjukan minat untuk bermain dan makan, sedih, dan apatis
c) Tahap pengingkaran, perilaku yang ditunjukan adalah secara samar mulai menerima
perpisahan, membina hubungan secara dangkal, dan anak mulai terlihat menyukai
lingkungannya.
3) Masa prasekolah ( 3-6 tahun )
Perawatan anak dirumah sakit memaksa anak untuk berpisah dari lingkungan yang
dirasakannya aman, penuh kasih sayang, dan menyenangkan, yaitu lingkungan rumah,
permainan, dan teman sepermainannya. Reaksi terhadap perpisahan yang ditunjukan anak
usia prasekolah adalah dengan menolak makan, sering bertanya, menangis walaupun secara
perlahan, dan tidak kooperatif terhadap tenaga kesehatan, perawatan dirumah sakit
mengakibatkan anak kehilangan control terhadap dirinya
4) Masa sekolah (6-12 tahun )
Perawatan dirumah sakit memaksa anak untuk berpisah dengan lingkungan yang
dicintainya, yaitu keluarga dan terutama pada kelompok sosialnya yang dapat menimbulkan
kecemasan. Kehilangan control juga terjadi akibat dirawat dirumah sakit karena adanya
pembatasan aktivitas. Kehilangan control tersebut berdampak pada perubahan peran dalam
keluarga, anak kehilangan kelompok sosialnya karena ia biasa melakukan kegiatan bermain
atau pergaulan social, perasaan takut mati, dan adanya kelemahan fisik.