LANDASAN TEORI
2.1.1 Defenisi
Kebudayaan secara teknis adalah ide atau tingkah laku yang dapat dilihat maupun
yang tidak terlihat.Faktor budaya bukan merupakan penyebab lansung menimbulkan
gangguan jiwa.Biasanya terbatas menentukan warna gejala-gejala.Di samping
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan kepribadian seseorang misalnya
melalui aturan-aturan kebiasaan yang berlaku dalam kebudayaan.
1. Usia
2. suku bangsa
3. gender
4. pendidikan
5. penghasilan
6. system keyakinan
Faktor predisposisi ini dapat secara bermakna meningkatkan potensi
berkembangnya gangguan jiwa, mengurangi potensi penyembuhan, atau
keduanya.Satu atau dua dari factor ini sendiri tidak dapat menggambarkan
secara adekuat konteks sosiokultural asuhan keperawatan jiwa.Walaupun
demekian, secara bersamaan factor-factor tersebut memberikan gambaran
sosiokultural pasien yang penting untuk praktik keperawatan jiwa yang
bermutu.Peran dan fungsi perawat jiwa mempertahankan perilaku pasien yang
berperan pada fungsi yang terintegrasi.System pasien atau klien dapat berubah
individu, keluarga, kelompok, organisasi, atau komunitas. American nurse’s
association mendefenisikan keperawatan kesehatan jiwa sebagai: Suatu
bidand spesialisasi praktik keperawatan yang menerapkan teori perilaku
manusia sebagai ilmunya dan penggunaan diri yang bermanfaat sebagai
kiatnya. Tiga domain praktik keperawatan jiwa kontemporer meliputi :
(Vidbeck, 2008)
1. Aktifitas asuhan langsung
2. Aktifitas komunikasi, dan
3. Aktifitas penatalaksanaan fungsi penyuluhan, koordinasi,delegasi, dan
kolaborasi pada peran perawat ditunjjukan dalam domain praktik yang
tumpang tindih ini. Aktifitas tetap mencerminkan sifat dan lingkup dari
asuhan yang kompeten oleh perwat jiwa walaupun tidak semua perawat
berperan serta pada semua aktifitas.selain itu, perawat jiwa mampu
melakukan hah-hal- berikut ini.
4. Membuat pengkajian kesehatan biopsikososial yang peka terhadap budaya.
5. Merancang dan meimplementasikan rencana tindakan untuk pasien dan
keluarga yang mengalami masalah kesehatan kompleks dan kondisi yang
dapat menimbulkan sakit.
6. Berperan serta dalam aktifitas manajemen kasus, seperti mengoorganisasi,
mengakses,menegosiasi, mengkoordinasi, dan mengintregasikan pelayanan
dan perbaikan bagi individu dan keluaraga.
7. Memberikan pedoman perawatan kesehatan kepada individu, keluarga,dan
kelompok untuk menggunakan sumber kesehatan jiwa yang tersedia
dikomunitas termasuk pemberi perawatan, lembaga, teknologi, dan system
social yang paling tepat. Meningkatkan dan memelihara kesehatan jiwa
serta mengatasi pengaruh gangguan jiwa melalui penyuluhan dan
konselling.
8. Memberikan asuha kepada pasien penyakit fisik yang mengalami masalah
psikologis dan pasien gangguan jiwa yang mengalami yang mengalami
masalah fisik.
9. Mengelola dan mengoordinasi sitem asuhan yang mengintregasikan
kebutuhan pasien, keluarga,stafmdan pembuat kebijakn.
Perawat jiwa memiliki hak dan tanggung jawab dalam tiga peran legal: (Stuart,
2007).
1. Perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan
Klien kesehatan jiwa tetap memiliki semua hak sipil yang diberikan
kepada semua orang, kecuali hak untuk meninggalkan rumah sakit dalam kasus
komitmen involunter. Klien memiliki hak untuk menolak terapi, mengirim dan
menerima surat yang masih tertutup, dan menerima atau menolak pengunjung.
Setiap larangan ( misalnya : surat, pengunjung, pakaian) harus ditetapkan oleh
pengadilan atau instruksi dokter untuk alasan yang dapat diverifikasi dan
didokumentasikan. Contohnya sebagai berikut : (Vidbeck, 2008).
1. Klien yang pernah berupaya bunuh diri tidak diizinkan menyimpan ikat
pinggang, tali sepatu, atau gunting, karena benda tersebut dapat digunakan
untuk membahayakan dirinya.
2. Klien yang menjadi agresif setelah kunjungan seseorang dilarang dikunjungi
orang tersebut selama suatu periode waktu.
3. Klien yang mengancam orang lain di luar rumah sakit melalui telepon
diizinkan menelepon hanya jika diawasi sampai kondisinya membaik.