Anda di halaman 1dari 44

TUGAS PRAKTIK KLINIK II

“Asuhan Keperawatan Pada Lansia Dengan Diabetes Mellitus”


Penurunan Fungsi Sistem Endokrin

Tingkat 3 Keperawatan
Kelompok
Anggota :
1. Teddy Kurniawan Y.P.
2. Tri Widya Ningsih
3. Tsara Febrilia Angeline
4. Willy Fitrizia
5. Yulianawati

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YATSI TANGERANG


Jl. Aria Santika
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum. Wr. Wb.

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam, hanya atas petunjuk,
rahmat, nikmat, karunia, pertolongan serta kasih sayang Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Lansia Dengan Diabetes
Mellitus”. Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas.
Dengan selesainya penyusunan makalah ini, kami mengucapkan terima kasih kepada
berbagai pihak yang telah membantu memberikan bimbingan, pengarahan, dan nasihat dalam
proses penyelesaian makalah ini, yaitu:
1. Ibu Ida Faridah, S.Kp, M.Kes, selaku Ketua STIKes Yatsi Tangerang
2. Ibu Ns. Febi Ratnasari, S.Kep, M.Kep selaku Kaprodi S1 Keperawatan
3. Ibu Ns. Mey Nurrohmah, S.Kep selaku Penanggung Jawab Akademik
4. Ibu Ns. Rina Puspita Sari, M. Kep, Sp. Kep. Kom, selaku dosen pembimbing akademik
yang telah meluangkan waktu di antara kesibukan untuk memberikan ilmu, bimbingan,
saran serta masukan dalam penyusunan makalah ini.
5. Bapak Ns. Rangga Saputra, S.Kep, selaku dosen pembimbing akademik yang telah
meluangkan waktu di antara kesibukan untuk memberikan bimbingan.
Segenap Staf Puskesmas Pasar Baru Kota Tangerang yang telah memberikan izin,
fasilitas, sarana dan membantu kelancaran praktik klinik.
Ibu dr. Endang Riyane, selaku pembimbing lahan yang telah memberikan saran, kritik,
masukan dan dukungan dalam proses penyusunan makalah ini.
Kami menyadari atas kekurangan makalah ini, oleh karena itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan makalah ini. Semoga
makalah ini bermanfaat bagi pembaca.

Wassalamu’alaikum, Wr. Wb.


Tangerang, Agustus 2017

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................................................i
DAFTAR ISI …..…………………………………………………………………………...…ii
BAB I : PENDAHULUAN........................................................................................................1
1.1. Latar Belakang.............................................................................................................1
1.2. Tujuan..........................................................................................................................2
1.3. Manfaat........................................................................................................................2
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................................4
2.1. Lansia..........................................................................................................................4
2.2. Anatomi Dan Fisiologi Sistem Endokrin....................................................................7
2.3. Perubahan Sistem Endokrin Pada Lansia....................................................................8
2.4. Diabetes Melitus..........................................................................................................9
BAB III : TIJAUAN KASUS..................................................................................................22
3.1. Pengkajian.................................................................................................................22
3.2. Analisa Data..............................................................................................................26
3.3. Rencana Asuhan Keperawatan..................................................................................27
3.4. Catatan Asuhan Keperawatan....................................................................................31
BAB IV : PEMBAHASAN......................................................................................................35
4.1. Pengkajian.................................................................................................................35
4.2. Diagnosis keperawatan..............................................................................................36
4.3. Intervensi...................................................................................................................37
4.4. Implementasi.............................................................................................................38
4.5. Evaluasi.....................................................................................................................38
BAB V : PENUTUP.............................................................................................................40
5.1. Kesimpulan................................................................................................................40
5.2. Saran..........................................................................................................................41
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................iii
LAMPIRAN : JURNAL

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Penuaan merupakan proses normal perubahan yang berhubungan dengan waktu,
sudah dimulai sejak lahir dan berlanjut sepanjang hidup. Usia tua adalah fase akhir dari
rentang kehidupan (Fatimah, 2010). Menurut World Health Organization (WHO) ada
beberapa batasan umur Lansia, yaitu: Usia pertengahan (middle age) : 45 – 59 tahun
Usia lanjut (fiderly) : 60 – 74 tahun, Lansia tua (old) : 75 – 90 tahun , Lansia sangat
tua(very old) : > 90 tahun
Sistem endokrin, dalam kaitannya dengan sistem saraf, mengontrol dan
memadukan fungsi tubuh. Kedua sistem ini bersama-sama bekerja untuk
mempertahankan homeostasis tubuh. perubahan fungsi sistem endokrin secara khusus
yaitu : Penurunan kemampuan mentoleransi stress, Konsentrasi glukosa darah
meningkat dan tetap naik lebih lama dibandingkan orang yang lebih muda, Penurunan
kadar ekstrogen dan peningkatan kadar FSH selama menopouse, yang menyebabkan
trombosis dan osteoporosis, Penurunan produksi progeteron, Penurunan kadar
aldosteron serum sebanyak 50%, Penurunan laju sekresi kortisol sebanyak 25%.
Diabetes Melitus (DM) adalah salah satu jenis penyakit degenerative yang
mengalami peningkatan setiap tahun di negara-negara seluruh dunia. Menurut
Internasional of Diabetic Ferderation (IDF, 2015) tingkat prevalensi global
penderita DM pada tahun 2014 sebesar 8,3% dari keseluruhan penduduk di dunia dan
mengalami peningkatan pada tahun 2014 menjadi 387juta kasus. Indonesia merupakan
negara menempati urutan ke 7 dengan penderita DM sejumlah 8,5 juta penderita
setelah Cina, India dan Amerika Serikat, Brazil, Rusia, Mexico. Angka kejadian DM
menurut data Riskesdas (2013) terjadi peningkatan dari 1,1 % di tahun 2007 meningkat
menjadi 2,1 % di tahun 2013 dari keseluruhan penduduk sebanyak 250 juta jiwa.
Prevalensi DM pada lanjut usia (geriatri) cenderung meningkat, hal ini
dikarenakan DM pada lanjut usia bersifat muktifaktorial yang dipengaruhi faktor
intrinsik dan ekstrinsik. Umur ternyata merupakan salah satu faktor yang bersifat
mandiri dalam pengaruhnya terhadap perubahan toleransi tubuh terhadap glukosa. Dari
jumlah tersebut dikatakan 50% adalah pasien berumur > 60 tahun
(Gustaviani, 2006).

1
2

Pada sebuah penelitian oleh Cardiovascular Heart Study (CHS) di Amerika dari
tahun 1996-1997 didapati hanya 12 % populasi lanjut usia dengan DM yang mencapai
kadar gula darah di bawah nilai acuan yang ditetapkan American Diabetes
Association. Pada penelitian tersebut juga diketahui 50% dari lanjut usia dengan DM
mengalami gangguan pembuluh darah besar dan 33% dari jumlah tersebut aktif
mengkonsumsi aspirin. Disisi lain banyak dari populasi lanjut usia dengan DM
memiliki tekanan darah > 140/90 mmHg, hanya 8% lanjut usia dengan kadar
kolesterol LDL < 100 mg/dl (Anonim, 2004). Banyaknya obat yang diresepkan untuk
pasien usia lanjut akan menimbulkan banyak masalah termasuk polifarmasi, peresepan
yang tidak tepat dan ketidak patuhan. Setidaknya 25% obat yang diresepkan untuk
pasien usia lanjut tidak efektif

1.2. Tujuan
1.2.1. Tujuan Umum
Untuk memberikan gambaran asuhan keperawatan Lansia dengan Diabetes Mellitus.
1.2.2. Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu menjelaskan mengenai konsep dasar tentang penyakit diabetes
mellitus.
2. Mahasiswa dapat mengetahui penatalaksaan asuhan keperawatan pada penderita
diabetes mellitus.
3. Mahasiswa mampu menjelaskan mengenai pengkajian dari Lansia dengan diabetes
mellitus.
4. Mahasiswa mampu menjelaskan intervensi yang dilakukan kepada Lansia dengan
Diabetes Mellitus.
5. Mahasiswa mampu menjelaskan mengenai Implementasi terhadap Lansia dengan
Diabetes Mellitus.
6. Mahasiswa mampu mengetahui manfaat dari intervensi yang diberikan kepada lansia
dengan Diabetes Mellitus.

1.3. Manfaat
Bagi Puskesmas
Hasil dari makalah diharapkan dapat memberikan informasi yang berguna di
Puskesmas, sehingga dapat memberikan perawatan bagi Lansia dengan diabetes
mellitus.
3

Bagi Profesi Keperawatan


1. Agar makalah ini dapat menjadi sumber untuk pembelajaran.
2. Agar makalah ini dapat menjadi refrensi pembelajaran.
3. Agar penulis lebih memahami dalam memberikan asuhan keperawatan kepada
Lansia yang sehat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Lansia
2.1.1. Definisi Lansia
Penuaan (proses terjadinya tua) adalah proses menghilangnya secara perlahan-
lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan
fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahanterhadap infeksi dan memperbaiki
kerusakan yang diderita. Seiring dengan proses menua tersebut, tubuh akan mengalami
berbagai masalah kesehatan atau yang biasa disebut sebagai penyakit degeneratif.
Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia
(Keliat, 1999).
Penuaan merupakan proses normal perubahan yang berhubungan dengan waktu,
sudah dimulai sejak lahir dan berlanjut sepanjang hidup. Usia tua adalah fase akhir dari
rentang kehidupan (Fatimah, 2010).
Usia lanjut adalah kelompok orang yang sedang mengalami suatu proses
perubahan yang bertahap dalam jangka waktu beberapa dekade (Notoadmojo,2010 )
Menurut Pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No.13 Tahun 1998 tentang Kesehatan dikatakan
bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun.

2.1.2. faktor-faktor yang mempengaruhi ketuaan Meliputi:


1. Hereditas : Keturunan/Genetik
2. Nutrisi : Makanan
3. Status kesehatan
4. Pengalaman hidup
5. Lingkungan
6. stres

4
5

2.1.3. Batasan lansia


Menurut World Health Organization (WHO) ada beberapa batasan umur Lansia, yaitu:
1. Usia pertengahan (middle age) : 45 – 59 tahun
2. Usia lanjut (fiderly) : 60 – 74 tahun
3. Lansia tua (old) : 75 – 90 tahun
4. Lansia sangat tua(very old) : > 90 tahun

2.1.4. Menurut Depkes RI (2003), lansia dibagi atas :


1. Pralansia : Seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.
2. Lansia : Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih
3. Lansia resiko tinggi : Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih

2.1.5. Klasifikasi Lansia


Klasifikasi lansia ini adalah lima klasifikasi pada lansia
1. Pralansia (Prasenilis), Seseorang yang berusia antara 45 - 59 tahun
2. Lansia, Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih. Lansia resiko tinggi,
Seseorang yang beresiko 70 tahun atau lebih/seseorang yang berusia 60
tahun atau lebih dengan masalah kesehatan (Depkes RI, 2003) dalam
bukunya Rosidawati, 2008).
3. Lansia potensial. Menghasilkan barang/jasa (Depkes RI,2003) dalam
bukunya Rosidawati,2008). Lansia yang mampu melakukan pekerjaan
dan/atau kegiatan yang dapat
4. Lansia tidak potensial. Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga
hidupnya bergantung pada bantuan orang lain (Depkes RI, dalam bukunya
Rosidawati, 2008.

2.1.6. Karakteristik Lansia


Menurut Anna Keliat (1999), lansia memiliki karakteristik sebagai berikut.
1. Berusia lebih dari 60 tahun (sesuai dengan Pasal 1 ayat (2) UU No. 13 tentang
Kesehatan).
2. Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit, dari
kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi adaptif hingga
kondisi maladaptif.
3. Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi.
6

2.1.7. Perubahan-perubahan yang Terjadi pada Lansia


Perubahan yang terjadi pada lansia meliputi perubbahan fisik, sosial, dan
psikologis.
1. Perubahan fisik
Yang termasuk perubahan fisik, antara lain perubahan sel, kardiovaskuler, respirasi,
persarapan, muskuloskeletal, gastrointestinal, genitourinaria, vesika urinaria,
vagina, pendengaran, penglihatan, endokrin, kulit, belajar dan memori,
inteligensi, personality dan adjustment (pengaturan), dan pencapaian
(Achievement).
2. Perubahan social
Yang termasuk perubahan sosial, antara lain perubahan peran, keluarga
(emptiness), teman, Abuse , masalah hukum, pensiun, ekonomi, rekreasi,
keamanan, transportasi, politik, pendidikan, agama, panti jompo.
3. Perubahan psikologi

2.1.8. Masalah-masalah kesehatan yang Terjadi pada Lansia


Masalah-masalah kesehatan yang sering terjadi pada lansia akibat
perubahan sistem, antara lain:
1. Lansia dengan masalah kesehatan pada sistem pernafasan, antara lain :
Penyakit Paru Obstruksi Kronik, Tuberkulosis, Influenza dan Pneumonia.
2. Lansia dengan masalah kesehatan pada sistem kardiovaskuler, antara lain :
Hipertensi, Penyakit Jantung Koroner, Cardiac Heart Failure.
3. Lansia dengan masalah kesehatan pada sistem neurologi, seperti Cerebro
Vaskuler Accident.
4. Lansia dengan masalah kesehatan pada sistem musculoskeletal, antara lain :
Faktur, Osteoarthritis, Rheumatoid Arthritis, Gout Artritis, Osteporosis.
5. Lansia dengan masalah kesehatan pada sistem endokrin, seperti DM.
6. Lansia dengan masalah kesehatan pada sistem sensori, antara lain : Katarak,
Glaukoma, Presbikusis.
7. Lansia dengan masalah kesehatan pada sistem pencernaan, antara lain :
Ginggivitis / Periodontis, Gastritis, Hemoroid, Konstipasi.
8. Lansia dengan masalah kesehatan pada sistem reproduksi dan perkemihan,
antara lain : Menoupause, BPH, Inkontinensia.
7

9. Lansia dengan masalah kesehatan pada sistem integumen, antara lain :


Dermatitis Seborik, Pruritus, Candidiasis, Herpes Zoster, Ulkus Ekstremitas
Bawah, Pressure Ulcers.
10. Lansia dengan masalah Kesehatan jiwa, seperti Demensia.

2.2. Anatomi Dan Fisiologi Sistem Endokrin


Sistem endokrin, dalam kaitannya dengan sistem saraf, mengontrol dan memadukan
fungsi tubuh. Kedua sistem ini bersama-sama bekerja untuk mempertahankan
homeostasis tubuh.
Fungsi mereka satu sama lain saling berhubungan, namun dapat dibedakan dengan
karakteristik tertentu. Misalnya, medulla adrenal dan kelenjar hipofise posterior yang
mempunyai asal dari saraf (neural).
Jika keduanya dihancurkan atau diangkat, maka fungsi dari kedua kelenjar ini
sebagian diambil alih oleh sistem saraf.
Bila sistem endokrin umumnya bekerja melalui hormon, maka sistem saraf bekerja
melalui neurotransmiter yang dihasilkan oleh ujung-ujung saraf.
Organ-organ yang berperan dalam sistem endokrin adalah :
1. Hipotalamus
2. Kelenjar hipofisis
3. Kelenjar tiroid
4. Kelenjar paratiroid
5. Pankreas
6. Kelenjar adrenal
7. Gonad (testis dan ovarium)
8

2.2.1. Struktur Sistem Endokrin :


Kelenjar eksokrin melepaskan sekresinya kedalam duktus pada permukaan tubuh,
sepertikulit, atau organ internal, seperti lapisan traktusintestinal. Kelenjar endokrin
termasuk hepar, pankreas(kelenjar eksokrin dan endokrin), payudara, dan kelenjar
lakrimalis untuk air mata. Sebaliknya, kelenjar endokrin melepaskan sekresinya langsung
ke dalam darah .

2.3. Perubahan Sistem Endokrin Pada Lansia


Perubahan Sistem Endokrin pada Lansia. Efek dan usia pada sistem endokrin sedikit
lebih sulit untuk mendeteksi dengan organ tubuh lain. Walaupun demikian gangguan
endokrin lebih banyak pada usia 40 tahun. Pada wanita, produksi hormon meningkat
dibanding dengan menopause. Dari pria dan wanita, output anterior pituitary mengalami
penurunan.
Umur yang relatif terjadi perubahan pada struktur dan fungsi dan kelenjar endokrin
adalah sebagai berikut :
1. Kelenjar thiroid mengalami derajat yang sama dengan atropfi, fibrosis dan
nodularity.
2. Hormon thiroid mengalami level penurunan dan hypoparatiroidisme biasanya sering
pada orang dewasa.
3. Kelenjar adrenal kehilangan beberapa berat badan dan menjadi makin buruk,
fibrotik.
4. Pada bagian anterior, kelenjar pituitary mengalami penurunan ukuran dan menjadi
mati/fibrotik.
9

Dalam Stockslager (2007), perubahan fungsi sistem endokrin secara khusus yaitu :
1. Penurunan kemampuan mentoleransi stress.
2. Konsentrasi glukosa darah meningkat dan tetap naik lebih lama dibandingkan orang
yang lebih muda.
3. Penurunan kadar ekstrogen dan peningkatan kadar FSH selama menopouse, yang
menyebabkan trombosis dan osteoporosis.
4. Penurunan produksi progeteron.
5. Penurunan kadar aldosteron serum sebanyak 50%.
6. Penurunan laju sekresi kortisol sebanyak 25%.

2.4. Diabetes Melitus


2.4.1. Definisi
Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit kronik progresif yang ditandai dengan
ketidakmampuan tubuh untuk melakukan metabolisme karbohidrat, lemak dan
protein, mengarah ke hiperglikemia (kadar glukosa darah tinggi). (Black, 2014)
Diabetes mellitus (DM) didefenisikan sebagai suatu penyakit atau
gangguan metabolisme yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah disertai
dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid dan protein sebagai akibat
insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi insulin dapat disebabkan oleh gangguan
atau defenisi produksi insulin oleh sel-sel beta Langerhans kelenjar pankreas atau
disebabkan kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin.
Diabetes mellitus ditandai dengan gangguan metabolisme
karbohidrat,protein,dan lemak.Peranan insulin di tubuh adalah untuk mengangkut
glukosa ke dalam sel untuk bahan bakar atau simpanan glikogen.Karena insiden
DM meningkat seiring pertambahan usia,professional perawatan kesehatan yang
merawat lansia harus memiliki pemahaman yang lengkap mengenai penyakit ini.
Diabetes terbagi dalam 2 bentuk :
1. Diabetes tipe 1 : yang tergantung pada insulin
2. Diabetes tipe 2 : yang tidak tergantung pada insulin.pada lansia diabetes tipe 2
terhitung sebanyak 90% kasus.
10

2.4.2. Diabetes Melitus Tipe 1


DM Tipe 1, sebelumnya disebut IDDM (Insulin Dependent Dibetes Melitus),
atau diabetes mellitus onset-anak-anak, ditandai dengan destruksi sel beta pancreas,
mengakibatkan defisiensi insulin absolut.
Diabetes tipe 1 sendiri termasuk jenis diabetes dengan produksi insulin yang
rendah. Oleh karena itu diabetes tipe 1 disebut juga diabetes ketergantungan
insulin. Kadar gula dalam darah biasanya dikendalikan oleh hormone insulin. Jika
tubuh kurang insulin, kadar gula darah akan meningkat drastis akibat terjadinya
penumpukan, ini yang disebut hiperglikemia. Inilah yang terjadi saat seorang
menderita diabetes mellitus tipe 1.
Gejala umum diabetes pada awal penyakit, yang juga dikenal dengan gejala
klasik dikalangan medis, adalah sering kencing (polyuria), sering haus (polydipsia)
dan sering lapar (polyphagia). Gejala-gejala ini akan berkembang dan semakin
memburuk seiring dengan tidak terkontrolnya kadar gula yang sangat tinggi dalam
darah (hiperglikemia) sehingga merusak jaringan dan organ-organ tubuh, dan
berkomplikasi.

2.4.3. Diabetes Melitus Tipe 2


DM Tipe 2, sebelumnya disebut NIDDM (Non Insulin Dependent Dibetes
Melitus) atau diabetes mellitus onset-dewasa, adalah gangguan yang melibatkan,
baik genetic maupun factor lingkungan.
DM Tipe 2, biasanya terdiagnosis setelah usia 40 tahun dan lebih umum
diantara dewasa tua, dewasa obesitas, dan etnik serta populasi ras tertentu.
Sel-sel dalam tubuh manusia membutuhkan energy dari gula (glukosa) untuk
bisa berfungsi dengan normal. Yang biasanya mengendalikan gula dalam darah
adalah hormone insulin. Insuln membantu sel mengambil dan menggunakan
glukosa dari aliran darah. Jika tubuh kekurangan insulin yang relative, artinya
kadar gula darah sangat banyak akibat asupan berlebihan sehingga kadar insulin
tampak berkurang atau muncul resistensi terhadap insulin pada sel-sel tubuh ,
kadar gula (glukosa) darah akan meningkat drastis.
Pada diabetes tipe 2 terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan
insulin, yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin
akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya
insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme
11

glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes mellitus tipe 2 disertai
dengan penurunan reaksi intrasel. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif
untuk menstimulasi pengambilan glukosa.
Seiring pertambahan usia, sel-sel tubuh menjadi lebih resistant terhadap
insulin, yang mengurangi kemampuan lansia untuk memetabolisme glukosa. Selain
itu, pelepasan insulin dari sel beta pankreas berkurang dan melambat. Hasil dari
kombinasi proses ini adalah hiperglikemia. Pada lansia, konsentrasi glukosa yang
mendadak dapat meningkatkan dan lebih memperpanjang hiperglikemia. Diabetes
tipe 2 pada lansia disebabkan oleh sekresi insulin yang tidak normal, resistansi
terhadap kerja insulin pada jaringan target, dan kegagalan glukoneogenesis hepatic.
Penyebab utama hiperglikemia pada lansia adalah peningkatan resistansi insulin
pada jaringan perifer. Meskipun jumlah reseptor insulin sebenarnya sedikit
menurun seiring pertambahan usia, resistansi dipercaya terjadi setelah insulin
berikatan dengan reseptor tersebut. Selain itu, sel-sel beta pulau Langerhans kurang
sensitif terhadap kadar glukosa yang tinggi, yang memperlambat produksi glukosa
di hati .
ADA (American Diabetes Association) menetapkan kriteria diagnostik diabetes
tipe 2 sebagai berikut:
1. Seseorang dengan gejala hiperglikemia dan random plasma glucose(RPG)
atau glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dl dari hasil 2 kali pengukuran
terpisah dapat dikatakan menderita diabetes tipe 2, atau
2. Seseorang dengan fasting plasma glucose (FPG) atau glukosa plasma dalam
keadaan puasa ≥ 126 mg/dl dari hasil 2 kali pengukuran terpisah dapat
dikatakan menderita diabetes tipe 2, atau

2.4.4. Ciri-ciri yang membedakan


Ciri – cirri Tipe 1 Tipe 2
Sinonim IDDM, diabetes pada anak- NIDDM, diabetes onset
anak, diabetes labil, rapuh matang atau dewasa,
diabetes ringan
Onset usia Biasanya terjadi sebelum Biasanya terjadi setelah usia
usia 30 tahun, tapi mungkin 30 tahun, tapi dapat terjadi
terjadi pada semua usia pada anak-anak
Insidensi 10 % 90 %
Tipe onset Biasanya mendadak, dengan Tersamar, mungkin
12

onset cepat hiperglikemia asimtomatik ringan, pelan-


pelan tubuh beradaptasi
terhadap peningkatan
hiperglikemia
Produksi insulin Sedikit atau tidak ada Dibawah normal, normal
endogen atau diatas normal
BB saat onset Berat badan ideal atau kurus 85% klien obesitas, mungkin
terjadi pada BB ideal
Ketosis Cenderung ketosis, biasanya Resistensi ketosis, dapat
ada saat onset, sering ada terjadi dengan stress infeksi
selama tidak terkontrol
Gejala Polyuria, polidipsi, polifagi, Sering tidak ada, mungkin
letih gejala ringan hiperglikemia
Pengelolaan diet Esensial Esensial
Pengelolaan olahraga Esensial Esensial
Pemberian insulin Bergantung pada insulin 20 – 30 % pada insulin
eksogen
OHO (Obat Tidak efektif Efektif
Hipoglikemik Oral)
Kebutuhan edukasi Saat diagnosis dan Saat diagnosis dan
seterusnya seterusnya

2.5. Etiologi
Diabetes mellitus tipe I disebut DM yang tergantung pada insulin. Diabetes
mellitus tipe ini disebabkan akibat kekurangan insulin dalam darah yang terjadi karena
kerusakan dari sel beta pankreas.
Diabetes mellitus tipe II atau disebut DM yang tidak tergantung pada insulin.
Diabetes mellitus tipe II ini disebabkan insulin yang ada tidak dapat bekerja dengan baik,
kadar insulin dapat normal, rendah atau bahkan meningkat tetapi fungsi insulin untuk
metabolisme glukosa tidak ada / kurang. Akibatnya glukosa dalam darah tetap tinggi
sehingga terjadi hiperglikemia. Tujuh puluh lima persen penderita DM tipe II adalah
penderita obesitas atau sangat kegemukan dan biasanya diketahui DM setelah usia 30
tahun. Mekanisme yang tepat menyebabkan unsulindan sekresi insulin pada DM tipe II
masih belum diketahui. Faktor resiko yang berhubungan adalah obesitas, riwayat
keluarga, usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia > 65 tahun.
13

2.6. Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis terpilih DM saat diagnosis
Manifestasi Klinis Dasar Patofisiologi DM DM
Tipe 1 Tipe 2
Manifestasi utama
Polyuria* (sering Air tidak diserap kembali oleh tubulus ++ +
BAK) ginjal sekunder untuk aktivitas osmotic
glukosa, mengara kepada kehilangan air,
glukosa dan elektrolit
Polidipsi* (haus Dehidrasi sekunder terhadap polyuria ++ +
berlebihan) menyebabkan haus
Polifagi* (lapar Kelaparan sekunder terhadap katabolisme ++ +
berlebihan) jaringan menyebabkan rasa lapar
Penurunan berat Kehilangan awal sekunder terhadap ++ -
badan penipisan simpanan air
Pandangan kabur Sekunder terhadap paparan kronis retina + ++
berlebihan dan lensa mata terhadap cairan
hyperosmolar
Pruritus, infeksi Infeksi jamur dan bakteri pada kulit terlihat + ++
kulit, vaginitis lebih umum, hasil penelitian masih
bertentangan
Ketonuria Ketika glukosa tidak dapat digunakan ++ -
untuk energy oleh sel tergantung insulin,
asam lemak digunakan untuk energy, asam
lemak diubah menjadi keton dalam darah
dan di eksekresikan oleh ginjal, pada DM
tipe 2, insulin cukup untuk menekan
berlebihan penggunaan asam lemak tapi
tidak cukup untuk penggunaan glukosa
Lemah, letih, Penurunan isi plasma mengarah kepada ++ +
pusing posturnal hipertensi, kehilangan kalium dan
katabolisme protein berkontribusi terhadap
kelemahan
Sering asimtomatik Tubuh dapat “beradaptasi” terhadap - ++
peningkatan pelan-pelan kadar glukosa
darah sampai tingkat lebih besar
dibandingkan peningkatan yang cepat
14

*sering dirujuk sebagai gejala klasik DM


+ kadang-kadang ada, ++ biasanya ada, - biasanya tidak ada

2.7. Pemeriksaan dianostik


1. Kadar glukosa darah
 Kadar glukosa darah puasa
Sampel glukosa darah puasa diambil saat klien tidak makan makanan selain
minum air selama paling tidak 8 jam. Diagnosis DM dibuat ketika kadar glukosa
darah klien > 126 mg/dl. Pengukuran kadar glukosa darah puasa memberikan
indikasi paling baik dari keseluruhan homeostatis glukosa dan metode terpilih
untuk mendiagnosis DM.
 Kadar glukosa darah sewaktu
Klien mungkin juga didiagnosis DM berdasarkan manifestasi klinis dan
kadar glukosa darah sewaktu > 200 mg’dl. Sampel glukosa darah sewaktu diambil
sewaktu-waktu tanpa puasa
 Kadar glukosa darah setelah makan
Kadar glukosa darah setelah makan diambil setelah 2 jam makan standar dan
mencerminkan efisiensi ambilan glukosa yang diperantarai insulin oleh jaringan
perifer. Kadar glukosa darah 2 jam setelah makan > 200 mg/dl selama tes toleransi
glukosa oral (OGTT).
Pada lansia, kadar glukosa setelah makan lebih tinggi, secara spesifik
meningkat 5 – 10 mg/dl per decade setelah usia 50 tahun karena penurunan normal
toleransi glukosa berhubungan dengan usia.
2.8. Komplikasi
1. Hiperglikemi
2. Ketoasidosis diabetic,yang ditandai dengan hiperglikemia berat merupakan kondisi
tang mengancam jiwa.
3. Neuropati perifer biasa terjadi pada tangan dan kaki

2.9. Penatalaksanaan
Dalam pengelolaan diabetes dikenal 4 pilar utama pengelolaan yaitu:
1. Penyuluhan (edukasi)
Edukasi merupakan bagian integral asuhan perawatan diabetes. Edukasi diabetes
adalah pendidikan dan latihan mengenai pengetahuan dan ketrampilan dalam
15

pengelolaan diabetes yang diberikan kepada setiap pasien diabetes. Di samping


kepada pasien diabetes, edukasi juga diberikan kepada anggota keluarganya,
kelompok masyarakat berisiko tinggi dan pihak-pihak perencana kebijakan kesehatan
Edukasi dalam pengertian yang luas yang mendukung rawat kesehatan diabetes,
pada tiap kontak antara diabetisi dan tim rawat kesehatan. Ini mempersulit
pemisahan aspek-aspek edukasi yang terbaik sebagai faktor penyumbang efektivitas.
Pengakuan bahwa 95% dari rawat kesehatan diabetes disediakan oleh diabetisi
sendiri, dan keluarganya, tercermin dalam terminologi saat ini yaitu program edukasi
swa-manajemen diabetes (ESMD). Dengan pengertian bahwa pengetahuan sendiri
tidak cukup untuk memberdayakan orang untuk mengubah perilaku dan memperbaiki
hasil akhir. Dalam laporan teknologi yang memberitahukan panduannya atas
pemakaian model edukasi-pasien, NICE menyediakan suatu tinjauan, bukan
sekedar meta-analisa formal, karena perbedaan rancangan, durasi, pengukuran
hasil akhir dapat mengurangi resiko penyakit Diabetes mellitus tipe 2 (International
Diabetes Federation, 2005).
2. Perencanaan Makanan
Karena penting bagi pasien untuk pemeliharaan pola makan yang teratur, maka
penatalaksanaan dapat dilakukan dengan perencanaan makanan. Tujuan perencanaan
makanan dan dalam pengelolaan diabetes adalah sebagai berikut :
 Mempertahankan kadar glukosa darah dan lipid dalam batas-batas normal
 Menjamin nutrisi yang optimal untuk pertumbuhan anak dan remaja, ibu
hamil dan janinnya
 Mencapai dan mempertahankan berat badan idaman .
3. Latihan Jasmani
Dalam pengelolaan diabetes, latihan jasmani yang teratur memegang peran
penting terutama pada DM tipe 2. Manfaat latihan jasmani yang teratur pada diabetes
adalah memperbaiki metabolisme atau menormalkan kadar glukosa darah dan lipid
darah, meningkatkan kerja insulin, membantu menurunkan berat badan,
meningkatkan kesegaran jasmani dan rasa percaya diri, mengurangi risiko
kardiovaskuler.
4. Obat Hipoglikemik
Jika pasien telah melaksanakan program makan dan latihan jasmani teratur,
namun pengendalian kadar glukosa darah belum tercapai, perlu ditambahkan obat
hipoglikemik baik oral maupun insulin. Obat hipoglikemik oral (OHO) dapat
16

dijumpai dalam bentuk golongan sulfonilurea, golongan biguanida dan inhibitor


glukosidase alfa.

2.10. Terapi Obat Hipoglikemik


1. Terapi Insulin
Insulin yang dikeluarkan oleh sel beta dapat diibaratkan sebagai anak
kunci yang dapat membuka pintu masuknya glukosa ke dalam sel, untuk
kemudian di dalam sel glukosa itu dimetabolisme menjadi tenaga. Bila insulin
tidak aktif glukosa tidak dapat masuk sel dengan akibat glukosa akan tetap berada di
dalam pembuluh darah yang artinya kadarnya di dalam darah meningkat.
Dalam keadaan seperti itu badan akan jadi lemah tidak ada sumber energi di
dalam sel. Reseptor insulin ini dapat diibaratkan sebagai lubang-lubang kunci
pintu masuk ke dalam sel. Pada keadaan Diabetes mellitus tipe 2 jumlah lubang
kuncinya yang kurang, meskipun anak kuncinya (insulin) banyak, tetapi karena
lubang kuncinya (reseptor) kurang, maka glukosa yang masuk sel akan sedikit,
sehingga akan kekurangan bahan bakar (glukosa) dan glukosa di dalam pembuluh
darah meningkat.
Ada berbagai jenis sediaan insulin eksogen yang tersedia, yang terutama
berbeda dalam hal mula kerja (onset) dan masa kerjanya (duration). Sediaan
insulin untuk terapi dapat digolongkan menjadi 4 kelompok, yaitu:
 Insulin masa kerja singkat (Short-acting Insulin), disebut juga insulin reguler.
Yang termasuk disini adalah insulin reguler (Crystal Zinc Insulin/CZI).
Saat ini dikenal 2 macam insulin CZI, yaitu dalam bentuk asam dan netral.
Preparat yang ada antara lain: Actrapid, Velosulin, Semilente. Insulin jenis
ini diberikan 30 menit sebelum makan, mencapai puncak setelah 1-3 macam dan
efeknya dapat bertahan sampai 8 jam.
 Insulin masa kerja sedang (Intermediate-acting)
Bentuknya terlihat keruh karena berbentuk hablur-hablur kecil, dibuat
dengan menambahkan bahan yang dapat memperlama kerja obat dengan cara
memperlambat penyerapan insulin kedalam darah.
Yang dipakai saat ini adalah Netral Protamine Hegedorn (NPH), Monotard,
Insulatard. Jenis ini awal kerjanya adalah 1,5-2,5 jam. Puncaknya tercapai dalam
4-15 janm dan efeknya dapat bertahan sampai dengan 24 jam.
 Insulin masa kerja sedang dengan mula kerja cepat
17

Yaitu insulin yang mengandung insulin kerja cepat dan insulin kerja sedang.
Insulin ini mempunyai onset cepat dan durasi sedang (24 jam). Preparatnya:
Mixtard 30 / 40
 Insulin masa kerja panjang (Long-acting insulin)
Merupakan campuran dari insulin dan protamine, diabsorsi dengan lambat
dari tempat penyuntikan sehingga efek yang dirasakan cukup lama, yaitu sekitar
24 – 36 jam. Preparat: Protamine Zinc Insulin ( PZI ), Ultratard .

2. Terapi Obat Hipoglikemik Oral (OHO)


Untuk sediaan Obat Hipoglikemik Oral terbagi menjadi 3 golongan:
 Obat-obat yang meningkatkan sekresi insulin atau merangsang sekresi insulin
di kelenjar pankreas, meliputi obat hipoglikemik oral golongan sulfonilurea
dan glinida (meglitinida dan turunan fenilalanin). Contoh-contoh senyawa dari
golongan ini adalah Gliburida/ Glibenklamid, Glipizida, Glikazida,
Glimepirida, Glikuidon, Repaglinide, Nateglinide.
 Sensitiser insulin (obat-obat yang dapat meningkatkan sensitifitas sel terhadap
insulin), meliputi obat-obat hipoglikemik golongan biguanida dan
tiazolidindion, yang dapat membantu tubuh untuk memanfaatkan insulin
secara efektif. Contoh-contoh senyawa dari golongan ini adalah Metformin,
Rosiglitazone, Troglitazone, Pioglitazone.
 Inhibitor katabolisme karbohidrat, antara lain Inhibitor α-glukosidase yang
bekerja menghambat absorpsi glukosa dan umum digunakan untuk
mengendalikan hiperglikemia post-prandial. Contoh-contoh senyawa dari
golongan ini adalah Acarbose dan Miglitol.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan Obat Hipoglikemik
Oral:
 Dosis selalu harus dimulai dengan dosis rendah yang kemudian
dinaikkan secara bertahap.
 Harus diketahui betul bagaimana cara kerja, lama kerja dan efek
samping obat-obat tersebut.
 Bila diberikan bersama obat lain, pikirkan kemungkinan adanya interaksi obat.
 Pada kegagalan sekunder terhadap obat hipoglikemik oral, usahakanlah
menggunakan obat oral golongan lain, bila gagal lagi, baru pertimbangkan
untuk beralih pada insulin.
18

 Hipoglikemia harus dihindari terutama pada penderita lanjut usia, oleh


sebab itu sebaiknya obat hipoglikemik oral yang bekerja jangka panjang
tidak diberikan pada penderita lanjut usia.

3. Terapi Kombinasi
Pada keadaan tertentu diperlukan terapi kombinasi dari beberapa OHO
atau OHO dengan insulin. Kombinasi yang umum adalah antara golongan
sulfonilurea dengan biguanida. Sulfonilurea akan mengawali dengan merangsang
sekresi pankreas yang memberikan kesempatan untuk senyawa biguanida bekerja
efektif. Kedua golongan obat hipoglikemik oral ini memiliki efek terhadap sensitivitas
reseptor insulin, sehingga kombinasi keduanya mempunyai efek saling menunjang.
Pengalaman menunjukkan bahwa kombinasi kedua golongan ini dapat efektif
pada banyak penderita diabetes yang sebelumnya tidak bermanfaat bila dipakai
sendiri-sendiri (Ditjen Bina Farmasi dan ALKES, 2005).

2.11. Intervensi keperawatan


1. Lakukan olahraga secara rutin dan pertahankan BB yang ideal.
2. Kurangi konsumsi makanan yang banyak mengandung gula dan karbohidrat.
3. Jangan mengurangi jadwal makan atau menunda waktu makan karena hal ini akan
menyebabkan fluktuasi (ketidakstabilan )kadar gula darah.
4. Ajarkan mencegah infeksi : kebersiham kaki, hindari perlukaan.
5. Perbanyak konsumsi makanan yang banyak mengandung serat, seperti sayuran dan
sereal.
6. Hindari konsumsi makanan tinggi lemak dan yang mengandung banyak kolestrol
LDL, antara lain : daging merah, Produk susu, kuning telur, mentega, saus salad, dan
makanan pencuci mulut berlemak lainnya
7. Hindari minuman yang berakohol dan kurangi konsumsi garam.

2.12. Terapi Diet Pada Diabetes Melitus


Pada junal Franky A. Tumiwa dan Yuanita A. Langi tahun 2010, terapi gizi medis
merupakan komponen penting dalam pilar penatalaksaan diabetes yang bertujuan untuk
mencegah dan memperlambat, laju perkembangan komplikasi kronis dari diabetes,
terapi gizi medis bersifat individual sebab harus mempertimbangkan kebiasaan makan
setempat, metabolise, aktivitas fisik.
19

2.12.1. Tujuan Diet :


1. Memberikan makanan sesuai kebutuhan.
2. Mempertahankan kadar gula darah sampai normal/mendekati normal.
3. Mempertahankan berat badan normal.
4. Mencegah terjadinya kadar gula terlalu rendah yang dapat menyebabkan
pingsan.
5. Mengurangi/mencegah komplikasi.

2.12.2. Prinsip diet :


1. Jumlah kalori di tentukan menurut umur, jenis kelamin, berat badan dan
inggi badan, aktifitas sehari-hari dan kondisi tubuh.
2. Penggunaan karbohidrat di batasi
3. Protein sesuai dengan kebutuhan
4. Pilihlah lemak tak jenuh
5. Kandungan serat

2.12.3. Bahan Makanan yang dianjurkan :


1. Sumber protein :
 Hewani : daging ayam tanpa kulit, ikan, telur.
 Nabati : tempe, tahu, dan kacang kacangan (kacang hijau, kacang merah,
kedelai)
 Telur rendah kolesterol
2. Sayuran kangkung, oyong, ketimun, tomat, labu air, kembang kol, lobak,
sawi, selada, seledri, terong.
3. Buah buahan atau sari buah : jeruk, apel, pepaya, jambu air, salak,
semangka, belimbing.
4. Susu krim atau rendah lemak : yoghurt, susu kedelai.

2.12.4. Bahan makanan yang di batasi :


1. Semua sumber hidrat arang : nasi, nasi tim, bubur, roti gandum,/putih, pasta,
jagung, kentang, ubi talas, sereal, mie, macaroni.
2. Sumber protein hewani tinggi lemak jenuh ( kornet, sosis, sarden, jeroan)
20

3. Sayuran : bayam, daun singkong, daun ketela, jagung muda, kapri, kacang
panjang.
4. Buah buahan : nanas, anggur, mangga, sirsak, pisang, alpukat
5. Susu penuh (full cream) : keju, mayonaise
6. Makanan yang di goreng dan yang menggunakan santan kental.

2.12.5. Bahan makanan yang di hindari :


1. Gula pasir, gla merah, gula batu, madu.
2. Makanan/minuman yang manis : abon, dendeng, cake, kue kue manis,
dodol, sirup, selai manis, coklat, permen, susu kental manis, soft drink, es
krim.
3. Bumbu yang manis : kecap, saus tiram.
4. Buah buahan yang manis dan diawetkan : durian, nangka, manisan buah,
tape.
5. Minuman yang mengandung alkohol

2.12.6. Cara mengatur diet :


1. Untuk pertama kali sebaiknya makanan di timbang sampai diet dan porsi
yang sesuai
2. Makanlah sesuai dengan jumlah dan pembagian makanan yang telah di
tentukan dalam daftar diet, terutama bagi penderita yang menggunakan
insulin atau obat-obatan anti diabetes
3. Untuk mendapatkan variasi menu, gunakan daftar penukar
4. Makananlah banyak sayur-sayuran dan buah-buahan yang tinggi serat.
5. Laksanakan diet dengan disiplin untuk mencapai berat badan normal.

2.12.7. Hal-hal yang perlu diperhatikan :


1. Disamping berdiet lakukan olahraga secara teratur.
2. Waspada kemungkinan terjadinya hipoglikemia
3. Hipoglikemia : adalah sesuatu keadaan dimana kadar gula darah terlalu
rendah yang dapat menyebabkan koma. Hal ini dapat terjadi karena
ketidakseimbangan makananan yang di makan dengan kegiatan dan obat
yang di makan.
21

2.12.8. Gejala dari hipoglikemia :


1. Keluar keringat dingin
2. Gemetar
3. Pusing
4. Lemas
5. Mata kunang-kunang
BAB III
TIJAUAN KASUS

3.1. Pengkajian
3.1.1. Identitas
Nama : Tn. R
Jenis kelamin : Laki laki
Umur : 58 tahun
Agama : Islam
Status Perkawinan : sudah menikah
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : pensiunan
Alamat rumah : koang jaya Rt 03/03

3.1.2. Riwayat kesehatan


Masalah kesehatan yang pernah dialami :
Masalah kesehatan yang dirasakan saat ini : Kaki terasa baal, mengalami batuk selama
1 minggu. Klien didiagnosa diabetes mellitus dan Tb paru
Masalah kesehatan keluarga : klien memiliki riwayat keturunan diabetes mellitus dari
ayahnya
3.1.3. Keadaan biologis
Pola makan : makan teratur 3x sehari, kadang kadang 2x sehari, lauk : ikan, sayurnya ;
sayur sop. pasien juga mengatakan dirinya kurang paham mengenai
makanan untuk dirinya.
Pola minum : air putih hangat 7 gelas sedang/hari dengan volume tiap gelasnya ± 500
cc , minum kopi 1x sehari ”jarang”
Pola tidur : tidak menentu paling cepat 4 jam, paling lama 6 jam.
Pola eliminasi :
BAB : jarang 1x sehari
BAK :pasien mengatakan sering buang air kecil kalau gula darah tinggi (sering

kencing) 7 kali, kalo malam bisa sampai 5 kali dengan volume ± 100 cc

Rekreasi : sering mengobrol bersama tetangga dan anak anaknya

22
23

3.1.4. Keadaan psikologis


Keadaan emosi : keadaan emosi klien sangat baik dan mampu mengontrol
emosinya

3.1.5. Sosial
Dukungan keluarga : walaupun tinggal berpisah dengan anak-anaknya klien slalu
berkomunikasi dengan baik. Dan anak-anaknya pun slalu menanyakan kabarnya
dan memperhatikan kesehatanya
Hubungan antar keluarga : komunikasi dengan anak anaknya baik. Klien tinggal
bersama anak bungsunya. Dan seminggu sekali berinteraksi dengan anak-anaknya
yang lain melalui telepon
Hubungan dengan orang lain : klien slalu menongkrong dan berinteraksi dengan
tetangganya diwarung miliknya

3.1.6. Spiritual / kultural


Pelaksanaan Ibadah : klien menjalankan ibadahnya, salah satunya sholat 5 waktu
Kenyakinan tentang kesehatan : klien mempercayai sehat dan sakit itu kehendak
Allah. Dengan penyakit yang ia derita, ia semangat untuk mengontrolkan dirinya
ke puskesmas. Pasien mengatakan berobat rutin setiap hari jum’at ke puskesmas
untuk pemeriksaan penyakit parunya dan slalu mengontrolkan kadar gula darah,
asam urat, kolestrol pada jasa cek kesehatan keliling sebulan 2x.

3.1.7. Pemeriksaan fisik


Tanda tanda vital
Kesadaan umum : klien masih mampu menjawab pertanyaan dengan baik dan klien
mampu melakukan aktivitas sehari hari dengan mandiri
Kesadaran : compos metis

Suhu : 36,3

Nadi : 88x/menit
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Pernafasan : 25x menit
Tinggi badan : 178 cm
Berat badan : 74 kg
24

IMT : 23,3 (normal)

Pemeriksaan Khusus
Kepala
- Rambut : rambut bersih, tidak ada ketombe, warna rambut kelabu (rambut
hitam dan putih bercampur)
- Mata : kedua mata tampak simetris, tidak terdapat katarak, respon pupil mata
mengecil saat terkena cahaya. Dengan snellen chart klien mampu melihat
huruf maksimal dalam jarak 1,5 m. klien mengatakan pandangan kabur ketika
membaca dalam jarak dekat.
- Hidung : tidak terdapat perdarahan, lubang hidung sebelah kiri
tersumbat,karna sedang flu sejak 2 hari yang lalu
- Mulut : tidak terdapat stomatitis dan gingivitis. Tampak terdapat karies pada
gigi dan tidak terdapat gigi palsu
- Telinga : klien masih mampu mendengar dengan baik
Leher : tidak ada pembengkakan pada kelenjar getah bening dan kelenjar tiroid

Dada/ Thorax
- paru :
Inspeksi : dada tampak simetris tidak ada kelainan, tidak ada retraksi otot
bantu nafas, pola nafas eupnea.
Palpasi : Pemeriksaan taktil / vocal fremitus : getaran antara kanan dan kiri
teraba (sama )
Perkusi : area paru (sonor)
Auskultasi : suara paru ronchi,
- Jantung
Inspeksi : Ictus cordis ( + )
Palpasi : dinding torak teraba : ( Lemah)
Perkusi : Batas Kiri : area triskuspidalis atau ventrikel kanan, Batas Kanan :
area bicuspidalis
Auskultasi : BJ I terdengar ( keras), ( reguler)
BJ II terdengar ( reguler)
25

Abdomen :
Inspeksi : bentuk abdomen cembung, tidak ada Massa/Benjolan, Kesimetrisan
( + ),
Palpasi :
- Palpasi Hepar :
Hepar tidak teraba, Nyeri tekan ( -), pembesaran ( -)
- Palpasi Ginjal :
nyeri tekan( - ), pembesaran ( - )
Perkusi : tidak di temukaan acites, Shiffing Dullnes ( - ) Undulasi ( - )
Auskultasi : bising usus 10 x/menit

Muskuloskeletal :
Inspeksi : Otot antar sisi kanan dan kiri (simetris)
Palpasi :
5 5
Lakukan uji kekuatan otot :
5 5

Keluhan lainnya : klien mengeluh merasa tidak nyaman saat berjalan karna
merasa kebas pada daerah telapak kaki

Lain-lain : tidak ada keluhan

3.1.8. Lingkungan : klien bertempat tinggal di daerah padat penduduk. Kondisi rumah
tampak baik, terdapat jarak 5 meter dengan kandang burung.

3.1.9. Informasi penunjang


Diagnostic medic : diabetes mellitus dan Tb paru
Laboratorium :
Pada tanggal 26 agustus 2017
Klien makan berat 2 jam yang lalu, Gula darah 275 mg/dl , asam urat : 7.5
Terapi Medik :
Klien mengatakan mengkonsumsi obat minum diabetes, jenis obat tidak dapat
terkaji karena pada saat kunjungan klien kehabisan stok obat dan belum berobat
kembali.
26

3.2. ANALISA DATA


Nama klien : Tn. R
Tempat : Rumah klien
Data fokus Diagnosa keperawatan
Ds :klien mengatakan memiliki riwayat Domain 2 : Nutrisi
penyakit diabetes mellitus. Kelas 4 : Metabolisme
Pasien mengatakan obat diabetesnya 00179-Resiko ketidakstabilan glukosa
tidak di minum karna obatnya habis. darah
Do : Hasil pemeriksaan GDS : 275 mg/dl
asupan makanan dan minuman yang
di konsumsi oleh pasien : asupan nasi,
ikan, sayurnya ; sayur sop, dan kopi
Ds : pasien mengatakan pasien sering Domain 3 : pertukaran & eliminasi
berkemih di malam hari. Kelas 1 : Fungsi Urinaria

Do : pasien bak sebanyak 5 kali, dengan 00016 – Gangguan eliminasi urine

volume ± 100 cc
Ds : pasien mengatakan hidungnya Domain 11 : keamanan perlindungan
tersumbat karna flu selama 2 hari. Kelas 2 : cedera fisik
Do : respirasi : 25 x/menit 00031 – Bersihan jalan nafas tidak efektif
Suara paru ronchi
Ds : pasien mengatakan dirinya kurang Domain 5 : Persepsi/Kognisi
Kelas 4 : Kognisi
paham mengenai makanan untuk
00126 – Defisiensi pengetahuan mengenai
dirinya.
Diabetes Mellitus.
Do : asupan makanan dan minuman yang
di konsumsi oleh pasien : asupan
nasi, ikan, sayurnya ; sayur sop, dan
kopi

3.3. Rencana Asuhan Keperawatan


Nama klien : Tn. R
Tempat : Rumah klien
No Dx. Kep. NOC NIC
27

DX DO & DS
1 Domain 2 : Nutrisi Domain 2 : kesehatan Domain 2 : fisiologis
Kelas 4 : Metabolisme fisiologis komplek
00179 : Resiko Kelas A : Respon Kelas G : manajemen
ketidakstabilan darah terapetik elektrolit dan asam
2300 : Kadar glukosa basah
darah 2120 : Manajemen
Setelah dilakukan hiperglikemi.
tindakan keperawatan  Monitor kadar
selama lebih dari 1 jam, glukosa darah,
kriteria hasil. sesuai indikasi
 230001 : glukosa  Monitor tanda
darah (2-4) dan gejala
hiperglikemi :
polyuria,
polidipsi,
polifagi,
kelemahan,
pandangan
kabur,atau sakit
kepala
 Dorong asupan
cairan oral
 Batasi aktifitas
ketika kadar
glukosa darah
lebih dari 250
mg/dl,
khususnya jika
keton urin
terjadi.
 Instruksikan
pasien dan
keluarga
28

mengenai
pencegahan
pengenalan
tanda – tanda
hiperglikemi
 Tes kadar
glukosa darah
anggota
keluarga
2 Domain 3 : pertukaran & Domain 2 Fisiologi : Domain 1 : fisiologis
eliminasi Kesehatan dasar
Kelas 1 : Fungsi Urinaria Kelas F Eliminasi Kelas B : managemen
00016 – Gangguan 0503 Eliminasi Urine eliminasi
eliminasi urine Setelah dilakukan 0590 managemen
tindakan keperawatan eliminasi urin
manajemen eliminasi  Monitor eliminasi
urine selama 30-45 menit urin termasuk
diharapkan dengan frekuensi,
kriteria hasil : konsistensi, bau,
- 050301 Memantau pola volume, dan warna
eliminasi pasien (2-3) yang sesuai
- 050302  Monitor tanda-tanda
Mengidentifikasi bau dan gejala retensi
urine pasien (2-3) urin
- 050303 Memonitoring  Ajarkan tanda dan
jumlah urine paasien gejala infeksi saluran
(2-3) kemih pasien
- 050304  Perhatikan waktu
Mengidentifikasi warna eliminasi urine
urine pasien (2-3) terakhir yang sesuai
 Anjurkan pasien atau
keluarga untuk
merekam output
urine yang sesuai
3 Domain 11 : keamanan Domain 2 : kesehatan Domain 2 : fisiologis
29

perlindungan fisiologis komplek


Kelas E : jantung paru Kelas K : menejemen
Kelas 2 : cedera fisik
0410 : status pernafasan
pernafasan
00031 – Bersihan jalan Setelah dilakukan
3140 : manajemen jalan
nafas tidak efektif tindakan keperawatan
nafas
selama 16-30 menit,  Posisikan pasien
criteria hasil yang untuk
diharapkan memaksimalkan
- 041004 : frekuensi
ventilasi
pernafasan  Auskultasi suara
- 041005 : irama
nafas ,catat adanya
pernafasan
- 041017 : kedalaman suara tambahan
 Monitor frekuensi
inspirasi
pernafasan
 Bantu buang secret
dengan memotivasi
pasien untuk
melakukan batuk.
 Instruksikan
bagaimana agar bisa
melakukan batuk
efektif.

4 Domain 5 : Domain IV : Domain 7 : komunitas


Kelas C : peningkatan
Persepsi/Kognisi pengetahuan tentang
Kelas 4 : Kognisi kesehatan komunitas
kesehatan & Prilaku
00126 – Defisiensi 5510 : pendidikan
Kelas FF : manajemen
pengetahuan Diabetes kesehatan.
diri : Diabetes
Intervensi :
Mellitus Setelah dilakukan
 Tentukan
tindakan keperawatan
pengetahuan
selama 16-30 menit.
kesehatan dan gaya
Dengan kriteria hasil
hidup perilaku saat
yang diharapkan :
ini pada individu,
161927 : mengikuti diet
keluarga, atau
yang direkomendasikan
kelompok sasaran.
(2-4)  Hindari penggunaan
161928 : berpatisipasi
teknik dengan
30

dalam olahraga yang di menakut-nakuti


rekomendasikan. sebagai strategi
untuk memotivasi
orang untuk
mengubah prilaku
kesehatan atau gaya
hidup.
 Tentukan manfaat
kesehatan positif
yang langsung atau
(manfaat) jangka
pendek yang bisa di
terima oleh perilaku
gaya hidup positif
dari pada (menekan
pada) manfaat
jangka panjang atau
efek negatif dari
ketidak patuhan.
 Kembangkan materi
pendidikan tertulis
yang tersedia dan
sesuai dengan
audiens sasaran
 Tekankan pentingnya
pola makan yang
sehat, tidur,
berolahraga dan lain-
lain bagi individu,
keluarga dan
kelompok yang
meneladani nilai dan
perilaku ini dari
orang lain terutama
31

dari anak-anak.

3.4. Catatan Asuhan Keperawatan


Hari/Tgl/ No Implementasi Evaluasi Hasil (SOAP)
DX
Jam
Sabtu / 1  Memonitor kadar glukosa S : Klien mengatakan mengalami
26-8-
darah, sesuai indikasi sering haus dan sering BAK
2017
 Memonitor tanda dan gejala pada malam hari jika nilai
08.00 hiperglikemi : polyuria, gula darahnya sedang
WIB polidipsi, polifagi, meninggi
O : Nilai gula darah 2 jam setelah
kelemahan, pandangan
makan 275 mg/dl
kabur,atau sakit kepala A : masalah keperawatan
 Mendorong asupan cairan ketidakstabilan kadar glukosa
oral darah belum teratasi
 Membatasi aktifitas ketika P : lanjutkan intervensi oleh pihak

kadar glukosa dasar lebih puskesmas

dari 250 mg/dl, khususnya


jika keton urin terjadi.
 Mengnstruksikan pasien dan
keluarga mengenai
pencegahan pengenalan
tanda – tanda hiperglikemi
 Melakukan tes kadar
glukosa darah anggota
keluarga
Sabtu / 2  Memonitor eliminasi urin S : pasien mengatakan pasien
26-8-
termasuk frekuensi, masih sering berkemih di
2017
konsistensi, bau, volume, dan malam hari.
08.00 warna yang sesuai O : pasien bak sebanyak 5 kali,
WIB  Memonitor tanda-tanda dan
dengan volume ± 100 cc
gejala retensi urin
A : masalah keperawatan
 Mengajarkan tanda dan
Gangguan eliminasi urine
gejala infeksi saluran kemih
sebagian teratasi
pasien P : lanjutkan intervensi oleh pihak
32

 Memperhatikan waktu puskesmas


eliminasi urine terakhir yang
sesuai
 Menganjurkan pasien atau
keluarga untuk merekam
output urine yang sesuai
Sabtu 26- 3  Memposisikan pasien untuk S : pasien mengatakan hidungnya
8-2017 memaksimalkan ventilasi masih tersumbat karna flu
08.00  Mengauskultasi suara O : respirasi : 23 x/menit
WIB nafas ,catat adanya suara Suara paru ronchi
tambahan A : Masalah keperawatan
 Memonitor frekuensi
bersihan jalan nafas tidak
pernafasan.
 Membantu buang secret efektif sebagian teratasi.

dengan memotivasi pasien P : lanjutkan intervensi oleh pihak

untuk melakukan batuk. puskesmas


 Menginstruksikan bagaimana
agar bisa melakukan batuk
efektif.
Sabtu / 4  Menentukan pengetahuan S : pasien mengatakan dirinya
26-8-
kesehatan dan gaya hidup mulai paham mengenai
2017
perilaku saat ini pada makanan untuk dirinya.
O : pasien sudah mulai paham
08.00 individu, keluarga, atau
mengenai asupan makanan
WIB kelompok sasaran
 Mengindari penggunaan untuk dirinya.
Pasien sudah tidak mengalami
teknik dengan menakut -
ketidak adekuatan mengikuti
nakuti sebagai strategi untuk
perintah
memotivasi orang untuk A : masalah keperawatan
mengubah perilaku kesehatan Defisiensi pengetahuan
atau gaya hidup sebagian teratasi.
 Menentukan manfaat P : lanjutkan intervensi oleh pihak
kesehatan positif yang puskesmas.
langung atau (manfaat)
jangka pendek yang bisa di
terima oleh perilaku gaya
hidup positif dari pada
33

(menekan pada) manfaat


jangka panjang atau efek
negative dari ketidak patuhan
 Mengembangkan materi
pendidikan tertulis yang
tersedia dan sesuai dengan
audiens (yang menjadi)
sasaran
 Menekankan pentingnya pola
makan yang sehat, tidur,
berolahraga dan lain – lain
bagi individu, keluarga dan
kelompok yang meneladani
nilai dan perilaku ini dari
orang lain terutama dari anak
– anak.
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1. Pengkajian
Pengkajian yang sistematis dalam keperawatan di bagi dalam tiga tahap kegiatan
yang meliputi : pengumpulan data (wawancara, observasi, pemeriksaan fisik),
pengelompokan data (DS&DO), analisa data.
Pada saat pengkajian kami sudah melakukan 3 taha tersebut. Yang kami dapatkan
yaitu :
1. Wawancara
Saat melakukan wawancara pada Tn. R ada feedback yang baik. Kegiatan
yang dilakukan adalah mengobrol dengan tetangga di warung miliknya. Kekuatan
penglihatan dan pendengaran masih bagus, kebiasan pola makan Tn. R makan teratur
3x sehari, kadang kadang 2x sehari, dengan komposisi yaitu nasi, lauk (ikan), sayur
(sayur sop). Dan pola minum Tn. R minum sebanyak 7 gelas sedang/hari dengan
volume tiap gelasnya @500 cc, minum kopi 1xsehari “jarang”. Pola tidur Tn. R tidak
menentu kadang paling cepat 4 jam paling lama 6 jam. Tn. R tidak mengetahui
mengenai makanan apa saja yang bisa menyebabkan gula darah naik.
Untuk kendala sendiri tidak ada kendala pada saat melakukan wawancara
karna Tn. R sangat koperatif sehingga mempermudah saat di lakukan pengkajian.
2. Observasi
Merupaka metode pengumpulan data melalui pengamatan visual dengan panca
indra. Hasilnya : kadar gula darah Tn. R naik karna Tn. R tidak mengkonsumsi obat
diabetes, di karenakan obatnya habis dan Tn. R belum berobat kembali.
Untuk kendala kelompok tidak bisa melihat obat yang biasa di konsumsi Tn. R
karna tidak ada stok obat diabetes yang dimiliki Tn. R .

35
36

3. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan ini meliputi inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi. Untuk
mengetahi perubahan fungsi sistem tubuh. Saat pemeriksaan fisik (head to toe) Tn. R
mendapat masalah pada kadar glukosa darah yang mencapai 275 mg/dl, dikarnakan
Tn R tidak minum obat diabetes karna tidak memiliki stok obatnya, dan Tn. R kurang
nyaman saat berjalan karna merasa kenbas pada daerah telapak kedua kaki. Suara paru
ronchi, pernafasan 25 x/menit, hidung pasien terdapat secret karna flu selama 2 hari.
Tidak ada kendala saat di lakukan pemeriksaan fisik.

4.2. Diagnosis keperawatan


Pada kasus ini kami mengambil diagnosa pertama yaitu
1. resiko ketidakstabilan glukosa darah dengan batasan karakteristik menurut NANDA,
2015 yaitu : memiliki riwayat penyakit diabetes mellitus, dan hasil pemeriksaan GDS.
Pada pengkajian yang di lakukan kelompok pasien mempunyai riwayat penyakit
Diabetes Mellitus, dan hasil pemeriksaan GDS : 275 mg/dl sehingga kelompok
mengambil diagnosa Ketidakstabilan glukosa darah.
2. gangguan eliminasi urin, dengan batasan karakteristik menurut NANDA, 2015 yaitu :
sering berkemih dan disuria. Pada pengkajian yang dilakukan kelompok pasien
mengalami berkemih pada malam hari, dan pasien berkemih sebanyak 5 kali, dengan
volume ± 100 cc. Sehingga kelompok mengambil diagnosa gangguan eliminasi urin.
3. Bersihan jalan nafas tidak efektif , dengan batasan karakteristik menurut NANDA,
2015 yaitu : suara paru, akumulasi secret, frekunsi pernafasan.
Pada Tn. R di temukan hidungnya tersumbat karna flu selama 2 hari. respirasi : 25
x/menit, Suara paru ronchi. Sehingga kelompok mengambil diagnosa bersihan jalan
nafas tidak efektif.
4. defisiensi pengetahuan mengenai Diabetes mellitus dengan batasan karakteristik
menurut NANDA, 2015 : kurangnya pengetahuan dan prilaku yang tidak tepat . Pada
pasien yang kami kaji pasien kurang mengetahui asupan makanan yang tepat bagi
dirinya. Sehingga kelompok mengambil diagnosa keperawatan Defisiensi
pengetahuan mengenai Diabetes Mellitus.
37

4.3. Intervensi
1. Ketidakstabilan kadar glukosa darah
Intervensi yang dilakukan menurut bulechek, dkk.2013, dengan diagnosa
ketidakstabilan glukosa darah kelompok mengambil intervensi antara lain :
monitor kadar glukosa darah sesuai indikasi, monitor tanda gejala
hiperglikemia, batasi aktivitas ketika kadar glukosa darah lebih dari 250 mg/gl,
instruksijan pasien dan keluarga mengenai pencegahan pengenalan tanda-tanda
hiperglikemi. Tes kadar glukosa darah darah.
2. Gangguan eliminasi urine
Intervensi diagnosa gangguan eliminasi urine dengan intervensi menurut
Bulechek, dkk.2013, yaitu monitor eliminasi urin, monitor tanda-tanda dan
gejala retensi urin, ajarkan tanda dan gejala infeksi saluran kemih pasien,
perhatikan waktu eliminasi urine terakhir yang sesuai, anjurkan pasien atau
keluarga untuk merekam output urine yang sesuai.
3. Bersihan jalan nafas tidak efektif
Intervensi diagnosa bersihan jalan nafas tidak efektif dengan intervensi
menurut Bulechek, dkk.2013, yaitu dengan posisikan Memposisikan pasien
untuk memaksimalkan ventilasi, Auskultasi suara nafas ,catat adanya suara
tambahan Monitor frekuensi pernafasan, Bantu buang secret dengan memotivasi
pasien untuk melakukan batuk, Instruksikan bagaimana agar bisa melakukan
batuk efektif.
4. Defisiensi pengetahuan diabetes mellitus
Intervensi diagnosa defisiensi pengetahuan diabetes mellitus, menurut
Bulechek, dkk.2013, yaitu : tentukan pengetahuan kesehatan dan gaya hidup
perilaku saat ini pada individu, tentukan manfaat kesehatan positif yang
langsung, kembangkan materi pendidikan tertulis yang tersedia dan sesuai.

4.4. Implementasi
1. Ketidakstabilan kadar glukosa darah
38

Salah satu implementasi pada ketidakstabilan glukosa darah adalah memonitor


kadar glukosa darah, yaitu dengan melakukan pemeriksaan gula darah secara
rutin. Dalam penelitian Nita Rahmawati. 2015. Dengan melakukan
pemeriksaan gula darah secara rutin meminimalisir terjadinya komplikasi dari
penyakit Diabetes mellitus.
2. Gangguan eliminasi urin
Salah satu Implementasi yang di lakukan menurut Bulechek, Gloria M, dkk.
2013. pada diagnosa retensi urine yaitu : dengan memonitor eliminasi urin
termasuk frekuensi, konsistensi, bau, volume. Dengan begitu maka akan
mengetahui frekuensi dari berkemih, beserta volumenya.
3. Bersihan jalan nafas tidak efektif
Salah satu implementasi menurut Bulechek, Gloria M, dkk. 2013 salah satu
implementasi yaitu : Membantu buang secret dengan memotivasi pasien untuk
melakukan batuk. Dengan begitu maka akumulasi secret yang ada di saluran
pernafasan akan berkurang sehingga oksigen yang masuk ke dalam tubuh lebih
banyak.

4. Defisiensi pengetahuan Diabetes Mellitus


Salah satu Implementasi yang dilakukan diagnosa defisiensi pengetahuan
diabetes mellitus yaitu : dengan memberikan pendidikan tertulis yang tersedia.
Menurut Anif Magfiroh. 2013. Dengan memberikan pendidikan tertulis dapat
mengurangi komplikasi diabetes mellitus. Seperti Hiperglikemia.

4.5. Evaluasi
1. Ketidak stabilan glukosa darah
Evaluasi yang di dapat dari asuhan keperawatan dengan diagnosa keperawatan
ketidakstabilan glukosa darah dengan hasil pemeriksaan GDS : 275mg/dl, pasien
mampu mengetahui makanan yang dapat di konsumsi dan juga tidak, agar kondisi
glukosa darah tidak tinggi.

2. Gangguan eliminasi urin


39

Evaluasi yang di dapat pada asuhan keperawatan dengan diagnosa keperawatan


retensi urin dengan hasil pasien berkemih sebanyak ± 5 kali, dengan volume ±100 cc.
3. Jalan nafas tidak efektif
Evaluasi yang di dapat pada asuhan keperawatan dengan diagnosa keperawatan jalan
nafas tidak efektif, dengan hasil pasien dapat batuk efektif, warna secret bening,
respirasi 23, hidung pasien masih tersumbat.
4. Defisiensi pengetahuan diabetes mellitus
Evaluasi yang di dapat dari asuhan keperawatan defisiensi pengetahuan Diabetes
Mellitus dengan hasil setelah di berikan pendidikan kesehatan kepada pasien, setelah
dilakukan hasilnya pasien mulai mengetahui makanan apa saja yang dapat dikonsumsi
( nasi dengan porsi yang di kurangi dari biasanya )dan apa saja yang harus di hindari
seperti makanan yang manis manis, makanan yang mengandung banyak karbohidrat,
dan minuman yang manis.
BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan
Berdasarkan kasus yang kami ambil dengan judul asuhan keperawatan pada lansia
dengan diabetes melitus didaerah Koang Jaya dapat disimpulkan :
Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit kronik progresif yang ditandai dengan
ketidakmampuan tubuh untuk melakukan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein,
mengarah ke hiperglikemia (kadar glukosa darah tinggi). Diabetes terbagi dalam 2
bentuk , Diabetes tipe 1 : yang tergantung pada insulin dan Diabetes tipe 2 : yang tidak
tergantung pada insulin.pada lansia diabetes tipe 2 terhitung sebanyak 90% kasus. Faktor
resiko yang berhubungan adalah obesitas, riwayat keluarga, usia (resistensi insulin
cenderung meningkat pada usia > 65 tahun. Gejala umum diabetes pada awal penyakit,
yang juga dikenal dengan gejala klasik dikalangan medis, adalah sering kencing
(polyuria), sering haus (polydipsia) dan sering lapar (polyphagia). Pemeriksaan
laboratorium yang dapat dilakukan salah satunya adalah pemeriksaan kadar glukosa
darah. (Black, 2014)
Berdasarkan keluhan yang dialami pasien, hasil pengkajian dan hasil pemeriksaan
penunjang didapatkan diagnosa : ketidakstabilan kadar glukosa darah, resiko
ketidakefektifan perfusi jaringan perifer dan
Berdasarkan diagnosa tersebut kami memprioritaskan pada diagnosa ketidakstabilan
glukosa darah, dengan memfokuskan pada intervensi dan implementasi mengecek nilai
gula darah dan memberikan pendidikan kesehatan mengenai gizi yang baik bagi
penderita diabetes.
Sesuai pada jurnal Franky A. Tumiwa dan Yuanita A. Langi tahun 2010. Terapi
gizi medis merupakan komponen penting dalam pilar penatalaksanaan diabetes yang
bertujuan untuk mencegah dan memperlambat laju perkembangan komplikasi kronis dari
diabetes dengan memodifikasi asupan gizi dan gaya hidup.

40
41

5.2. SARAN
1. Instansi pelayanan kesehatan diharapkan mampu meningkatkan kinerja perawat dan
tenaga medis yang lain sehingga mampu meningkatkan asuhan keperawatan lansia
dengan diabetes mellitus
2. Tenaga kesehatan lebih memperhatikan lansia dalam merawat dan memulihkan
penyakitnya. Pendidikan kesehatan dapat diberikan karena banyak individu yang
belum mengetahui informasi penyakit, sehingga meremehkan gejala-gejala penyakit
yang timbul dan berobat ketika penyakit tersebut memparah.
DAFTAR PUSTAKA

 Black, J.M., dkk. 2014. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Buku 2. Singapore :
Elsevier
 Bulechek, Gloria M, dkk. 2013. Nursing Intervention Clatification (NIC): Elsevier
Mosby
 Blackwell, Wiley. 2014. Nursing Diagnoses Definitions and Clatification 2015-2017:
Publishing: NANDA International
 Moorhead, Sue, dkk. 2008. Nursing Outcome Clatification (NOC): Elsevier Mosby
 Nurarif, dkk. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis &
NANDA NIC-NOC jilid 1. Yogyakarta : Mediaction Publishing
 Nurarif, dkk. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis &
NANDA NIC-NOC jilid 1. Yogyakarta : Mediaction Publishing
 Nita rahmawati. 2015 ,gambaran kadar gula darah pada pasien diabetes mellitus di
poliklinik penyakit dalam RSJ Prof. Dr. Soerojo Magelang.
di akses pada tanggal 24 agustus 2017 pukul 18.00 WIB
 Anif magfiroh. 2013, hubungan tingkat pendidikan dan pengetahuan dengan perilaku
pencegahan komplikasi pada lansia diabetes mellitus di kelurahan tandang wilayah kerja
puskesmas kedung mundu kota Semarang
di akses pada tanggal 26 agustus 2017 pukul 16.00 WIB
 Franky A. Tumiwa dan Yuanita A. Langi tahun 2010 asupan gizi dan penyakit
diabetes mellitus
di akses pada tanggal 28 agustus 2017 pukul 17.00 WIB

iii

Anda mungkin juga menyukai