Anda di halaman 1dari 20

Pengaruh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah

(PAD) di Kota Cirebon.

Latar Belakang
Negara Republik Indonesia menganut asas desentralisasi dalam
penyelenggaraan pemerintahan dengan memberikan keleluasaan pada daerah untuk
menyelenggarakan otonomi daerah. Menurut Undang-undang No.22 Tahun 1999 Pasal 1
dikatakan bahwa yang dimaksud otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom, yang
selanjutnya disebut daerah, untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat
menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan perundang-
undangan. Dengan adanya otonomi, daerah dipacu untuk dapat berkreasi mencari sumber
penerimaan daerah. Pemerintah Daerah sebagai satuan yang diberi wewenang untuk
mengatur diri sendiri sesuai otonomi daerah membutuhkan sumber-sumber pembiayaan yang
cukup. Namun, Pemerintah Pusat tidak dapat memberikan sepenuhnya pembiayaan kepada
daerah, maka kepada daerah diberikan kewajiban dan wewenang untuk menggali sumber-
sumber keuangan daerahnya sendiri.
Sumber-sumber pendanaan pelaksanaan pemerintah daerah atas Pendapatan Asli
Daerah (PAD), dana perimbangan, pinjaman daerah dan pendapatan yang sah lainnya. PAD,
yang salah satunya berupa pajak daerah, diharapkan menjadi salah satu sumber pembiayaan
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah, untuk meningkatkan dan
memeratakan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian, daerah mampu melaksanakan
otonomi, yaitu mampu mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.
Semakin besar pajak dan retribusi daerah yang diterima otomatis semakin
meningkatkan PAD nya. Kemandirian Pemkab/Pemko dapat dilihat dari besarnya PAD yang
diperoleh Pemkab/Pemko. Semakin besar pajak dan retribusi yang diperoleh oleh kabupaten
dan kota tersebut dalam membiayai pengeluaran untuk melaksanakan wewenang dan
tanggung jawabnya kepada masyarakat seperti membantu dan memfasilitasi sarana dan
prasarana masyarakat. Retribusi daerah merupakan pembayaran wajib dari penduduk kepada
Negara dikarenakan ada jasa tertentu yang diberikan oleh pemerintah daerah kepada individu
secara perorangan. Pungutan dari masyarakat ini akan menjadi sumber pendapatan bagi
daerah tersebut, dan bisa dijadikan sumber utama pendapatan daerah selain pajak daerah,
bagian laba usaha daerah maupun nilai-nilai PAD yang sah.
Kota Cirebon merupakan salah satu provinsi di pulau Jawa yang memiliki beraneka
ragam sumber jasa yang dapat dikenakan pajak dan retribusi. Mulai dari sektor pariwisata
sampai dengan jasa-jasa yang disediakan oleh pihak swasta yang banyak memiliki sector
industry dan pariwisata yang dapat dikenakan tarif pajak daerah dan retribusi. Dari pajak
daerah dan retribusi inilah yang akan menyumbang ke Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota
Cirebon. Oleh karena itu, melihat pentingnya pengaruh pajak daerah dan retribusi daerah
terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kota Cirebon yang pada akhirnya akan mempengaruhi
total pendapatan daerah pada masa yang akan datang. Dengan ini penulis tertarik meneliti
melalui penulisan skripsi yang berjudul :
“Pengaruh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) di
Kota Cirebon”

III. Rumusan Masalah


Pajak dan retribusi merupakan salah satu sektor yang potensial untuk penerimaan
PAD Kota Padang. Namun perlu diteliti lebih lanjut tentang:
1. Bagaimana pengaruh pajak daerah dan retribusi daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah
(PAD).
2. Bagaimana pengaruh pajak daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD).
3. Bagaimana pengaruh retribusi daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD).

IV. Tujuan dan Manfaat Penelitian


Tujuan Penelitian:
1. Untuk mengetahui persentase pengaruh penerimaan pajak dan retribusi berpengaruh
terhadap Pendapatan Asli Daerah pada pemerintahan Kota Cirebon.
2. Untuk mengetahui dan menganalisis besarnya pengaruh pajak daerah terhadap Pendapatan
Asli Daerah.
3. Untuk mengetahui dan menganalisis besarnya pengaruh retribusi terhadap Pendapatan Asli
Daerah.

Manfaat Penelitian :
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menambah wawasan mahasiswa tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
2. Sebagai bahan masukan bagi pemerintahan dalam menetapkan kebijakan dan bagaimana
sebaiknya pemerintahan memperlakukannya meningkat dari tahun ke tahun.
3. Sebagai bahan rujukan atau tambahan referensi untuk penelitian selanjutnya.

Batasan Penelitian
1. Variabel independent yang diteliti adalah pajak daerah dan retribusi daerah untuk Kota
Cirebon.
2. Objek penelitian adalah Kota Cirebon.\
3. Data yang digunakan adalah tahun 2012-2013

V. LANDASAN TEORI
Pajak
Pengertian Pajak
Menurut Rochmat Soemitro (guru besar hukum pajak) pajak merupakan iuran rakyat
kepada kas Negara (peralihan kekayaan dari sektor partikulir ke sektor pemerintahan)
berdasarkan UU (dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (tegen prestasi) yang
langsung dapat ditunjuk dan digunakan untuk membiayai pengeluaran umum. Sedangkan
menurut Undang-undang No.28 tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas UU No 6 tahun
1983 tentang Ketentuan umum dan Tata Cara perpajakan menyebutkan bahwa pajak adalah
kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat
memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung
dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Fungsi Pajak
Terdapat beberapa fungsi pajak diantaranya yaitu:
a. Revenue Fungsi penerimaan atau dikenal pula dengan istilah fungsi bugetair adalah
fungsi utama dari pemungutan pajak. Pajak digunakan sebagai alat penyokong
utama pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan yang meliputi belanja rutin
pemerintah, belanja pembangunan, belanja untuk keperluan legislasi dan yudikasi,
serta pembiayaan lainnya.
b. Redistribution Pajak yang dipungut negara selanjutnya akan dikembalikan kepada
masyarakat dalam bentuk penyediaan fasilitas public di seluruh wilayah negara.
c. Repricing Fungsi ini sama pengertiannya dengan fungsi regulerent (mengatur) yang
lebih sering digunakan dalam literature perpajakan. Pajak digunakan sebagai alat
untuk mengatur atau mencapai tujuan tertentu. Contoh nyata dari fungsi ini adalah
PPnBM dan pajak terhadap minuman keras.
d. Representation (Legalitas Pemerintahan) Mengimplikasikan bahwa pemerintah
membebani pajak atas warga negara, dan warga negara meminta akuntabilitas dari
pemerintah.

Penggolongan Pajak
a. Berdasarkan Wewenang Pemungutannya
1) Pajak negara : pajak yang wewenang pemungutannya dimiliki oleh Pemerintah Pusat.
2) Pajak daerah : pajak yang wewenang pemungutannya dimiliki oleh Pemerintah
Daerah.
b. Berdasarkan Administrasi dan Pembebanan
1) Pajak langsung, yaitu pajak yang dipungut Pemerintah kepada Wajib Pajak dan tidak
dapat dilimpahkan kepada orang lain.
2) Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang dipungut pemerintah kepada Wajib Pajak
secara tidak langsung dan dapat dilimpahkan ke orang lain.
c. Berdasarkan Sasaran
1) Pajak subjektif, yaitu pajak yang memperhatikan pertama-tama keadaan pribadi
Wajib Pajak, seperti pajak penghasilan.
2) Pajak objektif, yaitu pajak yang memperhatikan pertama-tama pada objek (benda,
peristiwa, perbuatan, atau keadaan) yang menyebabkan timbulnya kewajiban
membayar pajak, seperti PPN dan PPnBM.

Sistem Pemungutan Pajak


Hingga saat ini terdapat 3 sistem pemungutan pajak yaitu ;
a. Official Assesment System : melalui sistem ini Wajib Pajak bersifat pasif karena
besarnya pajak ditentukan oleh fiskus dengan mengeluarkan Surat Ketetapan Pajak.
Wajib Pajak baru aktif ketika melakukan penyetoran pajak terutang berdasarkan
ketetapan SKP tersebut.
b. Self Assesment System : dalam sistem ini Wajib Pajak diberi kepercayaan untuk
melakukan kegotongroyongan nasional melalui sistem menghitung dan membayar
sendiri pajak terutang. Selain itu Wajib Pajak juga diwajibkan untuk melaporkan
secara teratur jumlah pajak yang terutang dan yang telah dibayarkan sebagaimana
ditentukan dalam peraturan perundang-undangan perpajakan. Pemerintah, dalam hal
ini aparat perpajakan, sesuai dengan fungsinya berkewajiban melakukan pembinaan,
penelitian, dan pengawasan terhadap pelaksanaan kewajiban perpajakan Wajib Pajak.
c. Withholding Tax System: dengan sistem ini pemungutan dan pemotongan pajak
dilakukan melalui pihak ketiga. Dalam prakteknya dimasa sekarang contoh sistem ini
adalah pada pemotongan PPh pasal 21 oleh pihak lain.

Asas Pemungutan Pajak


Terdapat 3 asas dalam pemungutan pajak yaitu:
a. Asas Domisili, yaitu bahwa pajak dibebankan pada pihak yang tinggal dan berada di
wilayah suatu negara tanpa memperhatikan sumber atau asal objek pajak yang
diperoleh.
b. Asas Sumber, yaitu bahwa pembebanan pajak oleh negara hanya terhadap objek pajak
yang bersumber atau berasal dari wilayah teritorialnya tanpa memeperhatikan tempat
tinggal wajib pajak.
c. Asas Kebangsaan, yaitu bahwa status kewarganegaraan seseorang menentukan
pembebanan pajak terhadapnya.

Cara Pemungutan Pajak


a. Stelsel Riil atau Nyata Merupakan cara pengenaan pajak yang didasarkan pada objek pajak
yang sesungguhnya, yang benar-benar ada, dan dapat ditunjuk. Sebagai contoh, dalam pajak
penghasilan, yang dimaksud penghasilan disini adalah penghasilan sesungguhnya yang
diperoleh atau diterima dalam satu tahun baru diketahui pada akhir tahun sehingga
pengenaan pajaknya baru dapat dilakukan pada akhir tahun tersebut.
b. Stelsel Fiktif Merupakan cara pengenaan pajak yang didasarkan pada suatu anggapan yang
dilegalkan oleh undang-undang. Sebagai contoh, penetapan besaran angsuran pajak diawal
tahun yang didasarkan pada anggapan bahwa pendapatan tahun ini adalah sama dengan
ditahun lalu.
c. Stelsel Campuran Pada dasarnya merupakan gabungan antara stelsel riil dan stelsel fiktif.
Pada awal tahun pajak menggunakan stelsel fiktif dan setelah akhir tahun menggunakan
stelsel riil. Contohnya adalah pajak penghasilan.

Syarat Pemungutan Pajak


a. Syarat Keadilan, yaitu pemungutan pajak dilaksanakan secara adil baik dalam peraturan
maupun realisasi pelaksanaannya.
b. Syarat Yuridis, yaitu pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang yang ditujukan
untuk menjamin adanya hukum yang menyatakan keadilan yang tegas, baik untuk negara
maupun untuk warganya.
c. Syarat Ekonomis, yaitu pemungutan pajak tidak boleh mengahambat ekonomi rakyat,
artinya pajak tidak boleh dipungut apabila justru menimbulkan kelesuan perekonomian
rakyat.
d. Syarat Finansial, yaitu pemungutan pajak dilaksanakan dengan pedoman bahwa biaya
pemungutan tidak boleh melebihi hasil pemungutannya. e. Syarat Sederhana, yaitu sistem
pemungutan pajak harus dirancang sesederhana mungkin untuk memudahkan pelaksanaan
hak dan kewajiban Wajib Pajak.

Undang-Undang Perpajakan
Undang-undang perpajakan di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu:
a. Undang-undang Pajak Formal Ini merupakan bagian undang-undang pajak yang
menyangkut cara-cara untuk melaksanakan undang-undang pajak material, dimana
Wajib Pajak membayar pajak, untuk melindungi kepentingan hak fiskus maupun Wajib
Pajak. Yang termasuk dalam kategori undang-undang pajak formal adalah Undang-
undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), Undang-undang
Pengadilan Pajak (UU PP), dan Undang-undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa
(UU PPSP).
b. Undang-undang Pajak Material Ini merupakan bagian undang-undang yang menyangkut
timbulnya hutang pajak, besarnya utang pajak, hapusnya utang pajak, dan hubungan
hukum antara fiskus dan Wajib Pajak. Yang termasuk dalam kategori undang-undang
pajak material adalah Undang-undang Pajak Penghasilan (UU PPh), Undang-undang
Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (UU PPN dan
PPnBM), Undang-undang Pajak Bumi dan Bangunan (UU PBB), Undang-undang Bea
Perolehan Ha katas Tanah dan Bangunan (UU BPHTB), dan sebagainya.
Pajak Daerah

Pajak Hotel
Pajak Hotel dipungut pajak atas pelayanan yang disediakan oleh hotel
dengan pembayaran termasuk jasa penunjang sebagai kelengkapan hotel yang sifatnya
memberikan kemudahan dan kenyamanan, termasuk fasilitas olah raga dan hiburan. yang
dimaksud dengan jasa penunjang disini adalah fasilitas telepon, faximilie, teleks, internet,
fotocopy, pelayanan cuci, seterika, transportasi dan fasilitas sejenis lainnya yang disediakan
atau dikelola oleh hotel.
Pada pajak hotel yang menjadi subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang
melakukan pembayaran atas pelayanan hotel. Sementara yang menjadi wajib pajak adalah
pengusaha hotel, yaitu orang pribadi atau badan dalam bentu apapun yang di dalam
lingkungan perusahaan atau pekerjaannya melakukan usaha di bidang penginapan.
Sedangkan objek hotel adalah pelayanan yang disediakan oleh hotel dengan pembayaran,
termasuk pelayanan seperti fasilitas penginapan atau fasilitas tinggal jangka pendek,
pelayanan penunjang sebagai kelengkapan fasilitas penginapan atau tempat tinggal yang
sifatnya memberikan kemudahan atau kenyamana, fasilitas olahraga dan hiburan yang
disediakan khusus untuk tamu hotel, jasa penyewaan ruangan untuk kegiatan acara atau
pertemuan di hotel.

Pajak Reklame
Pajak Reklame dipungut pajak atas penyelenggaraan reklame. Pengenaan pajak
reklame tidak mutlak ada pada setiap daerah di Indonesia. Hal ini berkaitan dengan
kewenangan yang diberikan kepada pemerintah kabupaten/kota untuk mengenakan atau tidak
suatu jenis pajak. Subjek Pajak Reklame adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan
reklame. Wajib Pajak Reklame adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan
reklame. Dalam hal reklame diselenggarakan sendiri secara langsung oleh orang pribadi atau
badan,maka Wajib Pajak Reklame adalah orang pribadi atau badan tersebut. Dalam hal
reklame diselenggarakan melalui pihak ketiga, pihak ketiga tersebut menjadi WajibPajak
Reklame. Untuk dasar pengenaan pajak reklame adalah nilai sewa reklame. Besarnya tarif
pajak reklame ditetapkan paling tinggi sebesar 10% dan ditetapkan sesuai peraturan daerah
yang bersangkutan.
Pajak Penerangan Jalan
Pajak Penerangan Jalan dipungut pajak atas setiap penggunaan tenaga listrik. Objek
Pajak Penerangan Jalan adalah penggunaan tenaga listrik, baik yang dihasilkan sendiri
maupun yang diperoleh dari sumber lain. Adapun listrik yang dihasilkan sendiri meliputi
seluruh pembangkit tenaga listrik. Dikecualikan dari objek Pajak Penerangan Jalan adalah:
a. penggunaan tenaga listrik oleh Instansi Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan
PemerintahDaerah;
b. penggunaan tenaga listrik pada tempat-tempat yang digunakan oleh Kedutaan,
Konsulatdan Perwakilan Asing dengan asas timbal balik;
c. penggunaan tenaga listrik yang dihasilkan sendiri, yang tidak memerlukan izin dari
instansiteknis dengan kapasitas terpasang di bawah 200 KVA.
d. penggunaan tenaga listrik yang khusus digunakan untuk tempat ibadah, panti
jompo,panti asuhan.
Subjek Pajak Penerangan Jalan adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan
tenaga listrik.Wajib Pajak Penerangan Jalan adalah orang pribadi atau badan yang
menggunakan tenaga listrik. Dalam hal tenaga listrik disediakan oleh sumber lain maka
Wajib Pajak Penerangan Jalan adalah penyedia tenaga listrik.
Dasar pengenaan Pajak Penerangan Jalan adalah Nilai Jual Tenaga Listrik. Nilai Jual
Tenaga Listrik ditetapkan:
a. dalam hal tenaga listrik berasal dari sumber lain dengan pembayaran, Nilai Jual
TenagaListrik adalah jumlah tagihan biaya beban/tetap ditambah dengan biaya
pemakaian kwh/variabel yang ditagihkan dalam rekening listrik;
b. dalam hal tenaga listrik dihasilkan sendiri, Nilai Jual Tenaga Listrik dihitung
berdasarkankapasitas tersedia, tingkat penggunaan listrik, jangka waktu pemakaian
listrik, dan harga satuan listrik yang berlaku. Tarif Pajak Penerangan Jalan ditetapkan
sebesar 10 % (sepuluh persen). Penggunaan tenaga listrik dari sumber lain oleh industri,
pertambangan minyak bumi dan gasalam, tarif pajak penerangan jalan ditetapkan sebesar
3 % (tiga persen). Penggunaan tenaga listrik yang dihasilkan sendiri, tarif pajak
penerangan jalan ditetapkan sebesar 1,5 % (satu koma lima persen).

Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan


Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan dipungut pajak atas setiap
kegiatan pengambilan Mineral Bukan Logam dan Batuan. Objek Pajak Mineral Bukan
Logam dan Batuan adalah asbes, batu tulis, batu setengah permata, batu kapur, batu apung,
batu permata, bentonit, dolomit, feldspar, garam batu (halite), grafit, granit/andesit, batu yeti,
gips, kalsit, kaolin, leusit, magnesit, mika, marmer, nitrat, opsidien, oker, pasir, batu dan
kerikil (sirtukil), pasir kuarsa, batu silika, batu rijang, perlit, phospat, talk, tariah serap (fullers
earth), tanah diatome, tanah liat, tawas (alum), tras, pasir putih, pasir gunung, tanah urug,
yarosit, zeolite, basal, trakkit, dan mineral bukan logam dan batuan lainnya sesuai dengan
ketentuan peraturan perundangundangan.

Sedangkan yang bukan merupakan objek Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan
adalah:

a. kegiatan pengambilan mineral bukan logam dan batuan yang nyata-nyata


tidakdimanfaatkan secara komersial, seperti kegiatan pengambilan tanah untuk keperluan
rumah tangga, pemancangan tiang listrik/telepon, penanaman kabel listrik/telepon,
penanaman pipa air/gas;
b. kegiatan pengambilan mineral bukan logam dan batuan yang merupakan ikutan dari
kegiatan pertambangan lainnya, yang tidak dimanfaatkan secara komersial. Subjek Pajak
Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah orang pribadi atau badan yang
dapatmengambil mineral bukan logam dan batuan. Wajib Pajak Mineral Bukan Logam
dan Batuan adalah orang pribadi atau badan yang mengambil mineral bukan logam dan
batuan.

Dasar pengenaan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah Nilai Jual Hasil
Pengambilan mineral bukan logam dan batuan. Nilai jual dihitung dengan mengalikan
volume/tonasehasil pengambilan dengan nilai pasar atau harga standar masing-masing jenis
mineral bukan logam dan batuan.

Nilai pasar adalah harga rata-rata yang berlaku diwilayah setempat.Dalam hal nilai pasar
dan hasil produksi mineral bukan logam dan batuan sulit diperoleh, maka digunakan harga
standar yang ditetapkan olehinstansi yang berwenang dalam bidang pertambangan mineral
bukan logam dan batuan. Tarif Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan ditetapkan sebesar
25 % (berdasarkan Perda Kota Padang Tahun 2012 tentang Perubahan atas Perda Kota
Padang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah).

Pajak Air Tanah


Pajak Air Tanah dipungut pajak atas kegiatan pengambilan dan/atau pemanfaatan air
tanah. Objek Pajak Air Tanah adalah pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah.
Dikecualikan dari objek pajak adalah pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah untuk
keperluan dasar rumah tangga, pengairan pertaniandan perikanan rakyat, serta peribadatan.
Yang menjadi subjek Pajak Air Tanah adalah orang pribadi atau badan yang
melakukan pengambilan dan/atau pemanfaatan Air Tanah. Sedangkan yang menjadi wajib
pajaknya adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pengambilan
dan/atau pemanfaatan air tanah. Dasar Pengenaan Pajak Air Tanah adalah nilai perolehan air
tanah.
Nilai perolehan air tanah dinyatakan dalam rupiah yang dihitung dengan
mempertimbangkan sebagian atau seluruh faktor-faktor tertentu. Adapun faktor-faktor
tersebut adalah: jenis sumber air, lokasi sumber air, tujuan pengambilan dan/atau
pemanfaatan air, volume air yang diambil dan/atau dimanfaatkan, kualitas air, dan tingkat
kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh pengambilan dan/atau pemanfaatanair.
Sedangkan untuk tarif Pajak Air Tanah ditetapkan sebesar 20 % (dua puluh persen).

Pajak Restoran
Pajak Restoran dipungut pajak atas pelayanan yang disediakan oleh restoran. Yang
menjadi objek Pajak Restoran adalah pelayanan yang disediakan oleh restoran meliputi
pelayanan penjualan makanan dan/atau yang dikonsumsi oleh pembeli, baik dikonsumsi
ditempat pelayanan maupun ditempat lain termasuk jasa boga/catering. Tidak termasuk objek
Pajak Restoran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelayanan yang disediakan oleh
restoran yang nilai penjualannya kurang dari Rp. 5.000.000,-/bulan.
Subjek Pajak Restoran adalah orang pribadi atau badan yang membeli makanan
dan/atau minuman dari restoran. Wajib Pajak Restoran adalah orang pribadi atau badan yang
mengusahakan restoran. Dasar pengenaan pajak adalah jumlah pembayaran yang diterima
atau yang seharusnyaditerima restoran.Tarif Pajak Restoran ditetapkan sebesar 10% (sepuluh
persen).

Retribusi Daerah
Pengertian Retribusi
Menurut Erly Suandy (2005: 242), Retribusi adalah pemungutan yang dilakukan oleh
negara sehubungan dengan penggunaan jasa-jasa yang disediakan oleh negara. Retribusi yang
dipungut oleh pemerintah Indonesia sekarang diatur dalam Undang-undanng Nomor 18
Tahun 1997 sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000
tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Dalam Undang-undang ini yang dimaksud
dengan retribusi adalah pungutan sebagai pembayaran atas jasa yang disediakan oleh
Pemerintah Daerah dengan objek sebagai berikut:

a. Jasa umum, yaitu jasa untuk kepentingan dan pemanfaatan umum serta dapat dinikmati
oleh orang pribadi atau badan;
b. Jasa usaha, yaitu jasa yang menganut prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula
disediakan oleh sektor swasta;
c. Perizinan tertentu, yaitu kegiatan pemda dalam rangka pembinaa,
pengaturan, pengendalian, dan pengawasan atas kegiatan, pemanfaatan ruang,
penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna
melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.

Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian
izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk
kepentingan orang pribadi atau badan. Ada beberapa ciri yang melekat pada retribusi daerah
yang saat ini dipungut di Indonesia adalah sebagai berikut (Siahaan, 2005: 7):

a. Retribusi merupakan pungutan yang di pungut berdasarkan undang-undang


dan peraturan daerah yang berlaku;
b. Hasil penerimaan retribusi masuk ke kas pemerintah daerah;
c. Pihak yang membayar retribusi mendapatkan kontraprestasi (balas jasa) secara langsung
dari pemerintah daerah atas pembayaran yang dilakukannya;
d. Retribusi terutang apabila ada jasa yang di selenggarakan oleh pemerintah daerah yang di
nikmati oleh orang atau badan;
e. Sanksi yang dikenakan pada retribusi daerah adalah sanksi secara ekonomi, yaitu jika
tidak membayar retribusi, tidak akan memperoleh jasa yang diselenggarakan oleh
pemerintah daerah.

Retribusi daerah merupakan bagian dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang diharapkan
menjadi salah satu sumber pembiayaan penyelenggaraan pemerintah dan meratakan
kesejahteraan masyarakat.Daerah kabupaten/kota diberi kewenangan dalam menggali potensi
sumber-sumber keuntungannya dengan menetapkan jenis retribusi selain yang telah di
tetapkan, sepanjang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan dan sesuai dengan aspirasi
masyarakat.

Objek Retribusi Daerah


Objek retribusi daerah terdiri dari:
a. Jasa umum, yaitu berupa pelayanan yang disediakan atau diberikan Pemerintah Daerah
untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang
pribadi atau badan;
b. Jasa usaha, yaitu berupa pelayanan yang disediakan oleh Pemerintah Daerah dengan
menganut prinsip komersial;
c. Perizinan tertentu, yaitu kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian
izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan,
pengendalian, dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber
daya alam, barang, prasarana, saran, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan
umum dan menjaga kelestarian lingkungan.

Subjek Retribusi Daerah


Subjek retribusi daerah sebagai berikut:
a. Retribusi jasa umum adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan/menikmati
pelayanan jasa umum yang bersangkutan.
b. Retribusi jasa usaha adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan/menikmati
pelayanan jasa usaha yang bersangkutan.
c. Retribusi perizinan tertentu adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh izin
tertentu dari Pemerintah Daerah.
Petunjuk Teknis Pemungutan Retribusi Daerah
Terdapat beberapa pertimbangan untuk menyusun petunjuk teknis pemungutan
retribusi daerah, sebagai berikut:
a. Adanya perbedaan karakteristik pelayanan yang ada pada masing-masing unit SKPD
pemungut retribusi, yang salah satunya berakibat adannya perbedaan sarana pemungutan
retribusi daerah, dimana ada SKPD yang memakai Surat Ketetapan Retribusi Daerah
(SKPD) dan yang memakai karcis.
b. Diperlukannya kepastian hukum atas kewenangan petugas pelaksana pemungutan
retribusi daerah untuk menghindari adanya pelanggaran administrasi.

Sistem dan Tata Cara Pemungutan Retribusi


a. Sitem Pemungutan Retribusi Menurut Erly Suandy (2005: 246), sistem pemungutan
retribusi daerah Adalah system official assessment , yaitu pemungutan retribusi daerah
berdasarkan penetapan Kepala daerah dengan menggunakan Surat Ketetapan Retribusi
Daerah (SKRD) atau dokumen lainnya yang dipersamakan. Wajib retribusi setelah
menerima SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan tinggal melakukan pembayaran
menggunakan Surat Setoran Retribusi Daerah (SSRD) pada kantor pos atau bank
persepsi. Jika wajib retribusi tidak atau kurang membayar akan ditagih menggunkan
Surat Tagihan Retribusi Daerah (STRD).
b. Tata Cara Pemungutan Retribusi Tidak terdapat perbedaan dalam tata cara pemungutan
dalam Undang- undang 18 Tahun 1997 maupun Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000,
berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah
Paasal 12 menyebutkan bahwa tata cara pelaksanaan pemungutan retribusi ditetapkan
Kepala Daerah. Pemungutan retribusi daerah tidak dapat diborongkan. Retribusi
dipungut dengan menggunakan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.

Cara Perhitungan Retribusi Terhutang


Besarnya retribusi yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang menggunakan
jasa atau perizinan tertentu dihitung dengan cara mengalikan tari pajak dengan tingkat
penggunaan jasa. Dengan demikian, besarnya retribusi yang terutang dihitung berdasarkan
tarif retribusi dan tingkat penggunaan jasa dengan rumus berikut ini: Retribusi Terutang =
Tarif Retribusi x Tingkat Penggunaan Jasa

a. Tingkat Penggunaan Jasa Tingkat penggunaan jasa dapat dinyatakan senagai kuantitas
penggunaan jasa sebagai dasar alokasi beban biaya yang dipikul daerah untuk
penyelenggaraan jasa yang bersangkutan. Misalnya: beberapa kali masuk tempat
rekreasi, beberapa kali/berapa jam parkir kendaraan. Akan tetapi ada pula penggunaan
jasa yang tidak dapat dengan mudah diukur.Dalam hal ini tingkat penggunaan jasa
mungkin perlu tingkat berdasarkan rumus. Misalnya: mengenai izin bangunan, tingkat
penggunaan jasa dapat ditaksir dengan rumus yang didasarkan atas luas tanah, luas lantai
bangunan, jumlah tingkat bangunan, dan rencana penggunaan bangunan.
b. Tarif Retribusi Tarif retribusi adalah nilai rupiah atau presentase tertentu yang
ditetapkan dalam perda 1 tahun 2006 tentang retribusi daerah. Tarif dapat ditentukan
sergam atau dapat diadakan perbedaan mengenai golongan tarif sesuai dengan prinsip
dan sasaran tarif tertentu, misalnya: perbedaan retribusi tempat rekreasi antara anak dan
dewasa, retribusi parkir antara sepeda motor dan mobil, retribusi pasar antara kios dan
los, retribusi sampah antara rumah tangga dan industry. Besarnya tarif dapat dinyatakan
dalam rupiah per unit tingkat penggunaan jasa.
Pengertian Pendapatan Asli Daerah

Pengertian pendapatan asli daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun


2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah Pasal 1 angka 18
bahwa “Pendapatan asli daerah, selanjutnya disebut PAD adalah pendapatan yang
diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan”.
Menurut Mardiasmo (2002), “Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan
daerah dari sector pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah,
hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah
yang sah”.

Review Penelitian Terdahulu


Nama Judul Penelitian Variabel Hasil Penelitian
Peneliti
Ahmad Faktor-faktor Yang Independent Secara bersama-
Najib Mempengaruhi Penerimaan Pajak daerah, sama pajak daerah,
(2006) Pendapatan Asli Daerah (PAD) pajak retribusi, retribusi daerah,
di Kabupaten Kerawang. perusahaan milik perusahaan milik
daerah, serta daerah, serta
pendapatan lain pendapatan lain yang
yang sah. sah berpengaruh
Dependent secara signifikan
Pendapatan Asli terhadap
Daerah (PAD). penerimaan PAD
Kabupaten
Kerawang.
Nurul Optimalisasi Penerimaan Retribusi Independent Penerimaan retribusi
Hadi Daerah Dan Pengaruhnya Retribusi daerah. daerah memiliki
(2008) Terhadap Pendapatan Asli Daerah Dependen kontribusi signifikan
(PAD) di Kota Depok. Pendapatan Asli terhadap perubahan
Daerah (PAD). Pendapatan Asli
Daerah (PAD) Kota
Depok.

Kerangka Konseptual dan Hipotesis

H2
Pajak daerah Pendapatan Asli
(X1) Daerah
H3
(Y)
Retribusi Daerah

(X2)

H1

Variabel Independen Variabel Dependen

Hipotesis
H1 : Pajak daerah dan retribusi daerah berpengaruh terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Ha1 : Ada pengaruh antara pajak daerah dan retribusi daerah terhadap Pendapatan Asli
Daerah (PAD).
H2 : Pajak daerah berpengaruh terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Ha2 : Pajak daerah berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap Pendapatan Asli
Daerah (PAD).
H3 : Retribusi daerah berpengaruh terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Ha3 : Retribusi daerah berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap Pendapatan Asli
Daerah (PAD) .

VI. Metode Penelitian

Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian assosiatif, merupakan penelitian yang bertujuan
untuk mengetahui pengaruh antara dua variabel atau lebih (Sugiono, 2006). Pengaruh yang
diteliti pada penelitian ini adalah hubungan sebab akibat (kasual) antara variabel independen
dengan variabel dependen.
Variabel Penelitian
Variabel independen (X) pada penelitian ini adalah pajak daerah dan retribusi daerah.
Variabel dependen (Y) dalam penelitian ini adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Populasi dan Sampel Penelitian


Menurut Erlina dan Mulyani (2007) “populasi adalah sekelompok orang, kejadian,
sesuatu yang mempunyai karateristik tertentu”. ”sampel adalah bagian populasi yang
digunakan untuk memperkirakan karateristik populasi” berdasarkan definisi diatas maa
menjadi populasi penelitian adalah laporan Realisasi Anggaran Pemerintah Kota Cirebon.
Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karateristik yang dimiliki populasi tersebut
(Sugiyono, 2006). Penelitian ini menggunakan sampel yang ditentukan dengan menggunakan
teknik pengambilan sampel bertujuan (purposive sampling), yaitu dilakukan dengan
mengambil sampel dari populasi berdasarkan suatu kriteria tertentu.

Jenis Data
Jenis data yang digunakan adalah data sekunder. Data yang digunakan
untuk penelitian ini adalah data time series dan cross section. Data time series atau
disebut juga data deret waktu merupakan sekumpulan data dari suatu fenomenan tertentu
yang didapat dalam beberapa interval waktu tertentu, misalnya dalam waktu
mingguan, bulanan, tahunan. Sedangkan data cross section atau sering disebut data satu
waktu merupakan sekumpulan data suatu fenomena tertentu dalam kurun waktu saja. (Umar,
2003)

Metode Pengumpulan Data


1.Metode Kepustakaan
Untuk dapat memperoleh landasan dan konsep yang kuat agar dapat memecahkan
permasalahan, maka penulis mengadakan penelitian kepustakaan dengan mempelajari dan
mengumpulkan data dari buku-buku dan jurnal yang yang berkaitan dengan masalah yang
diteliti.
2.Metode Basis Data
Dengan cara mengakses data dari website. Dalam hal ini bisa di akses dari
www.djpkd.depdagri.go.id untuk memperolah data mengenai laporan keuangan.

Model Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif dengan menggunakan regresi linear
berganda dengan persamaan:

Y = α + β1x1 + β2x2 + ε
Keterangan:
Y = Pendapatan Asli Daerah (PAD).
X1 = Pajak Daerah.
X2 = Retribusi Daerah.
α = konstanta β1.
β2 = koefisien regresi yang menunjukan angkat peningkatan atau penurunan variabel
dependen berdasarkan pada variabel independen.
ε = error.

Metode Analisis Data


Dalam penelitian ini, data dianalisis untuk mengetahui hubungan antara variabel
(variabel X dan variabel Y), sehingga dapat ditarik kesimpulan apakah hipotesis diterima atau
ditolak. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan software statistic berupa SPSS.

Pengujian Asumsi Klasik


a. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah model dalam model regresi, variabel
pengganggu atau residual memiliki distribusi normal (Ghozalli, 2005). Jika terdapat
normalitas, maka residual akan terdistribusi secara normal dan independen yaitu perbedaan
antara nilai prediksi dengan skor yang sesungguhnya atau error akan terdistribusi secara
simetri di sekitar nilai means sama dengan nol. Uji normalitas dapat juga dilihat melalui
grafik histogram dan grafik normal plot.
b. Uji Multikolinieritas
Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukannya
adanya korelasi antar variabel bebas (independent). Model yang baik seharusnya tidak terjadi
korelasi di antara variabel independen (Ghozalli, 2005). Untuk mendeteksi ada atau tidaknya
multikolinieritas dapat dilihat dari (1) nilai tolerance dan lawannya (2) variance inflation
factor (VIF). Kedua ukuran ini menunjukkan setiap variabel independen manakah yang
dijelaskan oleh variabel independen lainnya.
Tolerance mengukur variabilitas variabel independen yang terpilih yang tidak
dijelaskan oleh variabel independen lainnya, jadi nilai tolerance yang rendah saa dengan VIF
tinggi (karena VIF = 1/Tolerance). Batasan yang dipakai untuk menunjukkan
adanyamultikolonieritas adalah nilai Tolerance <0 atau sama dengan nilai VIF >10.
c.Uji Autokorelasi
Uji ini berguna untuk menguji apakah dalam model regresi linier ada korelasi antara
kesalahan pengganggu pada periode saat ini dengan kesalahan pengganggu pada periode saat
ini dengan kesalahan pengganggu. Masalah ini timbul karena variabel pengganggu tidak
bebas dari satu observasi ke observasi lainnya. Hal ini sering ditemukan pada data
time series.
Menurut Ghozalli (2005) “Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model
regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan
pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Pada penelitian ini, autokorelasi diuji dengan
menggunakan uji Durbin-Watson (DW test).
1). Jika 0 < dw < dl berarti ada autokorelasi positif
2). Jika dl ≤ dw ≤ du berarrti tidak dapat mengambil keputusan apakah autokorelasi
positif terjadi atau tidak
3). Jika 4-dl < dw < 4 berarti ada autokorelasi negatif
4). Jika 4-du ≤ dw ≤ 4-dl berarti tidak dapat mengambil keputusan apakah
autokorelasi negatif terjadi atau tidak
5). Jika du < dw < d-dl berarti tidak ada autokorelasi baik positif maupun negatif.

d.Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas regresi linear dapat terjadi bila terjad homokedastisitas bukan
heteroskdastisitas. Menguji apakah dalam sebuah model regresi telah terjadi ketidaksamaan
varian dari residual atas suatu pengamatan lainnya adalah penting. Jika yang terjadi bahwa
variannya tetap, maka ia disebut berada dalam kondisi homokedastisitas (Umar, 2003). Pada
penelitian ini diuji dengan melihat grafik Scatteplot.
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi
ketidaksamaan variance dari residual suatu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka
disebut homokedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Model yang baik
adalah homokedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas (Ghozalli, 2005). Cara yang
dipakai dalam penelitian ini untuk mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas
adalahdengan melihat grafik Plot antara nilai prediksi variabel terikat (dependen) yaitu
ZPRED dengan residualnya SRESID. Deteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dapat
dilakukan dengan melihat ada atau tidaknya pola tertentu pada grafik sccaterplot antara
SRESID dan ZPRED dimana sumbu Y adalah Y yang telah diprediksi, dan sumbu X adalah
residual (Yprediksi – Ysesungguhnya) yang telah di-studentized. Dasar analisis yang dapat
digunakan untuk menentukan heteroskedastisitas, antara lain:
1) Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu
yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit),
mengidentifikasikan telah terjadi heteroskedastisitas.
2) Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah
angka 0 pada sumbu Y, tidak terjadi heteroskedastisitas atau terjadi
homoskedastisitas.

Pengujian Hipotesis
a.Uji F (Pengaruh Secara Simultan)
Uji F digunakan untuk menguji pengaruh variabel independen terhadap variabel
dependen secara bersama-sama. Pengujian dilakukan dengan menggunakan significance
level 0.05 (α = 5%). Penerimaan atau penolakan hipotesis dilakukan dengan criteria
berikut:
1) Bila nilai signifikansi f < 0.05, maka H0
ditolak atau Ha diterima yang berarti koefisien regresi signifikan, artinya terdapat pengaruh
yang signifikan antara semua variabel independen terhadap variabel dependen.
2) Bila nilai signifikansi f > 0.05, maka H0 diterima atau Ha ditolak yang berarti
koefisien regresi tidak signifikan. Hal ini berarti semua variabel independen tidak
berpengaruh terhadap variabel dependen.
b.Uji t (Pengaruh Secara Parsial)
Bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel independen terhadap variabel
dependen secara parsial. Prosedur pengujian hipotesi dengan uji-t (Ghozalli, 2005):
1)Menentukan hipotesis.
2)Membandingkan probabilitas t-hitung dengan α = 5%
3) Kriteria penerimaan dan penolakan hipotesis : H0
ditolak jika p ≤ 0.05 H0 diterima jika p ≥ 0.05
c. Uji Koefisien Determinasi (R 2)
Nilai R 2 digunakan untuk mengukur tingkat kemampuan model dalam menerangkan
variasi variabel independen. Nilai koefisien determinasi adalah antara nol dan satu. Nilai R 2
yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi
variabel-variabel dependen sangat terbatas. Nilai yang mendekati satu (1) berarti variabel-
variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk
memprediksi variasi variabel independen.
Nilai R 2 digunakan untuk mengukur tingkat kemampuan model dalam menerangkan
variabel independen, tapi karena R 2 mengandung kelemahan mendasar, yaitu adanya bias
terhadap jumlah variabel independen yang dimasukkan ke dalam model, maka dalam
penelitian ini menggunakan adjusted R 2 berkisar antara 0 dan 1. Jika nilai adjusted R 2
makin mendekati 1 maka makin baik kemampuan model tersebut dalam menjelaskan variabel
dependen.

REFERENSI

Purwono, Herry. 2011.


Dasar-dasar Perpajakn & Akuntansi Pajak.
Jakarta : Erlangga Siahaan, Marihot Pahala. 2013.
Pajak Daerah & Retribusi Daerah Edisi Revisi.
Jakarta : Rajagrafindo Persada Erlina, Sri Mulyani, 2007.
Metedologi Penelitian Bisnis
, USU press, Medan. Ghozalli, Imam, 2005.
Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS
, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang. _______, Undang Undang nomor 12
tahun 2008 revisi kedua undang-undang nomor 22 tahun1999 tentang Pemerintahan
Daerah _______, undang-undang nomor 28 tahun 2009 revisi kedua undang-undang nomor
18 tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah _______, Peraturan Pemerintah
nomo 91 tahun 2010 tentang Pajak Daerah dan Retribusi daerah _______, Peraturan Mentri
Dalam Negeri nomor 37 tahun 2012 Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara www.djpkd.depdagri.go.id www.ortax.org

Anda mungkin juga menyukai