PENDAHULUAN
Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk melihat
derajat kesehatan perempuan. AKI merupakan salah satu target yang telah
ditentukan dalam tujuan pembangunan millennium yaitu tujuan ke 5,
meningkatkan kesehatan ibu dimana target yang akan dicapai sampai tahun 2015
adalah mengurangi sampai 75% resiko jumlah kematian ibu.1
Data World Health Organization (WHO) dalam Maternal and
Reproductive Health, pada tahun 2013 kematian ibu terjadi setiap hari, dimana
sekitar 800 perempuan meninggal karena komplikasi kehamilan dan kelahiran
anak. Penyebab utama kematian adalah perdarahan, hipertensi, infeksi dan
penyebab tidak langsung, sebagian besar karena interaksi antara kondisi medis
yang sudah ada sebelumnya dan kehamilan. Dari 800 kematian ibu setiap harinya,
500 terjadi di Afrika Sub-Sahara dan 190 di Asia Selatan. Risiko seorang wanita
dinegara berkembang meninggal akibat penyebab ibu berhubungan selama
hidupnya adalah sekitar 23 kali lebih tinggi dibandingkan dengan wanita yang
tingal dinegara maju. Kematian ibu merupakan indikator kesehatan yang
menunjukkan kesenjangan yang sangat lebar antara daerah kaya dan miskin,
perkotaan dan pedesaan, dan lain-lain.1
Berdasarkan Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012,
angka kematian ibu (yang berkaitan dengan kehamilan persalinan, dan nifas)
sekitar 359/100.000 kelahiran hidup angka ini meningkat dibandingkan dengan
tahun 2007 yaitu sekitar 228/100.000 kelahiran hidup. Tiga penyebab utama
kematian ibu adalah perdarahan (30%), hipertensi dalam kehamilan (25%), dan
infeksi (12%).2 Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2014, hampir 30% kematian ibu
di Indonesia pada tahun 2010 disebabkan oleh HDK. Penyakit hipertensi dalam
kehamilan merupakan kelainan vaskular yang terjadi sebelum kehamilan atau
timbul dalam kehamilan atau pada masa nifas.1,2,3
Preeklampsia merupakan masalah kedokteran yang serius dan memiliki
tingkat kompleksitas yang tinggi. Besarnya masalah ini bukan hanya karena
preeklampsia berdampak pada ibu saat hamil dan melahirkan, namun juga
1
menimbulkan masalah pasca persalinan akibat disfungsi endotel di berbagai
organ, seperti risiko penyakit kardiometabolik dan komplikasi lainnya.4 WHO
memperkirakan kasus preeklampsia tujuh kali lebih tinggi di negara berkembang
daripada di negara maju.5
Preeklampsia digolongkan ke dalam preeklampsia ringan dan
preeklampsia berat. Gejala dan tanda pada preeklampsia ringan adalah tekanan
darah mengalami kenaikan ≥ 30 mmHg atau diastole > 15 mmHg (dari tekanan
darah sebelum hamil) untuk kehamilan 20 minggu atau lebih dari atau systole ≥
140 (<160 mmHg) diastole ≥ 90 mmHg (< 110 mmHg) dengan interval
pemeriksaan 6 jam.6 Preeklampsia berat adalah suatu keadaan dimana terjadi
kelainan pada endotel yang menyebabkan peningkatan tekanan darah sistolik >
160 mmHg, diastolik > 100 mmHg dan proteinuria > 5 gram/24 jam atau kualitatif
+4, oligouria, edema paru atau sianosis, sindrom Hemolysis Elevated Liver
Enzyme Low Platelet (HELLP Sindrom), dan tanda-tanda impending eklamsia.7
Berdasarkan data World Health Organization (WHO) tahun 2008, angka
kejadian preeklampsia di seluruh dunia berkisar 0,51%-38,4%. Di negara maju,
angka kejadian preeklampsia berkisar 5%–6%, frekuensi preeklampsia untuk tiap
negara berbeda-beda karena banyak faktor yang mempengaruhi. Di Indonesia
frekuensi kejadian preeklampsia sekitar 3-10%, sedangkan di Amerika Serikat
dilaporkan bahwa kejadian preeklampsia sebanyak 5%.1,3,8
Preeklampsia dapat dialami oleh semua lapisan ibu hamil sehingga
pengetahuan tentang pengelolaan hipertensi dalam kehamilan harus benar-benar
dipahami oleh semua tenaga medis. Oleh karena itu penulis akan membahas
mengenai Preeklampsia berat mulai dari definisi, epidemiologi, factor risiko,
patofisiologi, diagnosis, diagnosis banding, penatalaksanaan, komplikasi dan
prognosis.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
- Tekanan darah sistolik 160 mmHg dan tekanan darah diastolik 110
mmHg. Tekanan darah ini tidak menurun meskipun ibu hamil sudah
dirawat di rumah sakit dan sudah menjalani tirah baring
- Proteinuria 5 gram/24 jam atau 4+ dalam pemeriksaan kualitatif
- Oliguria yaitu produksi urin 500 cc/24 jam
- Insufisiensi renal yaitu kenaikan kadar kreatinin plasma >1,1 mg/dL atau
peningkatan 2 kali lebih besar dari baseline
- Keterlibatan gangguan hepar yaitu peningkatan serum transaminase 2 kali
dari normal
- Gejala serebral dan visual yaitu nyeri kepala, penurunan kesadaran,
skotoma, dan pandangan kabur
- Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen
- Edema paru-paru dan sianosis
- Hemolisis mikroangiopatik
- Trombositopenia berat: < 100.000 sel/mm3 arau penunlnan trombosit
dengan
cepat.
- Pertumbuhan janin intrauterin yang terhambat
- Sindrom HELLP. 9,10
3
2.2 Epidemiologi
4
risiko preeklampsia hampir 3 kali lipat, sedangkan kehamilan triplet memiliki
risiko hampir 3 kali lipat dibandingkan kehamilan duplet.3 Obesitas merupakan
faktor risiko preeklampsia dan risiko semakin besar seiring semakin besarnya
IMT.Risiko meningkat 4,3% pada wanita dengan BMI <20kg/m2 dan risiko
meningkat 13,3% pada ibu dengan BMI > 35kg/m2.10
2.4 Patofisiologi
Lumen arteri spiralis yang sempit memberi dampak pada aliran darah
plasenta. Adanya gangguan perfusi dan lingkungan yang hipoksik menyebabkan
terlepasnya debris plasenta atau mikropartikel yang menyebabkan terjadinya
respon inflamasi sistemik. Adanya defek pada plasentasi nantinya menyebabkan
ibu mengalami sindrom preeclampsia, kelahiran premature, pertumbuhan janin
terhambat, dan solusio plasenta.
5
2.4.2 Faktor Imunologi
John dll (2002) menemukan bahwa pada populasi umum, ibu yang banyak
mengkonsumsi buah dan sayuran dengan kandungan antioksidan berhubungan
dengan penurunan tekanan darah. Zhang dkk melaporkan bahwa insiden
preeclampsia meningkat 2 kali pada ibu dengan konsumsi asam ascorbic kurang
dari 85 mg.
6
2.5 Diagnosis
Trombositopeni
Trombosit < 100.000 / mikroliter
Gangguan ginjal
Kreatinin serum diatas 1,1 mg/dL atau didapatkan eningkatan kadar
kreatinin serum dari sebelumnya pada kondisi dimana tidak ada
kelainan ginjal lainnya
Gangguan Liver
Peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal dan atau adanya nyeri
di daerah epigastrik / regio kanan atas abdomen
Edema Paru
Gejala Neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus
Gangguan Sirkulasi Uteroplasenta
Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction (FGR) atau didapatkan adanya
absent or reversed end diastolic velocity (ARDV)
7
Gangguan liver
peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal dan atau adanya nyeri
di daerah epigastrik / regio kanan atas abdomen
Edema Paru
Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus
Gangguan pertumbuhan janin menjadi tanda gangguan sirkulasi
uteroplasenta : Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction (FGR) atau
didapatkan absent or reversed end diastolic velocity (ARDV)
Tekanan darah sistolik ≥140 mmHg sampai <160 mmHg, tekanan darah diastolic
sistolik ≥90 mmHg sampai <110 mmHg dan proteinuria kwalitatif +2.12
8
2.6.1 Gestasional hipertensi
Tekanan darah ≥140/90 mmHg pertama kalinya dalam kehamilan >20 minggu
tanpa disertai proteinuria dan tekanan darah kembali normal setelah 12 minggu
post partum.12
2.6.4 Eklampsia
Kejang-kejang pada ibu hamil , bersalin dan nifas dengan atau tanpa penurunan
kesadaran, dimana sebelumnya sudah menunjukkan gejala pre-eklampsia dan
tidak dapat dibuktikan adanya penyebab yang lain.12
Pasien hamil dengan penyulit penyakit sindroma nefrotik juga dapat memiliki
gambaran klinis dan laboratorium menyerupai preeklampsia berat seperti
hipertensi, edema dan proteinuria.
2.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pasien preeklampsia diberikan berdasarkan usia
kehamilan. Tujuan dari penatalaksanaan preeklampsia adalah mengontrol tekanan
darah agar tidak meningkat, terminasi kehamilan dengan trauma minimal bagi ibu
dan bayi, selain itu melahirkan bayi yang mampu hidup di lingkungan luar
kandungan, dan melakukan penyembuhan terhadap ibu.9
Ibu hamil dengan preeklampsia berat segera dirawat inap, tirah baring
miring ke sisi kiri secara intermiten. Infus ringer laktat atau ringer dekstrose 5%.
9
Pemberian magnesium sulfat tidak direkomendasikan pada pasien preeklampsia
tanpa gejala berat dengan tekanan darah ≤ 160 mmHg sistolik atau 110 mmHg
diastolik. Pemberian magnesium sulfat hanya direkomendasikan pada
preeklampsia berat atau dengan keluhan sakit kepala, penurunan visus, klonus,
nyeri pada kuadran atas kanan perut dan tanda kejang. Hal ini dikarenakan
tekanan darah pada pasien preeklampsia akan mudah berubah selama kehamilan,
sehingga butuh pengawasan terhadap tekanan darah pasien. Jika tekanan darah
meningkat dan mengarah ke perburukan keadaan pasien maka pemberian
magnesium sulfat direkomendasikan pada saat tersebut.7,10
Loading dose (initial dose)bila hanya tersedia MgSO4 40% : dosis awal: 4g
MgSO4 40% dilarutkan dalam normal saline 10 cc I.V. pelan / 4-5 menit.
Bila tersedia MgSO4 20% initial dose dapat diberikan 4 g (20 cc MgSO4 20%
dilanjutkan dengan dosis maintenance dengan MgSO4 40% dalam syringe
pump/infuse dengan kecepatan 1-2 g/jam).
Cara pemberian:
Ambil 4g MgSO4 40% (10 cc) dilarutkan dalam normal Saline I.V. / 10-15
menit.
Sisanya, 6g MgSO4 (15 cc) dimasukan kedalam satu botol larutan Ringer
Dektrose 5% diberikan perinfus dengan tetesan 28 tetes per menit atau habis
dalam 6 jam.
10
Antidotum:
Bila timbul gejala dan tanda intoksikasi MgSO4, maka diberikan injeksi
Kalsium Glukonat 10% dalam 10 cc I.V. pelan dalam 3 menit.
Bila kejang lagi setelah pemberian dosis awal maupun lanjutan , dapat
diberikan lagi MgSO4 20% 2 gram IV. Dan apabila tetap kejang (refrakter
terhadap MgSO4 ) dapat diberikan salah satu regimen dibawah ini :
1. 100 mg IV sodium thiopental
2. 10 mg IV diazepam
3. 250 mg IV sodium amobarbital
Catatan : Bila diluar sudah diberikan pengobatan diazepam, maka
dilanjutkan pengobatan dengan MgSO4.
Mengenai penggunaan obat antihipertensi, menurut Perhimpunan Obstetri
dan Ginekologi Indonesia, antihipertensi direkomendasikan pada preeklampsia
dengan hipertensi berat, atau tekanan darah sistolik > 160 mmHg atau diastolik >
110 mmHg. Target penurunan tekanan darah adalah sistolik < 160 mmHg dan
diastolik < 110 mmHg.7
Pilihan obat antihipertensi yang dapat diberikan yaitu nifedipin 10 mg
oral dilanjutkan dengan 10 mg oral setiap 30 menit sampai target penurunan
tekanan darah terpenuhi (penurunan sistolik 20-30% tekanan sistolik awal atau
MAP < 125 mmHg). Bila penurunan tekanan darah belum tercapai, nifedipine
tetap diberikan setiap 30 menit dengan melakukan monitoring ketat tekanan darah
minimal setiap 15 menit dan monitoring kontinyu janin dengan CTG. Dosis
maksimal dalam sehari 120 mg. Setelah dosis awal diberikan dan tekanan darah
membaik, dilanjutkan dosis lanjutan nifedipine oral 10 mg tiap 6 jam. Pemantauan
tekanan darah dilakukan setiap 1 jam setelah keberhasilan dosis awal dan
dilanjutkan setiap 4 jam kecuali pasien sedang tidur.10
Apabila selama perawatan tekanan darah naik lagi, diberikan nifedipine
dengan dosis awal lagi dengan mempertimbangkan dosis maksimal sehari.
Apabila setelah pemberian nifedipine dosis awal ulangan tekanan darah naik lagi ,
dianggap sebagai hipertensi refrakter dan obat anti hipertensi bisa dikombinasi
dengan metal dopa atau diberikan dalam bentuk intra venous nicardipine. Methyl
dopa 500-3000 mg per oral dibagi 2-4 dosis. Pada kasus hipertensi emergency
11
apabila tidak terjadi penurunan tensi dengan nifedipine dalam 6 jam sudah
dianggap sebagai hipertensi refrakter dan nifedipine diganti dengan nicardipine
atau clonidine.10
Diuretikum yang dapat diberikan hanya atas indikasi edema paru, payah
jantung kongestif, dan edema anasarka. Penanganan yang dapat diberikan yaitu:
a. Posisi semi fowler , kepala dan dada ditinggikan sehingga meningkatkan
ventilasi
b. Diberikan Furusemide 20 – 40 mg intravena dalam dua menit. Bila respon
adekuat tidak terjadi dalam 30-50 menit, dosis ditingkatkan menjadi 40-60
menit dengan injeksi pelan intra vena sampai dosis maksimal 120 mg dalam
satu jam.
c. Morphine Sulfat 3-5 mg IV ( hindari pada peningkatan tekanan intra kranial,
penurunan kesadaran )
d. Diit rendah garam dan restriksi cairan (monitor CM /CK)
e. Oksigen 8-10 L/mnt dengan “face mask” atau dengan CPAP dengan
monitoring saturasi oksigen dengan pulse oximeter.
12
Preeklampsia dengan gejala berat
MRS, evaluasi gejala, DJJ,
dan cek laboratorium > 34 minggu
Stabilisasi, pemberian
MgSO4 profilaksis
< 34 minggu
Jika didapatkan :
Eklamsia
Edema paru
DIC Jika usia kehamilan > 24
HT berat, tidak minggu, janin hidup :
Terminasi setelah
terkontrol Iya berikan pematangan
kehamilan stabil
Gawat janin paru (dosis tidak harus
Solusio plasenta selalu lengkap) tanpa
IUFD menunda terminasi
Janin tidak viabel
(tergantung kasus)
Tidak
Perawatan konservatif :
Evaluasi di kamar bersalin Usia kehamilan > 34
selama 24-48 jam minggu
Rawat inap hingga terminasi KPP atau inpartu
Stop MgSO4, profilaksis (1x24 Perburukan meternal-fetal
jam)
Pemberian anti HT jika TD >
160/110
Pematangan paru 2x24 jam
Evaluasi maternal-fetal secara
berkala
13
Penanganan terhadap kehamilan ibu yaitu10
1. Ekspektatif / konservatif :
Bila umur kehamilan < 34 minggu maka diberikan steroid untuk
pematangan paru. Diberikan deksametason dosis 12 mg I.M. setiap 24 jam
selama 2 kali pemberian. Bila ada tanda-tanda inpartu (PPI) pada UK < 34
minggu, tokolitik dipertimbangkan setelah melapor dengan Supervisor hanya
untuk memberikan kesempatan pematangan paru (48 jam).
Manajemen ekspektatif direkomendasikan pada kasus preeklampsia
berat dengan usia kehamilan kurang dari 34 minggu dengan syarat kondisi
ibu dan janin stabil. Selain itu manajemen ekspektatif juga direkomendasikan
untuk melakukan perawatan di fasilitas kesehatan yang adekuat dengan
tersedia perawatan intensif bagi maternal dan neonatal. Bagi wanita yang
melakukan perawatan ekspektatif preeklampia berat, pemberian
kortikosteroid direkomendasikan untuk membantu pematangan paru janin.
Pasien dengan preeklampsia berat direkomendasikan untuk melakukan rawat
inap selama melakukan perawatan ekspektatif.7
2. Aktif /agresif :
Bila umur kehamilan ≥ 34 minggu maka kehamilan diakhiri setelah mendapat
terapi medikamentosa untuk stabilisasi ibu. Kehamilan harus segera diakhiri
tanpa memandang umur kehamilan bila dijumpai: kejang-kejang, gagal ginjal
akut, edema paru, solutio plasenta dan fetal distress. Pada HELLP syndrome,
persalinan bisa ditunda dalam 48 jam bila umur kehamilan < 34 minggu,
untuk memberikan kesempatan pematangan paru.
Catatan:
1. Persalinan sedapat mungkin diarahkan pervaginam.
2. Penderita belum inpartu
Dilakukan induksi persalinan bila skor Bishop > 5. Bila perlu dilakukan
pematangan serviks dengan misoprostol. Induksi persalinan harus sudah
mencapai kala II dalam waktu 24 jam.
Indikasi seksio sesarea adalah:
1. Tidak memenuhi syarat persalinan pervaginam.
14
2. Induksi persalinan gagal.
3. Terjadi gawat janin.
3. Penderita sudah inpartu
a. Kemajuan persalinan dikelola dengan partograf WHO atau kurva Friedman.
b. Monitor tekanan darah tiap 30 menit.
c. Tindakan operatif pervaginam (vakum atau forceps sesuai indikasi); tidak
rutin dikerjakan kecuali:
1. Tekanan darah tidak terkontrol (MAP> 125)
2. Tanda-tanda impeding eklampsia.
3. Kemajuan kala II tidak adekuat (20 menit dipimpin tidak lahir).
d. Seksio sesarea dilakukan apabila terdapat kegawatan ibu danatau janin, atau
indikasi obstetrik.
e. Bila harus dilakukan SC, pilihan anestesianya adalah regional atau epidural
dan tidak dianjurkan anestesia umum.
15
Pasien memenuhi persyaratan
perawatan konsevatif
16
Preeklampsia dengan gejala berat :
Evaluasi di kamar bersalin dalam 24-48 jam
Kortikosteroid untuk pematangan paru , Magnesium
sulfat profilaksis, antihipertensi
USG, evaluasi kesejahteraan janin, gejala dan
pemeriksaan laboratorium
Pemberian kortikosteroid
Iya
Komplikasi perawatan ekspektatif : pematangan paru
Gejala persisten
Sindrom HELLP Persalinan setelah 48 jam
Pertumbuhan janin terhambat
Severe oligohidramnion
Reversed end diastolic flow
KPP atau inpartu
Gangguan renal berat
Perawatan ekspektatif
Tersedia fasilitas perawatan maternal dan
neonatal intensif
Usia kehamilan janin viabel – 34 minggu
Rawat inap
Stop magnesium sulfat dalam 24 jam
Evaluasi ibu dan janin setiap hari
17
Tabel 5.1 Kriteria terminasi kehamilan pada Preeklampsia berat7
Data Maternal Data Janin
Hipertensi berat yang tidak terkontrol Usia kehamilan 34 minggu
Gejala preeklampsia berat yang tidak Pertumbuhan janin terhambat
berkurang (nyeri kepala, pandangan kabur,
dsbnya)
Penurunan fungsi ginjal progresif Oligohidramnion persisten
Trombositopenia persisten atau HELLP Deselerasi variabel dan lambat
Syndrome pada NST
Edema paru Doppler a. Umbilikalis reversed
end diastolic flow
Eklamsia Kematian janin
Solusio plasenta
Persalinan atau ketuban pecah
2.8 Komplikasi
Komplikasi yang timbul akibat preeklampsia
1. Komplikasi Ibu
Eklamsia
Ibu yang menderita preeklampsia tidak mendapat pengobatan akan
meningkatkan terjadinya eklamsia. Eklamsia ditandai dengan kejadian
kejang pada ibu yang dapat berakibat fatal bagi janin yang
dikandungnya.14,15
Sindrom HELLP ( Hemolisi- Elevated Liver enzym- Low Platelete
count)
Terdapatnya sindrom HELLP dapat meningkatkan kejadian kematian
bagi ibu saat bersalin yang diakibatkan oleh perdarahan, kegagalan
organ multiple, dan gangguan pembekuan darah. Jika ditemukan sindro
ini maka sikap yang harus diambil adalah mengakhiri kehamilan tanpa
memandang usia gestasi.14,15
18
Ablasio Plasenta
Lepasnya plasenta dari dinding rahim yang diakibatkan oleh penurunan
perfusi darah ke uteroplasenta sehingga menyebabkan plasenta iskemia.
Lepasnya plasenta dapat menyebabkan perdarahan dan kerusakan
plasenta yang memperburuk kondisi ibu dan janin. 14,15
2.Komplikasi Janin
Pertumbuhan Janin terhambat
Pertumbuhan janin terhambat (PJT) dapat terjadi oleh karena
berkurangnya masukan nutrisi dan oksigen selama masa kehamilan
yang dapat disebabkan oleh preeklampsia.2,4,8 Janin akan menjadi
hipoksia dan kekurangan nutrisi pada trimester akhir yang memicu PJT
jenis asimetris. PJT asimetris lebih sering terjadi pada preeklampsia
yang ditandai dengan lingkar perut yang jauh lebih kecil dari lingkar
kepala. Secara klinik awal pertumbuhan janin yang terhambat dikenal
setelah 28 minggu. Namun, secara USG mungkin sudah dapat diduga
lebih awal dengan adanya taksiran berat janin yang tidak sesuai dengan
usia gestasi yaitu dengan hasil kurang dari 10 percentil. Secara klinik
pemeriksaan tinggi fundus biasanya menunjukan 3cm lebih rendah atau
lebih dari usia gestasi walaupun pemeriksaan ini memiliki nilai
sensitivitas hanya 40%.7,10,15
Hal lain yang dapat diperhatikan adalah adanya pada pemeriksaan
USG, yaitu perbandingan lingkar kepala yang lebih besar dibandingkan
dengan lingkar perut. Ada teori yang mengatakan bahwa organ-organ
didaerah kepala lebih diprioritaskan untuk mendapatkan aliran darah,
sehingga organ-organ yang terdapat di dalam perut tidak mendapat
suplay darah yang maksimal.7
Penanganan kasus PJT adalah bergantung pada usia kehamilannya.
Dapat dilakukan terminasi jika usia kehamilan ≥ 37 minggu, terdapat
kelainan kongenital, infeksi intra uteri, dan kondisi maternal tidak
memungkinkan diteruskan. Jika usia masih kurang dari 37 minggu
dapat dilakukan monitoring sampai bayi dapat dikatakan viabel. Jika
19
usia kehamilan ≤ 34 minggu maka dapat diberikan kortikosteroid
selama 2 hari untuk membantu proses pematangan paru.7,15,16.
2.9 Prognosis
Kematian ibu akibat preeklampsia berat antara 9.8% hingga 25.5% dan
kematian bayi sebesar 42.2% hingga 48.9%. Morbiditas dan mortalitas perinatal
kehamilan dengan PJT lebih tinggi dari pada kehamilan normal. Kehamilan
preeklampsia dengan PJT dapat semakin memperburuk prognosis, dikatakan
bahwa semakin rendah berat badan bayi akan semakin meningkatkan angka
kematian perinatal.7
20
BAB III
LAPORAN KASUS
Nama : NWS
No. CM : 62.09.32
Umur : 30 tahun
Agama : Hindu
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Petani
3.2 Anamnesis
1. Keluhan Utama
Nyeri perut hilang timbul sejak pukul 18.00 WITA (10/4/2018)
Riwayat penyakit sekarang
Pasien perempuan 28 tahun, rujukan dari PKM Payangan dengan G2P1001
38 minggu T/H suspek preeklampsia + PK I fase laten. Pasien mengeluh sakit
perut hilang timbul sejak pukul 18.00 WITA (10/4/2018). Sakit perut yang
dirasakan pada perut bagian atas. Keluhan dirasakan hilang timbul dan sakit
yang dirasakan seperti ingin BAB. Tidak ada faktor yang memperberat dan
memperingan keluhan. Awalnya pasien mengeluh sakit perut hilang timbul
sejak pukul 18.00 WITA (10/4/2018) dan di bawa ke PKM Payangan pukul
01.15 WITA (11/4/2018). Pada pukul 01.15 WITA tekanan darah pasien
160/100 mmHg dan dikonsultasikan ke RSUD Sanjiwani pukul 01.20 WITA,
saat itu tensi pasien 180/110 mmHg, disarankan observasi 15 menit. Pukul
21
01.35 WITA pasien diputuskan untu dirujuk ke RSUD Sanjiwani dengan
tensi saat itu 170/110 mmHg. Pada pukul 03.00 pasien tiba di RSUD
Sanjiwani. Keluhan lain seperti keluar air dan perdarahan pervaginam
disangkal pasien. Gerak anak (+) baik.
2. Riwayat Menstruasi
Pasien mendapatkan haid pertama pada usia 12 tahun dengan siklus setiap
bulannya teratur setiap 30 hari. Lamanya haid dalam 1 periode adalah 4-5 hari
dengan frekuensi mengganti pembalut 3 kali perhari (±60 ml).
3. Riwayat Perkawinan
Pasien menikah 1x pada saat usia 17 tahun dengan lama menikah 13 tahun.
4. Riwayat Obstetri
5. Riwayat Kontrasepsi
Pasien menggunakan alat kontrasepsi pil KB selama 6 bulan sebelum hamil.
6. Riwayat Hamil ini
Hari pertama haid terakhir (HPHT) 18 Juli 2017, untuk taksiran persalinan
pasien yaitu pada tanggal 25 April 2018.
7. Riwayat Penyakit Terdahulu
Sebelumnya pasien tidak pernah mengalami peningkatan tekanan darah.
Riwayat hipertensi, diabetes mellitus, asma, dan penyakit jantung disangkal
pasien. Pasien tidak memiliki riwayat alergi obat ataupun makanan.
8. Riwayat Sosial dan Keluarga
Penyakit sistemik lainnya pada keluarga seperti hipertensi, diabetes melitus,
asma, dan penyakit jantung disangkal. Pasien tidak merokok maupun
mengkonsumsi minuman beralkohol
22
3.3 Pemeriksaan Fisis
1. Status Present
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tanda Vital : Tekanan darah 160/110 mmHg
Nadi 80x / menit
Napas 20x / menit
Suhu Axilla 36,6 oC
Berat badan : 65 kg
Tinggi badan : 155 cm
IMT : 27,08 kg/m2
2. Status General
Mata : Anemis ( -/- ), Ikterus ( -/- )
Jantung : S1 S2 tunggal, regular, murmur (-)
Paru : Vesikular (+/+), Rhonki (-/-) Wheezing (-/-),
Edema (-)
Abdomen : TFU : 30 cm TBJ : 2790 gr
HIS : 2-3x/10 menit ~ 25-30 detik
DJJ : 140 x/menit
Ekstremitas : Edema (-), hangat (+) pada keempat ekstemitas
3. Status Obstetri
Mammae
Inspeksi : Hiperpigmentasi aerola mammae
Simetris
Abdomen
Inspeksi : Perut membesar ke depan, striae gravidarum (+),
luka sayatan (-).
Palpasi :
Pemeriksaan Leopold
I. Tinggi fundus uteri 3 jari dibawah prosesus xipoideus (30
cm). Teraba bagian bulat dan lunak (kesan bokong).
23
II. Teraba tahanan keras dan memanjang di kanan (kesan
punggung) dan teraba bagian-bagian kecil di kiri.
III. Teraba bagian bulat, keras dan terfiksir (kesan kepala).
IV. Bagian bawah belum masuk pintu atas panggul.
Gerak janin (+)
Auskultasi : Denyut jantung janin terdengar paling keras di
sebelah kanan bawah umbilicus dengan frekuensi
140 x/menit.
Vagina
Inspeksi : Keluar cairan pervaginam (-)
Inspekulo : Flx(-), fl (-)
VT : Pembukaan 6 cm, Eff 50%, ketuban (+)
Teraba kepala, ubun-ubun kecil kanan depan,
penurunan Hodge II, tidak teraba bagian kecil/tali
pusat
24
DARAH RUTIN
WBC 16.7 (H) 103/µL
HGB 13.7 gr/dl
PLT 254 103/µL
HCT 39.4 %
FAAL HEMOSTASIS
BT 2’00” -
CT 8’00” -
ELEKTROLIT
NA 141 mmol/L
K 2.7 mmol/L
CL 115 mmol/L
GOLONGAN DARAH A
Tanda-tanda vital
Keluhan
25
KIE : Pasien dan keluarga tentang kondisi pasien termasuk diagnosa dan
rencana terapi yang akan dilakukan.
26
St. Obstetrik
Abdomen : TFU : sepusat
Kontraksi uterus (+), baik
Vagina : tampak tali pusat menjuntai
27
Amoxicillin 500mg @8jam I.O
28
O : St Present
TD 140/80 mmHg, N 88x/mnt, RR 20x/mnt, Tax 37,3oC
St. General
Dalam batas normal
St. Obstetrik
Abdomen : TFU 2 jari bawah pusat
Kontraksi uterus (+) baik.
Vagina : perdarahan aktif (-)
A : P2002 post FE hari ke I + FUP PEB (PER hari I)
P : Aff IVFD
Paracetamol 500mg @8jam I.O
29
Pk 06.00 WITA (13/04/2018)
S : nyeri luka jahitan (+), mobilisasi (+), ASI (-), BAB/BAK
(+/+), Makan/Minum (+/+)
O : St Present
TD 120/70 mmHg, N 88x/mnt, RR 20x/mnt, Tax 37,3oC
St. General
Dalam batas normal
St. Obstetrik
Abdomen : TFU 2 jari bawah pusat
Kontraksi uterus (+) baik.
Vagina : perdarahan aktif (-)
A : P2002 post FE hari ke III + FUP PEB (PER hari III)
P : BPL kontrol poli kebidanan (20/04/2018)
Paracetamol 500mg @8jam I.O
Metronidazole 500mg @8jam I.O
30
BAB IV
PEMBAHASAN
31
kemungkinan terjadi defisiensi nutrisi. Kekurangan asam folat, vitamin C dan E,
kalsium dan asam lemak tak jenuh. Defisiensi asam folat dapat menyebabkan
disfungsi endotel dan aterosklerosis melalui kondisi hiperhomosisteinemia.
Homosistein yang berlebih akan cepat mengalami oksidasi sehingga membentuk
disulfida campuran, homosistin dan homosistin thiolakton. Selama proses ini akan
terbentuk ROS (Reactive Oxygen Species) yaitu anion superoksid dan peroksida
hidrogen, yang kita ketahui kedua radikal bebas itu bersifat toksis terhadap
endotel. Vitamin C dan E merupakan antioksidan endogen seluler yang langsung
dapat menangkap radikal bebas yang dihasilkan dari peristiwa stres oksidatif pada
preeklampsia. Pada preeklampsia diduga terjadi defisiensi vitamin C dan E,
sehingga terjadi ketidakseimbangan oksidan dan antioksidan. Kalsium telah lama
diketahui berperan dalam patogensesis preeklampsia, pada keaadaan defisiensi
kalsium kejadian preeklampsia meningkat. Keaadaan itu disebabkan karena
adanya vasokontriksi, sehingga terjadi peningkatan tekanan darah dan
menyebabkan plasenta menjadi iskemik, selanjutnya terjadi reaksi berantai radikal
bebas akibat iskemik plasenta. Selain itu Obesitas merupakan faktor risiko
preeklampsia dan risiko semakin besar seiring semakin besarnya IMT. Risiko
meningkat 4,3% pada wanita dengan BMI <20kg/m2 dan risiko meningkat 13,3%
pada ibu dengan BMI > 35kg/m2. Pada pasien ini diketahui memiliki IMT 27,08
kg/m2 yang termasuk dalam kategori overweight, sehingga pasien memiliki risiko
menderita preeklampsia jika dibandingkan dengan ibu lain dengan BMI normal.
Pada pasien ini segera masuk rawat inap post partum. Dasar pemikiran
sedini mungkin hospitalisasi ialah : observasi dapat dilakukan secara cermat dan
terus-menerus, sehingga evaluasi lebih mudah oleh karena perjalanan penyakit
sukar diramalkan. Pada pasien ini umur kehamilan sudah aterm dan pasien datang
32
dalam keadaan inpartu dilakukan ekpektatif pervaginam management, dengan
mempercepat kala II dengan bantuan forcep ekstraksi. Terapi yang diberikan pada
pasien ini adalah MgSO4 sesuai protap. MgSO4 menghambat atau menurunkan
kadar asetilkolin pada rangsangan saraf-saraf dengan menghambat transmisi
neuromuskular. MgSO4 juga merupakan vasodilator cerebral dan
menstabilisasikan membran. Sebelum diberikan MgSO4 pasien terlebih dahulu
dipasang kateter untuk memantau produksi urin. Selain itu, respirasi dan reflek
patella juga dipantau sepanjang pemberian MgSO4. Pasien juga diberikan obat
Nifedipine sebanyak 3x10 mg untuk menurunkan tekanan darahnya.
33
BAB V
SIMPULAN
34
DAFTAR PUSTAKA
6. Norma D,N. 2013. Asuhan Patologi Teori Dan Tinjauan Kasus. Jakarta:
Mustika Dwi S Nu Med.
10. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, 2014. Obstetrical Complication.
Williams Obstetrics. Mc Grawl Hill Education. hal 728-779.
12. Anonim. 2004. Prosedur tetap obstetri dan ginekologi. Denpasar: Bagian/SMF
Obsterti dan Ginekologi FK Unud/RS Sanglah. Hal: 72-80
35
15. Angsar MD, 2009 Hipertensi dalam Kehamilan. Edisi4. Jakarta: PT Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Hal 530-559
36