ASFIKSIA NEONATORUM
A. Definisi
Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernafas spontan
dan teratur, sehingga dapat meurunkan O2 dan makin meningkatkan CO2 yang
menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut. (Manuaba, 1998)
Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak dapat
bernafas secara spontan dan teratur dalam satu menit setelah lahir (Mansjoer,
2000)
Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis,
bila proses ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau
kematian. Asfiksia juga dapat mempengaruhi fungsi organ vital lainnya.
(Saiffudin, 2001)
Asfiksia merupakan suatu keadaan dimana bayi tidak dapat bernapas
secara spontan dan teratur segera setelah lahir, keadaan tersebut dapat disertai
dengan adanya hipoksia, hiperkapnea dan sampai ke asidosis (Hidayat, 2005).
Jadi, Asfiksia neonatorum adalah keadan bayi baru lahir yang tidak dapat
bernapas secara spontan dengan ditandai adanya hipoksemia (penurunan PaO2),
hiperkarbia (peningkatan PaCO2), dan asidosis (penurunan PH).
B. Etiologi
Proses terjadinya asfiksia neonatorum ini dapat terjadi pada masa
kehamilan, persalinan atau segera setelah bayi lahir. Penyebab asfiksia menurut
Mochtar (1989) adalah :
1. Asfiksia dalam kehamilan
a. Penyakit infeksi akut
b. Penyakit infeksi kronik
c. Keracunan oleh obat-obat bius
d. Uraemia dan toksemia gravidarum
e. Anemia berat
f. Cacat bawaan
g. Trauma
2. Asfiksia dalam persalinan
a. Kekurangan O2
b. Partus lama (CPD, rigid serviks dan atonia/ insersi uteri)
c. Ruptur uteri yang memberat, kontraksi uterus yang terus-menerus
mengganggu sirkulasi darah ke uri
d. Tekanan terlalu kuat dari kepala anak pada plasenta.
e. Prolaps fenikuli tali pusat akan tertekan antara kepaladan panggul.
f. Pemberian obat bius terlalu banyak dan tidak tepat pada waktunya.
g. Perdarahan banyak : plasenta previa dan solutio plasenta.
h. Kalau plasenta sudah tua : postmaturitas (serotinus), disfungsi uteri.
i. Paralisis pusat pernafasan
j. Trauma dari luar seperti oleh tindakan forceps
k. Trauma dari dalam : akibat obat bius
Menurut Betz et al. (2001), terdapat empat faktor yang dapat menyebabkan
terjadinya asfiksia, yaitu :
1. Faktor ibu
a. Hipoksia ibu
Dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetik
atau anestesi dalam, dan kondisi ini akan menimbulkan hipoksia janin
dengan segala akibatnya.
b. Gangguan aliran darah uterus
Berkurangnya aliran darah pada uterus akan menyebabkan
berkurangnya aliran oksigen ke plasenta dan juga ke janin, kondisi ini
sering ditemukan pada gangguan kontraksi uterus, hipotensi mendadak
pada ibu karena perdarahan, hipertensi pada penyakit eklamsi.
2. Faktor plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi
plasenta, asfiksis janin dapat terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada
plasenta, misalnya perdarahan plasenta, solusio plasenta.
3. Faktor fetus
Kompresi umbilikus akan mengakibatkan terganggunya aliran darah
dalam pembuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara ibu
dan janin. Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan pada keadaan tali pusat
menumbung, melilit leher, kompresi tali pusat antara jalan lahir dan janin.
4. Faktor neonatus
Depresi pusat pernapasan pada bayi baru lahir dapat terjadi karena
beberapa hal yaitu pemakaian obat anestesi yang berlebihan pada ibu, trauma
yang terjadi saat persalinan misalnya perdarahan intra kranial, kelainan
kongenital pada bayi misalnya hernia diafragmatika, atresia atau stenosis
saluran pernapasan, hipoplasia paru.
Keterangan :
Nilai 0-3 : Asfiksia berat
Nilai 4-6 : Asfiksia sedang
Nilai 7-10 : Normal
Pemantauan nilai apgar dilakukan pada menit ke-1 dan menit ke-5,
bila nilai apgar 5 menit masih kurang dari 7 penilaian dilanjutkan tiap 5 menit
sampai skor mencapai 7. Nilai Apgar berguna untuk menilai keberhasilan
resusitasi bayi baru lahir dan menentukan prognosis, bukan untuk memulai
resusitasi karena resusitasi dimulai 30 detik setelah lahir bila bayi tidak
menangis.
E. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan
diagnosisa asfiksia pada bayi baru lahir menurut Prawirohardjo (2005), yaitu:
1. Denyut Jantung Janin
Frekuensi normal adalah antara 120 dan 160 denyutan dalam semenit.
Selama his frekuensi ini bisa turun, tetapi di luar his kembali lagi kepada
keadaan semula. Peningkatan kecepatan denyut jantung umumnya tidak
banyak artinya, akan tetapi apabila frekuensi turun sampai dibawah 100
semenit di luar his, dan lebih-lebih jika tidak teratur, hal ini merupakan tanda
bahaya.
2. Mekonium Dalam Air Ketuban
Pada presentasi kepala mungkin menunjukkan gangguan oksigenasi
dan harus menimbulkan kewaspadaan. Adanya mekonium dalam air ketuban
pada presentasi kepala dapat merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan
bila hal itu dapat dilakukan dengan mudah.
3. Pemeriksaan Darah Janin
Alat yang digunakan : amnioskop yang dimasukkan lewat serviks
dibuat sayatan kecil pada kulit kepala janin, dan diambil contoh darah janin.
Darah ini diperiksa pH-nya. Adanya asidosis menyebabkan turunnya pH.
Apabila pH itu turun sampai di bawah 7.2, hal itu dianggap sebagai tanda
bahaya. Selain itu kelahiran bayi yang telah menunjukkan tanda-tanda gawat
janin mungkin disertai dengan asfiksia neonatorum, sehingga perlu diadakan
persiapan untuk menghadapi keadaan tersebut jika terdapat asfiksia,
tingkatnya perlu dikenal untuk dapat melakukan resusitasi yang sempurna.
Untuk hal ini diperlukan cara penilaian menurut APGAR.
4. Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin meliputi hemoglobin/hematokrit (HB/ Ht) :
kadar Hb 15-20 gr dan Ht 43%-61%), analisa gas darah dan serum elektrolit.
5. Tes combs langsung pada daerah tali pusat.
Menentukan adanya kompleks antigen-antibodi pada membran sel
darah merah, menunjukkan kondisi hemolitik
F. Penatalaksanaan
Tindakan untuk mengatasi asfiksia neonatorum disebut resusitasi bayi
baru lahir yang bertujuan untuk mempertahankan kelangsungan hidup bayi dan
membatasi gejala sisa yang mungkin muncul. Tindakan resusitasi bayi baru lahir
mengikuti tahapan-tahapan yang dikenal dengan ABC resusitasi :
1. Memastikan saluran nafas terbuka :
a. Meletakan bayi dalam posisi yang benar
b. Menghisap mulut kemudian hidung kalau perlu trachea
c. Bila perlu masukan ET (endotracheal tube) untuk memastikan pernapasan
terbuka
2. Memulai pernapasan :
a. Lakukan rangsangan taktil Beri rangsangan taktil dengan menyentil atau
menepuk telapak kakiLakukan penggosokan punggung bayi secara
cepat,mengusap atau mengelus tubuh,tungkai dan kepala bayi.
b. Bila perlu lakukan ventilasi tekanan positif
3. Mempertahankan sirkulasi darah :
Rangsang dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara kompresi dada
atau bila perlu menggunakan obat-obatan
Cara resusitasi dibagi dalam tindakan umum dan tindakan khusus :
a. Tindakan umum
1) Pengawasan suhu
2) Pembersihan jalan nafas
3) Rangsang untuk menimbulkan pernafasan
b. Tindakan khusus
1) Asfiksia berat
Resusitasi aktif harus segera dilaksanakan, langkah utama
memperbaiki ventilasi paru dengan pemberian O2 dengan tekanan dan
intermiten, cara terbaik dengan intubasi endotrakeal lalu diberikan O2
tidak lebih dari 30 mmHg. Asphiksia berat hampir selalu disertai
asidosis, koreksi dengan bikarbonas natrium 2-4 mEq/kgBB, diberikan
pula glukosa 15-20 % dengan dosis 2-4ml/kgBB. Kedua obat ini
disuntuikan kedalam intra vena perlahan melalui vena umbilikalis,
reaksi obat ini akan terlihat jelas jika ventilasi paru sedikit banyak
telah berlangsung. Usaha pernapasan biasanya mulai timbul setelah
tekanan positif diberikan 1-3 kali, bila setelah 3 kali inflasi tidak
didapatkan perbaikan pernapasan atau frekuensi jantung, maka masase
jantung eksternal dikerjakan dengan frekuensi 80-100/menit. Tindakan
ini diselingi ventilasi tekanan dalam perbandingan 1:3 yaitu setiap kali
satu ventilasi tekanan diikuti oleh 3 kali kompresi dinding toraks, jika
tindakan ini tidak berhasil bayi harus dinilai kembali, mungkin hal ini
disebabkan oleh ketidakseimbangan asam dan basa yang belum
dikoreksi atau gangguan organik seperti hernia diafragmatika atau
stenosis jalan nafas.
2) Asfiksia sedang
Berikan stimulasi agar timbul reflek pernapasan, bila dalam
waktu 30-60 detik tidak timbul pernapasan spontan, ventilasi aktif
harus segera dilakukan, ventilasi sederhana dengan kateter O2
intranasaldengan aliran 1-2 lt/mnt, bayi diletakkan dalam posisi
dorsofleksi kepala. Kemudioan dilakukan gerakan membuka dan
menutup nares dan mulut disertai gerakan dagu keatas dan kebawah
dengan frekuensi 20 kali/menit, sambil diperhatikan gerakan dinding
toraks dan abdomen. Bila bayi memperlihatkan gerakan pernapasan
spontan, usahakan mengikuti gerakan tersebut, ventilasi dihentikan
jika hasil tidak dicapai dalam 1-2 menit, sehingga ventilasi paru
dengan tekanan positif secara tidak langsung segera dilakukan,
ventilasi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan dari mulut ke
mulut atau dari ventilasi ke kantong masker. Pada ventilasi dari mulut
ke mulut, sebelumnya mulut penolong diisi dulu dengan O2, ventilasi
dilakukan dengan frekuensi 20-30 kali permenit dan perhatikan
gerakan nafas spontan yang mungkin timbul. Tindakan dinyatakan
tidak berhasil jika setelah dilakukan berberapa saat terjasi penurunan
frekuensi jantung atau perburukan tonus otot, intubasi endotrakheal
harus segera dilakukan, bikarbonas natrikus dan glukosa dapat segera
diberikan, apabila 3 menit setelah lahir tidak memperlihatkan
pernapasan teratur, meskipun ventilasi telah dilakukan dengan adekuat
G. Pengkajian
1. Identitas
a. Pasien (nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, suku/bangsa, tanggal
mrs, tanggal pengkajian, ruangan, diagnosa medis no. rekam medik)
b. Identitas penanggung jawab (nama orang tua, agama, pendidikan,
pekerjaan, alamat, umur)
2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Keluhan utama
Kesulitan bernafas akibat bersihan jalan nafas atau hipoksia janin akibat
otot pernapasan yang kurang optimal.
b. Riwayat kesehatan dahulu
Kaji riwayat kehamilan/persalinan (prenatal, natal, neonatal, posnatal)
c. Riwayat kesehatan keluarga
Kaji apakah dalam keluarga pernah mengalami penyakit yang sama atau
penyakit lainnya.
d. Kebutuhan dasar
1) Sirkulasi
Nadi apikal dapat berfluktuasi dari 110 sampai 180 x/mnt. Tekanan
darah 60 sampai 80 mmHg (sistolik), 40 sampai 45 mmHg
(diastolik).
Bunyi jantung, lokasi di mediasternum dengan titik intensitas
maksimal tepat di kiri dari mediastinum pada ruang intercosta
III/IV.
Murmur biasa terjadi di selama beberapa jam pertama kehidupan.
Tali pusat putih dan bergelatin, mengandung 2 arteri dan 1 vena.
2) Eliminasi
Dapat berkemih saat lahir.
3) Makanan/ cairan
Berat badan : 2500-4000 gram
Panjang badan : 44-45 cm
Turgor kulit elastis (bervariasi sesuai gestasi)
4) Neurosensori
Tonus otot : fleksi hipertonik dari semua ekstremitas.
Sadar dan aktif mendemonstrasikan refleks menghisap selama 30
menit pertama setelah kelahiran (periode pertama reaktivitas).
Penampilan asimetris (molding, edema, hematoma).
Menangis kuat, sehat, nada sedang (nada menangis tinggi
menunjukkan abnormalitas genetik, hipoglikemi atau efek narkotik
yang memanjang)
5) Pernafasan
Skor APGAR : 1 menit......5 menit....... skor optimal harus antara
7-10.
Rentang dari 30-60 permenit, pola periodik dapat terlihat.
Bunyi nafas bilateral, kadang-kadang krekels umum pada awalnya
silindrik thorak : kartilago xifoid menonjol, umum terjadi.
6) Keamanan
Suhu rentang dari 36,5º C sampai 37,5º C. Ada verniks (jumlah
dan distribusi tergantung pada usia gestasi).
Kulit : lembut, fleksibel, pengelupasan tangan/ kaki dapat terlihat,
warna merah muda atau kemerahan, mungkin belang-belang
menunjukkan memar minor (misal : kelahiran dengan forseps),
atau perubahan warna herlequin, petekie pada kepala/ wajah (dapat
menunjukkan peningkatan tekanan berkenaan dengan kelahiran
atau tanda nukhal), bercak portwine, nevi telengiektasis (kelopak
mata, antara alis mata, atau pada nukhal) atau bercak mongolia
(terutama punggung bawah dan bokong) dapat terlihat. Abrasi kulit
kepala mungkin ada (penempatan elektroda internal)
H. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang biasa muncul pada anak dngan DHF yaitu :
1.Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d produksi mukus banyak
2.Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi/ hiperventilasi
3.Kerusakan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi
4.Risiko cedera b.d anomali kongenital tidak terdeteksi atau tidak teratasi
pemajanan pada agen-agen infeksius
5.Proses keluarga terhenti b.d pergantian dalam status kesehatan anggota
keluarga
I. Perencanaan (tujuan, renpra, rasional)
Diagnosa
No Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan
1 Bersihan jalan Setelah dilakukan tindakan 1. Tentukan kebutuhan oral/ 1. Untuk memungkinkan
nafas tidak efektif asuhan keperawatan diha- suction tracheal. reoksigenasi.
b.d produksi rapkan bersihan jalan nafas 2. Auskultasi suara nafas 2. Pernapasan bising, ronki dan
mukus berlebih kembali efektif, dengan sebelum dan sesudah mengi menunjukkan tertahan-
kriteria hasil : suction. nya secret.
3. Beritahu keluarga tentang 3. Membantu memberikan infor-
Indikator AT suction. masi yang benar pada keluarga.
4. Bersihkan daerah bagian 4. Mencegah obstruksi/aspirasi.
Tidak menunjukkan
tracheal setelah suction
demam
selesai dilakukan.
Tidak menunjukkan 5. Monitor status oksigen 5. Membantu untuk
cemas pasien, status hemodinamik mengidentifikasi perbedaan
Rata-rata repirasi segera sebelum, selama dan status oksigen sebelum dan
dalam batas normal sesudah suction sesudah suction.
Pengeluaran sputum
melalui jalan nafas
Tidak ada suara nafas
tambahan
Tidak adanya sianosis
PaCO2 dalam batas
normal
PaO2 dalam batas
normal
Keterangan :
1. Keluhan ekstrim
2. Keluhan berat
3. Keluhan sedang
4. Keluhan ringan
5. Tidak ada keluhan
1.
2 Pola nafas tidak Setelah dilakukan tindakan 1. Pertahankan kepatenan 1. Untuk menghilangkan mucus
efektif b.d asuhan keperawatan diharap- jalan nafas dengan yang terakumulasi dari
hipoventilasi/ kan pola nafas menjadi efektif melakukan pengisapan nasofaring, tracea.
hiperventilasi dengan kriteria hasil : lender
2. Auskultasi jalan nafas 2. Bunyi nafas menurun/tak ada
Indikator AT untuk mengetahui adanya bila jalan nafas obstruksi
penurunan ventilasi sekunder. Ronki dan mengi
Pasien menunjukkan menyertai obstruksi jalan
pola nafas yang efektif nafas/kegagalan pernafasan.
Ekspansi dada simetris 3. Berikan oksigenasi sesuai 3. Memaksimalkan bernafas dan
Tidak ada bunyi nafas kebutuhan menurunkan kerja nafas.
tambahan
Kecepatan dan irama
respirasi dalam batas
normal
Keterangan :
1. Keluhan ekstrim
2. Keluhan berat
3. Keluhan sedang
4. Keluhan ringan
5. Tidak ada keluhan
3 Kerusakan Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji bunyi paru, frekuensi 1. Penurunan bunyi nafas dapat
pertukaran gas b.d keperawatan pada pasien diha- nafas, kedalaman nafas dan menunjukkan atelektasis. Ronki,
ketidakseimbangan rapkan pertukaran gas teratasi, produksi sputum mengi menunjukkan akumulasi
perfusi ventilasi dengan kriteria hasil : secret/ketidakmampuan untuk
membersihkan jalan nafas yang
Indikator AT dapat menimbulkan peningkatan
kerja pernafasan.
Tidak sesak nafas 2. Pantau saturasi O2 dengan 2. Penurunan kandungan oksigen
Fungsi paru dalam oksimetri (PaO2) dan/atau saturasi atau
batas normal peningkatan PaCO2
menunjukkan kebutuhan untuk
Keterangan : 3. Berikan oksigen tambahan intervensi/perubahan program
1. Keluhan ekstrim yang sesuai. terapi.
2. Keluhan berat 3. Alat dalam memperbaiki
3. Keluhan sedang hipoksemia yang dapat terjadi
4. Keluhan ringan sekunder terhadap penurunan
5. Tidak ada keluhan ventilasi/menurunnya
1. permukaan alveolar paru.
DAFTAR PUSTAKA
Closkey ,Joane C. Mc, Gloria M. Bulechek.1996. Nursing Interventions Classification (NIC). St.
Louis :Mosby Year-Book
Doenges, E. Marilynn. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: EGC
Johnson,Marion, dkk.2000. Nursing Outcome Classifications (NOC). St. Louis :Mosby Year-
Book
Manuaba, I. (2007). Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta :EGC
Mochtar, R. (1998). Sinopsis Obstetri. Jakarta : EGC
Straight, B. (2004). Keperawatan Ibu dan Bayi Baru Lahir. Jakarta :EGC
Wiknjosastro, H. (2005). Ilmu Kebidanan. Jakarta : YBPSP
Wiley dan Blacwell.2009. Nursing Diagnoses: Definition & Classification 2009-2011,
NANDA.Singapura:Markono print Media Pte Ltd
Wilkinson, J.M. (2002). Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria
Hasil NOC. Jakarta : EGC