Anda di halaman 1dari 10

Patogenesis Tenggelam

Tenggelam (drowning) adalah proses terjadinya gangguan pernapasan akibat jalan napas
terendam air (submersion) atau terguyur di seluruh wajah (immersion).

Kejadian tenggelam dibagi menjadi dua: tenggelam fatal dan non-fatal. Bila korban segera
ditolong sehingga proses tenggelam terhenti, maka kejadian tersebut disebut sebagai
tenggelam nonfatal. Sedangkan bila korban berakhir dengan meninggal akibat proses
tenggelam, maka kejadian tersebut disebut sebagai tenggelam fatal.

Faktor risiko terjadinya tenggelam adalah laki-laki, usia kurang dari 14 tahun, penggunaan
alkohol, tingkat ekonomi rendah, tinkat pendidikan rendah, penduduk desa (rural), paparan
air, atau memiliki kebiasaan yang berisiko tenggelam (memancing di laut, dsb).

Saat korban yang mengalami tenggelam tidak dapat mempertahankan jalan napasnya agar
bebas cairan, maka air akan masuk ke dalam mulut secara sponta dan akan dimuntahkan atau
ditelan. Kemudian korban secara sadar akan menahan napas, namun hal ini tidak akan lebih
dari 1 menit.

Ketika keinginan bernapas tidak dapat ditahan, maka air akan teraspirasi masuk ke jalan
napas diikuti refleks batuk. Kadang-kadang dapat terjadi spasme laring yang segera berakhir
saat terjadi hipoksia otak. Jika korban tidak segera ditolong, air akan terus teraspirasi masuk
ke jalan napas dan terjadinya hipoksia akan menyebabkan penurunan kesadaran dan apnea,
gangguan irama jantung yang terjadi biasanya takikardia yang diikuti brdikardia, pulseless
electrical activity (PEA), dan akhirnya asistol.

Proses tenggelam dari awal terendam atau terisinya jalan napas oleh air hingga korban
mengalami henti jantung umumnya dalam hitungan detik hingga beberapa menit. Sehingga
lama waktu pasien mengalami proses tenggelam akan menentukan prognosisnya.

Diagnosis Pasien Tenggelam

Pendektakan diagnosis secara komprehensif dilakukan tindakan resusitasi dan stabilisasi


hemodinamik selesai dilakukan. Anamnesis dapat dilakukan pada orang yang menemukan
atau menyaksikan kejadian tenggelam, keluarga korban, atau korban tenggelam. Anamnesis
dan pemeriksaan fisik dilakukan untuk mencari penyebab tenggelam, penyakit penyerta, dan

1
komplikasi yang mungkin timbul. Pemeriksaan laboratorium, foto toraks, dan EKG dilakukan
saat korban sudah berada di fasilitas pelayanan kesehatan, atau di unit gawat darurat.

Pertolongan Ketika Korban Berada dalam Air

1. Penolong mengaktifkan sistem bentuan medis darurat


2. Penolong menilai respon dan pernapasan korban
o Bila sadar, korban harus dibawa ke darat dan bantuan hidup dasar harus segera
dilakukan.
o Bila korban tidak sadar, tindakan resusitasi berupa pemberian napas (ventilasi)
buatan di dalam air akan tiga kali meningkatkan kemungkinan pasien selamat,
namun harus dilakukan oleh penolong yang terlatih. Tindakan kompresi dada
di dalam air tidak efektif. Korban biasanya akan berespon setelah pemberian
beberapa napas buatan. Bila tidak respons, kemungkinan korban mengalami
henti jantung dan harus dikeluarkan dari air atau dibawa ke darat untuk
dilakukan resusitasi jantung paru yang efektif.
3. Imobilisasi leher hanya diindikasikan pada korban yang dicurigai mengalami cedera
kepala leher, seperti pada kecelakaan saat menyelam, ski air, selancar air, atau kapal.
Posisi diupayakan ventrikal dan pertahankan jalan napas terbuka agar mencegah
muntah dan aspirasi air dan isi lambung.

Pertolongan Awal di Darat (Setelah korban dikeluarkan dari dalam air)

1. Penolong membuat posisi korban terlentang


2. Penolong memeriksa respon dan pernapasan korban
o Bila tidak sadar namun masih bernapas, korban dibuat dalam posisi pemulihan
(lateral decubitus)
o Bila tidak bernapas, korban diberikan napas bantuan. Pada tenggelam korban
dapat gasping atau apneu namun jantung tetap berdetak. Henti jantung pada
korban tenggelam terjadi karena kekurangan oksigen sehingga urutan RJP
mengikut urutan ABC (airway, breathing, circulation) bukan CAB
(circulation, airway, breathing).

Penolong memberikan napas bantuan 5 kali, lalu diikuti kompresi dada 30 kali,
selanjutnya napas bantuan 2 kali dan kompresi dada 30 kali.

2
RJP dilakukan hingga tanda kehidupan tampak penolong lelah, atau tindakan bantuan
hidup lanjut dilakukan. Tindakan penekanan abdomen (abdominal thrust) atau
membuat posisi kepala lebih rendah tidak direkomendasikan karena akan menunda
pemberian napas buatan dan meningkatkan risiko muntah dan aspirasi

Bantuan Medis Lanjut Pra-Rumah Sakit

1. Lihat algoritma tatalaksana korban tenggelam


2. Bila korban yang bisa bernapas, berikan O2 sungkup muka 15 L/m
3. Bila korban mengalami perburukan atau tidak bernapas adekuat, lakukan intubasi dini
dan ventilasi mekanik. Pasang akses perifer untuk pemberian obat dan berikan infus
kritaloid cepat
4. Bila korban mengalami henti jantung (cardiac arrest) biasanya sistol atau pulseless
electrical activity (PEA), lakukan CPR, berikan adrenalin 1 mg (0,01 mg/kg), lakukan
shock bila terindikasi

Perawatan di Instalasi Gawat Darurat

1. Saat korban masuk unit gawat darurat:


o Evaluasi patensi jalan napas, berikan oksigenasi, hemodinamik stabil
o Pasang NGT, selimut untuk mencegah hipotermia
o Anamnesis: tindakan resusitasi, riwayat penyakit sebelumnya
o Foto toraks
o Analisis gas darah: asidosis metabolik
2. Pemeriksaan toksikologi serta CT kepala dan leher dilakukan bila pasien tetap tidak
sadar
3. Korban yang pO2 arteri bagus tanpa terapi dan tidak ada kelainan lain dapat
dipulangkan
4. Korban dirawat bila termasuk kategori derajat 2-6. Pada korban derajat 2 yang
perbaikan setelah 6-8 jam, dapat dipulangkan. Bila ada perburukan maka korban
dirawat di ruang intermediet.
5. Pada korban derajat 3-6 yang umumnya memerlukan intubasi dan ventilasi mekanik
di rawat di unit perawatan intensif (ICU)

Komplikasi Pasien Tenggelam

3
Pada korban tenggelam yang selamat dapat terjadi komplkasi acute respiratory distress
syndrome (ARDS), pneumonia (12%), kerusakan neurologis permanen, sepsis, koagulasi
intravaskular diseminata (KID)

Prognosis

Pada korban tenggelam tindakan bantuan hidup dasar dan bantuan hidup lanjut yang segera
dilakukan akan meningkatkan kemungkinan korban selamat. Ketika tenggelam, penurunan
suhu otak 10 C akan meenurunkan penggunaan ATP hingga 50% dan memperpanjang lama
waktu otak hingga selamat. Lama tenggelam dan risiko kematian atau gangguan neurologis
berat setelah pulang dari rumah sakit:

1. Tenggelam 0-5 menit, mortalitas/morbiditas 10%


2. Tenggelam 6-10 menit, mortalitas/morbiditas 56%
3. Tenggelam 11-25 menit, mortalitas/morbiditas 88%
4. Tenggelam > 25 menit, mortalitas/morbiditas hampir 100%

4
A. Drawning ( Tenggelam )
1. Definisi
Tenggelam ( Drawning ) adalah kematian yang disebabkan oleh aspirasi cairan ke dalam
pernapasan akibat terbenamnya seluruh atau sebagian tubuh ke dalam cairan.
2. Etiologi
a. Terganggunya kemampuan fisik akibat pengaruh obat-obatan
b. Ketidakmampuan akibat hipotermia, syok, cedera, atau kelelahan
c. Ketidakmampuan akibat penyakit akut ketika berenang
3. Manifestasi Klinik
a. Koma
b. Peningkatan edema paru
c. Kolaps sirkulasi
d. Hipoksemia
e. Asidosis
f. Timbulnya hiperkapnia
4. Kondisi Umum dan Faktor Resiko Pada Kejadian Korban Tenggelam
a. Pria lebih beresiko untuk mengalami kejadian tenggelam terutama dengan usia 18-24
tahun
b. Kurang pengawasan terhadap anak terutama yang berusia 5 tahun ke bawah
c. Tidak memakai pelampung ketika menjadi penumpang angkutan air
d. Kondisi air melebihi kemampuan perenang, arus kuat dan air yang sangat dalam
e. Ditenggelamkan dengan paksa oleh orang lain dengan tujuan membunuh,kekerasan
atau permainan di luar batas.
5. Komplikasi
a. Ensefalopati Hipoksik
b. Tenggelam sekunder
c. Pneumonia aspirasi
d. Fibrosis interstisial pulmoner
e. Disritmia ventricular
f. Gagal Ginjal
g. Nekrosis pancreas
h. Infeksi

5
B. Kegawatdaruratan Pada Korban Tenggelam
1. Perubahan Pada Paru-Paru
Aspirasi paru terjadi pada sekitar 90% korban tenggelam dan 80 – 90% pada korban hamper
tenggelam. Jumlah dan komposisi aspirat dapat mempengaruhi perjalanan klinis penderita, isi
lambung, organism pathogen, bahan kimia toksisk dan bahan asing lain dapat member cedera
pada paru dan atau menimbulkan obstruksi jalan nafas.
2. Perubahan Pada Kardiovaskuler
Pada korban hampir tenggelam kadang-kadang menunjukkan bradikardi berat. Bradikardi
dapat timbul karena refleks fisiologis saat berenang di air dingin atau karena hipoksia.
Perubahan pada fungsi kardiovaskuler yang terjadi pada hampir tenggelam sebagian besar
akibat perubahan tekanan parsial oksigen arterial (PaO2) dan gangguan keseimbangan asam-
basa.
3. Perubahan Pada Susunan Saraf Pusat
Iskemia terjadi akibat tenggelam dapat mempengaruhi semua organ tetapi penyebab kesakitan
dan kematian terutama terjadi karena iskemi otak. Iskemi otak dapat berlanjut akibat hipotensi,
hipoksia, reperfusi dan peningkatan tekanan intra kranial akibat edema serebral.Kesadaran
korban yang tenggelam dapat mengalami penurunan. Biasanya penurunan kesadaran terjadi 2
– 3 menit setelah apnoe dan hipoksia. Kerusakan otak irreversibel mulai terjadi 4 – 10 menit
setelah anoksia dan fungsi normotermik otak tidak akan kembali setelah 8 – 10 menit anoksia.
Penderita yang tetap koma selama selang waktu tertentu tapi kemudian bangun dalam
4. Perubahan Pada Ginjal
Fungsi ginjal penderita tenggelam yang telah mendapat resusitasi biasanya tidak menunjukkan
kelainan, tetapi dapat terjadi albuminuria, hemoglobonuria, oliguria dan anuria. Kerusakan
ginjal progresif akan mengakibatkan tubular nekrosis akut akibat terjadinya hipoksia berat,
asidosis laktat dan perubahan aliran darah ke ginjal.
5. Perubahan Cairan dan Elektrolit
Pada korban tenggelam tidak mengaspirasi sebagian besar cairan tetapi selalu menelan banyak
cairan. Air yang tertelan, aspirasi paru, cairan intravena yang diberikan selama resusitasi dapat
menimbulkan perubahan keadaan cairan dan elektrolit. Aspirasi air laut dapat menimbulkan
perubahan elektrolit dan perubahancairan karena tingginya kadar Na dan Osmolaritasnya.
Hipernatremia dan hipovolemia dapat terjadi setelah aspirasi air laut yang banyak. Sedangkan
aspirasi air tawar yang banyak dapat mengakibatkan hipervolemia dan hipernatremia.
Hiperkalemia dapat terjadi karena kerusakan jaringan akibat hipoksia yang luas.

6
C. Penanganan Pertama Pada Korban Tenggelam
1. Prinsip pertolongan di air :
a. Raih ( dengan atau tanpa alat ).
b. Lempar ( alat apung ).
c. Dayung ( atau menggunakan perahu mendekati penderita ).
d. Renang ( upaya terakhir harus terlatih dan menggunakan alat apung).
2. Penanganan Korban
Pindahkan penderita secepat mungkin dari air dengan cara teraman.
a) Bila ada kecurigaan cedera spinal satu penolong mempertahankan posisi kepala,
leher dan tulang punggung dalam satu garis lurus. Pertimbangkan untuk
b) menggunakan papan spinal dalam air, atau bila tidak memungkinkan pasanglah
sebelum menaikan penderita ke darat.
c) Buka jalan nafas penderita, periksa nafas. Bila tidak ada maka upayakan untuk
memberikan nafas awal secepat mungkin dan berikan bantuan nafas sepanjang
perjalanan.
d) Upayakan wajah penderita menghadap ke atas.
e) Sampai di darat atau perahu lakukan penilaian dini dan RJP bila perlu.
f) Berikan oksigen bila ada sesuai protokol.
g) Jagalah kehangatan tubuh penderita, ganti pakaian basah dan selimuti.
h) Lakukan pemeriksaan fisik, rawat cedera yang ada.
i) Segera bawa ke fasilitas kesehatan.

D. Penanganan Klinik dan Asuhan Keperawatan Pada Korban Tenggelam


1. Penanganan Klinik
Tersedianya sarana bantuan hidup dasar dan lanjutan ditempat kejadian merupakan hal yang
sangat penting karena beratnya cedera pada sistem saraf pusat tidak dapat dikaji dengan cermat
pada saat pertolongan diberikan. Pastikan keadekuatan jalan napas, pernapasan dan Sirkulasi.
Cedera lain juga harus dipertimbangkan dan perlu tidaknya hospitalisasi ditentukan
berdasarkan keparahan kejadian dan evaluasi klinis. Pasien dengan gejala respiratori,
penurunan saturasi oksigen dan perubahan tingkat kesadaran perlu untuk dihospitalisasi.
perhatian harus difokuskan pada oksigenasi, ventilasi, dan fungsi jantung. Melindungi sistem
saraf pusat dan mengurangi edema serebri merupakan hal yang sangat penting dan
berhubungan langsung dengan hasil akhir.
2. Asuhan Keperawatan Pada Korban Tenggelam

7
1. Pengkajian
1. Kaji adanya respirasi spontan
2. Kaji tingkat kesadaran
3. Kaji suhu inti tubuh
2. Diagnosa Keperawatan
1) Gangguan pertukaran gas
2) Bersihan jalan nafas tidak efektif
3) Perubahan perfusi jaringan otak
4) Pola nafas tidak efektif
5) Penurunan curah jantung
6) Kelebihan volume cairan
7) Resiko tinggi cedera
8) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
3. Intervensi Keperawatan
1. Buat dan pertahankan jalan napas yang paten.
a. Hisap dan jalan napas seperlunya
b. Pasang selang nasogastrik (untuk mencegah aspirasi muntahan)
2. Pantau dan catat respons anak terhadap terapi oksigen
a. Lakukan pengkajian pernapasan (frekuensinya tergantung pada keadaan)
b. Pantau penggunaan ventilator dan alat respirasi lainnya.
c. Pantau tekanan vena sentral (CVP) dan jalur arteri
d. Pantau penggunaan pernapasan tekanan positif intermiten (IPPB) atau
tekanan akhir ekspiratori posisti (PEEP)
4. Pantau dan catat tingkat fungsi neurologik anak
a. Lakukan pengkajian neurologik (frekuensinya tergantung status)
b. Observasi dan catat tanda-tanda TIK (letargi,peningkatan tekanan darah, penurunan
frekuensi napas, peningkatan denyut apeks, pupil dilatasi)
5. Pantau dan pertahankan keseimbangan cairan
a. Catat asupan dan haluaran
b. Jaga kepatenan dan lakukan perawatan kateter Foley
c. Pertahankan restriksi cairan dengan adanya edema serebri
6. Pantau dan pertahankan pengaturan suhu homeostatik (penurunan dan kebutuhan
oksigen)
a. Pantau suhu

8
b. Sediakan kasur pendingin (mencegah menggigil)
c. Berikan antipiretik
7. Berikan dan pertahankan asupan nutrisi yang adekuat
a. Kaji kemampuan anak untuk mendapatkan asupan nutrisi melalui selang nasogastrik
atau oral (NG po)
b. Kaji kapasitas anak untuk mentolerir makanan melalui selang nasogastrik atau per-
oral ( periksa adanya sisa dan muntah )
c. Naikkan jumlah dan jenis asupan nutrisi
8. Observasi dan catat tanda-tanda komplikasi
a. Pantau respons anak terhadap tata cara terapi fisik
b. Pantau respons terapeutik anak dan efek samping dari pengobatan

Air Garam dan Air Tawar

Meskipun tenggelam dalam air tawar sering dikaitkan dengan aspirasi air kedalam paru,
penyebab kematian tidak sejalan dengan hipoksia atau edema pulmonum. Ketika air tawar
memasuki paru, hal ini ddidorong kedalam sirkulasi pulmonary melalui alveolus karena
tekanan hidrostatik kapiler yang rendah dan tingginya tekanan osmotic koloid. Sehingga,
plasma menjadi terlarut dan lingkungan hipotonis menyebabkan sel darah merah hemolisis.
Hasilnya adalah peningkatan kadar plasma K+ dan depressi dari kadar Na+, akibat hemolisis,
merubah aktivitas listrik jantung. Fibrilasi ventricular sering timbul sebagai hasil dari
perubahan elektrolit. Sebagai tambahan, jika tenggelam terjadi pada air yang sangat dingin (
<10o C), ambilan dari air dingin kedalam system vascular dapat menyebabkan jantung berhenti
berdetak. Pada bedah terbuka jantung, teknik dari campuran salin dingin ke hati digunakan
untuk mencegah aksi jantung. Jika korban diresusitasi kematian dapat timbul beberapa jam
kemudian akibat gagal ginjal. Selama hemolisis, hemoglobin juga dilepaskan kedalam plasma
dimana dapat berakumulasi dalam ginjal menjadi gagal ginjal akut

Tenggelam dapat menyebabkan kematian atau kecacatan. Menurut Kongres Tenggelam


Sedunia tahun 2002, tenggelam adalah suatu kejadian berupa gangguan respirasi akibat
tenggelam atau terendam oleh cairan. Menurut Dr. Boedi Swidarmoko SpP, tenggelam
(drowning) adalah kematian karena asfiksia pada penderita yang tenggelam. Istilah lain, near
drowning adalah untuk penderita tenggelam yang selamatdari episode akut dan merupakan
berisiko besar mengalami disfungsi organ berat dengan mortalitas tinggi. Efek fisiologis

9
aspirasi pun berbeda antara tenggelam di air tawar dan air laut. Pada tenggelam di air tawar,
plasma darah mengalami hipoktonik, sedangkan pada air laut adalah hipertonik. Aspirasi air
tawar akan cepat diabsorbsi dari alveoli sehingga menyebabkan hipervolemia intravaskular,
hipotonis, dilusi elektrolit serum, dan hemolisis intravaskular. Aspirasi air laut menyebakan
hipovolemia, hemokonsentrasi dan hipertonis.

TENGGELAM DALAM AIR TAWAR

Pada keadaan ini terjadi absorpsi cairan yang massif. Karena konsentrasi elektrolit dalam air
tawar lebih rendah daripada konsentrasi dalam darah, maka terjadi hemodilusi darah, air masuk
ke dalam cairan darah sekitar alveoli dan mengakibatkan pecahnya sel darah merah
(hemolisis).2 Akibat pengenceran darah yang terjadi, tubuh mencoba mengatasi keadaan ini
dengan melepaskan ion Kalium dari serabut otot jantung sehingga kadar ion dalam plasma
Kalium meningkat, terjadi perubahan keseimbangan ion K+ dan Ca++ dalam serabut otot
jantung dan dapat mendorong terjadinya fibrilasi ventrikel dan penurunan tekanan darah, yang
kemudian menyebabkan kematian akibat anoksia otak. Kematian terjadi dalam waktu 5 menit.2

10

Anda mungkin juga menyukai