BAB I
PENDAHULUAN
pada anak-anak tidak diketahui, tetapi dari studi yang lebih baru pada populasi
anak sekolah di Skotlandia, dilaporkan sekitar 15% anak paling tidak pernah
merasakan sekali serangan pusing dalam periode satu tahun. Sebagian besar
(hampir 50%) diketahui sebagai “paroxysmal vertigo”.5
Prevalensi vertigo di Berlin pada tahun 2007 yaitu 0,9%.4 Sedangkan di
Indonesia, Miralza et al melaporkan bahwa, pada tahun 2009 angka kejadian
vertigo di Indonesia sangat tinggi yaitu sekitar 50% dari populasi berusia 75
tahun. Sedangkan pada tahun 2010, angka kejadian vertigo yaitu 50% dari usia
40-50 tahun. Vertigo merupakan keluhan nomor tiga paling sering dikemukakan
oleh penderita yang datang ke praktek umum.6
Mekanisme terjadinya vertigo diawali dengan adanya putaran pada badan
yang dapat merangsang labirin. Pada sekeliling yang berputar, perangsangan
timbul melalui penglihatan visuospasial yang berhubungan dengan nuklei
vestibularis. Nuklei vestibularis dapat berhubungan dengan pusat muntah di dalam
medula oblongata sehingga menimbulkan rasa pusing dan mual yang dapat
menyebabkan terjadinya vertigo. Selain itu, gangguan lambung pun dapat menjadi
sebab dari vertigo.7
Telah dilaporkan bahwa vertigo dapat terjadi akibat beberapa faktor pemicu,
misalnya perubahan posisi kepala, obat-obatan, atau penyakit lainnya. Namun ada
satu faktor yang belum banyak diteliti sebelumnya, yaitu faktor stres. Stres
diketahui dapat mempengaruhi pusat Fungsi vestibular dalam keadaan sehat
maupun sakit baik secara langsung melalui tindakan glukokortikoid pada saluran
ion dan neurotransmisi di otak, atau secara tidak langsung melalui efek stres yang
berhubungan dengan neuroaktif substansi (misalnya histamin, neurosteroid).8
Perubahan kepribadian diamati pada disfungsi vestibular. Hal ini terjadi karena
Interaksi vestibular dengan sebagian besar struktur otak yang mengatur emosi.
Studi tersebut mendukung kerja sebelumnya karena mereka telah mengamati
secara signifikan tingkat stres yang tinggi pada pasien vertigo bila dibandingkan
dengan usia kontrol yang cocok. Sebuah studi yang dilakukan pada 190 pasien
oleh Science Links Japan menunjukkan bahwa 31,8 persen penderita vertigo juga
mengalami stres. Berbagai obat yang diambil untuk memerangi stres dapat
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Stres
2.1.1 Definisi
Stres adalah respons tubuh yang sifatnya nonspesifik terhadap setiap
tuntutan beban atasnya. Misalnya bagaimana respons tubuh seseorang manakala
yang bersangkutan mengalami beban pekerjaan yang berlebihan. Bila ia sanggup
mengatasinya artinya tidak ada gangguan pada fungsi organ tubuh, maka
dikatakan yang bersangkutan tidak mengalami stres. Tetapi sebaliknya bila
ternyata ia mengalami gangguan pada satu atau lebih organ tubuh sehingga yang
bersangkutan tidak lagi dapat menjalankan fungsi pekerjaannya dengan baik,
maka ia disebut mengalami distres. Dan bila ia sanggup menjalankan fungsi
pekerjaannya dengan baik, tanpa ada keluhan baik fisik maupun mental serta
merasa senang, maka ia dikatakan tidak mengalami stres melainkan disebut
eustres.11
Dalam pengertian umum, stres terjadi jika orang dihadapkan dengan
peristiwa yang mereka rasakan sebagai mengancam kesehatan fisik atau
psikologinya. Peristiwa tersebut biasanya dinamakan stresor.12 Dan reaksi orang
secara fisik, psikologik, dan perilaku terhadap peristiwa tersebut dinamakan
respons stres.13
2.1.2 Stressor
Sumber stres tersebut dikenal dengan istilah “stressor”. Sebenarnya, stresor
hanya memberikan rangsangan dan mendorong sehingga terjadi stres pada
seseorang. Stresor berperan sebagai pemicu stres pada individu. Stres tidak selalu
berarti sesuatu yang buruk. Stres hanyalah respon tubuh terhadap suatu perubahan
yang dianggap beban berat oleh tubuh. Banyak ahli yang mengatakan bahwa ada
perbedaan antara apa yang kita rasakan sebagai positif stres dan distres yang
mengacu pada negatif stres. Stresor yang memicu positif stres disebut dengan
6
stresor positif, sebaliknya stresor yang memicu negatif stres disebut dengan
stresor negatif. 14
Sumber stres (stressor) dapat dikategorikan menjadi tiga jenis, yaitu (1) life
events (peristiwa-peristiwa kehidupan), (2) chronic strain (ketegangan kronis),
dan (3) daily hassles (permasalahan-permasalahan sehari-hari).15
Life events (peristiwa-peristiwa kehidupan) berfokus pada peranan
perubahan-perubahan kehidupan yang begitu banyak terjadi dalam waktu yang
singkat sehingga meningkatkan kerentanan pada penyakit. Suatu peristiwa
kehidupan bisa menjadi sumber stres terhadap seseorang apabila kejadian tersebut
membutuhkan penyesuaian perilaku dalam waktu yang sangat singkat. Ketika
seseorang gagal berurusan (menyesuaikan) dengan situasi atau perubahan-
perubahan yang secara ekstrem tesebut, maka timbullah dampak buruk, misalnya
perasaan cemas.15
Spurgeon, Jackson dan Beach melakukan penelitian kepada 115 karyawan
yang berusia dari 16 tahun sampai 56 tahun di area United Kingdom dengan
menggunakan the Life Events Inventory (LEI). Spurgeon et al menemukan bahwa
ada sepuluh peristiwa kehidupan yang paling penting dan bisa memicu terjadinya
stres, yaitu kematian pasangan, perceraian, kehilangan anggota keluarga,
terpenjara, masalah keuangan, pertengkaran dalam keluarga, tunawisma,
pengangguran, anggota keluarga yang tiba-taba mencoba bunuh diri, dan anggota
keluaga yang menderita sakit serius. Hasil penelitian lainnya, Oswalt dan Riddock
melaporkan bahwa peristiwa kehidupan bisa juga menjadi sumber stres terhadap
siswa ketika mereka baru mulai memasuki masa perkuliahan. Hal tersebut terjadi
karena para siswa tersebut perlu menyesuaikan diri dengan lingkungan baru yang
sedang mereka hadapi.15
Chronic strains (ketegangan kronis) merupakan kesulitan-kesulitan yang
konsisten atau berulang-ulang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Ketegangan
kronis bisa mempengaruhi terhadap kesehatan manusia termasuk fisik maupun
psikologis. Hal tersebut dikarenakan ketegangan kronis yang terus berlanjut dan
menjadi ancaman kepada seseorang. Serido melakukan penelitian terhadap 1.031
warga Amerika Serikat yang berusia dari 25 sampai 74 tahun. Mereka
7
menemukan ada empat faktor yang menjadi pemicu terjadinya ketegangan kronis,
yaitu tuntutan-tuntutan pekerjaan, kurangnya pengendalian atas pekerjaan,
tuntutan-tuntutan dari rumah, kurangnya pengendalian dari rumah. Sedangkan di
lingkungan akademik, ketegangan kronis bisa dipicu karena banyak hal, misalnya
adalah tekanan akademik.15
Daily hassles (permasalahan sehari-hari) adalah peristiwa-peristiwa kecil
yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari yang memerlukan tindakan penyesuaian
dalam sehari saja. Misalnya, seseorang mengalami kesulitan, dan kesulitan
tersebut tidak berlanjut secara terus menerus. Kesulitan yang dihadapi itupun bisa
terselesaikan dalam kurun waktu yang singkat. Ada beberapa contoh dari
permasalah sehari-hari, misalnya pendatang yang tidak diharapkan, kemacatan
berlalu lintas, berkomunikasi dengan orang lain, tugas-tugas keseharian yang
penting, tenggat waktu yang tiba-tiba dan berargumentasi kepada orang lain.
Permasalahan-permasalahan tersebut hanya menimbulkan stres sesaat dan tidak
mengakibatkan terjadinya gangguan-gangguan fisik maupun mental yang parah.15
Penelitian lainnya mengemukakan bahwa stresor diklasifikasikan menjadi
lima, yang terdiri dari frustasi (frustration) yang terjadi ketika kebutuhan pribadi
terhalangi dan seseorang gagal dalam mencapai tujuan yang diinginkannya.
Kemudian konflik (Conflicts) yang hadir ketika pengalaman seseorang dihadapi
oleh dua atau lebih motif secara bersamaan. Lalu adanya Tekanan (Pressure) yang
menempatkan individu dalam posisi untuk mempercepat, meningkatkan
kinerjanya, atau mengubah perilakunya. Mengidentifikasi perubahan (Changes),
dan Self-Imposed merupakan sumber stres yang berasal dalam sistem keyakinan
pribadi pada seseorang, bukan dari lingkungan.15 Terdapat empat reaksi tubuh
terhadap stres, yang terdiri dari:
1. Reaksi dari fisiologis terhadap stres menekankan hubungan antara pikiran dan
fisik.
2. Reaksi dari emosional, yang diamati dalam reaksi emosional terhadap stres
ini adalah melalui emosi seperti rasa ketakutan, kecemasan, rasa bersalah,
kesedihan, depresi, atau kesepian.
8
3. Reaksi dari kognitif, mengacu pada pengalaman individu terhadap stres dan
penilaian kognitif yang terjadi dengan penilaiannya mengenai peristiwa stres
dan kemudian apa strategi coping yang mungkin paling tepat untuk
mengelola stres.
4. Reaksi dari perilaku yang berkaitan dengan reaksi emosional seseorang
terhadap stres yang dapat memberikan reaksi menangis, menjadi kasar kepada
orang lain atau diri sendiri dan penggunaan mekanisme pertahanan seperti
rasionalisasi.15
1. Persepsi
Kadar stres dalam suatu peristiwa sangat bergantung pada bagaimana
individu bereaksi terhadap stres tersebut. Serta dipengaruhi oleh bagaimana
individu berpersepsi terhadap stresor yang muncul.
2. Emosi
Emosi merupakan hal sangat penting dan kompleks dalam diri individu.
Perbedaan kemampuan untuk mengenal dan membedakan setiap perasaan
emosi sangat berpengaruh terhadap stres yang sedang dialaminya. Stres dan
emosi mempunyai keterikatan yang saling memengaruhi keduanya, seperti
kecemasan, rasa bersalah, khawatir, ekspresi marah, rasa takut, sedih, dan
cemburu.
3. Situasi psikologis
Hal-hal yang mempengaruhi konsep berfikir (kognitif) dan penilaian
terhadap situasi-situasi yang mempengaruhinya. Situasi tersebut berupa
konflik, frustasi, serta situasi atau kondisi tertentu yang dapat memengaruhi
penilaian yang memberikan ancaman bagi individu, misalnya tingkat
kejahatan yang semakin meningkat akan memberikan rasa ancaman (stres).
4. Pengalaman hidup
Pengalaman hidup merupakan keseluruhan kejadian yang memberikan
pengaruh psikologis bagi invidu. Kejadian tersebut memberikan dampak
psikologis dan memungkinkan munculnya stres pada individu. Beberapa
kejadian tersebut adalah sebagai berikut:
a. Perubahan hidup. Kejadian yang memberikan perubahan hidup secara
mendadak, seperti: perkawinan, perceraian, pindah tempat kerja, jadwal
kerja yang padat, dan sebagainya.
b. Masa transisi (life passages). Perubahan-perubahan waktu yang
signifikan terhadap perubahan perilaku. Hal-hal tersebut termasuk masa
pubertas atau masa pra-pensiun.
c. Krisis kehidupan. Perubahan status radikal dalam kehidupan sesorang.
Kejadian-kejadian yang menyangkut krisis kehidupan adalah pemecatan,
bangkrut, hutang akibat gagal panen, dan sebagainya.
10
untuk melepaskan epinefrin dan norepinefrin ke aliran darah (4). Sistem korteks
adrenal diaktivasi jika hipotalamus mensekresikan CRF, suatu zat kimia yang
bekerja pada kelenjar hipofisis (5). Lalu, kelenjar hipofisis mensekresikan ACTH,
yang dibawa melalui aliran darah ke korteks adrenal (6) dimana ia menstimulasi
pelepasan sekelompok hormon, termasuk kortisol, yang meregulasi kadar gula
darah (7). ACTH juga memberi sinyal ke kelenjar endokrin lain untuk melepaskan
sekitar 30 hormon.12
Gambar 2.3 Bagan Hubungan Antara Stressor dengan Kelenjar dan Hormon dalam
tubuh manusia.
(Sumber: Rumiani, Prokrastinasi Akademik ditinjau dari Motivasi Berprestasi dan
Stres Mahasiswa. 2006)
Otak bagian depan adalah bagian otak paling anterior dan paling terlihat,
terdiri dari dua belahan, satu di kiri dan satu di kanan. Setiap belahan otak telah
membagi tugas untuk menerima sebagian besar informasi sensorik dari sisi tubuh
yang kontralateral (berlawanan), serta mengendalikan sebagian besar otot pada
sisi tubuh yang berlawanan. Semua itu dikerjakan dengan bantuan akson yang
melintas ke sumsum tulang belakang dan nuklei saraf kranial.18
Lapisan luar otak bagian depan disebut korteks serebrum. Di bawah lapisan
korteks serebrum terdapat struktur-struktur lain, seperti talamus yang merupakan
sumber input utama untuk korteks serebrum. Di bawah lapisan korteks serebrum
terdapat struktur-struktur lain, seperti talamus yang merupakan sumber input
18
utama untuk korteks serebrum. Serangkaian struktur yang di sebut basal ganglia
memiliki peran utama dalam aspek-aspek pergerakan tertentu. Terdapat sejumlah
struktur lain yang saling terhubung dan membentuk pembatas yang mengelilingi
batang otak, di sebut dengan sistem limbik. Struktur-struktur tersebut berperan
penting, khususnya untuk pengaturan emosi, contohnya seperti makan, minum,
aktivitas seksual, kegelisahan, dan berperilaku kasar.18
Hormon adalah suatu zat kimia yang pada umumnya disekresikan oleh
kelenjar dan sel-sel lain, hormon ditransportasikan oleh darah menuju organ
target. Neurotransmitter dapat dianalogikan seperti sinyal pada kabel telepon,
dimana pesan dikirim langsung dan khusus untuk penerima. Hormon dapat
dianalogikan sebagai stasiun radio yang menyampaikan pesan kepada siapapun
yang menyetel gelombang stasiun radio tersebut. Hormon berguna untuk
mengatur perubahan jangka panjang pada beberapa bagian tubuh. Hormon yang
bersikulasi di otak akan memengaruhi aktivasi otak, begitu pula hormon yang
disekresi otak akan memengaruhi sekresi hormon lain. Kelenjar pituitari yang
melekat pada hipotalamus terdiri dari dua bagian kelenjar yang berbeda, yaitu
kelenjar pituitari anterior dan pituitari posterior keduanya menyekresikan hormon
yang berbeda. Kelenjar pituitari posterior yang terdiri atas jaringan saraf dapat
dianggap sebagai perluasan hipotalamus. Neuron di dalam hipotalamus
mensintesis hormon oksitosin dan vasopresin (dikenal juga dengan nama hormon
anti diuretik), kedua hormon tersebut turun melalui akson menuju kelenjar
pituitari posterior kemudian dilepaskan ke dalam darah. Hormon tersebut
mempengaruhi sistem saraf simpatik.18
Sistem saraf simpatik adalah sebuah jaringan saraf yang mempersiapkan
organ tubuh bagian dalam untuk aktivitas berat. Sistem saraf simpatik terdiri dari
sepasang rantai ganglia yang memanjang pada sisi tubuh dimulai dari bagian
tengah tulang belakang melalui akson. Akson simpatik memanjang dari ganglia
menuju organ target dan mengaktivasi mereka untuk memberikan respons
melawan atau melarikan diri, dimana napas dan detak jantung menjadi lebih cepat
dan aktivitas pencernaan menurun. Semua ganglia sistem saraf simpatik terkait
erat. Oleh karena itu, mereka sering kali bekerja seperti satu unit, sehingga
19
2.2 Vertigo
2.2.1 Definisi
Vertigo berasal dari kata latin vertere yang berarti memutar. Vertigo di
dalam kamus bahasa diterjemahkan sebagai pusing. Vertigo adalah setiap gerakan
atau rasa gerakan tubuh penderita atau obyek-obyek di sekitar penderita yang
bersangkutan dengan sistem keseimbangan (ekuilibrium).1
Definisi lain menyatakan bahwa vertigo adalah ilusi gerakan, yang paling
sering adalah perasaan atau sensasi tubuh yang berputar terhadap lingkungan atau
sebaliknya, lingkungan sekitar kita rasakan berputar. Vertigo juga dirasakan
sebagai suatu perpindahan linear ataupun miring, tetapi gejala seperti ini relatif
jarang dirasakan.Vertigo termasuk ke dalam gangguan keseimbangan yang
dinyatakan sebagai pusing, pening, sempoyongan, rasa seperti melayang atau
dunia seperti berjungkir balik Gejala-gejala ini menimbulkan berbagai macam
problem emosional dan fisik seperti gangguan emosional, kecemasan, dan
ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari-hari.1
2.2.2 Klasifikasi
Vertigo diklasifikasikan menjadi dua, yaitu vertigo vestibular dan non-
vestibular.Vertigo vestibular adalah vertigo yang disebabkan oleh gangguan
sistem vestibular (sistem keseimbangan), sedangkan vertigo non vestibular adalah
vertigo yang disebabkan oleh gangguan sistem visual dan somatosensori.19
Tabel 2.1 Perbedaan vertigo vestibular dan vertigo non vestibular.
Klasifikasi
Karakteristik
Vertigo vestibular Vertigo non vestibular
Sumber: Ropper AH et al, Adams and Victors principles of neurology. 8th ed, 2005.
23
atau rotatorik
Neuroma Akustik
Sklerosis Multiple
Sumber: Wahyudi KT, Vertigo, 2012. Thompson TL, Amedee R, Vertigo: A Review of Common
Peripheral and Central Vestibular Disorders. United States: US National Library of Medicine
National Institutes of Health, 20
2.2.3 Etiologi
Vertigo merupakan suatu gejala, sederet penyebabnya antara lain akibat
kecelakaan, stres, gangguan pada telinga bagian dalam, obat-obatan, terlalu
sedikit atau banyak aliran darah ke otak dan lain-lain. Tubuh merasakan posisi
dan mengendalikan keseimbangan melalui organ keseimbangan yang terdapat di
telinga bagian dalam. Organ ini memiliki saraf yang berhubungan dengan area
tertentu di otak. Vertigo bisa disebabkan oleh kelainan di dalam telinga, di dalam
saraf yang menghubungkan telinga dengan otak dan di dalam otaknya sendiri.21
Keseimbangan dikendalikan oleh otak kecil yang mendapat informasi
tentang posisi tubuh dari organ keseimbangan di telinga tengah dan mata.
Penyebab umum dari vertigo, antara lain:21
1. Keadaan lingkungan : mabuk darat, mabuk laut.
2. Obat-obatan : alkohol, gentamisin.
25
2.2.4 Patofisiologi
Etiologi vertigo adalah abnormalitas dari organ-organ vestibuler, visual,
ataupun sistem propioseptif. Labirin (organ untuk ekuilibrium) terdiri atas tiga
kanalis semisirkularis, yang berhubungan dengan rangsangan akselerasi angular,
serta utrikulus dan sakulus, yang berkaitan dengan rangsangan gravitasi dan
akselerasi vertikal. Rangsangan berjalan melalui nervus vestibularis menuju
nukleus vestibularis di batang otak, lalu menuju fasikulus medialis (bagian kranial
muskulus okulomotorius), kemudian meninggalkan traktus vestibulospinalis
(rangsangan eksitasi terhadap otot-otot ekstensor kepala, ekstremitas, dan
punggung untuk mempertahankan posisi tegak tubuh). Selanjutnya, serebelum
menerima impuls aferen dan berfungsi sebagai pusat untuk integrasi antara
respons okulovestibuler dan postur tubuh. Fungsi vestibuler dinilai dengan
mengevaluasi refleks okulovestibuler dan intensitas nistagmus akibat rangsangan
perputaran tubuh dan rangsangan kalori pada daerah labirin.1
Refleks okulovestibuler bertanggung jawab atas fiksasi mata terhadap objek
diam sewaktu kepala dan badan sedang bergerak. Nistagmus merupakan gerakan
26
bola mata yang terlihat sebagai respons terhadap rangsangan labirin, sertajalur
vestibuler retrokoklear, ataupun jalur vestibulokoklear sentral. Vertigo sendiri
mungkin merupakan gangguan yang disebabkan oleh penyakit vestibuler perifer
ataupun disfungsi sentral oleh karenanya secara umum vertigo dibedakan menjadi
vertigo perifer dan vertigo sentral. Penggunaan istilah perifer menunjukkan bahwa
kelainan atau gangguan ini dapat terjadi pada end-organ (utrikulus maupun
kanalis semisirkularis) maupun saraf perifer.1
Lesi vertigo sentral dapat terjadi pada daerah pons, medulla, maupun
serebelum. Kasus vertigo jenis ini hanya sekitar 20% - 25% dari seluruh kasus
vertigo, tetapi gejala gangguan keseimbangan (disekulibrium) dapat terjadi pada
50% kasus vertigo. Penyebab vertigo sentral ini pun cukup bervariasi, di
antaranya iskemia atau infark batang otak (penyebab terbanyak), proses
demielinisasi (misalnya, pada sklerosis multipel, demielinisasi pasca infeksi),
tumor pada daerah serebelopontin, neuropati kranial, tumor daerah batang otak,
atau sebab-sebab lain. Untuk mendiagnosis vertigo sentral, perlu dilakukan
pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan radiologi.1
Beberapa penyakit ataupun gangguan sistemik dapat juga menimbulkan
gejala vertigo. Begitu pula dengan penggunaan obat, seperti antikonvulsan,
antihipertensi, alkohol, analgesik, dan tranquilizer. Selain itu, vertigo juga dapat
timbul pada gangguan kardiovaskuler (hipotensi, presinkop kardiak maupun non-
kardiak), penyakit infeksi, penyakit endokrin (DM, hipotiroidisme), vaskulitis,
serta penyakit sistemik lainnya, seperti anemia, polisitemia, dan sarkoidosis.
Neurotransmiter yang turut berkontribusi dalam patofisiologi vertigo, baik perifer
maupun sentral, di antaranya adalah neurotransmiter kolinergik, monoaminergik,
glutaminergik, dan histamin. Beberapa obat antivertigo bekerja dengan
memanipulasi neurotransmiter-neurotransmiter ini, sehingga gejala-gejala vertigo
dapat ditekan. Glutamat merupakan neurotransmiter eksitatorik utama dalam
serabut saraf vestibuler.1
Glutamat ini memengaruhi kompensasi vestibuler melalui reseptor NMDA
(N-metil-D-aspartat). Reseptor asetilkolin muskarinik banyak ditemukan di daerah
pons dan medula, dan akan menimbulkan keluhan vertigo dengan memengaruhi
27
STRES VERTIGO
2.3 Hipotesis
Terdapat hubungan antara faktor stres dengan kejadian vertigo.
35
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
jumlah populasi yang kurang dari 100, dan seluruh populasi dijadikan sampel
penelitian semuanya.
Sampel penelitian ini adalah sebagian dari keseluruhan objek yang diteliti
dan dianggap mewakili keseluruhan populasi dan memenuhi kriteria inklusi dan
eksklusi.
2. Besar Sampel
Berdasarkan survey data awal di bagian Rekam Medis Rumah Sakit Umum
Daerah Raden Mattaher Jambi, didapatkan populasi pasien vertigo pada tahun
2017 yaitu 275 orang.
n = 275 : 12
= 22,9 per bulan.
Sehingga untuk penelitian selama 2 bulan, maka:
= 22,9 x 2 = 45,8 (dibulatkan menjadi 46)
Keterangan:
n : jumlah sampel yang diperlukan
2. Kriteria Eksklusi
Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah:
1. Pasien vertigo yang menolak untuk mengisi kuesioner
2. Pasien vertigo yang tidak dapat menulis dan tidak dapat membaca.
3. Pasien vertigo yang kehilangan kesadaran.
37
Laporan
42
BAB IV
Perempuan 37 71,2
Laki-Laki 15 28,8
Total 52 100,0
Pada Tabel 4.1 terlihat bahwa pasien vertigo dengan jenis kelamin
perempuan sebanyak 37 orang (71,2%) sedangkan pasien vertigo dengan jenis
kelamin laki-laki sebanyak 15 orang (28,8%). Maka pada penelitian ini
didapatkan bahwa pasien vertigo dengan jenis kelamin perempuan lebih banyak
daripada pasien vertigo dengan jenis kelamin laki-laki.
Remaja 4 7,7
Dewasa 23 44,2
Lansia 23 44,2
Manula 2 3,8
Total 52 100,0
Dari penelitian ini, didapatkan bahwa pasien vertigo dengan kategori usia
terbanyak adalah kategori usia dewasa dan remaja, sedangkan yang paling sedikit
yaitu pasien vertigo kategori usia manula.
Perifer 43 82,7
Sentral 9 17,3
Total 52 100,0
Normal 13 25
Ringan 2 3,8
Sedang 11 21,2
Berat 18 34,6
Total 52 100,0
*
Menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov dengan signifikansi α 0,05
4.3 Pembahasan
4.3.1 Proporsi Vertigo
4.3.1.1 Proporsi Vertigo Berdasarkan Jenis Kelamin
Dari hasil analisis univariat pada tabel 4.1 menunjukkan bahwa dari
52 responden pasien vertigo yang berobat ke poliklinik saraf RSUD Raden
Mattaher Provinsi Jambi didapatkan jumlah responden dengan jenis
kelamin perempuan sebanyak 37 responden (71,2%), sedangkan
responden dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak 15 responden (28,8%)
artinya responden dengan jenis kelamin perempuan lebih banyak
terdiagnosa vertigo daripada jenis kelamin laki-laki.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Rahul et al pada tahun 2016, terhadap 60 subyek dengan proporsi jumlah
subyek perempuan adalah 75% dan laki-laki adalah 25%.30 Penelitian
sama oleh Sokolova et al pada tahun 2014 pada 80 subyek, diperoleh
jumlah subyek perempuan 73% sedangkan laki-laki 27%. Prevalensi
relatif lebih tinggi pada perempuan dapat dikaitkan dengan variasi
hormonal.31
48
vertigo dengan tingkat stres normal atau tidak stres (25%). Dan selebihnya
responden mengalami stres dari berbagai tingkatan, baik itu ringan,
sedang, berat, maupun sangat berat. Artinya 75% responden lainnya
mengalami stres. Untuk kategori paling banyak terdapat pada tingkat stres
berat, dimana pada penelitian ini didapatkan 18 orang pasien vertigo yang
mengalami stres berat (34,6%) dan yang paling sedikit yaitu pasien vertigo
yang mengalami stres ringan (3,8%)
Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Science Links Japan menunjukkan bahwa dari 190 responden 31,8 %
penderita vertigo juga mengalami stres..
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan
mengenai hubungan antara faktor stres dengan kejadian vertigo pada pasien
vertigo yang berobat ke poliklinik saraf RSUD Raden Mattaher Provinsi Jambi
pada bulan September-Oktober 2018, dapat disimpuljan bahwa:
1. Pasien vertigo yang menjadi responden sebanyak 52 responden terdiri dari
37 responden perempuan (71,2%) dan 15 responden laki-laki (28,8%).
2. Karakteristik pasien vertigo yang menjadi responden paling banyak adalah
pada kategori usia dewasa yaitu sebanyak 23 orang (44,2%) dan juga
kategori usia lansia yaitu sebanyak 23 orang (44,2%).
3. Jenis vertigo yang diderita oleh pasien yang menjadi responden paling
banyak yaitu vertigo perifer sebanyak 43 orang (82,7%) dan paling sedikit
yaitu vertigo sentral dengan responden sebanyak 9 orang (17,3%).
4. Karakteristik tingkat stres pada pasien vertigo yang paling banyak
didapatkan pada penelitian ini adalah tingkat stres berat yaitu sebanyak 18
orang (34,6%), sedangkan paling sedikit yaitu tingkat stres ringan sebanyak
2 orang (3,8%).
5. Pada penelitian ini didapatkan hasil analisis yang menunjukkan bahwa
terdapat hubungan antara faktor stres dengan kejadian vertigo.
5.2 Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dan analisa terhadap hasil
penelitian, peneliti memberikan saran sebagai berikut:
5.2.1 Bagi Pasien
Diharapkan bagi pasien untuk selalu menjaga kestabilan emosional agar
tidak terjadi suatu kondisi yang tidak diharapkan akibat dari faktor stres
yang dialami oleh pasien.
52