Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

Disusun oleh :

Munawaroh

Mahazir

RR.Arufi ajeng
Kata pengantar

Puji syukur kehadirat Tuhan YME, yang telah memberikan limpahan rahmat_Nya. Sehingga
penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini yang berjudul “Stress Berhubungan Dengan
Dampak Hospitalisasi”, disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah keperawatan jiwa I ,
jurusan Ilmu Keperawatan Stikes Surya Global Yogyakarta.
Dalam penulisan makalah ini tentunya penulis berterimakasih kepada dosen
pembimbing mata kuliah ini yaitu, yang telah membimbing, memotifasi dan mendampingi
kami dalam pembelajaran.
Makalah ini berisi tentang pengertian stress, konsep dasar hospitalisasi, pengertian
hospitalisasi, macam-macam hospitalisasi, Rentang respon hospitalisasi, Manfaat
hospitalisasi, Dampak hospitalisasi, Hospitalisasi pada anak.
Penulis menyadari bahwa sepenuhnya dalam penulisan makalah ini masih terdapat
banyak kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran semua pihak
untuk menyempurnakan makalah ini.
Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih dan semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca.
BAB I

PEMBAHASAN

1. Pengertian
Hospitalisasi merupakan suatu proses yang karena suatu alasan yang berencana atau
darurat, mengharuskan klien untuk tinggal dirumah sakit, menjalani terapi dan perawatan
sampai pemulangannya kembali kerumah. Selama proses tersebut anak dan orang tua dapat
mengalami berbagai kejadian yang menurut beberapa penelitian ditunjukkan dengan
pengalaman yang sangat traumatic dan penuh dengan stress.
Hospitalisasi merupakan pengalaman yang penuh tekanan, utamanya karena perpisahan
dengan lingkungan normal dimana orang lain berarti, seleksi perilaku koping terbatas, dan
perubahan status kesehatan.
Berbagai perasaan yang sering muncul pada anak, yaitu : cemas, marah, sedih, takut, dan
rasa bersalah . Perasaan tersebut dapat timbul karena menghadapi sesuatu yang baru dan
belum pernah dialami sebelumnya, rasa tidak aman dan tidak nyaman, perasaan kehilangan
sesuatu yang biasa dialaminya dan sesuatu yang dirasakan menyakitkan. Tidak hanya anak,
orang tua juga mengalami hal yang sama.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa orang tua mengalami kecemasan yang tinggi
saat perawatan anaknya dirumah sakit walaupun beberapa orang tua juga dilaporkan tidak
mengalami karena perawatan anak dirasakan dapat mengatasi permasalahannya.
Apabila anak stress selama dalam perawatan, orang tua menjadi stress pula, dan stress
orang tua akan membuat tingkat stress anak semakin meningkat.
Anak adalah bagian dari kehidupan orang tuanya sehingga apabila ada pengalaman yang
mengganggu kehidupannya maka orang tua pun merasa sangat stress.
Proses hospitalisasi dapat menimbulkan trauma atau dukungan, bergantung pada institusi,
sikap keluarga dan teman, respon staf, dan jenis penerimaan masuk rumah sakit.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa hospitalisasi ini merupakan perawatan yang dilakukan
selama dirumah sakit dimana terdapat rasa penekanan akan sesuatu yang baru dan belum bisa
menerima keadaan dan hospitalisasi juga dapat menimbulkan rasa tidak nyaman serta stress
yang bisa dialami oleh klien maupun keluarga.
Macam-macam hospitalisasi adalah menurut Lyndon Sebagai berikut :
a. Hospitalisasi Informal
Perawatan dan pemulangan dapat diminta secara lisan, dan pasien dapat
meninggalkan tempat pada tiap waktu, bahkan jika menentang dengan nasehat medis.
Sebagian besar pasien medis dan bedah dirawat secara informal.
b. Hospitalisasi Volunter
Hospitalisasi volunter memerlukan permintaan tertulis untuk perawatan dan untuk
pemulangan. Setelah pasien meminta pulang, dokter dapat mengubah hospitalisasi volunter
menjadi hospitalisasi involuter.
c. Hospitalisasi Involunter
Hospitalisasi Involunter adalah sangat membatasi otonomi dan hak pasien. Keadaan
ini tidak memerlukan persetujuan pasien dan seringkali digunakan untuk pasien yang
berbahaya bagi dirinya sendiri dan orag lain. Hospitalisasi Involunter memerlukan
pengesahan (sertifikasi) oleh sekurang-kurangya dua dokter; pengesahan dapat berlaku
sampai 60 hari dan dapat diperbaharui. Keadaan ini mungkin diminta oleh pegadilan sebagai
jawaban atas permohonan dari rumah sakit atau anggota keluarga.
d. Hospitalisasi Gawat Darurat
Hospitalisasi Gawat Darurat (sementara atau persetujuan satu orang dokter) adalah bentuk
yang mirip dengan komitmen involunter yang memrluka pengesahan atau sertifikasi hanya
oleh satu orang dokter; pengesahan berlaku selama 15 hari. Pasien harus diperiksa oleh
dokter kedua dalam 48 jam untuk menegakkan perluya perawatan gawat darurat. Setelah 15
hari, pasien harus dipulangkan, diubah menjadi status involunter, atau diubah menjadi status
volunter.
3. Rentang Respon Hospitalisasi
Berbagai macam perilaku yang dapat ditunjukkan klien dan keluarga sebagai respon terhadap
perawatannya dirumah sakit, sebagai berikut :
a. Reaksi anak terhadap hospitalisasi
Setelah dikemukan diatas, anak akan menunjukkan berbagai perilaku sebagai reaksi terhadap
pengalaman hospitalisasi. Reaksi tersebut bersifat individual, dan sangat bergantung pada
tahapan usia perkembangan anak, pengalaman sebelumnya terhadap sakit, system pendukung
yang tersedia, dan kemampuan koping yang dimilkinya, pada umumnya, reaksi anak terhadap
sakit adalah kecemasan karena perpisahan, kehilangan, perlukaan tubuh, dan rasa nyeri.

Berikut ini reaksi anak terhadap hospitalisai sesuai dengan tahapan perkambangannya .
1) Masa bayi ( 0 – 1 tahun )
Masalah utama terjadi adalah karena dampak dari perpisahan dengan orang tua sehingga ada
gangguan pembentukkan rasa percaya dan kasih sayang. Pada anak usia lebih dari 6 bulan
terjadi stranger anxiety atau cemas atau cemas apabila berhadapan dengan orang yang tidak
dikenalnya dan cemas karena perpisahan. Reaksi yang sering muncul pada anak ini adalah
menangis, marah, dan banyak melakukan gerakan sebagai sikap stranger anxiety.
2) Masa todler ( 2-3 tahun )
Anak usia todler bereaksi terhadap hospitalisasi sesuai dengan sumber stresnya. Sumber
stress yang utama adalah cemas akibat perpisahan. Respon perilakunya sesuai dengan
tahapannya :
a) Tahap protes, perilaku yang ditunjukkan adalah menangis kuat, menjerit memanggil
orang tuanya dan menolak perhatian yang diberikan oleh orang lain.
b) Tahap putus asa, perilaku yang ditunjukan adalah menagis berkurang, anak tidak aktif,
kurang menunjukan minat untuk bermain dan makan, sedih, dan apatis
c) Tahap pengingkaran, perilaku yang ditunjukan adalah secara samar mulai menerima
perpisahan, membina hubungan secara dangkal, dan anak mulai terlihat menyukai
lingkungannya.
3) Masa prasekolah ( 3-6 tahun )
Perawatan anak dirumah sakit memaksa anak untuk berpisah dari lingkungan yang
dirasakannya aman, penuh kasih sayang, dan menyenangkan, yaitu lingkungan rumah,
permainan, dan teman sepermainannya. Reaksi terhadap perpisahan yang ditunjukan anak
usia prasekolah adalah dengan menolak makan, sering bertanya, menangis walaupun secara
perlahan, dan tidak kooperatif terhadap tenaga kesehatan, perawatan dirumah sakit
mengakibatkan anak kehilangan control terhadap dirinya
4) Masa sekolah (6-12 tahun )
Perawatan dirumah sakit memaksa anak untuk berpisah dengan lingkungan yang
dicintainya, yaitu keluarga dan terutama pada kelompok sosialnya yang dapat menimbulkan
kecemasan. Kehilangan control juga terjadi akibat dirawat dirumah sakit karena adanya
pembatasan aktivitas. Kehilangan control tersebut berdampak pada perubahan peran dalam
keluarga, anak kehilangan kelompok sosialnya karena ia biasa melakukan kegiatan bermain
atau pergaulan social, perasaan takut mati, dan adanya kelemahan fisik.

5) Masa remaja (12 – 18 tahun )


Perawatan dirumah sakit menyebabkan timbulnya rasa cemas karena harus berpisah
dengan teman sebayanya. Telah diuraikan pada kegiatan belajar sebelumnya bahwa anak
remaja begitu percaya dan sering kali terpengaruh oleh kelompok sebayanya (geng). Apabila
harus dirawat dirumah sakit anak akan merasa kehilangan dan timbul perasaan cemas karena
perpisahan tersebut. Pembatasan aktivitas dirumah sakit membuat anak kehilangan control
terhadap dirinya dan bergantung pada keluarga atau petugas kesehatan dirumah sakit. Reaksi
yang sering muncul pada terhadap pembatasan aktivitas ini adalah menolak perawatan atau
tindakan yang dilakukan padanya atau anak tidak mau kooperatif dengan petugas kesehatan
atau menarik diri dari keluarga, sesama pasien dan petugas kesehatan ( isolasi ).
b. Reaksi keluarga terhadap hospitalisasi
Reaksi yang terjadi akibat pasien yang dirumah sakit adalah sebagai berikut :
1) Perasaan cemas dan takut
a) Rasa cemas paling tinggi dirasakan keluarga pada saat menunggu informasi tentang
diagnosis penyakit pasien
b) Rasa takut muncul pada keluarga terutama akibat takut kehilangan pasien pada kondisi
sakit yang terminal.
c) Perilaku yang sering ditunjukan keluarga berkaitan dengan adanya perasaan cemas dan
takut ini adalah : sering bertanya atau bertanya tentang hal sama berulang-ulang pada orang
yang berbeda, gelisah, ekspresi wajah tegang dan bahkan marah 2) Perasaan sedih
Perasaan sedih yang dialami keluarga adalah sebagai berikut :
a) Perasaan ini muncul terutama pada saat pasien dalam kondisi terminal dan keluarga
mengetahui bahwa tidak ada lagi harapan bagi pasien untuk sembuh.
b) Pada kondisi ini keluarga menunjukkan perilaku isolasi atau tidak mau didekati orang
lain, bahkan bisa tidak kooperatif terhadap petugas kesehatan.
3) Perasaan frustrasi
Perasaan frustasi yang dirasakan adalah sebagai berikut :
a) Pada kondisi pasien yang telah dirawat cukup lama dan dirasakan tidak mengalami
perubahan serta tidak adekuatnya dukungan psikologis yang diterima keluarga, baik dari
keluarga maupun kerabat lainnya maka keluarga akan merasa putus asa, bahkan frustrasi.
b) Sering kali keluarga menunjukkan perilaku tidak kooperatif, putus asa, menolak
tindakan, bahkan menginginkan pulang paksa.
4. Manfaat Hospitalisasi
Menurut Supartini manfaat hospitalisasi, sebagai berikut :
a. Membantu perkembangan keluarga dan pasien dengan cara memberi kesempatan
keluarga mempelajari reaksi pasien terhadap stresor yang dihadapi selama perawatan di
Rumah sakit
b. Hospitalisasi dapat dijadikan media untuk belajar. Untuk itu perawatan dapat memberi
kesempatan pada keluarga untuk belajar tentang penyakit, prosedur, penyembuhan, terapi,
dan perawatan pasien.
c. Untuk meningkatkan kemampuan kontrol diri dapat akan kemampuan kontrol diri
dapat dilakukan dengan memberi kesempatan pada pasien mengambil keputusan, tidak terlalu
bergantung pada orang lain dan percaya diri. Berikan juga penguatan yang positif dengan
selalu memberikan pujian atas kemampuan klien dan keluarga dan dorong terus untuk
meningkatkannya
d. Fasilitasi klien untuk tetap menjaga sosialisasinya dengan sesame klien yang ada, teman
sebaya atau teman sekolah. Berikan kesempatan padanya untuk saling kenal dan membagi
pengalamannya. Demikian juga interaksi dengan petugas kesehatan dan keluarga harus
difasilitasi oleh perawat karena selama dirumah sakit klien dan keluarga mempunyai
kelompok yang baru
5. Dampak Hospitalisasi
Secara umum hospitaisasi menimbulkan dampak pada lima aspek,yaitu Menurut privasi,gaya
hidup,otonomi diri,peran,dan ekonomi.
a. Privasi
Privasi dapat diartika sebagai refleksi perasaan nyaman pada diri seseorang dan bersifat
pribadi. Bisa dikatakan,privasi adalah suatu hal yang sifatnya pribadi. Sewaktu dirawat di
rumah sakit klien kehilangan sebagian privasinya.
b. Gaya Hidup
Klien yang dirawat di rumah sakit seringkali mengalami perubahan pola gaya hidup. Hal ini
disebabkan oleh perubahan situasi antara rumah sakit dan rumah tempat tinggal klien. Juga
oleh perubahan kondisi kesehatan klien. Aktifitas hidup yang klien jalani sewaktu sehat tentu
berbeda aktifitas yang dijalaninya di rumah sakit. Apalagi jika yang dirawat adalah seorang
pejabat.
c. Otonomi
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya,individu yang sakit dan dirawat di rumah sakit
berada dalam posisi ketergantungan. Artinya ia akan “pasrah” terhadap tindakan apa
pun,yang dilakukan oleh petugas kesehatan demi mencapai keadaan sehat. Ini menunjukkan
bahwa klien yang dirawat di rumah sakit,akan mengalami peruahan otonomi.
d. Peran
Peran dapat diartikan sebagai seperangkat perilaku yang diharapkan oleh individu sesuai
dengan status sosialnya. Jika ia seorang perawat,peran yang diharapkannya adalah peran
sebagai perawat,bukan sebagai dokter. Perubahan terjadi akibat hospitalisasi ini tidak hanya
berpengaruh pada individu,tetapi juga pada keluarga. Perubahan yang terjadi antara lain :
1) Perubahan peran
Jika salah seorang anggota keluarga sakit,akan terjadi perubahan peran dalam keluarga.
2) Masalah keuangan
Keuangan keluarga akan terpengaruh oleh hospitalisasi,keuangan yang sedianya ditujukan
untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga akhirnya digunakan untuk keperluan klien yang
dirawat.
3) Kesepian
Suasana rumah akan berubah jika ada salah seorang anggota keluarga dirawat. Keseharian
keluarga yang biasanya dihiasi dengan keceriaan,kegembiraan,dan senda gurau,anggotanya
tiba-tiba diliputi oleh kesedihan.
4) Perubahan kebiasaan sosial
Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat. Karenanya, keluarga pun mempunyai
kebiasaan dalam lingkup sosialnya. Sewaktu sehat, keluarga mampu berperan serta dalam
kegiatan sosial. Akan tetapi, saat salah seorang anggota keluarga sakit, keterlibatan keluarga
dalam aktivitas sosial dimasyarakat pun mengalami perubahan.
C. HOSPITALISASI PADA ANAK
Hospitalisasi adalah suatu keadaan krisis pada anak, saat anak sakit dan dirawat di rumah
sakit. Keadaan ini terjadi karena anak berusaha untuk beradaptasi dengan lingkungan asing
dan baru yaitu rumah sakit, sehingga kondisi tersebut menjadi faktor stressor bagi anak baik
terhadap anak maupun orang tua dan keluarga (Wong, 2000).
Hospitalisasi merupakan suatu proses karena alasan berencana atau darurat yang
mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit untuk menjalani terapi dan perawatan.
Meskipun demikian dirawat di rumah sakit tetap merupakan masalah besar dan menimbulkan
ketakutan, cemas, bagi anak (Supartini, 2004). Hospitalisasi juga dapat diartikan adanya
beberapa perubahan psikis yang dapat menjadi sebab anak dirawat di rumah sakit (Stevens,
1999).
Perubahan psikis terjadi dikarenakan adanya suatu tekanan atau krisis pada anak. Jika
seorang anak di rawat di rumah sakit, maka anak tersebut akan mudah mengalami krisis yang
disebabkan anak mengalami stres akibat perubahan baik terhadap status kesehatannya
maupun lingkungannya dalam kebiasaan sehari-hari. Selain itu, anak mempunyai sejumlah
keterbatasan dalam mekanisme koping untuk mengatasi masalah maupun kejadian-kejadian
yang sifatnya menekan (Nursalam, Susilaningrum, dan Utami, 2005).
1. Stressor pada Anak yang Dirawat di Rumah Sakit
Sakit dan dirawat di rumah sakit merupakan krisis utama yang tampak pada anak
(Nursalam, Susilaningrum, dan Utami, 2005). Jika seorang anak dirawat di rumah sakit,
maka anak tersebut akan mudah mengalami krisis karena anak mengalami stres akibat
perubahan yang dialaminya. Perubahan tersebut dapat berupa perubahan status kesehatan
anak, perubahan lingkungan, maupun perubahan kebiasaan sehari-hari. Selain itu anak juga
mempunyai keterbatasan dalam mekanisme koping untuk mengatasi masalah maupun
kejadian-kejadian yang bersifat menekan.
Stresor atau pemicu timbulnya stres pada anak yang dirawat di rumah sakit dapat
berupa perubahan yang bersifat fisik, psiko-sosial, maupun spiritual. Perubahan lingkungan
fisik ruangan seperti fasilitas tempat tidur yang sempit dan kuang nyaman, tingkat kebersihan
kurang, dan pencahayaan yang terlalu terang atau terlalu redup. Selain itu suara yang gaduh
dapat membuat anak merasa terganggu atau bahkan menjadi ketakutan. Keadaan dan warna
dinding maupun tirai dapat membuat anak marasa kurang nyaman (Keliat, 1998).
Beberapa perubahan lingkungan fisik selama dirawat di rumah sakit dapat membuat
anak merasa asing. Hal tersebut akan menjadikan anak merasa tidak aman dan tidak nyaman.
Ditambah lagi, anak mengalami perubahan fisiologis yang tampak melalui tanda dan gejala
yang dialaminya saat sakit. Adanya perlukaan dan rasa nyeri membuat anak terganggu.
A. STRESSOR PADA INFANT
a. pengertian
Pada usia 6 bulan akan memperlihatkan Separation Anxiety dimana bayi menenagis keras
jika ditinggal ibunya. Perlukaan dan rasa sakit : ekspresi wajah tidak menyenangkan,
pergerakan tubuh yg berlebihan dan menangis kuat.
b. Separation anxiety ( cemas karena perpisahan )
-Pengertian terhadap realita terbatas hubungan dengan ibu sangat dekat
-Kemampuan bahasa terbatas
c. Respon Infant akibat perpisahan dibagi tiga tahap
1.Tahap Protes ( Fase Of Protes )
-Menangis kuat
-Menjerit
-Menendang
-Berduka
-Marah
2.Tahap Putus Asa ( Phase Of Despair )
-Tangis anak mula berkurang
-Murung, diam, sedih, apatis
-Tidak tertarik dengan aktivitas di sekitarnya
-Menghisap jari
-Menghindari kontak mata
-Berusaha menghindar dari orang yang mendekati
-Kadang anak tidak mau makan
3.Tahap Menolak ( Phase Detachment / Denial )
-Secara samar anak seakan menerima perpisahan ( pura-pura )
-Anak mulai tertarik dengan sesuatu di sekitarnya
-Bermain dengan orang lain
-Mulai membina hubungan yang dangkal dengan orang lain.
-Anak mulai terlihat gembira
d. Kehilangan Fungsi dan Kontrol
Hal ini terjadi karena ada persepsi yang salah tentang prosedur dan pengobatan serta aktivitas
di rumah sakit, misalnya karena diikat/restrain tangan, kaki yang membuat anak kehilangan
mobilitas dan menimbulkan stress pada anak
e. Gangguan Body Image dan Nyeri
o Infant masih ragu tentang persepsi body image
o Tetapi dengan berkembangnya kemampuan motorik infant dapat memahami arti dari
organ tubuhnya, missal : sedih/cemas jika ada trauma atau luka.
o Warna seragam perawat / dokter ( putih ) diidentikan
dengan prosedur tindakan yang menyakitkan sehingga meningkatkan kecemasan bagi
infant.
Berdasarkan theory psychodynamic, sensasi yang berarti bagi infant adalah berada di
sekitar mulut dan genitalnya. Hal ini diperjelas apabila infant cemas karena perpisahan,
kehilanga biasanya menghisap jari, botol.
B. STRESSOR PADA ANAK USIA AWAL ( TODDLER & PRA SEKOLAH
Reaksi emosional ditunjukan dengan menangis, marah dan berduka sebagai bentuk
yang sehat dalam mengatasi stress karena hospitalisasi. Pada usia 6 bulan akan
memperlihatkan Separation Anxiety dimana bayi menenagis keras jika ditinggal ibunya.
Perlukaan dan rasa sakit : ekspresi wajah tidak menyenangkan, pergerakan tubuh yg
berlebihan dan menangis kuat.
Respon prilaku yang anak sesuai dengan tahapannya yaitu :
1. Tahap protes : nangis kuat, menjerit memanggil ortu, menolak perhatian orla.
2. Tahap putus asa : namgis berkurang, tidak aktif, kurang minat bermain dan makan,
menarik diri, sedih dan apatis.
3. Tahap denial : samar menerima, membina hubungan dangkal, dan anak mulai menyukai
lingkungan.
a.Pengertian anak tentang sakit:
1. Anak mempersepsikan sakit sebagai suatu hukuman untuk perilaku buruk, hal ini terjadi
karena anak masih mempunyai keterbatasan tentang dunia di sekitar mereka.
2. Anak mempuyai kesulitan dalam pemahaman mengapa mereka sakit, tidak bias bermain
dengan temannya, mengapa mereka terluka dan nyeri sehingga membuat mereka harus pergi
ke rumah sakit dan harus mengalami hospitalisasi.
3. Reaksi anak tentang hukuman yang diterimanya dapat bersifat passive, cooperative,
membantu atau anak mencoba menghindar dari orang tua, anak menjadi marah.
b.Separation /perpisahan
-anak takut dan cemas berpisah dengan orang tua
-anak sering mimpi buruk
c.Kehilangan fungsi dan control
Dengan adanya kehilangan fungsi sehubungan dengan terganggunya fungsi motorik biasanya
mengakibatkan berkurangnya percaya diri pada anak sehingga tugas perkembangan yang
sudah dicapai dapat terhambat. Hal ini membuat anak menjadi regresi; ngompol lagi, suka
menghisap jari dan menolak untuk makan.Restrain / Pengekangan dapat menimbulkan anak
menjadi cemas
d.Gangguan Body Image dan nyeri
-Merasa tidak nyaman akan perubahan yang terjadi
-Ketakutan terhadap prosedur yang menyakitkan
D. STRESSOR PADA USIA PERTENGAHAN
Restrain atau immobilisasi dapat menimbulkan kecemasan
a.Pengertian tentang sakit
- anak usia 5 – 7 tahun mendefinisikan bahwa mereka sakit sehingga membuat mereka harus
istirahat di tempat tidur
- Pengalaman anak yang terdahulu selalu mempengaruhi pengertian anak tentang penyakit
yang di alaminya.
b.Separation /Perpisahan
- Dengan semakin meningkatnya usia anak, anak mulai memahami mengapa perpisahan
terjadi.
- Anak mulai mentolerir perpisahan dengan orang tua yang berlangsunng lama.
- Perpisahan dengan teman sekolah dan guru merupakan hal yang berarti bagi anak sehingga
dapat mengakibatkan anak menjadi cemas.
c.Kehilangan Fungsi Dan Kontrol
- Bagi anak usia pertengahan ancaman akan harga diri mereka sehingga sering membuat anak
frustasi, marah dan depresi.
- Dengan adanya kehilangan fungsi dan control anak merasa bahwa inisiatif mereka
terhambat.
d.Gangguan body image dan nyeri
- anak mulai menyadari tentang nyeri
- Anak tidak mau melihat bagian tubuhnya yang sakit atau adanya luka insisi.
D. STRESSOR PADA ANAK USIA AKHIR
a.pengertian:
Anak mulai mulai memahami konsep sakit yang bias disebbkan oleh factor eksternal atau
bakteri, virus dan lain-lain. Mereka percaya bahwa penyakit itu bisa dicegah
b.Separation / Perpisahan
- Perpisahan dengan orang tua buakan merupakan suatu masalah
- Perpisahan dengan teman sebaya / peer group dapat mengakibatkan stress
- Anak takut kehilangan status hubungan dengan teman
c.Kehilangan fungsi control
Anak takut kehilangan control diri karena penyakit dan rasa nyeri yang dialaminya.
d.Gangguan body Image
- Anak takut mengalami kecacatan dan kematian
- Anak takut sesuatu yang terjadi atau berpengaruh terhadap alat genitalianya
E. STRESSOR PADA ADOLESCENT/REMAJA
a.Pengertian tentang sakit
- Anak mulai memahami konsep yang abstrak dan penyebab sakit yang bersifat kompleks
- Anak mulai memahami bahwa hal-hal yang bias mempengaruhi sakit.
b.Separation / Perpisahan
- Anak remaja sangat dipengaruhi oleh peer groupnya, jika mereka sakit akan menimbulkan
stress akan perpisahan dengan teman sebayanya.
- Anak juga kadang menghinda dan mencoba membatasi kontak dengan peer groupnya jika
mereka mengalami kecacatan.
c.Kehilangan fungsi control
- bagi remaja sakit dapat mempengaruhi fungsi kemandirian mereka.
- Penyakit kronis dapat menimbulkan kehilangan dan mengncam konsep diri remaja.
- Reaksi anak biasanya marah frustasi atau menarik diri
d.Gangguan body image
- sakit pada remaja mengakibatkan mereka merasa berbeda dengan peer groupnya dan sangat
mempengaruhi kemampuan anak dalam menangani stress karena adanya perubahan body
image. Remaja khawatir diejek oleh teman / peer groupnya.
- Mengalami stress apabila dilakukan pemeriksaan fisik yang berhubungan dengan organ
seksual.
F. STRESSOR DAN REAKSI KELUARGA SEHUBUNGAN DENGAN HOSPITALISASI
ANAK
Bagian integral dari keluargaàAnak Jika anak harus menjalani hospitalisasi akan memberikan
pengaruh terhadap angggota keluarga dan fungsi keluarga ( Wong & Whaley, 1999)
A. Reaksi orang tua dipengaruhi oleh :
1.Tingkat keseriusan penyakit ana
2.Pengalaman sebelumnya terhadap sakit dan hospitalisasi
3.Prosedur pengobatan
4.Kekuatan ego individu
5.Kemampuan koping
6.Kebudayaan dan kepercayaan
7 Komunikasi dalam keluarga
Pada umumnya reaksi orang tua:
1.Denial / disbelief
Tidak percaya akan penyakit anaknya
2.Marah / merasa bersalah
Merasa tidak mampu merawat anaknya
3.Ketakutan, cemas dan frustasi
-Tingkat keseriusan penyakit
-Prosdur tindakan medis
-Ketidaktahuan
4.Depresi
-terjadi setelah masa krisis anak berlalu
-Merasa lelah fisik dan mental
-Khawatir memikirkan anaknya yang lain di rumah
-Berhubungan dengan efek samping pengobatan
-Berhubungan dengan biaya pengobatan dan perawatan
G. Reaksi sibling
a.Pada umumnya reaksi sibling
-merasa kesepian
-Ketakutan
-Khawatir
-Marah
-Cemburu
-Rasa benci
-Rasa bersalah
b.Pengaruh pada fungsi keluarga
-Pola Komunikasi
-Komunikasi antar anggota keluarga terganggu
-Respon emosional tidak dapat terkontrol dengan baik
c. Penurunan peran anggota keluarga
Pola komunikasi
-Kehilangan peran orang tua
-Perhatian orang tua tertuju pada anak yang sakit dan di rawat
-Kadang orang tua menyalahkan sibling sebagai perilaku antisocial.
d. Cara mengatasi masalah yang mungkin timbul sehubungan dengan hospitalisasi anak
· Libatkan orang tua dalam mengatasi stress anak dan pelaksanaan asuhan keperawatan
· Bina hubungan saling percaya antara perawat dengan anak dan keluarga.
· Kurangi batasan-batasan yang diberikan pada anak
· Beri dukungan pada anak dan keluarga
· Beri informasi yang adekuat.
H. REAKSI ORTU DAN SAUDARA KANDUNG TERHADAP ANAK YANG
DIHOSPITAL
1. Reaksi ortu :
· Perasaan cemas dan takut : perasaan tersebut muncul pada saat ortu melihat anak
mendapat prosedur menyakitkan ( Perawat harus bijaksana dan bersikap pada anak dan ortu).
· Cemas yang paling tinggi dirasakan ortu pada saat menunggu informasi ttg diagnosis
penyakit anaknya.
· Rasa takut muncul pada ortu terutama akibat takut kehilangan anak pada kondisi sakit
terminal.
· prilaku yang sering ditunjukkan ortu : sering bertanya ttg hal yang sama secara
berulang pada org berbeda, gelisah, ekspresi wajah tegang, dan bahkan marah.
2. Perasaan Sedih : Muncul pada saat anak dalam kondisi terminal dan ortu mengetahui
bahwa tidak ada lagi harapan anaknya untuk sembuh.
3. Perasaan frustasi : Muncul pada kondisi anak yang telah dirawat cukup lama dan
dirasakan tidak mengalami perubahan serta tidak adekuatnya dukungan psikologis.
Reaksi saudara kandung
· Marah
· Cemburu
· Benci dan bersalah

Anda mungkin juga menyukai