Anda di halaman 1dari 49

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Prinsip Dasar Prategang

Beton adalah suatu bahan yang mempunyai kekuatan yang tinggi terhadap

tekan, tetapi sebaliknya mempunyai kekuatan relatif sangat rendah terhadap tarik,

sedangkan baja adalah suatu material yang mempunyai kekuatan tarik yang sangat

tinggi. Dengan mengkombinasikan beton dan baja sebagai bahan struktur, maka

tegangan tekan dipikulkan kepada beton sementara tegangan tarik dipikulkan kepada

baja.

Pada struktur dengan bentang yang panjang, struktur bertulang biasa tidak

cukup untuk menahan tegangan lentur sehingga terjadi retak-retak di daerah yang

mempunyai tegangan lentur, geser, atau puntir yang tinggi. Timbulnya retak-retak

awal pada beton bertulang disebabkan oleh ketidakcocokan (non compatibility)

dalam regangan-regangan baja dan beton, hal ini yang merupakan titik awal

dikembangkannya suatu material baru seperti beton prategang.

Beton prategang pada dasarnya merupakan beton dimana tegangan-tegangan

internal dengan besar serta distribusi yang sesuai diberikan sedemikian rupa sehingga

tegangan-tegangan yang diakibatkan oleh beban-beban luar diberikan perlawanan

hingga pada suatu kondisi yang diinginkan. Pada batang beton bertulang, prategang

pada umumnya diberikan dengan menarik baja tulangannya.

Universitas Sumatera Utara


Pada proses pembuatan tong kayu yang diperkuat dengan sabuk logam serta

pemasangan sabuk logam disekeliling roda kayu menunjukkan bahwa seni

prategangan telah dipraktekkan sejak zaman dahulu. Pemberian gaya prategang,

bersama besarnya, ditentukan terutama berdasarkan jenis sistem yang dilaksanakan

dan panjang bentang serta kelangsingan yang dikehendaki. Gaya pratengang yang

diberikan secara longitudinal di sepanjang atau sejajar dengan sumbu komponen

struktur, maka prinsip-prinsip prategang dikenal sebagai pemberian prategang linier.

Gambar II.1 Pinsip-prinsip Prategang Linier dan Melingkar. (a) Pemberian prategang linier pada

sederetan blok untuk membentuk balok. (b) Tegangan tekan di penmpang tengah bentang C dan

penampang Atau B. (c) Pemberian prategang melingkar pada gentong kayu dengan pemberian tarik

pada pita logam. (d) Prategang melingkar pada satu papan kayu. (e) Gaya tarik F pada detengah pita

logam akibat tekanan internal, yang harus diimbangi oleh prategang melingkar

(Sumber: Beton Prategang, Edward G. Nawi)

Universitas Sumatera Utara


Gambar II.1 menjelaskan bahwa aksi pemberian prategang pada kedua

sestem structural dan respon tegangan yang dihasilkan. Pada bagian (a), blok-blok

beton bekerja bersama sebagai sebuah balok pembarian gaya prategang tekan P. Pada

blok-blok tersebut kemungkinan tergelincir pada arah vertikal yang mensimulasikan

kegagalan gelincir geser, pada kenyataan tidak demikian karena adanya gaya

longitudinal P. Dengan cara yang sama, papan-papan kayu di dalam bagian (c)

kelihatan dapat terpisah satu sama lain sebagai akibat adanya tekanan yang radial

internal yang bekerja padanya. Akan tetapi, karena adanya prategang tekan yang

diberikan oleh pita logam sebagai prategang melingkar, papan-papan tersebut tetap

menyatu.

II.2. Material Beton Prategang

II.2.1 Beton

Beton adalah campuran dari semen, air, dan agregat serta suatu bahan

tambahan. Setelah beberapa jam dicampur, bahan-bahan tersebut akan langsung

mengeras sesuai bentuk pada waktu basahnya. Beton yang digunakan untuk beton

prategang adalah yang mempunyai kekuatan tekan yang cukup tinggi dimana ′)

beton minimal 30Mpa. Kuat tekan yang tinggi diperlukan untuk menahan tegangan

tekan pada serat tertekan, pengangkuran tendon, mencegah terjadinya keretakan,

mempunyai modulus elastisitas yang tinggi dan mengalami rangkak lebih kecil.

Beton adalah meterial yang kuat terhadap kondisi tekan, akan tetapi material

yang lemah terhadap kondisi tarik. Kuat tarik beton bervariasi mulai dari 8 sampai 14

persen dari kuat tekannya. Rendahnya kapasitas tarik beton menimbulkan terjadinya

Universitas Sumatera Utara


retak lentur pada taraf pembebanan yang masih rendah. Untuk mengurangi atau

mencegah berkembangnya retak tersebut, gaya konsentris atau eksentris diberikan

dalam arah longitudinal elemen struktural. Gaya ini mencegah berkembangnya retak

dengan cara mengeliminasi atau sangat mengurangi tegangan tarik di bagian

tumpuan dan daerah kritis pada kondisi beban kerja sehingga dapat meningkatkan

kapasitas lentur, geser, dan torsional penampang tersebut. Penampang dapat

berperilaku elastis, dan hampir semua kapasitas beton dalam memikul tekan dapat

secara efektif dimanfaatkan di seluruh tinggi penampang beton pada saat semua

beban bekerja di struktur tersebut.

Gaya longitudinal yang diterapkan tersebut di atas disebut gaya prategang,

yaitu gaya tekan yang memberikan prategang pada penampang di sepanjang bentang

suatu elemen struktural sebelum bekerjanya beban mati dan beban hidup transversal

atau beban hidup horizontal transien. Gaya prategang ini berupa tendon yang

diberikan tegangan awal sebelum memikul beban kerjanya, yang berfungsi

mengurangi atau menghilangkan tegangan tarik pada saat beton mengalami beban

kerja, mengantikan tulangan tarik pada struktur beton bertulang biasa.

Pada beton bertulang biasa, gaya tarik yang berasal dari momen lentur

ditahan oleh lekatan yang terjadi antara tulangan dan beton. Akan tetapi, tulangan di

dalam komponen struktur beton bertulang tidak memberikan gaya dari dirinya pada

komponen struktur tersebut, suatu hal yang berlawanan dengan aksi baja (tendon)

prategang yang menghasilkan gaya dari dirinya sehingga memungkinkan pemulihan

retak dan defleksi akibat momen lentur tersebut. Pemberian gaya prategang berupa

tendon, guna mengurangi atau menghilangkan tegangan tarik, ini yang dikenal sebagi

beton prategang.

Universitas Sumatera Utara


Beton prategang adalah material yang sangat banyak digunakan dalam

kontruksi. Beton prategang pada dasarnya adalah beton di mana tegangan-tegangan

internal dengan besar serta distribusi yang sesuai diberikan sedemikian rupa sehingga

tegangan-tegangan yang diakibatkan oleh beban-beban luar dilawan sampai suatu

tingkat yang diinginkan. Prategang meliputi tambahan gaya tekan pada struktur

untuk mengurangi atau bahkan menghilangkan gaya tarik internal dan dalam hal ini

retak pada beton dapat dihilangkan.

Pada beton bertulang, prategang pada umumnya diberikan dengan menarik

baja tulangan. Gaya tekan disebabkan oleh reaksi baja tulangan yang ditarik,

mengakibatkan berkurangnya retak, elemen beton prategang akan jauh lebih kokoh

dari elemen beton bertulang biasa. Prategangan juga menyebabkan gaya dalam yang

berlawanan dengan gaya luar dan mengurangi atau bahkan menghilangkan lendutan

secara signifikan pada struktur.

Beton yang digunkan dalam beton prategang adalah mempunyai kuat tekan

yang cukup tinggi dengan nilai f’c min K-300, modulus elastis yang tinggi dan

mengalami rangkak ultimit yang lebih kecil, yang menghasilkan kehilangan

prategang yang lebih kecil pada baja. Kuat tekan yang tinggi ini diperlukan untuk

menahan tegangan tekan pada serat tertekan, pengangkuran tendon, mencegah

terjadinya keretakan. Tipikal diagram tegangan-regangan beton dapat dilihat pada

gambar II.2. Pemakaian beton berkekuatan tinggi dapat memperkecil dimensi

penampang melintang unsur-unsur struktural beton prategang. Dengan berkurangnya

berat mati material, maka secara teknis maupun ekonomis bentang yang lebih

panjang dapat dilakukan.

Universitas Sumatera Utara


Tegangan
(Mpa)

Regangan

Gambar II.2 Diagram Tegangan Regangan Pada Beton

Perubahan bentuk pada beton adalah langsung dan tergantung pada waktu.

Pada beban tetap, perubahan bentuk bertambah dengan waktu dan jauh lebih besar

dibandingkan harga langsungnya. Susut tidak disebabkan oleh tegangan, tetapi

merupakan akibat dari hilangnya air dalam proses pengeringan beton, sementara

rangkak oleh bekerjanya tegangan. Susut dan rangkak menyebabkan perubahan

bentuk aksial, kelengkungan pada penampang, kehilangan tegangan lokal antara

beton dan baja, redistribusi aksi internal pada struktur statis tertentu.

II.2.2 Baja Prategang

Untuk penggunaan pada beban layan yang tinggi, penggunaan baja tulangan

(tendon) dan beton mutu tinggi akan lebih efisien. Hanya baja dengan tegangan

elastis tinggi yang cocok digunakan pada beton prategang. Penggunaan baja tulangan

mutu tinggi bukan saja merupakan suatu keuntungan, tetapi merupakan suatu

Universitas Sumatera Utara


keharusan. Prategangan akan menghasilkan elemen yang lebih ringan, bentang yang

lebih besar dan lebih ekonomis jika ditinjau dari segi pemasangan dibandingkan

dengan beton bertulang biasa.

Prategang pada dasarnya merupakan suatu beban yang menimbulkan

tegangan dalam awal sebelum pembebanan luar dengan besar dan distribusi tertentu

bekerja sehingga tegangan yang dihasilkan dari beban luar dilawan sampai tingkat

yang diinginkan. Gaya pratekan dihasilkan dengan menarik kabel tendon yang

ditempatkan pada beton dengan alat penarik. Setelah penarikan tendon mencapai

gaya/tekanan yang direncanakan, tendon ditahan dengan angkur, agar gaya tarik

yang tadi dikerjakan tidak hilang. Penarikan kabel tendon dapat dilakukan baik

sebelum beton dicor (pre-tension) atau setelah beton mengeras (post-tension).

Baja (tendon) yang dipakai untuk beton prategang dalam prakteknya ada tiga

macam, yaitu :

1. Kawat tunggal (wires), biasanya digunkan untuk baja prategang pada beton

prategang dengan system pratarik (pre-tension).

2. Kawat untaian (strand), biasanya digunkan untuk baja prategang pada beton

pratengang dengan system pascatarik (post-tension).

3. Kawat batangan (bar), biasanya digunakan untuk baja prategang pada beton

prategang dengan system pratarik (pre-tension).

Universitas Sumatera Utara


 Kawat tunggal (wires) (b) Untaian Kawat (strand)

(c) Kawat batangan (bars)

Gambar II.3 Jenis-jenis Baja yang Dipakai Untuk Beton Prategang : (a) Kawat tunggal

(wires). (b) Untaian Kawat (strand). (c) Kawat batangan (bars)

(Sumber: Prestressed Concrete Design, M.K. Hurst)

Kawat tunggal yang dipakai untuk beton prategang adalah yang sesuai

dengan pesifikasi sepeti ASTM A 421; stress-relieved strands mengikuti standar

ASTM A 416. Strands terbuat dari tujuh kawat dengan memuntir enam diantaranya

pada pich sebesar 12 sampai 16 kali diameter di sekeliling kawat lurus yang sedikit

Universitas Sumatera Utara


kebih besar. Ukuran dari kawat tunggal bervariasi dengan diameter antara 3 – 8 m,

dengan tengangan tarik (fp) antara 1500 – 1700 Mpa dengan modulus elastisitas

Ep = 200 x 103 Mpa. Tipikal diagram tegangan-regangan dari ketiga jenis

tendon tersebut dapat dilihat pada gambar II.4, gambar II.5, dan gambar II.6.

Gambar II.4 Diagram Tegangan-Regangan Pada Kawat Tunggal

(Sumber: Desain Praktis Beton Prategang, Andri Budiadi)

Gambar II.5 Diagram Tegangan-Tegangan Pada Untaian Kawat

(Sumber: Desain Praktis Beton Prategang, Andri Budiadi)

Universitas Sumatera Utara


Gambar II.6 Diagram Tegangan-Regangan Pada Baja Batangan

(Sumber: Desain Praktis Beton Prategang, Andri Budiadi)

Untuk memaksimumkan luas baja strands 7 kawat untuk suatu diameter

nominal, kawat standar dapat dibentuk menjadi strands yang dipadatkan seperti pada

gambar II.7. Standar ASTM yang disyaratkan masing-masing tercantum pada table

II.1.

Gambar II.7 Strands Prategang 7 Kawat Standard dan Dipadatkan.

(a) Penampang strand standar. (b) Penampang strand yang dipadatkan

Sumber: Beton Prategang, Edward G. Nawi)

Universitas Sumatera Utara


Tabel II.1 Strand Standar Tujuh Kawat Untuk Beton Prategang

Berat Beban
Diameter Kuat patah Luas baja
nominal minimum
nominal strand (min. nominal
strand (lb/100 pada ekstensi
strand (in) lb) strand (in.2)
ft)* 1% (lb)

MUTU 250

1/4 (0,250) 9.000 0,036 122 7.650

5/16 (0,313) 14.500 0,058 197 12.300

3/8 (0,375) 20.000 0,080 272 17.000

7/16 (0,438) 27.000 0,108 367 23.000

1/2 (0,500) 36.000 0,144 490 30.600

3/5 (0,600) 54.000 0,216 737 45.900

MUTU 270

3/8 (0,375) 23.000 0,085 290 19.550

7/16 (0,438) 31.000 0,115 390 26.350

1/2 (0,500) 41.300 0,153 520 35.100

3/5 (0,600) 58.600 0,217 740 49.800

* 100.000 psi = 689,5 Mpa

0,1 in = 2,54 mm, 1 in2 = 645

berat: kalikan dengan 1,49 untuk mendapatkan berat dalam kg per 1000 m.

1000 lb = 4448 N

(Sumber: Beton Prategang, Edward G. Nawi)

Universitas Sumatera Utara


Tabel II.2 Besaran dan kuat desain strands prategang

(Sumber: Beton Prategang, Edward G. Nawi)

Tabel II.3 Tipikal Baja Prategang

Material type Nominal Area Minimum Minimum


and standard diameter (mm2) breaking load tensile strength
(mm) (
)
MPa
Wire 5 19.6 30.4 1550
5 19.6 33.3 1700
7 38.5 65.5 1700
7-wire strand 9.3 54.7 102 1860
super grade 12.7 100 184 1840
15.2 143 250 1750
7-wire strand 12.7 94.3 165 1750
regular grade
Bars (super 23 415 450 1080
grade) 26 530 570 1080
29 660 710 1080
32 804 870 1080
38 1140 1230 1080

(Sumber: Desain Praktis Beton Prategang, Andri Budiadi)

II.3. Penampang – Penampang Beton Prategang

Pemilihan bentuk penampang yang akan digunakan pda suatu konstruksi

biasanya tergantung pada kesederhanaan cetakan dan kemungkinan cetakan tersebut

Universitas Sumatera Utara


untuk dapat dipakai kembali, penampilan penampang, derajat kesulitan

penuangan beton, dan besaran teoritis penampang melintang batang. Semakin besar

jumlah beton yang ditempatkan didekat serat terluar balok, semakin besar pula

lengan momen antara gaya C dan T sehingga momen penahan akan semakin besar.

Ada beberapa batasan pada lebar dan tebal flens, dan juga web harus cukup besar

untuk menahan geser dan memungkinkan penuangan beton dapat berjalan dengan

baik dan pada saat yang sama juga cukup tebal untuk menghindari tekuk. Penampang

prategang bentuk T seringkali merupakan penampang yang sengat ekonomis karena

adanya beton dalam proporsi besar pada flens tekan yang cukup efektif untuk

menahan gaya tekan.

Gambar II.8 Berbagai jenis Penampang beton prategang

(Sumber: Prestressed Concrete Analysis And Design, Antoine E.Naaman)

Universitas Sumatera Utara


Gambar II.9 Berbagai jenis Penampang beton prategang berikut bentuk penampang

tumpuannya (a) Penampang balok persegi panjang. (b) penampang balok I, (c)

Penampang balok T, (d) Penampang T dengan sayap bawah, (e) Penampang T ganda,

(f) Bagian ujung balok Penampang I, (g) Bagian ujung balok Penampang T, (h)

Bagian ujung balok Penampang T bersayap bawah, (i) Bagian ujung balok
(Sumber: Beton Prategang, Edward G. Nawi)
Penampang T ganda

Penampang T ganda banyak digunakan untuk bangunan sekolah, bangunan

kantor, took dan seterusnyadan merupakan penampang prategang yang paling

banyak digunakan di Amerika Serikat saat ini. Lebar total fens yang umum

digunakan berkisar antara 5 sampai 8 kaki dengan bentang antara 30 sampai 50 kaki.

Penampang T ganda dletakkan secara berdampingan , TTTTTTT sehingga bekerja

sebagai balok sekaligus pelat untuk sistem lantai atau atap. Penampang T tunggal

biasanya digunakan untuk beban yang lebih berat dan bentang yang lebih panjang

sampai 100 atau 120 kaki.

Universitas Sumatera Utara


Gambar II.10 Penggunaan beton prategang penampang T ganda pada

(Sumber: Prestressed Concrete Analysis And Design, Antoine E.Naaman)


konstruksi

Gambar II.11 Bangunan gudang yang mengguanakan beton prategang


(Sumber: Desain Beton Bertulang, , Jack C McCormac)

II.4. Sistem Prategang dan Pengangkeran

Sehubungan dengan perbedaan sistem untuk penarikan dan pengangkeran

tendon, maka situasinya sedikit membingungkan dalam perancangan dan penerapan

Universitas Sumatera Utara


beton prategang. Seorang sarjana teknik wsipil harus mempunyai pengetahuan umum

mengenai metode-metode yang ada dan mengingatnya pada saat menentukan

dimensi komponen struktur, sehingga tendon-tendon dari beberapa sistem dapat

ditempatkan dengan baik.

Gambar II.12 Sistem Pengangkeran Sistem Pratarik (Pre-tensioning)

(Sumber: Prestressed Concrete Design, M.K. Hurst)

Gambar II.13 Sistem Perakitan kabel prategang

Berbagai metode dengan nama pratekanan (pre-compression) diberikan pada beton

dapat dilakukan sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara


1. Pembangkit gaya tekan antara elemen structural dan tumpuan-tumpuannya

dengan pemakaian dongkrak (flat jack).

2. Pengembangan Tekanan Keliling (hoop compression) dalam struktur

berbentuk silinder dengan mengulung kawat secara melingkar.

3. Pemakaian baja yang ditarik secara longitudinal yang ditanam dalam beton

atau ditempatkan dalam selongsong.

4. Pemakaian prinsip distorsi suatu struktur statis tak tentu baik dengan

perpindahan maupun dengan rotasi satu bagian relatif terhadap bagian

lainnya.

5. Pemakaian pemotong baja structural yang dilendutkan dan ditanam dalam

beton sampai beton tersebut mengeras.

6. Pengembangan tariakn terbatas pada baja dan tekanan pada beton dengan

memakai semen yang mengembang

Gambar II.14 Kabel tendon sesaat senbelum diberi gaya prategang


(Sumber: Prestressed Concrete Analysis And Design, Antoine E.Naaman)

Universitas Sumatera Utara


Gambar II.15 Sistem Pengangkeran Sistem Pascatarik (Post-tensioning) dengan
Mengunakan jack 1000 ton

(Sumber: Prestressed Concrete Design, M.K. Hurst)

Metode yang biasa dipakan untuk memberikan parategang pada semen beton

strukural adalah dengan menarik baja ke arah longitudinal dengan alat penarik yang

berbeda-beda. Prategang dengan menggunakan gaya-gaya langsung diantara

tumpuan-tumpuan umumnya dipakai pelengkung dan perkerasan, dan dongkrak datar

selalu dipakai untuk memberikan gaya-gaya yang diinginkan.

Gambar II.16 Pengerjaan Pemberian tegangan pada tendon prategang


(Sumber: Prestressed Concrete Analysis And Design, Antoine E.Naaman)

Universitas Sumatera Utara


Pengankeran ada 2 macam yaitu : angker mati dan angker hidup. Angker mati

adalah angker yang tidak bias dilakukan lagi penarikan setelah penegangan tendon

dilakukan. Angker mati sering digunakan dalam prategang dengan sistem pratarik.

Sedangkan angker hidup dapat dilakukan penarikan kembali jika hal itu diperlukan.

Pegangkeran ini sering dijumpai dalam prategang dengan sistem pasca tarik.

(a)Angker hidup

(b) Angker mati.

Gambar II.17 Jenis Pengankeran (a) Angker hidup. (b) Angker mati.

(Sumber: Prestressed Concrete Design, M.K. H

Universitas Sumatera Utara


Gambar II.18 Penempatan Angker Pada Beton Prategang (Post-tensioning)

II.4.1.a Sistem Pratarik (Pre-tensioning)

Didalam sistem pratarik (Pre-tensioning), tendon lebih dahulu ditarik antara

blok-blok angker yang kaku (rigid) yang dicetak diatas tanah atau didalam suatu

kolom atau perangkat cetakan pratarik seperti terlihat pada gambar II.19, dan

selanjutnya dicor dan dipadatkan sesuai dengan bentuk serta ukuran yang diinginkan.

Metode ini digunakan untuk beton-beton pracetak dan biasanya digunakan

untuk konstruksi-konstruksi kecil. Beton-beton pracetak biasanya digunakan pada

konstruksi-konstruksi bangunan, kolom-kolom gedung, tiang pondasi atau balok

dengan bentang yang panjang.

Adapun tahap urutan pengerjaan beton pre-tension adalah sebagai berikut :

Kabel tendon dipersiapkan terlebih dahulu pada sebuah angkur yang mati (fixed

anchorage) dan sebuah angkur yang hidup (live anchorage). Kemudian live

anchorage ditarik dengan dongkrak (jack) sehingga kabel tendon bertambah panjang.

Jack biasanya dilengkapi dengan manometer untuk mengetahui besarnya gaya yang

Universitas Sumatera Utara


ditimbulkan oleh jack. Setelah mencapai gaya yang diinginkan, beton dicor. Setelah

beton mencapai umur yang cukup, kabel perlahan-lahan dilepaskan dari kedua

angkur dan dipotong. Kabel tendon akan berusaha kembali ke bentuknya semula

setelah pertambahan panjang yang diakibatkan oleh penarikan pada awal

pelaksanaan. Hal inilah yang menyebabkan adanya gaya tekan internal pada beton.

Oleh karena sistem pratarik besandar pada rekatan yang timbul antara baja dan

tendon sekelilingnya, hal itu penting bahwa setiap tendon harus merekat sepanjang

deluruh panjang badan. Setelah beton mengeras, tendon dilepaskan dari alas

prapenarikan dan gaya prategang ditranfer ke beton.

Gambar II.19 Proses Pengerjaan Beton Pratarik (Pre-tensioning)

(Sumber: Desain Praktis Beton Prategang, Andri Budiadi)

Universitas Sumatera Utara


II.4.1.b Sistem Pascatarik (Post-tensioning)

Kebanyakan pelaksanaan pretensioning dilapangan dilaksanakan dengan

metode post-tensioning. Pascatarik dipakai untuk memperkuat bendungan beton,

prategang melingkar dari tangki-tangki beton yang besar, serta perisai-perisai

biologis dari reactor nuklir. Pascatarik (Post-tensioning) juga banyak digunakan

konstruksi beton prategang segmental pada jembatan dengan bentang yang panjang.

(a ) B e to n d ic o r

(b ) T e n d o n d ita rik d a n g a y a te k a n
d itra n s fe r

(c ) T e n d o n d ia n g k u r d a n d ig ro u tin g

Gambar II.20 Proses Pengerjaan Beton Pascatarik (Post-tensioning)

(Sumber: Desain Praktis Beton Prategang, Andri Budiadi)

Adapun metode dalam pelaksanaan pengerjaan beton pasca tarik (Post-

tensioning) adalah sebagai berikut :

Selongsong kabel tendon dimasukkan dengan posisi yang benar pada cetakan

beton beserta atau tanpa tendon dengan salah satu ujungnya diberi angkur hidup dan

ujung lainnya angkur mati atau kedua ujungnya dipasang angkur hidup. Beton dicor

dan dibiarkan mengeras hingga mencapai umur yang mencukupi. Selanjutnya,

Universitas Sumatera Utara


dongkrak hidrolik dipasang pada angkur hidup dan kabel tendon ditarik hingga

mencapai tegangan atau gaya yang direncanakan seperti terlihat pada gambar II.20.

Untuk mencegah kabel tendon kehilangan tegangan akibat slip pada ujung

angkur terdapat baji. Gaya tarik akan berpindah pada beton sebagai gaya tekan

internal akibat reaksi angkur.

II.4.2. Prategang Termo-Listrik

Metode prategang dengan tendon yang dipanaskan, yang dicapai dengan

melewatkan aliran listrik pada kawat yang bermutu tinggi, umumnya disebut sebagai

“Prategang Termo-Listrik”. Prosesnya terdiri atas pemanasan batang dengan arus

listrik sampai temperature 300 – 400 ºC selama 3 – 5 menit. Batang tersebut

mengalami perpanjangan kira-kira 0,3 – 0,5 persen. Setelah pendinginan batang

tersebut berusaha memperpendek diri ada ini dicegah oleh jepitan angkur pada kedua

ujungnya seperti yang ditunjukan dengan gambar II.21. Waktu pendinginan

diperhitungkan 12 – 15 menit.

B atang D idinginkan

L = (Ly - L)

B atang D ipanaskan L

Lt > Ly

Ly

B atang setelah
P engangkuran

B lok U jung
C etakan

Gambar II.21 Proses Prategang Termo-Listrik


(Sumber: Beton Pratekan, N. Krishna Raju)

Universitas Sumatera Utara


II.5. Analisa Prategang

Tegangan yang disebabkan oleh prategang umumnya merupakan tegangan

kombinasi yang disebabkan oleh beban langsung dan lenturan yang dihasilkan oleh

beban yang ditempatkan secara eksentris.

Analisa tegangan-tegangan yang timbul pada suatu elemen struktur beton

prategang didasarkan atas asumsi-asumsi berikut :

1. Beton prategang adalah suatu mineral yang elastic serta homogen

2. Didalam batas-batas tegangan kerja, baik beton maupun baja berperilaku

elastis, tidak dapat menahan rangkak yang kecil yang terjadi pada kedua

material tersebut pada pembebanan terus-menerus.

3. Suatu potongan datar sebelum melentur dianggap tetap datar meskipun sudah

mengalami lenturan, yang menyatakan suatu distribusi regangan linier pada

keseluruhan tinggi batang.

Selama tegangan tarik tidak melampaui batas modulus keruntuhan beton

(yang sesuai dengan tahap retakan yang terlihat pada beton), setiap perubahan dalam

pembebanan batang menghasilkan perubahan tegangan pada beton saja, satu-satunya

fungsi dari tendon prategang adalah untuk memberikan dan memelihara prategang

pada beton.

Tegangan yang disebabkan oleh prategang umumnya merupakan tegangan

kombinasi yang disebabkan oleh aksi beban langsung dan lenturan yang dihasilkan

oleh beban yang ditempatkan secara eksentris maupun kosentris.

Universitas Sumatera Utara


II.5.1.a Tedon Konsentris

Balok beton prategang dengan satu tedon konsentris yang ditunjukan dalam

gambar II.22.

Tendon Konsentris
F F c.g.c
(Gaya F)

Tegangan = F/A

Gambar II.22 Prategang Konsentris

(Sumber: Beton Pratekan, N. Krishna Raju)

Gambar di atas menunjukkan sebuah beton prategangan tanpa eksentrisitas,

tendon berada pada garis berat beton (cental grafity of concrete,c.g.c). Prategang

seragam pada beton = F/A yang berupa tekan pada seluruh tinggi balok. Pada

umumnya beban-beban yang dipakai dan beban mati balok menimbulkan tegangan

tarik terhadap bidang bagian bawah dan ini diimbangi lebih efektif dengan memakai

tendon.

Gambar II.23 Distribusi Tegangan Tendon Konsentris

Universitas Sumatera Utara


II. 5.1.b Tendon Eksentris

Sebuah balok yang mengalami suatu gaya prategang eksentris sebesar P yang

ditempatkan dengan eksentrisitas e. Tendon ditempatkan secara eksentris terhadap

titik berat penampang beton. Eksentrisitas tendon akan menambah kemampuan untuk

memikul beban eksternal.

Gambar II.24 Distribusi Tegangan Tendon Eksentris

Eksentisitas akan menambah kemampuan untuk menerima/memikul tegangan tarik

yang lebih besar lagi (serat bawah).

Prategangan juga menyebabkan perimbangan gaya-gaya dalam komponen

beton prategang. Konsep ini terutama terjadi pada beton prategang post-tension.

Universitas Sumatera Utara


Gambar II.25 Gaya-gaya Penyeimbang Beban Pada Tendon Parabola

Tegangan yang ditimbulkan pada serat-serat bagian atas dan bagian bawah balok

diperoleh dengan hubungan :

 P Pe  P ey 
f bawah =  +  =  1 + 2b .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... ......( 2 . 1)
 A Zb  A i 

P Pe  P  ey 
f atas =  − =
 A  1 + 2 t .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .........( 2 . 2 )
A Zt   i 

Dimana :

P = Gaya Prategang ( positif apabila menghasilkan

tekanan langsung)

E = Eksentrsitas gaya prategang

A = Luas potongan melintang batang beton

Zt dan Zb = Momen penampang serat paling atas dan paling bawah

Universitas Sumatera Utara


f atas dan f bawah = Prategang pada beton yang ditimbulkan pada serat paling

atas dan paling bawah (positif apabila tekan dan negatif

apabila tarik)

yt dan yb = Jarak antara serat paling atas dan serat paling bawah

terhadap titik berat panampang

i = Jari-jari girasi

II.6. Keuntungan Beton Prategang Dibanding Beton Bertulang

Beton prategang memberikan keuntungan-keuntungan teknis besar

dibandingkan dengan bentuk-bentuk konstruksi lainnya, seperti beton bertulang dan

baja. Dalam hal batang prategang penuh, yang bebas dari tegangan-tegangan tarik

pada beban kerja, penampang melintangnya dimanfaatkan secara lebih efisien

apabila dibandingkan dengan penampang beton bertulang yang retak pada beban

kerja. Dalam batas-batas tertentu, suatu beban mati permanen dapat dilawan dengan

menambah eksentrisitas gaya prategang dalam suatu unsure struktur prategang,

sehingga lebih menghemat pemakaian material.

Batang beton prategang memiliki perlawanan yang meningkat terhadap gaya

geser, disebabkan oleh pengaruh prategang tekan, yang mengurangi tegangan tarik

utama. Pemakaian kabel yang dilengkungkan, khususnya pada batang berbentang

panjang membantu mengurangi gaya geser yang timbul pada penampang ditumpuan.

Suatu batang lentur beton prategang menjadi lebih kaku pada beban kerja

daripada suatu batang tendon bertulang dengan tebal yang sama. Namun, setelah

Universitas Sumatera Utara


permulaan retak, perilaku lentur suatu batang prategang adalah sama dengan batang

beton bertulang. Pemakaian beton dan baja berkekuatan tinggi pada batang prategang

menghasilkan batang-batang yang lebih ringan dan lebih langsing daripada yag

dimungkinkan dengan pemakaian beton bertulang. Kedua ciri-ciri struktural beton

prategang yaitu beton berkekuatan tinggi dan bebas dari retak, memberikan

sumbangan terhadap peningkatan daya tahan struktur pada kondisi lingkungan yang

agresif. Prategang pada beton akan meningkatkan kemampuan material untuk

menyerap energi pada saat menerima tumbukan. Kemampuan untuk melawan beban

kerja yang berulang-ulang telah dibuktikan sama baiknya pada beton prategang

maupun pada beton bertulang.

Komponen struktur prategang mempunyai tinggi yang lebih kecil

dibandingkan beton bertulang untuk kondisi bentang dan beban yang sama. Pada

umumnya, tinggi komponen struktur beton prategang berkisar antara 65 sampai 80

persen dari tinggi komponen struktur beton bertulang. Dengan demikian, komponen

struktur prategang membutuhkan lebih sedikit beton, dan sekitar 20 sampai 35

persen banyaknya tulangan. Cetakan untuk beton prategang menjadi lebih kompleks,

karena geometri penampang prategang biasanya terdiri atas penampang bersayap

dengan beberapa badan yang tipis. Walaupun terdapat penghematan yang besar

dalam kuantitas material yang dipakai dalam beton prategang dibandingkan dengan

beton bertulang, penghematan dalam biaya tidak sedemikian besar disebabkan oleh

tambahan biaya-biaya untuk beton dan baja bermutu tinggi, angkur, dan peralatan

berat lainnya yang diperlukan untuk menghasilkan beton prategang. Namun, terdapat

suatu kondisi yang ekonomis secara menyeluruh didalam pemakaian beton

Universitas Sumatera Utara


prategang, karena berkurangnya bobot mati akan mengurangi beban rencana dan

biaya pondasi.

Gambar II.26 Pembangunan konstruksi mengguanakan beton prategang


(Sumber: Prestressed Concrete Analysis And Design, Antoine E.Naaman)

II.7. Keuntungan Prategang Pada Struktur Statis Tak Tentu

Pemakaian beton prategang pada struktu statis tak tentu memberikan

beberapa keuntungan-keuntungan diantaranya adalah :

1. Momen lentur lebih terbagi sama antara tengah-tengah bentang dan tumpuan

batang.

2. Reduksi ukuran batang menghasilkan struktur yang lebih ringan

3. Kapasitas dukung beban ultimit lebih tinggi daripada struktur statis tertentu

karena gejala redistribusi momen-momen

Universitas Sumatera Utara


4. Kontinuitas batang-batang pada struktur rangka mengarah kepada stabilitas

yang meningkat

5. Gelagar-gelagar kontinu dibentuk oleh konstruksi secara bagian-bagian

dengan memakai unit-unit pracetak yang disambung dengan kabel-kabel

prategang.

6. Didalam gelagar pascatarik menerus, kabel-kabel yang melengkung dapat

ditempatkan secara baik untuk menahan momen-momen bentangan dan

tumpuan.

7. Reduksi dalam banyaknya angkur pada suatu balok prategang menerus bila

dibandingkan dengan serangkaian balok yang ditumpu secara sederhana, dan

sepasang angkur pascatarik serta operasi penegangan tunggal dapat melayani

beberapa batang

8. Pada struktur prategang menerus, lendutannya kecil bila dibandingkan

dengan batang dengan tumpuan sederhana

II.8. Rangka Portal Beton Statis Tak Tentu

Seperti pada beton bertulang dan bahan struktur lainnya, kontinuitas dapat

terjadi di tumpuan-tumpuan antara pada balok menerus dan dipertemuan balok dan

kolom pada portal. Rangka beton adalah struktur statis tak tentu yang terdiri atas

komponen struktur horizontal, vertical atau miring yang disambung satu sama lain

sedemikian hingga sambungannya dapat menahan tegangan dan momen lentur yang

bekerja padanya. Derajat statis tak tentu bergantung pada banyaknya bentang,

Universitas Sumatera Utara


banyaknya komponen truktur vertical dan jenis reaksi ujung. Konfigurasi rangka

tipikal ditunjukkan pada gambar berikut.

Gambar II.27 Rangka struktur tipikal

(Sumber: Beton Prategang, Edward G. Nawi)

Apabila n adalah banyaknya joints, b adalah banyaknya komponen struktur, r

adalah banyaknya reaksi, dan s adalah derajat statis tak tentu, maka derajat statis tak

tentu dapat dihitung dari rumus berikut :

3n + s > 3b + r (tidak stabil)

3n + s = 3b + r (statis tertentu)

3n + s < 3b + r (statis tak tentu)

Derajat statis tak tentu adalah

S = 3b + r – 3n

Universitas Sumatera Utara


Agar sebuah rangka portal memadai, maka ada beberapa kondisi yang harus

dipenuhi, diantaranya adalah :

1. Desain rangka tersebut harus didasarkan atas kombinasi momen dan geser

yang paling tidak menguntungkan. Apabila pembalikan momen mungkin

terjadi sebagai akibat dari berbaliknya arah beban hidup, maka nilai momen

lentur positif dan negative terbesar harus ditinjau didalam desain.

2. Pondasi yang memadai untuk memikul gaya horizontal harus ada. Apabila

rangka tersebut didesain sebagai sendi, suatu prosedur pelaksanaan yang

mahal, system sendi actual harus digunakan.

II.9. Definisi Pembebanan

II.9.1. Beban dan aksi yang bekerja

Pembebanan untuk merencanakan portal prategang merupakan dasar dalam

menentukan beban-beban dan gaya-gaya untuk perhitungan tegangan-tegangan yang

terjadi pada setiap bagian jembatan jalan raya. Penggunaan pembebanan ini

dimaksudkan agar dapat mencapai perencanaan yang aman dan ekonomis sesuai

dengan kondisi setempat, tingkat keperluan, kemampuan pelaksanaan dan syarat

teknis lainny, sehingga proses pelaksanaan dalam perencanaan menjadi efektif.

Beban-beban dapat dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu :

II. 9.1.1 Beban Primer

Beban utama dalam perhitungan perhitungan gaya-gaya dalam pada

perencanaan rangka portal

Universitas Sumatera Utara


a. Beban Mati Primer

Berat sendiri dari balok atau penampang yang dipikul langsung oleh struktur

rangka portal

b. Beban Mati Tambahan

Berat beban mati tambahan yang dipikul oleh struktur, beban ini dapat berupa

beban akibat balok, pelat maupun topping

c. Beban Hidup

Beban hidup adalah beban bergerak yang direncanakan akan dipikul oleh

struktur rangka portal.

II. 9.1. 2. Beban Sekunder

Pada struktur rangka portal statis tak tentu, struktur akan dipengaruhi oleh

beban sekunder, dimana beban ini terjadi sebagai akibat dari gaya pratgang itu

sendiri. Untuk menghitung struktur dengan tingkat ketidaktentuan yang tinggi maka

digunakan metode kekakuan (perpindahan) dan metode gaya (kompaktibilitas),

dimana salah satunya adalah metode deformasi konsisten.

Untuk menghitung beban sekunder pada portal dapat digunakan metode deformasi

konsisten

II. 9.1.3 . Metode deformasi konsisten (koefisien pengaruh fleksibilitas)

Metode-metode yang paling umum dipakai untuk analisis struktur dengan

derajat statis tak tentu yang tinggi ialah metode kekakuan (perubahan kedudukan)

Universitas Sumatera Utara


dan metode gaya (kompatibilitas). Metode yang disebut belakangan, didasarkan atas

prinsip deformasi konsisten, cocok untuk menghitung momen-momen sekunder pada

struktur beton prategang statis tak tentu.

Metode kompaktibilitas dilakukan dengan membentuk persamaan secara

berurutan dalam bentuk komponen reaksi yang tidak diketahui, koefisien fleksibilitas

dan perpindahan pada titik tertentu akibat beban luar pada struktur. Jika R1, R2, R3,

……., Rn adalah komponen reaksi yang tidak diketahui (gaya, momen) pada titik 1,

2, 3, ……, n dengan :

 = koefisien pengaruh fleksibilitas yang memberikan perubahan kedudukan yang

terjadi dititik i, akibat suatu reaksi satuan dititik j.

Dan,

# = perubahan kedudukan dititik I yang disebabkan oleh beban luar pada struktur.

Persamaan-persamaan kompatibilitas dapat ditulis sebgai :

** +* + *, +, + …………..+ * + + #* = 0

,* +* + ,, +, + ………..... + , + + #, = 0

…….. ……... ……... ……… ……..

* +* + , +, + …………..+  + + # = 0

Koefisien pengaruh untuk pembentukan matrik fleksibilitas dapat diperoleh dengan

integral-integral sebagai berikut:

 - .
/ 0
ds ………………………………………………...….(2.3)
1

Universitas Sumatera Utara


2 - . 3 /
ds ……………………………………………………(2.4)
1

Dimana ;  = momen akibat suatu reaksi satuan dititik i

 = momen akibat suatu reaksi satuan dititik j

 = momen akibat beban luar pada struktur

ds = unsure panjang dari suatu bidang

EI = ketegaran lentur dari penampang

Beberapa integral hasil kali yang umum dipakai untuk menghitung koefisien-

koefisien pengaruh fleksibilitas ditunjukkan dalam Tabel berikut :

Tabel II.4 Produk Integral Untuk Koefisien Pengaruh Fleksibilitas (Raju, 1986)

(Sumber: Beton Pratekan, N. Krishna Raju)

Untuk menghitung momen-momen sekunder yang timbul akibat pemberian

prategang pada suatu struktur beton statis tak tentu, suku  bersesuaian dengan

momen primer yang ditimbulkan diseluruh panjang batang akibat eksentrisitas

tendon. Integral dari momen ini sama dengan hasil perkalian gaya prategang dan luas

Universitas Sumatera Utara


bidang yang terpotong diantara profil tendon dan sumbu batang. Momen-momen

yang ditimbulkan oleh reaksi-reaksi satuan yang ditunjukkan dengan  pada

umumnya adalah linear dan integral hasil perkalian   untuk masing-masing

bentangan dapat dihitung dengan memakai Tabel tsb.

Pengali numerik yang digunakan pada aksi nominal untuk menghitung aksi

rencana. Diambil untuk adanya perbedaan yang tidak diinginkan pada beban dalam

memperkirakan pengaruh pembebanan dalam pelaksanaan.

II. 9.1.4. Beban Tersier

Pada struktur rangka portal beton prategang tiga dmensi (dengan bagian-

bagiannya yang membentang ke berbagai arah); pemberian prategang dapat

menyebabkan perpendekan elastis akibat perpindahan lateral pada sambungan dan

kolom. Hal inilah yang kemudian dapat menyebabkan momen-momen tersier pada

portal tersebut.

II. 9.1.5. Pengaruh Deformasi Aksial Dan Momen Tersier

Dalam hal struktur prategang yang terdiri dari batang-batang satu arah seperti

balok menerus, kontraksi aksial akibat pengaruh prategang tidak berpengaruh besar

terhadap gaya dan momen pada struktur menerus. Namun, pada struktur seperti

rangka portal yang arah batang-batangnya berlainan, pemberian prategang pada

balok mendatar (transom) menghasilkan suatu kontraksi aksial, yang selanjutnya

memberikan momen-momen tersier ke dalam kerangka akibat pergeseran lateral

pertemuan balok mendatar dan batang kolom.

Universitas Sumatera Utara


Pengaruh-pengaruh utama yang perlu diperhatikan dalam rangka portal beton

prategang adalah :

1. Reduksi besarnya gaya prategang pada suatu batang tertentu akibat kekangan

batang-batnag yangb berdekatan.

2. Timbulnya momen-momen tersier akibat deformasi lentur struktur yang

diakibatkan oleh perpendekan elastic dan aksi gaya prategang.

3.

Gambar. II.28. Pengaruh Perpendekan Aksial

(Sumber: Desain Praktis Beton Prategang, Andri Budiadi)

Untuk kompatibilitas, lendutan lateral ∆ ujung B dari kolom AB harus sama

dengan kontraksi aksial dari separuh balok mendatar BC, untuk lebih jelasnya dapat

dilhat pada gambar berikut. Dimana hal ini memberikan syarat:

Universitas Sumatera Utara


567 867 9 56: 86:
=∆= …………………………………….....................(2.5)..
*,167 ,;6:

567 < 86: 167


= ……………………………………................................(2.6)
56: 867 9 ;6:

Untuk suatu batas kepraktisan dari penampang dan gaya prategang, karena
567
rasio 56:
adalah kecil, maka dapat diabaikan. Seluruh gaya prategang dapat

diasumsikan ditahan oleh balok BC. Tetapi titik B bergerak horizontal sebesar ∆

akibat aksi gaya prategang P yang dapat mengakibatkan momen berlawanan arah

< 167 ∆
jarum jam sebesar berkembang di A dan B. momen tersier sebagai akibat
867 =

dari momen jepit pada tumpuan A dan B dapat dievaluasi untuk memperoleh

besarannya.

II.10. Desain Penampang Beton Prategang Terhadap Lentur

Pada waktu pendesainan penampang beton prategang pada dasarnya

dilakukan dengan cara coba-coba (trial & error). Ada kerangkan struktur yang harus

dipilih sebagai permulaan dan mungkin dimodifikasi pada waktu proses desain

berlangsung. Ada berat sendiri komponen strktur yang mempengaruhi desain, tetapi

harus diasumsikan sebelum melakukan perhitungan momen. Ada bentuk perkiraan

penampang beton yang ditentukan oleh pertimbangan-pertimbangan praktis dan

teoritis yang harus diasumsikan untuk percobaan. Karena adanya variabel-variabel

ini, disimpulkan bahwa prosedur yang terbaik adalah suatu cara coba-coba yang

Universitas Sumatera Utara


berpedoman pada hubungan-hubungan yang diketahui sehingga memungkinkan

diperolehnya hasil akhir yang lebih cepat.

II.10.1. Modulus Penampang Minimum

pemilihan penampang beton prategang khususnya beton prategang precast

dapat ditentukan dengan mencari nilai modulus penampang minimum yang

dibutuhkan untuk mengetahui penampang minimum yang efisien untuk

mengevaluasi tegangan serat beton di serat atas dan bawah. nilai modulus

penampang tersebut dapat ditentukan berdasarkan bentuk tendonnya

a. Untuk tendon lurus, gunakan penampang tumpuan ujung sebagai

penampang yang menentukan:

@A B@CA B@D
> ≥ EFG/ HFI
………………………………………….(2.7)

@A B@CA B@D
> ≥ FG HEFI/
…………………………………………(2.8)

b. Untuk tendon berbentuk harped atau dropped , gunakan penampang

tengah bentang sebagai penampang yang menentukan:

J*HE K@A B@CA B@D


> ≥ …………………..………………(2.9)
EFG/ HFI

J*HE K@A B@CA B@D


> ≥ ……………………………..……(2.10)
EFG HFI/

5 ;MN × FM/
% = 5L = ; …………………………………………….(2.11)
/ MN × FML

jika diketahui nilai


P = (1- kehilangan tegangan) ×
 maka persamaan

tersebut menjadi persamaan berikut:

Universitas Sumatera Utara


;MN × FM/
%=; ……………..………(2.12)
MN × J*HQRSTUVWXVW YRXVWXVW K ×FM/

sehingga persamaan diatas dapat direduksi sehingga menghasilkan persamaan

berikut

% = (1- kehilangan tegangan); kehilangan tegangan dalam % ………(2.13)

Dimana :

MT = momen total (MD + MSD + ML)

MD = momen akibat berat sendiri

MSD = momen akibat beban mati tambahan, seperti lantai

ML = momen akibat beban hidup, termasuk beban kejut dan gempa

Pi = prategang awal

Pe = prategang efektif sesudah kehilangan

t menunjukkan serat atas dan b menunjukkan serat bawah

e = eksentrisitas tendon dari pusat berat penampang beton, cgc

ct & cb = jarak dari pusat berat penampang (garis cgc) ke serat atas dan serat

bawah

% = rasiso prategang residual

St & Sb = modulus penampang atas & modulus penampang bawah beton

penampang dipilih dengan modulus penampang yang paling mendekati dari

penampng yang dibutuhkan

Universitas Sumatera Utara


II.10.2. Analisa Tegangan Pada Penampang Beton Prategang

Pada beton partegang akan terjadi tegangan yang diakibatkan oleh interaksi

antara teganagn yang diakibatkan oleh tendon dengan beban yang diterima oleh

penampang . untuk kondisi prategang awal (transfer) tegangan yang terjadi

diakibatkan oleh tegangan akibat tendon dengan beban sendiri profil, tetapi pada

kondisi beban kerja maka bebabn yang terjadi berupa beban mati yang ditambahkan

dengan beban mati tambahan dan beban hidup.

II. 10.2. a Analisa Teganagn pada Penampang T ganda

 analisa tegangan yang terjadi pada penampgn diserat tekan dan tarik pada kondisi

transfer

5 P)G @A
 = − / \1 − _− …………………………...……………(2.14)
; I ^= `G

5 P)b @A
 = − ; / \1 + ^=
_+ `b
………………………………...………(2.15)
I

dimana :

MT = momen total (MD + MSD + ML)

MD = momen akibat berat sendiri

MSD = momen akibat beban mati tambahan, seperti lantai

ML = momen akibat beban hidup, termasuk beban kejut dan gempa

Pi = prategang awal

Pe = prategang efektif sesudah kehilangan

Universitas Sumatera Utara


t menunjukkan serat atas dan b menunjukkan serat bawah

e = eksentrisitas tendon dari pusat berat penampang beton, cgc

ct & cb = jarak dari pusat berat penampang (garis cgc) ke serat atas dan

serat bawah

r2 = kuadrat dari jari-jari girasi

St & Sb = modulus penampang atas & modulus penampang bawah beton

 analisa tegangan yang terjadi pada penampgn diserat tekan dan tarik pada kondisi

Final

5 P)G @A
 = − ; / \1 − _− …………………..………………(2.16)
I ^= `G

5 P)b @A
 = − ; / \1 + _+ ……………………………..……(2.17)
I ^= `b

dimana :

MT = momen total (MD + MSD + ML)

MD = momen akibat berat sendiri

MSD = momen akibat beban mati tambahan, seperti lantai

ML = momen akibat beban hidup, termasuk beban kejut dan gempa

Pi = prategang awal

Pe = prategang efektif sesudah kehilangan

t menunjukkan serat atas dan b menunjukkan serat bawah

Universitas Sumatera Utara


e = eksentrisitas tendon dari pusat berat penampang beton, cgc

ct & cb = jarak dari pusat berat penampang (garis cgc) ke serat atas dan

serat bawah

r2 = kuadrat dari jari-jari girasi

St & Sb = modulus penampang atas & modulus penampang bawah beton

Jika tegangan yang tejadi tidak melebihi tegangan izin, maka profil yang

digunakan telah sesuai, tetapi jika ada tegangan yang melebihi tegangan izin, maka

profil harus diperbesar atau eksentrisitas harus diubah.

II. 10.2. b. Analisa tegangan pada Rangka tumpuan

Analisa tegangan pada rangka tumpuan meliputi tegangan di lapangan,

tegangan di tumpuan, dan tegangan di kolom.

Tegangan di lapangan :
5 5P @
= − ; + c − c ………………………………………………………(2.18)

5 5P @
 = − ; − c + c ………………………………………………………(2.19)

Tegangan di tumpuan :
5 5P @
= − ; − c + c ………………………………………………………(2.20)

5 5P @
 = − ; + c − c ………………………………………………………(2.21)

Tegangan di kolom :
5 5P @
= − ; − c + c …………………………………………….…………(2.22)

5 5P @
 = − ; + c − c ………………………………………….……………(2.23)

Universitas Sumatera Utara


Dimana :

= Tegangan di serat atas

 = Tegangan di serat bawah

! = gaya prategang

d = eksentrisitas pada penampang

$ = Momen lembam

= luas penampang

 = Momen luar

Jika kontrol tegangan memenuhi maka desain penampang telah memenuhi, jika tidak

memenuhi maka profil harus diperbesar atau eksentrisitas dirubah

 Penentuan gaya prategang:

Gaya prategang dapat ditentukan dengan menghitung persamaan tegangan di

serat bawah yaitu Persamaan (2.28) yaitu:

5 5P @
 = − ; − c + c ………………………………………………….……(2.24)

Dengan mengasumsikan bahwa tegangan yang terjadi diserat bawah (  ) = 0, maka

persamaan (2.24 )menjadi :

5 5P @
0 = − ; − c + c …………………………………………………………. (2.24.1)

Sehingga gaya prategang yang terjadi di balok dan kolom dapat ditentukan denagn

persamaan-persamaan berikut

Gaya prategang dibalok :

5b 5b P @efMfghfg
0=− ;

c
+ c
……………………………………………………(2.25)

Universitas Sumatera Utara


Maka akan didapat nilai !

Gaya prategang dikolom :

5i 5i P @GjkMjfg
0=− − + ……………………………………………………(2.26)
; c c

Maka akan didapat nilai !"

Dimana :

! = Gaya Prategang dibalok

!" = Gaya Prategang dikolom

= Luas penampang

d = Eksentrisitas tendon

$ = Momen Lembam


  = Momen yang terjadi di lapangan (tengah bentang)


  = Momen yang terjadi di tumpuan

II. 11. Desain tendon

Jumlah tendon yang digunakan dapat ditentukan dengan persamaan-persamaan

berikut:

5b
Pada balok : l
…………………………………………………….…(2.27).

5i
Pada kolom : l
………………………………………………………(2.28)

Dimana :

! = Gaya Prategang dibalok

Universitas Sumatera Utara


!" = Gaya Prategang dikolom

N = Beban putus pada tendon prategang

II. 12. Selubung Eksentrisitas yang Membatasi

Eksentrisitas tendon yang didesain di sepanjang bentang diharapkan

sedemikian hingga tarik yang terjadi di serat ekstrim balok hanya terbatas atau tidak

ada sama sekali di penampang yang menentukan dalam desain. Jika tarik tidak

dikehendaki sama sekali di sepanjang bentang balok dengan tendon berbentuk

draped, maka eksentrisitasnya harus ditentukan di penampang-penampang berikut di

sepanjang bentang.

Untuk mengetahui apakah eksentrisitas tendon ditumpuan dan di tengah

bentang terletak di daerah aman, maka perlu perlu ditentukan terlebih dahulu batas-

batas daerah aman yang terletak pada penampang.

Batas-batas daerah aman pada penampang dapat ditentukan berdasarkan persamaan-

persamaan berikut:

5
( = ;L …………………………………………………………….…..(2.29)
I

5
( = ; / …………………………………………………………….…....(2.30)
I

`G
 =; ……………………………………………………..………..(2.31)
I

`
 = − ;b …………………………………………………..…...……..(2.32)
I

Universitas Sumatera Utara


 Batas maksimum daerah aman

nIN
 m1 − o …………………………………………………….………….(2.33)..
nh

nGN
 m1 − o ………………………………………………………………..(2.34)
nh

′ = Batas maksimum daerah aman diambil dari nilai yang terbesar dari pers (2.41)

dan (2.42)

 Batas minimum daerah aman

n
 m1 − G/ o ………………………………………………………………..(2.35)
n h/

n
 m1 − n I/ o ………………………………………………………………..(2.36)
h/

′ = Batas maksimum daerah aman diambil dari nilai yang terbesar dari pers (2.43)

dan (2.44)

Dimana :

Ac = Luasan penampang beton

>  & > = modulus penampang atas & modulus penampang bawah beton

! = prategang awal

!P = prategang awal prategang efektif sesudah kehilangan

( = Tegangan pada sumbu netral penampang pada saat Prategang efektif

( = Tegangan pada sumbu netral penampang pada saat Prategang awal

 = Jarak antara sumbu netral penampang (c.g.c) ke serat bawah penampang yang
berbatasan dengan pusat kern

Universitas Sumatera Utara


 = Jarak antara sumbu netral penampang (c.g.c) ke serat atas penampang yang
berbatasan dengan pusat kern

′ = jarak antara sumbu netral penampang (c.g.c) ke batas maksimum kern

′ = jarak antara sumbu netral penampang (c.g.c) ke batas minimum kern

() = tegangan tekan izin maksimum pada sat prategang awal

( = tegangan tarik izin maksimum pada sat prategang awal

( = tegangan tarik izin maksimum pada sat prategang efektif (pada saat beban
kerja)

() = tegangan tekan izin maksimum pada sat prategang efektif (pada saat beban
kerja)

K’t

ee K’b
cgc ec

Gambar II.29. Perletakan batas batas daerah aman pada kabel tendon

(Sumber: Prestressed Concrete Analysis And Design, Antoine E.Naaman)

Dari penentuan titk-titk atas dan bawah, jelaslah bahwa :

a. Jika gaya prategang bekrja di bawah titik kern bawah, tegangan

tarik terjadi di serat ekstrim atas dari penampang beton.

b. Jika gaya prategang bekerja di atas titik kern atas, tegangan tarik

terjadi di serat ekstrim bawah penampang beton.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai