Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN

RESIKO BUNUH DIRI

Disusun Oleh:

Nama : Ahmad alvian


NIM : 820163004
PRODI. : S1 Ilmu keperawatan

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN


STIKES MUHAMMADIYAH KUDUS
TAHUN AKADEMIK 2019/ 2020
Jln. Ganesha I, Purwosari, Kudus 59316, Telp/Fax. +62 291 437 218
Website: www.umkudus.ac.id
Email: sekretariat@umkudus.ac.id
LP PASIEN HDR ( HARGA DIRI RENDAH )

A. Pengertian
Bunuh diri adalah suatu keadaan dimana individu mengalami risiko untuk
menyakiti dirinya sendiri atau melakukan tindakan yang dapat mengancam nyawa.
(Fitria, 2009)
Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh pasien untuk
mengakhiri kehidupannya. Menurut Keliat (2009), bunuh diri memiliki 4 pengertian,
antara lain:
1. Bunuh diri adalah membunuh diri sendiri secara intensional
2. Bunuh diri dilakukan dengan intensi
3. Bunuh diri dilakukan oleh diri sendiri kepada diri sendiri
4. Bunuh diri bisa terjadi secara tidak langsung (aktif) atau tidak langsung (pasif),
misalnya dengan tidak meminum obat yang menentukan kelangsungan hidup atau
secara sengaja berada di rel kereta api.
Dengan demikian, yang dimaksud dengan percobaan bunuh diri adalah upaya
untuk membunuh diri sendiri dengan intensi mati tetapi belum berakibat pada kematian.

B. Rentang Respone
C. Faktor Predisposisi
1. Psikologis
Kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian dapat
timbul agresif atau amuk. Masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan yaitu
perasaan ditolak, dihina, dianiaya atau saksi penganiayaan
2. Perilaku
Reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan sering
mengobservasi kekerasan dirumah atau di luar rumah, semua aspek ini menstimulasi
individu mengadopsi perilaku kekerasan.
3. Social budaya
Budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif agresif) dan kontrl social
yang tidak pasti terhadap perilaku kekerasan akan menciptakan seolah-olah perilaku
kekerasan diterima (permesive)
4. Bioneurologis, banyak pendapat bahwa kerusakan system limbic, lobus frontal, lobus
temporal dan ketidakseimbangan neurotransmitter turut berperan dalam terjadinya
perilaku kekerasan

D. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi dapat bersumber dari klien, lingkungan atau interaksi dengan
orang lain. Kondisi klien seperti kelemahan fisik (penyakit fisik), keputusan,
ketidakberdayaan, percaya diri yang kurang dapat menjadi penyebab perilaku kekerasan.
Demikian pula dengan situasi lingkungan yang rebut, padat, kritikan yang mengarah pada
penghinaan, kehilangan orang yang dicintai/ pekerjaan dan kekerasan merupakan faktor
penyebab yang lain. Interaksi social yang provokatif dan konflik dapat pula memicu
perilaku kekerasan

E. Tanda Dan Gejala


Pada pengkajian awal dapat diketahui alasan utama klien masuk adalah perilaku
kekerasan di rumah. Dapat dilakukan pengkajian dengan cara :
1. Observasi
Muka merah, pandangan tajam, otot tegang, nada suara yang tinggi, berdebat. Sering
pula tampak klien memaksakan kehendak : merampas makanan, memukul jika tidak
senang.
2. Wawancara
a) Diarahkan pada penyebab marah, perasaan marah, tanda-tanda marah yang
dirasakan klien
b) Mempunyai ide bunuh diri
c) Mengungkapkan keinginan untuk mati
d) Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusan
e) Impulsive
f) Menunjukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat patuh)
g) Memiliki riwayat percobaan bunuh diri
h) Verbal terselubung (berbicara tentang kematian menanyakan tentang obat dosis
mematikan)
i) Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat, panic, marah dan
mengasingkan diri)
j) Kesehatan mental (secara klinis, klien terlihat sebagai orang yang depresi,
psikosis dan menyalahkan alcohol)
k) Kesehatan fisik (biasanya pada klien dengan penyaki kronis atau terminal)
l) Pengangguran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan atau mengalami kegagalan
dalam karier)
m) Status perkawinan (mengalami kegagalan dalam perkawinan)
n) Konflik interpersonal
o) Latarbelakang keluarga
p) Menjadi korban perilaku kekerasan saat kecil
3. Peningkatan diri
Seseorang dapat meningkatkan proteksi atau pertahanan diri
4. Berisiko destruktif
Seseorang memiliki kecenderungan atau resiko mengalami perilaku destruktif
atau menyalahkan diri sendiri terhadap situasi yang seharusnya dapat
mempertahankan diri, seperti seseorang merasa patah semangat bekerja ketika
dirinya dianggap tidak loyal terhadap pimpinan padahal sudah melakukan pekerjaan
secara optimal.
5. Destruktif diri tidak langsung
Seseorang setelah mengambil sikap yang kurang tepat (maladaptive) terhadap
situasi yang membutuhkan dirinya untuk mempertahankan diri. Misalnya karena
pandangan pimpinan terhadap kerjanya yang tidak loyal,maka seorang karyawan
menjadi tidak masuk kantor atau bekerja seenaknya dan tidak normal
6. Pencederaan diri
Seseorang melakukan percobaan bunuh diri atau pencederaan diri akibat
hilangnya harapan terhadap situasi yang ada.
7. Bunuh diri
Seseorang telah melakukan kegiatan bunuh diri sampai dengan nyawanya
hilang.

F. POHON MASALAH
Bunuh Diri

Resiko Bunuh Diri

Isolasi Sosial

Harga Diri Rendah Kronis

G. Diagnosa Keperawatan

Resiko Bunuh Diri


H. Intervensi :
Diagnosa : resiko bunuh diri
Tujuan Umum :
 Klien tidak melakukan percobaan bunuh diri
Tujuan Khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan:
1.1. Perkenalkan diri dengan klien
1.2. Tanggapi pembicaraan klien dengan sabar dan tidak menyangkal.
1.3. Bicara dengan tegas, jelas, dan jujur.
1.4. Bersifat hangat dan bersahabat.
1.5. Temani klien saat keinginan mencederai diri meningkat.

2. Klien dapat terlindung dari perilaku bunuh diri


2.1. Jauhkan klien dari benda benda yang dapat membahayakan (pisau, silet, gunting,
tali, kaca, dan lain lain).
2.2. Tempatkan klien di ruangan yang tenang dan selalu terlihat oleh perawat.
2.3. Awasi klien secara ketat setiap saat.

3. Klien dapat mengekspresikan perasaannya


Tindakan:
3.1 Dengarkan keluhan yang dirasakan.
3.2 Bersikap empati untuk meningkatkan ungkapan keraguan, ketakutan dan
keputusasaan.
3.3 Beri dorongan untuk mengungkapkan mengapa dan bagaimana harapannya.
3.4 Beri waktu dan kesempatan untuk menceritakan arti penderitaan, kematian, dan
lain lain.
3.5 Beri dukungan pada tindakan atau ucapan klien yang menunjukkan keinginan
untuk hidup.
4. Klien dapat meningkatkan harga diri
Tindakan:
4.1. Bantu untuk memahami bahwa klien dapat mengatasi keputusasaannya.
4.2. Kaji dan kerahkan sumber sumber internal individu.
4.3. Bantu mengidentifikasi sumber sumber harapan (misal: hubungan antar
sesama, keyakinan, hal hal untuk diselesaikan).

5. Klien dapat menggunakan koping yang adaptif


Tindakan:
5.1. Ajarkan untuk mengidentifikasi pengalaman pengalaman yang menyenangkan
setiap hari (misal : berjalan-jalan, membaca buku favorit, menulis surat dll.).
5.2. Bantu untuk mengenali hal hal yang ia cintai dan yang ia sayang, dan
pentingnya terhadap kehidupan orang lain, mengesampingkan tentang
kegagalan dalam kesehatan.
5.3. Beri dorongan untuk berbagi keprihatinan pada orang lain yang mempunyai
suatu masalah dan atau penyakit yang sama dan telah mempunyai pengalaman
positif dalam mengatasi masalah tersebut dengan koping yang efektif

I. Strategi Pelaksanaan Individu


1. SP 1 : Mengidentifikasi perilaku bunuh diri yang dialami klien dan melindungi klien
dari resiko bunuh diri
2. SP 2 : Mendiskusikan dengan klien cara mengatasi keinginan bunuh diri
3. SP 3 : Memilih mekanisme koping
4. SP 4 : Mengidentifikasi masa depan yang realistis

J. Strategi Pelaksanaan Keluarga


1. SP 1 : Identifikasi masalah keluarga,menjelaskan proses terjadinya resiko bunuh diri
dan menjelaskan cara merawat pasien resiko bunuh diri
2. SP 2 : Merawat langsung ke pasien
3. SP 3 : Evaluasi kemampuan keluarga dan kemampuan pasien
Lampiran

STRATEGI PELAKSANAAN PASIEN RESIKO BUNUH DIRI

SP 1: Pasien

Melindungi pasien dari percobaan bunuh diri.


 Orientasi:
”Selamat pagi Pak, kenalkan saya reta novi ardianti, biasa di panggil reta, saya mahasiswa Stikes
Karya Husada Semarang yang bertugas di ruang ini, saya dinas pagi dari jam 7 pagi – 2 siang .”

”Bagaimana perasaan A hari ini? ”

” Bagaimana kalau kita bercakap – cakap tentang apa yang A rasakan selama ini. Dimana dan
berapa lama kita bicara?”

 Kerja
”Bagaimana perasaan A setelah ini terjadi? Apakah dengan bencana ini A paling merasa menderita
di dunia ini? Apakah A pernah kehilangan kepercayaan diri? Apakah A merasa tidak berharga atau
bahkan lebih rendah dari pada orang lain? Apakah A merasa bersalah atau mempersalahkan diri
sendiri? Apakah A sering mengalami kesulitan berkonsentrasi? Apakah A berniat unutuk menyakiti
diri sendiri? Ingin bunuh diri atau berharap A mati? Apakah A pernah mencoba bunuh diri? Apa
sebabnya, bagaimana caranya? Apa yang A rasakan?”

”Baiklah, tampaknya A membutuhkan pertolongan segera karena ada keinginan untuk mengakhiri
hidup. Saya perlu memeriksa seluruh isi kamar A ini untuk memastikan tidak ada benda – benda
yang membahayakan A)”

”Karena A tampaknya mash memilikikeinginan yang kuat untuk mengakhiri hidup A, saya tidak
akan membiarkan A sendiri”

”Apa yang A lakukan jika keinginan bunuh diri muncul?”

”Kalau keninginan itu muncul, maka akan mengatasinya A harus langsung minta bantuan kepada
perawat di ruangan ini dan juga keluarga atau teman yang sedang besuk. Jadi A jangan sendirian
ya, katakan kepada teman perawat, keluarga atau teman jika ada dorongan untuk mengakhiri
kehidupan.”

”Saya percaya A dapat mengatasi masalah.”


 Terminasi :
”Bagaimana perasaan A sekarang setelah mengetahui cara mengatasi perasaan ingin bunuh diri?”

” Coba A sebutkan lagi cara tersebut!”

”Saya akan menemani A terus sampai keinginan bunuh diri hilang.” (jangan meninggalkan
pasien).
SP 1: Keluarga

Percakapan dengan keluarga untuk melindungi pasien yang mencoba bunuh diri.

 Orientasi:
”Selamat pagi Bapak/Ibu, kenalkan saya Narendra mahasiswa Keperawatan dari Stikes
Karya Husada Semarang, saya yang merawat putra Bapak dan Ibu di Rumah Sakit pagi
ini”.

Bagaimana kalau kita berbincang-bincang tentang cara menjaga agar A tetap selamat
dan tidak melukai dirinya sendiri. bagaimana kalau disini saja kita berbincang-
bincangnya Pak/Bu?” (sambil kita awasi terus A).

 Kerja
Pak/Ibu, A sedang mengalami putus asa yang berat karena kehilangan sahabat
karibnya akibat bencana yang lalu sehingga sekarang A selalau ingin mengakhiri
hidupnya.” Karena kondisi A yang dapat mengakhiri kehidupannya sewaktu-waktu, kita
semua perlu mengawasi A terus- menerus. Bapak/Ibu ikut mengawasinya. Dalam
kondisi serius seperti ini, A tidak boleh tinggal sendirian sedikitpun.”

Bapak/Ibu bisa bantu saya untuk mengamankan barang-barang yang dapat digunakan
untuk bunuh diri, seperti tali tambang, pisau, silet dan ikat pinggang. Semua barang
tersebut tidak boleh ada disekitar A. Selain itu, jika berbicara dengan A fokus pada hal-
hal positif, hindarkan pernyataan negatif. A sebaiknya punya kegiatan positif, seperti
melakukan hobinya melakukan sepak bola, supaya tidak sempat melamun sendiri.

 Terminasi :
”Bagaimana perasaan Bapak dan Ibu setelah mengetahui cara mengatasi perasaan
ingin bunuh diri?”

”Coba Bapak dan Ibu sebutkan lagi cara menjaga A tetap selamat dan tidak meleukai
dirinya. Baiklah, mari kita temani A, sampai keinginan bunuh dirinya hilang.
Daftar Pustaka

Keliat. B.A. 2009. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : EGC

Fitria, N. (2009). Prinsisp Dasar dan Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi Pelaksanaan
Tindakan Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai