Anda di halaman 1dari 7

BAB IV

PEMBAHASAN

Permasalahan lingkungan telah menjadi isu dalam hubungan internasional yang mulai
diperhatikan keberadaanya setelah perang-perang besar yang terjadi seperti perang dunia baik satu
dan dua selsesai. Kesadaran ini dilandaskan bahwa permasalahan lingkungan ini sangat penting
mengingat lingkungan yang di maksud adalah lingkungan tempat hidup kita yang selama ini hanya
dirusak akibat perang yang berkecamuk sehingga mengakibatkan pengerusakan lingkungan yang
sangat membahayakan bagi umat manusia . Atas dasar kesdaran terebutlah kemudian yang melatar
belakangi terbentuknya sebuah rezim internasional yang focus terhadap uapaya mengelola kondisi
iklim global, yaitu Paris Agreement.

Paris Agreement sendiri merupakan sebuah rezim yang di sepakati dan di ratifikasi pada
13 Desember 2015 oleh 197 negara di dunia. Inti perjanjiannya adalah bahwa setiap negara
anggota di haruskan untuk menerapkan di dalam setiap sector pembangunan yang rendah emisi
gas demi menjaga perubahan iklim global yang terjadi. Didalam Paris Agreement terdapat
dokumen yang dinamakan dokumen paris yang didalamnya terdapat cara merealisasikan tujuan
yang dimaksud tersebut setidaknya terdapat 3 uasaha dalam merealisasikan tujuan tersebut.
Pertama, membatasi kenaikan suhu global dibawah 2 derajat Celcius dari tingkat preindusti dan
melakukan upaya untuk membatasi hingga dibawah 1,5 derajat Celcius. Kedua, peningkatan
kemampuan untuk beradaptasi terhadap efek perubahan iklim dalam produksi pangan. Ketiga,
membuat alur keuangan yang konsisten menuju emisi gas rumah kaca yang rendah.1

Permasalahan yang terjadi adalah, Amerika Serikat sebagai salah satu negara dengan
penyumbang tertinggi dalam Paris Agreement ini memutuskan untuk menarik diri keluar dari
perjanjian tersebut sejak terpilihnya Donald Trump sebagai presiden baru Amerika Serikat. Hal
tersebut tentu saja memberikan dampak yang cukup signifikan, karena Amerika Merupakan salah
satu negara adidaya yang di harapkan mampu memberikan dukungan penuh terhadap usaha untuk

1
Beryl Rifki, ‘Kebijakan Presiden Amerika Serikat Donald Trump Keluar dari Paris Agreement’ JOM
FISIP, Vol. 5, Edisi II, 2018, p.2
menjaga iklim bumi. Namun pada kenyataanya, Amerika di bawah kepeminmpinan Trump
memutuskan untuk keluar dan mengabaikan perjanjian paris tersebut. Dalam kampanye sebelum
menjabat sebagai seorang presdien pun, Donald Trump telah secara terang-ternangan dan terus
menerus menyampaikan bahwa beliau memang tidak percaya dan akan turun serta memutuskan
keluar dari perjanjian paris jika dirinya terpilih menjadi presiden. Hal tersebut jelas di pengaruhi
oleh latarbelakang beliau yang memang seorang pebisnis dan berangakat dari statemant bahwa
beliau adalah seorang kandidat yang berasal dari partai yang skeptic terhadap isu lingkungan.

A. Kepentingan Pribadi Presiden Donald Trump

Amerika Serikat sangat identic dengan negara kontroverisal, maka tidak heran jika
kebijakan terkait mundurnya dari perjanjian Paris Agreement ini menjadi sebuah kontroversi juga.
Apalagi jika kita melihat dari segi model pembuatan keputusan atau kebijakan yang didasarkan
pada variable keperibadian si pembuat keputusan yang dalam hal ini adalah presiden Donald
Trump yang memang menjadi seorang pebisnis yang sangat handal juga cerdik, di tambah
keluarganya juga memang dari latar belakang pebisnis yang sangat terkenal dari Amerika Serikat
tentu kita akan menemukan sebuah fakta bahwa mereka akan di rugikan jika Amerika Serikat tetap
meratifikasi perjanjian Paris Agreement tersebut. Pasalnya kegiatan industry tentu akan
membutuhkan emisi yang tinggi sementara dalam perjanjian paris tersebut di tetapkan bahwa
maksimal 2 derajat Celcius dalam sector industry. Hal tersebutlah yang menjadi salah satu
indicator Amerika Serikat untuk menarik diri dari Paris Agreement, terkhusus untuk Donald
Trump.

Pengaruh yang kuat oleh perusahaan gas, minyak dan batubara untuk mempengaruhi
Donald Trump yang dikarenakan perusahaan gas, minyak dan batubara mempunyai finansial yang
sangat banyak demi kepentingan mereka sendiri dan merugikan kepentingan orang banyak. Ada
dua jalan utama untuk mempengaruh politik AS: mendanai kampanye dan lobi. Mendanai
kampanye dengan terkoordinasi dan lobi yang intens menjadi pengambil alihan demokrasi.
Industri minyak dan gas memainkan peran besar dalam persaingan kekuasaan politik dan
mempromosikan kebijakan yang tidak sesuai dengan kepentingan public.2 Selain itu juga, Donald
Trump memberikan penekanan terhadap filosofi kebijakan luar negeri Obama terhadap Paris

2
Beryl Rifki, p. 10
Agreement ini. Obama percaya bahwa Perjanjian Paris meningkatkan keamanan iklim Amerika,
mempromosikan ekonomi rendah karbon Amerika dan industri energi terbarukan, dan sangat
diperlukan untuk mengamankan pekerjaan dan mempertahankan keunggulan kompetitif A.S,
sementara Presiden Donald Trump berasumsi bahwa Perjanjian Paris merusak daya saing A.S. dan
merusak industri ketenagakerjaan dan energi tradisional. Secara politis, Obama percaya bahwa
Perjanjian Paris memperkuat kepemimpinan AS dalam urusan internasional, sedangkan Trump
percaya bahwa perjanjian itu melemahkan kedaulatan AS. Sebagai skeptis terhadap iklim, Trump
memberikan beban besar pada biaya ekonomi mitigasi dan meremehkan manfaat ekologis dan
ekonomisnya, yang konsisten dengan pandangan nasionalis dan isolasionis.3

Indicator selanjutnya adalah Donald Trump memang tidak pernah setuju dengan segala
kebijakan luar negeri yang keluarkan oleh presiden Obama, sehingga ketika ia berkuasa, kebijakan
seperti Paris Agreement ini langsung di hilangkan dengan secara tegas keluar dari perjanjian.
Meskipun itu menjadi salah satu politik luar negeri yang sangat di banggakan dalam era presiden
Obama.

B. Factor Lingkungan Partai Republik

Kemudian jika melihat dari indicator lainnya, yakni dari factor lingkungan partai politik
yang mengusung presiden Donald Trump, partai Republik. Partai Republik tidak percaya bahwa
hangatnya suhu bumi yang terjadi seperti sekarang merupakan hasil dari ulah manusia yang terlalu
banyak menggunakan emisi gas dan karbon, bahkan lingkungan partai Republik memiliki asumsi
bahwa isu lingungan merupakan isu yang tidak penting dan climate change adalah sebuah hal yang
tidak serius dan tidak perlu untuk di perhatikan secara mendalam. Lebih jauh lagi, anggota partai
republic menganggap bahwa isu perubahan iklim bumi yang menjadi hangat merupakan sebuah
tipuan dari kaum liberal. Sehingga dari sana bisa di asumsikan bahwa pengaruh dari lingkungan
para pembuat keputusan juga sangat berpengaruh terhadap keputusan yang di berikan.

Dua puluh dua senator partai republik termasuk pimpinan mayoritas kongres Mitch
McConnel (R-Ky), mengatakan kepada presiden untuk keluar dari perjanjian paris, mereka
mengatakan perjanjian paris hanya akan menambah beban pemerintah. mereka berargumen bahwa

3
ZHANG Hai-Bin, dkk. ‘U.S. Withdrawal From The Paris Agreement: Reasons, Impacts, And China's
Response’, Advances in Climate Change Research 8, 220-225, (2017), p. 221
grup enviromenetalis dapat menggunakan kesepakatan Paris sebagai "pembelaan hukum" dalam
tuntutan hukum untuk menyerukan peraturan yang lebih ketat seperti Clean Power Plan, aturan
iklim utama dari pemerintahan Obama4. Kedua puluh senator juga menolak argumen dari para
pendukung kesepakatan, yang mengatakan meninggalkan Paris Agreement akan mempengaruhi
kemampuan AS untuk mempengaruhi perjanjian iklim di masa depan.

Presiden Donald Trump berkali-kali menegaskan bahwa keikutsertaan Amerika Serikat


dalam Paris agreement adalah sebuah kesepakatan yang buruk (bad deal) yang di buat oleh
presiden sebelumnya (presiden Obama). Dia beralasan keikutsertaan AS dalam perjanjian ini
berdampak terhadap daya saing ekonomi dan penciptaan lapangan kerja. Trump mengutip hasil
kajian NERA Consulting yang mengatakan Amerika dirugikan $ 3 triliun dalam beberapa dekade
mendatang, dan kehilangan 6,5 juta kesempatan kerja. Sebenarnya kajian Nera yang di jadikan
acuan dalam pidatonya di danai oleh dua kelompok pro bisnis yang sama-sama tidak pernah peduli
terhadap isu-isu lingkungan dan pemanasan global. Maka tingkat kebenaran dari kajian tersebut
sangatlah di ragukan, apalagi kajian tersebut tidak memperhitungkan dampak bagi bisnis
perusahaan AS dalam bidang energi terbarukan. Hal tersebut jelas sangat bertentangan dengan
pendapat dari mayoritas warga Amerika Serikat. Sekitar 62 persen warga menghendaki tetap ikut
dalam Paris Agreement. Survei lain juga menemukan bahwa para pemilih AS mendukung untuk
tetap ikut serta dalam Paris Agreement dengan rasio 5 berbanding 1 dengan pemilih yang tidak
setuju.

Selain itu perusahaan raksasa AS yang masuk dalam Fortune 500 juga ikut memberikan
tanggapan terkait keluarnya AS dari Paris Agreement, diantaranya Apple, Google, HP, Microsoft,
Morgan Stanley, pun secara tegas mendukung agar AS tetap di Paris Agreement. Mereka beralasan
hal tersebut dapat memperkuat daya saing, menciptakan lapangan kerja, pasar dan pertumbuhan
ekonomi, dan mengurangi risiko bisnis. Paska pengumuman Trump, sejumlah CEO perusahaan-
perusahaan terkemuka AS seperti Tesla, Disney, General Electric, dan lembaga keuangan raksasa
seperti Goldman Sachs, JP Morgan’s, dan Blackrock menyatakan penolakan mereka atas
keputusan Trump tersebut.

Devin Henri, ‘Top Gop Senators Tell Trump To Ditch Paris Climate Deal’ The Hill http://thehill.com/
4

policy/energyenvironment/335127-top-gop-senators-tellTrump-to-ditch-paris-climate-deal (Di Akses Pada 10 Juli


2019)
C. Kepentingan Nasional AS

Presiden Donald Trump menyatakan bahwa yang lebih penting bagi Amerika Serikat
adalah untuk menciptakan lapangan pekerjaan bagi warga negaranya daripada hanya sekedar
mengikuti trend dunia yang sedang berkembang yakni mengurangi emisi gas rumah kaca.
Pernyataan Trump tersebut jika di analisa menggunakan konsep kepentingan nasional jelas akan
di temukan sebuah kejelasan bahwa focus yang ingin di capai adalah menciptakan lapangan
pekerjaan bagi warga negaranya dan mengabaikan trend dunia. Hal tersebut jelas di sampaikan
dalam pidatonya, bahwa paris Agreement hanya akan menghalangi kepentingan nasional yang
sudah di rencanakan oleh nya. Implementasi dari Paris Agreement akan memaksa amerika serikat
untuk menutup perusahaan-perusaan sector industry sebab berkaitan dengan regulasi dari paris
agreement terkait 2 derajat Celcius suhu bumi, akibatnya akan banyak para pekerja yang akan di
pecat dan sekaligus akan menjadi pengangguran.5 Lebih jauh lagi, pendapatan negara dari pajak
akan berkurang akibat para pekerja yang tidak lagi memiliki pekerjaan, dan juga tentu akan
menurunkan kualitas kehidupan warga amerika serikat sendiri. Hal tersebut yang menjadi ‘alasan’
Presiden Donald Trump untuk menarik diri dari perjanjian paris ini.

Kepentingan nasional dari sebuah negara merupakan sebuah resolusi yang harus di
realisasikan, seperti yang di katakan oleh Robert Jackson & Georg S dalam bukunya yang
mengatakan bahwa “Kepentingan nasional merupakan wasiat terakhir dalam menentukan
kebijakan luar negeri”. Dari sini di dapat bahwa Paris Agreement di asumsikan tidak dapat
memenuhi kepentingan nasional AS menurut presiden Trump. Sebaliknya hanya akan
memberikan kerugian kepada amerika serikat. Menurutnya, jika tetap mematuhi regulasi dari paris
Agreement dan membatasi energi maka sama saja akan membuat penduduk amerika serikat akan
kehilangan 2,7 juta pekerjaan pada tahun 2025, dan bahkan di prediksikan pada 2100 amerika
serikat akan mengalami 5% lebih miskin dari yang seharusnya jika masih tetap dalam perjanjian
Paris tersebut. Presiden Donald Trump mengatakan “For example, under the agreement, China
will be able to increase these emissions by a staggering number of years — 13. They can do
whatever they want for 13 years. Not us. India makes its participation contingent on receiving
billions and billions and billions of dollars in foreign aid from developed countries. There are

5
White House, Statement by President Trump on the Paris Climate Accord, 1 juni 2017, <https://www.
whitehouse.gov/briefings-statements/statement-president-trump-paris-climate-accord/> di akses pada 10 juli 2019
many other examples. But the bottom line is that the Paris Accord is very unfair, at the highest
level, to the United States6.” Menurutnya Paris Agreement hanya akan memberikan kerugian besar
terhadap amerika saja, tidak kepada negara-negara lain termasuk china. Tambang batu bara hanya
akan di block di amerika saja sementara di china masih akan di berikan kebebasan menggunakan
tambang batu bara. Artinya paris agreement tidak benar-benar untuk menjaga iklim bumi,
melainkan hanya akan memindahkan lokasi nya dari amerika ke negara-negara luar amerika. Jadi
menurutnya perjanjian ini adalah hanya tentang negara-negara lain yang mendapatkan keuntungan
finansial dari amerika serikat, dan hanya sedikit tentang perubahan suhu bumi.

Keluarnya amerika serikat dalam paris agreement ini setidaknya akan muncul 5 akibat yang
akan terjadi, diantaranya adalah pemanasan global akan diintensifkan setelah AS menarik diri dari
Perjanjian Paris, menempatkan China di bawah kerentanan ekologi dan risiko iklim yang lebih
besar. China adalah salah satu negara yang paling rentan terhadap perubahan iklim, dan penarikan
AS dari perjanjian tersebut merupakan pukulan berat bagi upaya global melawan perubahan iklim.
Ini akan membuat konsekuensi pemanasan global lebih berbahaya, dan akibatnya, kerentanan
ekologis dan iklim Tiongkok risiko akan meningkat secara nyata. Keluarnya AS dari Paris
Agreement berefek pada “matinya” PA, maka peningkatan suhu global bisa naik 5 derajat di atas
tingkat pra-industri pada akhir abad ini atau bahkan lebih tinggi lagi. Kekhawatiran ini
disampaikan oleh Professor Michael Mann, Direktur Meteorologi dari Pusat Sains Sistem Bumi,
Universitas Negeri Pensilvania.7

Kekhawatiran juga disampaikan oleh Dr. Benjamin M. Sanderson dari National Center for
Atmospheric Research, AS dan Dr. Reto Knutti dari Institute for Atmospheric and Climate
Science, ETH Zurich, Swis. Dalam tulisan mereka di Jurnal Nature Climate Change yang
diterbitkan secara online tanggal 26 Desember 2016, dua pakar pemodelan iklim ini melakukan
projeksi emisi gas jika seluruh negara di dunia memilih untuk keluar dari komitmen pemotongan
gas rumah kaca mereka selama delapan tahun ke depan. Mereka menemukan bahwa probabilitas
suhu global untuk bertahan di bawah ambang batas 2 derajat (sebagaimana yang diharapkan PA)
turun dari sekitar dua pertiga menjadi sekitar sepuluh persen saja. Bahkan jika emisi menurun
kembali setelah delapan tahun, maka diperlukan waktu 15-25 tahun untuk dapat kembali ke

6
White House, Statement by President Trump on the Paris Climate Accord.
7
universitas andalas, Paris Agreement Tanpa Amerika Serikat?, 19 Juli 2017, <http://fisika.fmipa.unand
.ac.id/berita/artikel/item/114-paris-agreement-tanpa-amerika-serikat>, di akses pada 11 juli 2019
kondisi semula dengan upaya mitigasi "yang kuat". Dengan demikian, kekeliruan tindakan
berkenaan dengan perubahan iklim akan memberikan dampak yang cepat dengan konsekuensi
jangka panjang.

Anda mungkin juga menyukai