Anda di halaman 1dari 6

PENATALAKSANAAN GIGITAN ULAR

Penalaksanaan keracunan akibat keracunan gigitan ular.


Penatalaksanaan tergantung derajat keparahan envenomasi; dibagi menjadi perawatan di
lapangan dan manajemen di rumah sakit.

- Perawat dilapangan
seperti kasus-kasus emergensi lainnya, tujuan utama adalah untuk mempertahankan
pasien sampai mereka tiba di instalasi gawat darurat. Sering penatalaksanaan dengan
autentisitas yang kurang lebih memperburuk daripada memperbaiki keadaan,
termasuk membuat insisi pada luka gigitan, menghisap dengan mulut, pemasangan
turniket, kompres dengan es, atau kejutan listrik. Perawatan di lapangan yang tepat
harus sesuai dengan prinsip dasar emergency life support. Tenangkan pasien untuk
menghindari hysteria selama implementasi ABC (Airway, Breathing, Circulation ).

- Pertolongan pertama
Tujuan pertolongan pertama adalah untuk menghambat penyerapan bisa,
mempertahankan hidup korban dan menghindari komplikasi sebelum mendapatkan
perawatan medis di rumah sakit serta mengawasi gejala dini yang membahayakan.
1. Cegah gigitan sekunder atau adanya korban kedua. Ular dapat terus mengigit
dan menginjeksikan bisa melalui gigitan berturut-turut sampai bisa mereka
habis . Hal ini dapat dilakukan oleh korban sendiri atau orang lain yang ada di
tempat kejadian.
2. Segera dapatkan pertolongan medis. Transportasikan korban secara cepat dan
aman ke fasilitas medis darurat kecuali ular telah pasti diidentifikasi tidak
berbahaya (tidak berbisa). Identifikasi atau upayakan mendeskripsikan jenis
ular, tapi lakukan jika tanpa resiko yang signifikan terhadap adanya gigitan
sekunder atau jatuhnya korban lain.
3. Jika berada di wilayah yang terpencil dimana transportasi ke instalasi gawat
darurat akan lama, pasang bidai pada ekstremitas yang tergigit. Jika memasang
bidai, ingat untuk memastikan luka tidak cukup bengkak sehingga
menyebabkan bidai menghambat aliran darah. Periksa untuk memastikan jari
atau ujung jari tetap pink dan hangat, yang berarti ekstrimitas tidak menjadi
kesemutan, dan tidak memperburuk rasa sakit.
4. Buat korban tetap tenang, yakinkan mereka bahwa gigitan ular dapat ditangani
secara efektif di instalasi gawat darurat. Batasi aktivitas dan imobilisasi area
yang terkena (umumnya satu ekstrimitas), karena pergerakan atau kontraksi
otot dapat meningkatkan penyerapan bisa ke dalam aliran darah dan getah
bening dan tetap posisikan daerah yang tergigit berada di bawah tinggi jantung
untuk mengurangi aliran bisa.
5. Jika terdapat alat penghisap, (seperti Sawyer Extractor), ikuti petunjuk
penggunaan. Alat penghisap tekanan-negatif dapat memberi beberapa
keuntungan jika digunakan dalam beberapa menit setelah envenomasi. Alat ini
telah direkomendasikan oleh banyak ahli di masa lalu, namun alat ini semakin
tidak dipercaya untuk dapat menghisap bisa secara signifikan, dan mungkin
alat penghisap dapat meningkatkan kerusakan jaringan local Menghisap racun
dari luka juga menjadi tindakan yang cukup menjadi hal kontroversial disatu
sisi mungkin dapat mengurangi jumlah racun tetapi tentu saja jumlah racun
yang dikurangi tidak signifikan. Kekurangan dari tindakan ini adalah
kemungkinan kerusakan jarinan lokal yang lebih luas. Selain itu apabila
menghisap racun dengan mulut, mungkn dapat menyebabkan keracunan bagi
orang yang menghisap apabila terdapat luka pada mulut atapun saluran
pencernaan, Oleh karena itu akan lebih baik jangan memanupulasi daerah
gigitan.
6. Diusahakan melepaskan barang yang berbentuk melingkar pada ekstremitas,
karena dikhawatirkan apabila terjadi pembengkakan akan dapat menekan
sehingga aliran darah menjadi terputus.
7. Monitor tanda-tanda vital korban ” temperatur, denyut nadi, frekuensi nafas,
dan tekanan darah ,jika mungkin Jalan napas, pernapasan, pulsasi arteri dan
level kesadaran harus diperiksa sesegera mungkin.
8. Jika daerah yang tergigit mulai membengkak dan berubah warna, ular yang
mengigit kemungkinan berbisa.

- Berikut adalah beberapa keadaan yang membutuhkan resususitasi antara lain:


1. Hipotensi yang parah dan shock akibat langsung dari bisa ular ataupun evek
sekunder seperti hipovolemia, pelepasan mediator inflamasi, shock
hermoragik atau reaksi anafilaksis yang diakibatkan oleh racun itu sendiri.
2. Gagal napas yang cukup parah akibat keracunan neurotoksis yang
mengakibatkan paralisis dari otot pernapasan.
3. Henti jantung karena hiperkalemia yang diakibatkan kerusakan otot setelah
gigitan ular laut.

- Penemuan klinik terbaru mendukung hal-hal berikut :


 Jangan mencoba menghisap bisa dengan mulut dan memotong sisi gigitan.
Memotong sisi yang tergigit dapat merusak organ yang mendasarinya,
meningkatkan resiko infeksi, dan tidak membuang racun.
 Jangan gunakan es atau kompres dingin pada sisi gigitan, Es tidak
mendeaktivasi bisa dan dapat menyebabkan radang dingin.
 Jangan menggunakan kejutan listrik. Kejutan listrik tidak efektif dan dapat
menyebabkan luka bakar atau masalah elektrik pada jantung.
 Jangan gunakan alkohol. Alkohol dapat menghilangkan sakit, tapi juga
membuat pembuluh darah lokal berdilatasi, dimana dapat meningkatkan
absorpsi bias.
 Jangan menggunakan turniket atau verband yang ketat. Hal ini tidak terbukti
efektif, dapat meningkatkan kerusakan jaringan, dan dapat menyebabkan
keharusan amputasi.
 Jangan mengangkat sisi gigitan di atas tinggi jantung korban.

- Manajemen Rumah sakit:


Perawatan Definitif Meliputi pengecekan kembali ABC dan mengevaluasi
pasien atas tanda-tanda syok (seperti takipneu, takikardi, kulit kering dan
pucat, perubahan status mental, hipotensi). Rawat dahulu keadaan yang
mengancam nyawa, Korban dengan kesulitan bernafas mungkin membutuhkan
endotracheal tube dan sebuah mesin ventilator untuk menolong korban
bernafas. Korban dengan syok membutuhkan cairan intravena dan mungkin
obat-obatan lain untuk mempertahankan aliran darah ke organ-organ vital
Semburan bisa ular sendok, apabila mengenai mata, dapat mengakibatkan
iritasi menengah dan menimbulkan rasa pedih yang hebat Mencucinya bersih-
bersih dengan air yang mengalir sesegera mungkin dapat membilas dan
menghanyutkan bisa itu, mengurangi iritasi dan mencegah kerusakan yang
lebih lanjut pada mata.
 Bersihkan bagian yang terluka dengan cairan faal atau air steril.
 Untuk efek lokal dianjurkan imobilisasi menggunakan perban katun
elastis dengan lebar +10 cm, panjang 45 m, yang dibalutkan kuat di
sekeliling bagian tubuh yang tergigit, mulai dari ujung jari kaki sampai
bagian yang terdekat dengan gigitan. Bungkus rapat dengan perban
seperti membungkus kaki yang terkilir, tetapi ikatan jangan terlalu
kencang agar aliran darah tidak terganggu penggunaan torniket tidak
dianjurkan karena dapat mengganggu aliran darah dan pelepasan
torniket dapat menyebabkan efek sistemik yang lebih berat.
 Dalam penanganan yang menyeluruh, maka perlu dilakukan
pengambilan darah untu pemeriksaan waktu protrombin, APTT, D-
Dimer, fibrinogen, dan Hb, leukosit, trombosit, kreatinin, urea N,
elektrolit, CK. Periksa waktu pembekua, jika dalam 10 menit
menunjukkan adanya koagulopati. Juga dapat dilakukan apus tempat
gigitan dengan venom detection.
 Studi Laboratorium
o Penghitungan jumlah sel-sel darah
o Prothrombin time dan activated partial thromboplastin time.
o Fibrinogen dan produk-produk pemisahan darah
o Tipe dan jenis golongan darah
o Kimia darah, termasuk elektrolit, BUN, kreatinin
o Urinalisis untuk myoglobinuria
o Analisa gas darah untuk pasien dengan gejala sistemik

- Pembedahan,
Efek lokal dari keracunan seperti nekrosis lokal, sindrom kompartemen dan trombosis
dari pembuluh darah utama biasanya terjadi pada pasien yang tidak diterapi dengan
anti bisa. Intervensi pembedahan mungkin dapat dilakukan Tetapi intervensi ini
menjadi bahaya apabila pasien dengan komplikasi consumption coagulopathy,
trombositopenia, fibrinolisis. Pada pasien dengan keadaan tersebut harus dilakukan
penanganan yang lebih komperhensif untuk menangani komplikasi dari efek lokal
racun tersebut
 Fasciotomy Jika perawatan dengan elevasi tungkai dan obat-obatan gagal, ahli
bedah mungkin perlu melakukan pembedahan pada kulit sampai kompartemen
yang terkena, disebut fasciotomy. Prosedur ini dapat memperbaiki
pembengkakan dan penekanan tungkai, berpotensi menyelamatkan lengan atau
tungkai.Fasciotomi tidak diindikasikan pada setiap gigitan ular, tapi dilakukan
pada pasien dengan bukti objektif adanya peningkatan tekanan kompartemen.
Cedera jaringan setelah sindrom kompartemen bersifat reversible tapi dapat
dicegah.
 Nekrotomi dikerjakan bila telah nampak jelas batas kematian jaringan,
kemudian dilanjutkan dengan cangkok kulit.

- Tindak Lanjutan Keperawatan.


Perawatan pasien lebih lanjut di rumah sakit :
Pengiriman pasien ke rumah sakit sudah menjadi hal rutin untuk setiap kasus
envenomasi Untuk kasus gigitan kering dari ular viper, observasi di instalasi gawat
darurat selama 8-10 jam; namun, hal ini sering tidak mungkin dilaksanakan. Pasien
dengan envenomasi yang berat membutuhkan perawatan khusus di ICU untuk
pemberian produk-produk darah, menyediakan monitoring yang invasif, dan
memastikan proteksi jalan nafas. Observasi untuk gigitan ular koral minimal selama
24 jam. Buat evaluasi serial untuk penderajatan lebih lanjut dan untuk menyingkirkan
sindrom kompartemen. Tergantung pada skenario klinik, ukur tekanan kompartemen
setiap 30-120 menit. Fasciotomy diindikasikan untuk tekanan yang lebih dari 30-40
mm Hg. Tergantung dari derajat keparahan gigitan, pemeriksaan darah lebih lanjut
mungkin dibutuhkan, seperti waktu pembekuan darah, jumlah trombosit, dan level
fibrinogen.
Djoni Djunaedi. Penatalaksanaan Gigitan Ular Berbisa. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B,
Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S, editor. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 2. Edisi ke-5.
Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam,2009.h.280-3

Sentra Informasi Keracunan Nasional Badan POM. Penatalaksanaan Keracunan akibat


Gigitan Ular Berbisa. Jakarta. ( Edisi: 2010 )

Iris Rengganis, Heru Sundaru, Nanang Sukamana, Dina Mahdi. Rejatan anafilaktik. Dalam:
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S, editor. Buku ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jilid 2. Edisi ke-5. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit
Dalam,2009.h.257-61

Hafid, Abdul, dkk., editor : Sjamsuhidajat,R. dan de Jong, Wim, Bab 2 : Luka, Trauma, Syok,
Bencana., Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, EGC : Jakarta, Mei 1997. Hal. 99-100.

Anda mungkin juga menyukai