Latar Belakang
Negara Republik Indonesia menganut asas desentralisasi dalam
penyelenggaraan pemerintahan dengan memberikan keleluasaan pada daerah untuk
menyelenggarakan otonomi daerah. Menurut Undang-undang No.22 Tahun 1999 Pasal 1
dikatakan bahwa yang dimaksud otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom, yang
selanjutnya disebut daerah, untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat
menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan perundang-
undangan. Dengan adanya otonomi, daerah dipacu untuk dapat berkreasi mencari sumber
penerimaan daerah. Pemerintah Daerah sebagai satuan yang diberi wewenang untuk
mengatur diri sendiri sesuai otonomi daerah membutuhkan sumber-sumber pembiayaan yang
cukup. Namun, Pemerintah Pusat tidak dapat memberikan sepenuhnya pembiayaan kepada
daerah, maka kepada daerah diberikan kewajiban dan wewenang untuk menggali sumber-
sumber keuangan daerahnya sendiri.
Sumber-sumber pendanaan pelaksanaan pemerintah daerah atas Pendapatan Asli
Daerah (PAD), dana perimbangan, pinjaman daerah dan pendapatan yang sah lainnya. PAD,
yang salah satunya berupa pajak daerah, diharapkan menjadi salah satu sumber pembiayaan
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah, untuk meningkatkan dan
memeratakan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian, daerah mampu melaksanakan
otonomi, yaitu mampu mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.
Semakin besar pajak dan retribusi daerah yang diterima otomatis semakin
meningkatkan PAD nya. Kemandirian Pemkab/Pemko dapat dilihat dari besarnya PAD yang
diperoleh Pemkab/Pemko. Semakin besar pajak dan retribusi yang diperoleh oleh kabupaten
dan kota tersebut dalam membiayai pengeluaran untuk melaksanakan wewenang dan
tanggung jawabnya kepada masyarakat seperti membantu dan memfasilitasi sarana dan
prasarana masyarakat. Retribusi daerah merupakan pembayaran wajib dari penduduk kepada
Negara dikarenakan ada jasa tertentu yang diberikan oleh pemerintah daerah kepada individu
secara perorangan. Pungutan dari masyarakat ini akan menjadi sumber pendapatan bagi
daerah tersebut, dan bisa dijadikan sumber utama pendapatan daerah selain pajak daerah,
bagian laba usaha daerah maupun nilai-nilai PAD yang sah.
Kota Cirebon merupakan salah satu provinsi di pulau Jawa yang memiliki beraneka
ragam sumber jasa yang dapat dikenakan pajak dan retribusi. Mulai dari sektor pariwisata
sampai dengan jasa-jasa yang disediakan oleh pihak swasta yang banyak memiliki sector
industry dan pariwisata yang dapat dikenakan tarif pajak daerah dan retribusi. Dari pajak
daerah dan retribusi inilah yang akan menyumbang ke Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota
Cirebon. Oleh karena itu, melihat pentingnya pengaruh pajak daerah dan retribusi daerah
terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kota Cirebon yang pada akhirnya akan mempengaruhi
total pendapatan daerah pada masa yang akan datang. Dengan ini penulis tertarik meneliti
melalui penulisan skripsi yang berjudul :
“Pengaruh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) di
Kota Cirebon”
Manfaat Penelitian :
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menambah wawasan mahasiswa tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
2. Sebagai bahan masukan bagi pemerintahan dalam menetapkan kebijakan dan bagaimana
sebaiknya pemerintahan memperlakukannya meningkat dari tahun ke tahun.
3. Sebagai bahan rujukan atau tambahan referensi untuk penelitian selanjutnya.
Batasan Penelitian
1. Variabel independent yang diteliti adalah pajak daerah dan retribusi daerah untuk Kota
Cirebon.
2. Objek penelitian adalah Kota Cirebon.\
3. Data yang digunakan adalah tahun 2012-2013
V. LANDASAN TEORI
Pajak
Pengertian Pajak
Menurut Rochmat Soemitro (guru besar hukum pajak) pajak merupakan iuran rakyat
kepada kas Negara (peralihan kekayaan dari sektor partikulir ke sektor pemerintahan)
berdasarkan UU (dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (tegen prestasi) yang
langsung dapat ditunjuk dan digunakan untuk membiayai pengeluaran umum. Sedangkan
menurut Undang-undang No.28 tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas UU No 6 tahun
1983 tentang Ketentuan umum dan Tata Cara perpajakan menyebutkan bahwa pajak adalah
kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat
memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung
dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Fungsi Pajak
Terdapat beberapa fungsi pajak diantaranya yaitu:
a. Revenue Fungsi penerimaan atau dikenal pula dengan istilah fungsi bugetair adalah
fungsi utama dari pemungutan pajak. Pajak digunakan sebagai alat penyokong
utama pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan yang meliputi belanja rutin
pemerintah, belanja pembangunan, belanja untuk keperluan legislasi dan yudikasi,
serta pembiayaan lainnya.
b. Redistribution Pajak yang dipungut negara selanjutnya akan dikembalikan kepada
masyarakat dalam bentuk penyediaan fasilitas public di seluruh wilayah negara.
c. Repricing Fungsi ini sama pengertiannya dengan fungsi regulerent (mengatur) yang
lebih sering digunakan dalam literature perpajakan. Pajak digunakan sebagai alat
untuk mengatur atau mencapai tujuan tertentu. Contoh nyata dari fungsi ini adalah
PPnBM dan pajak terhadap minuman keras.
d. Representation (Legalitas Pemerintahan) Mengimplikasikan bahwa pemerintah
membebani pajak atas warga negara, dan warga negara meminta akuntabilitas dari
pemerintah.
Penggolongan Pajak
a. Berdasarkan Wewenang Pemungutannya
1) Pajak negara : pajak yang wewenang pemungutannya dimiliki oleh Pemerintah Pusat.
2) Pajak daerah : pajak yang wewenang pemungutannya dimiliki oleh Pemerintah
Daerah.
b. Berdasarkan Administrasi dan Pembebanan
1) Pajak langsung, yaitu pajak yang dipungut Pemerintah kepada Wajib Pajak dan tidak
dapat dilimpahkan kepada orang lain.
2) Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang dipungut pemerintah kepada Wajib Pajak
secara tidak langsung dan dapat dilimpahkan ke orang lain.
c. Berdasarkan Sasaran
1) Pajak subjektif, yaitu pajak yang memperhatikan pertama-tama keadaan pribadi
Wajib Pajak, seperti pajak penghasilan.
2) Pajak objektif, yaitu pajak yang memperhatikan pertama-tama pada objek (benda,
peristiwa, perbuatan, atau keadaan) yang menyebabkan timbulnya kewajiban
membayar pajak, seperti PPN dan PPnBM.
Undang-Undang Perpajakan
Undang-undang perpajakan di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu:
a. Undang-undang Pajak Formal Ini merupakan bagian undang-undang pajak yang
menyangkut cara-cara untuk melaksanakan undang-undang pajak material, dimana
Wajib Pajak membayar pajak, untuk melindungi kepentingan hak fiskus maupun Wajib
Pajak. Yang termasuk dalam kategori undang-undang pajak formal adalah Undang-
undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), Undang-undang
Pengadilan Pajak (UU PP), dan Undang-undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa
(UU PPSP).
b. Undang-undang Pajak Material Ini merupakan bagian undang-undang yang menyangkut
timbulnya hutang pajak, besarnya utang pajak, hapusnya utang pajak, dan hubungan
hukum antara fiskus dan Wajib Pajak. Yang termasuk dalam kategori undang-undang
pajak material adalah Undang-undang Pajak Penghasilan (UU PPh), Undang-undang
Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (UU PPN dan
PPnBM), Undang-undang Pajak Bumi dan Bangunan (UU PBB), Undang-undang Bea
Perolehan Ha katas Tanah dan Bangunan (UU BPHTB), dan sebagainya.
Pajak Daerah
Pajak Hotel
Pajak Hotel dipungut pajak atas pelayanan yang disediakan oleh hotel
dengan pembayaran termasuk jasa penunjang sebagai kelengkapan hotel yang sifatnya
memberikan kemudahan dan kenyamanan, termasuk fasilitas olah raga dan hiburan. yang
dimaksud dengan jasa penunjang disini adalah fasilitas telepon, faximilie, teleks, internet,
fotocopy, pelayanan cuci, seterika, transportasi dan fasilitas sejenis lainnya yang disediakan
atau dikelola oleh hotel.
Pada pajak hotel yang menjadi subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang
melakukan pembayaran atas pelayanan hotel. Sementara yang menjadi wajib pajak adalah
pengusaha hotel, yaitu orang pribadi atau badan dalam bentu apapun yang di dalam
lingkungan perusahaan atau pekerjaannya melakukan usaha di bidang penginapan.
Sedangkan objek hotel adalah pelayanan yang disediakan oleh hotel dengan pembayaran,
termasuk pelayanan seperti fasilitas penginapan atau fasilitas tinggal jangka pendek,
pelayanan penunjang sebagai kelengkapan fasilitas penginapan atau tempat tinggal yang
sifatnya memberikan kemudahan atau kenyamana, fasilitas olahraga dan hiburan yang
disediakan khusus untuk tamu hotel, jasa penyewaan ruangan untuk kegiatan acara atau
pertemuan di hotel.
Pajak Reklame
Pajak Reklame dipungut pajak atas penyelenggaraan reklame. Pengenaan pajak
reklame tidak mutlak ada pada setiap daerah di Indonesia. Hal ini berkaitan dengan
kewenangan yang diberikan kepada pemerintah kabupaten/kota untuk mengenakan atau tidak
suatu jenis pajak. Subjek Pajak Reklame adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan
reklame. Wajib Pajak Reklame adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan
reklame. Dalam hal reklame diselenggarakan sendiri secara langsung oleh orang pribadi atau
badan,maka Wajib Pajak Reklame adalah orang pribadi atau badan tersebut. Dalam hal
reklame diselenggarakan melalui pihak ketiga, pihak ketiga tersebut menjadi WajibPajak
Reklame. Untuk dasar pengenaan pajak reklame adalah nilai sewa reklame. Besarnya tarif
pajak reklame ditetapkan paling tinggi sebesar 10% dan ditetapkan sesuai peraturan daerah
yang bersangkutan.
Pajak Penerangan Jalan
Pajak Penerangan Jalan dipungut pajak atas setiap penggunaan tenaga listrik. Objek
Pajak Penerangan Jalan adalah penggunaan tenaga listrik, baik yang dihasilkan sendiri
maupun yang diperoleh dari sumber lain. Adapun listrik yang dihasilkan sendiri meliputi
seluruh pembangkit tenaga listrik. Dikecualikan dari objek Pajak Penerangan Jalan adalah:
a. penggunaan tenaga listrik oleh Instansi Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan
PemerintahDaerah;
b. penggunaan tenaga listrik pada tempat-tempat yang digunakan oleh Kedutaan,
Konsulatdan Perwakilan Asing dengan asas timbal balik;
c. penggunaan tenaga listrik yang dihasilkan sendiri, yang tidak memerlukan izin dari
instansiteknis dengan kapasitas terpasang di bawah 200 KVA.
d. penggunaan tenaga listrik yang khusus digunakan untuk tempat ibadah, panti
jompo,panti asuhan.
Subjek Pajak Penerangan Jalan adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan
tenaga listrik.Wajib Pajak Penerangan Jalan adalah orang pribadi atau badan yang
menggunakan tenaga listrik. Dalam hal tenaga listrik disediakan oleh sumber lain maka
Wajib Pajak Penerangan Jalan adalah penyedia tenaga listrik.
Dasar pengenaan Pajak Penerangan Jalan adalah Nilai Jual Tenaga Listrik. Nilai Jual
Tenaga Listrik ditetapkan:
a. dalam hal tenaga listrik berasal dari sumber lain dengan pembayaran, Nilai Jual
TenagaListrik adalah jumlah tagihan biaya beban/tetap ditambah dengan biaya
pemakaian kwh/variabel yang ditagihkan dalam rekening listrik;
b. dalam hal tenaga listrik dihasilkan sendiri, Nilai Jual Tenaga Listrik dihitung
berdasarkankapasitas tersedia, tingkat penggunaan listrik, jangka waktu pemakaian
listrik, dan harga satuan listrik yang berlaku. Tarif Pajak Penerangan Jalan ditetapkan
sebesar 10 % (sepuluh persen). Penggunaan tenaga listrik dari sumber lain oleh industri,
pertambangan minyak bumi dan gasalam, tarif pajak penerangan jalan ditetapkan sebesar
3 % (tiga persen). Penggunaan tenaga listrik yang dihasilkan sendiri, tarif pajak
penerangan jalan ditetapkan sebesar 1,5 % (satu koma lima persen).
Sedangkan yang bukan merupakan objek Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan
adalah:
Dasar pengenaan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah Nilai Jual Hasil
Pengambilan mineral bukan logam dan batuan. Nilai jual dihitung dengan mengalikan
volume/tonasehasil pengambilan dengan nilai pasar atau harga standar masing-masing jenis
mineral bukan logam dan batuan.
Nilai pasar adalah harga rata-rata yang berlaku diwilayah setempat.Dalam hal nilai pasar
dan hasil produksi mineral bukan logam dan batuan sulit diperoleh, maka digunakan harga
standar yang ditetapkan olehinstansi yang berwenang dalam bidang pertambangan mineral
bukan logam dan batuan. Tarif Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan ditetapkan sebesar
25 % (berdasarkan Perda Kota Padang Tahun 2012 tentang Perubahan atas Perda Kota
Padang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah).
Pajak Restoran
Pajak Restoran dipungut pajak atas pelayanan yang disediakan oleh restoran. Yang
menjadi objek Pajak Restoran adalah pelayanan yang disediakan oleh restoran meliputi
pelayanan penjualan makanan dan/atau yang dikonsumsi oleh pembeli, baik dikonsumsi
ditempat pelayanan maupun ditempat lain termasuk jasa boga/catering. Tidak termasuk objek
Pajak Restoran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelayanan yang disediakan oleh
restoran yang nilai penjualannya kurang dari Rp. 5.000.000,-/bulan.
Subjek Pajak Restoran adalah orang pribadi atau badan yang membeli makanan
dan/atau minuman dari restoran. Wajib Pajak Restoran adalah orang pribadi atau badan yang
mengusahakan restoran. Dasar pengenaan pajak adalah jumlah pembayaran yang diterima
atau yang seharusnyaditerima restoran.Tarif Pajak Restoran ditetapkan sebesar 10% (sepuluh
persen).
Retribusi Daerah
Pengertian Retribusi
Menurut Erly Suandy (2005: 242), Retribusi adalah pemungutan yang dilakukan oleh
negara sehubungan dengan penggunaan jasa-jasa yang disediakan oleh negara. Retribusi yang
dipungut oleh pemerintah Indonesia sekarang diatur dalam Undang-undanng Nomor 18
Tahun 1997 sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000
tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Dalam Undang-undang ini yang dimaksud
dengan retribusi adalah pungutan sebagai pembayaran atas jasa yang disediakan oleh
Pemerintah Daerah dengan objek sebagai berikut:
a. Jasa umum, yaitu jasa untuk kepentingan dan pemanfaatan umum serta dapat dinikmati
oleh orang pribadi atau badan;
b. Jasa usaha, yaitu jasa yang menganut prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula
disediakan oleh sektor swasta;
c. Perizinan tertentu, yaitu kegiatan pemda dalam rangka pembinaa,
pengaturan, pengendalian, dan pengawasan atas kegiatan, pemanfaatan ruang,
penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna
melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.
Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian
izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk
kepentingan orang pribadi atau badan. Ada beberapa ciri yang melekat pada retribusi daerah
yang saat ini dipungut di Indonesia adalah sebagai berikut (Siahaan, 2005: 7):
Retribusi daerah merupakan bagian dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang diharapkan
menjadi salah satu sumber pembiayaan penyelenggaraan pemerintah dan meratakan
kesejahteraan masyarakat.Daerah kabupaten/kota diberi kewenangan dalam menggali potensi
sumber-sumber keuntungannya dengan menetapkan jenis retribusi selain yang telah di
tetapkan, sepanjang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan dan sesuai dengan aspirasi
masyarakat.
a. Tingkat Penggunaan Jasa Tingkat penggunaan jasa dapat dinyatakan senagai kuantitas
penggunaan jasa sebagai dasar alokasi beban biaya yang dipikul daerah untuk
penyelenggaraan jasa yang bersangkutan. Misalnya: beberapa kali masuk tempat
rekreasi, beberapa kali/berapa jam parkir kendaraan. Akan tetapi ada pula penggunaan
jasa yang tidak dapat dengan mudah diukur.Dalam hal ini tingkat penggunaan jasa
mungkin perlu tingkat berdasarkan rumus. Misalnya: mengenai izin bangunan, tingkat
penggunaan jasa dapat ditaksir dengan rumus yang didasarkan atas luas tanah, luas lantai
bangunan, jumlah tingkat bangunan, dan rencana penggunaan bangunan.
b. Tarif Retribusi Tarif retribusi adalah nilai rupiah atau presentase tertentu yang
ditetapkan dalam perda 1 tahun 2006 tentang retribusi daerah. Tarif dapat ditentukan
sergam atau dapat diadakan perbedaan mengenai golongan tarif sesuai dengan prinsip
dan sasaran tarif tertentu, misalnya: perbedaan retribusi tempat rekreasi antara anak dan
dewasa, retribusi parkir antara sepeda motor dan mobil, retribusi pasar antara kios dan
los, retribusi sampah antara rumah tangga dan industry. Besarnya tarif dapat dinyatakan
dalam rupiah per unit tingkat penggunaan jasa.
Pengertian Pendapatan Asli Daerah
H2
Pajak daerah Pendapatan Asli
(X1) Daerah
H3
(Y)
Retribusi Daerah
(X2)
H1
Hipotesis
H1 : Pajak daerah dan retribusi daerah berpengaruh terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Ha1 : Ada pengaruh antara pajak daerah dan retribusi daerah terhadap Pendapatan Asli
Daerah (PAD).
H2 : Pajak daerah berpengaruh terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Ha2 : Pajak daerah berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap Pendapatan Asli
Daerah (PAD).
H3 : Retribusi daerah berpengaruh terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Ha3 : Retribusi daerah berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap Pendapatan Asli
Daerah (PAD) .
Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian assosiatif, merupakan penelitian yang bertujuan
untuk mengetahui pengaruh antara dua variabel atau lebih (Sugiono, 2006). Pengaruh yang
diteliti pada penelitian ini adalah hubungan sebab akibat (kasual) antara variabel independen
dengan variabel dependen.
Variabel Penelitian
Variabel independen (X) pada penelitian ini adalah pajak daerah dan retribusi daerah.
Variabel dependen (Y) dalam penelitian ini adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Jenis Data
Jenis data yang digunakan adalah data sekunder. Data yang digunakan
untuk penelitian ini adalah data time series dan cross section. Data time series atau
disebut juga data deret waktu merupakan sekumpulan data dari suatu fenomenan tertentu
yang didapat dalam beberapa interval waktu tertentu, misalnya dalam waktu
mingguan, bulanan, tahunan. Sedangkan data cross section atau sering disebut data satu
waktu merupakan sekumpulan data suatu fenomena tertentu dalam kurun waktu saja. (Umar,
2003)
Model Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif dengan menggunakan regresi linear
berganda dengan persamaan:
Y = α + β1x1 + β2x2 + ε
Keterangan:
Y = Pendapatan Asli Daerah (PAD).
X1 = Pajak Daerah.
X2 = Retribusi Daerah.
α = konstanta β1.
β2 = koefisien regresi yang menunjukan angkat peningkatan atau penurunan variabel
dependen berdasarkan pada variabel independen.
ε = error.
d.Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas regresi linear dapat terjadi bila terjad homokedastisitas bukan
heteroskdastisitas. Menguji apakah dalam sebuah model regresi telah terjadi ketidaksamaan
varian dari residual atas suatu pengamatan lainnya adalah penting. Jika yang terjadi bahwa
variannya tetap, maka ia disebut berada dalam kondisi homokedastisitas (Umar, 2003). Pada
penelitian ini diuji dengan melihat grafik Scatteplot.
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi
ketidaksamaan variance dari residual suatu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka
disebut homokedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Model yang baik
adalah homokedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas (Ghozalli, 2005). Cara yang
dipakai dalam penelitian ini untuk mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas
adalahdengan melihat grafik Plot antara nilai prediksi variabel terikat (dependen) yaitu
ZPRED dengan residualnya SRESID. Deteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dapat
dilakukan dengan melihat ada atau tidaknya pola tertentu pada grafik sccaterplot antara
SRESID dan ZPRED dimana sumbu Y adalah Y yang telah diprediksi, dan sumbu X adalah
residual (Yprediksi – Ysesungguhnya) yang telah di-studentized. Dasar analisis yang dapat
digunakan untuk menentukan heteroskedastisitas, antara lain:
1) Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu
yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit),
mengidentifikasikan telah terjadi heteroskedastisitas.
2) Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah
angka 0 pada sumbu Y, tidak terjadi heteroskedastisitas atau terjadi
homoskedastisitas.
Pengujian Hipotesis
a.Uji F (Pengaruh Secara Simultan)
Uji F digunakan untuk menguji pengaruh variabel independen terhadap variabel
dependen secara bersama-sama. Pengujian dilakukan dengan menggunakan significance
level 0.05 (α = 5%). Penerimaan atau penolakan hipotesis dilakukan dengan criteria
berikut:
1) Bila nilai signifikansi f < 0.05, maka H0
ditolak atau Ha diterima yang berarti koefisien regresi signifikan, artinya terdapat pengaruh
yang signifikan antara semua variabel independen terhadap variabel dependen.
2) Bila nilai signifikansi f > 0.05, maka H0 diterima atau Ha ditolak yang berarti
koefisien regresi tidak signifikan. Hal ini berarti semua variabel independen tidak
berpengaruh terhadap variabel dependen.
b.Uji t (Pengaruh Secara Parsial)
Bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel independen terhadap variabel
dependen secara parsial. Prosedur pengujian hipotesi dengan uji-t (Ghozalli, 2005):
1)Menentukan hipotesis.
2)Membandingkan probabilitas t-hitung dengan α = 5%
3) Kriteria penerimaan dan penolakan hipotesis : H0
ditolak jika p ≤ 0.05 H0 diterima jika p ≥ 0.05
c. Uji Koefisien Determinasi (R 2)
Nilai R 2 digunakan untuk mengukur tingkat kemampuan model dalam menerangkan
variasi variabel independen. Nilai koefisien determinasi adalah antara nol dan satu. Nilai R 2
yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi
variabel-variabel dependen sangat terbatas. Nilai yang mendekati satu (1) berarti variabel-
variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk
memprediksi variasi variabel independen.
Nilai R 2 digunakan untuk mengukur tingkat kemampuan model dalam menerangkan
variabel independen, tapi karena R 2 mengandung kelemahan mendasar, yaitu adanya bias
terhadap jumlah variabel independen yang dimasukkan ke dalam model, maka dalam
penelitian ini menggunakan adjusted R 2 berkisar antara 0 dan 1. Jika nilai adjusted R 2
makin mendekati 1 maka makin baik kemampuan model tersebut dalam menjelaskan variabel
dependen.
REFERENSI