Anda di halaman 1dari 116

ANALISIS BIAYA DAN PROFITABILITAS PRODUKSI ROTI

PADA BELLA BAKERY DI PONDOK GEDE, BEKASI

Oleh :

TANTRI DEWI PUTRIYANA


A14104105

PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
RINGKASAN
TANTRI DEWI PUTRIYANA. Analisis Biaya dan Profitabilitas Produksi Roti
pada Bella Bakery di Pondok Gede, Bekasi. Di bawah bimbingan RATNA
WINANDI.

Saat ini, usahatani terkait erat dengan sektor industri pengolahan. Kegiatan
industri pengolahan sangat menentukan kegiatan usahatani. Industri yang
seharusnya dikembangkan sebagai kelanjutan dari pembangunan pertanian adalah
industri-industri yang mengolah hasil-hasil pertanian primer menjadi produk
olahan, yakni agroindustri. Agroindustri dilakukan oleh beberapa pelaku, yaitu
usaha kecil, usaha menengah, dan usaha besar. Salah satu kegiatan agribisnis atau
agroindustri yang menopang perekonomian saat ini adalah kegiatan pengolahan
hasil pertanian oleh Usaha Kecil Menengah (UKM). Eksistensi UKM akan
semakin kuat dan kokoh pada masa yang sangat panjang.
Salah satu industri pengolahan yang berkembang adalah usaha pengolahan
tepung terigu menjadi roti atau biasa disebut Bakery. Hal ini berdampak pada
peningkatan jumlah produksi roti di Indonesia dari tahun ke tahun. Bella Bakery
merupakan salah satu usaha Bakery yang bertumbuh dan berkembang di Kota
Bekasi.
Selama operasional usahanya, Bella Bakery juga mengalami beberapa
kendala, terutama pada peningkatan struktur biaya produksi sebagai akibat dari
meningkatnya harga bahan baku utama, yaitu tepung terigu. Peningkatan biaya
produksi tersebut berpengaruh pada tingkat penerimaan dan profitabilitas yang
dicapai perusahaan. Oleh karena itu, penulis mengkaji beberapa hal yang
berkaitan dengan struktur biaya yang terdapat pada perusahaan untuk
menganalisis profitabilitas yang dicapai perusahaan.
Tujuan dari penulisan ini adalah 1) Mengevaluasi harga pokok produk
yang terjadi sebagai acuan penentuan harga jual selama periode 2005-2007 dan
menganalisis pengaruhnya pada marjin yang didapat untuk setiap individu produk,
serta sejauhmana kenaikan harga bahan baku mempengaruhi harga pokok produk,
2) Menganalisis tingkat profitabilitas yang didapat Bella Bakery selama periode
2005-2007 dan pengaruh kenaikan harga input terhadap tingkat profitabilitas yang
diperoleh.
Penelitian dilaksanakan di Bella Bakery yang berlokasi di Jalan Masjid 1,
Jati Waringin, Bekasi. Pengambilan data dilakukan selama dua bulan, mulai dari
bulan April sampai Mei 2008. Metode yang digunakan untuk menentukan harga
pokok produk adalah metode full costing. Metode ini dipilih karena
memperhitungkan semua unsur biaya produksi dan non produksi ke dalam harga
pokok produk. Data yang diperoleh dalam tahap pengumpulan data diolah secara
manual dengan menggunakan kalkulator dan program Microsoft Excel. Analisis
dilakukan pada perhitungan harga pokok produk dengan metode full costing, titik
impas atau BEP (break event point), profitabilitas. Penyusutan dihitung dengan
metode garis lurus. Proporsi masing-masing produk dihitung dengan metode nilai
pasar.
Produk yang diteliti pada penelitian ini hanya roti tawar dan roti manis
karena produk yang diproduksi perusahaan memiliki variasi yang banyak
sehingga dipilih produk yang memiliki nilai penjualan yang terbesar. Biaya
investasi merupakan biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk mendapatkan
bangunan, mesin, dan peralatan produksi, serta kendaraan. Biaya investasi selama
2005-2007 masing-masing sebesar Rp 33.256.667, Rp 34.174.167, dan Rp
34.299.792. Biaya ini mengalami peningkatan karena adanya pengadaan investasi
kembali oleh perusahaan selama periode 2005-2007. Reinvestasi dilakukan untuk
menunjang dan memperlancar aktivitas operasional perusahaan.
Biaya tetap terdiri dari biaya tenaga kerja administrasi dan umum, biaya
penyusutan, biaya pemeliharaan, biaya telepon, biaya agen, dan biaya umum.
Biaya tetap secara keseluruhan selama tahun 2005-2007 mengalami peningkatan,
yaitu Rp 55.840.626, Rp 67.095.939, dan Rp 73.908.815. Hal ini dikarenakan
bertambahnya peralatan dan mesin yang digunakan serta naiknya biaya telepon
dari tahun ke tahun. Namun, peningkatan tahun 2006 lebih besar dibandingkan
tahun 2007 karena perusahaan berusaha untuk menekan biaya tetap untuk
efisiensi.
Biaya variabel terdiri dari biaya bahan baku, biaya listrik, upah tenaga
kerja langsung, dan biaya kemasan. Komponen biaya variabel yang terbesar
adalah biaya bahan baku yang setiap tahunnya mengalami peningkatan yang
cukup besar. Pada periode tahun 2005-2007 biaya bahan baku berturut-turut
berkontribusi sebesar 75,35 persen, 71,33 persen, dan 72,98 persen. Kontribusi
tahun 2005 dan 2007 menunjukkan nilai yang tinggi karena peningkatan harga
bahan baku yang tinggi. Penurunan kontribusi biaya bahan baku pada tahun 2006
disebabkan karena perusahaan membuat strategi dalam pembelian merek bahan
baku. Perusahaan menggunakan dua merek tepung terigu yang penggunaannya
dicampur seperti yang telah dijelaskan sebelumnya untuk menjangkau harga
tepung yang semakin tinggi.
Harga pokok produk roti tawar dan roti manis mengalami peningkatan
selama periode 2005-2007. Peningkatan biaya bahan baku meningkatkan pula
harga pokok produk sehingga perusahaan harus mengantisipasinya dengan
meningkatkan harga jual. Harga jual yang ditetapkan perusahaan telah dapat
dikatakan tepat karena terdapat marjin antara harga pokok produk dan harga jual.
Jika harga jual tidak dinaikkan maka marjin yang akan perusahaan akan turun.
Namun masih terdapat marjin yang menurun dari tahun sebelumnya karena
peningkatan harga jualnya rendah.
Selama periode 2005-2007, Bella Bakery memproduksi roti tawar dan roti
manis di atas titik impasnya walaupun perkembangan titik impas selama periode
tersebut menunjukkan bahwa selisih antara realisasi produksi dengan produksi
pada titik impas terjadi fluktuasi. Hal ini berarti perusahaan telah mampu
melakukan produksi di atas titik impas yang harus dicapai agar perusahaan tidak
mengalami kerugian.
Nilai MOS untuk kedua produk benilai cukup besar sehingga batas
toleransi penurunan produksi juga besar. Perusahaan juga mempunyai hasil
penjualan yang tinggi untuk menutupi biaya tetap dan variabel yang ditunjukkan
dengan nilai MIR yang besar. Kemampuan Bella Bakery dalam menghasilkan
laba juga ditunjukkan oleh nilai profitabilitas yang positif selama periode 2005-
2007. Tingkat profitabilitas yang dicapai perusahaan dipengaruhi oleh besarnya
biaya yang dikeluarkan, volume penjualan, dan harga jual. Kenaikan harga bahan
baku berpengaruh pada penurunan tingkat profitabilitas yang didapat tetapi Bella
Bakery dapat mengantisipasi dengan penggantian beberapa merek bahan baku
yang lebih murah dan peningkatan harga jual. Namun, secara keseluruhan tingkat
profitabilitas Bella bakery masih tergolong besar nilainya.
Saran yang dapat diajukan adalah (1) Bella Bakery sebaiknya tidak
meningkatkan harga jual karena keuntungan yang didapat cukup besar sehingga
daya beli masyarakat dapat dijangkau, (2) Penentuan harga jual sebaiknya
didasarkan pada harga pokok produk yang terjadi agar biaya yang dikeluarkan
untuk produksi dapat tertutupi, (3) Bella Bakery sebaiknya meningkatkan jumlah
agen pemasaran untuk menjangkau potensi pasar di wilayah lain dan
meningkatkan permintaan, dan (4) Inovasi produk sebaiknya dilakukan seiring
perubahan selera konsumen dan sebagai strategi untuk bersaing dengan pesaing.
ANALISIS BIAYA DAN PROFITABILITAS PRODUKSI ROTI
PADA BELLA BAKERY DI PONDOK GEDE, BEKASI

Oleh :
TANTRI DEWI PUTRIYANA
A14104105

Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar
Sarjana Pertanian
Pada
Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
Judul : Analisis Biaya dan Profitabilitas Produksi Roti pada Bella Bakery di
Pondok Gede, Bekasi
Nama : Tantri Dewi Putriyana
NRP : A14104105

Menyetujui
Dosen Pembimbing,

Dr. Ir. Ratna Winandi, MS


NIP 130 687 506

Mengetahui
Dekan Fakultas Pertanian,

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr


NIP. 131 124 019

Tanggal Kelulusan :
PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL


“ANALISIS BIAYA DAN PROFITABILITAS PRODUKSI ROTI PADA
BELLA BAKERY DI PONDOK GEDE, BEKASI” ADALAH KARYA
SENDIRI DAN BELUM DIAJUKAN DALAM BENTUK APAPUN KEPADA
PERGURUAN TINGGI MANAPUN. SUMBER INFORMASI YANG
BERASAL ATAU DIKUTIP DARI KARYA YANG DITERBITKAN MAUPUN
TIDAK DITERBITKAN DARI PENULIS LAIN TELAH DISEBUTKAN
DALAM TEKS DAN DICANTUMKAN DALAM DAFTAR PUSTAKA DI
BAGIAN AKHIR SKRIPSI INI.

Bogor, Juni 2008

Tantri Dewi Putriyana


NRP A14104105
RIWAYAT HIDUP PENULIS

Penulis dilahirkan di Jakarta tanggal 8 September 1986 sebagai putri

pertama dari pasangan Mulyono (Alm.) dan Purwanti. Penulis adalah anak

pertama dari tiga bersaudara. Penulis menyelesaikan sekolah di TK Islam Al

Marjan Pondok Gede tahun 1992, SD Angkasa IX Halim PK tahun 1998, SLTP

Negeri 81 Jakarta tahun 2001, dan SMA Negeri 48 Jakarta tahun 2004.

Pada tahun 2004, penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi

Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur

Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Selama menjadi mahasiswa,

penulis aktif dalam beberapa organisasi, di antaranya adalah anggota Koperasi

Mahasiswa IPB tahun 2005, dan MISETA (Himpunan Mahasiswa Peminat Ilmu-

ilmu Sosial Ekonomi Pertanian ) sebagai Sekretaris Departemen Bisnis dan

Kewirausahaan tahun 2007. Penulis juga aktif dalam beberapa kepanitiaan acara,

seperti Masa Perkenalan Kampus, Fakultas, dan Departemen, serta ACTION

(Agriculture Seminar and Writing Competition) tahun 2007.


KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala

rahmat dan karunia-Nya, Skripsi yang berjudul Analisis Biaya dan Profitabilitas

Produksi Roti pada Bella Bakery di Pondok Gede, Bekasi dapat terselesaikan.

Skripsi ini diajukan untuk mendapatkan gelar sarjana pertanian yang merupakan

syarat dari kelulusan.

Skripsi ini mengkaji dan menganalisis biaya dan profitabilitas usaha Bella

Bakery pada produksi roti tawar dan roti manis selama tiga tahun terakhir. Hal ini

dilakukan berkaitan dengan meningkatnya harga bahan baku yang digunakan.

Penelitian ini bertempat di Bella Bakery yang merupakan UKM yang mengolah

tepung terigu menjadi roti. Bella Bakery mengalami kenaikan biaya produksi

setiap tahunnya yang berpengaruh pada laba. Oleh karena itu, perhitungan tingkat

profitabilitas akan dilakukan untuk mengetahui sejauhmana pengaruh kenaikan

harga bahan baku.

Skripsi ini disusun dengan harapan dapat memberikan suatu kontribusi dan

masukan yang baik untuk Bella Bakery maupun masyarakat luas. Penulis

mengucapkan terimakasih pada seluruh pihak yang telah membantu penulisan ini.

Bogor, Juni 2008

Penulis
UCAPAN TERIMAKASIH

Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala karunia dan

hidayah-Nya. Dengan segala kerendahan hati, melalui tulisan ini penulis ingin

mengucapkan terimakasih kepada :

1. Kedua orangtua penulis, atas kasih sayang, cinta, dukungan, nasehat,

pengalaman, pelajaran, dan doa yang tiada henti diberikan kepada penulis.

Skripsi ini merupakan salah satu tanda cinta, bakti, dan terimakasih penulis

kepada orangtua.

2. Ibu Dr. Ir. Ratna Winandi, MS, selaku dosen pembimbing skripsi atas

kesabarannya dalam memberikan bimbingan, arahan, dan pengalamannya

serta waktu yang sangat berharga kepada penulis selama menyusun skripsi

ini.

3. Ibu Dr. Ir. Anna Fariyanti, MS, selaku dosen penguji utama yang telah

berkenan meluangkan waktu serta memberikan saran dan masukan demi

perbaikan skripsi ini.

4. Ibu Tintin Sarianti, SP, selaku dosen penguji dari Wakil Komisi Pendidikan

Program Studi Manajemen Agribisnis yang telah memberikan saran dan

masukan bagi penulis.

5. Adikku, Galuh Hayu Kinasih dan Gaizka Sekar Kanaya, atas kasih sayang,

keceriaan, semangat, dan dukungan kepada penulis selama ini. Keluarga

besar Jogja (Mbah Kakung dan Putri, Om Dwi, Om Tri, dan Mba Nining)

atas kasih sayang, dan perhatiannya.


6. Sekretariat Program Studi Manajemen Agribisnis serta seluruh staf pengajar

dan karyawan/wati Departemen Agribisnis yang telah banyak membantu

penulis.

7. Bapak Supardi, pemilik Bella Bakery yang telah berkenan menyediakan

tempat penelitian dan meluangkan waktunya dalam membantu penulis

menyelesaikan skripsi ini. Bapak Karwanto, karyawan Bella Bakery yang

telah berkenan membantu dan meluangkan waktu bagi penulis dalam

pengambilan data, serta kepada karyawan Bella Bakery atas dukungan dan

motivasinya.

8. Nung, Pretty, Fanny, Widy, Agnes, Tere, Uci, Sastro, dan Rani, terima kasih

atas persahabatan dan pembelajaran yang indah selama empat tahun ini.

9. Nunu, Mamieq, Ragil, Evan, Yudhi, Randi, Krishna, Dika, Nanien, Gery,

Aliy, Nurani, Sriwel, Tutik, Arisman, Ipung, Iwan, Bekem, Opik, dan seluruh

mahasiswa Manajemen Agribisnis 41 atas persahabatan dan bantuannya bagi

penulis selama perkuliahan.

10. Keluarga Besar Bapak dan Ibu Cris, Bapak dan Ibu Sis, Pak Hery dan Ibu

Leny, Om Bowo dan Tante Iis, atas keberadaannya menjadi keluarga kedua

bagi penulis.

11. Keluarga Om dan Tante Dariyo, Dini, dan Yuda, serta Mungil, Putu, Tika,

Tata, vemmy, dan Veny atas persaudaraan dan bantuannya selama ini.
DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL........................................................................................ iii
DAFTAR GAMBAR................................................................................... v
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................... vi

I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.................................................................................. 1
1.2 Perumusan Masalah.......................................................................... 8
1.3 Tujuan Penelitian.............................................................................. 11
1.4 Kegunaan Penelitian......................................................................... 12
1.5 Batasan Penelitian............................................................................ 12

II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Definisi Roti...................................................................................... 13
2.2 Sejarah dan Perkembangan Roti....................................................... 14
2.3 Bahan Penyusun Roti....................................................................... 15
2.4 Proses Pembuatan Roti..................................................................... 16
2.5 Jenis-jenis Roti.................................................................................. 18
2.6 Pengembangan dan Pemasaran Roti................................................. 19
2.7 Definisi UKM................................................................................... 19
2.8 Karakteristik UKM........................................................................... 23
2.9 Keunggulan dan Kelemahan Usaha Kecil........................................ 23
2.10 Penelitian Terdahulu....................................................................... 24

III. KERANGKA PEMIKIRAN


3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis........................................................... 28
3.1.1 Konsep Biaya.......................................................................... 28
3.1.2 Konsep Harga Pokok.............................................................. 30
3.1.3 Analisis Titik Impas (Break Event Point)............................... 34
3.1.4 Analisis Profitabilitas.............................................................. 38
3.1.5 Penyusutan Aktiva.................................................................. 40
3.1.6 Penentuan Proporsi Biaya Bersama........................................ 41
3.2 Kerangka Pemikiran Operasional.................................................... 43

IV. METODE PENELITIAN


4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian........................................................... 46
4.2 Jenis dan Sumber Data.................................................................... 46
4.3 Metode Pengolahan dan Analisis Data........................................... 47
4.3.1 Metode Penyusutan Garis Lurus............................................ 48
4.3.2 Metode Nilai Pasar................................................................. 48
4.3.3 Metode Full Costing.............................................................. 49
4.3.4 Perhitungan Harga Pokok Produksi....................................... 49
4.3.5 Analisis Titik Impas (Break Event Point) ............................ 50
4.3.6 Analisis Profitabilitas............................................................. 51
4.4 Definisi Operasional........................................................................ 51

V. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN


5.1 Sejarah dan Perkembangan Perusahaan............................................ 54
5.2 Visi, Misi, dan Tujuan Perusahaan................................................... 55
5.3 Struktur Organisasi........................................................................... 56
5.4 Aktivitas Perusahaan........................................................................ 57
5.4.1 Pembelian Bahan Baku............................................................ 58
5.4.2 Produksi................................................................................... 58
5.4.3 Pemasaran................................................................................ 60
5.4.4 Sumberdaya Manusia............................................................... 61
5.4.5 Keuangan................................................................................. 61

VI. PEMBAHASAN DAN HASIL


6.1 Struktur Biaya................................................................................. 63
6.1.1 Biaya Investasi....................................................................... 63
6.1.2 Biaya Tetap dan Biaya Variabel............................................. 64
6.2 Analisis Penerimaan Bella Bakery.................................................. 71
6.2.1 Analisis Harga Pokok............................................................. 71
6.2.2 Analisis Titik Impas................................................................ 75
6.2.3 Analisis Profitabilitas.............................................................. 78

VII. KESIMPULAN DAN SARAN


7.1 Kesimpulan.................................................................................... 82
7.2 Saran.............................................................................................. 83

DAFTAR PUSTAKA................................................................................ 84

LAMPIRAN................................................................................................ 86
DAFTAR TABEL

Nomor Halaman
1. Perkembangan Penyerapan Jumlah Tenaga Kerja
Tahun 2005-2006.................................................................................. 4

2. Pertumbuhan Beberapa Sektor Ekonomi UKM Tahun 2006............... 5

3. Jumlah dan Nilai Produksi Roti Manis dan Roti Tawar


di Indonesia Tahun 2000-2004..………............................................... 7

4. Persentase Perbandingan Zat Gizi dari Tiga Jenis Bahan Pangan


Utama..............................................……………………….…............ 8

5. Batasan dan Kriteria Usaha Kecil Menengah..………........................ 22

6. Jenis dan Sumber Data Penelitian………...…..........……….............. 47

7. Jenis Roti Bella Bakery dan Daftar Harga Tahun 2008…….............. 59

8. Komponen Biaya Tetap Roti Tawar Bella Bakery


Tahun 2005-2007................................................................................ 66

9. Biaya Bahan Baku Produksi Roti Tawar Bella Bakery


Tahun 2005-2007................................................................................ 68

10. Biaya Bahan Baku Produksi Roti Manis Bella Bakery


Tahun 2005-2007................................................................................ 69

11. Komponen Biaya Variabel Produksi Roti Tawar dan Roti Manis
Bella Bakery Tahun 2005-2007.......................................................... 71

12. Harga Pokok Produk Roti Tawar Bella Bakery


Tahun 2005-2007................................................................................ 72

13. Harga Pokok Produk Roti Manis Bella Bakery


Tahun 2005-2007................................................................................ 73

14. Marjin antara Harga Jual Roti Tawar dengan Harga Pokok Produk
Bella Bakery Tahun 2005-2007.......................................................... 74

15. Marjin antara Harga Jual Roti Manis dengan Harga Pokok Produk
Bella Bakery Tahun 2005-2007.......................................................... 74

16. Perhitungan Titik Impas Roti Tawar Bella Bakery


Tahun 2005-2007................................................................................ 75
17. Perhitungan Titik Impas Roti Manis Bella Bakery
Tahun 2005-2007................................................................................. 77

18. Tingkat Profitabilitas Produksi Roti Tawar Bella Bakery


Tahun 2005-2007................................................................................. 78

19. Tingkat Profitabilitas Produksi Roti Manis Bella Bakery


Tahun 2005-2007................................................................................. 80
DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Proporsi Kontribusi UKM dan Usaha Besar terhadap PDB


Nasional Tahun 2005-2006 Menurut Harga Berlaku...………....….… 3

2. Unsur Harga Pokok Produksi dan Harga Pokok Produk dengan


Metode Full Costing....................................................……………..... 33

3. Unsur Harga Pokok Produksi dan Harga Pokok Produk dengan


Metode Variable Costing........................................................…......… 34

4. Laba, Titik Impas, dan Volume Penjualan...……................….........… 36

5. Kerangka Operasional...……...............................................….........… 45

6. Struktur Organisasi Bella Bakery...…….............................…..........… 57

7. Titik Impas Produk Roti Tawar Bella Bakery Tahun 2007...…........... 76

8. Titik Impas Produk Roti Manis Bella Bakery Tahun 2007...….......… 77


DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Biaya Penyusutan Bangunan, Peralatan, Mesin Produksi, dan Alat


Transportasi...…………....................................................................… 87

2. Perhitungan Biaya Penyusutan dengan proporsi Nilai Pasar terhadap


Produk Roti Lain...........................................................................…… 89

3. Proporsi Masing-masing Produk Berdasarkan Nilai Pasar.....…......… 90

4. Biaya Pemeliharaan dan Perbaikan..............……................….........… 92

5. Perhitungan Biaya Pemeliharaan dan Perbaikan untuk Produk Roti


Tawar dengan Proporsi Nilai Pasar terhadap Produk Roti
Lain..............................................................................….................… 93

6. Data Produksi Bella Bakery tahun 2005-2007....................…............. 94

7. Pembagian Biaya Tenaga Kerja, Biaya Listrik, dan Biaya Gas


per Kelompok Produk...........................................................…........… 95

8. Gambar Logo Merek Bella Bakery........................................…......… 96

9. Denah Pabrik Bella Bakery....................................................…......… 97

10. Rincian Total Biaya Masing-masing Roti Tawar


dan Roti Manis ......................................................................…......… 98
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perubahan orientasi pembangunan di Indonesia terjadi pada Pembangunan

Jangka Panjang II (PJP-II) dengan prioritas utama pembangunan industri yang

didukung oleh pertanian yang kuat. Kegiatan ekonomi yang dilakukan masyarakat

adalah kegiatan yang berbasis sumberdaya alam melalui usahatani (on-farm

agribusiness). Kegiatan usahatani tersebut mengalami industrialisasi yang

mempunyai ciri-ciri sebagai berikut (Saragih, 2001) :

1. Berubahnya orientasi kegiatan ekonomi dari orientasi peningkatan produksi

kepada orientasi pasar.

2. Berkembangnya kegiatan ekonomi yang menghasilkan dan memperdagangkan

sarana produksi pertanian primer serta pengolahan hasil pertanian primer dan

perdagangannya (off-farm agribusiness).

3. Semakin kuatnya keterkaitan antara kegiatan perdagangan sarana produksi,

kegiatan produksi, kegiatan pengolahan, perdagangan, dan konsumennya.

4. Motor penggerak kegiatan ekonomi berbasis sumberdaya hayati sedang

berubah.

Saat ini, usahatani terkait erat dengan sektor industri pengolahan. Kegiatan

industri pengolahan sangat menentukan kegiatan usahatani. Industri yang

seharusnya dikembangkan sebagai kelanjutan dari pembangunan pertanian adalah

industri-industri yang mengolah hasil-hasil pertanian primer menjadi produk

olahan, yakni agroindustri (Saragih, 2001). Agroindustri tersebut merupakan salah

satu proses industrialisasi yang merubah paradigma pertanian menjadi


2

pembangunan sistem dan usaha agribisnis. Sektor agribisnis mampu bertumbuh

dari tahun ke tahun sehingga sangat sesuai bila dijadikan strategi pembangunan

ekonomi.

Krisis ekonomi yang berkepanjangan hingga saat ini mengakibatkan

banyak industri atau perusahaan-perusahaan besar tidak dapat bertahan. Hal ini

terjadi karena industri tersebut tidak memanfaatkan potensi sumberdaya lokal dan

menjadikan barang impor sebagai inputnya. Di tengah-tengah runtuhnya industri-

industri tersebut, kegiatan agribisnis yang dapat dikatakan sebagai kegiatan yang

mampu bertahan di tengah menurunnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.

Salah satu kegiatan agribisnis yang menopang perekonomian saat itu adalah

kegiatan pengolahan hasil pertanian oleh Usaha Kecil Menengah (UKM).

UKM dapat bertahan karena beberapa alasan, yaitu (1) menggunakan

komponen input yang dihasilkan di dalam negeri, (2) tidak melakukan

pembiayaan dari luar sehingga tidak perlu membayar hutang saat kurs dolar AS

melambung. Sejak saat itu, UKM disebut-sebut sebagai salah satu kekuatan

perekonomian Indonesia. Eksistensi UKM akan semakin kuat dan kokoh pada

masa yang sangat panjang. Bahkan sebagian besar UKM yang bergerak di sektor

agribisnis justru booming dan bersaing di pasar internasional melalui produk-

produk yang dihasilkan oleh UKM yang telah melakukan perdagangan ke luar

negeri (ekspor). Peningkatan kapasitas produksi juga dilakukan sebagai suatu

ekspansi.

Pengembangan UKM dapat mewujudkan pembangunan struktur

perekonomian yang kuat yang ditandai dengan keterkaitan antara usaha kecil,

menengah dengan usaha besar, berkembangnya usaha pendukung skala kecil,


3

berkurangnya impor bahan baku, dan meningkatnya penggunaan hasil produksi

dalam negeri. Peluang tumbuhnya UKM didukung oleh beberapa hal, yaitu

tingginya dukungan dan komitmen pemerintah, potensialnya sumberdaya alam di

tiap daerah yang belum dikelola secara optimal, tersedianya sumberdaya manusia,

dan potensi peluang pasar dalam negeri yang belum terpenuhi.

Gambar 1 menunjukkan nilai Produk Domestik Bruto UKM dan Usaha

Besar (UB) menurut sektor ekonomi Tahun 2005 dan 2006. Pada tahun 2005,

peran UKM terhadap penciptaan PDB nasional menurut harga berlaku tercatat

sebesar Rp 1.491,06 triliun atau 53,54 persen dari total PDB nasional. Pada tahun

2006 kontribusi UKM mengalami perkembangan sebesar Rp 287,68 triliun atau

19,29 persen dibanding tahun 2005 dengan nilai PDB sebesar Rp 1.778,75 triliun

atau 53,28 persen dari total PDB nasional. Sedangkan tahun 2005 usaha besar

(UB) berkontribusi sebesar Rp 1.293,90 triliun atau 46,46 persen dan mengalami

kenaikan sebesar 20,52


Grafik persen. Kontribusi UKM dan Usaha Besar
2a. Proporsi
terhadap PDB Nasional Tahun 2005 - 2006 Menurut Harga
Berlaku
100%

80% 46,46% 46,72%


Persentase

60%
15,72% 15,61%
40%

20%
37,82% 37,67%
0%
2005 2006

Tahun

UK UM UB

Gambar 1. Proporsi Kontribusi UKM dan Usaha Besar terhadap PDB Nasional
Tahun 2005-2006 Menurut Harga Berlaku
Sumber : Kementerian Negara Koperasi dan UKM (2007)
4

Dalam hal penyerapan tenaga kerja, UKM berperan sangat besar dengan

proporsi penyerapan sebesar 96,28 persen pada tahun 2005 dan 96,18 persen pada

tahun 2006 dari jumlah tenaga kerja yang tersedia dengan tingkat pertumbuhan

2,62 persen. Usaha besar hanya berkontribusi terhadap penyerapan tenaga kerja

sebesar 3,71 persen pada tahun 2005 dan 3,81 persen pada tahun 2006. Sektor

Pertanian, Peternakan, Perhutanan dan Perikanan memiliki peran terbesar dalam

penyerapan tenaga kerja pada usaha kecil. Sedangkan sektor ekonomi yang

memiliki penyerapan tenaga kerja terbesar pada UM adalah sektor Industri

Pengolahan.

Tabel 1. Perkembangan Penyerapan Jumlah Tenaga Kerja Tahun 2005-2006


No. Skala Usaha Jumlah (orang) Perkembangan
2005 2006 (%)
1. Usaha Kecil (UK) 78.994.872 80.933.384 2,45
2. Usaha Menengah (UM) 4.238.921 4.483.109 5,76
Usaha Kecil dan Menengah 83.233.793 85.416.493 2,62
(UKM)
3. Usaha Besar (UB) 3.212.033 3.388.462 5,49
Jumlah 86.445.826 88.804.955 2,73
Sumber : Kemetrian Negara Koperasi dan UKM (2007)

Perkembangan jumlah UKM periode 2005-2006 mengalami peningkatan

sebesar 3,88 persen yaitu dari 47.102.744 unit pada tahun 2005 menjadi

48.929.636 unit pada tahun 2006. Jumlah UKM memiliki proporsi yang besar

yaitu sebesar 99,98 persen dari jumlah pelaku usaha. Sedangkan usaha besar

hanya sebesar 0,02 persen. Sektor pada UKM yang memiliki proporsi jumlah

terbesar adalah sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan dengan

perkembangan sebesar 53,57 persen. Kemudian diikuti sektor perdagangan, hotel,

dan restoran sebesar 21,19 persen dan sektor industri pengolahan sebesar 6,56

persen. Hal tersebut dapat ditunjukkan dengan Tabel 2.


5

Tabel 2. Pertumbuhan Beberapa Sektor Ekonomi UKM Tahun 2006


No. Sektor Pertumbuhan (%)
1. Pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan 53,57
2. Perdagangan, hotel, dan restoran 21,19
3. Industri pengolahan 6,56
4. Jasa-jasa 6,06
5. Pengangkutan dan komunikasi 5,52
6. Listrik, gas dan air bersih 0,03
7. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 0,17
8. Bangunan 0,34
9. Pertambangan dan Penggalian 0,54
Sumber : Kementrian Koperasi dan UKM 2007 (Data diolah)
Pertumbuhan UKM di suatu daerah merupakan salah satu indikator adanya

peluang usaha bagi sebagian masyarakat daerah itu sendiri. Pengusaha kecil yang

banyak bermunculan cenderung menyediakan sejumlah peluang kerja bagi

masyarakat sekitar. Hal tersebut juga menumbuhkan perekonomian suatu daerah.

Keberhasilan UKM tidak lepas dari peran dan dukungan pemerintah dalam

menyediakan sarana dan prasarana industri kecil. Keberpihakan pemerintah harus

disertai dengan adanya strategi pengembangan bagi UKM untuk tetap tumbuhnya

usaha kecil dan memberikan layanan fasilitas bagi pelaku UKM, baik layanan

administratif dan layanan bisnis maupun sistem dan sarana penunjang.

Pengembangan UKM juga ditentukan pada kemampuan manajemen.

Keadaan manajemen suatu usaha berpengaruh pada tingkat keuntungan yang

didapat. Konsistensi suatu usaha dalam memproduksi suatu barang atau jasa

ditentukan oleh tingkat keuntungannya, menguntungkan atau tidak. Besarnya

keuntungan ditentukan oleh harga jual dan biaya produksi yang dikeluarkan.

Dengan demikian, pengembangan suatu usaha perlu didukung oleh penentuan

seberapa besar biaya yang dikeluarkan saat berproduksi.

Daerah Bekasi merupakan salah satu kota di Jawa Barat yang

masyarakatnya mempunyai inovasi dan kreativitas yang cukup baik. Hal ini
6

ditandai bermunculannya berbagai usaha yang mengusung keunikan suatu produk

untuk menarik konsumen. Inovasi dan kreativitas dalam menjalankan suatu usaha

atau bisnis merupakan prinsip dasar dalam pengembangan usaha. Pemerintah

daerah kota Bekasi menilai kegiatan usaha yang dilakukan UKM sangat cocok

untuk mengatasi pengangguran yang saat ini menjadi masalah penting di Bekasi.

Selain itu, padatnya penduduk Bekasi membuat semakin sempitnya lahan untuk

berusaha sehingga usaha skala kecil atau rumah tangga cocok untuk dilakukan.

Skala usaha yang beroperasi di Bekasi terdiri dari industri besar, industri

kecil (UKM), koperasi dan usaha komoditi. Jumlah usaha terbesar adalah UKM

dengan persentase 72 persen. Sedangkan industri besar sebesar 1 persen, koperasi

sebesar 14 persen, dan usaha komoditi sebesar 13 persen. UKM yang

memproduksi makanan dan minuman mempunyai jumlah yang paling banyak

selain pengrajin boneka, bordir dan sulam, sandal, tas, dan sepatu, mustika flora,

dan handicraft (Dinas Perekonomian Rakyat dan Koperasi Kota Bekasi, 2007).

Kebijakan pemerintah dalam rangka memperbaiki kuantitas dan kualitas

pangan melalui program diversifikasi pangan dan kecenderungan berubahnya pola

makan sebagian masyarakat Indonesia, secara langsung memberikan peluang

terbukanya usaha yang memproduksi berbagai macam makanan substitusi yang

menggantikan makanan pokok bangsa Indonesia, yaitu nasi dan sagu. Makanan

substitusi tersebut antara lain roti dan kue. Hal inilah yang menyebabkan

munculnya berbagai industri pengolahan bahan makanan roti tersebut di

Indonesia, khususnya di daerah Bekasi, yang menyebabkan peningkatan jumlah

produksi roti dari tahun ke tahun. Jumlah dan nilai produksi roti di Indonesia

dapat dilihat pada Tabel 3.


7

Tabel 3. Jumlah dan Nilai Produksi Roti Manis dan Roti Tawar di Indonesia
Tahun 2000-2004
Tahun Roti Manis Roti Tawar
Jumlah Nilai Produksi Jumlah Nilai Produksi
Produksi (ton) (Rp) Produksi (ton) (Rp)
2000 28.077 130.607.688 9.746 49.273.866
2001 22.749 124.638.695 6.420 28.776.353
2002 24.547 125.487.235 6.250 26.485.263
2003 25.102 123.285.362 5.946 24.896.112
2004 26.263 128.554.148 7.854 27.431.256
Rata-rata
3,55 6,31 -3,33 6,16
Kenaikan
Sumber : BPS, 2004

Industri pengolahan tepung terigu tersebut juga banyak bermunculan di

Kota Bekasi, salah satunya Bella Bakery. Bella Bakery yang terletak di daerah

pinggir Kota Bekasi, merupakan UKM yang bergerak dalam bidang pengolahan

tepung terigu menjadi roti. Produksi roti ini telah berkembang selama kurang

lebih empat tahun. Bella Bakery dapat bertahan hingga saat ini karena terus

berkembang dan melakukan perbaikan serta pengembangan dalam pengoperasian

usahanya. Walaupun usaha ini dilakukan dalam skala kecil, namun dapat terus

berjalan karena roti menjadi makanan subtitusi sebagian besar masyarakat kota

ditengah padatnya aktivitas sehari-hari. Selain memiliki kepraktisan dalam

mengonsumsinya, roti juga memiliki kandungan gizi yang baik.

Roti merupakan bahan pangan yang kaya akan gizi. Komposisi gizi roti

dibandingkan dengan susu dan beras dapat dilihat pada Tabel 4. Roti memiliki

kandungan gizi yang tidak kalah penting disamping susu bubuk dan beras giling.

Roti dalam hal ini diwakili oleh roti tawar karena dianggap memiliki kandungan

gizi yang paling murni untuk roti tanpa adanya bahan pengisi. Bahan pengisi pada

roti isi tentu saja akan menaikkan kandungan gizinya.


8

Tabel 4. Persentase Perbandingan Zat Gizi dari Tiga Jenis Bahan Pangan
Utama
No. Komponen Gizi Persentase (%) per 100 gram berat dapat dimakan
Roti Tawar Susu Bubuk Beras Giling
1. Air 31,57 3,8 12
2. Abu 0,73 5,3 0,8
3. Protein 9,27 22,6 8,4
4. Lemak 4,25 3,7 1,7
5. Karbohidrat 54,18 64,6 77,1
6. Energi (kalori) 292 382 357
Sumber : Kuntayawati, 1991 dan Depkes, 2001 (Data diolah) dalam Wasono (2004)
Mengingat besarnya peranan UKM bagi perekonomian daerah Bekasi

maupun perekonomian Indonesia, maka perlu dilakukan usaha-usaha

pengembangannya dan usaha-usaha memperkecil resiko kerugian, khususnya di

Bella Bakery sebagai UKM yang terus bertumbuh dan berkembang. Usaha-usaha

tersebut dapat berupa efisiensi dalam hal manajemen maupun dengan mengontrol

biaya yang dikeluarkan untuk mempertahankan tingkat profitabilitas yang dicapai

dari tahun ke tahun. Dengan demikian eksistensi atau keberadaan Bella Bakery

dapat terus bertumbuh dan berkembang.

1.2 Perumusan Masalah

Bella Bakery sebagai salah satu UKM yang bergerak dalam bidang

pembuatan roti terus beroperasi dan berkembang, serta berusaha melakukan

pembenahan di tengah-tengah kemajuan teknologi pengolahan bahan makanan,

perubahan selera konsumen, dan keadaan ekonomi Indonesia yang belum stabil.

Banyaknya industri dan usaha sejenis yang lebih besar merupakan tantangan

tersendiri bagi Bella Bakery untuk terus berkreasi dan berinovasi.

Akhir-akhir ini, perekonomian Indonesia yang tidak stabil berdampak pada

kenaikan faktor-faktor produksi usaha pengolahan, terutama usaha bakery yang


9

berakibat pada peningkatan biaya produksi. Biaya merupakan faktor penentu

dalam kegiatan produksi yang akan berpengaruh terhadap perusahaan dalam

mencapai tingkat pemerolehan laba. Kenaikan biaya-biaya input produksi sangat

berperan terhadap kenaikan biaya produksi.

Bahan baku utama dalam produksi roti oleh Bella Bakery adalah tepung

terigu. Dari tahun ke tahun, harga tepung terigu mengalami kenaikan. Pada akhir

tahun 2006, harga gandum dunia mengalami kenaikan yang mempengaruhi harga

jual tepung terigu nasional. Menurut Direktur Eksekutif Asosiasi Produsen

Tepung Terigu Indonesia (APTINDO) 1, Ratna Sari Loppies, sebesar 70 persen

dari impor gandum Indonesia berasal dari Australia, sedangkan komponen

gandum mencapai 90 persen dari struktur biaya produksi tepung terigu yang

berarti kenaikannya adalah Rp 120 per kilogram tepung terigu. Pada awal tahun

2008, APTINDO memperkirakan harga tepung terigu akan meningkat 30 persen

sampai kuartal pertama tahun 2008 sebagai akibat kenaikan pada pasar

internasional. Namun, harga diperkirakan akan menurun sebesar 10 persen pada

masa panen gandum di bulan Mei dan Juni 2008.

Tepung terigu yang merupakan bahan baku utama Bella Bakery

mengalami kenaikan harga yang besar. Pada tahun 2004, harga tepung terigu

adalah Rp 70.000 per bal dan tahun 2005 menjadi Rp 97.500 per bal. Pada tahun

2007, harga tepung naik lagi menjadi Rp 110.000 per bal atau meningkat sebesar

88 persen. Saat ini, harga tersebut telah meningkat kembali menjadi Rp 172.500

per bal. Selain itu, bahan baku yang lain juga mengalami kenaikan harga.

1
APTINDO Naikkan Harga Tepung. http://www.suaramerdeka.com/harian/0509/09/eko03.htm
diakses tanggal 20 Februari 2008
10

Kenaikan harga bahan baku yang mempengaruhi besarnya biaya produksi

berdampak pada pertumbuhan keuntungan yang diperoleh karena biaya bahan

baku berkontribusi cukup besar pada total biaya variabel sebesar 70 persen.

Kenaikan ini juga menjadi permasalahan karena Bella Bakery tidak dapat

meningkatkan harga jual yang besar pula. Penentuan harga jual didasarkan pada

kenaikan biaya produksi dan tingkat persaingan yang tinggi. Pertumbuhan usaha

serupa di Pondok Gede membuat Bella Bakery tidak dapat meningkatkan harga

jual terlalu tinggi untuk menjangkau daya beli konsumen.

Pembukuan yang dilakukan Bella Bakery masih kurang tepat dalam

menempatkan komponen biaya tetap dan variabel. Ketepatan dalam

mengklasifikasikan komponen biaya penting dilakukan untuk mengontrol dan

mengevaluasi kinerja keuangan perusahaan, serta menentukan harga jual.

Penentuan harga jual yang baik seharusnya didasarkan pada jumlah biaya yang

dikeluarkan perusahaan sehingga diperlukan perhitungan terhadap harga pokok

produksi. Harga pokok produksi akan membentuk harga pokok produk yang dapat

dijadikan dasar untuk penentuan harga jual yang baik dan dapat menghasilkan

laba.

Sampai saat ini, Bella Bakery masih dapat berproduksi sehingga

pengukuran terhadap kemampuan Bella Bakery untuk menghasilkan laba atau

yang disebut dengan profitabilitas perlu dikaji dan dianalisis sebagai salah satu

cara untuk mengetahui manfaat usaha yang dilakukan. Perhitungan laba selama

tiga tahun terakhir menarik untuk dikaji karena mengingat laporan Bank Dunia

yang menyebutkan bahwa harga gandum dunia meningkat sebesar 181 persen

selama tiga tahun terakhir yang berpengaruh pada harga tepung dalam negeri.
11

Batas kemampuan produksi Bella Bakery juga harus dianalisis untuk mengetahui

respon laba perusahaan terhadap kenaikan biaya produksi.

Produk yang akan dibahas pada penelitian hanya terbatas pada dua jenis

produk, yaitu roti tawar dan roti manis. Roti manis terdiri dari sembilan jenis roti

yang dikelompokkan menjadi satu karena mempunyai harga jual yang sama

sehingga kontribusi terhadap laba sama. Pemilihan pada dua jenis roti ini

didasarkan pada nilai penjualan masing-masing produk yang tinggi dibandingkan

dengan produk yang lain. Rata-rata kontribusi roti tawar dan roti manis terhadap

laba sebesar 30,97 persen pertahun.

Berdasarkan pemaparan di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan

sebagai berikut :

1. Bagaimana harga pokok produk yang terjadi sebagai acuan penentuan harga

jual selama periode 2005-2007? Bagaimana pengaruhnya terhadap marjin

yang didapat untuk setiap individu produk dan sejauhmana kenaikan harga

bahan baku mempengaruhi harga pokok produk?

2. Bagaimana tingkat profitabilitas yang didapat Bella Bakery pada periode

2005-2007? Bagaimana pengaruh kenaikan harga input terhadap tingkat

profitabilitas yang diperoleh?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini

adalah:

1. Mengevaluasi harga pokok produk yang terjadi sebagai acuan penentuan harga

jual selama periode 2005-2007 dan menganalisis pengaruhnya pada marjin


12

yang didapat untuk setiap individu produk, serta sejauhmana kenaikan harga

bahan baku mempengaruhi harga pokok produk.

2. Menganalisis tingkat profitabilitas yang didapat Bella Bakery selama periode

2005-2007 dan pengaruh kenaikan harga input terhadap tingkat profitabilitas

yang diperoleh.

1.4 Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan mempunyai beberapa kegunaan, di antaranya :

1. Bagi Bella Bakery dan pengusaha sejenis, penelitian ini diharapkan dapat

memberikan informasi dan masukan bagi manajemen dalam pengembangan

usahanya, dan menerapkan rencana produksi yang baik yang sesuai dengan

batas kemampuan perusahaan.

2. Bagi mahasiswa, penelitian ini dapat memberikan gambaran dan perbandingan

terhadap teori yang diperoleh selama perkuliahan serta memberikan

pengalaman dalam penelitian dan penulisan ilmiah.

3. Bagi masyarakat luas, penelitian ini dapat dijadikan referensi dalam

mengetahui keadaan UKM, tingkat profitabilitas, dan pengembangannya di

Indonesia.

1.5 Batasan Penelitian

Penelitian ini hanya terbatas pada dua jenis produk utama Bella Bakery

yang mempunyai nilai penjualan terbesar, yaitu roti tawar dan roti manis.

Perhitungan tingkat profitabilitas Bella Bakery dianalisis pada tiga tahun terakhir

dan masing-masing komponen biaya dihitung dalam kurun waktu pertahun.


13

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Roti

Roti merupakan makanan para sinyo dan noni Belanda di zaman

penjajahan yang saat ini telah dianggap menjadi makanan pokok kedua setelah

nasi. Kandungan gizi produk olahan dari tepung ini lebih unggul dibandingkan

dengan nasi dan mi. Bahkan ada jenis roti, yang selain kaya serat, mengandung

omega-3 yang berfungsi sebagai penangkal penyakit degeneratif. Dalam ilmu

pangan, roti dikelompokkan dalam produk bakery, selain cake, donat, biskuit, roll,

kraker, dan pie. Roti merupakan produk yang paling pertama dikenal dan paling

popular di dunia hingga saat ini.2

Roti didefinisikan sebagai produk makanan yang dibuat dari tepung terigu

yang diragikan dengan menggunakan ragi roti atau campuran dari terigu, air, dan

ragi dengan atau tanpa penambahan bahan lain dan selanjutnya adonan dibakar

atau dipanggang. Adonan roti dapat ditambahkan gula, garam, susu cair atau susu

bubuk, lemak, dan bahan-bahan pelezat, seperti coklat, keju, dan kismis dengan

kadar air tidak lebih dari 40 persen (Surat Keputusan Dirjen POM No.

02240/B/SK/VII/91:CIC).

Definisi roti menurut Standar Industri Indonesia (SII) no 0031-74, yaitu

roti adalah makanan yang terbuat dari tepung terigu yang diragikan dengan ragi

roti dan dipanggang dan di dalam adonan boleh ditambah dengan garam, gula,

susu atau bubuk susu, lemak, dan bahan-bahan pelezat, seperti coklat, kismis,

sukade, dan sebagainya. Berdasarkan definisi tersebut, roti merupakan salah satu

2
Kandungan Serat dan Gizi pada Roti Ungguli Mi dan Nasi. Astawan dalam Kompas Cyber
Media, 2004 www.gizi.net diakses tanggal 19 Februari 2008
14

bahan makanan praktis dengan bahan baku petung terigu, ragi (yeast), dan air,

sedangkan bahan penolong lainnya yang digunakan adalah gula, garam, lemak,

susu, coklat, kismis, dan sukade merupakan bahan pelezat. Sebagai salah satu

makanan praktis, roti dapat dibuat berbagai macam bentuk dan rasa sesuai dengan

keinginan pembuatnya dan keinginan konsumen. Untuk menghasilkan mutu roti

yang baik diperlukan penanganan seoptimal mungkin dari pembuatan adonan

sampai dengan pengemasan.

Roti memiliki definisi umum adalah makanan yang dibuat dari tepung

terigu (tepung gandum) diragikan oleh khamir (Saccharomyces cereviceae) yang

dipanggang lalu ke dalamnya ditambahkan bahan pelezat sebagai pelengkap

(Pomeranz dan Shellenberger dalam Wasono, 2004).

2.2 Sejarah dan Perkembangan Roti

Sejarah perkembangan roti dimulai ketika orang-orang Mesopotamia dan

Mesir menciptakan prototipe roti yang terbuat dari gandum. Gandum yang

dihancurkan ini dibuat menjadi bahan yang lengket, yang kemudian dipanggang

menjadi bahan makanan yang merupakan cikal bakal roti. Pada tahun 1000 SM

(Sebelum Masehi), ragi diperkenalkan sebagai bahan dasar roti untuk pertama

kaliya di Mesir dan sekaligus pada tahun ini jenis biji-bijian baru ditemukan untuk

dapat membuat roti putih. Inilah roti modern yang sesungguhnya. Bangsa Mesir

Kuno mengembangkan sampai 30 variasi roti. Teknologi pembuatan roti pun

menyebar dari bangsa Mesir sampai orang-orang Yunani dan meluas ke Eropa.3

3
www.breadinfo.com, 2006 diakses tanggal 23 Februari 2008
15

Sama halnya seperti di belahan dunia lain, budaya makan roti juga

berkembang di Indonesia. Mula-mula roti hanya dikonsumsi oleh kelompok

masayarakat tertentu dan hanya sebatas sebagai pengganti nasi pada saat sarapan

pagi, yang umumnya disajikan bersama telur dadar atau segelas susu. Kemudian

roti mulai diminati oleh kelompok masyarakat yang sibuk bekerja yang harus

selalu bergegas ke tempat kerja. Dalam kondisi demikian, setangkap roti isi selai

dan mentega atau keju menjadi pilihan sarapan pagi yang praktis karena bisa

dimakan dalam perjalanan ke kantor.4

Seiring dengan berjalannya waktu, roti akhirnya tidak dikaitkan lagi

dengan sarapan pagi tetapi sudah meluas sebagi menu makanan alternatif disegala

kondisi dan waktu makan. Roti tidak lagi dikonsumsi pada pagi hari tetapi juga

siang dan malam hari, atau sebagai snak di antara dua waktu makan.

Demikianlah roti berkembang menjadi suatu budaya konsumsi di

Indonesia. Saat ini, roti dapat diperoleh dengan mudah di hotel, restoran, warung

pojok, pedagang kaki lima, dan di warung-warung sederhana. Roti juga dijual ke

komplek perumahan dan perkampungan melalui berbagai sarana angkutan, seperti

mobil boks, kereta dorong, atau sepeda, dengan iringan musik yang sangat khas

sebagai penanda bagi setiap merek dan produsen roti.

2.3 Bahan Penyusun Roti

Pada dasarnya, roti dapat dibuat dari berbagai jenis tepung, seperti terigu,

jagung, beras, garut, singkong, dan lain-lain. Namun, terigu merupakan bahan

baku yang paling cocok untuk pembuatan roti. Komposisi roti tawar umumnya

4
Astawan dalam Kompas Cyber Media, 2004 www.gizi.net diakses tanggal 19 Februari 2008
16

terdiri dari 57 persen tepung terigu, 36 persen air, 1,6 persen gula, 1,6 persen

shortening (mentega atau margarin), 1 persen tepung susu, 1 persen garam dapur,

0,8 persen ragi roti (yeast), 0,8 persen malt, dan 0,2 persen garam mineral.5

Berdasarkan kadar proteinnya, terigu dibedakan atas terigu tipe kuat (hard

wheat), tipe sedang (medium wheat), dan tipe lemah (soft wheat). Roti biasanya

dibuat dari tepung terigu kuat agar tepung mampu menyerap air dalam jumlah

besar, dapat mencapai konsistensi adonan yang tepat, memiliki elastisitas yang

baik untuk menghasilkan roti dengan remah halus, tekstur lembut, volume besar,

dan mengandung 12-13 persen protein. Dalam pembuatan roti, penggunaan terigu

tipe kuat lebih disukai karena kemampuan gluten (jenis protein pada tepung

terigu) yang sangat elastis dan kuat untuk menahan pengembangan adonan akibat

terbentuknya gas karbondioksida (CO2) oleh khamir Saccharomyces cereviseae.6

2.4 Proses Pembuatan Roti

Ada beberapa versi cara membuat roti. Pada dasarnya cara pembuatan roti

tersebut sama saja, hanya sedikit sekali letak perbedaannya, seperti pada cara

mengembangkan adonan roti setelah diuleni, ada yang menggunakan mesin

prooving, ada pula yang hanya ditutup kain bersih dan ditaruh di tempat lembab.

Menurut Astawan (2004), proses pembuatan roti tawar secara garis besar

meliputi proses pencampuran (mixing), pengadonan (kneading), fermentasi,

pencetakan (rouding), dan pemanggangan (roasting). Setelah difermentai, adonan

kemudian dibentuk, ditimbang, dan dimasukkan ke dalam loyang. Selanjutnya

loyang didiamkan (proofing) hingga adonan siap untuk dipanggang dengan

5
Astawan dalam Kompas Cyber Media, 2004 www.gizi.net diakses tanggal 19 Februari 2008
6
Astawan dalam Kompas Cyber Media, 2004 www.gizi.net diakses tanggal 19 Februari 2008
17

menggunakan oven. Selam penyimpanan, roti mudah mengalami kerusakan akibat

tumbuhnya jamur (kapang). Untuk mencegah hal tersebut, dalam pembuatan roti

perlu ditambahkan zat yang dapat menghambat pertumbuhan jamur, yaitu sodium

propionat atau kalsium propionat.

Cara pembuatan roti menurut Nyonya Rumah dalam Kusumastuti (2006)

adalah sebagai berikut : ragi dan gula pasir direndam dengan air hangat kuku.

Gula, garam, dan mentega ditaruh di panci, tuangi susu yang sudah dipanaskan

hampir mendidih, aduk sampai gula dan menteganya hancur. Jika campuran ini

sudah hangat kuku, masukkan sedikit tepung terigu, lalu kocok dengan mikser

sampai rata, masukkan cairan ragi dan susu, kemudian ratakan. Lalu masukkan

sisa tepung terigu (sisakan lagi tepung terigu sedikit), kocok lagi sampai rata lalu

masukkan telur yang sudah dikocok sampai berbusa dan kental.

Sisa tepung terigu dicampurkan ke adonan sedikit demi sedikit sambil

dikocok sampai tercampur rata. Jika adonan sudah rata, diamkan kira-kira sepuluh

menit, baru diuleni, waktu menguleni sepuluh menit. Selesai diuleni, bulatkan

adonan, lalu taruh di baskom yang sudah dipulas mentega pada dasarnya.

Diamkan adonan ini sampai melar menjadi dua kali semula. Tekan bagian tengah

adonan dengan tangan yang dikepalkan (tinju) sampai seluruh tinju masuk ke

adonan. Keluarkan tinju, lalu lipat seluruh pinggir adonan ke tengah, balik

adonan, yang bawah berada di atas, diamkan kira-kira tiga per empat jam sampai

adonan mengembang dua kali semula.

Tekan lagi adonan dengan tinju, lipat pinggir-pinggir adonan ke tengah

lalu balikkan, seperti pekerjaan semula. Diamkan adonan 10 menit, baru dapat
18

dipulung-pulung dan dibuat macam-macam bentuk atau diisi sesuai selera. Oven

adonan sekitar satu jam sampai menguning.

2.5 Jenis-jenis Roti

Roti dapat dibedakan atas roti putih (white bread) dan roti (whole wheat

bread). Roti putih dibuat dari tepung terigu, sedangkan roti cokelat dibuat dari

tepung gandum utuh. Proses pengolahan gandum menjadi terigu akan membuang

bagian dedak yang kaya mineral dan serat pangan (dietary fiber). Namun saat ini,

roti dari tepung gandum utuh dihargai lebih mahal karena kandungan gizi lebih

banyak.7

Roti juga mempunyai beberapa variasi yang terbagi menjadi lima jenis

roti, yaitu (1) Bakery, ialah jenis roti manis yang berbahan dasar tepung terigu,

mentega, telur, susu, air, dan ragi yang dalamnya dapat diisi keju, coklat, atau

yang lainnya, (2) Roti tawar, ialah jenis roti yang berbahan dasar tepung terigu,

susu, telur, mentega, ragi, dan air tanpa menggunakan isi, (3) Cake, ialah jenis roti

yang berasa (manis) dengan tambahan rasa (sense) rum, jeruk atau coklat dengan

bahan dasar tepung terigu, mentega, dan telur tanpa menggunakan isi, (4) Pastry,

ialah jenis roti kering yang bisa berupa sus dan croissant, (5) Donut, ialah jenis

roti tawar atau manis yang digoreng dan berlubang di tengahnya (Maurisal dalam

Kusumastuti, 2006).

7
Astawan dalam Kompas Cyber Media, 2004 www.gizi.net diakses tanggal 19 Februari 2008
19

2.6 Pengembangan dan Pemasaran Roti

Peluang pengembangan usaha industri roti dipengaruhi oleh permintaan

dan penawaran produk itu sendiri. Permintaan dan penawaran produk roti

merupakan bagian dari kecenderungan kebutuhan konsumen akan produk roti

sebagai pilihan pola makannya. Perubahan pola makan masyarakat saat ini

meningkatkan permintaan akan produk roti.8

Roti dapat dijual melalui toko kecil atau besar, baik menggunakan sistem

jual putus atau sistem bila tidak laku dikembalikan. Cara lain memasarkan roti

adalah menjual langsung ke rumah-rumah memakai gerobak atau motor.

Penjualan juga dapat dilakukan melalui acara pesta di rumah. Gerai kecil di mal

juga merupakan slah satu cara memasarkan roti kepada konsumen. Pengusaha

juga dapat membuat iklan melalui selebaran kertas berisi informasi jenis roti,

alamat pabrik serta telepon untuk disebarkan ke setiap rumah, dan iklan di radio

dengan biaya tertentu.

2.7 Definisi Usaha Kecil dan Menengah (UKM)

Departemen Perindustrian RI pada Undang-undang Nomor 9 Tahun 1995

mendefinisikan industri kecil dan kerajinan adalah kelompok perusahaan yang

dimiliki penduduk Indonesia dengan jumlah nilai aset kurang dari Rp 600 juta

diluar nilai tanah dan bangunan yang digunakannya. Mengacu pada undang-

undang tersebut, kriteria usaha kecil adalah :

8
www.bi.go.id, 2006 diakses tanggal 20 februari 2008
20

1. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200 juta (tidak termasuk tanah

dan bangunan tempat usaha)

2. Memiliki hasil penjualan paling banyak Rp 1 miliar per tahun

3. Dimiliki oleh Warga Negara Indonesia

4. Berdiri sendiri bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan

yang dimiliki, dikuasai atau berafiliasi baik langsung, maupun tidak langsung

dengan usaha menengah atau besar

5. Terbentuk usaha orang perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan

hukum, atau badan usaha yang berbadan hukum termasuk koperasi.

Sedangkan untuk kriteria usaha menengah menurut UU No. 9 Tahun 1995 adalah:

1. Untuk sektor industri, memiliki total aset paling banyak Rp 5 miliar

2. Untuk sektor non industri, memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 600

juta tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; memiliki hasil

penjualan tahunan paling banyak Rp 3 miliar.

Menurut Inpres No. 10 Tahun 1999, usaha menengah sebagai unit kegiatan

yang memiliki kekayaan bersih lebih besar dari Rp 200 juta sampai maksimal Rp

10 miliar (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha), milik Warga Negara

Indonesia, berdiri sendiri dan bukan merupakan anak perusahaan atau cabang

perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau berafiliasi baik langsung maupun tidak

langsung dengan usaha besar.

Menurut Keputusan Menperindag (Kepmenperindag) No.

257/MPP/Kep/7/1997, definisi UKM adalah suatu usaha dengan nilai investasi

maksimal Rp 5 miliar termasuk tanah dan bangunan. Sedangkan Biro Pusat


21

Statistik (BPS) membagi skala usaha yang ada di Indonesia berdasarkan jumlah

tenaga kerja, yaitu :

1. Kerajinan rumah tangga, dengan jumlah tenaga kerja dibawah 3 orang

termasuk tenaga kerja yang tidak dibayar

2. Usaha kecil, dengan jumlah tenaga kerja sebanyak 5-9 orang

3. Usaha menengah, dengan jumlah tenaga kerja sebanyak 20-99 orang

4. Usaha besar, dengan jumalh tenaga kerja sebanyak lebih dari 100 orang.

Pembagian skala usaha industri tersebut didasarkan pada banyaknya tenaga kerja

yang terlibat di dalamnya tanpa memperhatikan penggunaan mesin produksi serta

tidak memperhatikan modal capital yang digunakan.

Berdasarkan Tabel 5, batasan dan kriteria UKM didefinisikan dari

berbagai sumber. Sebagian besar sumber mengelompokkan UKM dengan kriteria

sebagai berikut :

1. Aset ≤ Rp 200 juta di luar tanah dan bangunan.

2. Berdiri sendiri.

3. Dimiliki oleh keluarga sumberdaya lokal dan teknologi sederhana.

4. Pekerja 20 – 150 orang.


22

Tabel 5. Batasan atau Kriteria Usaha Kecil


Organisasi Jenis Usaha Keterangan Kriteria
Meneg Koperasi dan Usaha Kecil (Undang- 1. Aset ≤ Rp 200 juta di luar
UKM undang No. 9 Tahun tanah dan bangunan.
1995) 2. Omset tahunan ≤ Rp 1
miliar.
3. Dimiliki oleh orang
Indonesia.
4. Independen, tidak terafiliasi
dengan usaha menengah-
besar.
5. Boleh berbadan hokum,
boleh tidak.
Usaha Menengah (Inpres 1. Aset Rp 200 juta sampai Rp
No. 10 Tahun 1999) 10 miliar.
2. Milik warga Negara
Indonesia.
3. Berdiri sendiri.
4. Dikuasai atau berafiliasi baik
langsung maupun tidak
langsung dengan usaha
besar.
Badan Pusat Statistik Usaha Mikro Pekerja kurang dari lima orang
termasuk tenaga keluarga yang
tidak dibayar.
Usaha Kecil Pekerja 5 – 9 orang
Usaha Menengah Pekerja 20 – 99 orang
Bank Indonesia Usaha Mikro (SK Dir. BI Usaha yang dilakukan oleh
No. 31/24/KEP/DIR tgl 5 masyarakat miskin atau
Mei 1998) mendekati miskin.
1. Dimiliki oleh keluarga
sumberdaya lokal dan
teknologi sederhana.
2. Lapangan usaha mudah
untuk keluar dan masuk.

Usaha menengah (SK 1. Aset ≤ Rp 5 miliar untuk


Dir. BI No. sektor industri.
30/45/Dir/UK tgl 5 2. Aset ≤ Rp 600 juta di luar
Januari 1997) tanah dan bangunan untuk
sektor non industri
manufaktur.
3. Omset tahunan < Rp 3
miliar.
Bank Dunia Usaha Mikro Kecil- 1. Pekerja 20 orang.
Menengah 2. Pekerja 20 – 150 orang.
3. Aset US$ 500 ribu di luar
tanah dan bangunan.
Sumber : www.menlh.go.id
23

2.8 Karakteristik UKM

Peran usaha kecil selain merupakan wahana dalam penyerapan tenaga

kerja, juga sebagai penggerak roda ekonomi serta pelayanan masyarakat. Hal ini

dimungkinkan karena karakteristik usaha kecil yang kental terhadap krisis

ekonomi karena dijalankan dengan ketergantungan yang rendah terhadap

pendanaan sektor moneter, serta keberadaannya terbesar di seluruh pelosok negeri

sehingga merupakan jalur distribusi yang efektif untuk menjangkau sebagian

besar rakyat (Anoraga dalam Sembiring, 2005).

2.9 Keunggulan dan Kelemahan UKM

Pada dasarnya perusahaan besar, kuat dan berumur panjang berawal dari

usaha kecil yang sukses karena didukung oleh berbagai faktor, seperti ketekunan,

kejelian, kecermatan dalam menganalisis perubahan, hemat dan mampu

mengadakan perubahan serta mampu mengadakan pembinaan karyawan.

Beberapa keunggulan usaha kecil, yaitu :

1. Usaha kecil memiliki strategi sendiri berupa pembuatan produknya yang

khusus, unik, dan spesial agar tidak bersaing dengan usaha besar

2. Mempuyai daerah pemasaran yang tidak terlalu jauh sehingga perilaku

konsumen mudah dipahami

3. Komunikasi dengan konsumen berjalan cepat

4. Bersifat luwes dalam menghasilkan inovasi-inovasi (Singgih dalam Hugeng,

2005).
24

Kelemahan usaha kecil diantaranya adalah :

1. Lemahnya dalam keorganisasian yang berupa tidak jelasnya struktur

organisasi, pembagian tugas, dan wewenang yang tidak jelas

2. Lemahnya dalam membuat anggaran dan tidak adanya batasan yang jelas

antara milik pribadi dengan perusahaan

3. Dalam bidang pemasaran yaitu berupa kurangnya penelitian pasar sehingga

usaha kecil ini tidak mengetahui posisi pasar bagi produknya, cara

menghadapi bersaing, promosi, dan sebagainya (Singgih dalam Hugeng,

2005).

2.10 Penelitian terdahulu

Beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini yaitu

penelitian mengenai roti, HPP (Harga Pokok Produksi), titik impas, laba, strategi

pengembangan, dan UKM. Penelitian tentang profitabilitas yang dilakukan oleh

Damayanti (2004) yang berjudul Analisis Perubahan Penetapan Harga Pokok

Produksi Teh dalam Kaitannya dengan Titik Impas dan Profitabilitas Perusahaan

menjelaskan bahwa metode penetapan harga pokok yang diterapkan oleh

perusahaan belum tepat, yaitu dengan menjumlahkan seluruh biaya yang

dikeluarkan, baik itu biaya produksi maupun biaya administrasi dan umum, lalu

membaginya dengan jumlah produksi yang dihasilkan. Kesalahan dalam

menggunakan metode penetapan harga pokok ini mengakibatkan terjadinya over

estimate dalam perhitungan harga pokok produksi maupun biaya produksi.

Penelitian ini mencari metode alternatif terbaik untuk menganalisis biaya, volume

produksi, dan laba.


25

Penelitian mengenai profitabilitas dan strategi pengembangan usaha

dilakukan oleh Hugeng (2005) yang berjudul Kajian Fungsi Operasional dan

Analisis Profitabilitas Usaha Kecil Roti Buaya dalam Rangka Pengembangan

Bisnis (Studi Kasus CV. X Jakarta) menjelaskan nilai penjualan CV. X mengalami

fluktuasi setiap tahunnya. Peningkatan penjualan yang terjadi tidak selalu

menggambarkan adanya tingkat keuntungan yang diperoleh perusahaan karena

adanya biaya-biaya yang dikeluarkan perusahaan setiap saat berubah, tetapi harga

jual output masih sama. Kajian tentang fungsi-fungsi operasional sebuah usaha

kecil juga dideskripsikan pada penelitian ini. Usaha kecil ini belum menjalankan

kegiatan operasionalnya dengan baik sehingga diperlukan strategi pengembangan

usaha yang diberikan pada peneliti dan diuraikan secara deskriptif.

Penelitian mengenai strategi pemasaran pada UKM dilakukan oleh

Kusumastuti (2006) yang berjudul Analisis Strategi Pemasaran Industri Kecil

Roti dan Kue (Studi Kasus Toko Ibu Ratna Roti dan Kue) menjelaskan tentang

perlunya strategi pemasaran bagi usaha kecil. Risiko utama adalah tidak adanya

pembeli. Risiko ini dapat dihadapi dengan perencanaan atas daerah penjualan dan

jumlahroti yang dihasilkan. Tidak datangnya petugas penjual keliling dan proses

pembuatan roti yang kurang baik merupakan risiko yang harus diperhatikan oleh

perusahaan.

Penelitian mengenai perhitungan harga pokok produksi dilakukan oleh

Widiyastuti (2007) yang berjudul Analisis Perhitungan Harga Pokok Produksi

Tas Wanita (Studi Kasus UKM Lifera Hand Bag Collection Bogor) memaparkan

tentang perbandingan hasil perhitungan harga pokok produksi antara metode


26

perhitungan yang dilakukan perusahaan dan metode ABC (Activity Based

Costing).

Penelitian mengenai penetapan harga pokok produksi benih padi dilakukan

oleh Roslinawati (2007) yang berjudul Analisis Penetapan Harga Pokok Produksi

Benih Padi pada PT Sang Hyang Seri RM 1 Sukamandi, Subang, Jawa Barat.

Penelitian tersebut mengkaji tentang perhitungan harga pokok produksi benih padi

dengan dua metode, yaitu full costing dan variable costing. Kemudian hasil

perhitungan keduanya dibandingkan. Perhitungan dengan metode yang dilakukan

perusahaan juga dilakukan. Proses pembentukan harga berdasarkan sistem

produksi benih dipaparkan juga pada penelitian ini sebagai gambaran mengenai

penetapan harga pokok produksi metode perusahaan. Dua macam proses tersebut

adalah penetapan harga pada sistem produksi swakelola dan sistem produksi

kerjasama. PT Sang Hyang Seri tidak memperhitungkan biaya penelitian dan

pengembangan karena belum mempunyai divisi penelitian dan pengembangan.

Referensi penelitian di atas memiliki beberapa perbedaan dan persamaan

dengan penelitian ini. Sebagian besar penelitian sebelumnya melakukan penelitian

di usaha kecil dan menengah (UKM), dan yang lainnya di perusahaan besar.

Penelitian ini dilakukan di tempat yang berbeda di suatu usaha bakery, Bella

Bakery, Bekasi. Persamaan yang mendasar adalah beberapa penelitian di atas dan

penelitian ini menganalisis tingkat profitabilitas suatu usaha produksi dengan

menghitung harga pokok produk (HPP) dan titik impas. Perhitungan HPP pada

penelitian ini menggunakan metode full costing. HPP dianalisis untuk mengetahui

marjin yang didapat per unit produk dan mengevaluasi ketepatan persahaan dalam
27

menetapkan harga jual. Sedangkan Widiyastuti dalam penelitiannya menggunakan

metode ABC (Activity Based Costing).

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya adalah

tingkat profitabilitas yang dihitung selama tiga tahun terakhir karena untuk

mengetahui perubahan kecenderungan laba yang diperoleh sebagai akibat dari

kenaikan harga bahan baku. Analisis tersebut dilakukan pada penelitian ini karena

permasalahan yang dihadapi oleh Bella Bakery sebagai usaha bakery dalam

menghadapi kenaikan harga bahan baku produksi dari tahun ke tahun.


28

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

Beberapa hal yang mendasari kegiatan manajemen suatu UKM dapat

berjalan adalah adanya penerapan dan kemampuan merencanakan dan

mengendalikan informasi biaya, serta penerapan kegiatan operasional manajemen

yang efisien. Pada kerangka pemikiran teoritis yang ada dalam penelitian ini

meliputi konsep biaya, konsep harga pokok, analisis titik impas (break event

point), dan analisis profitabilitas. Metode penyusutan garis lurus juga dijelaskan

untuk menghitung nilai beban investasi yang dikeluarkan dan metode nilai pasar

untuk membagi proporsi penjualan masing-masing produk.

3.1.1 Konsep Biaya

Biaya merupakan pengorbanan sumber ekonomi yang diukur dalam satuan

uang yang telah terjadi atau kemungkinan akan terjadi untuk mencapai tujuan

tertentu (Mulyadi, 1999). Milton dan Lawrence (1994) menggunakan istilah biaya

sebagai suatu nilai tukar prasyarat (dinyatakan dalam pengurangan kas atau aktiva

lainnya pada saat ini atau di masa mendatang) atau pengorbanan yang dilakukan

guna memperoleh manfaat.

Adanya sifat bisnis yang dinamis menyebabkan perusahaan dihadapkan

pada kebutuhan untuk mengubah tingkat kegiatan bisnisnya, sehingga manajemen

dapat merencanakan dan mengendalikan biaya secara efektif untuk menghadapi

perusahaan tersebut. Hal utama yang harus dilakukan adalah penggolongan biaya
29

sesuai dengan kegiatannya, yaitu biaya tetap, biaya variabel, dan biaya

semivariabel (Milton dan Lawrence, 1994).

Biaya digolongkan dengan berbagai macam cara. Umumnya

penggolongan biaya ini ditentukan atas dasar tujuan yang hendak dicapai dengan

penggolongan tersebut. Biaya dapat digolongkan menurut beberapa hal (Mulyadi,

1993) yaitu :

1. Penggolongan biaya menurut objek pengeluaran

Dalam cara penggolongan ini, nama obyek pengeluaran merupakan dasar

penggolongan biaya, misalnya nama obyek pengeluaran adalah bahan bakar.

Maka, semua pengeluaran yang berhubungan dengan bahan bakar disebut

biaya bahan bakar.

2. Penggolongan biaya menurut fungsi pokok dalam perusahaan

Biaya dapat dikelompokan menjadi tiga, yaitu : (a) Biaya produksi adalah

biaya-biaya yang terjadi untuk mengolah bahan baku menjadi produk jadi

yang siap untuk dijual, (b) Biaya pemasaran adalah biaya-biaya yang terjadi

untuk melaksanakan pemasaran produk, (c) Biaya administrasi dan umum

adalah biaya-biaya untuk mengkoordinasikan kegiatan produksi dan

pemasaran produk.

3. Penggolongan biaya menurut hubungan biaya dengan sesuatu yang dibiayai

Biaya dikelompokkan menjadi dua, yaitu : (a) Biaya langsung adalah biaya

yang terjadi, yang penyebab satu-satunya adalah karena adanya sesuatu yang

dibiayai, (b) Biaya tidak langsung adalah biaya yang terjadinya tidak hanya

disebabkan oleh sesuatu yang dibiayai.


30

4. Penggolongan biaya menurut perilakunya dalam hubungannya dengan

perubahan volume kegiatan

Biaya digolongkan menjadi empat, yaitu (a) Biaya variabel adalah biaya yang

jumlah totalnya berubah sebanding dengan perubahan volume kegiatan, (b)

Biaya semivariabel adalah biaya yang berubah tidak sebanding dengan

perubahan volume kegiatan, (c) Biaya semifixed adalah biaya yang tetap untuk

tingkat volume kegiatan tertentu dan berubah dengan jumlah yang konstan

pada volume produksi tertentu, (d) Biaya tetap adalah biaya yang jumlah

totalnya tetap dalam kisar volume kegiatan tertentu.

5. Penggolongan biaya atas dasar jangka waktu manfaatnya

Biaya dibagi menjadi dua, yaitu : (a) Pengeluaran modal (capital expenditure)

adalah biaya yang mempunyai manfaat lebih dari satu periode akuntasi, (b)

Pengeluaran pendapatan (income expenditure) adalah biaya yang hanya

mempunyai manfaat dalam periode akuntansi terjadinya pengeluaran tersebut.

3.1.2 Konsep Harga Pokok

a. Pengertian Harga Pokok

Biaya produksi membentuk harga pokok produksi yang digunakan untuk

menghitung harga pokok produk jadi dan harga pokok produk yang pada akhir

periode akuntansi masih dalam proses. Biaya nonproduksi ditambahkan pada

harga pokok produksi untuk menghitung total harga pokok produk.

Harga pokok menurut Mulyadi (1993) adalah pengorbanan sumber

ekonomi yang berupa aktiva atau berupa persediaan bahan baku menjadi aktiva

lain atau berupa persediaan produk baru. Harga pokok dibentuk oleh biaya
31

produksi dan biaya nonproduksi. Efisiensi ekonomis suatu perusahaan dapat

diukur melalui besarnya biaya per unit atau besarnya harga pokok produk. Tujuan

dilakukannya perhitungan harga pokok adalah sebagai berikut :

1. Untuk menentukan harga jual

2. Untuk menetapkan efisien tidaknya suatu perusahan

3. Untuk menentukan kebijakan dalam penjualan

4. Sebagai pedoman dalam pembelian alat-alat perlengkapan baru

5. Untuk perhitungan neraca

Manfaat dalam penentuan harga pokok produk adalah menentukan harga

jual produk, memantau realisasi biaya produksi, menghitung laba atau rugi

periodik dan menentukan harga pokok persediaan produk jadi dan produk dalam

proses yang disajikan dalam neraca. Metode harga proses yaitu menghitung harga

pokok produksi per satuan dengan cara membagi biaya total produksi yang

dikeluarkan selama periode tertentu dengan jumlah satuan produk yang dihasilkan

selama periode bersangkutan (Mulyadi, 1993).

Penentuan harga pokok produk yang benar sangat penting bagi perusahaan

dalam menjalankan usahanya. Penetapan produk yang tidak benar akan

menyebabkan kegagalan perusahaan dalam bidang usahanya. Terdapat dua

kemungkinan yang akan ditemui apabila perusahaan tidak teliti dalam melakukan

perhitungan harga pokok, yaitu :

1. Harga yang diperhitungkan terlalu tinggi

Perusahaan yang tidak teliti dalam menghitung harga pokok sehingga

harga pokok menjadi terlalu tinggi akan menimbulkan masalah bagi

perusahaan, karena harga pokok yang tinggi dapat menyebabkan harga jual
32

produk di pasaran menjadi mahal. Dangan harga yang tinggi tersebut,

perusahaan akan sulit dalam memasarkan hasil produksinya dan kalah dalam

persaingan bisnis dengan perusahaan lain, sebab konsumen akan lebih

memilih produk sama dengan harga yang lebih rendah dan memiliki kualitas

yang sama.

2. Harga pokok yang diperhitungkan terlalu rendah

Perusahaan yang tidak teliti dalam menghitung harga pokok produksi

yang menyebabkan harga pokok terlalu rendah dapat merugikan perusahaan

itu sendiri. Harga pokok yang rendah akan menyebabkan harga jualnya pun

menjadi rendah. Di satu sisi produsen dapat menjual produknya dengan cepat

karena harga jual yang rendah tetapi di sisi lain hal ini dapat merugikan

perusahaan karena pendapatan yang diperoleh tidak dapat menutupi biaya

yang dikeluarkan untuk memproduksi.

b. Metode Penetapan Harga Pokok Produk

Metode penentuan harga pokok produk adalah cara memperhitungkan

unsur-unsur biaya ke dalam harga pokok produk. Menurut Mulyadi (1993)

terdapat dua metode dalam memperhitungkan ke dalam harga pokok produk,

yaitu:

1. Metode Full Costing

Metode full costing merupakan metode penentuan harga pokok produk

yang memperhitungkan semua unsur biaya produksi ke dalam harga pokok

produksi yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga tenaga kerja

langsung dan biaya overhead pabrik, baik yang berperilaku variabel maupun

tetap ditambah dengan biaya non produksi (biaya pemasaran dan biaya
33

administrasi dan umum). Metode ini baik untuk digunakan manajemen dalam

membuat keputusan jangka panjang. Gambar 2. menunjukkan unsur harga

pokok produksi dan harga pokok produk dengan pendekatan full costing.

Biaya Bahan Baku

Biaya Tenaga Kerja Harga Pokok


Langsung Produksi

BOP Tetap Biaya Adm. dan Total Harga


Umum Pokok Produk

BOP Variabel
Biaya Nonproduksi Biaya Pemasaran

BOP Variabel
Biaya Nonproduksi
Harga Pokok
Gambar 2. Unsur Harga Pokok Produk dan Harga Pokok Produk dengan Metode
Produksi
Full Costing
Biaya Adm. dan Sumber : Mulyadi, 1993
Umum
2. Metode Variable Costing
Biaya Pemasaran
TotalMetode variable costing merupakan metode penentuan harga pokok
Harga Pokok
Produk
produk yang hanya memperhitungkan biaya produksi yang berperilaku
Biaya Nonproduksi
variabel
BOPdalam harga pokok produksi yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya
Variabel

tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik variabel ditambah dengan

biaya non produksi variabel (biaya pemasaran variabel dan biaya administrasi

dan umum variabel). Metode ini baik digunakan hanya untuk mengambil

keputusan jangka pendek. Gambar 3. berikut menunjukkan unsur harga pokok

produksi dan harga pokok produk dengan pendekatan variabel costing.


34

Harga Pokok
Biaya Bahan Baku Produksi Variabel

Biaya Adm. dan


Biaya Tenaga Kerja Umum Variabel
Langsung
Biaya Pemasaran
Variabel
BOP Variabel Total Harga
BOP Tetap Pokok Produk

Biaya Adm. dan


Umum Tetap

Biaya Pemasaran
Tetap

Gambar 3. Unsur Harga Pokok Produksi dan Harga Pokok Produk dengan Metode
Variabel Costing
Sumber : Mulyadi, 1993

3.1.3 Analisis Titik Impas (Break Event Point)

Titik impas atau break event point (BEP) merupakan keadaan dimana

suatu perusahaan tidak mengalami kerugian dan tidak memperoleh laba. Dengan

kata lain suatu usaha dikatakan impas jika jumlah penerimaan sama dengan

jumlah biaya atau apabila laba kontribusi hanya dapat digunakan untuk menutupi

biaya tetap saja. Analisis titik impas adalah suatu cara untuk mengetahui volume

penjualan minimum agar suatu usaha tidak menderita rugi, tetapi juga belum

mendapat laba. Dengan kata lain labanya sama dengan nol. Kegunaan dari titik

impas tersebut berguna untuk mengendalikan kegiatan operasional yang sedang

berjalan, sebagai bahan pertimbangan dalam penetapan harga jual, sebagai dasar

perencanaan kegiatan operasional dalam usaha untuk mencapai laba tertentu


35

sebagai pertimbangan dalam pengambilan keputuan produksi atau penjualan

(Mulyadi, 2001).

Tujuan suatu perusahaan adalah memperoleh suatu keuntungan demi

kelangsungan usahanya. Keuntungan yang dihasilkan oleh usaha tersebut

dipengaruhi oleh harga jual produk yang dihasilkan, biaya produksi, dan besarnya

volume penjualan (Limbong dan Sitorus, 1987).

Dalam analisis titik impas, biaya-biaya dikelompokkan menjadi biaya

tetap (fixed cost) dan biaya variabel (variable cost). Ada dua cara dalam

menentukan impas, yaitu :

1. Pendekatan Teknik Persamaan

Secara matematis, titik impas produktivitas dapat dihitung sebagai berikut :

π = (P.Q) – (TVC+TFC)

keadaan impas adalah jika π (keuntungan) = 0, maka :

(P.Q) – (TVC+TFC) = 0

BEP TC = TR

(P.Q) = (TVC+TFC)

(P.Q) – TVC = TFC

(P.Q) – (AVC.Q) = TFC

Q (P – AVC) = TFC
36

TFC
BEP (Impas dalam unit) =
P-AVC
TFC
BEP (Impas dalam Rupiah) =
AVC
1-
Keterangan : P

BEP : Nilai Impas Produksi (unit atau Rupiah)

P : Harga jual produk per unit (Rp/unit)

TVC : Biaya variabel total (Rp)

TFC : Biaya tetap total (Rp)

AVC : Biaya rata-rata variabel per unit (Rp/unit)

Π : Laba (Rp)

2. Pendekatan Grafis

Perhitungan titik impas dapat dilakukan juga dengan menentukan titik

pertemuan antara garis pendapatan penjualan dengan garis biaya dalam suatu

grafik. Titik pertemuan antara garis biaya dengan garis pendapatan penjualan

merupakan titik impas. Untuk dapat menentukan titik impas, harus dibuat

grafik dengan sumbu datar menunjukkan volume penjualan. Sedangkan

sumbu tegak menunjukkan biaya dan pendapatan.

Pendapatan, biaya TR

A TC

Impas
P TVC

TFC
B

Volume penjualan
Gambar 4. Laba, Titik Impas, dan Volume Penjualan
Sumber : Mulyadi, 2001
37

Keterangan :

TR : Penerimaan total (Rp)

TC : Biaya total (Rp)

TVC : Biaya variabel total (Rp)

TFC : Biaya tetap total (Rp)

Daerah A : Daerah laba (daerah antara TR, impas dan TC)

Daerah B : Daerah rugi, yaitu daerah antara P, impas, dan Q

P : Pendapatan, biaya

Q : Volume penjualan

Pada gambar 4 terlihat bahwa titik impas terjadi pada perpotongan antara

TR dengan TC yang ditunjukkan oleh tingkat output Q. Jika tingkat penjualan

lebih kecil dari OQ, maka perusahaan akan mengalami kerugian yang berarti

bahwa hasil penjualan tidak dapat menutupi biaya total yang telah dikeluarkan.

Sebaliknya perusahaan akan mendapatkan keutungan jika penjualan lebih besar

dari OQ, artinya hasil penjualan lebih besar dari biaya total yang telah

dikeluarkan. Titik impas dapat berubah dengan adanya perubahan harga input,

perubahan harga output, dan perubahan teknologi.

Menurut Mulyadi (2001), beberapa asumsi yang mendasari analisis titik

impas adalah :

1. Variabilitas biaya dianggap akan mendekati pola perilaku yang diramalkan.

Biaya tetap akan selalu konstan pada kisaran volume yang dipakai pada

perhitungan impas sedangkan biaya variabel berubah sebanding dengan

perubahan volumenya.
38

2. Harga jual produk dianggap tidak berubah-ubah pada berbagai tingkat

kegiatan.

3. Kapasitas produksi dianggap secara relatif konstan.

4. Harga faktor-faktor produksi dianggap tidak berubah.

5. Efisiensi dianggap tidak berubah.

6. Perubahan jumlah persediaan awal dan akhir dianggap tidak signifikan.

7. Komposisi produk yang akan dijual dianggap tidak berubah.

8. Volume merupakan faktor satu-satunya yang paling mempengaruhi biaya.

3.1.4 Analisis Profitabilitas

Analisis profitabilitas dapat diterapkan pada berbagai obyek informasi,

seperti produk, keluarga produk, aktivitas maupun unit organisasi. Analisis

profitabilitas ditujukan untuk mendeteksi penyebab timbulnya laba atau rugi yang

dihasilan oleh suatu obyek informasi dalam periode akuntansi tertentu (Mulyadi,

1999).

Profit adalah besarnya laba yang diperoleh perusahaan dari hasil penjualan

dikurangi dengan total biaya yang dikeluarkan perusahaan. Profitabilitas adalah

nilai laba bersih dibagi dengan penerimaan total. Profitabilitas yang diperoleh

perusahaan menggambarkan besarnya laba yang diperoleh dari hasil laba yang

diperoleh dari hasil penjualan. Menurut Mulyadi (1999), besarnya nilai

profitabilitas ini diperoleh dari perkalian antara Margin Income Ratio (MIR) atau

profit volume ratio dengan Margin Of Safety (MOS).

Selisih antara volume penjualan yang dianggarkan dari volume penjualan

dari titik impas merupakan angka Margin Of Safety (MOS). Menurut Mulyadi

(1999), secara matematis rumus untuk menghitung nilai MOS adalah :


39

Keterangan :

MOS : Margin Of Safety (%)

BEP : Nilai impas (Rp)

TR : Penerimaan total (Rp)

Angka MOS ini memberikan informasi berapa maksimum volume

penjualan yang direncanakan tersebut boleh turun agar perusahaan tidak rugi, atau

dengan kata lain, angka MOS memberikan petunjuk jumlah maksimum penurunan

volume penjualan yang direncanakan, yang tidak mengakibatkan kerugian.

Jika dihubungkan dengan marginal income ratio, angka margin of safety

ini akan berhubungan langsung dengan laba. Marginal income ratio itu sendiri

adalah rasio antara pendapatan dengan hasil penjualannya. Marginal income ratio

memberikan informasi seberapa bagian dari penjualannya tersedia untuk menutup

biaya tetap dan laba. Secara matematis, marginal income ratio dapat ditulis

sebagai berikut (Mulyadi, 1999) :

Keterangan :

MIR : Marginal Income Ratio (%)

VC : Biaya variabel (Rp/unit)

TR : Penerimaan total (Rp)

Dari hasil kali antara MOS (Margin Of Safety) dan MIR (Marginal Income

Ratio) ini, kita dapat melihat profitabilitas perusahaan (kemampuan perusahaan

dalam meghasilkan laba). Nilai profitabilitas ini dapat dihitung dngan

menggunakan rumus matematis :


40

Keterangan :

Π : Profitabiltas perusahaan (%)

MIR : Marginal Income Ratio (%)

MOS : Margin Of Safety (%)

3.1.5 Penyusutan Aktiva

Penyusutan adalah transfer dari biaya ke beban secara periodik dengan

cara yang sistematis sepanjang umur manfaat aktiva. Tiga faktor yang harus

dipertimbangkan dalam menentukan jumlah beban penyusutan yang diakui setiap

periode. Ketiga faktor tersebut adalah a) Biaya awal aktiva tetap, b) Umur

manfaat yang diperkirakan, c) Estimasi nilai pada akhir umur manfaat.

Penyusutan dapat dihitung dengan beberapa metode, yaitu :

1. Metode Garis Lurus (Straight Line Method)

Metode garis lurus menghasilkan jumlah beban penyusutan yang sama

setiap tahun sepanjang umur manfaat suatu aktiva tetap. Metode garis lurus sangat

sederhana dan digunakan secara luas. Metode ini menciptakan transfer biaya yang

wajar ke beban periodik jika pemanfaatan aktiva dan pendapatan yang terkait

dengan pemakaian sama dari periode ke periode.

2. Metode Unit Produksi (Unit of Production Method)

Jika tingkat pemanfaatan aktiva tetap bervariasi dari tahun ke tahun, maka

metode unit peroduksi lebih tepat dipakai daripada metode garis lurus. Metode

unit produksi mampu membandingkan lebih baik beban penyusutan dengan

pendapatan terkait. Metode ini menghasilkan jumlah beban penyusutan yang sama

bagi setiap unit yang diproduksi atau setiap unit kapasitas yang digunakan oleh
41

aktiva. Untuk menerapkan metode ini, umur manfaat aktiva diekspresikan dalam

istilah unit kapasitas produktif. Total beban penyusutan untuk setiap periode

akuntansi ditentukan dengan mengalikan penyusutan per unit dengan jumlah unit

yang dihasilkan atau digunakan selama satu periode tertentu.

3. Metode Saldo Menurun (Declining-Balance Method)

Metode saldo menurun menghasilkan beban periodik yang terus menurun

sepanjang estimasi umur manfaat aktiva. Untuk menerapkan metode ini, tarif

penyusutan garis lurus tahunan terlebih dahulu harus digandakan. Untuk tahun

pertama, biaya aktiva dikalikan dengan tarif saldo menurun. Setelah tahun

pertama, nilai buku yang menurun (biaya dikurangi akumulasi penyusutan)

dikalikan dengan tarif yang dimaksud.

3.1.6 Penentuan Proporsi Biaya Bersama

Ciri pokok biaya produksi bersama adalah biaya tersebut terjadi untuk

beberapa jenis produk yang berbeda dan merupakan jumlah keseluruhan yang

tidak dapat dipisahkan. Hal itu berbeda dibandingkan dengan jumlah masing-

masing untuk setiap produk. Biaya produksi dapat dipisahkan dan mudah

diidentifikasikan untuk masing-masing produk dan umumnya tidak memerlukan

pengalokasian biaya. Sebaliknya biaya produksi bersama memerlukan alokasi atau

pendistribusian pada masing-masing produk (Rony, 1990).

Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk pengalokasian biaya

produksi bersama. Alokasi biaya produk bersama dilakukan pada saat dapat

diidentifikasikan satu produk dengan lain produk dengan cara, yaitu (Rony, 1990)

:
42

1. Metode Nilai Pasar

Metode nilai pasar mengungkapkan bahwa biaya bersama harus

diperuntukkan bagi produk-produk sesuai dengan nilai pasar masing-masing

karena tidak memiliki biaya sendiri bila nilai pasar tidak ada. Dengan metode ini

masing-masing produk bersama menghasilkan persentase keuntungan kotor per

unit yang sama dengan asumsi unit yang dijual tanpa proses lebih lanjut.

Metode ini yang paling banyak digunakan dengan alasan bahwa nilai pasar

merupakan ukuran yang paling logis terhadap biaya yang diperlukan bagi masing-

masing produk atau ada korelasi antara harga jual sesuatu produk dengan biaya

untuk memproduksinya. Metode nilai pasar ini mengungkapkan bahwa biaya

bersama harus diperuntukkan bagi produk-produk sesuai dengan nilai pasarnya

masing-masing karena tidak memiliki biaya sendiri.

2. Metode Phisik atau kuantitas

Metode ini menguraikan bagaimana mendistribusikan biaya bersama atas

dasar ukuran unit atau phisik, seperti kilogram, ton, one, dan pon, yang berarti

produk bersama harus dapat diukur dengan dasar yang sama. Namun, bila ukuran

itu sukar diperoleh, jumlah unit bersama harus dituangkan ke dalam penyebut

yang umum dapat dipakai bagi semua jumlah produksi.

3. Metode Biaya Rata-rata per unit

Metode ini mengalokasikan biaya produksi bersama ke berbagai jenis

produk atas dasar standar yang ditetapkan sebelumnya atau indek produksi. Biaya

rata-rata per unit diperoleh dengan cara membagi jumlah biaya produksi bersama

terhadap jumlah produk yang dihasilkan dengan memakai ukuran unit yang sama
43

dan tidak jauh berbeda satu dengan lainnya dasar pengukurannya. Metode ini

tidak dapat digunakan bila dasar ukuran produk yang dihasilkan berbeda.

4. Metode Rata-rata Tertimbang

Memasukkan faktor bobot untuk setiap unit produk yang dihasilkan karena

adanya perbedaan ukuran produk, kesukaran dalam prosessing, waktu yang

dibutuhkan dalam menghasilkan setiap unit produk, buruh yang dipekerjakan, dan

material yang dipakai, serta unsur-unsur lainnya. Metode ini dapat mengeliminir

dengan cara mengalikan setiap jenis produk terhadap faktor bobotnya sehingga

pengalokasian biaya produksi lebih mencerminkan beban setiap unit produk.

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional

Bella Bakery sebagai salah satu usaha pengolahan makanan, yaitu roti

mempunyai tujuan komersial yaitu mempertahankan keuntungan yang didapat dan

meningkatkan volume produksi untuk eksistensi dan ekspansi usaha. Dalam

rangka pengembangan usaha tersebut, Bella Bakery harus memperhatikan segala

aspek manajemen dengan memanfaatkan sumberdaya yang ada dan pada tingkat

produktivitas yang optimal.

Kenaikan harga bahan baku utama roti tidak diiringi oleh kenaikan harga

jual yang besar pula. Harga jual seharusnya didasarkan pada harga pokok produk.

Ketepatan Bella Bakery dalam menetapkan harga jual akan dievaluasi dan

dianalisis pengaruh yang terjadi terhadap marjin yang didapat. Selain itu,

kenaikan harga tepung terigu juga mempengaruhi tingkat profitabilitas usaha

Bella Bakery. Kenaikan tersebut terjadi setiap tahun sehingga perlu dilakukan

analisis terhadap tingkat profitabilitas yang didapat dari tahun ke tahun. Penelitian
44

ini menghitung profitabilitas selama tiga tahun terakhir ini, yaitu tahun 2005,

2006, dan 2007 karena selama tiga tahun tersebut harga bahan baku utama Bella

Bakery terus mengalami kenaikan yang cukup besar.

Pengaruh kenaikan bahan baku dianalisis berdasarkan perhitungan harga

pokok produk dan tingkat profitabilitas. Analisis ini menggambarkan implikasi

kenaikan harga bahan baku terhadap harga pokok produk yang nantinya

berpengaruh pada penetapan harga jual produk. Pengaruh terhadap kondisi laba

dan operasional perusahaan juga akan dibahas pada penelitian ini. Diagram

kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 5.


45

Bella Bakery
Fluktuasi Harga Input

Bagaimana harga pokok Bagaimana tingkat


produk yang terjadi untuk profitabilitas yang
penentuan harga jual? diperoleh perusahaan?

Harga Pokok Titik Impas (BEP)


Produk Tingkat Profitabilitas

Evaluasi ketepatan penentuan Kondisi Laba


harga jual dan pengaruh terhadap Perusahaan
marjin yang didapat.

Pengaruh kenaikan harga bahan


baku terhadap laba dan
operasional perusahaan.

Untung Rugi

Gambar 5. Diagram Kerangka Pemikiran


46

IV. METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Bella Bakery yang berlokasi di Jalan Masjid

1, Jati Waringin, Bekasi. Pengambilan data dilakukan selama dua bulan, mulai

dari bulan April sampai Mei 2008. Pemilihan tempat penelitian dilakukan secara

sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Bella Bakery merupakan salah

satu UKM yang bergerak di bidang industri pengolahan roti di Bekasi. Selain itu,

Bella Bakery adalah UKM yang berkembang dan terus melakukan pembenahan

terhadap manajemennya. Inovasi terhadap produk terus dilakukan dalam rangka

pengembangan usaha. Bella Bakery juga memiliki jumlah tenaga kerja yang

menyerap masyarakat sekitar.

4.2 Jenis dan Sumber Data

Jenis dan sumber data yang digunakan adalah data primer dan data

sekunder. Data primer diperoleh dari pengamatan langsung di lapangan dan

wawancara secara langsung kepada pihak perusahaan. Data sekunder merupakan

data yang diperoleh dari laporan produksi, proses produksi, pelaksanaan kegiatan

fungsi-fungsi operasional perusahaan, dan literatur yang relevan dengan

penelitian. Data yang diperoleh bersifat kualitatif dan kuantitatif dari eksternal dan

internal perusahaan. Data yang dianalisis adalah data selama tiga tahun terakhir

(2005, 2006, dan 2007) karena berhubungan dengan laba yang akan dianalisis

dimana selama kurun waktu tersebut terjadi kenaikan harga bahan baku.
47

Tabel 6. Jenis dan Sumber Data Penelitian


No. Jenis Data Sumber Data
1. Data Primer
● Profil perusahaan dan pengusaha
Perusahaan
● Struktur Organisasi
●Kegiatan operasional manajemen Perusahaan
(keuangan, sumberdaya manusia,
Perusahaan
pemasaran, dan produksi)
● Kegiatan Produksi
1. Volume produksi Perusahaan
2. Kapasitas produksi Perusahaan
3. Jam tenaga kerja langsung Perusahaan
4. Jam kerja peralatan dan mesin Perusahaan
5. Biaya bahan baku dan bahan Perusahaan
penolong Perusahaan
6. Biaya pemeliharaan mesin dan Perusahaan
kendaraan Perusahaan
7. Biaya penyusutan mesin dan Perusahaan
peralatan
8. Jumlah penjualan Perusahaan
9. Aktivitas proses produksi Perusahaan
● Personalia
1. Jumlah pekerja Perusahaan
2. Biaya tenaga kerja Perusahaan
2. Data sekunder
Data laporan produksi dan penjualan
Perusahaan
Data unit usaha mikro, kecil, dan
menengah Depkop dan UKM
Data makanan roti APTINDO, SII, Dirjen POM, Depkes
Berbagai literatur dan karya ilmiah
yang dianggap relevan dengan
penelitian
a. Hasil penelitian terdahulu
mengenai penetapan harga pokok Hasil penelitian oleh peneliti
produksi, titik impas, dan analisis sebelumnya.
profitabilitas.
b. Buku teks mengenai penelitian
yang terkait yang datanya masih Buku teks yang relevan dengan
relevan untuk digunakan.
penelitian.

4.3 Metode Pengolahan dan Analisis Data

Metode yang digunakan untuk menentukan harga pokok produk adalah

metode full costing. Metode ini dipilih karena memperhitungkan semua unsur

biaya produksi dan non produksi ke dalam harga pokok produk. Metode ini juga
48

baik untuk digunakan manajemen dalam membuat keputusan jangka panjang.

Satuan yang digunakan pada analisis ini adalah produksi per tahun. Sedangkan

biaya penyusutan dihitung dengan metode garis lurus karena metode ini

mengurangi nilai manfaat aktiva yang sama setiap periode produksi. Pembebanan

biaya tetap per jenis produk dipisahkan dari biaya bersama dengan metode nilai

pasar.

Data yang diperoleh dalam tahap pengumpulan data diolah secara manual

dengan menggunakan kalkulator dan program Microsoft Excel. Analisis data

dikelompokkan menjadi analisis kuantitatif dan analisis kualitatif. Analisis

kuantitatif dilakukan pada perhitungan harga pokok produk dengan metode full

costing, titik impas atau BEP (break event point), dan profit. Analisis kualitatif

dilakukan untuk mendeskripsikan hasil perhitungan dari harga pokok produk, titik

impas, dan profitabilitas.

4.3.1 Metode Penyusutan Garis Lurus

Metode ini menghasilkan jumlah beban penyusutan yang sama setiap

tahun sepanjang umur manfaat suatu aktiva tetap. Beban biaya ini dihitung dengan

cara selisih nilai perolehan dan nilai sisa dibagi dengan umur ekonomis suatu

aktiva tetap. Berikut rumus penyusutan dengan metode garis lurus (Fess, 2005) :

Penyusutan = (Nilai perolehan aktiva tetap – Nilai sisa)


Umur Ekonomis

4.3.2 Metode Nilai Pasar

Metode yang digunakan dalam pengalokasian biaya produksi bersama

adalah metode nilai pasar karena metode ini yang paling banyak digunakan
49

dengan alasan bahwa nilai pasar merupakan ukuran yang paling logis terhadap

biaya yang diperlukan bagi masing-masing produk atau ada korelasi antara harga

jual sesuatu produk dengan biaya untuk memproduksinya. Proporsi suatu jenis

produk dihitung dengan cara membagi antara nilai penjualan produk yang

bersangkutan dengan nilai penjualan seluruh produk. Maka biaya tetap suatu

produk dapat dihitung dengan mengalikan proporsi suatu produk dengan biaya

bersama (Rony, 1990).

4.3.3 Metode Full Costing

Harga pokok produk yang dihitung dengan pendekatan full costing terdiri

dari unsur harga pokok produksi (biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, biaya

overhead pabrik variabel, dan biaya overhead pabrik tetap) ditambah dengan

biaya nonproduksi (biaya pemasaran, biaya administrasi dan umum).

Harga pokok produk menurut metode full costing terdiri dari (Mulyadi, 1993) :

Biaya bahan baku Rp XX


Biaya tenaga kerja Rp XX
Biaya overhead pabrik tetap Rp XX
Biaya overhead pabrik variabel Rp XX
+
Harga pokok produksi Rp XX
Biaya Administrasi dan Umum Rp XX
Biaya Pemasaran Rp XX
+
Harga Pokok Produk Rp XX

4.3.4 Perhitungan Harga Pokok Produk

Penentuan harga pokok produk, yaitu dengan cara membebankan biaya

produksi selama periode tertentu kepada proses atau kegiatan produksi dan
50

membaginya sama rata kepada produk yang dihasilkan dalam periode tertentu

(Mulyadi, 1999). Rumus yang digunakan dalam menghitung HPP adalah :

Keterangan :

HPP : Harga pokok produk per satuan ((Rp/unit)/tahun)

TC : Biaya produksi yang dikeluarkan (Rp/tahun)

Q : Jumlah produk yang dihasilkan (unit/tahun)

4.3.5 Analisis Titik Impas (Break Event Point)

Besarnya titik impas merupakan hasil bagi antara biaya tetap total dengan

margin kontribusi persatuan unit produk yang dijual. Break Event Point dapat

dihitung dengan rumus (Mulyadi, 2001):

TFC
BEP (Impas dalam unit) =
P-AVC

TFC
BEP (Impas dalam Rupiah) =
AVC
1-
P
Keterangan :

BEP : Nilai Impas Produksi (unit atau Rupiah)

P : Harga jual produk per unit (Rp/unit)

TVC : Biaya variabel total (Rp)

TFC : Biaya tetap total (Rp)

AVC : Biaya variabel per unit (Rp/unit)

Π : Laba (Rp)
51

4.3.6 Analisis Profitabilitas

Menurut Mulyadi (1999), kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba

(profitabilitas) perusahaan dapat dinyatakan dengan rumus :

Keterangan :

Π : Kemampuan perusahaan memperoleh laba (%)

MIR : Marginal Income Ratio (%)

VC : Biaya variabel (Rp/unit)

MOS : Margin Of Safety (%)

BEP : Nilai Impas Produksi (unit atau Rp)

Q : Jumlah produksi (unit)

TR : Penerimaan total (Rp)

4.4 Definisi Operasional

1. Roti adalah produk makanan yang dibuat dari tepung terigu yang diragikan

dengan menggunakan ragi roti atau campuran dari terigu, air, dan ragi dengan

atau tanpa penambahan bahan lain dan selanjutnya adonan dibakar atau

dipanggang.

2. Produksi adalah suatu kegiatan yang memproduksi bahan baku sampai

menjadi produk jadi melalui proses produksi yang melibatkan tenaga


52

produksi dan mesin atau alat yang digunakan. Satuan yang digunakan dalam

menentukan jumlah produksi adalah unit.

3. Bahan baku adalah bahan yang membentuk bagian menyeluruh produk jadi.

Bahan baku dalam industri makanan roti adalaha tepung, gula, garam,

mentega, dan ragi.

4. Biaya bahan penolong dimasukkan ke dalam biaya bahan baku, sesuai dengan

sistem produksi perusahaan yang berproduksi dengan metode proses.

5. Tenaga kerja adalah usaha fisik atau mental yang dikeluarkan karyawan

untuk mengolah produk.

6. Biaya tenaga kerja adalah harga yang dibebankan untuk penggunaan tenaga

kerja manusia tersebut. Yang termasuk biaya tenaga kerja, yaitu upah tenaga

kerja.

7. Biaya overhead pabrik adalah biaya produksi selain biaya bahan baku dan

biaya tenaga kerja.

8. Harga Pokok Produk adalah besarnya biaya yang harus dikeluarkan dalam

memproduksi suatu produk dalam periode tertentu. Biaya tersebut dibentuk

oleh biaya produksi dan nonproduksi. Satuan yang digunakan dalam

penentuan harga pokok produk, yaitu unit dan rupiah.

9. Biaya tetap adalah biaya-biaya yang jumlahnya tetap, tanpa memperhatikan

tingkat volumenya (sejauh tidak dibutuhkan tambahan fasilitas produksi).

10. Biaya variabel adalah biaya-biaya yang berubah sesuai dengan perubahan

volume penjualan. Biaya tersebut dapat berupa biaya bahan baku dan tenaga

kerja langsung.
53

11. Titik impas (Break Event Point) adalah suatu keadaan dimana perusahaan

dalam memproduksi roti pada periode tertentu tidak mendapat keuntungan

dan tidak mendapatkan kerugian dalam berproduksi. Satuan yang digunakan

dalam penentuan titik impas adalah unit dan rupiah.

12. Marginal Of Safety (MOS) adalah tingkat penurunan produksi atau penjualan

yang akan ditolerir dari yang direncanakan atau yang dianggarkan. MOS juga

dikenal sebagai batas aman perusahaan yang dinyatakan dalam bentuk

persen.

13. Marginal Income Ratio (MIR) adalah selisih antara hasil penjualan dengan

biaya variabel rata-rata. Nilai MIR juga merupakan bagian dari hasil

penjualan yang tersedia untuk menutupi biaya tetap dan laba. Semakin tinggi

nilai MIR, keadaan semakin baik karena kemampuan perusahaan untuk

menutupi biaya tetap dan memperoleh laba akan semakin besar yang

biasanya dinyatakan dalam bentuk persen.

14. Profitabilitas adalah penilaian yang dilakukan untuk melihat pengaruh

berbagai strategi terhadap kontribusi laba yang diharapkan dari suatu produk.

Besarnya hasil penjualan ini diperoleh perkalian antara Margin Income Ratio

dan Marginal Of Safety. Satuan yang digunakan dalam penentuan

profitabilitas adalah persen.

15. Harga jual adalah nilai atau harga yang digunakan untuk menilai suatu

produk roti yang dijual, dihitung dalam rupiah.


54

V. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

5.1 Sejarah dan Perkembangan Perusahaan

Perusahaan ini bernama Bella Bakery yang merupakan usaha kecil

menengah (UKM) dalam bidang pengolahan tepung terigu menjadi roti. Usaha

yang terletak di sekitar pemukiman penduduk daerah Jati Waringin, Pondok Gede,

Bekasi ini berdiri pada bulan Juni tahun 2004 oleh Bapak Supardi. Sebelum

mendirikan pabrik roti ini, Bapak Supardi bekerja di perusahaan serupa, yaitu

Medolia Bakery. Namun, Beliau hanya bertindak sebagai distributor Medolia

Bakery dari tahun 1992-2004. Kemudian berbekal ilmu yang diperoleh dari

pengalaman kerja di Medolia Bakery, Bapak Supardi berinisiatif mendirikan

sebuah pabrik roti di daerah Pondok Gede, yaitu Bella Bakery. Jiwa wirausaha

dan motivasi yang tinggi menjadi modal yang baik untuk Bapak Supardi dalam

menjalankan usahanya. Pemilihan lokasi pabrik di daerah ini karena tersedianya

lahan kosong untuk mendirikan pabrik. Selain itu, usaha roti di daerah tersebut

belum terlalu banyak sehingga persaingan belum terlalu besar.

Seiring berjalannya waktu, usaha roti mulai banyak bermunculan di daerah

tersebut dalam skala kecil. Hal tersebut menjadi tantangan tersendiri bagi Bella

Bakery untuk terus mempertahankan usahanya. Lokasi pabrik yang dekat dengan

pemukiman penduduk menjadi keuntungan karena merupakan pasar potensial

bagi Bella Bakery yang keseharian masyarakatnya mempunyai aktivitas yang

padat sehingga menuntut kepraktisan dalam konsumsi makanan, seperti roti.

Sejak berdirinya Bella Bakery hingga sekarang, bahan baku pembuat roti

mengalami kenaikan harga yang cukup tinggi. Namun, pemilik berusaha


55

mempertahankan usahanya dengan menekan biaya produksi dan mencari bahan

baku alternatif. Pemilik juga selalu berusaha meningkatkan kesejahteraan para

karyawannya yang sebagian besar adalah usia produktif. Inovasi terhadap produk

terus dilakukan untuk mengikuti selera konsumen yang selalu berubah.

Usaha ini telah mendapat izin dari RT/RW setempat. Perkembangan usaha

ini membuat sebagian orang ikut menanamkan uangnya pada Bella Bakery.

Sampai saat ini, ada sepuluh orang yang menanamkan uangnya di Bella Bakery,

walaupun uang yang ditanamkan masing-masing orang tidak terlalu banyak,

namun cukup membantu kelangsungan usaha. Perkembangan usaha ini juga

didukung oleh beberapa strategi yang diterapkan oleh pemilik di bidang

pemasaran, produksi, dan manajemen.

Bella Bakery berhasil menambah agen pemasarannya menjadi tiga dan

didukung dengan armada pemasaran berupa sepuluh sepeda dan lima belas sepeda

motor. Di bidang produksi, Bella Bakery terus menambah jenis produk dengan

melakukan inovasi bentuk dan rasa. Manajemen pun terus dilakukan perbaikan,

terutama dalam hal pencatatan administrasi usaha. Walaupun Bella Bakery

merupakan usaha kecil, namun pencatatan arus kas dan administrasi usaha telah

dilakukan dengan baik.

5.2 Visi, Misi, dan Tujuan Perusahaan

Bella Bakery belum merumuskan visi dan misi perusahaan secara tertulis.

Namun, pada dasarnya Bella Bakery sebagai usaha kecil yang bergerak pada

pengolahan makanan mempunyai tujuan mempertahankan dan mengembangkan


56

usaha untuk memperoleh keuntungan demi kemajuan kualitas hidup pemilik dan

karyawan-karyawannya, serta terus melakukan perbaikan untuk mencapai tujuan.

5.3 Struktur Organisasi

Bella Bakery tidak memiliki struktur organisasi yang baku. Pemilik

melakukan pengawasan langsung terhadap usaha. Pemilik terdiri dari sepuluh

orang, tetapi besarnya modal yang ditanamkan masing-masing orang berbeda-

beda. Satu orang yang memiliki modal terbesar dan merupakan pendiri usaha ini

adalah Bapak Supardi, sedangkan sembilan orang yang lain hanya menanamkan

modal yang sedikit jumlahnya. Pemilik hanya bertindak sebagai pengawas,

penanggung-jawab, dan pengambil keputusan, sedangkan pengelolaan usaha

dilimpahkan kepada karyawan yang ditunjuk.

Pengelola berada di bawah wewenang pemilik dalam melaksanakan

tugasnya. Pengelola terdiri dari sekretaris, bendahara, dan penanggung-jawab

operasional perusahaan. Sekretaris bertugas melakukan pencatatan terhadap

aktivitas perusahaan dan pembukuan arus kas yang masuk dan keluar. Bendahara

bertugas memegang uang kas perusahaan. Penanggung-jawab operasional

bertanggung-jawab terhadap jalannya pembelian bahan baku, produksi, dan

pemasaran. Ketiga operasional tersebut tidak mempunyai karyawan khusus yang

menjalankan masing-masing operasional. Beberapa karyawan menjalankan tugas

merangkap untuk beberapa operasional perusahaan. Hal ini menunjukkan bahwa

struktur organisasi dijalankan secara fleksibel. Struktur organisasi dapat dilihat

pada Gambar 6.
57

Pemilik

Sekretaris Bendahara Penanggung-jawab


Operasional

Bagian Pembelian Bagian Produksi Bagian Pemasaran


Bahan Baku

Baker Karyawan
Karyawan

Karyawan

Gambar 6. Struktur Organisasi Bella Bakery

5.4 Aktivitas Perusahaan

Aktivitas perusahaan dilaksanakan setiap hari Senin sampai Minggu,

kecuali hari libur besar, seperti Hari Raya Idul Fitri dan Natal. Sebagian besar

aktivitas perusahaan berlangsung di dalam pabrik seluas 84 meter persegi. Pabrik

terdiri dari tempat menyimpan bahan baku, tempat produksi, kamar mandi, meja

administrasi, dan tempat pengepakan produk jadi. Denah pabrik dapat dilihat pada

Lampiran 9. Aktivitas perusahaan terdiri dari pembelian bahan baku, produksi,

dan pemasaran. Aktivitas-aktivitas tersebut dilakukan pengawasan oleh pemilik

yang mempercayakan pelaksanaannya kepada pengelola sehingga pemilik tidak

sering datang ke pabrik.


58

5.4.1 Pembelian Bahan Baku

Pada awal perusahaan didirikan, bahan baku diperoleh dari Pasar Senen.

Perusahaan melakukan pembelian langsung dengan datang ke tempat penjual

menggunakan mobil box. Namun mulai akhir tahun 2007, bahan baku diperoleh

dengan memesan kepada penjual di daerah Kranji. Kemudian bahan baku tersebut

diantarkan langsung ke pabrik. Pembelian bahan baku ini dilakukan satu minggu

sekali. Bahan baku disimpan di dalam gudang tempat persediaan bahan baku

selama satu minggu hingga habis. Setelah itu, pembelian bahan baku dilakukan

kembali dan begitu seterusnya.

5.4.2 Produksi

Kegiatan produksi berlangsung setiap hari dari pukul 06.00-14.00. Bella

Bakery mempunyai dua orang baker yang bertugas meracik resep dan dibantu

enam orang karyawan untuk membuat roti. Produksi roti dilakukan berdasarkan

jumlah pesanan perharinya dari pedagang. Kapasitas produksi rata-rata perhari

adalah 367 roti tawar dan 806 roti manis. Jenis roti yang diproduksi terdapat 31

macam, yaitu roti dengan berbagai isi, donat, dan roti tawar. Harga dari masing-

masing roti berbeda-beda sesuai dengan isi roti. Jenis roti Bella Bakery dan

harganya dapat dilihat pada Tabel 7. Harga yang tertera pada tabel adalah harga

yang diterima pada tingkat pedagang. Harga yang diterima konsumen lebih besar

dari harga yang diterima pedagang karena pedagang menaikkan harga untuk

mendapatkan keuntungan.
59

Tabel 7. Jenis Roti Bella Bakery dan Daftar Harga Tahun 2008
No. Jenis Roti Harga (Rp)
1. Abon 2800
2. Baso 2800
3. Coklat 2500
4. Coklat Keju 2800
5. Coklat Cream 2500
6. Coklat Ring 2200
7. Coklat Rol 2800
8. Cofe Bun 2500
9. Cheese John 2800
10. Cheese Stik 4500
11. Donat Baso 2800
12. Donat Keju 2500
13. Hot Dog 2800
14. Keju 2800
15. Kelapa Muda 2500
16. KCK 4500
17. Keset Keju 4500
18. Keset Coklat 4000
19. Long John 2500
20. Manis 12 Kosong 3500
21. Manis 12 Isi 6500
22. Manis 6 3500
23. Molen 2800
24. Nanas 2500
25. Pisang Coklat 2500
26. Pisang Coklat Keju 2500
27. Pisang Keju 2500
28. Srikaya 2500
29. Tawar 4500
30. Strawberry 2500
31. Pizza 2000

Jenis bahan baku yang digunakan dalam produksi antara lain tepung

terigu, susu, mentega, gist (pemekar), baker bonus (pengenyal), minyak goreng,

meses, keju, gula, telur, garam, selai berbagai rasa, pengawet, wijen, daging,

sukade, maezena, dan kismis. Tepung terigu sebagai bahan baku utama digunakan

sebesar 5-6 bal setiap harinya.

Proses produksi roti yang dilakukan perusahaan ditunjang oleh beberapa

peralatan dan mesin, yaitu oven (memanggang roti), mixer (mencampur adonan),

mesin pemotong (memotong roti tawar yang telah matang), mesin cetak
60

(mencetak adonan roti), rol (menggiling atau meratakan adonan), pemanas

(mempercepat pengembangan dan mempertahankan kelembaban roti), timbangan

(menimbang bahan baku), dan meja produksi (membentuk roti). Proses produksi

ini dilakukan di sebuah pabrik berukuran 12m x 7m.

5.4.3 Pemasaran

Roti yang telah selesai diproduksi siap dipasarkan kepada konsumen. Roti

ini dikemas dalam plastik yang diberi label Bella Bakery (Lampiran 8). Setelah

semua roti telah diproduksi, roti tersebut diantarkan ke keempat agen milik

perusahaan menggunakan mobil box. Pedagang yang telah memesan roti,

mengambil roti pesanannya ke masing-masing agen langganannya. Para pedagang

memasarkan roti-roti tersebut menggunakan armada milik perusahaan yang

dipinjamkan kepada mereka. Perusahaan memiliki sepuluh sepeda dan lima belas

sepeda motor. Pedagang membeli roti kepada perusahaan yang kemudian roti

tersebut menjadi tanggung jawab pedagang sepenuhnya. Pedagang harus memark-

up harga yang dijual kepada konsumen untuk mendapatkan keuntungan.

Perusahaan mempunyai empat agen yang digunakan untuk menampung

produk yang dipesan, dimana pedagang dapat mengambil roti pesanannya di sana.

Keempat agen tersebut tersebar di beberapa daerah pemasaran, yaitu Rawa

Lumbu, Kranggan, Pondok Kopi, dan Depok. Pedagang mengambil ke agen yang

terdekat dengan masing-masing daerah pemasarannya. Sistem pemasaran seperti

ini sudah berlangsung dari awal mula berdiri dan dipilih oleh perusahaan karena

cukup efisien dan menguntungkan perusahaan.


61

5.4.4 Sumber Daya Manusia

Sistem perekrutan yang dilakukan perusahaan adalah sistem kekeluargaan.

Tidak ada persyaratan khusus untuk menjadi karyawan. Semua karyawan

perusahaan berjenis kelamin laki-laki. Bagian produksi mempunyai dua orang

baker dan enam orang karyawan. Baker-baker tersebut tidak mempunyai latar

belakang pendidikan khusus dalam bidang tata boga, tetapi mereka mempunyai

pengalaman dalam meracik roti sebelum bekerja di Bella Bakery. Sedangkan

karyawan yang lain berpendidikan terakhir Sekolah Dasar (SD). Pengelola

perusahaan berjumlah tiga orang, yang terdiri dari dua orang sekretaris, satu orang

bendahara, dan satu orang penanggung-jawab operasional perusahaan. Pengelola

perusahaan berlatar belakang SMA (Sekolah Menengah Atas).

Karyawan Bella Bakery mendapatkan gaji pokok yang diberikan setiap

bulan dan uang makan yang diberikan setiap satu minggu. Selain itu, setiap Hari

Raya Idul Fitri karyawan mendapatkan Tunjangan Hari Raya. Pemilik Bella

Bakery memiliki jiwa kekeluargaan yang tinggi dan sangat memperhatikan

keadaan karyawannya sehingga jika ada karyawan yang sakit atau membutuhkan

uang maka Bella Bakery membantu meringankan beban karyawan tersebut.

5.4.5 Keuangan

Sebagai usaha kecil, Bella Bakery telah melakukan pencatatan yang cukup

baik terhadap nilai penjualan produk dan pembelian bahan baku, serta arus kas

masuk dan keluar. Walaupun karyawan tidak mempunyai kemampuan khusus

dalam pembukuan, namun karyawan tersebut terus belajar dengan langsung

mempraktekannya. Laporan keuangan yang berupa neraca laba/rugi dibuat setiap


62

bulan. Laporan keuangan ini digunakan untuk bahan evaluasi usaha dan

pengendalian biaya yang dikeluarkan selama satu bulan. Bila biaya yang

dikeluarkan terlalu besar, maka bulan berikutnya dilakukan penekanan pada pos

biaya tertentu.
63

VI. PEMBAHASAN DAN HASIL

6.1 Struktur Biaya

6.1.1 Biaya Investasi

Kegiatan investasi merupakan pengkaitan sumber-sumber dalam jangka

panjang untuk menghasilkan laba di masa yang akan datang (Mulyadi, 1993).

Investasi pada Bella Bakery terdiri dari bangunan pabrik, transportasi, peralatan,

dan mesin produksi yang masing-masing mempunyai tahun perolehan yang

berbeda-beda. Rincian masing-masing nilai perolehan bangunan pabrik, peralatan,

mesin produksi, dan kendaraan tercantum pada Lampiran 1. Biaya investasi

terbesar adalah investasi mobil box untuk produksi senilai Rp 50.000.000.

Sedangkan biaya investasi terkecil adalah timbangan jenis dua senilai Rp 90.000.

Nilai beban biaya tetap dari tahun 2005 sampai tahun 2007 dihitung

berdasarkan besarnya nilai investasi tahun perolehan barang yang disusutkan

selama umur ekonomisnya dengan metode garis lurus (straight line). Bangunan

pabrik disusutkan lima persen per tahun dari perkiraan umur ekonomis 20 tahun.

Mesin-mesin produksi disusutkan 20 persen dari perkiraan umur ekonomis lima

tahun. Peralatan produksi, seperti loyang dan timbangan, disusutkan 25 persen

dari umur ekonomis empat tahun. Kendaraan disusutkan 10 persen dari umur

ekonomis sepuluh tahun (Lampiran 1).

Berdasarkan Lampiran 1 didapat beban biaya tetap selama 2005-2007

masing-masing sebesar Rp 33.256.667, Rp 34.174.167, dan Rp 34.299.792. Dari

tahun ke tahun terlihat peningkatan beban biaya tetap ini sebesar 2,68 persen pada

tahun 2006 dan 0,37 persen pada tahun 2007. Hal ini terjadi karena perusahaan
64

melakukan tambahan investasi pada peralatan dan mesin produksi. Penambahan

investasi dilakukan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi agar

perusahaan dapat beroperasi secara optimal dan meningkatkan keuntungan. Beban

biaya tetap ini bukan merupakan biaya aktual yang dikeluarkan selama periode

2005-2007, akan tetapi biaya yang diperoleh dengan pendekatan biaya investasi.

Beban biaya ini dihitung karena konsep biaya yang digunakan dalam penelitian

adalah biaya total (full costing) yang dikeluarkan dalam kegiatan produksi.

6.1.2 Biaya Tetap dan Biaya Variabel

Kegiatan produksi Bella Bakery adalah memproduksi berbagai macam

roti, seperti roti tawar dan roti manis. Pembahasan pada penelitian ini hanya

dibatasi untuk produk yang mempunyai nilai penjualan terbesar, yaitu roti tawar

dan roti manis (Roti a) karena produk utama tersebut memiliki jumlah produksi

rata-rata terbesar dan berpengaruh terhadap laba yang diberikan. Roti

dikelompokkan berdasarkan harga yang sama dan dihitung proporsi nilai

penjualan masing-masing kelompok terhadap total penjualan. Pada tahun 2005,

proporsi nilai pasar roti tawar terhadap roti lain sebesar 40,13 persen, tahun 2006

sebesar 42,87 persen, dan tahun 2007 sebesar 43,17 persen. Untuk roti manis,

proporsi terhadap nilai pasar tahun 2005 sebesar 21,23 persen, tahun 2006 sebesar

17,96 persen, dan tahun 2007 sebesar 20,43 persen. Secara lengkap cara

perhitungan proporsi masing-masing produk disajikan pada Lampiran 3. Proporsi

tersebut digunakan untuk menetapkan biaya tetap masing-masing kelompok

produk dari biaya produksi bersama.


65

Biaya tetap diperoleh dari biaya-biaya yang sifatnya tetap jumlahnya pada

periode tertentu dan tidak berpengaruh langsung terhadap jumlah produk yang

dihasilkan. Bella Bakery memiliki beberapa komponen biaya tetap, yaitu biaya

tenaga kerja administrasi dan umum, biaya penyusutan bangunan, peralatan,

mesin produksi, dan kendaraan, biaya pemeliharaan dan perbaikan bangunan,

peralatan, mesin produksi, dan kendaraan, biaya telepon, biaya kontrakan agen,

dan biaya umum. Biaya tetap roti tawar dan roti manis tahun 2005-2007 tersaji

dalam Tabel 8.

Biaya tetap pada Tabel 8 merupakan biaya tetap roti tawar dan roti manis

yang telah dihitung dari biaya tetap bersama berdasarkan proporsi. Kontribusi

terbesar dari komponen biaya tetap adalah biaya tenaga kerja administrasi dan

umum sebesar 37,66 persen pada tahun 2006 dan 36,74 persen pada tahun 2007.

pada tahun 2005 kontribusi terbesar terjadi pada biaya penyusutan. Peningkatan

biaya tenaga kerja ini disebabkan oleh kebijakan perusahaan yang menaikkan gaji

karyawan karena perusahaan sangat memperhatikan nasib karyawan dan

merasakan meningkatnya volume penjualan sebesar 12,82 persen untuk roti tawar.

Pada tahun 2007, biaya tenaga kerja mengalami peningkatan yang sedikit karena

penjualan mengalami peningkatan yang sedikit pula.


66

Tabel 8. Komponen Biaya Tetap Roti Tawar dan Roti Manis Bella Bakery
Tahun 2005-2007
No. Uraian 2005 2006 2007
Rp % Rp % Rp %
Biaya Tenaga
1. Kerja Adm 17.289.162 30,96 25.266.653 37,66 27.154.466 36,74
dan Umum
Biaya
2. 21.302.738 38,15 21.931.909 32,69 22.879.671 30,96
Penyusutan
Biaya
3. 7.029.218 12,59 4.526.244 6,75 6.654.532 9,00
Pemeliharaan
4. Biaya Telepon 513.890 0,92 668.521 1,00 1.356.588 1,84
5. Biaya Agen 2.270.320 4,07 3.908.328 5,82 7.345.800 9,94
6. Biaya Umum 7.435.298 13,32 10.794.284 16,09 8.517.758 11,52
TOTAL 55.840.626 100 67.095.939 100 73.908.815 100

Biaya penyusutan terdiri dari penyusutan bangunan pabrik, oven, mixer,

mesin pemotong, mesin cetak, rol, pemanas, timbangan, loyang sedang, pisau

pemotong, tabung gas, tenong, meja produksi, mobil, motor, dan sepeda. Biaya

penyusutan terbesar adalah mobil sebesar Rp 5.000.000 pertahun dan yang

terkecil adalah timbangan jenis 2 sebesar Rp 22.500. Dari tahun 2005-2007, biaya

penyusutan mengalami peningkatan yang disebabkan oleh adanya pembelian

peralatan dan mesin produksi. Uraian perhitungan biaya penyusutan dapat dilihat

pada lampiran 1 dan Lampiran 2.

Biaya pemeliharaan dan perbaikan merupakan biaya yang dikeluarkan

untuk memperbaiki bangunan pabrik, peralatan, mesin produksi, mobil, dan

motor. Pada tahun 2005, biaya ini memiliki jumlah paling besar dibandingkan

tahun 2006 dan 2007 karena terdapat biaya perbaikan mixer yang jumlahnya

cukup besar, yaitu Rp 4.000.000. Uraian perhitungan biaya pemeliharaan dan

perbaikan dapat dilihat pada Lampiran 4.

Biaya telepon juga termasuk ke dalam biaya tetap karena tidak

terpengaruh oleh besarnya volume produksi. Biaya ini mengalami peningkatan


67

dari tahun 2005-2007. Sedangkan biaya agen merupakan biaya yang dibayarkan

untuk kontrakan agen penampungan produk jadi. Biaya ini juga mengalami

peningkatan karena dari tahun 2005 sampai 2007 jumlah agen bertambah.

Biaya umum terdiri dari pajak motor, pajak mobil, pajak bangunan pabrik,

sumbangan, pengurusan surat-surat, tunjangan, dan biaya transportasi. Biaya ini

mengalami penurunan pada tahun 2007 karena perusahaan berusaha mengurangi

biaya-biaya yang tidak terlalu penting untuk efisiensi operasional perusahaan

sehingga didapat penurunan sebesar 26,73 persen.

Biaya tetap secara keseluruhan selama tahun 2005-2007 mengalami

peningkatan, yaitu Rp 55.840.626, Rp 67.095.939, dan Rp 73.908.815. Hal ini

dikarenakan bertambahnya peralatan dan mesin yang digunakan serta naiknya

biaya telepon dari tahun ke tahun. Namun, peningkatan tahun 2006 lebih besar

dibandingkan tahun 2007 karena perusahaan berusaha untuk menekan biaya tetap

untuk efisiensi.

Biaya variabel dalam proses produksi roti tawar, dan roti manis Bella

Bakery terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, biaya gas,

biaya listrik, dan biaya kemasan. Biaya-biaya ini termasuk ke dalam biaya

variabel karena peningkatan jumlah biaya yang dikeluarkan sebanding dengan

peningkatan jumlah produksi. Bahan baku roti tawar terdiri dari tepung terigu,

gula, susu fullcream, garam, gist, baker bonus, dan mentega. Biaya bahan baku

dari tahun 2005-2007 mengalami peningkatan karena harga bahan baku juga

meningkat terutama harga bahan baku utama (tepung terigu). Bella bakery

menggunakan dua merek tepung terigu dalam produksi roti tawar, yaitu Cakra

Kembar dan Segitiga Biru dengan komposisi 7:3. Hal ini dilakukan perusahaan
68

untuk menekan biaya tepung terigu yang mengalami peningkatan yang cukup

besar dari tahun ke tahun.

Biaya mentega juga mengalami peningkatan dan merek mentega yang

digunakan untuk produksi roti tawar berbeda dengan mentega yang digunakan

untuk produksi roti manis. Roti tawar menggunakan merek mentega Eksport dan

roti manis menggunakan mentega Bos. Harga mentega Eksport lebih mahal

dibandingkan dengan mentega Bos.

Untuk bahan baku gula, susu fullcrean, garam, gist, dan baker bonus

mengalami penurunan karena perusahaan mengganti merek yang digunakan

dengan yang lebih murah tetapi kualitas tidak jauh berbeda. Seluruh bahan baku

mengalami peningkatan biaya baku tahun 2005-2006 dengan peningkatan sebesar

14,14 persen pada tahun 2006 dan 22,18 persen pada tahun 2007. Uraian biaya

bahan baku produksi roti tawar Bella Bakery dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Biaya Bahan Baku Produksi Roti Tawar Bella Bakery Tahun 2005-
2007
No. Bahan 2005 2006 2007
1. Tepung Terigu a. Cakra Kembar 52.519.054 62.108.227 90.370.020
b. Segitiga Biru 20.349.018 23.978.514 36.775.644
2. Gula 7.079.578 8.813.784 8.623.265
3. Susu Fullcream 20.196.480 23.903.640 22.063.440
4. Garam 827.068 1.124.920 1.015.720
5. Gist 9.709.603 9.158.849 8.112.365
6. Baker Bonus 4.700.812 5.710.062 4.850.537
7. Mentega 21.193.312 24.263.449 32.574.080
TOTAL 136.574.925 159.061.445 204.385.071

Bahan baku roti manis terdiri dari tepung terigu, telur, garam, gula, susu

fullcream, gist, baker bonus, pengawet, keju, coklat, daging, abon, mentega,

minyak goreng, dan baking powder. Roti manis menggunakan tepung terigu

merek Cakra Kembar. Biaya bahan baku roti manis mengalami peningkatan pada
69

tahun 2006. Namun, pada tahun 2007 biaya mengalami penurunan. Hal ini bukan

disebabkan oleh menurunnya harga bahan baku tetapi karena perusahaan

mengganti merek beberapa bahan baku dengan yang lebih murah dengan kualitas

yang tidak jauh berbeda dan volume produksi juga mengalami penurunan. Biaya

bahan baku roti manis dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Biaya Bahan Baku Produksi Roti Manis Bella Bakery Tahun 2005-
2007
No. Uraian 2005 2006 2007
1. Tepung Terigu (Cakra Kembar) 14.478.300 22.726.776 16.943.040
2. Telur 5.734.191 5.193.834 5.008.107
3. Garam 122.958 120.459 101.001
4. Gula 4.368.758 4.058.905 3.933.025
5. Susu Fullcream 3.892.620 3.431.160 2.882.800
6. Gist 2.823.533 1.968.805 1.762.463
7. Baker Bonus 907.011 820.579 674.898
8. Pengawet 117.900 101.664 88.845
9. Keju 1.306.913 1.258.925 1.213.499
10. Coklat 482.463 415.640 378.010
11. Daging 1.889.120 1.763.895 2.959.655
12. Abon 3.286.725 2.706.525 2.759.250
13. Mentega 4.471.200 3.880.800 3.979.620
14. Minyak Goreng 12.127.489 12.659.688 15.005.160
15. Baking Powder 223.560 206.518 179.005
TOTAL 56.232.741 61.314.173 57.868.378

Biaya tenaga kerja langsung terdiri dari gaji pokok karyawan dan upah

lembur. Upah lembur diberikan saat ada penambahan jam tenaga kerja untuk

memproduksi tambahan pesanan roti. Biaya tenaga kerja langsung meningkat dari

tahun ke tahun karena perusahaan menaikkan gaji pokok dan upah lembur. Biaya

gas juga mengalami peningkatan sebesar 0,75 persen pada tahun 2006 dan 5,67

persen pada tahun 2007. Peningkatan tersebut terjadi seiring dengan

meningkatnya harga gas. Biaya listrik termasuk ke dalam biaya variabel karena

sebagian besar listrik digunakan untuk proses produksi, yaitu penggunaan mesin

produksi (oven, mesin pemanas, dan mixer). Semakin besar volume produksi roti,
70

maka semakin besar pula penggunaan peralatan produksinya sehingga

penggunaan listrik juga meningkat.

Sedangkan biaya variabel di luar proses produksi adalah biaya kemasan.

Semakin besar volume produksi, semakin besar juga jumlah kemasan yang

dibutuhkan sehingga meningkatkan biaya kemasan. Biaya kemasan dari tahun

2005 sampai 2007 berturut-turut adalah Rp 13.323.800, Rp 19.610.300, dan Rp

17.075.600. Penurunan biaya kemasan pada tahun 2007 disebabkan oleh

penurunan jumlah produksi tahun 2007, terutama untuk roti manis.

Komponen biaya variabel yang terbesar adalah biaya bahan baku yang

setiap tahunnya mengalami peningkatan yang cukup besar. Pada periode tahun

2005-2007 biaya bahan baku berturut-turut berkontribusi sebesar 75,35 persen,

71,33 persen, dan 72,98 persen. Kontribusi tahun 2005 dan 2007 menunjukkan

nilai yang tinggi karena peningkatan harga bahan baku yang tinggi. Penurunan

kontribusi biaya bahan baku pada tahun 2006 disebabkan karena perusahaan

membuat strategi dalam pembelian merek bahan baku. Perusahaan menggunakan

dua merek tepung terigu yang penggunaannya dicampur seperti yang telah

dijelaskan sebelumnya untuk menjangkau harga tepung yang semakin tinggi.

Biaya variabel tahun 2005 adalah sebesar Rp 255.876.570, tahun 2006

sebesar Rp 308.958.318, dan tahun 2007 sebesar Rp 359.371.088. Peningkatan

tahun 2006 sebesar 13,83 persen dan tahun 2007 sebesar 13,89 persen. Komponen

biaya variabel produksi roti tawar dan roti manis Bella Bakery tahun 2005-2007

dapat dilihat pada Tabel 11.


71

Tabel 11. Komponen Biaya Variabel Produksi Roti Tawar dan Roti Manis
Bella Bakery Tahun 2005-2007
No. Uraian 2005 2006 2007
Rp % Rp % Rp %
Biaya Bahan
1. 192.807.666 75,35 220.375.618 71,33 262.253.449 72,98
Baku
Biaya Tenaga
2. Kerja 40.341.377 15,77 58.955.524 19,08 69.360.419 19,30
Langsung
3. Biaya Listrik 2.887.295 1,13 3.450.886 1,12 3.721.236 1,04
4. Biaya Gas 6.516.432 2,55 6.565.990 2,13 6.960.384 1,94
Biaya
5.
Kemasan 13.323.800 5,21 19.610.300 6,35 17.075.600 4,75
TOTAL 255.876.570 100 308.958.318 100 359.371.088 100

6.2 Analisis Penerimaan Bella Bakery

Dalam analisis penerimaan dilakukan beberapa analisis, yaitu analisis

harga pokok produk, analisis titik impas, dan analisis profitabilitas dari tahun

2005 sampai tahun 2007. Hal ini dilakukan untuk mengetahui sampai sejauhmana

keadaan produksi roti tawar dan roti manis mencapai tingkat keuntungan. Dalam

analisis penerimaan yang termasuk unsur pendapatan adalah hasil penjualan roti

tawar dan roti manis.

6.2.1 Analisis Harga Pokok

Analisis harga pokok sangat penting untuk dilakukan karena dapat

mengetahui efisien tidaknya suatu operasional perusahaan. Analisis harga pokok

juga dapat membantu perusahaan dalam penentuan harga pasar sehingga dapat

bersaing memasarkan produk. Analisis harga pokok yang digunakan pada

pembahasan ini adalah dengan pendekatan full costing karena biaya yang

digunakan mencakup seluruh biaya produksi baik yang berperilaku variabel

maupun tetap ditambah biaya non produksi seperti biaya administrasi dan umum,
72

dan biaya pemasaran. Perhitungan harga pokok yang dilakukan adalah harga

pokok produk roti tawar dan harga pokok roti manis.

Oleh karena proses produksi roti tawar dan roti manis bersamaan

waktunya dengan produksi roti lain, maka terdapat biaya bersama sehingga

dilakukan pemisahan biaya bersama seperti yang telah dijelaskan pada subbab

sebelumnya. Dalam analisis harga pokok ini diperlukan komponen biaya dan

jumlah produksi. Biaya merupakan pengeluaran yang diperlukan untuk

memproduksi dan memasarkan roti tawar dan roti manis sedangkan jumlah

produksi adalah jumlah roti tawar dan roti manis yang dijual yang telah dikemas

menggunakan plastik berlabel perusahaan. Sedangkan harga pokok merupakan

hasil pembagian dari jumlah biaya dengan volume produksi roti.

Total biaya terdiri dari proses pembelian bahan baku, produksi, dan

pemasaran. Namun, biaya pemasaran hanya mencakup biaya kemasan dan biaya

kontrakan agen. Biaya bensin kendaraan pemasaran tidak dikeluarkan perusahaan

tetapi merupakan tanggung jawab pedagang. Biaya penyusutan kendaraan

pemasaran tetap dihitung karena perusahaan yang membelinya. Rincian total

biaya roti tawar dan roti manis dapat dilihat pada Lampiran 10. Berikut rincian

perhitungan harga pokok produk roti tawar Bella Bakery tahun 2005-2007.

Tabel 12. Harga Pokok Produk Roti Tawar per Bungkus Bella Bakery
Tahun 2005-2007
Total Biaya Produksi Harga Pokok Harga Jual
Tahun
(Rp) (bungkus) (Rp/bungkus) (Rp/bungkus)
2005 212.875.221 115.762 1.839 3.300
2006 268.241.356 132.791 2.020 3.700
2007 315.465.670 129.323 2.439 4.000

Berdasarkan Tabel 12 terlihat bahwa harga pokok produk selama periode

2005-2007 adalah Rp 1.839/bungkus, Rp 2.020/bungkus, dan Rp 2.439/bungkus.


73

Pada tahun 2006, harga pokok naik sebesar 8,96 persen dan tahun 2007 harga

pokok naik sebesar 17,17 persen. Sedangkan harga pokok produk roti manis dapat

dilihat pada Tabel 13. Harga Pokok roti manis selama periode tahun 2005-2007

berturut-turut sebesar Rp 711/bungkus, Rp 925/bungkus, dan Rp 1.126/bungkus.

Harga pokok tersebut dapat mencerminkan besarnya biaya rata-rata untuk

menghasilkan satu bungkus roti. Harga pokok roti tawar dan roti manis memiliki

kesamaan, yaitu harga pokok terkecil terjadi pada tahun 2005 dan harga pokok

terbesar terjadi pada tahun 2007. Kenaikan secara umum disebabkan oleh

meningkatnya biaya bahan baku. Hal ini menunjukkan bahwa keadaan terbaik

perusahaan pada tahun 2005 dengan harga pokok terkecil, sedangkan harga pokok

terbesar terjadi pada tahun 2007.

Tabel 13. Harga Pokok Produk Roti Manis per Bungkus Bella Bakery Tahun
2005-2007
Produksi Harga Pokok Harga Jual
Tahun Total Biaya (Rp)
(bungkus) (Rp/bungkus) (Rp/bungkus)
2005 95.370.563 134.108 711 1.500
2006 105.733.368 114.334 925 1.800
2007 114.862.766 102.000 1.126 2.400

Harga pokok ini juga dapat digunakan untuk menghitung besarnya laba

atau rugi yang diperoleh perusahaan dari hasil penjualan produk roti setiap

tahunnya dengan menghitung marjin antara harga jual dengan harga pokok produk

roti. Nilai marjin menunjukkan besarnya laba atau rugi perusahaan. Berdasarkan

Tabel 14 terlihat bahwa selama periode 2005-2007 kondisi perusahaan dalam

keadaan marjin yang berfluktuasi pada produk roti tawar. Nilai marjin tertinggi

terjadi pada tahun 2006, yaitu sebesar Rp 1.680/bungkus, yang artinya setiap

penjualan satu bungkus roti tawar dengan harga jual Rp 3.700/bungkus diperoleh

keuntungan sebesar Rp 1.680/bungkus. Pada tahun 2007, marjin mengalami


74

penurunan sebesar 7,62 persen. Hal ini dapat disebabkan oleh perusahaan tidak

menaikkan harga jual yang terlalu tinggi karena untuk menjangkau daya beli

konsumen sehingga keuntungan ditekan.

Tabel 14. Marjin antara Harga Jual Roti Tawar per Bungkus dengan Harga
Pokok Produk per Bungkus Bella Bakery Tahun 2005-2007
Tahun Harga Jual (Rp) HPP (Rp) Marjin (Rp) Marjin (%)
2005 3.300 1.839 1.461 -
2006 3.700 2.020 1.680 13,04
2007 4.000 2.439 1.561 -7,62

Berdasarkan Tabel 15 terlihat bahwa selama periode 2005-2007 kondisi

perusahaan dalam keadaan marjin yang meningkat pada produk roti manis. Nilai

marjin tertinggi terjadi pada tahun 2007, yaitu sebesar Rp 1.274/bungkus, yang

artinya setiap penjualan satu bungkus roti tawar dengan harga jual Rp

2.400/bungkus diperoleh keuntungan sebesar Rp 1.274/bungkus. Pada tahun 2007,

marjin mengalami peningkatan sebesar 31,32 persen. Hal ini dapat disebabkan

oleh perusahaan menaikkan harga jual yang tinggi dibandingkan dengan kenaikan

tahun 2006.

Tabel 15. Marjin antara Harga Jual Roti Manis per Bungkus dengan Harga
Pokok Produk Roti Manis per Bungkus Bella Bakery Tahun
2005-2007
Tahun Harga Jual (Rp) HPP (Rp) Marjin (Rp) Marjin (%)
2005 1.500 711 789 -
2006 1.800 925 875 9,83
2007 2.400 1.126 1.274 31,32

Peningkatan biaya bahan baku meningkatkan pula harga pokok produk

sehingga perusahaan harus mengantisipasinya dengan meningkatkan harga jual.

Harga jual yang ditetapkan perusahaan telah dapat dikatakan tepat karena terdapat

marjin antara harga pokok produk dan harga jual. Jika harga jual tidak dinaikkan
75

maka marjin yang akan perusahaan akan turun. Namun masih terdapat marjin

yang menurun dari tahun sebelumnya karena peningkatan harga jualnya rendah.

6.2.2 Analisis Titik Impas

Analisis titik impas dilakukan terhadap penerimaan yang diperoleh

perusahaan. Penerimaan tersebut merupakan hasil penjualan dari roti tawar dan

roti manis, maka dalam analisis ini dihitung berdasarkan sumber penerimaan roti

tawar dan roti manis yang dalam perhitungannya dipisah antara kedua produk

tersebut. Satuan penilaian yang dilakukan terhadap analisis titik impas berupa

nilai uang dan nilai barang, dimana pada saat perusahaan berada pada kondisi

tidak mendapat untung dan tidak mendapat rugi atau selisih antara penerimaan

dan pengeluaran sama dengan nol. Perhitungan titik impas roti tawar dapat dilihat

pada Tabel 16.

Tabel 16. Perhitungan Titik Impas Roti Tawar Bella Bakery Tahun 2005-
2007
Uraian 2005 2006 2007
Total Produksi (bungkus) 115.762 132.791 129.323
Harga Jual/unit (Rp/bungkus) 3.300 3.700 4.000
Penerimaan (Rp) 382.014.600 491.326.700 517.292.000
Biaya Variabel Total (Rp) 177.822.577 221.490.209 266.233.352
Laba Kontribusi (Rp) 204.192.023 269.836.491 251.058.648
Biaya Tetap Total (Rp) 38.524.056 48.830.680 52.183.785
Laba Bersih (Rp) 165.667.967 221.005.811 198.874.863
Biaya Variabel Rata-rata
1.536 1.668 2.059
(Rp/bungkus)
HPP/unit (Rp/bungkus) 1.839 2.020 2.439
BEP (Rp) 72.073.099 88.912.425 107.521.707
BEP (bungkus) 21.840 24.030 26.880

Berdasarkan Tabel 16 dapat diketahui bahwa penerimaan untuk Bella

Bakery dari hasil penjualan roti tawar pada tahun 2005 sampai dengan tahun 2007

sudah berada pada kondisi di atas titik impasnya. Hal ini berarti perusahaan telah
76

mampu melakukan produksi di atas titik impas yang harus dicapai agar

perusahaan tidak mengalami kerugian. Jika ditinjau secara keseluruhan,

perusahaan selalu mendapat keuntungan pada produksi roti tawar. Namun

demikian jika dilihat dari perkembangan titik impas dari tahun 2005-2007

menunjukkan bahwa selisih antara realisasi produksi dengan produksi pada titik

impas terjadi fluktuasi. Gambar 7 menunjukkan grafik titik impas produk roti

tawar tahun 2007. Pada gambar terlihat bahwa penerimaan pada titik impas berada

di atas biaya tetap sehingga perusahaan mampu berproduksi di atas titik impas.

Penerimaan
Penerimaan dan Biaya (Rp)
Biaya Total
Impas
107.521.707
Biaya Variabel

52.183.785 Biaya Tetap

Volume Penjualan (bungkus)


26.880

Gambar 7. Titik Impas Produk Roti Tawar Bella Bakery Tahun 2007

Berdasarkan Tabel 17 dapat diketahui bahwa penerimaan untuk Bella

Bakery dari hasil penjualan roti manis pada tahun 2005 sampai dengan tahun 2007

sudah berada pada kondisi di atas titik impasnya. Hal ini berarti perusahaan telah

mampu melakukan produksi roti manis di atas titik impas yang harus dicapai agar

perusahaan tidak mengalami kerugian. Jika ditinjau secara keseluruhan,

perusahaan selalu mendapat keuntungan pada produksi roti manis. Namun


77

demikian jika dilihat dari perkembangan titik impas dari tahun 2005-2007

menunjukkan bahwa selisih antara realisasi produksi dengan produksi pada titik

impas terjadi fluktuasi. Gambar 8 menunjukkan grafik titik impas produk roti

manis tahun 2007. Pada gambar terlihat bahwa penerimaan pada titik impas

berada di atas biaya tetap sehingga perusahaan mampu berproduksi di atas titik

impas.

Tabel 17. Perhitungan Titik Impas Roti Manis Bella Bakery tahun 2005-2007
Uraian 2005 2006 2007
Total Produksi (bungkus) 134.108 114.334 102.000
Harga Jual/unit (Rp/bungkus) 1.500 1.800 2.400
Penerimaan (Rp) 201.162.000 205.801.200 244.800.000
Biaya Variabel Total (Rp) 78.053.993 87.468.109 93.137.736
Laba Kontribusi (Rp) 123.108.007 118.333.091 151.662.264
Biaya Tetap Total (Rp) 17.316.570 18.265.259 21.725.030
Laba Bersih (Rp) 105.791.437 100.067.832 129.937.234
Biaya Variabel Rata-rata
582 765 913
(Rp/bungkus)
HPP/unit (Rp/bungkus) 711 925 1.126
BEP (Rp) 28.295.770 31.766.366 35.066.649
BEP (bungkus) 18.864 17.648 14.611

Penerimaan dan Biaya (Rp)


Biaya Total
Impas
35.066.649
Biaya Variabel

46.638.070 Biaya Tetap

Volume Penjualan (bungkus)


14.611

Gambar 8. Titik Impas Produk Roti Manis Bella Bakery Tahun 2007
78

6.2.3 Analisis Profitabilitas

Kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba dari hasil penjualan

dapat diperkirakan berdasarkan hasil perkalian antara nilai Margin of Safety

(MOS) dan Marginal Income Ratio (MIR). Perusahaan dapat memperoleh

informasi mengenai berapa jumlah maksimal penurunan target penjualan yang

boleh terjadi dimana perusahaan tidak akan mengalami kerugian dengan

parameter yang disebut dengan Margin of Safety (MOS). Semakin besar nilai

MOS, maka kondisi perusahaan akan semakin baik karena memiliki kemampuan

toleransi terhadap penurunan penjualan yang semakin besar. Selain itu, juga akan

memperbesar kesempatan perusahaan untuk memperoleh laba. Sedangkan Margin

Income Ratio (MIR) adalah rasio antara laba kontribusi dengan penerimaan.

Semakin besar biaya variabel, maka nilai MIR akan semakin kecil. Untuk

mengetahui nilai MOS dan MIR Bella Bakery pada produk roti tawar dapat dilihat

pada Tabel 18.

Tabel 18. Tingkat Profitabilitas Produksi Roti Tawar Bella Bakery Tahun
2005-2007
Uraian 2005 2006 2007
Volume Penjualan (bungkus) 115.762 132.791 129.323
Harga Jual/unit (Rp/bungkus) 3.300 3.700 4.000
Penerimaan (Rp) 382.014.600 491.326.700 517.292.000
Biaya Tetap Total (Rp) 38.524.056 48.830.680 52.183.785
Biaya Variabel Total (Rp) 177.822.577 221.490.209 266.233.352
Biaya Variabel Rata-rata
1.536 1.668 2.059
(Rp/bungkus)
BEP (Rp) 72.073.099 88.912.425 107.521.707
BEP (bungkus) 21.840 24.030 26.880
MOS (%) 81,13 81,90 79,21
MIR (%) 53,45 54,92 48,53
Profitabilitas (%) 43,37 44,98 38,45
Pertumbuhan (%) - 3,59 -17,00

Berdasarkan Tabel 18 dapat diketahui bahwa nilai MOS selama periode

2005-2007 menunjukkan nilai yang positif. Nilai MOS yang terbesar terjadi pada
79

tahun 2006, yaitu sebesar 81,90 persen artinya bahwa tingkat penurunan produksi

yang dapat ditolerir sehingga perusahaan berada dalam keadaan tidak untung dan

tidak rugi sebesar 81,90 persen dari volume produksi. Nilai MOS menunjukkan

tingkat penurunan produksi atau penjualan yang dapat ditoleransi sehingga

perusahaan tidak menderita kerugian. Semakin besar nilai MOS akan semakin

baik karena semakin besar tingkat keamanan bagi perusahaan jika terjadi

penurunan volume produksi atau penjualan.

Sedangkan nilai MIR yang dicapai Bella Bakery selama periode 2005-

2007 juga dapat dilihat pada Tabel 18. Selama periode tersebut Bella Bakery

memiliki nilai MIR positif. Nilai MIR tertinggi dicapai pada tahun 2006, yaitu

sebesar persen yang artinya Rp 100 dari hasil penjualan sebesar Rp 54,92 tersedia

untuk menutupi biaya tetap dan juga biaya variabelnya. Penurunan MIR

perusahaan dikarenakan kenaikan pada total biaya variabel. Nilai MIR

menunjukkan bagian dari hasil penjualan yang tersedia untuk menutup biaya

tetap. Hal ini berarti bahwa Bella Bakery mempunyai kemampuan yang cukup

besar untuk menutup biaya tetap pada produksi roti tawar.

Nilai profitabilitas atau yang sering disebut sebagai margin laba

merupakan persentase laba yang diperoleh dari penjualan. Berdasarkan Tabel 18

perkembangan nilai profitabilitas roti tawar menunjukkan bahwa untuk tahun

2006 dicapai nilai profitabilitas tertinggi sebesar 44,98 persen. Sedangkan nilai

profitabilitas terendah terjadi pada tahun 2007 sebesar 38,45 persen. Nilai ini

mengalami penurunan dari tahun sebelumnya karena perusahaan berusaha tidak

menaikkan harga jual terlalu besar sehingga keuntungan ditekan. Namun, selama

periode 2005-2007 nilai profitabilitas yang didapat masih bernilai positif sehingga
80

menunjukkan bahwa perusahaan memiliki kemampuan memperoleh laba dari

kegiatan produksi roti tawar yang diusahakannya.

Tabel 19. Tingkat Profitabilitas Produksi Roti Manis Bella Bakery Tahun
2005-2007
Uraian 2005 2006 2007
Volume Penjualan (bungkus) 134.108 114.334 102.000
Harga Jual/unit (Rp/bungkus) 1.500 1.800 2.400
Penerimaan (Rp) 201.162.000 205.801.200 244.800.000
Biaya Tetap Total (Rp) 17.316.570 18.265.259 21.725.030
Biaya Variabel Total (Rp) 78.053.993 87.468.109 93.137.736
Biaya Variabel Rata-rata
582 765 913
(Rp/bungkus)
BEP (Rp) 28.295.770 31.766.366 35.066.649
BEP (bungkus) 18.864 17.648 14.611
MOS (%) 85,93 84,56 85,68
MIR (%) 61,20 57,50 61,95
Profitabilitas (%) 52,59 48,62 53,08
Pertumbuhan (%) - -8,17 8,40

Berdasarkan Tabel 19 dapat diketahui bahwa nilai MOS pada produk roti

manis selama periode 2005-2007 menunjukkan nilai yang positif. Nilai MOS

yang terbesar terjadi pada tahun 2005, yaitu sebesar 85,93 persen artinya bahwa

tingkat penurunan produksi roti manis yang dapat ditolerir sehingga perusahaan

berada dalam keadaan tidak untung dan tidak rugi sebesar 85,93 persen dari

volume produksi.

Sedangkan nilai MIR yang dicapai Bella Bakery pada produk roti manis

selama periode 2005-2007 juga dapat dilihat pada Tabel 19. Selama periode

tersebut Bella Bakery memiliki nilai MIR positif. Nilai MIR tertinggi dicapai pada

tahun 2007, yaitu sebesar 61,95 persen yang artinya Rp 100 dari hasil penjualan

sebesar Rp 61,95 tersedia untuk menutupi biaya tetap dan juga biaya variabelnya.

Hal ini berarti bahwa Bella Bakery mempunyai kemampuan yang cukup besar

untuk menutup biaya tetap.


81

Berdasarkan Tabel 19 perkembangan nilai profitabilitas roti manis

menunjukkan bahwa untuk tahun 2007 dicapai nilai profitabilitas tertinggi sebesar

53,08 persen. Sedangkan nilai profitabilitas terendah terjadi pada tahun 2006

sebesar 48,62 persen. Nilai ini mengalami penurunan dari tahun sebelumnya

karena perusahaan berusaha tidak menaikkan harga jual terlalu besar sehingga

keuntungan ditekan. Namun, selama periode 2005-2007 nilai profitabilitas masih

positif yang menunjukkan bahwa perusahaan memiliki kemampuan memperoleh

laba dari kegiatan produksi roti manis yang diusahakannya.

Berdasarkan nilai profitabilitas kedua produk Bella Bakery, yaitu roti

tawar dan roti manis, terdapat perbedaan perubahan nilai profit yang terjadi

selama periode 2005-2007. Roti tawar mengalami peningkatan profit pada tahun

2006 dan menurun pada tahun 2007. Sedangkan roti manis mengalami penurunan

profit pada tahun 2006 dan meningkat pada tahun 2007. Hal ini dapat terjadi

karena perbedaan perubahan jumlah permintaan yang terjadi pada kedua produk

tersebut. Selama periode tahun 2005-2007, nilai MOS dan MIR yang diperoleh

kedua produk bernilai cukup tinggi sehingga berimplikasi pada tingkat

profitabilitas yang dicapai juga bernilai tinggi.

Secara keseluruhan, tingkat profitabilitas yang dicapai perusahaan

dipengaruhi oleh besarnya biaya yang dikeluarkan, volume penjualan, dan harga

jual. Kenaikan harga bahan baku berpengaruh pada penurunan tingkat

profitabilitas yang didapat tetapi Bella Bakery dapat mengantisipasi dengan

penggantian beberapa merek bahan baku yang lebih murah dan peningkatan harga

jual. Namun, tingkat profitabilitas Bella bakery masih tergolong bernilai besar.
82

VII. KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

Beberapa kesimpulan yang dapat diuraikan dari hasil pembahasan adalah

sebagai berikut :

1. Harga pokok produk roti tawar pada usaha Bella Bakery tahun 2005-2007

berturut-turut adalah Rp 1.839/bungkus, Rp 2.020/bungkus, dan Rp

2.439/bungkus. Harga pokok produk roti manis pada usaha Bella Bakery

tahun 2005-2007 berturut-turut adalah Rp 711/bungkus, Rp 925/bungkus, dan

Rp 1.126/bungkus. Peningkatan harga pokok kedua produk disebabkan oleh

peningkatan harga bahan baku, terutama tepung terigu. Namun, perusahaan

mengatasinya dengan meningkatkan harga jual sehingga marjin yang

diperoleh juga meningkat. Oleh karena itu, penetapan harga jual yang

ditetapkan perusahaan dari tahun ke tahun telah tepat.

2. Selama periode 2005-2007, Bella Bakery memproduksi roti tawar dan roti

manis di atas titik impasnya walaupun perkembangan titik impas selama

periode tersebut menunjukkan bahwa selisih antara realisasi produksi dengan

produksi pada titik impas terjadi fluktuasi.

3. Nilai MOS untuk kedua produk benilai cukup besar sehingga batas toleransi

penurunan produksi juga besar. Perusahaan juga mempunyai hasil penjualan

yang tinggi untuk menutupi biaya tetap dan variabel yang ditunjukkan dengan

nilai MIR yang besar. Kemampuan Bella Bakery dalam menghasilkan laba

juga ditunjukkan oleh nilai profitabilitas yang positif selama periode 2005-

2007. Tingkat profitabilitas yang dicapai perusahaan dipengaruhi oleh


83

besarnya biaya yang dikeluarkan, volume penjualan, dan harga jual. Kenaikan

harga bahan baku berpengaruh pada penurunan tingkat profitabilitas yang

didapat tetapi Bella Bakery dapat mengantisipasi dengan penggantian

beberapa merek bahan baku yang lebih murah dan peningkatan harga jual.

Namun, secara keseluruhan tingkat profitabilitas Bella bakery masih

tergolong bernilai besar.

7.2 Saran

Adapun saran yang dapat direkomendasikan adalah :

1. Bella Bakery sebaiknya tidak meningkatkan harga jual karena keuntungan

yang didapat cukup besar sehingga daya beli masyarakat dapat dijangkau.

2. Penentuan harga jual sebaiknya didasarkan pada harga pokok produk yang

terjadi agar biaya yang dikeluarkan untuk produksi dapat tertutupi.

3. Bella Bakery sebaiknya meningkatkan jumlah agen pemasaran untuk

menjangkau potensi pasar di wilayah lain. Penambahan jumlah agen di

wilayah lain dapat meningkatkan jumlah permintaan sehingga penjualan

meningkat.

4. Inovasi produk sebaiknya dilakukan seiring perubahan selera konsumen dan

sebagai strategi untuk bersaing dengan pesaing.


84

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. 2004. Jumlah dan Nilai Produksi Roti Manis dan Roti
Tawar di Indonesia. Jakarta.

Damayanti, Aprilia Ritma. 2004. Analisis Perubahan Penetapan Harga Pokok


Produksi Teh dalam Kaitannya dengan Titik Impas dan Profitabilitas
Perusahaan. Skripsi. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.

Departemen Perindustrian RI. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1995.

Departemen Koperasi. Undang-undang No. 9 Tahun 1995 Mengenai Usaha Kecil


dan Menengah. http://www.depkop.go.id [1 Maret 2008]

Fess, Warren Reeve. 2005. Pengantar Akuntansi, Edisi 21. Salemba Empat.
Jakarta.

Hugeng, La Ode Ikhsan. 2005. Kajian Fungsi Operasional dan Analisis


Profitabilitas Usaha Kecil Roti Buaya dalam Rangka Pengembangan Bisnis
(Studi Kasus CV. X Jakarta). Skripsi. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.

Kusumastuti, Retno. 2006. Analisis Strategi Pemasaran Industri Kecil Roti dan
Kue (Studi Kasus Toko Ibu Ratna Roti dan Kue). Skripsi. Fakultas
Ekonomi dan Manajemen. IPB. Bogor.

Limbong dan Sitorus. 1987. Pengantar Tata Niaga Pertanian. Jurusan Ilmu-ilmu
Sosial Ekonomi Pertanian, IPB. Bogor.

Milton, F. U. Dan Lawrence, H. 1994. Akuntansi Biaya. Perencanaan dan


Pengendalian : jilid 1. Edisi 10. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Mulyadi. 1993. Akuntansi Biaya, Edisi 5. Universitas Gajah Mada. Penerbit STIE
YKPN. Yogyakarta.

Mulyadi. 1999. Akuntansi Biaya, Edisi 5. Universitas Gajah Mada. Penerbit STIE
YKPN. Yogyakarta.

Mulyadi. 2001. Akuntansi Manajemen, Edisi 3. Universitas Gajah Mada. Penerbit


Salemba Empat. Jakarta.

Rony, Helmi. 1990. Akuntansi Biaya : Pengantar Untuk Perencanaan dan


Pengendalian Biaya Produksi. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia. Jakarta.

Roslinawati. 2007. Analisis Penetapan Harga Pokok Produksi Benih Padi pada PT
Sang Hyang Seri RM 1 Sukamandi, Subang, Jawa Barat. Skripsi. Fakultas
Pertanian. IPB. Bogor.
85

Saragih, Bungaran. 2001. Agribisnis: Paradigma Baru pembangunan Ekonomi


berbasis Pertanian. Yayasan Mulia Persada Indonesia dan PT Surveyor
Indonesia. Jakarta.

Situs Resmi Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah. Statistik UKM
Tahun 2005-2006. http://www.depkop.go.id [10 Februari 2008]

Situs Resmi Dinas Perekonomian Rakyat dan Koperasi Kota Bekasi. 2007.
http://www.diskop.go.id [10 Februari 2008]

Wasono, Siwi Dwi. 2004. Analisis Manajemen Pengendalian Mutu Pada Industri
Kecil Roti (Studi Kasus di Mayan Excellent Bakery, Kota Depok). Skripsi.
Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.

Widiyastuti, Sri. 2007. Analisis Perhitungan Harga Pokok Produksi Tas Wanita
(Studi Kasus UKM Lifera Hand Bag Collection Bogor). Skripsi. Fakultas
Ekonomi Manajemen. IPB. Bogor.
86

LAMPIRAN
87

Lampiran 1. Biaya Penyusutan Bangunan, Peralatan, Mesin Produksi, dan Alat Transportasi

Umur Beban Beban


No. Uraian Tahun Nilai Jumlah Total 2005 2006 2007
Ekonomis Per tahun Penyusutan
Perolehan Perolehan (Unit) Perolehan
(tahun) (%) Per tahun
Bangunan
1
Pabrik 2004 20 5 500.000 84m2 42.000.000 2.100.000 2.100.000 2.100.000 2.100.000
(12mx7m)
2 Oven 1 2004 5 20 19.500.000 1 19.500.000 3.900.000 3.900.000 3.900.000 3.900.000
3 Oven 2 2008 5 20 28.500.000 1 28.500.000 5.700.000 0 0 0
4 Mixer (25 Kg) 2004 5 20 13.500.000 1 13.500.000 2.700.000 2.700.000 2.700.000 2.700.000
5 Mixer (15 Kg) 2008 5 20 13.500.000 1 13.500.000 2.700.000 0 0 0
Mesin
6
Pemotong 2004 5 20 4.000.000 1 4.000.000 800.000 800.000 800.000 800.000
7 Mesin Cetak 2004 5 20 3.000.000 1 3.000.000 600.000 600.000 600.000 600.000
8 Rol 2004 5 20 1.000.000 1 1.000.000 200.000 200.000 200.000 200.000
Pemanas
9
(Kompor) 2004 5 20 2.000.000 1 2.000.000 400.000 400.000 400.000 400.000
Pemanas
10
(Listrik) 2004 5 20 5.000.000 1 5.000.000 1.000.000 1.000.000 1.000.000 1.000.000
11 Timbangan 1 2004 4 25 70.000 2 140.000 35.000 35.000 35.000 35.000
12 Timbangan 2 2004 4 25 90.000 1 90.000 22.500 22.500 22.500 22.500
13 Loyang Besar 2004 4 25 35.000 100 3.500.000 875.000 875.000 875.000 875.000
14 Loyang Kecil 2004 4 25 10.000 30 300.000 75.000 75.000 75.000 75.000
15 Loyang Sedang 2004 4 25 16.000 100 1.600.000 400.000 400.000 400.000 400.000
16 Stenles 2004 4 25 200.000 3 600.000 150.000 150.000 150.000 150.000
17 Loyang Lebar 2004 4 25 250.000 1 250.000 62.500 62.500 62.500 62.500
18 Meja Produksi 2004 8 12.5 200.000 4 800.000 100.000 100.000 100.000 100.000
19 Tabung Gas Apr 2005 5 20 250.000 6 1.500.000 300.000 225.000 300.000 300.000
88

20 Pisau Tawar Mei 2005 5 20 7.800.000 1 7.800.000 1.560.000 1.040.000 1.560.000 1.560.000
21 Loyang Sedang Juli 2005 4 25 16.000 40 640.000 160.000 80.000 160.000 160.000
22 Loyang Kecil Juli 2005 4 25 10.000 36 360.000 90.000 45.000 90.000 90.000
23 Timbangan Sep 2005 5 20 125.000 2 250.000 50.000 16.667 50.000 50.000
24 Timbangan Mei 2006 4 25 105.000 2 210.000 52.500 0 35.000 52.500
25 Kepala Cetakan Juni 2006 4 25 200.000 1 200.000 50.000 0 29.167 50.000
26 Timbangan Agts 2007 4 25 110.000 1 110.000 27.500 0 0 11.458
27 Loyang Besar Nov 2007 4 25 36.000 10 360.000 90.000 0 0 15.000
28 Loyang Kecil Nov 2007 4 25 12.000 10 120.000 30.000 0 0 5.000
29 Loyang Sedang Nov 2007 4 25 17.500 8 140.000 35.000 0 0 5.833
30 Tenong 2005 10 10 40.000 70 2.800.000 280.000 280.000 280.000 280.000
31 Tenong Mei 2006 10 10 50.000 30 1.500.000 150.000 0 100.000 150.000
32 Mobil Box 2004 10 10 50.000.000 1 50.000.000 5.000.000 5.000.000 5.000.000 5.000.000
32 Motor 2004 10 10 9.000.000 10 90.000.000 9.000.000 9.000.000 9.000.000 9.000.000
33 Motor 2005 10 10 8.000.000 5 40.000.000 4.000.000 4.000.000 4.000.000 4.000.000
34 Sepeda 2005 10 10 150.000 10 1.500.000 150.000 150.000 150.000 150.000
TOTAL 33.256.667 34.174.167 34.299.792
89

Lampiran 2. Perhitungan Biaya Penyusutan Roti Tawar dengan Proporsi


Nilai Pasar terhadap Produk Roti Lain

TAHUN 2005
Penyusutan Total 33.256.667
Penyusutan Peralatan Roti Tawar 2.320.000 -
Penyusutan Bersama 30.936.667

Penyusutan
Produk Proporsi Penyusutan Alat TOTAL
Roti Tawar
Roti Tawar 40,13% 12.414.884 2.320.000 14.734.884
Roti Manis 21,23% 6.567.854 6.567.854
Roti Lain 38,64% 11.953.928 11.953.928
TOTAL 100% 30.936.667 33.256.667

TAHUN 2006
Penyusutan Total 34.174.167
Penyusutan Peralatan Roti Tawar 2.920.000 -
Penyusutan Bersama 31.254.167

Penyusutan
Produk Proporsi Penyusutan Alat TOTAL
Roti Tawar
Roti Tawar 42,87% 13.398.661 2.920.000 16.318.661
Roti Manis 17,96% 5.613.248 5.613.248
Roti Lain 39,17% 12.242.257 12.242.257
TOTAL 100% 31.254.167 34.174.167

TAHUN 2007
Penyusutan Total 34.299.792
Penyusutan Peralatan Roti Tawar 2.925.833 -
Penyusutan Bersama 31.373.959

Penyusutan
Produk Proporsi Penyusutan Alat TOTAL
Roti Tawar
Roti Tawar 43,17% 13.544.138 2.925.833 16.469.971
Roti Manis 20,43% 6.409.700 6.409.700
Roti Lain 36,40% 11.420.121 11.420.121
TOTAL 100% 31.373.959 34.299.792
90

Lampiran 3. Proporsi Masing-masing Produk Berdasarkan Nilai Pasar

2005 2006 2007


Kelompok Produk Jumlah Jumlah Jumlah
Harga Penjualan % Harga Penjualan % Harga Penjualan %
Produk Produk Produk
Roti a Abon/Ayam 1.500 134.108 201.162.000 21,23 1.800 114.334 205.801.200 17,96 2.400 102.000 244.800.000 20,43
Baso
Coklat Keju
Coklat Rol
Cheese John
Donat Baso
Hotdog
Keju
Molen
Roti b Roti Tawar 3.300 115.762 382.014.600 40,13 3.700 132.791 491.326.700 42,87 4.000 129.323 517.292.000 43,17
Roti c Coklat 1.700 93.775 159.417.500 16,82 2.000 105.470 210.940.000 18,41 2.200 89.555 197.021.000 16,44
Coklat Cream
Cofe Bun
Donat Keju
Kelapa Muda
Long John
Nanas
Pisang Coklat
Pisang Coklat
Keju
Pisang Keju
Srikaya
Strawberry
Roti d Manis 12 isi 4.500 23.151 104.179.500 10,99 5.000 18.398 91.990.000 8,03 5.000 17.508 87.540.000 7,31
91

Roti e Manis 12 kosong 2.800 12.036 33.700.800 3,56 3.000 12.239 36.717.000 3,21 3.200 11.865 37.968.000 3,17
Manis 6
Roti f Pizza 3.000 9.349 28.047.000 2,45 3.000 10.167 30.501.000 2,55
Roti g Coklat Ring 1.500 8.428 12.642.000 1,33 1.500 8.617 12.925.500 1,13 2.000 7.295 14.590.000 1,22
Roti h Keset Coklat 3.000 1.157 3.471.000 0,37 3.500 1.564 5.474.000 0,47 3.500 1.195 4.182.500 0,35
Roti i Keset Keju 3.300 15.485 51.100.500 5,39 4.000 15.541 62.164.000 5,42 4.000 16.077 64.308.000 5,36
KCK
Cheese Stik
Roti j 3 Rasa 3.500 164 574.000 0,05
TOTAL 947.687.900 100 1.145.959.400 100 1.198.202.500 100
92

Lampiran 4. Biaya Pemeliharaan dan Perbaikan


No. Uraian 2005 2006 2007
1 Servis Oven 100.000
2 Servis Oven 100.000
3 Betulin talang 142.750
4 Servis Tabung 142.750
5 Servis Mixer 4.000.000
6 Servis Mobil dan Motor 1.312.750
7 Servis Mixer 150.000
8 Servis Pemotong 232.500
9 Servis Oven 200.000
10 Servis Rol 1.879.000
11 Plester Pabrik 151.000
12 Servis Mobil dan Motor 1.260.000
13 Servis Mesin Rol 170.000
14 Betulin Listrik 100.000
15 Servis Pisau 400.000
16 Servis Mixer 300.000
17 Servis Mixer 150.000
18 Plester Pabrik 1.412.000
19 Servis Mixer 261.500
20 Servis Oven 290.000
21 Servis Mixer 565.000
22 Servis Mobil dan Motor 1.945.000
TOTAL 5.798.250 3.872.500 5.593.500
93

Lampiran 5. Perhitungan Biaya Pemeliharaan dan Perbaikan untuk Produk


Roti Tawar dengan Proporsi Nilai Pasar terhadap Produk Roti Lain

TAHUN 2005
Produk Proporsi Biaya
Roti Tawar 40,13% 2.326.838
Roti Manis 21,23% 1.230.968
Roti Lain 38,64% 2.240.444
TOTAL 100% 5.798.250

TAHUN 2006
Biaya Total 3.872.500
Biaya Alat Roti Tawar 232.500 -
Biaya Bersama 3.640.000

Produk Proporsi Biaya Biaya Alat TOTAL


Roti Tawar
Roti Tawar 42,87% 1.560.468 232.500 1.792.968
Roti Manis 17,96% 653.744 653.744
Roti Lain 39,17% 1.425.788 1.425.788
TOTAL 100% 3.640.000 3.872.500

TAHUN 2007
Biaya Total 5.593.500
Biata Alat Roti Tawar 400.000
-
Biaya Bersama 5.193.500

Produk Proporsi Biaya Biaya Alat TOTAL


Roti Tawar
Roti Tawar 43,17% 2.242.034 400.000 2.642.034
Roti Manis 20,43% 1.061.032 1.061.032
Roti Lain 36,40% 1.890.434 1.890.434
TOTAL 100% 5.193.500 5.593.500
94

Lampiran 6. Data Produksi Bella Bakery Tahun 2005-2007

Jumlah (buah)
No. Produk
2005 2006 2007
1. Ayam 11.358 7.937 6.416
2. Baso 17.149 14.966 13.044
3. Coklat 37.715 41.071 39.405
4. Coklat Keju 14.232 14.107 13.074
5. Coklat Cream 3.762 4.740 4.680
6. Coklat Ring 8.428 8.617 7.295
7. Coffe Bun 3.846 1.644 1.176
8. Cheese John 15.371 14.465 12.401
9. Cheese stik 12.012 10.934 11.114
10. Donat Sate Rol 12.010 8.288 7.075
11. Donat Baso 18.200 14.977 13.527
12. Donat Keju 3.669 4.233 4.402
13. Hot Dog 17.022 14.928 11.977
14. Keju 16.493 15.493 14.129
15. Kelapa Muda 4.780 5.016 5.294
16. Keset Cok Keju 2.529 3.757 4.195
17. Keset Keju 944 850 768
18. Keset Coklat 1.157 1.564 1.195
19. Long John 10.918 10.893 11.056
20. Manis 12 Ksg 8.687 8.972 8.228
21. Manis 12 isi 23151 18.398 17.508
22. Manis 6 3.349 3.267 3.637
23. Molen 12.273 9.173 10.357
24. Nanas 2.181 2.163 1.059
25. Pisang Coklat 9.001 10.206 7.848
26. Pisang Coklat Keju 6.353 15.006 5.041
27. Pisang Keju 3.426 2.488 1.618
28. Srikaya 7.291 6.718 6.824
29. Tawar 115.762 132.791 129.323
30. Pizza 9.349 10.167
31. Strawberry 833 1.292 1.152
32. 3 Rasa 164
TOTAL 403.902 418.467 384.985
95

Lampiran 7. Pembagian Biaya Tenaga Kerja, Biaya Listrik, dan Biaya Gas per Kelompok Produk

2005 2006 2007


Produk TK Tidak TK Tidak TK Tidak
Proporsi TK Langsung Proporsi TK Langsung Proporsi TK Langsung
Langsung Langsung Langsung
Roti Tawar 40,13% 26.383.629 11.307.270 42,87% 41.548.961 17.806.698 43,17% 43.007.379 18.431.734
Roti Manis 21,23% 13.957.748 5.981.892 17,96% 17.406.563 7.459.955 20,43% 20.353.040 8.722.732
Roti Lain 38,64% 25.404.023 10.887.438 39,17% 37.962.976 16.269.847 36,40% 36.262.881 15.541.235
TOTAL 100% 65.745.400 28.176.600 100% 96.918.500 41.536.500 100% 99.623.300 42.695.700
TOTAL
TK 93.922.000 138.455.000 142.319.000

Biaya Listrik
Produk 2005 2006 2007
Proporsi Biaya Proporsi Biaya Proporsi Biaya
Roti Tawar 40,13% 1.888.317 42,87% 2.432.015 43,17% 2.525.877
Roti Manis 21,23% 998.978 17,96% 1.018.871 20,43% 1.195.359
Roti Lain 38,64% 1.818.205 39,17% 2.222.114 36,40% 2.129.764
TOTAL 100% 4.705.500 100% 5.673.000 100% 5.851.000

Biaya Gas
Produk 2005 2006 2007
Proporsi Biaya Proporsi Biaya Proporsi Biaya
Roti Tawar 40,13% 4.261.806 42,87% 4.627.388 43,17% 4.724.525
Roti Manis 21,23% 2.254.626 17,96% 1.938.602 20,43% 2.235.859
Roti Lain 38,64% 4.103.568 39,17% 4.228.010 36,40% 3.983.616
TOTAL 100% 10.620.000 100% 10.794.000 100% 10.944.000
96

Lampiran 8. Gambar Logo Merek Bella Bakery


97

Lampiran 9. DENAH PABRIK BELLA BAKERY

Mesin Pemanas Oven Oven

Mixer
Meja
Produksi
Mixer

Meja Produksi
Meja
Mesin Administrasi
Potong Kamar
Mandi

Pengemasan Gudang

dan Penyimpanan

Pengepakan Bahan Baku

Pintu
Masuk
98

Lampiran 10. Rincian Total Biaya Masing-masing Roti Tawar dan Roti
Manis

Total Biaya Roti Tawar


No. Uraian 2005 2006 2007
1. Biaya Tenaga Kerja 11.307.270 17.806.698 18.431.734
Adm dan Umum
2. Biaya Penyusutan 14.734.884 16.318.661 16.469.971
3. Biaya Pemeliharaan 5.798.250 3.872.500 5.593.500
dan Perbaikan
4. Biaya Telepon 336.089 471.141 920.816
5. Biaya Agen 1.484.810 2.754.398 4.986.135
6. Biaya Umum 4.862.753 7.607.282 5.781.629
7. Biaya Bahan Baku 136.574.925 159.061.445 204.385.071
8. Biaya Tenaga Kerja 26.383.629 41.548.961 43.007.379
Langsung
9. Biaya Listrik 1.888.317 2.432.015 2.525.877
10. Biaya Gas 4.261.806 4.627.388 4.724.525
11. Biaya Kemasan 8.713.900 13.820.400 11.590.500
TOTAL 216.346.633 270.320.889 318.417.136

Total Biaya Roti Manis


No. Uraian 2005 2006 2007
1. Biaya Tenaga Kerja 5.981.892 7.459.955 8.722.732
Adm dan Umum
2. Biaya Penyusutan 6.567.854 5.613.248 6.409.700
3. Biaya Pemeliharaan 1.230.968 653.744 1.061.032
dan Perbaikan
4. Biaya Telepon 177.801 197.380 435.772
5. Biaya Agen 785.510 1.153.930 2.359.665
6. Biaya Umum 2.572.545 3.187.002 2.736.129
7. Biaya Bahan Baku 56.232.741 61.314.173 57.868.378
8. Biaya Tenaga Kerja 13.957.748 17.406.563 26.353.040
Langsung
9. Biaya Listrik 998.978 1.018.871 1.195.359
10. Biaya Gas 2.254.626 1.938.602 2.235.859
11. Biaya Kemasan 4.609.900 5.789.900 5.485.100
TOTAL 95.370.563 105.733.368 114.862.766
99

Anda mungkin juga menyukai