SNI Gula Merah
SNI Gula Merah
ABSTRACT
Endrasari, R. and D.M. Yuwono. Potential Of Coconut Sugar Processing For Support Of The
Yards Utilization In MKRPL Program-Magelang District. Madukoro Village, Kajoran Subdistrict,
Magelang District is one replica food independent village. Madukoro village has the potential of
agricultural, livestock and fisheries are quite prospected but most maximum untapped. Land use in the
yard MKRPL activities can be a source of income and productive resources and nutritional needs
people in the pilot areas, but it also will encourage food self-sufficiency at the farm household level.
Some of the potential of existing agricultural processed as coconut sugar, wild yam crisp, banana
chips, sandora crackers (cassava crackers), cassava fermented gum done by the citizens individually
and collectively in the KWT (Women Farmer Groups) of Bukit Madu and produced every day or if
there is order. Of the variety of processed agricultural dominate the coconut sugar. The purpose of this
paper is to explore the potential and constraints encountered in the processing of coconut sugar in
favor of the yard using in MKRPL Magelang District. Studies conducted in the Madukoro II
Subvillage, Madukoro Village, Kajoran Subdistrict, Magelang District in August-October 2012.
Methods researching were in the form of survey using questionnaires for 80 respondents interviews
and observations in the field. Madukoro II Subvillage has a total population by age, both men and
women is dominated by 31-40 years in men and 20-40 years for women. In the Madukoro II
Subvillage can be found almost of coconut sugar producers which is generally a hereditary profession
with capital limited. Production technology applied is very simple with little for health sanitary.
Experience as a coconut sugar producer average over 10 years with a production capacity of 60-90
kg/month. Coconut sugar industry to increase production and quality of coconut sugar, still need
guidance in terms of production of palm sugar, raw material, markets information and capital access.
“Optimalisasi Lahan Pekarangan Untuk Peningkatan Perekonomian Masyarakat dan Pengembangan Agribisnis” 457
UNDIP PRESS
pekarangan di perkotaan maupun perdesaan untuk menggali potensi maupun kendala yang
untuk budidaya tanaman pangan, buah, sayuran ditemui pada olahan gula kelapa dalam
dan tanaman obat keluarga (toga), pemeliharaan mendukung pemanfaatan pekarangan di MKRPL
ternak dan ikan, pengolahan hasil serta Kabupaten Magelang untuk mendorong tumbuh
pengolahan limbah rumah tangga menjadi kembangnya agroindustri skala rumah tangga
kompos; (3) mengembangkan sumber benih/bibit melalui pemanfaatan lahan pekarangan berbasis
untuk menjaga keberlanjutan pemanfaatan sumberdaya lokal.
pekarangan dan melakukan pelestarian tanaman
pangan lokal untuk masa depan; dan (4) METODE
mengembangkan kegiatan ekonomi produktif
Pengkajian dilakukan di Dusun Madukoro
keluarga sehingga mampu meningkatkan
II Desa Madukoro Kecamatan Kajoran
kesejahteraan keluarga dan menciptakan
Kabupaten Magelang pada bulan Agustus -
lingkungan hijau yang bersih dan sehat secara
Oktober 2012. Metode penelitian berupa survey
mandiri.
melalui wawancara dengan menggunakan
Dalam upaya mencapai sasaran
kuesioner yang telah disiapkan dan pengamatan
kemandirian dan ketahanan pangan maka
langsung di lapangan. Data bersumber dari warga
rancangan pemanfaatan pekarangan dalam
masyarakat RT 4, RT 7 dan RT 8 sebanyak 40
kegiatan M-KRPL memperhatikan program yang
orang responden laki-laki dan 40 orang
telah ada seperti Percepatan Penganekaragaman
responden perempuan. Selain itu, informasi juga
Konsumsi Pangan (P2KP) yang merupakan
berasal dari tokoh masyarakat, pejabat dan
wujud kebijakan pemerintah terhadap program
instansi terkait. Analisis data bersifat kuantitatif
diversifikasi pangan non-beras melalui
dan kualitatif.
pemanfaatan lahan pekarangan. Desa Madukoro
Kecamatan Kajoran, Kabupaten Magelang
merupakan salah satu replika desa mandiri HASIL DAN PEMBAHASAN
pangan. Dusun Madukoro II memiliki potensi Gambaran Umum/ Profil Desa Madukoro
hasil pertanian, peternakan dan perikanan yang Secara geografis Desa Madukoro terletak
cukup berprospek namun sebagian besar belum
pada 110o 04’ 00’’ sampai dengan 110o 05’ 00’’
tergarap maksimal.
Suatu peluang usaha akan menjadi sumber LS dan 07o 31’ 00’’ sampai dengan 07o 32’ 30’’
pendapatan yang memberikan tambahan BT. Desa Madukoro secara administratif
penghasilan kepada masyarakat jika mampu termasuk wilayah Kecamatan Kajoran,
menangkap peluang usaha yang potensial Kabupaten Magelang, terletak dengan jarak 20
dikembangkan menjadi suatu kegiatan usaha km sebelah barat daya Kabupaten Magelang dan
yang nyata. Dengan demikian kemampuan 6 km dari Kecamatan Kajoran. Desa Madukoro
masyarakat memanfaatkan peluang yang ada berada tepatnya di lereng Gunung Sumbing
akan dipengaruhi oleh kemampuan masyarakat dengan ketinggian kurang lebih 500 m di atas
dalam menangkap peluang itu sendiri. Oleh permukaan laut. Luas wilayah Desa Madukoro
karena itu, kemampuan mengorganisir sumber 92 ha dengan batas sebelah utara Desa Sambak
daya yang dimiliki sedemikian rupa diperlukan Kecamatan Kajoran, sebelah timur Desa
sehingga peluang yang potensial menjadi usaha Bumiayu Kecamatan Kajoran, sebelah selatan
yang secara aktual dapat dioperasikan. Desa Kaliabu Kecamatan Salaman dan sebelah
Pengembangan peluang usaha dapat berupa Barat Desa Bambusari dan Kuwaderan
pengembangan komoditas unggulan dan andalan, Kecamatan Kajoran Kabupaten Magelang. Pola
peningkatan nilai tambah produk pertanian, penggunaan lahan pada tahun 2010 dapat dilihat
pengembangan sistem pemasaran, penyediaan pada Tabel 1, dengan mayoritas penggunaan
sarana pengangkutan dan penyebaran produk, lahan untuk tegalan (Anonim, 2011).
pengembangan kemitraan dan penstruktur- Hasil survey dari 80 responden dapat
ulangan sistem dan kelembagaan pertanian dan diketahui sebaran jumlah penduduk menurut
agroindustri, serta memberikan nilai tambah umur dan jenis kelamin pada Tabel 2 dan sebaran
produk pertanian. Tujuan penulisan ini adalah pekerjaan penduduk pada Tabel 3.
“Optimalisasi Lahan Pekarangan Untuk Peningkatan Perekonomian Masyarakat dan Pengembangan Agribisnis” 459
UNDIP PRESS
kapur sebagai larutan penyangga untuk jadi atau belum dengan cara meneteskan cairan
mempertahankan derajat keasaman pH nira karamel dalam air dingin. Apabila sudah
sekitar 6-7, sebab nira rusak jika pH kurang dari menggumpal dan keras didalam air berarti sudah
6 atau ditandai rasa yang masam. Biasanya nira siap menjadi gula, jika belum atau masih lunak
yang dipanen sore hari akan direbus hingga berarti kadar air masih tinggi. Proses tersebut
mendidih yang berguna untuk mematikan membutuhkan kecermatan dan ketelitian, maka
mikroorganisme sebelum diproses pada esok pengalaman mutlak diperlukan agar kualitas gula
harinya, benar-benar bagus, tidak terlalu lunak atau
Proses selanjutnya adalah penyaringan nira gosong karena pemanasan terlalu lama (Gambar
karena di dalam bumbung biasanya terikut 1).
kotoran-kotoran seperti bagian kecil dari Untuk mempercepat proses pendinginan,
mayang, pelepah, lebah dan semut. Sisa air kapur pekatan nira tetap dilakukan pengadukan hingga
yang mengumpul di ujung bumbung tidak suhunya turun menjadi sekitar 70oC. Pengadukan
diikutkan karena akan menghasilkan warna gula ini juga akan menyebabkan tekstur dan warna
yang kurang baik. Nira kemudian dibuat menjadi gula lebih baik dan cepat kering. Selanjutnya
gula kelapa yakni dengan proses gula dicetak dalam tempurung kelapa yang
evaporasi/penguapan pada suhu tinggi. Pada fase sebelumnya dibasahi dengan air supaya tidak
ini terjadi karamelisasi, yakni penggumpalan lengket. Lama mendinginkan gula butuh waktu
gula menjadi lebih karena kadar air berkurang. sekitar 2 jam dan siap untuk dikemas. Rata-rata
Karamelisasi dilakukan dengan cara di Dusun Madukoro II tiap pohonnya
merebus nira dalam wajan yang dipanaskan pada menghasilkan nira 1 liter dan menjadi gula
suhu 110oC sambil dilakukan pengadukan sekitar 1-2 ons. Harga 1 kg gula jawa sekitar 13-
sampai pada pemekatan. Pada saat nira mulai 15 ribu rupiah.
mendidih, kotoran halus akan terapung ke Penderesan dapat dilakukan setiap hari
permukaan bersama-sama buih nira dan harus sepanjang tahun, sehingga penghasilan harian
diambil dengan menggunakan serok. Pendidihan dapat diperoleh dari nira daripada menunggu
selanjutnya akan menimbulkan busa nira yang sampai menjadi buah kelapa. Industri kecil gula
meluap-luap berwarna coklat kekuning- kelapa ini dalam proses pemasakannya
kuningan. Bila nira sudah mengental, api menggunakan bahan bakar dari kayu bakar,
dikecilkan dan pekatan nira tetap diaduk-aduk. sekam padi, kayu pagar, daun-daun kering.
Waktu yang diperlukan untuk memasak 25- Namun, sebagian besar pengrajin menggunakan
30 liter nira kira-kira 4-5 jam. Setelah sekitar 5 kayu bakar yang dikumpulkan dari tegalan.
jam pemanasan, maka akan diketahui gula sudah
Gambar 1.
Pengolahan Gula Kelapa di Dusun Madukoro
“Optimalisasi Lahan Pekarangan Untuk Peningkatan Perekonomian Masyarakat dan Pengembangan Agribisnis” 461
UNDIP PRESS
Tabel 5.
Syarat Mutu Gula Palma
No. Kriteria Uji Satuan Persyaratan
Cetak Butiran/Granula
1. Keadaan
1.1 Bentuk Normal Normal
1.2 Rasa dan Aroma Normal, khas Normal, khas
1.3 Warna Kuning kecoklatan Kuning kecoklatan sampai
sampai coklat coklat
2 Bagian yang tak larut dalam air % b/b Maks. 1,0 Maks. 0,2
3 Air % b/b Maks. 10,0 Maks. 3,0
4 Abu % b/b Maks. 2,0 Maks. 2,0
5 Gula pereduksi % b/b Maks. 10,0 Maks. 6,0
6 Jumlah gula sebagai sakarosa % b/b Maks. 77 Maks. 90,0
7 Cemaran logam
7.1 Seng (Zn) mg/kg Maks. 40,0 Maks. 40,0
7.2 Timbal (Pb) mg/kg Maks. 2,0 Maks. 2,0
Sumber Badan Standardisasi Nasional (1995)
additive) dan pengalaman pengrajin (skill) gula karbohidrat (tidak termasuk gula), protein, asam
kelapa itu sendiri. Upaya pencegahan fermentasi organik, asam amino, zat warna dan lemak.
(kerusakan) nira yang belum optimal, teknologi Bahan anorganik terdiri dari garam mineral
penyimpanan gula kelapa yang belum memadai, (Hieronymus, 1993).
serta meluasnya pemakaian bahan kimiawi telah
memperburuk mutu gula kelapa sebagai produk b. Pengendalian Penurunan Kualitas Nira
bahan pangan yang rawan bagi kesehatan. Gula Kelapa
kelapa sendiri telah memiliki standardisasi mutu
Nira kelapa yang digunakan untuk
yang mengacu pada SNI 01-3743-1995 tentang
pembuatan gula kelapa harus memiliki kualitas
Gula Palma seperti pada Tabel 5.
baik. Nira yang kurang baik mudah menjadi basi
Berkaitan dengan mutu gula kelapa
(lumer), aroma dan rasanya masam dan akan
tersebut, beberapa hal perlu mendapat perhatian
menghasilkan gula kelapa yang mudah lengket.
untuk memperbaiki dan meningkatkan mutu gula
Nira kelapa berkualitas baik dan masih segar
kelapa antara lain:
mempunyai rasa manis, berbau harum, tidak
berwarna (bening), pH berkisar 6-7 dan
a. Komposisi Nira Kelapa
kandungan gula reduksinya relatif rendah.
Komposisi nira dari suatu jenis tanaman Mengingat nira kelapa merupakan suatu
dipengaruhi beberapa faktor antara lain varietas media yang manis, maka sangat baik untuk
tanaman, umur tanaman, kesehatan tanaman, pertumbuhan mikroba. Sebagai tanda bahwa nira
keadaan tanah, iklim, pemupukan dan pengairan. mulai menurun kualitasnya, yaitu terjadi
Setiap jenis tanaman mempunyai komposisi nira perubahan fisik antara lain nira mulai berbau
yang berlainan dan umumnya terdiri dari air, asam terbentuk lendir, berbuih putih, disamping
sukrosa, gula reduksi, bahan organik lain dan viskositasnya juga meningkat (Child, 1974).
bahan anorganik. Perubahan kimiawi yang terjadi yaitu
Air dalam nira merupakan bagian terbesar terbentuknya alkohol hingga mencapai 7% dalam
antara 75-90%. Sukrosa merupakan bagian zat waktu 15-20 jam oleh khamir dan pembentukan
padat yang terbesar antara 12,30-17,40%. Gula asam asetat hingga 1% dalam waktu 47-50 jam
reduksi antara 0,50-1,00% dan sisanya oleh bakteri asam (Siagian, 2002).
merupakan senyawa organik serta anorganik. Kontaminan dari golongan mikroba yang
Gula reduksi dapat terdiri dari heksosa, glukosa menyebabkan kerusakan pada kelapa dan
dan fruktosa serta mannose dalam jumlah yang olahannya meliputi bakteri, kapang dan khamir.
rendah sekali. Bahan organik terdiri dari Kerusakan pada nira kelapa disebabkan karena
“Optimalisasi Lahan Pekarangan Untuk Peningkatan Perekonomian Masyarakat dan Pengembangan Agribisnis” 463
UNDIP PRESS
aktivitas fermentasi oleh Saccharomyces kuning kecoklatan, over dosis terkadang sering
carlbergensis var. Alcohophila, Candida cruse, dapat dirasakan dari rasa gula kelapa yang
Candida intermedia var. Ethanphila, Pichia sedikit asin (indikasi kandungan sulphur yang
membranefeciens dan Turulopsis stella. Beberapa relatif tinggi).
jenis bakteri seperti Micrococcus, Eschericia, Winarno (2002) menyatakan bahwa
Achromobacterium dan Flavobacterium yang senyawa sulfit merupakan zat pengawet
dapat tumbuh pada pH netral dan suhu kamar anorganik yang masih sering dipakai dan
(Suwardjono, 2001). digunakan dalam bentuk gas SO2, garam Na,
Terdapat tiga jalur yang dapat digunakan atau K-sulfit, bisulfit dan metabisulfit. Bentuk
oleh mikroba untuk mengkontaminasi olahan efektifnya sebagai bahan pengawet adalah asam
gula kelapa yaitu: bahan baku, pekerja pada sulfit yang tidak terdisosiasi dan terutama
pengolahan kelapa dan lingkungan pengolahan terbentuk pada pH di bawah 3. Molekul sulfit
(Siagian, 2002). Prinsip dalam mereduksi jumlah lebih mudah menembus dinding sel mikroba,
mikroba pada kelapa dan olahannya adalah bereaksi dengan asetaldehid membentuk
dengan cara menurunkan Aw, kadar air, pH dan senyawa yang tidak dapat difermentasi oleh
suhu (Koespeno, 2004). enzim mikroba, mereduksi ikatan disulfide enzim
dan bereaksi dengan keton membentuk
c. Penggunaan Bahan Pengawet hidroksisulfonat yang dapat menghambat
Dalam upaya untuk menekan atau mekanisme pernafasan sehingga sangat
menghambat kecepatan penurunan kualitas nira berbahaya bagi penderita atau pernah menderita
selama proses penyadapan berlangsung penyakit asma. Lebih jauh jika senyawa ini terus
diperlukan suatu tambahan bahan kimia, baik tertimbun dalam hati melalui makanan maka
secara alami maupun sintetis (Sunantyo, 1992). dapat mengakibatkan kerusakan hati (liver).
Upaya tersebut mutlak dilakukan mengingat Selain sebagai pengawet, sulfit dapat berinteraksi
dalam proses pembuatan gula kelapa diperlukan dengan gugus karbonil. Hasil reaksi tersebut
kualitas nira yang prima, HK (harkat kemurnian) akan mengikat melanoidin sehingga mencegah
sekitar 85 untuk memperoleh gula kelapa dengan timbulnya warna coklat.
kualitas baik (Martoyo dan Santosa, 1989). Tjahjaningsih (1996) menyatakan bahwa
Proses pengawetan gula kelapa di tingkat gula yang dalam pembuatannya diberi zat
petani ada yang menggunakan larutan kapur pengawet seperti natrium metabisulfit, warnanya
(laru) dengan ditambah kulit manggis maupun lebih baik (kuning cerah) dan terhindar dari
tatal kayu nangka untuk mengawetkan nira. kerusakan nira akibat fermentasi sehingga dapat
Penambahan bahan pengawet berupa tatal kayu mencegah terjadinya kegagalan pencetakan gula
jawa (gula gemblung). Banyak produsen gula
nangka (10 gram) + susu kapur 5o Be (10 mL)
kelapa yang masih menggunakan senyawa sulfit
tiap liter nira sadapan cukup mangkus menekan
terutama pada saat musim penghujan karena
laju penurunan kualitas nira sadapan kelapa
dapat mencegah resiko terjadinya “gula
(Sunantyo, 1999).
gemblung”. Beberapa pengawet alami yang
Namun, tidak jarang pemberian laru sering
dapat dijadikan sebagai alternative untuk
overdosis sehingga produk gula yang dihasilkan
memperpanjang umur simpan nira adalah daun
sedikit terasa pahit (bitter taste) dan juga karena
sirih, daun cengkeh, daun jambu biji, kayu
efek overtime maka akan terjadi produk
secang dan daun teh. Bahan-bahan tersebut
cenderung berwarna coklat (coklat kehitaman).
memiliki komponen bioaktif yang bersifat
Selain itu, ketersediaan dari pengawet tersebut
sebagai antimikroba. Winarno (2002)
terbatas sehingga tidak sedikit petani yang
menjelaskan bahwa asam benzoate sebagai zat
menggunakan bahan pengawet sintetis, natrium
pengawet secara alami terdapat dalam rempah-
benzoate maupun natrium metabisulfit. Dengan
rempah seperti cengkeh dan kayu manis.
keterbatasan teknologi yang dikuasai, pengrajin
Sulistyaningrum dkk. (2012) menunjukkan
gula kelapa memberikan bleaching treatment
bahwa nira yang ditambah pengawet daun
tersebut dengan dosis melampaui ambang batas
cengkeh, daun jambu biji dan kulit buah manggis
kesehatan yang diizinkan. Tujuan pemberian
dengan konsentrasi 4,5 % memberikan nilai pH,
adalah untuk mendapatkan warna gula kelapa
kadar sukrosa dan nilai sensori yang tertinggi mempertahankan kesehatan petani. Selain itu,
jika dibandingkan dengan pengawet lainnya. dengan kompor dan blower didapat panas yang
Sedangkan pembuatan gula kelapa dari nira stabil. Hal ini mempercepat proses pembuatan
kelapa yang mendapat pengawet kulit buah gula dan meratakan pemasakan gula.
manggis, daun cengkeh dan daun jambu biji
tidak memberikan perbedaan yang nyata e. Pengemasan
terhadap variabel kimia (kadar air, kadar abu,
Pengemasan merupakan teknologi yang
kadar gula reduksi dan kadar gula total) tetapi
penting mengingat bahwa dengan cara
memberikan pengaruh yang sangat nyata
pengemasan yang baik dapat mempertahankan
terhadap variabel organoleptik (warna, aroma,
kualitas produk dan sekaligus membantu
rasa, tekstur dan kesukaan). Kombinasi
pengawetan. Selain itu, pengemasan juga
perlakuan pengawet kulit buah manggis dengan
memberikan bentuk yang menarik bagi
konsentrasi 1,5% dan pengawet daun jambu biji
konsumen. Gula kelapa dengan kadar air < 10%
dengan konsentrasi 1,5% memiliki warna
walaupun dikemas baik, rapat dan tidak terjadi
mendekati coklat, aroma dan rasa khas gula
kebocoran udara, namun gula akan berubah
kelapa dan tekstur mendekati keras sehingga
struktur/teksturnya. Cara pengemasan tidak
disukai panelis.
mempunyai efek terhadap retensi warna selama
penyimpanan pada temperatur ruang, tetapi
d. Pemanasan Nira Kelapa
berpengaruh terhadap perubahan tekstur/struktur.
Pembuatan gula merah non tebu seperti Pengemasan dengan plastik polietilen dapat
halnya gula kelapa bertujuan untuk mendapatkan mencegah kerusakan gula akibat absorpsi uap air
kadar gula dengan kadar sukrosa tinggi. Makin dan udara (Sunantyo dan Sri, 1997).
tinggi kadar sukrosa makin baik kualitas dan
makin lama daya simpannya. Temperatur Pengembangan Agroindustri Gula Kelapa
pengolahan nira menyebabkan terjadinya reaksi
Gula kelapa sebagai salah satu kemoditas
pencoklatan. Selain itu, pemanasan berlebih juga
sektor perkebunan perlu mendapat perhatian
boros terhadap pemakaian bahan bakar. Pragita
dalam kegiatan pengembangan agroindustri.
(2010) menambahkan bahwa untuk
Gula kelapa juga merupakan komoditas yang
meminimalkan keragaman dan penyimpangan
memiliki prospek yang bagus, karena permintaan
mutu, harus menghindari terjadinya pemasakan
yang tinggi dari dalam maupun luar negeri.
yang melewati titik end point yakni berkisar
Prospek yang cukup cerah dari gula kelapa
110oC. End point merupakan suhu akhir belum diikuti dengan cerahnya kehidupan
pemasakan, yaitu nira sudah mulai kental dan pengrajin. Hal tersebut disebabkan harga gula
meletup-letup. yang berfluktuasi dan ditunjang posisi tawar
Reaksi yang terjadi antara gula yang pengrajin yang lemah, teknologi pengolahan
terdapat dalam nira yaitu gula reduksi dengan masih sederhana sehingga produk yang
asam amino yang membentuk 5 hidroksi metil dihasilkan masih beragam serta belum
furfural yang merupakan precursor coklat. Makin intensifnya pembinaan dari instansi/lembaga
tinggi temperatur pemasakan, makin tinggi terkait.
intensitas warnanya. Reaksi pencoklatan juga Ditinjau dari aspek budidaya tanaman
terjadi akibat terbentuknya naglikosida yang kelapa yang berperan dalam kontinuitas
menyebabkan perubahan warna dari kunig ketersediaan bahan baku merupakan salah satu
menjadi coklat dan akhirnya akan berwarna rantai nilai industri gula kelapa yang juga
coklat tua atau pigmen yang disebut melanoidin mendapat perhatian utama. Hasil penelitian
(Sunantyo dan Sri, 1997). menunjukkan bahwa rata-rata produktivitas
Hermawati dan Pariyo (2000) memberikan tanaman kelapa sebagian besar telah turun
teknologi untuk industri rumah tangga gula berkisar antara 30-50% dari seharusnya.
kelapa berupa kompor minyak tanah dengna Beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya
tambahan blower. Penggunaan kompor dan produktivitas pohon kelapa antara lain
blower dapat mengurangi asap dan debu, penggunaan bibit yang tidak berkualitas, belum
sehingga menghasilkan gula yang bersih dan
“Optimalisasi Lahan Pekarangan Untuk Peningkatan Perekonomian Masyarakat dan Pengembangan Agribisnis” 465
UNDIP PRESS
“Optimalisasi Lahan Pekarangan Untuk Peningkatan Perekonomian Masyarakat dan Pengembangan Agribisnis” 467