PENDAHULUAN
rendah, pravalensi masalah gigi dan mulut pada tahun 2018 sebesar 57,6 %
meningkat 2 kali lipat dibanding tahun 2013 yang hanya 25,9% (Riskesdas 2018;
Riseksdas 2013). Maloklusi menempati urutan ketiga dibawah karies dan penyakit
periodontal dalam masalah kesehatan gigi dan mulut (Laguhi dkk, 2014).
kesehatan gigi dan mulut yang cukup tinggi terutama kasus maloklusi.
Berdasarkan data Riskesdas tahun 2013 terdapat prevalensi kasus maloklusi gigi
berdesakan pada usia anak sekolah sebesar 15,6% dan menjadi kelompok usia
Gambut yang memiliki 37 sekolah dasar. Berdasarkan data Dinas Kesehatan tahun
siswa yang diperiksa kesehatan gigi dan mulutnya adalah sebesar 83,1% dengan
Gambut sebagai persentase terendah yang mendapatkan perawatan gigi dan mulut.
Salah satu sekolah yang berada di Kecamatan Gambut adalah SDN Gambut 10
1
2
gigi dan mulut, khusunya kasus maloklusi (Dinkes Kab Banjar, 2017).
(WHO), maloklusi adalah cacat atau gangguan fungsional yang dapat menjadi
hambatan bagi kesehatan fisik dan emosional pasien. Anak masih mempunyai
perkembangan yang sedang berlangsung. Sering kali anak yang sedang dalam
Pada usia 8-12 tahun banyak terjadi gigi berjejal dan maloklusi, hal ini disebabkan
karena pada periode ini terjadi perubahan dimensi dari gigi sulung menjadi gigi
tetap yang banyak menimbulkan masalah dimana oklusi terkadang menjadi tidak
sesuai sehingga dapat terjadi keadaan gigi berjejal, gigitan silang, gigitan terbuka,
gigitan dalam, dan hilangnya gigi permanen karena karies (Wijayanti, 2014;
Yaaqob, 2011).
Record (HMAR). Indeks HMAR diperkenalkan oleh Salzmann pada tahun 1968.
Indeks HMAR dapat memberikan penilaian terhadap ciri-ciri oklusi dan cara
menggunakan alat yang rumit. Maloklusi yang dapat dinilai menggunakan HMAR
yaitu penyimpangan gigi dalam satu rahang, kelainan hubungan rahang atas dan
yang mereka pilih untuk dimakan yang menyebabkan terjadinya gangguan pada
kondisi status gizi (Magalhaes I.B et al., 2010). Menurut Abas Basuni, status gizi
adalah keadaan seimbang antara asupan dan kebutuhan zat gizi. Status gizi baik
(seimbang) bila jumlah asupan zat gizi sesuai dengan yang dibutuhkan, status gizi
kurang bila jumlah asupan zat gizi kurang atau tidak sesuai yang dibutuhkan dan
pengukuran dari IMT kurang dari rata-rata, status gizi lebih bila jumlah asupan zat
gizi lebih dari yang dibutuhkan dan pengukuran dari IMT lebih dari rata-rata.
Antropometri adalah ukuran tubuh manusia yang mengukur dimensi tubuh dan
komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi (Nasar S et al., 2015).
Parameter dan indeks antropometri yang umum digunakan untuk menilai status
gizi salah satunya adalah Indeks Massa Tubuh Menurut Umur (IMT/U) (Poltekes,
2008). Penilaian status gizi menggunakan Indeks Massa Tubuh (IMT/U) lebih
mudah dilakukan dibandingkan cara penilaian status gizi lain, terutama daerah
pedesaan hal ini karena alat-alat yang digunakan relative sederhana. Status berat
badan anak diukur dengan menggunakan Indeks Massa Tubuh (IMT) lalu
50% diantaranya mengalami gizi kurang dan 20% mengalami gizi lebih.
orang tua dari siswa memiliki tingkat pendidikan rendah yaitu kebanyakan hanya
jenjang SMA kebawah, dan kebanyakan para orang tua bekerja sebagai
wiraswasta dan karyawan swasta dengan gajih yang masih dibawah upah
minimum provinsi. Hal ini yang membuat peneliti memilih sekolah ini sebagai
tempat penelitian karena tingginya angka maloklusi dengan kondisi status gizi
yang tidak berimbang ditambah dengan tingkat pendidikan yang kurang dan juga
2. Menilai indikator status gizi kurang, gizi normal, dan gizi lebih
berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT) pada siswa SDN Gambut 10.
1.4. Manfaat
gigi tentang hubungan antara maloklusi dengan kondisi status gizi pada siswa di