Oktober 2018
PENYEBARAN ISLAM DI JAWA
Oleh: Kelompok 2
Abstrak
Islam masuk ke Jawa pada abad pertama hijriyah atau ke-7 M, namun proses
Islamisasi masih terjadi setelah berdirinya kerajaan Islam di Demak Jawa Tengah
pada abad 15 (1475M) dan didukung oleh para da’i kharismatik yang dikenal sebagai
Walisongo. Ada dua model da’wah walisongo, pertama dilakukan Sunan Giri di
Gresik yakni dengan pendekatan struktural, karena sebagai da’i mereka juga sekaligus
sebagai penguasa (Raja Giri). Model kedua dilakukan Sunan Kalijaga, yakni dengan
pendekatan kultural, karena dia berada diluar kekuasaan, sehingga da’wahnya justru
melalui simpul-simpul budaya yang ada pada saat itu. penyebaran juga terjadi dengan
berdirinya kerajaan-kerajaan Islam di Jawa yang lain.
A. Pendahuluan
Agama Islam tersebar di Asia Tenggara dan kepulauan Jawa sejak abad ke-12
atau ke-13. masuk Islamnya berbagai suku bangsa di kepulauan Indonesia ini tidak
berlangsung dengan jalan yang sama. Salah satunya adalah di Jawa. Selain itu Ada
sebuah perjalanan history Islam masuk ke Jawa yang jarang terdengar, hampir
dikatakan sejarah pertama Islam masuk ke Jawa melalui Cina. Islam terlahir dari
seorang Rasul yang berbahasa Arab, melalui perjalan panjang melewati Cina untuk
berlabuh di Jawa. Bermula setelah wafatnya Muhammad terpecahnya pemahaman
terhadap pengganti Beliau. Kemudian dilanjutkan oleh Masa 4 khalifah. Terbunuhnya
Cucuanda Rasul Hasan dan Husein, melalui Huruhara selepas itu di Damascus (Yazid
bin Muawiyah), sehingga berkembangnya fitnah yang terus. Yang mengingatkan pada
perkataan Muhammad sang Nabi "Jika terjadi fitnah di Damascus, hindarilah dan
pergilah ke Yaman" Merupakan maknawi dari hakekat orang islam dalam berhijrah.
Sunan Gresik atau Maulana Malik Ibrahim di kenal dengan berbagai nama. Di
antaranya, Maulana Maghribi, disebut demikian karena beliau berasal dari daerah
Maghribi, Afrika Utara. Maulana Malik Ibrahim datang ke Pulau Jawa bersama
dengan Raja Cermin beserta dengan putra putri nya. Raja Cermin adalah Raja
Hindustan. Sebagian Riwayat ada yang meyebutkan bahwa Sunan Gresik datang dari
Turki sebagai utusan dakwah Khalifah Turki Utsmaniyah. Beliau pernah mengembara
di Gujarat sehingga cukup berpengalaman menghadapi orang – orang Hindu. Yang
mana saat itu raja dan rakyat masih beraga Hindu atau Budha , sebagai agama resmi
kerajaan. Maulana Malik Ibrahim terkenal sebagai Si Kakek Bantal. Penolong fakir,
miskin dan juga ahli tata negara yang di hormati oleh para pangeran dan sultan.
Berbagai gelar tersebut menunjukkan betapa hebat perjuangan beliau untuk
masyarakat Jawa. Beliau juga di kenal ahli pertanian dan pengobatan. Semenjak
beliau berada di Gresik, hasil pertanian rakyat Gresik meningkat tajam, Sunan Giri
mempunyai gagasan mengalirkan air dari gunung untuk mengairi lahan pertanian.
Maulana Malik Ibrahim mempunyai sifat lemah lembut,welas asih. Dan ramah kepada
semua orang baik muslim ataupun Hindu, yang membuat Maulana Maghribi sangat
di segani oleh masyarakat. Kepribadian yang terpuji itulah yang membuat banyak
orang rela berbondong-bondong masuk Islam dengan sukarela dan menjadi pengikut
setianya.
2. Sunan Ampel
Diantara para wali yang termasuk paling menonjol adalah Sunan Ampel. Ia
putra seorang wali yang melahirkan dua wali di antara putra-putrinya. Sejak kecil
Raden Rahmat sudah terbiasa hidup bersahaja, walaupun ia cucu raja. Ibunya selalu
menanamkan pengertian bahwa manusia yang dihormati karena kekayaan dan
kemewahannya, penghormatan itu tidak akan kekal bagai semut merubung gula. Bila
gulanya habis, semut pun akan bubar, berpencaran kemana-mana. Sebaliknya, jika
seseorang dihormati lantaran budi pekertinya, sampai mati pun namanya tetap harum.
Sunan Ampel merupakan putra dari ayah yang bernama Syekh Ibrahim Asmarakandi
yang berasal dari Samarqand. Samarqand merupakan wilayah besar yang melahirkan
ulama-ulama’ besar seperti Imam Bukhari yang termasyhur sebagai perawi hadist
shohih. Di Samarqand hidup pula seorang ulama’ besar yang bernama Syekh
Jamaluddin Jumadil Kubra. Beliau mempunyai anak yang bernama Ibrahim. Syekh
Ibrahim Asmarakandi di perintahkan oleh sang ayah untuk berdakwah di wilayah
negara- negara Asia. Beliau berhasil mengislamkan Raja Campa dan rakyatnya,
Bahkan, kemudian raja Campa dijodohkan dengan putri raja yang bernama Dewi
Candra Wulan.
Ajaran dari Sunan Ampel yang terkenal adalah falsafah moh limo. Artinya,
tidak melakukan lima hal tercela. Moh limo tersebut yaitu, moh main (tidak mau judi),
moh ngombe (tidak mau mabuk), moh maling (tidak mau mencuri), moh madat (tidak
mau mengisap candu), dan moh madon (tidak mau berzina).
Sunan Ampel di kenal sebagai pendakwah sekaligus ahli pidato yang pandai
memikat pendengarnya. Ajaran Sunan Ampel begitu bermakna bagi anak
keturunannya. Sekalipun beliau telah wafat pada tahun 1481 M dengan candra
sengkala ulama Ampel seda Masjid. Cerita lisan dari masyarakat meyebutkan bahwa
beliau wafat saat sujud di masjid. Namun ada riwayat lain yang menyebutkan beliau
wafat pada tahun 1406 Jawa.
3. Sunan Bonang
Sunan Bonang merupakan seorang Wali yang mempunyai nama asli Raden
Makdum atau Maulana Makdum Ibrahim. Beliau lahir di daerah Ampel, surabaya
pada tahun 1465. Beliau di tugaskan untuk berdakwah di daerah Bonang, Tuban.
Semasa kecil, Sunan Bonang selalu di didik oleh sang ayah dengan disiplin dengan
ketat. Ayah beliau merupakan Sunan Ampel. Sunan Bonang pernah menaklukkan
Kebondanu, seorang pemimpin perampok dan anak buahnya dengan hanya
menggunakan tembang gending “Dharma” dan “Macapat”. Mendengar tembang
tersebut , Kebondanu dan anak buahnya merasa lemas dan tidak dapat menggerakkan
tubuhnya. Setelah mereka bertaubat, mereka kemudian menjadi pengikut Sunan
Bonang, Namun kesaktian Sunan Bonang tidak hanya terletak pada gamelan dan
gaungnya. Pada masa hidupnya,Sunan Bonang termasuk penyokong Kerajaan Islam
Demak. Beliau juga turut merancang sendi – sendi keprajuritan, peraturan muamalah,
undang-undang, dan masjid Demak. Beliaulah yang memutuskan untuk pengangkatan
Sunan Ngudung sebagai panglima tentara Islam Demak. Dalam menyiarkan ajaran
Islam, Sunan Bonang mengandalkan sejumlah kitab. Diantaranya, Ihya Ulumudin dari
Al Ghazali dan Al Anthaki dari Dawud Al Anthaki. Tulisan Abu Yazid Al Busthami
dan Syekh Abdul Qadir Jaelani juga menjadi acuan baginya. Ajaran Sunan Bonang
memuat tiga tiang agama meliputi tasawuf, ushuludin, dan fikih. Dalam berdakwah,
Sunan Bonang kerap menggunakan kesenian rakyat untuk menarik simpati
masyarakat awam, Seperangkat gamelan bonang misalnya, yang bila di pukul
mengeluarkan bunyi yang sangat merdu. Jika sang gendang di pukul sendiri oleh sang
sunan, suaranya sangat menyentuh hati para pendengarnya. Kemudian mereka
berbondong – bondong datang ke masjid. Dalam bidang sastra budaya, sumbangan
beliau meliputi dakwah melalui pewayangan san turut mendirikan masjid Demak.
Selain itu beliau juga menyempurnakan Instrumen gamelan, terutama bonang,
kenong, dan kempul. Mengubah Suluk Wujil dan tembang “Macapat”. Pada zaman
sekarang, salah satu ajaran Sunan Bonang telah di gubah menjadi syair pujian
“Tombo Ati”.
Sebagai wali, Sunan Bonang terkenal bijaksana. Ia memiliki sifat
kepemimpinan yang santun dan berwawasan luas. Dari pergaulannya dengan
masyarakat yang masih kental dipengaruhi budaya dan agama Hindu-Budha, ia
memperoleh ilham betapa penting peranan kesenian dalam membentuk jati diri dan
budi pekerti manusia. Oleh karena itu, ia berdakwah melalui pendekatan seni.
4. Sunan Drajat
Kata Drajat berasal dari bahasa Arab, yaitu darajat yang berarti martabat atau
tingkatan. Sunan Drajat merupakan seorang putra dari Sunan Ampel dari
pernikahannya dengan Dewi Candrawati. Sunan Drajat juga adik dari Sunan Bonang.
Beliau hidup pada zaman Majapahit Akhir, sekitar tahun 1478 M. Diantara para Wali
songo, mungkin beliaulah yang mempunyai nama paling banyak. Ketika muda, Sunan
Drajat dikenal sebagai Raden Qosim atau Kasim. Selain itu, berbagai naskah kuno
menyebutkan beberapa nama beliau yang lain. Misalnya Sunan Mahmud, Sunan
Mayang Madu, Sunan Muryapada, Raden Imam, Maulana Hasyim, Syekh Masakeh,
Pangeran Syarifudin, Pangeran Kadrajat, dan Masaikh Munar.
Empat pokok ajaran Sunan Drajat adalah “paring teken marang kang kalunyon
lan wuta; paring pangan marang kang kaliren; paring sandhang marang kang
kawudan; paring payung marang kang kodanan.” Artinya, berikanlah tongkat kepada
orang yang buta; berikanlah makan pada orang yang kelaparan; berikanlah pakaian
kepada orang yang telanjang; berikanlah payung pada orang yang kehujanan.
Sunan Drajat sangat memperhatikan kaumnya. Beliau kerap kali berjalan
mengitari perkampungan pada malam hari. Penduduk merasa aman dan terlindung
dari gangguan makhluk halus yang konon cerita sangat meraja lela selama adanya
setelah pembukaan hutan. Usai sholat Ashar beliau keliling perkampungan seraya
berdzikir dan mengingatkan penduduk untuk melaksanakan sholat magrib.
“Berhentilah bekerja, jangan lupa sholat,” nasihat beliau dengan membujuk. Di saat
yang lain beliau juga merawat dan mengobati warga yang sakit dengan ramuan
tradisional dan doa. Sunan Drajat terkenal akan kearifan dan kedermawannannya.
Beliau menurunkan ajaran agar tidak saling menyakiti, baik melaui perkataan atau
perbuatan. “ Bapang den simpangi, ana catur mungkur”, demikian petuahnya. Artinya,
janganlah mendengarkan pembicaraan yang menjelek jelekkan orang lain dan
hindarilah perbuatan yang dapat mencelakai orang lain. Kelembutan Sunan Drajat
telah mendorongnya untuk mengenalkan Islam melalui konsep dakwah bil hikmah,
yaitu secara bijak dan tanpa memaksa.
Ada beberapa cara yang dilakukan Sunan Drajat dalam menyampaikan
dakwahnya. Pertama, lewat pengajian secara langsung di masjid ataupun di langgar.
Kedua, melalui penyelenggaraan pendidikan di pesantren, lantas memberikan fatwa
atau petuah dalam menyelesaikan suatu masalah. Ketiga, melalui kesenian tradisional.
Beliau juga menyampaikan ajaran agama melalui ritual adat tradisional sepanjang
tidak bertentangan dengan ajaran Islam.
5. Sunan Kalijaga
Sunan Kalijaga merupakan salah satu wali yang paling poluler di Jawa karena
beliau lebih di kenal luas oleh para masyarakat. Bahkan sebagian orang Jawa
menganggapnya sebagai guru agung tanah Jawa. Beliau mempunyai nama kecil yaitu
Raden Sahid. Raden Sahid merupakan putra Tumenggung Wilwatika, Adipati Tuban.
Sang Tumenggung merupakan keturunan Ranggalawe yang sudah beragama Islam
dan berganti nama menjadi Raden Sahur. Ibunda dari Raden Sahid bernama Dewi
Nawangrum. Semasa kecil, Raden Sahid sudah mempelajari Islam di Tuban.
Akan tetapi, melihat kondisi lingkungan yang sangat bertentangan dengan
ajaran Islam sehingga memberontaklah Raden Sahid. Ia melihat banyak Rakyat jelata
yang hidupnya sengsara. Sedangkan para bangsawan Tuban hidup dengan berfoya-
foya. Para pemuka agama yang diam saja tak banyak berpendapat. Di sisi lain, pejabat
kadipaten pun sewenang wenang memperlakukan rakyat kecil. Karena itu, hati Raden
Sahid merasa sangat gelisah. Raden Sahid muda memiliki solidaritas tinggi terhadap
kawan kawannya. Tak segan-segan ia bergaul dengan di lingkungan rakyat. Di kala
itulah raden tak lagi tahan melihat kondisi penderitaan kaum miskin pedesaan. Maka
ketika malam hari, ia sering mengambil bahan makanan dari gudang kadipaten dan
memberikannya kepada rakyat miskin. Lambat laun, perbuatan Raden Sahid tersebut
kemudian di ketahui oleh pihak ayahnya.
Sang Raden pun kemudian di usir dari istana sehingga akhirnya ia mengembara
tanpa tujuan yang pasti. Di hutan Jatiwangi, yaitu di perbatasan Kudus dan Pati,
menetaplah Raden Sahid. Di sana beliau merampok orang- orang kaya yang pelit
terhadap orang miskin.
Kemudian hasilnya beliau berikan pada mereka kaum miskin. Sunan kalijaga
dalam berdakwahnya tidak mendirikan pesantren. Karena, menurut beliau semua
dunia adalah pesantren. Dalam berdakwah, Sunan Kalijaga menggubah tembang “ilir-
ilir”, membuat kreasi seni batik yang bermotifkan lukisan burung, menggubah
tembang “macapat”, “Dhandhanggula”, menyelaraskan gong sekaten. Dan
menyungging wayang kulit untuk sarana dakwah. Tata cara pemeluk agama lama,
seperti semadi dan sesaji justru di gunakan sebagai alat penyebaran agama Islam.
Oleh karena itulah sunan Kalijaga memelopori ritual peringatan maulid Nabi
Muhammad di Surakarta dan Yogyakarta dengan upacara Sekaten, Grebeg Maulud,
Grebeg Besar, dan Grebeg Syawal.
Jasa Sunan Kalijaga tidak terhitung banyaknya. Pantaslah apabila Sunan
Kalijaga dianggap sebagai sesepuh para wali bersama Sunan Ampel. Sunan Kalijaga
termasuk sunan yang paling panjang pengabdiannya, yakni sampai mengalami zaman
kelahiran Kesultanan Pajang di pedalaman Jawa Tengah.
6. Sunan Kudus
Sunan Kudus mempunyai nama yaitu Ja’far Shodiq. Beliau merupakan ulama’
besar yang menyebarkan Islam di sekitar Kudus, Jawa Tengah. Beliau lahir dari
Ayah yang bernama Raden Usman Haji yang bergelar Sunan Ngudung di jipang
Panolan, Blora pada pertengahan abad 15 M atau 9 H. Meski bergelar sebagai Sunan
Kudus, namun beliau bukanlah berasal dari Kudus melainkan dari Demak. Di sanalah
Ja’far Shodiq dilahirkan sebagai anak dari perkawinan Sunan Ngudung dan Syarifah.
Sejak Kecil, Ja’far Shodiq ingin hidup merdeka dan membaktikan hidupnya untuk
kepentingan agama Islam.
Cara simpatik Sunan Kudus membuat para penganut agama lain terpikat untuk
mendengarkan dakwahnya. Surah Al Baqarah, yang dalam bahasa Arab berarti sapi,
sering di bacakan Sunan agar memikat pendengar. Bangunan di sekitar Masjid Kudus
di bangun dengan desain bangunan Hindu karena pada masa itu memang yang
mendominasi adalah masyarakat beragama Hindu.
Kebiasaan unik Sunan Kudus dalam berdakwah adalah acara bedug dandang
yang merupakan kegiatan menunggu bulan Ramadhan. Untuk mengundang para
Jemaah datang ke Masjid, Sunan Kudus menabuh beduk bertalu- talu. Setelah mereka
semua berkumpul, Sunan mengumumkan kapan persisnya hari pertama puasa. Nama
Sunan Kudus di kalangan masyarakat setempat dimitoskan sebagai seorang tokoh
yang terkenal dengan seribu satu kesaktiannya. Sunan Kudus kemudian wafat pada
tahun 1550 M atau 960 H. Beliau di makamkan di Kudus.
Selain menguasai ilmu agama, Sunan Kudus juga seorang panglima perang
yang lihai mengatur strategi. Sunan Kudus juga terkenal sebagi seorang seniman. Ia
banyak megarang lagu-lagu dakwah dalam bentuk tembang antara lain, mijil dan
gending maskumambang. Begitu pula ia menguasai ilmu filsafat serta ilmu-ilmu
agama yang mampu mendukung dakwahnya.
7. Sunan Muria
Sunan Muria merupakan putera dari Sunan Kalijaga. Ibu Sunan Muria bernama
Dewi Sarah. Istri Sunan Muria adalah Dewi Sujinah yang merupakan kakak dari
Sunan Kudus. Nama Sunan Muria kecil adalah Raden Umar Sahid. Beliau di sebut
Sunan Muria karena wilayah syiar Islamnya meliputi lingkungan Gunung Muria.
Ketangguhan Sunan Muria dalam berdakwah tidak dapat di ragukan lagi. Gaya
berdakwah yang modern, mengikuti Sunan Kalijaga, dan menyelusup lewat berbagai
tradisi Jawa. Misalnya, adat kenduri pada hari- hari tertentu setelah kematian anggota
keluarga, seperti nelung dina hingga nyewu, tidak di haramkan oleh sang sunan.
Tradisi berbau klenik, seperti membakar kemenyan atau menyuguhkan sesaji di ganti
dengan do’a dan sholawat.
Cara pertama berdakwah dilakukan dengan metode pendekatan yang moderat,
yaitu berkompromi dengan adat istiadat setempat. Hukum-hukum agama disampaikan
amat ramah terhadap kepercayaan lama. Cara berdakwahnya terkesan lunak atau
dilunakkan, mengikuti petatah-petitih yang mengalir dalam keseharian masyarakat.
mereka bahkan sering menggunakan metode sinkretisme, yaitu dengan membaurkan
ajaran Islam kedalam warisan budaya masa kemusyrikan.
Selain itu, Sunan Muria juga berdakwah lewat berbagi kesenian Jawa.
Misalnya, menciptakan tembang “Macapat”, “Sinom”, dan “Kinanti” yang hingga
sekarang masih lestari. Lewat tembang- tembang itulah beliau mengajak umat untuk
mengamalkan ajaran Islam. Sunan Muria lebih senang berdakwah kepada rakyat
jelata dari pada kaum bangsawan. Daerah dakwahnya cukup luas dan tersebar. Mulai
dari lereng Gunung Muria, pelosok Pati, Kudus, Juwana hingga pesisir utara.
8. Sunan Gunung Jati
Sunan Gunung Jadi memiliki nama asli yaitu Sarif Hidayatullah. Syarif
Hidayatullah berasal dari Mesir. Ibunda Sunan Gunung Jati merupakan putri dari
Prabu Siliwangi yang bernama Rara Santang yang kemudian di peristri oleh Raja
yang bernama Syarif Abdullah yang merupakan seorang Raja dari Mesir. Syarif
Hidayatullah lahir dan dibesarkan di Samudera Pasai, kerajaan Islam tertua di ujung
barat Pulau Sumatera. Sejak kecil ia dididik agama dan digembleng semangat
kebangsaan yang kuat. Oleh karena itu, ia merasa gerah menyaksikan Portugis
menyerbu Nusantara dan berusaha menduduki Kerajaan Malaka. Ketika Syarif
Hidayatullah masih berusia 21 tahun, Syarif Abdullah meninggal dunia. Syarif
Hidayatullah pun hendak di lantik sebagai pengganti Raja Mesir. Tetapi ia menolak.
Syarif Hidayatullah memilih untuk berkunjung ke Jawa tempat di mana sang Ibu di
lahirkan untuk berdakwah. Sewaktu di Mesir, Syarif Hidayatullah kerap berguru
kepada para ulama Mesir, sehingga beliau tidak canggung lagi ketika harus
berdakwah di Jawa.
Di Jawa, Syarif Hidayatullah meneruskan perguruan agama yang di bangun
Syekh Datuk Kahfi, di Gunung jati. Oleh karena itulah beliau di sebut sebagai Sunan
Gunung Jati. Pangeran Cakrabuwana mengawinkan putrinya yaitu Dewi Pakungwati
dengan Sunan Gunung Jati. . Setelah beliau berusia lanjut, Pangeran Cakrabuwana
menyerahkan tahta Caruban Larang kepada sang menantu yaitu Sunan Gunung Jati.
9. Sunan Giri
Sunan Giri yang digelari Prabu Satmata bukanlah seorang raja, apalagi semacam
penguasa tandingan terhadap Kerajaan Islam DEmak. Giri bukan Negara tersendiri
melainkan sebuah wilayah pesantren yang dikelola dengan sistem pemerintahan
secara rapi agar dapat menyebarkan dakwah dengan teratur dan gencar. Para muballig
Giri dikirim ke daerah dan kerajaan-kerajaan lain sebagai duta-duta kebenaran. Untuk
itu mereka diberi jati diri selaku utusan Giri Kedaton sehingga tidak diperlakukan
sewenang-wenang oleh penguasa kerajaan yang didatangi.
Dampai-sampai di Hitu, Halmahera, dulu selalu diadakan upacara pembacaan
surat Sunan Giri setahun sekali sebagai peringatan atas masuknya Islam kesana, Itu
berkat jasa Sunan Giri yang tidak hanya mengirimkan para muballig, tetapi juga
bimbingan agama lewat surat menyurat. Tak heran Islam dengan cepat tersiar luas,
terutama di daerah Jawa sendiri. Para pengikut agama Hindu dan Budha berbondong-
bondong mengucapkan dua kalimat syahadat.
Tentu saja kerajaan Majapahit merasa ditelikung kekuasaannya. Oleh karena itu,
Prabu Brahwijaya memerintahkan panglima perangnya untuk menyerbu Giri Kedaton
sebagai pusat dakwah di Nusantara.
Untuk tujuan dakwah, Sunan Giri banyak megarang tembang, termasuk lagu-
lagu dolanan anak-anak, antara lain Jamuran, Cublak-cublak Suweng, Jithungan dan
Delikan. Tembang yang digubah beserta syairnya ialah Asmaradhana dan Pucung.
Sunan Giri merupakan seorang anak yang berasal dari seorang ayah yaitu
Maulana Ishak yang berasal dari Pasai. Dan ibunya bernama Dewi Sekardaru, putri
Prabu Menak Sembayu, Raja Blambangan. Sunan Giri mulanya bernama Raden Paku,
yaitu nama yang di berikan oleh ayahnya ketika hendak pergi meninggalkan
Blambangan, sementara sang istri saat itu tengah hamil tujuh bulan.
Setelah lahirnya sang putra, ayahanda Dewi Sekardaru yaitu raja Blambangan
memerintahkan untuk memasukkan bayi tersebut ke dalam peti kemudian di
hanyutkan di lautan atas hasutan dari patihnya. Bayi tersebut kemudian di temukan
oleh rombongan kapal pesiar yang kapalnya macet karena adanya peti yang
mengganjal kapal tersebut. Diangkatlah peti tersebut lalu di buka. Seluruh awak kapal
tersebut sangat terkejut. Karena mereka menemukan bayi mungil yang tampan di
dalam peti tersebut. Bayi tersebut kemudian di serahkan kepada majikan mereka oleh
awak kapal yaitu, Nyai Ageng Pinatih yang merupakan mantan istri dari Patih
kerajaan Blambangan. Dan bayi tersebut di angkat menjadi anaknya. Singkat cerita,
pada usia 12 tahun kemudian anak tersebut di serahkan kepada Sunan Ampel untuk
dididik. Raden Paku yang awalnya adalah seorang pedagang yang membantu ibunya,
setelah menikah Raden Paku meninggalkan dunia perdagangan dan konsentrasi pada
syiar Islam.
Lantas, bermunajatlah beliau di sebuah gua desa kembangan dan Kebomas,
Kabupaten Gresik selama 50 hari 40 malam. Saat itu beliau teringat pesan ayahnya
untuk mendirikan pesantren yang bertanah sama yang di wasiatkan beliau. Usai
bermunajat, di carilah tempat tersebut dan akhirnya Raden Paku menemukan tanah
tersebut di Desa Sidomukti, tepatnya si sebuah daerah perbukitan. Lalu beliau
membangun sebuah pesantren di sana. Karena tempatnya di gunung, tempat itu di
sebut sebagai Pesantren Giri, semenjak itulah raden Paku di sebut sebagai Sunan Giri.
Sunan Giri dikenal sebagai ahli politik dan ketatanegaraan. Beliau pernah
menyusun peraturan ketata pajakan dan undang – undang kerajaan Demak. Berbagai
pandangan atau petuah nya di jadikan rujukan.
Jasa dan perjuangan sunan Giri terbesar adalah pengislaman penduduk Jawa
bagian Timur. Tak terhitung jumlah orang masuk islam karena bimbingan beliau.
Proses Islamisasi Jawa adalah hasil perjuangan dan kerja keras para Walisongo.
Proses Islamisasi ini sebagian besar berjalan secara damai, nyaris tanpa konflik baik
politik maupun kultural. Meskipun terdapat konflik, skalanya sangat kecil sehingga
tidak mengesankan sebagai perang, kekerasan ataupun pemaksaan budaya. Penduduk
jawa menganut Islam dengan suka rela. Kehadiran Walisongo bisa diterima dengan
baik oleh masyarakat karena Walisongo menerapkan metode dakwah dan akomodatif
dan kultur. Kedatangan para wali di tenga-tengah masyarakat Jawa tidak dipandang
sebagai sebuah ancaman. Para Wali menggunakan unsur-unsur budaya lama (hindu
dan budha) sebagai media dakwah. Dengan sabar sedikit demi sedikit Walisongo
memasukkan nila-nilai ajaran Islam kedalam unsur-unsur lama yang
c. Para Wali mengadopsi bentuk atap Masjid yang bersusun tiga, yang merupakan
peninggalan tradisi lama (Hindu). Namun, Para Wali memberikan penafsiran baru
terhadap bentuk atap susun tersebut. Bentuk atap itu merupakan melambangkan Iman,
Islam dan Ihsan.
C. BUKTI-BUKTI ISLAM DI JAWA
Bukti-bukti bahwa Islam telah ada di Jawa itu bisa dibuktikan salah satunya
dengan ditemukannya makam, masjid, ragam hias dan tata kota.
1. Makam
Bukti sejarah yang paling faktual barangkali adalah ditemukannya batu nisan
kubur Fatimah binti Maemun di Leran Gresik yang berangka tahun 475 H (1082 M).
Pada makam nisan itu tercantum prasasti berhuruf dan berbahasa Arab yang
menyatakan bahwa makam itu adalah makam Fatimah binti Maemun bin Hibatallah
yang meninggal pada tanggal 7 Rajab 475 H.
2. Masjid
Sumber sejarah arkeolog juga banyak ditemukan di Jawa yaitu berdirinya
Masjid di suatu wilayah yang membuktikan bahwa adanya komuitas muslim di
wilayah tersebut.
3. Ragam hias
Dengan diterimanya ajaran islam di Jawa maka lahirlah beberapa ragam hias
baru, yaitu kaligrafi dan stiliran. Tetapi tulisan arab dijawa pada saat itu tidak
mengalir luwes buktinya Prasasti berhuruf arab yang tertera dimakam Fatimah binti
Maemun yang jauh lebih tua justru menampakan segi keindahan.
Setelah Demak berkuasa kurang lebih selama setengah abad, ada beberapa hasil
peradaban yang pada masa-masa selanjutnya bahkan sampai kini masih dapat
dirasakan, misalnya:
Pengesahan Joko Tingkir sebagai raja pertama Pajang disahkan oleh Sunan Giri
dan segera mendapatkan pengakuan dari adipati-adipati diseluruh Jawa Tengah dan
Jawa Timur. Sedangkan Demak hanya sebagai kadipaten yang dipimpin oleh seorang
adipati, Arya Pangiri. Dia adalah anak Sultan Prawoto yang diangkat oleh Sultan
Pajang.
Setelah Jaka Tingkir meninggal dunia pada tahun 1587, para penggantinya
tidak dapat mempertahankan pemerintahannya. Ahli waris Sultan Pajang ialah tiga
orang putra menantu; yaitu raja di Tuban, raja di Demak, dan raja-raja Araos Baya,
disamping putranya sendiri, Pangeran Benawa, yang konon masih sangat muda. Oleh
karena itu, dia disingkirkan oleh Arya Pangiri dan dijadikan adipati di Jipang. Sebagai
pemimpin Pajang adalah Arya Pangiri. Ternyata tindakan-tindakannya banyak yang
merugikan rakyat sehinggan menimbulkan rasa tidak senang dimana-mana.
3. Kerajaan Mataram
Kerajaan Mataram Sutawijaya menjabat sebagai raja pertama di Mataram (1589
– 1601) dengan gelar Panembahan Senopati ing Alaga Sayidin Panatagama. Pada
masa pemerintahannya, banyak terjadi perlawanan dari para bupati yang semula
tunduk pada Mataram, misalnya Demak dan Pajang. Perlawanan juga datang dari
daerah Surabaya, Madiun, Gresik, dan Ponorogo. Terjadinya perlawanan-perlawanan
ini dikarenakan Senopati mengangkat dirinya sendiri sebagai sultan di Mataram.
Padahal pengangakatan dan pengesahan sebagai sultan di Jawa biasanya dilakukan
oleh wali.
Selama berkuasa, hampir seluruh wilayah Pulau Jawa dapat dikuasainya. Akan
tetapi, ia tidak berhasil mendapatkan pengakuan dari raja-raja Jawa lain sebagai raja
yang sejajar dengan mereka. Sepeninggal Panembahan Senopati, penggantinya adalah
putranya, Raden Mas Jolang (1601 – 1613). Pada masa pemerintahannya ia
melanjutkan usaha ayahnya meluaskan wilayah kekuasaan Mataram. Akan tetapi, ia
tidak sekuat ayahnya sehingga tidak mampu memperluas wilayahnya dan wafat di
daerah Krapyak. Oleh karena itu, ia diberi gelar Panembahan Seda Krapyak.
Pengganti Mas Jolang adalah putranya Mas Rangsang atau Sultan Agung
Hanyakrakusuma (1613 – 1645). Ia bergelar Sultan Agung Senopati Ing Alaga
Sayidin Panatagama. Pada masa pemerintahannya, Mataram mencapai puncak
kejayaan. Sultan Agung berusaha menyatukan Pulau Jawa. Mataram berhasil
menundukkan Tuban dan Pasuruan (1619), Surabaya (1625), dan Blambangan (1639).
Hasil ekspansi ini membuat wilayah Mataram semakin luas.
Setelah Sultan Agung wafat, tidak ada raja pengganti yang memiliki kecakapan
seperti Sultan Agung, bahkan ada raja yang menjalin kerja sama dengan VOC.
Akibatnya, banyak terjadi pemberontakan, misalnya pemberontakan Adipati Anom
yang dibantu Kraeng Galesung dan Monte Merano, pemberontakan Raden Kadjoran,
serta pemberontakan Trunojoyo. Dalam menghadapi pemberontakan-pemberontakan
tersebut, raja-raja Mataram, misalnya Amangkurat I dan II, meminta bantuan VOC.
Hal inilah yang menyebabkan raja-raja Mataram semakin kehilangan kedaulatan.
Setelah wafat pada tahun 1703, Amangkurat II digantikan oleh putranya, yaitu
Sunan Mas (Amangkurat III). Pengangkatan Amangkurat III ditentang oleh Pangeran
Puger, adik Amangkurat II atau paman Amangkurat III. Akibatnya, terjadilah Perang
Mahkota I (1704 – 1708) yang dimenangkan oleh Pangeran Puger yang dibantu oleh
VOC. Setelah naik takhta, Pangeran Puger bergelar Paku Buwono I (1708 – 1719).
Adapun Sunan Mas/ Amangkurat III melarikan diri ke daerah pedalaman Malang.
Pada waktu Paku Bowono I wafat (1719), takhta kerajaan diganti oleh putra
mahkota, Sunan Prabu Mangkunegara yang bergelar Amangkurat IV (1719 – 1727).
Pada masanya, berkobar Perang Mahkota II (1719 – 1723). Selain Pangeran
Diponegoro (nama yang kebetulan sama dengan Pangeran Diponegoro yang melawan
Belanda pada abad ke-19) dan Pangeran Dipasanta, keduanya putra Paku Buwono I
dari selir, memberontak pula Pangeran Purboyo, Pangeran Blitar, dan Arya Mataram.
Pada tahun 1723, pemberontakanpemberontakan tersebut dapat dipadamkan berkat
bantuan VOC.
4. Kerajaan Cirebon
Kerajaan Cirebon adalah sebuah kerajaan Islam ternama di Jawa Barat dan
merupakan pangkalan penting dalam jalur perdagangan dan pelayaran antar pulau.
Pada abad ke-15 dan 16 Masehi, saat pemerintahan Pakungwati diserahkan kepada
Syarif Hidayatullah, beliau memerintah Pakungwati dan mengembangkan daerah
Cirebon menjadi kerajaan dan melepaskan diri dari Kerajaan Pajajaran. Lokasinya di
pantai utara Pulau Jawa yang merupakan perbatasan antara Jawa Tengah dan
JawaBarat, membuatnya menjadi pelabuhan dan "jembatan" antara kebudayaan Jawa
dan Sunda sehingga tercipta suatu kebudayaan yang khas, yaitu kebudayaan Cirebon
yang tidak didominasi kebudayaan Jawa maupun kebudayaan Sunda.
Babad Cirebon, yaitu Karya sastra sejarah yang ditulis pada abad ke-19 di
Cirebon. Menceritakan tentang perkembangan Kesultanan Cirebon pada awal waktu
penjajahan Belanda di Pulau Jawa. Sebagian besar isi dari babad ini menceritakan
tentang Sunan Gunung Jati selaku penyebar agama Islam di Jawa Barat yang juga
memberikan kejayaan di Kesultanan Cirebon. Babad Cirebon ditulis menggunakan
huruf Arab dan bahasa Jawa Cirebon. Carita Caruban Purwaka Nagari karya Pangeran
Dipati Carbon ditulis pada tahun 1702 masehi. Naskah ini terdiri dari 39 bagian yang
menceritakan perkembangan Cirebon, perjalanan hidup para petinggi kerajaan beserta
keluarganya, dan juga menceritakan silsilah keluarga kerajaan. Catatan Tom Pires
yang mengujungi Cirebon pada tahun 1513 yang berjudul Suma Oriental. Pires
memberikan informasi mengenai keadaan ekonomi dan politik di Jawa pada masa
paruh pertama abad ke-16. Ia menyebut lima pelabuhan utama Kerajaan Sunda,
adanya pelabuhan di Cirebon, dan pengaruh Demak terhadap wilayah barat Pulau
Jawa.
Politik yang terjadi pada Cirebon berawal dari hubungan politiknya dengan
Demak. kehidupan politik pada kala itu juga dipengaruhi oleh beberapa konflik.
Konflik yang terjadi ada konflik internal dan menjadi vassal VOC. Cirebon
mengandalkan perekonomiannya pada perdangangan jalur laut. Dimana terletak
Bandar-bandar dagang yang berfungsi sebagai tempat singgah para pedagang dari luar
Cirebon. Kehidupan Sosial Kerajaan Cirebon Perkembangan Cirebon tidak lepas dari
pelabuhan, karena pada mulanya Cirebon memang sebuah bandar pelabuhan. Maka
dari sini tidak mengherankan juga kondisi sosial di Kerajaan Cirebon juga terdiri dari
beberapa golongan. Diantara golongan yang ada antara lain, golongan raja beserta
keluargana, golongan elite, golongan non elite, dan golongan budak. Secara luwes
Islam memberikan warna baru dalam upacara yang biasanya disebut kenduren atau
selamatan. Cirebon memiliki beberapa tradisi ataupun budaya dan kesenian yang
hingga sampai saat ini masih terus berjalan dan masih terus dlakukan oleh
masyarakatnya.
Masa kejayaan kerajaan Cirebon yaitu ketika menjadi salah satu kota dagang
dan pelabuhan ekspor impor di pesisir utara Jawa baik dalam kegiatan pelayaran dan
perdagangan di kepulauan Nusantara maupun dengan bagian dunia lainnya. Diantara
faktor kemajuannya ialah dipimpin oleh Syarif Hidayatullah, letak yang strategis,
pelabuhan yang ramai, sumber daya alam dari daerah pedalaman
5. Kerajaan Banten
Atas kemenangannya itu, Sultan Haji memberikan balasan kepada VOC berupa
penyerahan Lampung pada tahun 1682. Kemudian pada 22 Agustus 1682 terdapat
surat perjanjian bahwa Hak monopoli perdagangan lada Lampung jatuh ketangan
VOC. Sultan Haji meninggal pada tahun 1687. Setelah itu, VOC menguasai Banten
sehingga pengangkatan Sultan Banten harus mendapat persetujuan Gubernur Jendral
Hindian Belanda di Batavia.
Terpilihlah Sultan Abu Fadhl Muhammad Yahya sebagai pengganti Sultan Haji
kemudian digantikan oleh Sultan Abul Mahasin Muhammad Zainul Aabidin. Pada
tahun 1808-1810, Gubernur Hindia Jenderal Belanda menyerang Banten pada masa
pemerintahan Sultan Muhammad bin Muhammad Muhyiddin Zainussalihin.
Penyerangan tersebut akibat Sultan menolak permintaan Hindia Belanda untuk
memindahkan ibu kota Banten ke Anyer. Pada akhirnya, tahun 1813 Banten telah
runtuh ditangan Inggris.
E. PENUTUP
Demikianlah artikel yang kami susun, dan tentunya sangat jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat kami
harapkan demi kesempurnaan artikel ini. Semoga artikel ini bisa bermanfaat bagi kita
semua.
DAFTAR PUSTAKA
https://moondoggiesmusic.com/wali-songo/amp/
https://waromuhammad.blogspot.com/2012/03/penyebaran-islam-di-jawa.html